Anda di halaman 1dari 147

PROPOSAL PENELITIAN

Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Remaja Yang Keluarganya Bercerai

Di Kecamatan Poasia

Oleh :

Wahyu Nur Alam

C1D118032

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI......................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar belakang...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................4
1.5 Sistematika Penulisan...................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR........................7

2.1 Tinjauan Pustaka...........................................................................................7

2.1.1 Komunikasi Keluarga.........................................................................7

2.1.2 Pengertian Keluarga...........................................................................8

2.1.3 Peran Dan Fungsi Keluarga...............................................................10

2.1.4 Definisi Perceraian............................................................................11

2.1.5 Faktor-Faktor Penyebab Perceraian..................................................13

2.1.6 Dampak Perceraian............................................................................13

2.1.7 Pengertian Self Disclosure.................................................................15

2.1.8 Fungsi Self Disclosure.......................................................................17

2.1.9 Keuntungan Dan Resiko Self-Disclosure..........................................19

2.1.10 Faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosure..................................21

2.1.11 Remaja.............................................................................................24

2.1.12 Teori Model Pengungkapan diri (Self Discosure)...........................25

2.2 Penelitian Terdahulu....................................................................................28

2.3 Kerangka Pikir.............................................................................................45

i
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................49

3.1 Lokasi Penelitian..........................................................................................49

3.2 Subjek dan Informan Penelitian...................................................................49

3.2.1 Subjek Penelitian...............................................................................49

3.2.2 Informan Penelitian...........................................................................49

3.3 Teknik Penentuan Informan.........................................................................50

3.4 Jenis dan Sumber Data.................................................................................51

3.4.1 Jenis Data..........................................................................................51

3.4.2 Sumber Data......................................................................................51

3.5 Teknik Pengumpulan Data...........................................................................52

3.6 Teknik Analisis Data....................................................................................53

3.7 Desain Oprasional Penelitian.......................................................................54

3.8 Konseptualisasi............................................................................................55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi sangatlah penting dalam keluarga dan setiap keluarga pasti

memiliki pola komunikasinya tersendiri. Hubungan yang terjalin dalam keluarga,

sangatlah dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap anaknya yang dapat

menciptakan kedekatan dan keakraban antara anak dengan orang tua, hal ini dapat

diperoleh dengan menciptakan hubungan keluarga yang harmonis.

Perlu kita ketahui bahwa hubungan keluarga yang harmonis ditandai

dengan terjalinnya hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dengan

anak, anak dengan orang tua serta anak dengan saudaranya, dimana komunikasi

tersebut tidak hanya bersifat satu arah, akan tetapi anak juga memiliki hak yang

sama untuk bebas menyampaikan pendapat dan perasaannya. Seperti yang di

kemukakan oleh Dahlam dalam (Gunarsah, 1991) menjelaskan bahwa hubungan

yang terjalin dalam keluarga sangatlah berperan penting dalam perkembangan

kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis,

dalam artian orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian, serta

bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak

tersebut cenderung positif, begitu pula sebaliknya. Jika dalam keluarga sudah

tidak ada keharmonisan lagi bahkan terjadi perceraian maka akan berdampak

1
buruk pada anak, dimana anak akan menjadi terpukul bahkan tidak menerima

keadaan tersebut.

Kasus perceraian di Sulawesi Tenggara pada tahun 2020 mencapai 2.768

kasus yang tercatat (BPS Prov Sultra). Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis

memfokuskan pada kasus perceraian yang terjadi Kota Kendari tepatnya di

Kecamatan Poasia, dimana pada tahun 2017 tingkat perceraian di Kecamatan

Poasia terbilang cukup tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lain di Kota

Kendari yaitu 89 dari 682 kasus perceraian di Kota Kendari, sedangkan di tahun

2020 tercatat 83 kasus perceraian di Kecamatan Poasia dari 741 kasus yang

tercatat di Kota Kendari (BPS Prov Sultra).

Pada usia remaja anak dalam masa pencarian jati diri dan belum paham

terhadap dirinya. Proses perkembangan jati diri, dikenal sebagai “membuka diri”

(coming out”) atau dengan kata lain “pengungkapan diri” (Oetomo, 2002). Untuk

batas usia remaja sendiri, terdapat beragam batasan usia yang telah dikemukakan

oleh para ahli, salah satunya seperti peryataan yang dikemukakan oleh Monks,

Knoers dan Haditono (2002) mengemukakan batasan usia remaja adalah masa

diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18

tahun masa remaja petengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Sehingga

berdasarkan pernyataan tersebut penulis menetapkan remaja dengan usia 18-21

tahun sebagai objek dalam penelitian ini, karena penulis menganggap dalam usia

tersebut anak mulai banyak dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang

lebih kompleks dalam kehidupannya.

2
Keterbukaan diri atau pengungkapan diri memiliki peranan yang penting

dalam interaksi sosial remaja, untuk dapat berani menyampaikan pendapatnya,

perasaan dan segala hal yang ada dipikirannya karena pada masa remaja, anak

mulai dihadapkan dengan lebih banyak problematika kehidupan seperti masalah

pendidikan, pertemanan, masalah keluarga, bahkan hubungan asmara, sehingga

remaja masih tetaplah membutuhkan peranan orang tuanya baik ayah atau ibunya

walaupun keduanya telah bercerai.

Seperti fenomena yang peneliti lihat di lokasi penelitian yaitu terdapat

perbedaan bentuk pembukaan diri remaja yang orang tuanya telah bercerai di

Kecamatan Poasia, dimana terdapat salah seorang remaja yang cenderung terbuka

kepada keluarganya baik kepada ibu atau bapaknya walaupun keduanya telah

bercerai. Selain itu remaja tersebut juga cenderung terbuka kepada orang lain baik

kepada teman atau sahabatnya, sedangkan dengan kasus yang sama terdapat pula

remaja yang cederung menutup diri kepada keluarganya bahkan pada orang

disekitarnya baik kepada teman atau sahabatnya, selain itu remaja tersebut juga

lebih menarik diri dari lingkungan sosial dengan alasan tidak pandai bersosialisasi

dengan orang-orang yang tidak di anggap dekat ataupun merasa tidak percaya diri.

Berdasarkan latar bekalang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan tema self disclosure pada remaja usia 18-21 tahun yang orang

tuanya telah bercerai di Kecamatan Poasia dengan menarik judul

“Pengungkapan Diri ( Self Disclosure ) Anak Dalam Keluarga Pada Remaja

Di Kecamatan Poasia ”

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka penulis

merumuskan dua rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana kecenderungan pengungkapan diri anak remaja dalam keluarga

yang kedua orang tuanya telah bercerai di Kecamatan Poasia?

2. Faktor-faktor yang mendorong pengungkapan diri anak remaja dalam

keluarga yang kedua orang tuanya telah bercerai di Kecamatan Poasia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kecenderungan pengungkapan diri anak remaja dalam

keluarga yang kedua orang tuanya telah bercerai di Kecamatan Poasia.

2. Mengetahui Faktor-faktor yang mendorong pengungkapan diri anak

remaja dalam keluarga yang kedua orang tuanya telah bercerai di

Kecamatan Poasia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adakah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu komunikasi

khususnya dalam bidang komunikasi antar pribadi.

4
2. Manfaat Praktis :

1) Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai reverensi dalam

menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang ilmu

komunikasi khusunya tentang pengungkapan diri anak remaja yang

orang tuanya telah bercerai dalam keluarga.

2) Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi serta

pengetahuan masyarakat mengenai bagaimana kecenderungan

pengungkapan diri anak remaja yang orang tuanya telah bercerai . Bagi

orang tua, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang pentingnya membangun hubungan dengan anak-anak terutama

pada masa remaja khususnya mengenai pengungkapan diri (Self

Disclosure) remaja dalam keluarga.

3. Manfaat Metodologis

Diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam

perkembangan studi ilmu komunikasi, khususnya mengenai pengungkapan

diri (self disclosure) pada remaja serta dapat menjadi bahan rujukan bagi

mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut khususnya

dalam kajian komunikasi antar pribadi tepatnya komunikasi keluarga.

1.5 Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

5
Dalam bab ini berisi informasi awal yang berkaitan dengan

judul penelitian berupa latar belakang, remusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian serta sistematikan penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian

serta ada kaitannya dengan permasalahan yang akan titeliti. Selain itu

bab ini juga berisi kerangka pikir dalam penelitian yang akan

dilakukan.

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini akan dikemukakan mengenai lokasi, subjek

dan informan penelitian, teknik penentuan informan, jenis serta

sumber data penelitian, teknik pengambilan data dalam penelitian.

Teknik analisis data, desain oprasional serta konseptualisasi dalam

penelitian.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan forum pendidikan yang pertama dan utama dalam

sejarah hidup sang anak yang menjadi dasar penting dalam pembentukan karakter

manusia itu sendiri (Hyoscyamina, 2011 : 144). Pembentukan karakter anak

tersebut akan tercapai apabila adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan

anaknya (Pusungulaa dkk, 2015 : 2). Keluarga memiliki peran dalam

mempengaruhi terhadap pola interaksi sosial anak. Keluarga juga sebagai tempat

pembentukan kepribadian anak (Rohmat, 2010 : 44).

Lingkungan pertama dan utama yang dapat mengarahkan seorang anak

untuk menghadapi kehidupannya adalah keluarga. Melalui keluarga, anak

7
dibimbing untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya serta menyimak

nilai-nilai sosial yang berlaku (Afrina dkk, 2010 : 36).

Lingkungan diluar keluarga akan turut andil dalam pembentukan perilaku

anak. Anak-anak mudah sekali untuk mengadopsi dan meniru apa saja yang

mereka lihat dan mereka dengar. Perhatian mereka terhadap hal-hal yang ada

disekelilingnya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mereka anut (Ramadhani

2013:113). Ada beberapa unsur penting dalam diri individu yang perlu

dikembangkan dalam keluarga. Di antaranya adalah intelektualitas yang

berorientasi pada kebudayaan, moral keagamaan, kemandirian, orientasi pada

prestasi dan produkvitivitas, serta kemandirian. Bila unsur-unsur tersebut

berkembang dengan baik maka ia akan dapat memecahkan berbagai masalah yang

dihadapi, mampu mencukupi diri, kompetitif, adaptif dan dapat memajukan

lingkungan sosial dan budayanya, serta berperilaku etis (Faturochman, 2001 : 5).

Komunikasi keluarga menurut Rae SeWiwig (dalam Lumanauw, 2014 :

2),adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh

(gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan

perasaan serta saling membagi pengertian. Proses komunikasi antara orangtua dan

anak dalam menanamkan perilaku positif berlangsung secara tatap muka dan

berjalan dua arah artinya ketika orangtua mengkomunikasikan pesan-pesan yang

berisi nilai-nilai positif yang akan mempengaruhi perilaku anak ke arah yang

positif pula, komunikasi berjalan dengan adanya interaksi di antara orangtua dan

8
anak (Ramadhani, 2013 : 119). Menurut Wahidah (2011 : 167), komunikasi akan

sukses apabila orang tua memiliki kredibilitas di mata anaknya.

2.1.2 Pengertian Keluarga

Keluarga dan lingkungan berperan besar dalam pembentukan kepribadian

anak. Kepribadian seorang anak tergantung pada pemikiran dan perilaku orang tua

terhadap didikan kepada anaknya. Orang tua juga menjadi tiang dalam

mengajarkan kepada anak bagaimana berperilaku terhadap orang-orang di

sekitarnya.

Keluarga yang bertanggung jawab adalah keluarga yang mau mendidik,

melindungi dan mendukung berbagai masalah yang dihadapi anak di

lingkungannya. Maka dari itu peran keluarga sangatlah dibutuhkan oleh anak saat

mengungkapkan dirinya agar mereka turut serta untuk membantu dalam

memecahkan problem yang dihadapinya.

Keluarga menurut Murdock adalah “suatu grub sosial (kelompok sosial)

yang dicirikan dengan tempat tinggal bersama, kerja sama dari dua jenis kelamin,

paling kurang dua darinya atas dasar pernikahan dan satu atau lebih anak yang

tinggal bersama mereka melakukan sosialisasi”.

Menurut Ahmadi, “Keluarga Merupakan suatu system kesatuan yang

terdiri dari anggota-anggota yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu

sama lain. Pedapat ini sejalan dengan ungkapan Suparlan yang mengatakan bahwa

9
hubungan antara anggota dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung

jawab”. Pendapat lain tentang keluarga dikemukakan oleh Kartono yaitu

“keluarga adalah kelompok sosial paling intim, yang diikat oleh relasi seks, cinta,

kesetiaan dan pernikahan, dimana perempuan berfungsi sebagai istri dan laki-laki

berfungsi sebagai suami”.

Ahmadi (2004), mengatakan bahwa difinisi “keluarga dapat ditinjau dari

dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan

darah merupakan satu kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu

dengan yang lainnya”.

2.1.3 Peran dan Fungsi Keluarga

Soekamto ( 1983) mengatakan bahwa peran mengatur perilaku sesorang

dalam hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat, dan hubungan-hubungan

peran individu dalam masyarakat dimana peran itu terdapat norma-norma yang

berlaku. Masyarakat dilingkunga keluarga juga mempunyai pengaruh kuat sebagai

orang tua dalam menjalankan perannya dalam fungsi keluaga.

Peran orang tua dalam fungsi keluarga merupakan ujung tombak proses

sosialisasi anak, hal ini erat kaitannya satu sama lain karena pelaksanaannya di

lingkungan keluarga merupakan bagian dari sosialisasi anak.

Menurut Parsons, keluarga memiliki dua fungsi penting yaitu yang

pertama sebagai sumber sosialisasi utama bagi anak-anak dan tempat mereka

10
dilahirkan, dan kedua sebagai sumber stabilitas kepribadian remaja dan orang

dewasa. Berkenaan dengan itu, Koentjaraningrat berpendapat bahwa fungsi dasar

keluarga adalah memberikan bantuan utama kepada individu berupa rasa aman

dan perhatian karena individu belum berdaya dalam menghadapi lingkungan.

Berdasarkan beberapa pandangan diatas, maka dapat difahami bahwa keluarga

adalah salah satu agen sosialisasi yang paling penting dan paling utama dalam

mengenalkan dan mengajarkan seseorang mengenai aturan-aturan yang

diharapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki

peran yang sangat besar dalam perkembangan anak, peran dan fungsi-fungsi

keluarga yang dilakukan dengan baik akan memberikan hal yang positif bagi

perkembangan anak khususnya pada remaja, dimana dengan peran dan fungsi

keluarga yang dilakukan dengan baik, akan berdampat baik pula pada kehidupan

lingkungan sosial anak khususnya remaja.

2.1.4 Definisi Perceraian

Dinamika kehidupan dalam lingkup rumah tangga semakin hari semakin

kompleks, sementara pasangan suamu istri dituntut untuk menghadapi kondisi

tersebut dengan segenap upaya yang bisa dikerahkan oleh kedua belah pihak.

Konflik yang timbul dari upaya penyelesaian masalah ketika tidak terpecahkan

dan terselesaikan akan menggangu dan mengakibatkan ketidakharmonisan dalam

hubungan suami istri tersebut (Dewi dan Basti 2008:43).

11
Akibat kondisi ini maka sering timbul pertengkaran yang pada akhirnya

membuat mereka merasa bahwa perkawinan mereka tidak seperti yang diharapkan

dan merasa kecewa. Untuk mengatasi rasa kecewa tersebut suami istri harus

mengadakan negosiasi, jika negosiasi berhasil maka hubungan suami istri akan

membaik, sebaliknya jika suami istri tidak menegosiasikan maka tidak menutup

kemungkinan perkawinan tersebut mengalami kehancuran atau penceraian.

Karim, (1999 dalam Ihromi, 2004: 137) menyatakan, perceraian adalah cerai

hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka

menjalankan obligasi peran masing-masing, dalam hal ini perceraian dilihat

sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri

kemudian hidup berpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.

