Anda di halaman 1dari 7

[Type text]

Tugas Pendidikan Agama Islam

Tafsir Al- Qur’an Surat Al- Baqoroh ayat 22

Disusun oleh :

1. Nindy Nur Aulia


2. Putri Pratana Nanda
3. Raudhotul Janah
4. Sutisna
5. Syintia Elisa

SMK Prima Mandiri

Jl.Raya Cilegon Km.09 Pejaten Kramatwatu

Kabupaten Serang
[Type text]

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan
kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas pendidikan agama Islam yang berjudul “Tafsir Al-Qur‟an Surat Al-Baqoroh
ayat 22”. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
[Type text]

Latar Belakang

Salah satu karunia teragung yang di berikan Allah swt kepada kaum
muslim adalah al-Qur‟ân. sejak islam mengenal tulis baca lima ribu tahun yang
lalu, tiada satu bacaan pun yang dapat menandingi al-Qur‟ân. kitab suci al-Qur‟an
dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga
kandungan yang tersurat maupun tersirat didalamnya. Semua hal tersebut
diibaratkan sebuah sumber yang tidak perna kering. Untuk memahami al-qur‟an
diperlukan ilmu tafisr
Tafsir merupakan ilmu syari‟at yang paling agung dan tinggi
kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obejk pembahasannya dan
tujuannya, serta sangat dibutuhkan bagi umat Islam dalam mengetahui makna dari
Al-Qur‟an sepanjang zaman. Tanpa tafsir seorang muslim tidak dapat menangkap
mutiara-mutiara berharga dari ajaran Ilahi yang terkandung dalam Al-Qur‟an.
Tafsir adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan maksud,
mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an. Upaya ini telah dilakukan sejak
masa Rasulullah SAW, sebagai utusan-Nya yang ditugaskan agar menyampaikan
ayat-ayat tersebut sekaligus menandainya sebagai mufassir awwal (penafsir
pertama). Sepeninggalan nabi hingga saat ini, tafsir telah mengalami banyak
perkembangan yang sangat bervariatif dengan tidak melepas kategori masanya.
Dan tak lepas keanekaragaman secara metode (manhaj thariqah), corak (laun‟)
maupun pendekatan-pendekatan (alwan) yang digunakan merupakan hal yang
tidak dapat dihindari dalam sebuah karya tafsir hasil manusia yang tak pernah
sempurna.
[Type text]

Asabun Nuzul

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir
ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 22:

Artinya, “Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, langit sebagai


bangunan, dan menurunkan air dari langit, lalu mengeluarkan dengan air itu
berbagai buah sebagai rezeki bagimu. Oleh karena itu, jangan kamu menjadikan
sekutu bagi Allah. Padahal kamu mengetahui.” (Surat Al-Baqarah ayat 22).

