Anda di halaman 1dari 3

AMBULANCE

Pernah dalam acara temu teknik POPDA di Semarang, aku ketinggalan rombongan mobil menuju ke
penginapan. Maka dalam hati aku berdoa semoga suatu saat nanti dikabulkan punya mobil supaya tidak
ketergantungan pada orang lain. Alhamdulillah POPDA berikutnya mobil sudah ada ( Isuzu Panther Hi
Grade) dan kebetulan aku masih dipercaya kembali mendampingi atlit tenis meja (Sisca dan saya lupa).
Menjelang keberangkatan mobil sudah aku siapkan, semuanya beres hanya ada kendala sedikit yaitu
remot kunci mobil kadang eror. Terkadang bunyi sendiri apabila mesin mobil dihidupkan dan baru mati
apabila aku tepuk-tepuk. POPDA kali ini rombongan jepara dapat penginapan Griya Indah Patemon di
Sekaran Gunung Pati dekat kampus UNNES. Berangkat dari Jepara ke semarang berjalan lancar, sampai
di penginapan ana kanak langsung naruh barang barang mandi makan minum dan juga istirahat. Pagi
harinya semua rombongan sudah siap berangkat bertanding termasuk kami. Kupanggail ana kanak
untuk masuk mobil dan segera berangat. Setelah mobil berjalan agaka lama tidak di sangka sangka
remot kunci pintu mobil berbunyi Wiiiyu…Wiiiyu…Wiiiyu seperti mobil ambulance. Sudah ku tepuk teput
tapi ngga mau berhenti, mau dibetulkan dulu takut terlambat. Akhirnya walau agak sedikit malu mobil
terus aku jalankan, Sepanjang jalan orang-orang kaget sontak minggir dan melihat penasaran. Kejadian
itu berlangsung cukup lama, sampai akhirnya bisa berhenti berbunyi. Dan perjalan menuju ke tempat
pertandinganpun sukses tidak terlambat. Cerpen Original by Noor Efendy.

KOTA BANDUNG

Ditengah padatnya kegiatan kuliah di FPOK IKIP semarang pada waktu itu, hatiku merasa berbunga
bungaa saat dosenku Pak Hamdan akan mengajakku ke kota Bandung. Ternya ta aku diajak untuk
menmgikuti kejuaraan tenis mej antar mahasiswa se Indonesia di ITB Bandung. Uang pendaftaran, uang
makan tiket seragam bertanding hotel dan biaya untuk makan dan minum sudah disiapkan, kami bertiga
(Efendy Rayhand dan Bambang) tinggal berangkat saja. Menjelang berangkat Pak Hamdan dan Bambang
ijin untuk berangkat menyusul karena ada acara yang bersamaan. Sore hari bis yang kami tunggu di
daerah banyumanik akhirnya dating, aku duduk dekat jendela dan Rayhan di sebelah kananku. Supaya
tidak jenuh dalam perjlanan, aku bertanya pada rayhan. “sudah pernah ke Bandung?” belum jawabnya.
Lalu kutanya lagi “sudKeluarga kami termasuk keah pernah jalan jalan kemana saja?” ia diam tak
menjawab sambil sibuk mengambil sesuatu. “maaf aku mau nempel salonpas ini ke puserku dulu” loh
kenapa. “kalau tidak begini aku bisa pusing dan muntah muntah » (naik kendaraan bagus VVIP kayak
begini kok ada yang bisa mabuk juga, kataku dalam hati) setelah itu dia ambil selimut dan tidur, aku ga
berani ganggu ganggu dia lagi (Atiiit rasanya dicuekin). Pagi hari bis sudah sampai bandung, di pintu
keluar sudah banyak taksi bmenunggu berebut cari penumpang. Aku sempat kesasar di UNPAD sebelum
akhirnya tiba di kampus ITB. Siang hari Pak Hamdan dan Bambang sudah tiba dan bergabung, segera
kami diajak ke hotel tempat dimana harus menghinap. “Ayo makan dulu, silahkan ambil menu makanan
dan minuman yang kamu sukai jangan malu malu” kata pak Dosen.