Sedangkan menurut Agoes Dariyo (2003: 160) perceraian (divorce)

merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan dan dikehendaki kedua

individu yang sama-sama terikat dalam perkawinan. Perceraian merupakan

terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk

saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai

suami istri.Selain itu, perceraian adalah keadaan keluarga yang tidak harmonis,

tidak stabil atau berantakan. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa perceraian merupakan berakhirnya hubungan suami istri karena

ketidakcocokan antara keduanya dan diputuskan oleh hukum.

Menurut Farida, (2007:17) Perceraian dapat terjadi apabila pasangan

suami istri sudah tidak mampu menyelesaikan konflik atau permasalahan yang

12
terjadi diantara mereka. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa perceraian tidak

selamanya menjadi hal buruk, kadang perceraian memang jalan terbaik bila

melihat dampak yang akan terjadi pada anak maupun anggota keluarga lain

apabila pernikahan tetap dilanjutkan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa perceraian adalah

berakhirnya hubungan suami istri sebagai akibat dari kegagalan dalam

mengembangkan, menyempurnakan cinta antar suami istri dikarenakan kedua

pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan, sehingga mereka berhenti

melakukan kewajiban sebagai suami istri., namun terkadang perceraian

merupakan jalan terbaik bila melihat dampak yang akan terjadi pada anak maupun

anggota keluarga lain apabila pernikahan tetap dilanjutkan.

2.1.5 Faktor-Faktor Penyebab Perceraian

Adapun faktor penyebab perceraian menurut (Dariyo, 2003):

1. Ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup. Keberadaan orang ketiga memang

akan mengganggu kehidupan perkawinan. Bila diantara keduanya tidak

ditemukan kata sepakat untuk menyelesaikan dan tidak saling memaafkan,

akhirnya perceraianlah jalan terbaik untuk mengakhiri hubungan pernikahan

itu.

2. Tekanan kebutuhan ekonomi keluarga, harga barang dan jasa yang semakin

melonjak tinggi karena faktor krisis ekonomi Negara yang belum berakhir,

sementara itu gaji atau penghasilan pas-pasan dari suami sehingga hasilnya

13
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Agar dapat menyelesaikan

masalah itu, kemungkinan seorang istri menuntut cerai dari suaminya.

3. Tidak mempunyai keturunan juga dapat memicu permasalahan diantara kedua

pasangan suami dan istri, guna menyelesaikan masalah keturunan ini mereka

sepakat untuk mengakhiri pernikahan itu dengan bercerai.

4. Perbedaan prinsip hidup dan agama.

2.1.6 Dampak Perceraian

Menurut Dariyo (2003), yang telah melakukan perceraian baik disadari

maupun tidak disadari akan membawa dampak negatif. Dampak yang dirasakan

akibat perceraian tersebut diantaranya:

1. Traumatis pada salah satu pasangan hidup individu yang telah berupaya

sungguh-sungguh dalam menjalankan kehidupan pernikahan dan ternyata

harus berakhir dalam perceraian, akan dirasakan kesedihan, kekecewaan,

frustasi, tidak nyaman, tidak tentram, dan khawatir dalam diri.

2. Traumatis pada anak. Anak-anak yang ditinggalkan oleh orangtua yang

bercerai juga merasakan dampak negatif. Mereka mempunyai pandangan yang

negatif terhadap pernikahan, mereka akan merasa takut dalam mencari

pasangan hidupnya, takut menikah karena merasa dibayang-bayangi

kekhawatiran jika perceraian itu juga terjadi pada dirinya.

3. Ketidakstabilan kehidupan dalam pekerjaan. Setelah bercerai, individu

merasakan dampak psikologis yang tidak stabil. Ketidakstabilan psikologis

ditandai oleh perasaan tidak nyaman, tidak tentram, gelisah, takut, khawatir,

dan marah. Akibatnya secara fisiologis mereka tidak dapat tidur dan tidak

14
dapat berkonsentrasi dalam bekerja sehingga mengganggu kehidupan

kerjanya.

Dagun (2002:113) menyatakan perceraian akan berdampak mendalam bagi

setiap anggota keluarga. Kejadian ini akan menimbulkan banyak perubahan, baik

dari fisik, mental, maupun komunikasi dalam keluarga. Sedangkan Seifert dan

Hoffnung (1991:480) mengkategorikan akibat yang ditimbulkan dari perceraian

itu dalam dua hal, yaitu:

1. Membuat keluarga menghadapi tekanan ekonomi secara tiba-tiba dimana

tanggungjawab finasial menjadi bertambah, yaitu disatu sisi suami harus

menghidupi keluarga yang diceraikannya dan disisi lain harus menghidupi

keluarganya yang baru.

2. Mengakibatkan tekanan psikologis, baik bagi mantan pasangan maupun bagi

anak mereka. Orang tua maupun anak mereka merasa terisolasi dari

lingkungan sosial yang semula dekat. Belum lagi, kondisi mental anak, yang

pada umumnya merasa terkucilkan dari kasih sayang orang tuanya.

Berdasarkan dampak perceraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa

terkadang perceraian menjadi salah satu solusi terbaik ketika permasalaham dalam

rumah tangga sudah tidak mungkin lagi dikompromikan. Tetapi perceraian juga

seringkali disebut membawa dampak negatif terhadap kedua pasangan dan juga

berdampak mendalam bagi setiap anggota keluarganya. Terutama jika pasangan

tersebut memiliki anak, tentunya dapat menimbulkan banyak perubahan, baik dari

fisik, mental, maupun komunikasi dalam keluarga. Bahkan tak jarang mereka

15
mengalami ketidakstabilan psikologis yang ditandai dengan perasaan tidak

nyaman, tidak tentram, gelisah, takut, khawatir, dan marah.

2.1.7 Pengertian Self Disclosure

Secara bahasa, self disclosure berasal dari dua kata yaitu “self” yang

berarti diri sendiri, dan “closure” yang berarti penutupan, pengakhiran dan

keterbukaan. Sehingga self disclosure dapat diartikan sebagai pengukuran diri

mengenai barbagai informasi rahasia dan pribadi seorang individu kepada

individu lain. Wheeless (1968) menyatakan bahwa pengungkapan diri adalah

bagian dari referensi diri yang dikomunikasikan dan diberikan individu secara

lisan pada sekelompok kecil.

Jourard (dalam Devito, 2011) proses menyampaikan informasi yang

berhubungan dengan diri sendiri kepada orang lain disebut sebagai pengungkapan

diri atau self disclosure. Devito (2002) menyatakan bahwa makna dari

pengungkapan diri atau self disclosure. Devito (2002) menyatakan bahwa makna

dari pengungkapan diri adalah sebuah bentuk komunikasi dimana anda atau

seorang menyampaikan informasi tentang dirinya yang biasanya disimpan, maka

dari itu, setidaknya proses pengungkapan diri membutuhkan dua orang.

Sedangkan,

Wei, Russel & Zakalik dll (2005) mengatakan “ self disclosure refres to

individual’s the verbal communication of personality relevant information,

thoughts and feelings in order to let themselves be know to others”. Hal tersebut

berarti bahwa pengungkapan diri (self disclosure) merupakan komunikasi verbal

16
yang dilakukan seseorang mengenai informasi kepribadian yang relavan, pikiran

dan perasaan yang disampaikan , agar orang lain mengetahui tentang dirinya.

Bungin (2006) mengungkapkan bahwa “pengungkapan diri merupakan

sebuah proses pengungkapan informasi pribadi individu kepada orang lain dan

juga sebaliknya”. Sedangkan Morton (dalam Widyastuti, 2016) mengatakan

bahwa “pengungkapan diri adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang

akrab dengan orang lain yang bersifat deskriptif dan evaluative”. Pengungkapan

diri (self disclosure) adalah suatu yang mempelajari tentang aktivitas verbal dan

aktivitas non verbal (melalui pesan) dengan tujuan untuk komunikasi dan bertukar

informasi pribadi.

Devito (2011) menyatakan bahwa “pengungkapan diri adalah jenis

komunikasi dimana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya yang

biasanya disembunyikan atau tidak diceritakan kepada orang lain”. Corsini

(dalam Widiyastuti, 2012) menyatakan bahwa “pengungkapan diri merupakan

proses dimana individu secara suka rela dan sengaja mengungkapkan informasi

pribadi berkenaan dengan sikap, pendapat dan hal-hal yang menarik minat

mereka”. Jadi dapat disimpulkan bahwa istilah pengungkapan diri adalah

pengungkapan informasi seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara

sadar.

Berdasarkan beberapa pengertian pengungkapan diri yang dikemukakan

oleh para ahli diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pengungkapan diri

adalah sebuah proses pengungkapan diri kepada orang lain yang berhubungan

17
dengan kehidupan pribadi, pendapat, perasaan dan sikap yang bersifat deskriptif

dan evaluative yang dilakukan secara sadar.

2.1.8 Fungsi Self Disclosure

Salah satu fungsi self-disclosure ialah sebagai bentuk pelepasan emosi

(emotional release) (Masur, 2019, p. 73). Self disclosure yang dilakukan secara

dyadic atau dalam kelompok kecil umumnya memiliki untuk manajemen

hubungan, baik untuk memulai, membangun, dan memelihara hubungan yang

ada. Sebagaimana pada teori penetrasi sosial Altman & Taylor (1973), suatu

hubungan sosial dapat terbangun salah satunya melalui self-disclosure.

Melakukan self disclosure juga dapat meningkatkan keintiman antar individu

dalam hubungan. Meski begitu, pernyataan tersebut lebih menekankan bahwa self

disclosure dan hubungan antarindividu merupakan suatu yang sifatnya saling

mempengaruhi satu sama lain (mutually transformation); hubungan antarindividu

bersifat dinamis dan selalu membentuk makna baru dari waktu ke waktu, dimana

self disclosure juga berperan untuk menentukan bagaimana suatu hubungan

dimaknai, yang kemudian mempengaruhi pula bagaimana self disclosure

dilakukan di kemudian hari (Masur, 2019, p. 75).

Fungsi lain dari self disclosure adalah sebagai coping strategy.

Dengan melalukan self disclosure individu dapat mengurangi tekanan atau beban

pasca mengalami suatu kejadian tertentu.

18
Selain itu, self disclosure dapat berfungsi sebagai personal clarification

dan mendapat social validation. Fungsi self disclosure ini berangkat dari perpektif

developmental dimana pembangunan identitas diri merupakan tujuan yang

penting pada masa remaja untuk mendapat klarifikasi mengenai siapa diri mereka.

Klarifikasi dari umumnya didapat dari respon individu lain, dimana respon

tersebut hanya dapat diterima apabila individu melakukan self disclosure terlebih

dahulu (Masur,2019).

Jika self disclosure yang dilakukan individu pada individu lain atau

kelompok kecil umumnya berkaitan dengan kebutuhan untuk mengelola

hubungan, self disclosure yang dilakukan kepada sekelompok individu dalam

jumlah besar umumnya lebih didorong oleh kebutuhan untuk membentuk identitas

dan mendapat validasi sosial. Selain itu, self disclosure yang dilakukan kepada

public juga berfungsi sebagai pelepasan emosi (emotional release) dimana

individu akan merasa lebih lega ketika melakukan self-disclosure kepada audiens

yang lebih besar. Self disclosure yang dilakukan kepada publik ini dapat

dilakukan melalui public speaking atau melalui unggahan di internet.

2.1.9 Keuntungan dan Resiko Self Disclosure

Peneliti mengemukakan bahwa pengungkapan diri atau self disclosure

dapat memiliki manfaat (benefits) dan risiko (risks) bagi individu. Selain berbagai

faktor yang dijelaskan di atas, keputusan individu untuk pengungkapan diri juga

19
dipengaruhi oleh pertimbangan manfaat dan risiko yang mungkin diterima

individu setelah pengungkapan diri

1. Keuntungan Self Disclosure

Menurut DeVito (2016, p. 227) dalam bukunya “The Interpersonal

Communication”, Self Disclosure dapat membentuk individu untuk lebih

memahami dirinya, meningkatkan efektivitas komunikasi dan hubungan dan

mempertahankan kondisi kesehatan fisik.

Self Disclosure membantu individu untuk lebih memahami, karena ketika

mereka berbagi informasi tentang diri mereka sendiri, individu akan memperoleh

perspektif baru tentang diri mereka sendiri. Dengan perspektif baru yang

diperoleh, individu memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang perilaku

mereka. Pengungkapan diri atau self disclosure memungkinkan individu untuk

menyadari bahwa ada hal-hal yang telah ditekan dalam kesadarannya, sehingga

pengetahuan tersebut tidak diketahui sebelumnya. Penerimaan terhadap diri

sendiri pun dapat terjadi ketika seseorang melakukan self disclosure

(DeVito, 2016). Respom positif yang diberikan individu lain akan membantu

individu untuk mendapatkan konsep diri yang positif pula.

Dengan melalukan self-disclosure, individu-individu yang berada dalam

suatu hubungan mendapatakan pengetahuan baru satu sama lain. Pengetahuan

tersebut meningkatkan pemahama antar individu, sehingga self disclosure

merupakan hal penting yange meningkatkan efektivitas komunikasi dan hubungan

( DeVito, 2016).

20
Keuntungan lain dari self disclosure adakag membawa dampak positif

terhadap kesehatan fisik. Hal ini karena dengan keterbukaan diri, seseorang dapat

mengungkapkan beban pikirannya, mengajak orang lain untuk berbicara dan

bertukar pikiran, serta lebih mengenal satu sama lain. Remaja yang membuka diri

terhadap keluarganya, terutama kepada orang tuanya akan membuatnya

mendapatkan dukungan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang

ia hadapi.

2. Resiko Self Disclosure

Meskipun memiliki kelebihan, pengungkapan diri juga disertai dengan

risiko. Ada tiga jenis potensi risiko yang dapat muncul ketika individu melakukan

self disclosure menurut (DeVito,2016), yaitu sebagai berikut :

Personal riks adalah resiko yang berpengaruh terhaap persepsi individu

lain terhadap individu yang melakukan self disclosure. Resiko ini dapat berupa

penolakan oleh lingkungan, menjadi seorang yang tidak diinginkan, atau

mendapatkan label negatif.

Relational Risks adalah resiko yang berpengaruh terhadap hubungan yang

telah terjalin antara individu dan pendengarnya pasca pengungkapan.

Self-disclosure dapat mengurangi aktivitas antar individu dalam hubungan,

mengurangi kepercayaan dan ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terjadi

karena pengungkapan informasi tertentu seperti perselingkuhan, fantasi,

21
romantisme, kebohongan atau kejahatan dimasa lalu, atau penyakit yang diidap,

maupun bentuk kelemahan lainnya yang berpotesi menimbulkan efek negatif.

Terakhir, Professional risks adalah resiko yang mungkin diterima individu

berkaitan dengan pekerjaan. Pengungkapan informasi mengenai pilihan politik,

rasisme, atau pendapat yang bertentangan dengan nilai-nilai organisasi dapat

mengancam kedudukan individu dalam organisasi tersebut.

2.1.10 Faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure

Seperti yang kita ketahui bahwa tingkat kepribadian setiap orang pasti

berbeda-beda sehingga tidak semua orang dapat melakukan pengungkapan diri

begitu saja . Terdapat beberapa fakor yang mendorong seseorang dalam

melakukan pengungkapan diri. Menurut (Devito, 1997) faktor-faktor yang

mempengaruhi pengungkapan diri adalah sebagai berikut:

1. Karakter individu

Karakter individu seperti extrovert maupun introvert mempengaruhi


bagaimana individu melakukan self-disclosure (pengungkapan diri). Individu
yang gemar bersosialisasi dan extrovert umumnya lebih sering mengungkapkan
dirinya dibandingkan dengan individu yang kurang gemar bersosialisasi dan
introvert. Selain itu, individu yang kompeten juga cenderung lebih sering
melakukan self-disclosure jika dibandingkan dengan individu yang kurang
kompeten. Hal ini sering dikaitkan dengan tingkat kepercayaan diri individu.