Ragam Tafsir Tafsirul Jalalain menjelaskan perihal Surat Al-Baqarah ayat


22 bahwa Allah menjadikan bumi sebagai hamparan yang terbentang tiada tara
baik kekerasan maupun kelunakannya sehingga tidak mungkin menetap terus
menerus di dalamnya. Sedangkan “langit sebagai bangunan” maksudnya adalah
sebagai atap. “Jangan kamu menjadikan sekutu bagi Allah,” yaitu persekutuan
dalam penyembahan. “Padahal kamu mengetahui” bahwa pencipta itu semua
adalah Allah, bukan mereka yang dianggap sekutu-Nya. Padahal, tidak dapat
disebut tuhan kecuali zat yang menciptakan.
Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma„alimut Tanzil fit Tafsir wat
Ta‟wil, terkait Surat Al-Baqarah ayat 22 menjelaskan bahwa “hamparan” yang
dimaksud adalah tanah yang luas terbentang. Ada ulama lain, kata Imam Al-
Baghowi, menafsirkannya sebagai tempat tidur atau tempat bermalam.
Ada pula ulama yang menafsirkannya sebagai tanah pijakan yang Allah
jadikan lunak. Allah tidak menjadikannya sebagai tanah yang sangat keras
sehingga tidak mungkin menetap di atasnya.
Imam Al-Baghowi juga mengutip hadits riwayat Imam Bukhari dari
sahabat Abdullah bin Mas‟ud RA yang bertanya, “Apa kesalahan terbesar di sisi
Allah?” Rasulullah SAW menjawab, “Kau menjadikan sekutu bagi-Nya. Padahal
Dia yang menciptakanmu.” “Sungguh, itu dosa teramat besar. Kemudian apa?”
tanya Abdullah RA. “Kau membunuh anakmu karena takut ia akan makan
bersamamu,” jawab Rasulullah SAW. “Lalu apa lagi?” “Kau berzina dengan istri
tetanggamu.” Kata “al-ja‟lu” atau “menjadikan” pada Surat Al-Baqarah ayat 22
ini, kata Imam Al-Baghowi, bermakna “al-khalqu” atau menciptakan. Sedangkan
[Type text]

“langit” adalah atap yang ditinggikan. “Air” hujan “dari langit,” yaitu dari awan.
“Berbagai buah” adalah beragam buah dan tumbuhan. “Sebagai rezeki” makanan
“bagimu” dan pakan bagi hewan peliharaanmu. “Jangan kamu menjadikan sekutu
bagi Allah,” berhala-berhala pembanding yang kalian sembah seperti kalian
menyembah Allah.
Imam Al-Baghowi mengutip Abu Ubaidah yang menafsirkan, “andād”
atau sekutu adalah lawanan. Allah berlepas diri dari penyerupaan dan lawanan.
“Padahal kamu mengetahui” bahwa Allah itu esa yang menciptakan segalanya.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, pada Surat Al-Baqarah
ayat 22 Allah menjelaskan keesaan ketuhanan-Nya. Dialah yang memberikan
nikmat kepada hamba-Nya dengan mengeluarkan mereka dari ketiadaan dan
menyempurnakan nikmat tersebut lahir dan batin untuk mereka.
Ibnu Katsir mengutip hadits Rasulullah riwayat sahabat Muadz RA,
“Apakah kau tahu hak Allah atas para hamba-Nya? Mereka menyembah-Nya dan
tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun.” Ia juga mengutip pendapat Ibnu
Abbas perihal akhir Surat Al-Baqarah ayat 22, “Kalian jangan menyekutukan
Allah dengan apapun yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepada kalian.
Padahal kalian tahu bahwa tiada tuhan yang memberimu rezeki selain Allah.
Kalian pun tahu bahwa orang yang mengajakmu untuk mengesakan Allah adalah
Rasulullah SAW yang benar. Tiada keraguan pada kebenarannya.”
Ibnu Katsir mengutip riwayat Ibnu Abi Hatim dari sahabat Ibnu Abbas
perihal Surat Al-Baqarah ayat 22 yang mengatakan, “Persekutuan adalah
kemusyirikan yang lebih samar daripada derap semut hitam di atas batu hitam
pada malam hari.” Ibnu Katsir mengutip Mujahid perihal Surat Al-Baqarah ayat
22 yang mengatakan, “Jangan kamu menjadikan sekutu bagi Allah. Padahal kamu
mengetahui” bahwa Allah adalah tuhan yang esa di Taurat dan Injil.
Ibnu Katsir juga mengutip tafsir Ar-Razi yang mengatakan bahwa Surat
Al-Baqarah ayat 22 merupakan dalil atas keesaan penyembahan Allah SWT.
Bahkan, Surat Al-Baqarah ayat 22 menjadi dalil yang utama atas keberadaan
pencipta. Siapa saja yeng merenungkan alam semesta akan mengetahui kuasa
penciptanya. Ibnu Katsir mengutip maqalah Imam Syafi‟i perihal keberadaan
Allah sebagai pencipta yang esa, “Itu ibarat daun pohon besar yang rasanya sama
saja. Daun dimakan ulat menjadi sutra. Daun itu dimakan lebah menjadi madu.
Daun itu dimakan kambing dan unta menjadi kotoran kambing dan kotoran unta.
Daun itu dimakan menjangan/rusa menjadi minyak misik. Padahal semua itu satu
sumber.”
Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta‟wil,
mengatakan perihal Surat Al-Baqarah ayat 22 bahwa buah-buahan itu tumbuh
karena kuasa dan kehendak Allah. Tetapi air bercampur tanah menjadi sebab
tumbuhnya buah dan menjadi bahan material baginya seperti sperma pada hewan.
[Type text]