CENGPAT

Demi untuk mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan sehari hari keluarga dengan 2 anak, aku
berusaha mencari tambahan penghasilan dengan berusaha memanfaatkan waktu diluar jam kerja di
sekolah. Apa saja akan kuusahakan asalkan halal dan bermanfaat, mulai dari mengumpulkan kertas
bekas, cari orderan meubel, bikin nasi bungkus dan bubur, jualan pulsa, sampai dengan melatih tenis
meja kalau ada prmintaan. Pucuk dicinta ulampun tiba mungkin begitu pepatahnya, ada temanku yang
bertempat tinggal di welahan meminta kesediaanku untuk membagi dan memberikan sedikit banyak
pengalamanku tentang tenis meja, namanya Pak Sutiyoso. Aku bersedia asalkan anaku Alifia dan Nova
diperbolehkan ikut latihan juga. Dengam imbalan Rp. 100.000 sekali datang, itu sudah merupakan
perhargaan yang tinggi buatku. Jadwal latihanya setiap malam minggu dimulai pukul kurang lebih 19.30-
21.00 (untuk anak anak) dan 21.00-22.00 (untuk Bapak Bapak). Jarak antara rumahku dengan lokasi
(Rumah Bp. Sugeng belakang klenteng Welahan) kurang lebih 35 km kalau ditempuh perjalanan dengan
sepeda motor antara 30-35 menit. Begituilah kegiatanku setiam malam minggu pada waktu itu,
Berangkat dari rumah kurang lebih jam 19.00 agar sampai di lokasi tidak terlambat. Kalau ada istilah
Cenglu (Boncengan bertiga) kalau aku istilahnya Cengpat (Boncengan berempat). Naik sepeda motor
vario 110 cc warna merah Nova duduk didepan karena masih kecil, lalu aku kemudian Alifia ditengah
dan paling belakang adalah istriku hanya kebagian sedikit tempat duduk, kalau ada lobang atau
gundukan di jalan aku sewlalu berhati hati agar perjalan tetap aman karena malam hari. Ditemapt
latihan sudah berkumpul Ester, Sari, Albert Sendi Cristian dai tambah Alifia dan nova anakku.
Kuperkenalkan teknik teknik dasar tenis meja semampuku mulai dari cara pegang bet, sikap badan,
macam macam pukulan juga pergerakan kaki, kadang kadang diselingi dengan bola banyak dan games
berhadiah. Selesai ;latihan biasanya mereka bercanda canda bermain jalan jalan di sekitar area klenteng
dan pasar Welahan. Untuk Bapak bapak yang pernah ikut dating latihan yaitu Pak Sugeng (Pemilik klub
dan Toko Mas Leo yang cukup terkenal di Welahan.) Pak Sutiyoso, Bapaknya Cristian, bapaknya Albert,
Supri, Saat Sahad dan ada beberapa lagi yang lainnya. Capek, perjalanan jauh, malam malam repot
memang iya tapi tetap aku syukuri, itu berlangsung kurang lebih 2 tahun. Sebelum aku akhirnya minta
pengunduran diri. Nova sekarang sudah SMP kelas 9 bertambah tinggi dan besar padahal waktu itu
masih kecil kecil rata rata kelas 3-4 SD. Tentunya mereka juga tumbuh besar dan tinggi. Aku sering
membayangkan wajah wajah mereka kira kira sekarang mereka seperti apa ya. Doaku semoga apa yang
pernah aku berikan semoga bermanfaat dan semoga menjadi generasi yang berguna. Kalau ada kegiatan
ke Semarang setiap melewati jalan itu aku selalu teringat akan kenangan setiap malam minggu di
belakang Klenteng Welahan.

99

Di Semarang banyak sekali tempat tempat terkenal yang pernah aku kunjungi, Museum Tugu Muda,
Lawang Sewu, Matahari Simpang lima dan masih banyak lagi. Tapi sayangnya belum bersama seluruh
anggota keluarga. Sekali waktu pernah ada pertandingan tenis meja di semarang. Anak anak berangkat
duluan brsama mobil rombongan di damping om dan tantenya, aku dan istri akan menyusulnya
kemudian. Aku ikuti kegiatan tersebut dari awal sampai akhir sambil memperhatikan anak anaku (Alifia
dan Nova), walaupun belum meraih juara tapi mereka sudah berusaha menunjukkan teknik dan mental
bertanding yang baik. Tidak ada seorangpun peserta pertandingan yang ingin kalah, pasti semuanya
ingin menang. Kalau berhasil menang biasanya eksprresinya ceria senyum senyum bergembira, tapi kalu
kalah biasnya bersedih ddiam menyendiri. Untuk menghibur mereka supaya bisa ceria kembali biasanya
dengan cara di ajak jalan jalan rekreasi. Demikian pula dengan anak anaku, kebetulan anakku yang
pertama sudah duluan diajak jalan oleh om dan tantenya mungkin karena sambil menemani anaknya
yang merupakan kepoinakanku sekaligus sepupuan dengan Alifia, namanya Rara dan Rafi. Jalan jalan ke
supermarket dan juga mampir ke Masjid Agung Jawa Tengah. Mendengan kakanya jalan jalan Nova
merengek ikut pingin diajak jalan jalan juga. Dengan menggunakan sepeda motor boncengan bertiga
kuajak keliling keliling kota, mendekati saat waktu sholat dzuhur aku putuskan untuk menuju Masjid
Agung Jawa Tengah untuk sholat dan beristirahat sebentar. Itu pengalamanku pertama kalinya melihat
secara langsung Masjid Agung Jawa Tengah yang terkenal itu. Bangunanya indah megah dan luas, ada
Menara masjid yang tinggi menjulang ke angkasa, kulihat banyak pengunjung yang selain beribadah juga
rekreasi melihat lihat pemandangan termasuk dari atas menara masjid tersebut. Karena penasaran kami
bertiga juga ikut naik keatas menara setelah memabayar tiket terlebih dahulu. Setelah menunggu di
pintu lift agak lama, akhirnya tiba giliran kami naik keasatas, tidak terasa tau tahu sudah sampai diatas
menara. Disana selaian bisa melihat lihat pemandangan juga di sediakan restoran. Nova dan istriku
kelihatan senagn sekali sambil fot foto dari tempat yang satu ke tempat lainya, berbeda dengan aku, aku
hanya diam berdiri mepet tembok berpegangan erat erat. Aku sangat takut betapa tidak, ternya kami
berada di ketinggian 99 meter dari tanah (karena pada waktu pembangunannya terins[pirasi nama
Asmaul Husna yang berjumlah 99)., angina berhembus terasa sangat kencang diatas, ketika aku
beranikan diri maju melihat, orang orang dibawah semua kelihatan Kecil kecil dan tubuh rasanya ikut
kesedeot kebawah, aku mundur lagi ngeriii rasanya. Yang lebih takut lagi ketika Nova dan istriku usil
narik narik tanganku untuk berani ke pinggir pagar menara. Apalagi kalau liftnya bergerak naik dan turun
terasa temboknya bergetar, grrrrr grrrr grrrr grrrrr grrrrr grrrr terbayang yang tidak tidak dalam hati dan
pikiranku, “yuuk segera turun saja” menegaskan kalau aku takut ketinggian.

Borobudur 1

Borobudur 2

WISMA BHAKTI

Anda mungkin juga menyukai