22
Umumnya, individu dengan kepercayaan diri yang tinggi lebih sering
mengungkapkan dirinya.

2. Efek Diadik

Pada bahasan di atas sudah kita tegaskan bahwa self-disclosure itu bersifat
timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri kita yang ditanggapi dengan
keterbukaan lawan komunikasi yang membuat interaksi antara kita dan lawan
komunikasi bisa berlangsung. Keterbukaan diri kita mendorong lawan
komunikasi kita dalam komunikasi atau interaksi di antara dua orang untuk
membuka diri juga. Inilah yang dinamakan efek diadik itu

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap


bagaimana individu melakukan self-disclosure. Meski hal ini pada akhirnya
berkaitan dengan stereotipe terhadap jenis kelamin tertentu, namun beberapa
penelitian terkait dapat menjadi landasan untuk melihat kecenderungan suatu jenis
kelamin tertentu dalam melakukan self-disclosure. Wanita cenderung lebih sering
membagikan informasi mengenai hubungan romantisnya di masa lalu
dibandingkan dengan laki-laki; wanita juga cenderung mengungkapkan
perasaannya kepada orang-orang terdekatnya. Meski terdapat kecenderungan
secara general, di beberapa negara, laki-laki justru cenderung lebih sering
mengungkapkan dirinya, sehingga budaya tetap berperan dalam menentukan
bagaimana jenis keamin tertentu memiliki kecenderungan tertentu dalam
melakukan self-disclosure.

4. Pendengar

Pendengar juga turut menentukan bagaimana self-disclosure dilakukan.


Individu cenderung lebih nyaman untuk mengungkapkan informasi tertentu
mengenai dirinya ketika berada bersama sekelompok orang dalam jumlah sedikit,
terutama ketika hanya terdapat dirinya dan satu pendengar. Dengan satu
pendengar, individu dapat berfokus pada respon pendengar. Respon pendengar

23
dapat menjadi pertimbangan bagi individu mengenai memungkinkan-tidaknya
untuk terus mengungkapkan informasi tertentu mengenai dirinya. Pada kondisi
dimana terdapat terlalu banyak pendengar, individu akan kesulitan untuk
memonitor respon yang berbeda dari masing-masing pendengar.

Dalam melakukan self-disclosure, umumnya individu cenderung lebih


terbuka pada orang-orang yang disukai dan dipercayainya. Namun,
kecenderungan untuk mengungkapkan informasi tentang diri ini juga ditunjukkan
pada hubungan yang sifatnya sementara, seperti dengan orang asing yang ditemui
di pesawat, kenalan di internet, dan sebagainya. Hal tersebut terjadi karena
individu merasa bahwa kemungkinan untuk bertemu dalam kehidupan sehari-hari
atau mengetahui detail informasi mengenai dirinya kecil, sehingga self-disclosure
lebih mudah dilakukan. Selain itu, individu juga cenderung melakukan self-
disclosure kepada individu yang juga melakukan self-disclosure kepada dirinya.
Self-disclosure yang didorong oleh self-disclosure lawan bicaranya disebut
sebagai dyadic effect, dimana apa yang dilakukan oleh satu individu diikuti oleh
individu lainnya. Self-disclosure yang dilakukan individu-individu dalam
hubungan umumnya dapat meningkatkan keintiman dalam hubungan. Meski
dyadic effect merupakan hal yang lazim terjadi, namun efek tersebut bias jadi
tidak begitu ditunjukkan pada budaya di wilayah tertentu.

5. Topik Dan Saluran

Topik dan saluran turut mempengaruhi bagaimana self- disclosure


dilakukan. Topik-topik yang lebih bersifat umum akan lebih mudah diungkapkan,
beberapa di antaranya adalah mengenai hobi dan ketertarikan terhadap hal-hal
atau isu-isu tertentu. Topik-topik yang lebih personal seperti masalah keuangan,
kegiatan seksual, dan penyakit tertentu akan lebih sulit untuk diungkapkan.
Semakin personal dan berkonteks negatif, maka akan semakin kecil
kemungkinannya bagi individu untuk melakukan self-disclosure. Selain itu,
saluran yang memberikan hambatan cenderung menyebabkan individu lebih
mudah melakukan self-disclosure. Surat elektronik, media sosial, dan internet

24
mampu membuat individu merasa lebih leluasa dan tidak terikat dengan dirinya
untuk mengungkapkan informasi mengenai dirinya. Hal tersebut disebut sebagai
disinhibition effect, dimana salah satu penyebabnya adalah adanya suatu tingkat
anonimitas dan ketidaktampakan ketika melakukan aktivitas secara tidak tatap
muka. Self-disclosure yang bersifat timbal-balik juga lebih cepat terjadi ketika
dilakukan secara online daripada melalui tatap muka.

2.1.11 Remaja

Remaja didefinisikan sebagai perjalanan periode transisional penjang dari

masa kanak-kanan ke masa dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2008, p. 534).

Masa remaja ( Papalia, Olds & Feldman 2008, p. 583) menurut Erikson, “masa

remaja adalah masa pencarian identitas yang didefinisikan sebagai konsepsi diri,

penentuan tujuan, nilai dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang”.

Terdapat berbagai pendapat mengenai rentang usia remaja. Menurut

Turner dan Helms (1995) masa remaja berada pada rentang usia 13-19 tahun.

Papalia dan Olds (1995) mengatakan masa remaja ialah masa perkembangan

antara anak dan masa dewasa pada umumnya dimulai dari umur 12-13 tahun

sampai dengan 19-20 tahun. Sedangkan menurut Monks, Knoers dan Haditono

(2002) mengatakan batasan usia remaja adalah masa diantara 12-21 tahun dengan

perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan,

dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Masa remaja awal terjadi pada rentang usia 12-15 tahun. Pada masa ini,

individu cenderung berorientasi pada masa sekarang ( bukan masa depan ), mulai

25
dari memilik ketertarika lawan jenis, dan memiliki rasa ingin tahu yang signifikan

dalam menentukan tingkah laku remaja.

Masa remaja pertengahan (middle adolescence) terjadi pada rentang usia

15-18 tahun. Pada masa ini, remaja cenderung berusaha memperluas jangkauan

petemanan, sangat memperhatikan peer-group, mulai memilik orientasi pada

pengetahuan dan karir, memiliki role model dan cita-cita, serta mulai

meningkatkan indepedensi dari orang tua.

Masa remaja akhir (late adolescence) terjadi pada rentang usia 18-21

tahun, remaja mengalami masa peneguhan diri menuju dewasa yang ditandai

dengan telah mantapnya minat terhadap fungsi-fungsi intelek, mengiginkan

kesempatan untuk mendapat tempat di masyarakat, telah mampu mempertahankan

kepentingan diri sendiri dan orang lain, dan terciptanya batas (boundary) yang

memisahkan diri sendiri (private self) dan orang-orang di luar dirinya (the public).

Masa remaja akhir (late adolescence) terjadi pada rentang usia 18-21 tahun.

Robert Havighurst (1972) dalam Sarwono (1997, hal. 39) menyatakan

bahwa manusia pada setiap tahap perkembangannya memiliki tujuan untuk

mencapai suatu kepandaian, kemampuan, keterampilan, sikap dan fungsi tertentu

yang sesuai dengan kebutuhan pribadi, berbagai tujuan tersebut disebut teori tugas

perkembangan (developmental task). Pada remaja, beberapa tugas tersebut di

antaranya adalah mencapai kedewasaan dalam menjalin relasi dengan sesama

manusia, bertindak mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua, dan

mencapai memepersipkan kemandirian finansial atau karir. Pada penelitia ini,

rentang usia remaja yang digunakan menggunakana rentang usia 18-21 tahun.

26
2.1.12 Teori Model Pengungkapan Diri (Self Disclosure Theory)

Teori self Disclosure adalah teori yang diperkenalkan oleh Sidney Jourard

dan Joseph Luft. Self-disclosure adalah proses pengungkapan informasi pribadi

seseorang kepada orang lain ataupun sebaliknya atau biasa kita kenal dengan

istilah “curhat”. Meskipun self-disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun

keterbukaan itu memiliki batas. Pengaturan batasan pengugnkapan diri seseorang

memerlukan pertimbangan dan pikiran. Orang membuat keputusan mengenai

bagaimana dan kapan untuk memberi tahu, dan mereka memutuskan mengenai

bagaimana merespon permintaan orang lain. Joseph Luft mengemukakan teori

self-disclosure yang didasarkan pada model interaksi manusia, yang disebut Johari

Window, seperti berikut ini:

Gambar 1.

Model Johari Window

Not
Known to known to
self self

known to Open Blind


others
27
Not known to Hidden Unknown
others
(Sumber : Teori-Teori Komunikasi, Mukarom 2020)

Jendela johari terdiri dari 4 bingkai. Masing-masing bingkai berfungsi

menjelaskan bagaimana tiap individu bisa memahami diri sendiri, maka dia bisa

mengendalikan sikap dan tingkah lakunya di saat berhubungan dengan orang lain.

Bingkai 1, menunjukkan orang yang terbuka terhadap orang lain.

Keterbukaan itu disebabkan dua pihak (saya dan orang lain) sama-sama

mengetahui informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan,

dan lain-lain. Johari menyebutnya “bidang terbuka”, suatu bingkai yang paling

ideal dalam hubungan dan komunikasi antar pribadi.

Bingkai 2, adalah bidang buta. “ Orang Buta” merupakan orang yang tidak

mengetahui banyak hal tentang dirinya sendiri namun orang lain mengetahui

banyak hal tentang dia.

Bingkai 3, disebut “bidang tersembunyi” yang menunjukkan keadaan

bahwa berbagai hal diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bingkai 4, disebut “bidang tidak dikenal” yang menunjukkan keadaan

bahwa berbagai hal tidak diketahui diri sendiri dan orang lain.

2.2 Penelitian Terdahulu

28
Penelitian terdahulu ini merupakan salah satu acuan penulis dalam

melakukan penelitian, dimana melalui peneltian terdahulu penulis dapat

memperkaya teori yang digunakan untuk mengkaji penelitian yang dilakukan.

Dari penelitian terdahulu, penulis juga mengangkat beberapa judul penelitian yang

dijadikan sebagai referensi dalam memperkaya dan melengkapi bahan kajian

penelitian. Berikut ini merupakan beberapa penelitian terdahulu berupa jurnal-

jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Tabel 1.

Penelitian terdahulu

Nama
Persamaan dan
No Peneliti/ Judul Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan Penelitian
Tahun

1. Yessica Self Disclosure Hasil penelitian Persamaan Penelitian :

Agustina Mengenai Latar menunjukkan bahwa


1. Penelitian tentang self
(2016) Belakang Keluarga melakukan self
disclosure dalam
yang Broken Home discoslure tentang latar
keluarga
kepada keluarga broken home
2. Menggunakan metode
Pasangannya memiliki kekurangan
penelitian kualitatif
seperti perubahan

perilaku dari pasangan, Perbedaan Penelitian :

selain itu juga trauma


1. Penelitian ini
dari anak yang
menggunakan teori

29
mengalami broken home. penetrasi sosial, karena

penulis menganggap

Proses self disclosure

dapat dilihat dengan

menggunakan model

penetrasi sosial,

2. Merupakan penelitian

studi khasus pada

pasangan dengan latar

belakang broken home.

2. Hesly Konsep Diri Dan Hasil dari penelitian ini Persamaan Penelitian :

Padatu Self Disclosure adalah Pengaruh keadaan


1. Penelitian tentang self
(2015) Remaja Broken keluarga broken home
disclosure
Home Di Kota terhadap perkembangan
2. Penelitian ini
Makassar remaja banyak
menggunakan metode
dipengaruhi oleh
penelitian kualitatif
beberapa faktor. Relatif
dengan teknik
anak-anak yang tumbuh
pengumpulan data
dalam lingkungan
dengan cara observasi,
keluarga brokenhome,
wawancara dan kajian
mereka akan tumbuh
pustaka
menjadi individu yang
3. Data yang diperoleh
memiliki kepribadian

30
kurang sehat, kemudian diolah secara deskriptif

dalam perkembangan kualitatif

emosi anak- anak yang


Perbedaan Penelitian :
beranjak remaja akan

berada dalam 1. Penelitian ini berfokus

kecenderungan rasa tidak bagaimana konsep diri

nyaman dan kurang dan self disclosure

bahagia. remaja dari kelaurga

broken home dan

faktor-faktor yang

menghambat proses

komunikasi remaja

broken home

3. Peter Self Disclosure Penelitian ini dilakukan Persamaan Penelitian :

Wiranata Seorang Lelaki untuk mengetahui self


1. Penelitian tentang self
Untung dari Keluarga disclosure yang
disclosure
(2018) Broken Home dilakukan seorang lelaki
2. Menggunakan metode
Kepada dari keluarga broken
penelitian kualitatif
Pasangannya home kepada

pasangannya, peneliti

31
ingin mengetahui
Perbedaan peneltian :
bagaimana cara dan

tahapan dalam 1. Penelitian ini bukan

melakukan self mengenai self

disclosure yang masih disclosure dalam

dalam tahap berpacaran keluarga akan tetapi

dan bertujuan untuk mengenai self

melakukan pernikahan. disclosure yang

Dari analisis yang dilakukan terhadap

dilakukan peneliti, pacar/pasangan

peneliti menemukan 2. Teori yang digunakan

bahwa ada self disclosure dalam penelitian ini

yang dilakukan Joko adalah onion theory

kepada Yuli yaitu nilai – ( teori bawang )

nilai, keyakinan dan 3. Penelitian ini merupaka

keinginan,kebiasaan dan penelitian studi kasus

gaya hidup pasangan,

karakteristik Joko kepada

Yuli, pengalaman hidup

masa kecil Joko,

perasaan Joko kepada

ayahnya, kehidupan

dalam keluarga Joko dan

32
Yuli, perilaku

menyeleweng ayah Joko,

kekerasan yang

dilakukan ayah Joko

kepada sisca (istrinya).

Metode dalam penelitian

ini adalah case study

(studi kasus), dengan

jenis penelitian kualitatif

yang menggunakan onion

theory (teori bawang)

dan komunikasi

interpersonal serta

wawancara langsung

dengan narasumber yang

menjadi acuan dalam

melakukan penelitian ini

4. Luthfita Konsep Diri dan Penulisan artikel Persamaan Penelitian :

Cahya Irani Keterbukaan Diri bertujuan untuk


1. Penelitian tentang self
dan Eko Remaja Broken mengetahui gambaran
disclosure
Pramudya Home yang Diasuh konsep diri dan
2. Mengginakan metode
Laksana Nenek keterbukaan diri remaja

(2018) broken home yang diasuh

33
nenek (grand parenting). penelitian kualitatif

Penelitian ini
Perbedaan Penelitian :
menggunakan

pendekatan kualitatif 1. Penelitian studi kasus

dengan studi kasus. 2. Selain berfokus pada

Subjek ialah dua remaja self disclosure remaja,

yang tinggal di desa penelitian ini juga

Rembang, Kota Blitar berfokus pada

dengan rentang usia 12— bagaimana konsep diri

14 tahun. Teknik remaja broken home

pengumpulan data yang di asuh oleh nenek

menggunakan 3. Teknik penentuan

wawancara mendalam, informan menggunakan

observasi, dan studi teknik judgemental

dokumen. Hasil sampling.

menunjukkan konsep diri

subjek memiliki

karakteristik

menganggap diri sebagai

individu yang tidak baik,

pembawa pengaruh

buruk, dipandang rendah

orang lain. Keterbukaan

34
diri subjek menunjukkan

gambaran sikap yang

cenderung tertutup pada

orang lain, mudah

tersinggung ketika

menerima kritik orang

lain, kurang bisa

mempercayai orang lain,

dan kaku.

5. Aliftya Perilaku Penelitian ini berjudul Persamaan Penelitian :

Darinda Komunikasi “Perilaku Komunikasi


1. Penelitian tentang self
Naminputri, Remaja Broken Remaja Broken Home
disclosure
M.E. Fuady Home dalam Self Dalam Self Disclosure
2. Peneltian ini
(2021) Disclosure (Studi Kasus Pelajar
menggunakan metode
Broken Home Dalam
kualitatif
Keterbatasan Self

Disclosure di Bandung)”.