Allah membuat hukum alam seperti pada air. Padahal ia sanggup menciptakan itu
semua tanpa sebab dan bahan material sekalipun karena Dia maha kuasa. Adapun
proses penciptaan itu terjadi secara bertahap sesuai dengan hukum alam yang
dibuat-Nya menjadi pelajaran bagi mereka yang berpikir.
Imam Al-Baidhawi menjelaskan, masyarakat Arab jahiliah mengira bahwa
berhala-berhala yang mereka sembah memiliki zat dan sifat yang sama dengan
Allah. Bahkan mereka mengira bahwa perbuatan berhala itu tidak berbeda dengan
perbuatan Allah. Ketika mereka berpaling dari menyembah Allah kepada
menyembah berhala dan menyebutnya sebagai tuhan-tuhan, maka status mereka
serupa dengan orang yang meyakini bahwa berhala-berhala itu adalah zat wajibul
wujud yang mampu menolak siksa Allah dan kuasa memberikan manfaat yang
tidak dikehendaki Allah. Allah kemudian merendahkan dan mencela kemusyrikan
mereka yang menyekutukan Allah. Pada tafsir Surat Al-Baqarah ayat 22, Imam
Al-Baidhawi mengutip Zaid bin Amr bin Nufail, orang bertauhid di era jahiliah
yang mengatakan dalam syairnya: Apakah satu atau 1000 tuhan?... Apakah satu
agama lalu persoalan terbagi-bagi? Aku meninggalkan Lāta dan Uzza
semuanya… Demikian dilakukan oleh seorang cendekia. Imam Al-Baidhawi
menambahkan, kalau kalian mau merenungkan yang ringan-ringan saja, niscaya
akal kalian akan memaksa kalian mengakui keesaan Allah.
Menurutnya, Surat Al-Baqarah ayat 22 ini merupakan perintah untuk
menyembah Allah, larangan untuk menyekutukan-Nya, dan isyarat atas
alasannya. Pada Surat Al-Baqarah ayat 22, Allah juga menjelaskan sifat
rububiyah-Nya. Allah menciptakan manusia, pokok mereka, dan kebutuhan hidup
mereka, yaitu naungan, makanan, pakaian. “Buah” pada Surat Al-Baqarah ayat 22
lebih umum dari sekadar makanan. Sedangkan “rezeki” lebih umum dari sekadar
makanan dan minuman. Wallahu a‟lam.
[Type text]

Kesimpulan

Dalam ayat ini, Allah menyinggung berbagai nikmat Allah yang masing-
masing adalah sumber daripada nikmat yang lain. Allah menjadikan bumi
ini sebagai hamparan bagi kehidupan manusia di bumi ini. unung dan saharanya,
air dan tanahnya, mineral yang tersimpan di dalam tanah dan di bawah gunung-
gunung, semuanya merupakan lingkungan yang cocok untuk kelestarian dan
kehidupan manusia. Kerjasama antara langit dan bumi telah mendatangkan hujan
dan menambahkan tanaman serta memenuhi rezeki dan makanan manusia. Semua
ini berlangsung dan terjadi sesuai dengan peraturan Allah dan kudrat-Nya yang
tak terhingga.

Anda mungkin juga menyukai