Pelajar broken home Perbedaan Penelitian :

yang merupakan subjek


1. Menggunakan teori self
penelitian mengalami
disclosure
hambatan dalam
2. Pengumpulan data yang
membuka diri untuk
digunakan yaitu
berkomunikasi dengan

35
lawan jenis, sehingga wawacara, observasi

mengakibatkan pada dan studi literatur

kehidupan dan perilaku 3. Merupakan penelitian

komunikasi yang minim. jenis studi kasus

Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui

perilaku komunikasi

seperti pergaulan,

persahabatan, iklim

organisasi, kehidupan

sosial remaja dalam

aspek komunikasi yang

dilakukan remaja broken

home yaitu; komunikasi

antarpribadi; komunikasi

kelompok; komunikasi

organisasi; dan

bagaimana mereka

membuka diri dan

berkomunikasi kepada

orang tertentu yang

mereka batasi

interaksinya karena

36
adanya trauma pasca

broken home. Teori yang

digunakan dalam

penulisan ini adalah teori

psikologi komunikasi self

disclosure Johari

Window dengan 4 aspek

yaitu open side, hidden

side, blind side, unknown

side. Metode penelitian

yang digunakan adalah

kualitatif dengan

pendekatan studi kasus,

jenis studi kasus yang

digunakan adalah studi

kasus eksplanatori.

Pengumpulan data yang

dilakukan adalah dengan

wawancara dengan 4

informan (Ann, Alifa,

Tesa, Fauzy), observasi,

dan studi literatur. Hasil

penelitian diperoleh

37
bahwa remaja broken

home mengalami

keterbatasan perilaku

komunikasi dengan

lawan jenis namun

berusaha beradaptasi

dengan melakukan

pengembangan diri

dengan cara penerapan

penetrasi sosial untuk

perilaku komunikasi

dengan sekitarnya.

6. Dian Bagus Self-Disclosure Dalam perkembangan Persamaan Penelitian :

Mitreka Sifat Independen anak keluarga menjadi


1. Penelitian tentang self
Satata Anak Tunggal pilar dalam menentukan
disclosure anak yang
(2021) pada Keluarga sifat kepribadian di masa
orang tuanta bercerai
Broken Home dewasa. Adanya konflik

di dalam keluarga yang Perbedaan penelitian :

berakibat pada broken


1. Penelitian ini berfokus
home maka seorang anak
kepada dampak dari
memiliki kepribadian
keluarga yang broken
yang berbeda dengan
home kepada anak
anak yang orang tuanya

38
masih utuh. Penelitian ini 2. Dalam penelitian ini

menggunakan metode menggunakan metode

kualitatif wawancara wawancara terstruktur

terstruktur melalui

pengungkapan pada latar

belakang anak korban

broken home yang

berjumlah lima

responden. Hasil temuan

mengungkapkan bahwa

anak korban broken

home berharap untuk

bisa lebih hidup mandiri,

dengan adanya sikap

untuk lebih nyaman

berinteraksi dengan

orang lain atau yang

dianggapnya nyaman

serta kegiatan di luar

rumah daripada kepada

kedua orangtua atau

salah satu dari orang tua

mereka.

39
7. Sabrina Keterbukaan Diri Tujuan dari penelitian Persamaan Penlitian :

Deanitari Anak Dan Orang ini, yaitu mengetahui


1. Penelitian tentang self
tua yang Bercerai keterbukaan diri anak
(2021) disclosure
Mengenai dan orang tua yang
2. Menggunakan
Perceraian Orang bercerai mengenai
penelitian dengan
Tua perceraian orang tua.
metode kualitatif
Teori yang digunakan

dalam penelitian ini Perbedaan Penelitian :

adalah 4 Lingkaran
1. Penelitian ini
Konsentris dari Adler
menggunakan teori 4
dan Rodman yang
lingkatan konsentrasi
membahas mengenai
dari Adler dan Rodman
kedalaman informasi dari

keterbukaan diri dalam

suatu hubungan.

Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif

kualitatif dengan

menggunakan teknik

pengumpulan data berupa

wawancara semi

terstruktur dan

mendalam. Hasil

40
penelitian menunjukkan

adanya keterbukaan diri

anak dan orang tua yang

bercerai mengenai

perceraian orang tua,

yaitu dari memulai

percakapan yang

menunjukkan awal

munculnya keterbukaan,

adanya obrolan anak dan

orang tua pasca

perceraian untuk saling

menyampaikan perasaan

serta menciptakan

keadaaan yang baik, dan

saling menunjukkan

keterbukaan yang

mencirikan adanya

hubungan yang sangat

intim antara anak dan

orang tua yang bercerai.

8. Hilwa Gambaran Self Penelitian ini bertujuan Persamaan Penelitian :

Dinda Disclosure Remaja untuk mengetahui

41
Salsabila & Yang Mengalami gambaran self disclosure
1. Merupakam penelitian
Elis Suci Broken Home remaja yang mengalami
dengan fokus
Prapita Sari broken home dengan
pengungkapan diri (self
Abdullah metode penelitian
Disclosure) pada remaja
(2021) kualitatif fenomenologi
dari keluarga broken
yang menggunakan
home atau bercerai
teknik wawancara semi
2. Merupakan penelitian
terstruktur dan observasi
kualitatif
tidak terstruktur. Subjek

penelitian berjumlah dua Perbedaan Penelitian :

orang remaja berusia 15-


1. Merupakan penelitian
18 tahun berjenis
yang yang bertujuan
kelamin laki-laki dan
untuk mengetahui
perempuan. Hasil
gambaran self disclosure
penelitian ini
remaja yang mengalami
menunjukkan bahwa
broken home
laki-laki kurang memiliki
2. Merupakan penelitian
self disclosure
fenomenologi
dibandingkan remaja

perempuan, yang

ditandai dengan tidak

mampunya individu

mengungkapkan

42
mengenai dirinya secara

detail atau menyeluruh.

Sementara remaja

perempuan mampu

mengungkapkan

mengenai dirinya secara

detail dan menyeluruh

kepada orang lain. kedua

subjek juga lebih

memilih untuk lebih

mengungkapkan dirinya

secara intens kepada

keluarga dibandingkan

teman, karena mereka

menganggap keluarga

adalah orang yang

terpercaya

Dalam penelitin ini menggunakan delapan penelitian terdahulu sebagai

pembanding, dimana penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian dengan

fokus pembahasan yang sama dan merupakan penelitian-penelitian terbaru. Dari

kedelapan penelitian tersebut dapat diketahui beberapa persamaan dan perbedaan

43
antara penelitian yang dilakukan dengan 8 penelitian tersebut yaitu sebagai

berikut:

a. Persamaan

Persamaan antara penelitian ini dengan kedelapan penelitian yang di

jadikan rujukan dalam penelitian saya yaitu sama-sama membahas mengenai self

disclosure seseorang yang kedua orang tuanya telah bercerai. Selain itu kedelapan

penelitian yang dijadikan bahan rujukan dalam penelitian ini sama-sama

menggunakan metode penelitian kualitatif.

b. Perbedaan

Perbedaan penelitian pertama dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

pertama menggunakan teori penetrasi sosial dan juga merupakan penelitian studi

khasus pada pasangan dengan latar belakang broken home. Sedangkan penelitian

ini menggunakan teori self disclosure dan penelitian ini bukan penelitian dengan

metode studi kasus.

Perbedaan penelitian kedua dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

kedua berfokus bagaimana konsep diri dan self disclosure remaja dari keluarga

broken home dan faktor-faktor yang menghambat proses komunikasi remaja

broken home, sedangkan dalam penelitian ini, penulis hanya berfokus pada bentuk

pembukaan diri dan faktor-faktor yang mendorong pengungkapan diri remaja

yang orang tuanya bercerai.

44
Perbedaan penelitian ketiga dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

ketiga ini tentang self disclosure yang dilakukan terhadap pacar/pasangan, teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah onion theory ( teori bawang ) dan

penelitian ini merupaka penelitian studi kasus. Sedangkan penelitaian ini tentang

self disclosure dalam keluarga, teori yang digunakan pada penelitian ini adalah

teori self disclosure dan bukan penelitian dengan metode studi kasus.

Perbedaan penelitian keempat dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

keempat menggunakan metode studi kasus dan berfokus pada bagaimana konsep

diri remaja broken home yang di asuh oleh nenek dan teknik penentuan informan

menggunakan teknik judgemental sampling. Sedangkan penelitian ini tidak

menggunkan metode studi kasus, penelitin ini hanya berfokus pada bagaimana

konsep diri remaja yang kedua orang tuanya telah bercerai yang menggunakan

teknik teknik purposive sampling dalam menentukan informan.

Perbedaan penelitian kelima dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

kelima adalah penelitian studi kasus Sedangkan, penelitian ini bukan merupakan

penelitian studi kasus.

Perbedaan penelitian keenam dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

keenam berfokus kepada dampak dari keluarga yang broken home kepada anak

dengan menggunakan metode wawancara terstruktur, sedangkan penelitian ini

berfokus pada bentuk pembukaan diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi

45
pembukaan diri remaja yang orang tuanya bercerai dengan menggunakan metode

wawancara mendalam.

Perbedaan penelitian ketujuh dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

ketujuh menggunakan teori 4 lingkatan konsentrasi dari Adler dan Rodman.

Sedangkan, penelitian ini menggunakan teori self disclosure.

Perbedaan penelitian kedelapan dengan penelitian ini yaitu pada penelitian

kedelapan tujuan dari penelitian tersebut adalah ingin mengetahui gambaran self

disclosure remaja yang mengalami broken home dengan metode penelitian

kualitatif fenomenologi sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bentuk pembukaan diri remaja yang orang tuanya bercerai dan faktor-faktor yang

mendorong pengungkapan diri remaja yang orang tuanya bercerai.

2.3 Kerangka Pikir

Inti permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana kecendenguran

pengungkapan diri remaja dan faktor apa yang mendorong pengungkapan diri

remaja dalam keluarga yang orang tuanya telah bercerai di Kecamatan Poasia.

Penelitian ini mengacu pada teori model pengungkapan diri (self disclosure

theory) yang diperkenalkan oleh Sidney Jourard dan Joseph Luft, teori ini

merupakan teori yang tepat untuk membedah pokok permasalahan penelitian ini.

Keterbukaan diri atau pengungkapan diri memiliki peranan yang penting

dalam interaksi sosial remaja karena pada masa remaja, anak mulai dihadapkan

dengan lebih banyak problematika kehidupan seperti masalah pendidikan,

46
pertemanan, masalah keluarga, bahkan hubungan asmara, sehingga remaja masih

tetaplah membutuhkan peranan orang tuanya baik ayah atau ibunya walaupun

keduanya telah bercerai dan setiap orang memiliki bentuk pembukaan diri yang

berbeda-beda pula

Seperti fenomena yang peneliti lihat di lokasi penelitian yaitu terdapat

perbedaan bentuk pembukaan diri remaja yang orang tuanya telah bercerai di

Kecamatan Poasia, dimana terdapat salah seorang remaja yang cenderung terbuka

kepada keluarganya baik kepada ibu atau bapaknya walaupun keduanya telah

bercerai. Selain itu remaja tersebut juga cenderung terbuka kepada orang lain baik

kepada teman atau sahabatnya, sedangkan dengan kasus yang sama terdapat pula

remaja yang cederung menutup diri kepada keluarganya bahkan pada orang

disekitarnya baik kepada teman atau sahabatnya, selain itu remaja tersebut juga

lebih menarik diri dari lingkungan sosial dengan alasan tidak pandai bersosialisasi

dengan orang-orang yang tidak di anggap dekat ataupun merasa tidak percaya diri.

Berdasarkan penejelasan di atas maka peran orangtua dalam fungsi

keluarga merupakan ujung tombak dari proses keterbukaan seorang anak

khususnya pada remaja yang kedua orang tuanya telah bercerai. Terkadang

seorang anak mempunyai kecendrungan pengungkapan diri yang berbeda-beda

dalam keluarganya , serta pengungkapan diri anak pada keluarganya didorong

oleh beberapa faktor, untuk itu penulis mengacu pada faktor-faktor yang

memepengaruhi self disclosure oleh Devito (1997) yang diklasifikasikan kedalam

tujuh faktor yaitu : Besarnya Kelompok, Perasaan Menyukai, Efek Diadik,

47
Kompetensi, Kepribadian, Topik, dan Jenis Kelamin. Untuk memperjelas uraian

diatas, dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Bagan 1.
Keragka Pikir

Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Remaja Yang


48
Keluarganya Bercerai
Kecenderungan
Faktor yang mendorong
pengungkapan diri remaja
pengungkapan diri remaja
yang keluarganya bercerai
yang keluarganya bercerai

Model Teori Self Disclosure Faktor yang mempengaruhi


(Sidney Jourard dan Joseph Luft) self disclosure

1. Bidang terbuka 1. Kareakter Individu


2. Bidang buta 2. Efek Didik
3. Bidang tersembunyi 3. Jenis Kelamin
4. Bidang tidak dikenal 4. Pendengar
5. Topik dan saluran

Bentuk Pembukaan Diri Remaja Dan Faktor-Faktor Yang


Mendorong Pengungkapan Diri Remaja Yang Keluarganya
Bercerai Di Kecamatan Poasia

(Sumber :Hasil olahan dari peneliti)

BAB III

49
METODE PENELITIAN

1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Poasia, Kota Kendari dengan fokus

penelitian mengenai pengungkapan diri (self disclosure) remaja dalam keluarga

yang orang tuanya telah bercerai. Kecamatan Poasia dipilih sebagai lokasi

penelitian sebab berdasarkan data yang di peroleh melalui BPS Prov Sultra tahun

2017 tingkat perceraian di Kecamatan Poasia terbilang cukup tinggi dibandingkan

dengan Kecamatan lain di Kota Kendari yaitu 89 kasus sedangkan di tahun 2020

tercatat 83 kasus perceraian di Kecamatan Poasia. Selain itu dengan melakukan

penelitian di Kecamatan Poasia, dapat mempermudah penulis dalam memperoleh

informan penelitian.

3.2 Subjek dan Informan Penelitian

3.2.1 Subjek Penelitian

Berdasarkan data yang di peroleh dari Kecamatan Poasia tahun 2020

terdapat 2.886 remaja di Kecamatan Poasia, sedangkan Subjek dalam penelitian

ini adalah remaja yang bersuai 18-21 tahun yang orang tuanya telah bercerai yang

diklasifikasikan menjadi beberapa kriteria-kriteria tertentu beserta orang tua atau

keluarga remaja.

3.2.2 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia 18-21 tahun yang

kedua orang tuanya telah bercerai dan bertempat tinggal di Kecamatan Poasia,

dengan menetapkan informan sebanyak 8 orang yang terdiri dari 4 remaja laki-

50
laki dan 4 remaja perempuan serta orang tua atau keluarga remaja yang dianggap

dapat memberikan informasi dan dijadikan pembanding terkait dengan pokok

permasalahan dalam penelitian ini,

3.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakuakan secara

purposive sumpling dimana informan dipilih secara disengaja dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006). Pemilihan informan tersebut adalah yang

telah memenuhi syarat untuk menjadi narasumber. Menurut Sugiyono,

pertimbangan memilih informan dalam penelitian kualitatif ini adalah misalnya

“orang yang kita jadikan informan tersebut paling tahu tentang apa yang kita

harapkan dan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti”

(2009:61). Dengan kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan

kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian.

Informan dalam penelitian ini adalah remaja yang orang tuanya telah

bercerai di Kecamatan Poasia. Pengambilan informan dalam penelitian berjumlah

8 orang yang diklarifikasi berdasaran kriteria-kriteria yang di tentukan yaitu :

1. Dua remaja berjenis kelamin perempuan yang orang tuanya telah bercerai

lebih dari 5 tahun beserta orang tua atau keluarganya.

2. Dua remaja berjenis kelamin perempuan yang orang tuanya telah bercerai

kurang dari 5 tahun beserta orang tua atau keluarganya.

51
3. Dua remaja berjenis kelamin laki-laki yang orang tuanya telah bercerai

lebih dari 5 tahun beserta orang tua atau keluarganya.

4. Dua remaja berjenis kelamin laki-laki yang orang tuanya telah bercerai

kurang dari 5 tahun beserta orang tua atau keluarganya.

3.4 Jenis dan Sumber Data

3.4.1 Jenis Data

Jenis Data dalam penelitian adalah jenis kualitatif yakni data yang

diperoleh berdasarkan informasi dari subjek penelitian dan temuan dilapangan

yang dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Menurut Moleong

(2011:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pelaku,

persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan manfaat sebagai metode ilmiah.

Berdasarkan definisi diatas, maka penulis memandang bahwa penelitian

kualitatif sangatlah tetap untuk digunakan dalam penelitian yang penulis karena

penelitian ini sangat memungkinkan untuk meneliti fokus permasalahan yang

akan penulis teliti secara mendalam.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Data primer, menurut Anwar (2010:91) Data primer adalah data yang

didapat langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat

52
pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai

sumber informasi yang dicari.

2. Data sekunder, menurut Amin Silalahi (2003:57) Data sekunder adalah

data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

(melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data

sekunder umumnya berupa bukti catatan atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik penentuan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Dalam memperoleh data dalam penelitian ini, menggunakan teknik

observasi. Menurut (Sugiyono, 2010: 310) menyatakan bahwa observasi adalah

dasar semua ilmu pengetahuan. Para peneliti hanya dapat bekerja berdasarkan

data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Adapun observasi menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2010:203) mengemukakan

bahwa observasi merupakan proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun

dari berbagai proses biologis dan psikologis

Berdasarkan dua devinisi diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

observasi adalah metode yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat

secara langsung keadaan atau peristiwa yang terjadi di tempat penelitian dengan

sengaja dan sistematis untuk memperoleh data selanjutnya akan diproses untuk

kebutuhan penelitian penulis.

2. Wawancara

53
Deddy Mulyana (2006) juga menjelaskan bahwa wawancara dapat

diklarifikasi menjadi dua jenis yaitu wawancara tersturktur dan tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur biasa juga dieseut wawancara buku dimana susunan

pertanyaannya sudah ditentukan sebelumnya (biasanya dalam bentuk tertulis)

dengan pilihan-pilihan jawaban yang tersedia. Sedangkan wawancara tidak

terstruktur sering juga disebut wawancara mendalam dimana tidak selalu

berpatokan pada pedoman wawancara karena jawabannya yang beragam.

Dalam penelitian ini. Penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur

atau wawancara mendalam dalam memperoleh data dan infromasi, dimana

menurut Sugiyono (2014) wawancara mendalam dalam pelaksanaannya lebih

bebas dibandingkan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini

adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang

diajak wawancara diminta pendapat. Dalam melakukan wawancara, peneliti

menggunakan bantuan pedoman wawancara untuk memudahkan dan

menfokuskan pertanyaan yang akan diutarkan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan

kegiatan, foto-foto, file dokumenter, data yang relevan dengan penelitian

(Riduwa : 2013).

3.6 Teknik Analisis Data

Arikunto, Suharsimi (2006: 248) Teknik analisis data adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

54
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada orang lain.Setelah data terkumpul, dilakukan pemilihan

secara selektif disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan proses editing, yaitu dengan meneliti

kembali data-data yang didapat, apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat

segera dipersiapkan untuk proses berikutnya.

Data dalam penelitian ini adalah menggunakan data analisis domain.

Menurut Sugiyono (2014: 256) analisis domain adalah metode analisis yang

dimanfaatkan untuk menganalisis gambaran-gambarang secara umum, tetapi

relatif utuh tentang objek penelitian tersebut. Dengan kata lain teknik ini bertujuan

untuk memperoleh gambaran lengkap tentang objek penelitian, tanpa harus

meneliti secara rinci unsur-unsurr yang ada dalam keutuhan objek penelitian

tersebut. Analisis domain digunakan untuk menganalisis data tentang bentuk

pengungkapan diri remaja dan faktor yang mendorong pengungkapan diri remaja

yang orang tuanya telah bercerai dalam keluarga.

3.7 Desain Oprasional Penelitian

Desain oprasional dalam penelitian ini dijabarkan dalam bentuk table

sebagai berikut:

55
Tabel 2.

Desain Oprasioanl Penelitian

Teknik
Struktur Kerangka
No Unit Analisis Pengumpulan
Analisis
Data

1. Open (terbuka)
Kecenderungan
1. Observasi
2. Blind (buta)
pengungkapan diri
2. Wawancara
1.
3. Hidden(tersembunyi)
remaja yang orang
3. Dokumentai
4. Unknow (tidak dikenal)
tuanya bercerai

1. Karakter Individu

2. Efek Diadik 1. Observasi


Faktor-faktor yang
3. Jenis kelamin 2. Wawancara
2. mendorong pengungkaan
4. Pendengar 3. Dokumentasi
diri remaja
5. Topik dan Saluran

(Sumber : Hasil olahan dari peneliti)

2.8 Konseptualisasi

Adapun konseptualisasi dari penelitian ini adalah untuk lebih memperjelas

pokok-pokok permasalahan dalam penelitian, sehingga dikemukakan beberapa

penjelasan yakni sebagai berikut :

56
1. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang kedua orang tuanya telah

bercerai di Kecamatan Poasia.

2. Batas usia remaja yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan

usia 18-21 tahun yang di anggap tepat untuk di jadikan subjek dalam

penelitian ini

3. Kecenderungan pengungkapan diri remaja yang keluarganya bercerai yang

digambarkan kedalam 4 bentuk yaitu :

a) Open (terbuka), berarti remaja yang cenderung terbuka kepada

keluarganya

b) Blind ( tersembunyi), berarti remaja yang tidak begitu paham tentang

dirinya sendiri

c) Hidden (tersembunyi) remaja yang cenderung tertutup kepada

keluarganya

d) Unknow (tidak dikenal) remaja ataupun keluarganya tidak mengetahui

tentang dirinya

4. Faktor-faktor yang mendorong pengungkapan diri remaja yang bercerai yang

diklasifikasikan kedalam tujuh faktor pendorong yaitu :

a) Karakter individu, yaitu remaja yang memiliki kepribadian extrovert

maupun introvert kepada keluarganya

b) Efek Diadik, yaitu adanya pembukaan diri yang sama antara orang tua

dan remaja

c) Jenis kelamin, yaitu remaja laki-laki dan perempuan cenderung memiliki

bentuk pembukaan diri yang berbeda, dimana berdasarkan fenomena

57
yang terjadi di lokasi penelitian remaja perempuan cenderung lebih

terbuka baik itu kepada keluarga atau orang-orang terdekatnya,

sedangkan remaja laki-laki cenderung hanya terbuka hanya kepada

orang-orang yang dipercaya dan memiliki kedekatan yang lebih intens.

d) Pendengar, yaitu remaja yang melakukan pembukaan diri kepada salah

satu anggota keluarganya saja yang lebih disukai atau dipercaya atau

sebaliknya.

e) Topik dan saluran yaitu, remaja yang cenderung melakukan

pengungkapan diri terkait dengan topik-topik tertentu dan melalui

saluran teretntu .

58
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Kecamatan Poasia merupakan salah satu kecamatan induk yang ada di


Kota Kendari dengan 5 wilayah admistratif yang terdiri dari 5 kelurahan.
Kecamatan Poasia secara geografis berada di titik koordinat 3 o54’30”-403’11”LS
(Lintang Selatan) dan 122023’-122039” BT (Bujur Timur), dengan luas daratan
37,74 Km2. Karakteristik wilayah yaitu lingkungan daratan pesisir, daratan yang
terdapat perbukitan dan bebatuan.

4.1.2 Batas
Kecamatan Poasia berbatasan dengan :
 Sebelah Utara : Teluk Kendari
 Sebelah Selatan : Kabupaten Konawe Selatan
 Sebelah Barat : Kecamatan Kambu
 Sebelah Timur : Kecamatan Abeli
4.1.3 Geologi

Permukaan tanah di Kecamatan Poasia pada umumnya dapat digolongkan


dengan daerah pesisir berbukit dengan ketinggian rata-rata 30 meter diatas
permukaan l,aut. Wilayah pesisir yang merupakan hutan mangrove pada awalnya
sekarang telah mengalami pergeseran pengelolaan lahan menjadi lokasi
pemukiman yang terdiri dari bangunan ruko, perkantoran pemerintahan dan
perumahan penduduk sedangkan wilayah yang lebih dekat pada daerah perbukitan

59
dimanfaatkan warga yang memiliki tanah sebagai wilayah untuk ditanami dengan
tanaman keras seperti kelapa, jambu, jati, cengkeh dan lain sebagainya.

4.1.4 Iklim
Wilayah Kecamatan Poasia beriklimk tropis dengan suhu minimum
berkisar 24,70oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,83’oC. Sedangakn suhu
rata-rata sepanjang tahun 2019 adalah 1012,40 mb s/d 1010,90 mb. Kemudian
keadaan tekanan udara minimum adalah 10007,20 mb s/d 1008,20 mb sedangkan
tekanan udara maksimum adalah 1009,50 mb s/d 1010,00 mb.

Kecamatan Poasia mempunyai kelembapan udara rata-rata berkisar 75%-


88%. Kecepatan angin maksimum 14-35 knot dengan rata-rata kecepatan sebesar
2 knot. Sementara jumlah hari hujan yakni rata-rata 20 hari dengan rata-rata hujan
perbulan 331,60 mm.

4.1.5 Luas Wilayah

Luas wilayah Poasia adalah 37,74 Km2. Kelurahan yang terluas daratannya
adalah Kelurahan Anduonohu dengan luas wilayah 11,61 Km2 dan dapat dilihat
pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Luas Wilayah menurut kelurahan di kecamatan Poasia, 2021

Kelurahan/Desa Luas Wilayah Daratan (Km2)


(1) (2)
Kelurahan Wundumbatu 2,2
Kelurahan Rahandouna 6,8
Kelurahan Anduonohu 11,61
Kelurahan Anggoeya 11,20

60
Kelurahan Matabubu 2,57
Jumlah 37,7

Sumber Data : BPS Kota Kendari, Tahun 2020

4.1.6 Visi Misi Kecamatan Poasia

Adapun Visi dari Kecamatan Poasia adalah: “Terwujudnya Kecamatan


Poasia Yang BERSATU (Bersih Elok Ramah Santun Amanah Tekun dan
Utuh)” untuk mewujudkan visi tersebut maka misi yang akan dilaksanakan
adalah:

1) MISI APARAT KEAMANAN

Mengembangkan kemampuan aparat yang terampil, bermoral, berdedikasi


tinggi dalam menjalankan tugasnya serta memberikan pelayanan kepada
masyarakat serta menciptakan tatanan pemerintah yang bersih, demokrasi,
berwibawa dan bertanggungjawab.

2) MISI PELAYANANAN

Menciptakan pelayanan yang prima bagi masyarakat yang dapat


dipertanggungjawabkan

3) MISI SOSIAL

Menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang harmonis serta


mendukung pemberdayaan lembaga-lembaga masyarakat yang ada untuk ikut
berperan aktif dalam pembangunan dan perbaikan lingkungan.

4) MISI LINGKUNGAN

61
Mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan yang segar,
bersih, indah dan aman

5) MISI PEREKONOMIAN

Mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang kondusif


berdasarkan potensi wilayah yang dimiliki.

4.2 Subjek Penelitian

4.2.1 Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini bersumber dari delapan subjek penelitian dan delapan key

informan. Dalam penelitian ini yang menjadi key informan adalah orang tua atau

wali dari subjek penelitian. Nama subjek dan key informan yang digunakan

peneliti merupakan nama inisial, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan

subjek penelitian dan key informan. Profil delapan subjek penelitian dapat dilihat

dalam table 3 sebagai berikut :

Table 3. Profil Subjek Penelitian

No Keterangan Subjek 1 subjek 2 subjek 3 Subjek 4 Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8


1 Nama SS (Inisial) IN (Inisial) YA (Inisial) BE (Inisial) RD (Inisial) AR (Inisial) AZ (Inisial) MD (Inisial)
2 Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
3 Usia 20 Tahun 21 Tahun 21 Tahun 18 Tahun 19 Tahun 18 Tahun 18 Tahun 21 Tahun
4 Alamat Jln. Kelapa Jln. Banteng KDI Permai KDI Permai Prumnas KDI Permai Jln. Mangga Jl. Kancil
5 Status/pekerjaan Bekerja Bekerja Mahasiswa Pelajar Pelajar Bekerja tidak ada Pelajar
6 Lama orang tua bercerai ± 10 Tahun ±6 Tahun ± 4 Tahun ± 3 tahun 3 Tahun 8 Tahun 6 tahun 2 Tahun

62
Untuk lebih menguatkan jawaban subjek, peneliti berusaha untuk

memperoleh informasi dari beberapa orang dekat subjek seperti berikut ini :

Tabel 4. Profil Key Informan

Key Key Key Key Key Key Key


Key Informan
No Keterangan Informan Informan Informan Informan Informan Informan Informan
1
2 3 4 5 6 7 8
1 Nama BC DT HR NN FT JM FT HR
2 Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
3 Alamat Jln. Kelapa Jln. Banteng KDI Permai KDI Permai Prumnas KDI Permai Jln. Mangga Jln. Kancil
Hubungan
4 Dengan Nenek Subjek Ibu Subjek Ibu Subjek Nenek Subjek Ibu Subjek Kakak subjek Ibu Subjek Ibu Subjek
Subjek

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Hasil wawancara kepada kedelapan subjek mengenai pengungkapan diri

remaja yang orang tuanya telah bercerai menunjukkan bahwa pengungkapan diri

yang dilakukan oleh kedelapan subjek variatif. Keterbukaan diri remaja dapat

dilihat dari seberapa dalam dan keluwesan informasi yang diberikan kepada orang

tuanya. Berikut hasil penelitian mengenai keterbukaan diri remaja yang orang

tuanya bercerai di Kecamatan Poasia.

a. Subjek SS (Inisial)

1) Profil Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara dan obeservasi, interaksi dan komunikasi

dalam keluarga SS sebelum dan sesudah perceraian orang tuanya mengalami

banyak perubahan, dimana sebelum kedua orang tuanya memutuskan untuk

bercerai SS merasa sangat dekat baik kepada ibu atau ayahnya dalam bidang

63
interaksi dan komunikasi, sedangkan setelah kedua orang tuanya bercerai

hubungan dengan ibu SS sudah tidak sedekat dulu bahkan SS sudah bertahun-

tahun hungga saat ini sudah putus komunikasi dengan ayahnya karena telah

tinggal jauh dari ayahnya. Hal ini dapat didukung oleh penyataan SS

“Kami dulu hidup sederhana dan bisa dibilang harmonis, bisa

dibilang bahagia dengan kehidupan yang dulu dibandingkan yang

sekarang. Kalau dulu, apa apa pasti di bilang ke mama atau ke bapa, tapi

setelah bercerai mama sudah kurang perhatian mungkin karena sudah

nyaman dengan keluarga barunya…bahkan kalau bicara kecuali yang

penting-penting saja. Sedangkan bapak, karna tinggal di Malaysia dan

memiliki keluarga baru, kita jadi jarang komunikasi dan akhirnya putus

komunikasi sudah 5 tahun…” (24 Mei 2022).

Interaksi dan komunikasi yang terjalin antara subjek dan orang tuanya

seperti digambarkan diatas berubah ketika kedua orang tuanya bercerai yang

disebabkan oleh alasan-alasan tertentu.

2) Reaksi Subjek terhadap kondidi keluarganya pasca perceraian

Reaksi SS yang sangat kaget dan marah ditunjukkan ketiga Neneknya

memberitahu tentang keadaan keluarga dan alasan perpisahan orang tuanya karena

didalam keluarganya terdapat orang ketiga yang saat ini menjadi suami ibunya.

Berikut pernyataan SS saat mengetahui bahwa orangtuanya telah bercerai.

“ Dulu kan waktu mama dan bapa saya bercerai saya masih kecil,

waktu itu kelas 5 SD, jadi belum tau alasannya mereka bercerai. Tapi

setelah dewasa, saya coba tanya kenenekku waktu itu sa kelas 1 SMA,

64
setelah tau saya sangat kecewa sama mamaku dan akhirnya memutuskan

untuk tinggal sama nenenkku saja, lagian sa sudah tidak nyaman juga

tinggal sama mamaku setelah mamaku menikah lagi…..”

Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Key informan SS, nenek SS

yang saat itu memberitahu SSS tentang perceraian mereka.

“ marah nak, bahkan sempat tidak baku bicara sama mamanya

setelah tau. Saya juga sedih liat SS dan mamanya seperti itu. Tapi mau di

apa sudah itu keputusannya mereka” (24 Mei 2022)

Saat mengetahui kemarahan SS, Key informan SS tidak mampu meredam

kemarahan dan rasa sakit hati SS karena ia merasa bahwa itu perupakan keputusan

dan konsesuensi yang harus diterima oleh orang tua SS.

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

SS bukanlah anak yang dekat dengan lingkungan sekitar, ia tidak banyak

menghabiskan waktu luangnya untuk berkumpul dengan anak sebayanya yang ada

di lingkungan sekitarnya. Begitu pula dengan Key Informan SS yang tidak banyak

mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungannya. Begitu juga dengan sikap sosial

SS di tempat kerja, SS sampai saat ini cenderung tertutup dengan rekan kerjanya

yang di anggap kurang dekat, ia hanya dekat dengan 1 orang teman kerjanya yang

di anggap dekat dan sama-sama dari keluarga yang telah bercerai.

“ kalau di tempat kerja nda terlalu banyak temanku yang sa

akrabkan, padahal sudah lamami juga sa kerja, tapi masih susah samau

menyesuaikan dengan teman-teman yang lain. paling bertemanji saja tapi

65
kalau teman dekat yang sa percaya dan yang sanyamankan hanya satu

orangji, kebetulan dia juga sudah cerai orang tuanya…”

“sedangkan kalau di lingkungan rumahku, sa kurang akrab

memang, kecuali di rumahku yang lama, ada teman dekatku yang sering

ketemu atau kumpul-kumpul tapi kalau disini, nda pernah, lagian saya

jarang juga di rumah.

Beberapa hal yang diungkapkan SS senada dengan pernyataan Key

informan SS yang menyatakan bahwa :

“Setahu saya SS memang jarang keluar-keluar kalau di tetangga,

paling biasa kalau dia libur kerja dia pergi sama temannya, dia juga

jarang di rumah karna kerja. Kalau saya sendiri memang jarang ke

tetangga kecuali bantu-bantu saja kalau ada acara, karna sudah tua juga

jadi tidak kuatmi…”

4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian orang tua

Komunikasi dalam keluarga SS sebelum perceraian terjali baik walaupun

dalam waktu yang terbatas karena ayah SS yang sibuk bekerja, namun masih ada

waktu untuk keluarga SS untuk sekedar berkomunikasi. beda halnya dengan

ibunya yang merupakan ibu rumah tangga sehingga waktu untuk berkomunikasi

lebih banyak dibandingkan dengan ayah. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan

SS sebagai berikut :

66
“ kalau sama bapak memang kurang waktunya untuk

berkomunikasi karena bapak dulu kerja pagi-malam, lagian saat itu saya

juga masih kecil, sedangkan kalau mama, memamg dulu lebih banyak

komunikasi ke mama, karena mama di rumah terus. Tapi kalau untuk

kedekatan komunikasi antara mama dengan bapak sama-samaji baik,

hanya beda di waktu komunikasinya saja “

Pernyataan SS senada dengan yang diungkapkan key informan SS berikut

ini :

“ biasa saja nak, yahh seperti keluarga pada umumnya, sedangkan

SS waktu itu kan masih SD dia juga dekat sama bapak dan mamanya bisa

dibilang anak manja jadi apa apa di ceritakan sama mamanya biasa juga

sama bapaknya, sedikit-sedikit melapor….”

Komunikasi yang terjalin di dalam keluarga SS sebelum kedua orang

tuanya bercerai menunjukkan adanya hubungan yang harmonis diantara SS dan

orang tua, walaupun dalam waktu yang terbatas tetapi setidaknya komunikasi

tetap lancar.

5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang

tuanya

Saat orang tua SS memutuskan untuk bercerai, usia SS masih kecil

sehingga masih sulit untuk menerima kenyataan. Akan tetapi orang tua SS yaitu

ibu dan ayahnya masih tetap berusaha membangun komunikasi yang baik dengan

67
SS, namun hal ini tidak berlangsun lama setelah ibunya memutuskan untuk

menikah lagi bahkan ayam SS yang sama sekali tidak memberi kabar setelah

pindah dan tinggal ke Luar Negeri. Hal ini sangat membuat SS sakit hati, berikut

kutipan wawancara SS

“ seperti yang saya bilang tadi kak, kalau sekarang komunikasi

sama mama sudah kurang, walaupun tinggal berdekatan tapi

komunikasinya sangat kurang setelah mama menikah lagi. Terlebih lagi sa

tidak suka suaminya yang sekarang. Tapi maudiapa sudah itu

pilihannya.”

“Sedangkan kalau bapak setelah pindah ke Malaysia, awalnya

masih sering telpon atau chat tapi lama kelamaan setelah bapak juga

akhirnya menikah disana, jadi tidak pernah. Kalau saya chat tidak di

balas, telpon juga biasa di angkat istrinya dan dijawab seadanya. Jadi

semenjak itu karena bapak juga tidak ada respon saya tidak pernah juga

hubungi lagi.”

Hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan Key informan SS sebagai

berikut :

“ kalau soal itu mungkin karena SS juga masih sakit hati sama

mamanya, tidak suka juga sama suami barunya, belum lagi bapanya yang

putus hubungan jadi mungkin SS tambah sakit hati sampe malas lagi

komunikasi sama orang tuanya. Pernah memang SS sempat mengeluh soal

68
mamanya yang kaya tidak peduli, bapaknya juga yang tidak pernah balas

smsnya”

6) Lawan bicara dalam melakukan pengungkapan diri

Lawan bicara dalam pembukaan diri adalah orang yang sangat dipercaya

dan memiliki hubungan dekat dengan pelaku pengungkapan diri. Namun dalam

hal ini, SS tidak memilih orang tuanya untuk melakukan pengungkapan diri

karena kondisi orang tuanya yang tidak dapat ia percaya untuk mengetahui

informasi-informasi tentang dirinya. Berikut pernyataan SS tentang orang yang

dipilihnya dalam melakukan keterbukaan diri.

“ biasanya cerita sama nenek tapi agak jarang, sahabat atau

paling sering sama pacar kak”

Hal ini senada dengan yang diungkapkan key informan SS, sebagai berikut

“ biasa cerita sama saya kalau mengeluh soal mamanya saja,

selebihnya jarang sekali karena memang SS jarang dirumah. Mungkin

juga sama teman dekatnya dari kecil, karna biasa da izin mau jalan-jalan

sama itu temannya, pernah baku tetangga dengan SS waktu dirumah

lamanya yg dikancil.”

Sikap SS yang memilih melakukan pengungkapan diri pada nenek. Teman

atau pacarnya namun tidak kepada orang tuanya menunjukkan bahwa SS

kehilangan kepercayaan pada orang tuanya untuk mengetahui informasi

69
pribadinya. Hal ini juga membuktikan bahwa hubungan SS dan kedua orang

tuanya memang tidak berjalan baik seperti sebelum perceraian orang tuanya.

Namun pada dasarnya, orang yang melakukan keterbukaan diri

menginginkan timbal balik dari lawan bicaranya, namun tidak dengan SS. Ketika

neneknya memberikan timbal balik, SS tetap tidak menghiraukan hal tersebut, hal

ini diungkapkan oleh SS yang terkesan tidak suka dengan timbal balik yang di

ungkapkan neneknya.

“ kalau nenek biasa kasih nasehat atau saran biasanya sampe

marah, dibilangi kuat mengeluh, suka larang juga kalau mau pergi-pergi

sama temanku yang lain, jadi sa lebih nyaman cerita sama sahabatku atau

pacarku responnya bagus kalau sama nenekku sedikit-sedikit marah jadi

biasa malah juga cerita atau mengeluh”

Sikap SS yang kurang menerima masukkan juga dibenarkan oleh Key

Informan SS, seperti berikut ini:

“ tergantung ceritanya nak, kalau SS ada masalah saya kasih tau,

tapi SS juga susah dikasih tau, gampang marah, jadi saya juga kadang

cape tegur”

Sikap SS yang menunjukkan bahwa ia tidak mau menerima masukan

membuat SS menganggap bahwa sikapnya selalu benar. Hal ini terbukti dengan

70
adanya pengakuan dari nenek korban yang mengaku SS adalah orang yang keras

kepala.

7) Cara melakukan pengungkapan diri subjek setelah perceraian orang tuanya

SS melakukan pengungkapan diri kepada nenek dan temannya baik secara

langsung maupun tidak langsung. Berikut kutipan wawancara dengan SS

mengenai cara pengungkapan dirinya

“ kalau sama nenek biasanya sa langsusng ceritaji, tapi diwaktu

saya liat moodnya nenek bagus atau kalau kalau kebetulan lagi duduk-

duduk sama nenek, tapi kalau sama sahabat atau pacar biasa secara

langsung kalau kebetulan lagi ketemu, atau biasa juga lewat chat”

Senada dengan yang diungkapkan SS, key informan SS mengungkapkan

hal yang sama seperti berikut ini

“biasa dia cerita kalau kebetulan lagi duduk sama-sama atau

kalau dia lagi di rumah”

8) Informasi yang diungkapkan dalam pengungkapan diri

Setiap individu memiliki pilihan masing-masing, ada individu yang

memilih meceritakan seluruh masalahnya pada satu orang namun ada juga

individu yang memilih untuk memendam masalahnya sendiri. SS lebih tertarik

untuk menceritakan segala masalahnya pada pacar atau sahabatnya yang di

anggap selalu punya waktu untuk diajak cerita dibandingkan nenek bahkan ayah

atau ibunya, seperti pernyataan berikut ini

“ Kalau sama nenek paling mengeluh kalau lagi ada masalah

sama mama, kalau sama pacar biasanya sa cerita semua mulai dari

71
masalah keluarga, teman, masalah di tempat kerja juga, sedangkan kalau

sama sahabatku biasa sa cerita soal keluargaku juga atau tidak kalau

salagi marahan sama pacarku, sama itu temanku biasa curhat”

“ kalau sama nenek atau mama tidak pernah cerita kalau ada

masalahku sama pacarku, karna mereka belum tahu kalau sa pacaran,

setahunya mereka kita berteman biasaji”

Berikut pernyataan Key Informan SS terkait dengan informasi yang biasa

di ungkapkan SS

“dia memang jarang cerita nak, kalaupun cerita kalau sudah

emosi, tiba-tiba saja ngomel soal mamanya, kalau soal yang lain SS tidak

pernah cerita, jadi saya pikir tidak adaji permasalahannya diluar itumi

tidak pernah ngeluh soal masalah diluar”

Berikut komentar SS ketika ditanya apakah jika ada waktu yang

memungkinkan untuk berkomuniakasi mengenai hal-hal pribadi SS kepada ibunya

“ kalau memang ada kesempatan paling hanya bicara yang

penting-pentingji, yang jelas bukan hal-hal yang pribadi, soalnya sudah

terlanjur tidak nyaman juga”

SS memilih untuk lebih mengungkapkan dirinya dibandingkan pada

keluarganya sendiri, karena SS menganggap bahwa mereka dianggap dapat

membantu SS meringankan bebannya dan dianggap lebih nyaman dibandingkan

72
dengan melakukan pengungkapan diri kepada keluarganya sendiri baik nenek

maupun ibunya.

b. IN ( Inisial)

1) Profil Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap subjek IN dan salah

satu keluarganya, interaksi dan komunikasi dalam keluarga IN berjalan lancar

sejak perceraian belum terjadi sampai perceraian orang tua terjadi Begitu juga

dengan pola asuh otoritatif yang diberikan oleh orang tua IN kepada anaknya.

Orang tua IN memberi kebebasan kepada IN dan selalu mengajak IN ketika

berdiskusi mengenai kondisi yang terjadi dalam keluarganya, termasuk dalam hal

perceraian. Terlihat dari interaksi yang terjalin antara OP dengan key informan

IN (ibunya) yang menunjukkan kedekatam antara ibu dan anak seperti saat

wawancara dan observasi yang dilakukan, terlihat key informan IN yang sesekali

bercanda dan mengejek IN berkaitan dengan jawaban-jawaban yang di lontarkan

IN. Hal ini juga didukung oleh pernyataan IN

“ keluargaku termasuk keluarga yang harmonis, sampe akhirnya

saya tau kalau mereka mau pisah saya masih tidak percaya, karna mama

dengan bapaku juga tidak pernah ribut di depanku”

Begitu juga denga interaksi yang terjalin setelah perceraian terjadi, senada

dengan pernyataan IN yang mengatakan bahwa:

73
“ biar orang tuaku sudah cerai, tapi kalau komunikasi masih tetap

lancar walaupun sudah pisah tempat tinggal, sama mama juga masih

dekat, sama bapa juga masih perhatian kaya dulu”

Interaksi yang terjalin antara IN dan orang tunya seperti digambarkan di

atas tidak berubah ketika akhirnya key informan In dan suaminya memutuskan

untuk berpisah. Orang tua IN memang telah bercerai, namun keduanya tetap

berusaha menjalankan kewajibannya sebagai orang tua sehingga IN pun tidak

merasa bahwa keluarganya berpisah, ia bahkan menunjukkan bahwa tidak

memiliki masalah yang berarti walaupun orang tuanya telah berpisah. Hal ini juga

di perkuat dengan pernyataan key informan IN sebagai berikut :

“ kalau soal itu kan sebagai orang tua sudah seharunya

menjalankan kewajibannya, walaupun saya sudah pisah sama bapaknya,

tidak berarti hubungan ta dengan anak juga berubah…”

2) Reaksi subjek terhadap kondisi kelurga pasca perceraian

Walaupun orang tua IN bercerai tetapi mereka tidak menunjukkan konflik

yang dapat membuat IN tersakiti. Hal ini terbukti dengan masih adanya

komunikasi diantara kedua orang tua IN mengenai perkembangan IN setelah

perceraian. Walaupun tidak terjadi konflik, namun berikut reaksi dan perasaan

IN ketika mengetahui bahwa orang tuanya bercerai

74
“ awalnya pasti kaget, sedih juga, lagian siapa juga bisa langsung

terima kalau orang tuanya bercerai”

Pernyataan IN sejalan dengan yang dikatakan ibunya

“ Responnya sudah pasti kaget dek, pasti juga tidak terima kalau

orang tuanya pisah, apa lagi dia kan anak satu-satu, sempat juga diam

beberapa hari padahal dia orangnya cerewet dek….”

Meskipun merasa kaget, namun IN tidak mau bertanya pada ibu ataupun

ayahnya terkait dengan alasan mereka bercerai karena IN merasa takut kalau

ayah atau ibunya marah terhadap pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukannya,

walaupun sebenarnya IN ingin bertanya mengapa orang tuanya bercerai karena

selama ini mereka memperlihatkan hubungan yang baik, berikut pernyataan IN

“ saya juga sebenarnya ingin tau alasannya mereka cerai, tapi

disisi lain sa takut juga jangan sampai mereka tersinggung, karena pasti

mereka juga ada perasaan sedih biar sedikit”

IN melakukan hal tersebut karena ia sangat menghormati dan menghargai

perasaan orang tuanya. Ia juga berusaha untuk menerima keputusan orang tuanta,

seperti yang dikatakannya

“ mau tidak mau harus terima kenyataan, kalau sudah itu yang

terbaik, yah nda masalahji kalau saya”

75
Tetapi hal ini belum cukup bagi IN yang sebenarnya menginginkan

penjelasan mengenai alasan perceraian orang tuanya. berikut alasan key informan

IN (Ibu IN) mengapa ia tidak memberitahu IN tentang sebab perceraian orang

tuanya.

“ waktu cerai sama bapaknya saya tidak kasih tau memang IN,

lagian IN juga tidak tanya-tanya juga, jadi saya juga tidak kasih tau”

Sebenarnya penting memberikan pengertian kepada IN tentang sebab-

sebab perceraian mereka sehingga IN tidak menyalahkan salah satu pihak saja.

Walaupun begitu, IN tetap berusaha mengetahui sebab perceraian orang tuanya,

usaha yang dilakukannya dengan tetap berkomuikasi dengan orang tuanya.

Sampai akhirnya, IN memahami perpisahan diantara orang tuanya terjadi karena

perbedaan pendapat dan ego dari masing-masing orang tuanya. Seperti yang di

jelaskan oleh IN

“ berusaha cari tau sendiri, jadi sa rasa mereka cerai karena

memang ego masing-masing, mama egois bapak juga egois jadi mungkin

itu juga penyebabnya”

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

Kehidupan sosial IN di lingkungan sekitar maupun di tempat kerja tidak

menunjukkan banyak perubahan setelah perceraian kedua orang tuanya, hal ini

ditunjukkan dengan pernyataan IN berikut ini

76
“ kalau waktu masih sekolah dulu biasa saja, sama teman kerja

juga biasa saja, lagian hanya beberapa orang yang tau kalau mama

dengan bapaku cerai, mereka juga biasa saja, ndatau karna sa malas

pusing atau bemana.”

Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh key informan IN (ibu IN)

“ kalau sama tetangga saya rasa biasaji dek, tapi menurut saya

bukan karna dia orangnya malas pusing, tapi memang dia orangnya

pintar sembunyikan perasaannya, SS juga orangnya tenang-tenang saja

jadi orang lain juga bisa nyaman”

Sikap IN terhadap lingkungan sekitar memang dapat dipengaruhi oleh

banyak hal terutama bagaimana IN sendiri menyikapi perceraian orang tuanya.

namun reaksi yang ditunjukkan oleh teman-teman dan lingkungan sekitarpun

mendukung IN untuk tetap bersikap seperti sebelum terjadi perceraian diantara

orang tuanya sehingga hal itu lebih mudah bagi IN.

4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian orang tua

Seperti yang telah dijelaskan di aspek yang pertama, komunikasi antara

subjek dan orang tua berjalan lancar, terbukti saat wawancara dilakukan terjadi

candaan-candaan kecil antara key informan IN dan IN. Sesuai dengan pernyataan

subjek yang menyatakan bahwa

“ kalau komunikasi dari dulu memang lancar, sampai sekarang

juga masih lancar, biasa lewat chat telpon atau kadang juga ke rumahnya

77
bapak, paling yang beda hanya nda bisa seleluasa dulu kalau mau cerita

sama bapak, karna beda tempat tinggal jadi nda tiap hari ketemu”

Pernyataan subjek juga didukung dengan pernyatann Key Informan IN

(ibu IN) yang menjelaskan bahwa komunikasi yang terjalin dengan anaknya

seperti berikut

“ masih lancar sekali dek, IN juga sering curhat kalau ada

masalah diluar atau kalau rindu bapaknya, jadi biasa dia bermalam sama

bapanya kalau hari-hari minggu”

Hal ini menunjukan bahwa orang tua IN memang memberikan situasi

keluarga yang nyaman bagi IN. Sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik

antara anak dan orang tua.

5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang tua

Komunikasi antara IN dengan orang tuanya terjalin sangat baik bahkan

sampai perceraian orang tua IN terjadi, hal ini terbukti dengan pernyataan IN

berikut ini

“ yah seperti yang sabilang tadi, sampe sekarang Alhamdulillah

masih lancar”

Hal tersebut juga senada dengan yang diungkapkan oleh key informan IN

(ibu IN) yang mengatakan bahwa

78
“ masih lancar, paling hanya kendala di tempat tinggal yang

berbeda juga, jadi tidak bisa ketemu tiap hari seperti dulu”

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

Dalam melakukan keterbukaan diri, seharusnya keluarga terdekatlah yang

menjadi tempat yang dipilih individu. Begitu juga dengan IN, ia memilih

melakukan keterbukaan diri kepada orang tuanya walaupun itu juga dilakukannya

dengan temannya, hal ini dilakukan IN karena selain mempercayai orang tuanya,

IN juga sangat mempercayai dan merasa nyaman dengan kekasihnya untuk

berbagi cerita, berikut pernyataan IN

“ biasanya lebih sering cerita ke orang-orang terdekat saja seperti

mama, bapak, pacar atau sahabatku”

Senada dengan yang dikatakan IN, ibunya pun membenarkan pernyataan

IN, berikut pernyataan key informan IN

“biasa sama saya, kadang juga sama bapaknya, karna kalau apa

apa habis cerita sama bapaknya pasti cerita lagi kesaya”

Beberapa hal di atas menunjukkan bahwa IN memang memiliki kedekatan

dengan orang tuanya.Walaupun orang tuanya telah berpisah, ia tetap mempercayai

orang tuanya untuk mengetahui informasi-informasi pribadinya meskipun orang

tuanya telah mengecewakannya.

79
Saat melakukan keterbukaan diri, individu membutuhkan timbal balik dari

lawan bicaranya agar ia mengetahui reaksi lawan bicaranya mengenai masalah

yang dikatakannya. Begitu juga dengan IN, berikut timbal balik yang didapatkan

IN dari lawan bicaranya.

“ biasanya kalau bapa kasih saran atau nasehati, kalau mama

biasanya kasih tau sampe mengomel, contohnya dulu waktu masih SMA

pernah sa cerita sama mamku kalau sa bohongi bapa, saya minta uang

bilangnya mau beli buku padahal saya pake untuk beli skincare, akhirnya

sa dimarahi mamaku hahaha…”

Senada dengan yang dikatakan IN, berikut pernyataan key informan IN

(ibu IN)

“ kalau masalah sekolah atau sama teman kerja bahkan soal

pacarnya biasanya saya kasih saran dan nasehati seperti kalau bergaul

hati-hati, harus bisa jaga diri, tapi biasa juga dia susah dikasih tau, tapi

mau diapa sebagai orang tua kita harus bisa juga mengerti jadi jangan

hanya tau kasih tau saja anak-anak tanpa liat kondisi anak bagaimana”

Seperti pernyataan-pernyataan di atas bahwa timbal balik yang diberikan

ibu dan ayah IN sangat berguna bagi In untuk mengoreksi dirinya sendiri.

7) Cara melakukan keterbukaan diri subjek setelah perceraian orang tua

80
Keterbukaan diri dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak

langsung. Berikut cara IN melakukan keterbukaan diri pada orang-orang

terdekatnya

“kalau saya lebih suka bicara langsung karena bisa langsung liat

reaksinya, tapi kalau sama bapak karna rumahnya cukup jauh jadi leboh

sering lewat telpon”

Senada dengan yang diuangkapkan oleh IN, ibu IN pun mengatakan hal

serupa, berikut pernyataan IN

“ kalau sama saya biasanya dia cerita langsungji dek, tapi kalau

sama bapakya, karna kadang hanya seminggu sekali ketemu jadi lebih

sering lewat telpon, bapaknya juga lumayan jauh di Konda”

8) Informasi yang diungakapkan dalam keterbukaan diri

IN memilih melakukan keterbukaan diri pada kedua orang tuanya dan

teman dekatnya. Ada berbagai masalah yang menurut IN lebih aman jika

diceritakan pada orang tuanya ataupun pada temannya, berikut penuturannya

mengenai informasi yang diungkapkannya

“ kalau sama mama atau bapak paling cerita soal masalah diluar,

kaya sama teman atau teman kerja, tapi kalau sama pacarku biasa saya

cerita soal pertemanan atau keluarga kalau lagi kebetulan ada salah

81
paham sama mama, sedangkan kalau sama temanku biasa sa curhat kalau

ada masalah sama pacarku, kan temanku juga kenalji pacarku”

“ kadang-kadang juga kalau sama mamaku sa tidak tidak cerita

curhat soal masalahku dengan pacarku takutnya nanti mamaku ikut

jengkel juga sama pacarku”

Senada dengan yang di ungkapkan ibu IN yang mengungkapkan bahwa

“ banyak dek kalau lagi ada waktu luang biasa da cerita soal

kerjanya, soal temannya juga, hari-hari pasti ada ceritanya, dia memang

begitu cerewet orangnya hahah…”

IN memang kadang memilih-milih dengan siapa dia menceritakan

permasalahan pribadinya. Dia juga memilih-milih informasi mana yang akan

diceritakannya pada orang tuanya ataupada temannya baik informasi positif

ataupun negatif.

Keterbukaan diri yang dilakukan IN kepada orangtuanya memang tidak

keseluruhan. Namun sebagai anak korban perceraian, ia mampu menunjukkan

bahwa tidak ada yang berubah dalam kondisi keluarganya, terbukti dengan

komunikasi yang tetap terjalin antara IN dan orang tuanya. IN tetap memperoleh

kasih sayang yang sama dari kedua orang tuanya. ia juga tetap memperoleh waktu

dari kedua orang tuanya untuknya bercerita. Sehingga ia tidak kehilangan

82
kesempatan untuk memperoleh perbaikan diri dari timbal balik yang diberikan

orang tuanya

c. YA (Inisial)

1) Profil Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek YA dan Keluargamya,

hubungan keluarga dari segi komunikasi berubah sejak kedua orang tuanya

bercerai, seperti yang diungkapkan oleh YA

“ sebelum bercerai harmonis sekali sampe-sampe tidak pernah ada

terlintas kalau mereka mau pisah, bahkan sampai banyak orang-orang iri

hati, sampai akhirnya kaya sekarang jadi beda sekali suasannya, jadi

jarang sekali juga cerita. Bicaraji kecuali yang penting-penting saja”

Hal serupa juga di perkuat dengan pernyataan dari ibu YA ( key informan

YA) terkait dengan perceraiannya

“ saya juga tidak sangka-sangka kalau akan cerai, tapi mau diapa

kalau sudah takdir toh dek”

2) Reaksi Subjek terhadap kondisi keluarga pasca perceraian

Reaksi YA sangat kaget dan sulit untuk menerima perceraian orang

tuanya, terlebih lagi setelah tau alasan perceraian keduanya, YA semakin kecewa

83
kepada ayahnya dan juga kepada ibunya yang ikut berubah setelah kedua orang

tuanya bercerai, seperti pernyataan yang di kemukakan oleh YA.

“ kaget to, apa lagi tau alasannya mereka cerai, jadi lebih tidak

sangka-sangka tapi sa tidak bisa kasih tau kita alasannya soalnya terlalu

privasi. Terus mama juga ikut berubah setelah cerai, ndatau kenapa sa

malas juga mau tanya-tanya”

Seperti pernyataan yang dikemukakan YA, semenjak kedua orang tuanya

bercerai kondisi komunikasi keluarganyanya baik, akan tetapi setelah kedua orang

tuanya bercerai sikap orang tuanya juga ikut berubah sehingga membuat

YEAmenjadi lebih tertutup bahkan seperti malas untuk membahas mengenai

perceraian orang tuanya.

Hal serupa juga sama diungkapkan oleh ibu YA

“waktu awal tau kita bercerai YA juga kelihatan tidak senang

bahkan marah setelah tau dari kakaknya alasan saya dengan bapaknya

cerai, lagipula kalau sudah begitu jalannya mau di apa dek, dia juga kan

sudah besar jadi seharusnya bisa mengerti kondisinya orang tua

bagaimana”

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

84
YE bukan anak yang dekat dengan lingkungan sekitanya akan tetapi

berbeda pada lingkungan kampus, seperti yang pernyataan yang di kemukakan

YA

“ kalau pergi ketetangga buat kumpul-kumpul atau bermain sama

anak seusiaku sudah tidak pernah, terakhir saya kumpul-kumpul kayanya

waktu kecilji, lagian teman yang saya cukup dekat ditentanggaku hanya

dua orang tapi sekarang sudah tidak dekat kaya dulu”

“Kalau di kampus bagusji kak, memang awalnya sa agak susah

menyesuaikan diri, tapi lama kelamaan tidakmi, sa dekat juga sama

teman-temanki yang lain. pokonya beda sekali dengan di lingkungan

rumahku”

Beberapa hal yang diungkapkan YA senada dengan pernyataan Key

Informan YE (ibu YA)

“ Kalau sama orang-orang sini dia juga jarang sekali keluar,

bahkan bisa dibilang tidak pernah. Lagi pula YA juga jarang keluar

kecuali ke kampus atau pergi kerja tugas kalau tidak masuk kampus

dikamarnya saja terus”

4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian orang

tua

85
Komunikasi dalam keluarga YE terjalin baik walaupun hanya dalam

waktu yang terbatas karena ayah YE jarang berada dirumah, akan tetapi masih

ada waktu untuk keluarga YE untuk sekedar berkomunikasi. Hal ini ditunjukkan

dengan pernyataan YE berikut ini

“bae baeji, seperti keluarga pada umumnya, biarpun bapakku

sibuk tapi pasti tetap sempatkan waktunya untuk keluarga, biar hanya

sekedar kumpul-kumul makan atau nonton TV sama-sama, sama mama

juga dulu masih lancar”

Pernyataan YE senda dengan yang diungkapkan oleh Key Informan YE

( Ibu YE) sebagai berikut

“biasa saja dek, komunikasi juga lancar. Tapi YE memang biasa

lebih suka cerita sama bapaknya karna memang di manja bapaknya dari

kecil”

Komunikasi yang terjalin di dalam keluarga YE menunjukkan bahwa

adanya hubungan yang harmonis diantara anak dan orang tua sebelum

pereceraian terjadi. Walaupun hanya komunikasi dalam waktu yang terbatas

tetapi setidaknya ada komunikasi yang baik dalam keluarga YE.

5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang

tua

86
Hubungan komunikasi dalam keluarga YE sebelum dan sesudah percerain

dianggap memiliki perubahan seperti pernyataan yang dikemukakan oleh YE,

berikut kutipan wawancara dengan YE

“ nda seperti dulumi, sudah beda, dulu kita akrab satu sama lain,

atau apa begitu pokonya sa senang, tapi pas bercerai kaya bedanmi,

mulaimi ada yang menjauh, bahkan sekarang sudah putus komunikasi

sama bapaku”

Pernyataan YE juga diperkuat dengan pernyataan Key Informan YE ( Ibu

YE) terkait hubungan komunikasi setelah perceraian

“semenjak bercerai sudah putus hubunganmi memang, bapanya

juga tidak pernahmi lagi telpon, sudah menikah lagi juga”

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

Keluarga yang seharusnya dijadikan tempat pertama anak untuk

mencurahkan segala permasalahnnya karena dianggap memiliki hubungan dekat

dengan pelaku pengungkapan diri. Namun dalam hal ini YE tidak memilih orang

tuanya untuk melakukan keterbukaan diri karena kondisi orang tuanya yang tidak

dapat ia percaya untuk mengetahui informasi-informasi pribadinya. Berikut

pernyataan YE tentang orang yang dipilihnya dalam melakukan keterbuakaan diri

“ biasanya sama pacar saja, kalau saudara kan adeku masih kecil,

kalau sama mama, memang dari dulu sa jarang cerita sama dia, paling

87
sama bapakji, tapi karna sekarang sudah beda jadi tidak bisa cerita

kesiapa-siapa lagi”

Hal senada juga di ungkapkan key informan YE berikut ini

“ tidak pernah juga cerita apa-apa, dia juga orangnya tertutup,

paling kalau hal-hal pentingji dia bicarakan, yang jelas jarang cerita ke

saya”

Sikap YE yang memilih melakukan keterbukaan diri hanya kepada

kekasihnya dibandingkan dengan orang tuanya menunjukkan bahwa YE

kehilangan kepercayaan pada orang tuanya untuk mengetahui informasi

pribadinya.

Namun pada dasarnya, orang yang melakukan keterbukaan diri

menginginkan timbal balik dari lawan bicaranya, namun tidak dengan YE. Ketika

ibunya memberikan timbal balik, YE tetap tidak menghiraukan hal tersebut, hal

ini diungkapkan oleh YE yang terkesan tidak suka dengan timbal balik yang

diungkapkan ibunya

“ pernahji sa cerita satu kali sama mamaku, sa mengeluh soal

kuliahku, buaknnya support, malah dia mengomel juga seolah-olah sa

tidak berusaha juga, akhirnya sa tidak banyak mengeluhmi juga”

Sikap YE yang kurang bisa menerima masukan juga di benarkan oleh ibu

YE seperti berikut ini

88
“ ohiya pernah memang dia mengeluh karna bermasalah di

kampus, saya nesehati ji juga tapi dia juga tidak bisa ditegur padahal

untuk dirinya sendiriji juga”

Sikap YE yang menunjukkan bahwa ia tidak mau menerima masukan dari

ibunya karena merasa bahwa ibunya tidak mengerti dengan keadaannya.

7) Cara melakukan keterbukaan diri subjek setelah perceraian orang tua

YE melakukan keterbukaan diri kepada pacarnya secara langsung atau

melalui telepon atau chat

“ tergantung situasinya, kalau kebetulan lagi ketemu, biasa cerita secara

langsung, tapi lebih sering lewat chat atau telepon”

YE berusahan mengurangi beban pikirannta dengan mengungkapkan

banyak hal yan dialaminya kepada kekasihnya.

8) Informasi yang diungkap dalam keterbukaan diri

Setiap individu memiliki pilihan masing-masing, ada individu yang

memilih menceritakan seluruh masalahnya pada satu orang namun ada individu

yang memilih untuk membagi-bagi masalahnya pada orang yang dinaggapnya

tepat, ada pula yang memilih untuk memendam masalahnya sendiri. Namun yang

dipilih YE adalah, ia menceritakan segala masalahnya kepada kekasihnya, karena

89
merasa nyaman dan merasa lebih dimengerti oleh kekasihnya di bandingkan orang

tuanya sendiri seperti pernyataannya YE berikut ini

“ seperti yang sabilang tadiji, kalau sama mamaku memang sa jarang

sekali cerita, kalaupun bicara kecuali hal-hal penting saja, sedangkan kalau sama

pacarku semuanya kayanya sa curhatkan, mulai dari masalah dalam rumah,

kampus, masalah sama temanku pasti sa selaui cerita sama dia”

d. Subjek BE (Inisiak)

1) Profil Keluarga

Ibu BE bekerja di Jakarta setelah bercerai dengan suaminya,sedankan ayah

BE tinggaldi kediamannya yang berada di Kendari Permai. Pola asuh yang

diberikan ayah BE kepada BE cenderung otoritatif, orang tua BE cuek terhadap

apa yang dilakukan BE dan lebih sibuk mengurus pekerjaan dan pertengkarannya

dengan istrinya dibandingkan memperhatikan perkembangan anaknya. Berikut

pernyataan BE ketika ditanya kondisi keluarganya saat sebelum perceraian.

“kalau sama bapak memang tidak akrab dari kecil kak, bapaku

jarang dirumah kalaupun dirumah sering marah-marah nda jelas”

“iya kak sering bertengkar dengan mamaku”

Seperti yang diungkapkan oleh BE, bahwa kondisi keluarganya memang

sudah buruk sejak sebelum perceraian terjadi. Ayah dan ibu BE sering bertengkar

90
dihadapan BE dan adiknya tanpa memperdulikan mereka. Hal ini juga diperkuat

dengan pernyataan nenek BE berikut ini

“ mamanya memang sering cerita soal suaminya, tapi sa sering

ingatkan untuk ingat anak-anakmu masih kecil-kecil kasihan”

Tentu ND merasa sangat tertekan saat melihat orang tuanya bertengkar,

namun yang disa dilakukannya saat itu hanya menangis.

2) Reaksi subjek terhadap kondisi keluarga pasca perceraian

Tampak dari kondisi keluarga BE saat sebelum dan setelah perceraian

terjadi memang sudah buruk. Salah satu orang tua BE tidak memperdulikan

keberadaan BE dan adiknya. Maka berikut reaksi BE ketika mengetahui

perceraian orangtuanya

“ biasaji kak, sa terima juga mereka cerai karena menurutku lebih

baik dorang berpisah saja”

Pernyataann BE senada dengan yang diuangkapkan nenek BE seperti

berikut ini

” kalau saya terima saja keputusannya mereka, kasihan juga liat

mamanya BE di sakiti terus, lagian anak-anaknya sudah setuju juga

mba”

91
Sikap BE yang langsung menerima keputusan orang tuanya untuk bercerai

menunjukkan bahwa BE sudah mempersiapkan dirinya sejak dulu untuk

perceraian orang tuanya. BE merasa tidak heran karena orang tuanya sangat sering

bertengkar, terlebih lagi sikap ayah BE yang di membuatnya tidak nyaman.

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

BE memang dapat menerima perceraian orang tuanya, namun BE masih

sering merasa iri pada teman-temannya yang terlihat memiliki keluarga utuh. Ini

terbukti dari pernyataan BE berikut ini

“ biasaji kak kalau di sekolah, hanya biasa kaya ada perasaan iri

liat teman-temanku yang biasa di antar bapanya kesekolah, baru saya

hanya di antar maxim terus hahah….”

“iya kak saya memang susah bergaul, di sekolah juga teman

dekatku hanya satu orang yang sa akrabkan”

“nda kak kalau sama tetangga tidak dekat sama sekali, kalau lagi

dirumahnya nenekku sa nda keluar-keluar rumah juga”

Sikap BE yang memiliki perasaan iri terhadap teman-temannya tidak dapat

disalahkan sepenuhnya karena trauma yang dialaminya dalam keluarganya, selagi

BE tidak melakukan hal-hal negative karena rasa irinya. Selain itu BE juga

tumbuh Menjadi remaja introvert dan sulit bergaul.

92
4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian orang tua

Seperti yang telah dijelaskan BE bahwa hubungan dengan ayahnya yang

tidak dekat baik saat orang tuanya belum bercerai, namun setelah perceraian orang

tuanya, BE benar-benar sangat jarang berkomunikasi dengan ayahnya. Hal ini

dibuktikan dengan pernyataan BE berikut ini

“Kalau masalah komunikasi dari kecil sa lebih sering komunikasi

atau lebih dekat sama ibu sih kak, dibangingkan sama bapakku”

5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang tua

Komunikasi BE dengan ayahnya menjadi lebih buruk ketika BE tinggal

bersama neneknya dan tinggal berjauhan dengan ibunya, seperti yang dijelaskan

oleh BE

“iya kak, jarang sekalimi komunikasi kalau sama bapakku, kalau

sama ibu masih sering komunikasi, tapi tidak sesering dulu, karna ibu

juga disana kan kerja, tapi masih bisaji sempatkan waktunya untuk

hubungi kita”

“sa malas kalau sama bapak kak”

Hal ini senada dengan yang diungkapkan nenek BE mengenai komunikasi

BE dengan orang tuanya, berikut pernyataan Key Informan BE (Nenek BE)

93
“ kalau sama bapaknya sudah tidak komunikasi setelah cerai mba,

kalau sama mamanya seringji telpon, malah biasa hampir tiap hari telpon

BE dengan adenya”

Sikap BE yang memilih untuk tidak berkomunikasi dengan ayahnya

memang bukan sepihak salahnya, ini karena kondisi yang dihadapinya tidak

memungkinkan untuk ia berkomunikasi dengan ayahnya.

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

BE lebih memilih melakukan keterbukaan diri dengan ibunya

dibandingkan ayahnya atau neneknya yang saat ini tinggal bersama BE, berikut

alasan BE melakukan hal tersebut

“ biasa sama ibu kak, kalau sama nenek tidak karena takut”

“ semunya sih kak, sa cerita soal sekolahku, terus pacar juga

kadang, terus karna ada traumaku dari masa kecil jadi kadang sering

panic attack, biasa langsung telpon ibu supaya dikasih tenang”

“pokoknya semuanya kak sa ceritakan ke ibu”

Senada dengan BE, Key informan BE ( Nenek BE) membenarkan

beberapa pernyataan BE

“ mungkin sama mamanya mba, kalau sama saya tidak pernah,

kalaupun di rumah kerjanya dikamar saja menyendiri, kadang juga saya

94
marah karena dia dikamar terus, kalaupun bicara kecuali yang pentin-

penting saja”

Selain melakukan keterbukaan diri, tentunya BE menginginkan adanya

timbal balik baik seperti pernyataan BE berikut ini

“kalau sama ibu, karena responnya selalu bagus, mau mengerti,

kasih tau bae-bae juga,dinasehati bae-bae, mama juga kadang-kadang

curhat soal kerjaannnya disana, jadi kaya saling mengerti saja bgitu kak”

“kalau sama bapak sa rasa bukan tipe orang yang bisa di ajak

curhat atau cerita”

Timbal balik tersebut menjadi masukkan yang berguna bagi BE agar

lebihh memperbaiki diri kedepannya.

7) Cara melakukan keterbukaan diri subjek setelah perceraian

Subjek BE lebih tertarik untuk melakukan pengungkapan diri secara

langsung, akan tetapi karena alasan-alasan tertentu mau tidak mau hanya bisa ia

lakukan melalui telpon atau chat, seperti yang dikatakan oleh BE berikut ini

“ lebih suka langsung sebenarnya kak, tapi mau diapa mama di

Jakarta saya di kendari, jadi hanya bisa lewat telpon atau chat”

“iya kak kalau dulu memang lebih sering cerita langsung sama mama”

8) Informasi yang diungkapkan dalam keterbukaan diri

95
BE mengaku menceritakan semua hal yang dialaminya pada ibunya,

berikut menyataan BE

“ seperti yang saya bilang tadiji kak, apa apa pasti cerita ke ibu,

mengeluh ke ibu juga, soal apa saja”

Hal ini sesuai pengakuan dari Nenek BE seperti pernyataan berikut ini

“ sama mamanya memang mba, mamanya juga biasa telpon saya

kalau BE habis cerita soal ini, biar saya bantu perhatikan BE dari sini,

kasihan juga itu anak mba”

BE memang lebih terbuka hanya kepada ibunya dibandingkan nenek dan

ayahnya, informasi yang diungkapkan BE terhadap neneknya memang sangat

terbatas karena BE memiliki perasaan takut terhadap neneknya.

e. RD (Inisial)

1) Profil Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, interaksi komunikasi dalam

keluarga RD mengalami banyak perubahan setelah bercerai seperti pernyataan

yang di ungkapkan oleh RD pada saat wawancara, berikut ini

“sebelumnya kak, bagusji hubungan keluargaku, sa dekat sama

bapa dengan mamaku, bapa juga sering bantu mamaku menjual,

walaupun memang kadang mereka bertengkar juga”

96
Hal ini dibenarkan oleh key informan RD (Ibu RD) seperti pernyataan

yang dijelaskan oleh ibu RD berikut ini

“ biasaji dek, walaupun memang biasa bertengkar, karna kan

namanya rumah tangga pasti ada cekcoknya juga”

Hubungan dalam keluarga RD sebelum perceraian dianggap baik-baik saja

karena hubungan komunikasi antara anak dan orang tua masih terjaga,seperti

pernyataan RD berikut ini

“ dulu sa dekat sama bapaku, mamaku juga tapi setelah bercerai,

sudah jarang ketemu bapaku, mamaku juga sibuk cari uang, jadi sedikit

waktu untuk cerita-cerita kaya dulu lagi”

Hal ini diperkuat dengan pernyataan ibu RD sebagai berikut

“ seperti yang sabilang tadiji dek, sekarang sa jarang juga di

rumah karna kerja di warungnya orang dari pagi sampe malam”

2) Reaksi subjek terhadap kondisi keluarga pasca perceraian

Reaksi RD sangat kecewa ketika mendengar dari kakaknya kalau ibu dan

ayahnya akan bercerai,berikut pernyataan RD

“ kecewa kak, karna harus hidup terpisah sama bapaku, tapi sa

tidak bisa buat apa apa juga”

97
Hal ini senada dengan pernyataan ibu RD berikut ini

“ sempat dia diam-diam dek kalau di rumah, terus jadi kuat jalan

sama temannya biasa pulang nanti malam”

Perceraian kedua orang tua RD juga membuat RD menjadi anak yang

pendiam dan mencari kesenangkan di luar rumah seperti penyataan RD berikut ini

“ biasa sa lebih sering pergi sama teman-temanku biasa pergi

nongkrong atau mabar”

“ kalau sebelumnya tidak kak, sa lebih sering di rumah, kalau

main-main paling sama anak-anak lorong

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

Setelah orang tuanya bercerai RD menjalin pertemanan dengan orang-

orang baru untuk menenangkan diri seperti yang diungkapkan oleh RD

“ awalnya sa di ajak sama temanku juga untuk nongkrong, terus

lama kelamaan jadi baku bawa terusmi kak, setidaknya sa nda pusing

kaya di rumah”

Hal ini dibenarkan oleh ibu RD seperti pernyaataan ibu RD berikut ini

98
“ iya dek, suka jalan memang, baru tidak ada yang beres

temannya, pas berteman sama itu ana-ana RD jadi merokok, pulang

sekolah biasa nanti sudah malammi jam-jam 10”

Setelah perceraian orang tuanya RD menjadi anak yang sulit diarahkan

bahkan membangkang seperti pernyaan RD saat ditanya mengenai respon RD

ketika di nasehati ibunya berikut ini

“ dengarji kak, mau bikin apa juga duduk di rumah sendiriku kaya orang

bodo-bodo, masa nda boleh berteman, dia saja pulang di rumah sudah malam”

Pernyataan RD yang mengaku mendengarkan perkataan ibunya tidak

sejalan dengan pernyataan ibunya ketika diwawancara, berikut pernyataan ibu RD

“ iya, iya saja dek tapi begitu terusji, ada saja jawabannya kalau ditegur”

4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian

Seperti yang telah dijelaskan di atas pada aspek pertama, komunikasi

antara subjek dan orang tua berubah setelah perceraian dimana yang sebelumnya

anatar orang tua dan anak memiliki kedekatan komunikasi yang baik, seperti

pernyataan RD berikut ini

“kaya sabilang tadiji kak, lancar baik sama bapa ataupun

sama mamaku”

99
5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang

tua

Komunikasi antara RD dan kedua orang tuanya berubah setelah perceraian

yang disebabkan oleh kesibukan dan kondisi orang tua RD sehingga waktu untuk

hanya sekedar saling bertukar informasi terbatas, seperti yang dijelaskan RD

berikut ini

“ iya kak, jarang sekalimi. Mamaku kerja dari pagi sampe malam,

bapaku juga dia dikebun juga, tidak pernahmi kerumah setelah itu

masalah”

Hal ini dibenarkan oleh ibu RD seperti berikut ini

“ jarang dek, bapaknya juga sudah tidak kerumah, saya juga

kerja, mana banyak tanggungan dek”

Berdasarkan pengakuan RD dan Ibunya KEY INFORMAN RD bahwa

kondisilah yang mempengaruhi kondisi komunikasi antara RD dan orang tuanya

jadi terhambat.

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

Dalam melakukan keterbukaan diri, seharusnya keluarga atau orang-orang

terdekatlah yang menjadi tempat yang dipilih individu akan tetapi berbeda dengan

100
RD yang lebih memilih menyimpan sendiri informasi-informasi terkait dirinya,

seperti pernyataan RD

“ sa tidak pernah curhat sama mama atau bapaku, dulu mungkin

sering cerita karna samasih kecil, tapi setelah sa sudah besar sa tidak

pernah cerita-cerita begitu sama mereka.

RD bahkan tidak menceritakan permasalahan-permasalahnya kepada

orang lain baik itu kepada teman atau sahabatnya, seperti pernyataan RD berikut

“ tidak kak, nda ada, kalaupun ada masalah sa diam saja, paling

cari kesibukan lain supaya tidak kepikiran”

Hal ini dibenarkan oleh ibu RD,seperti penyataan yang di ungkapkan KEY

INFORMAN RD berikut ini

“ iya dek, nda pernah mi cerita-cerita begitu. Paling bicara soal

sekolahnya kalau mau mebayar atau apa”

7) Cara melakukan keterbukaan diri subjek setelah perceraian orang tua

Keterbukaan diri dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak

langsung. Berikut cara RD melakukan pengungkapan diri kepada keluargaya

“ bemana di kak, paling sa diamji, biasa juga emosi sendiri kak”

Hal ini dibenarkan oleh ibunya, berikut pernyataan ibu RD

101
“ kadang-kadang dia suka rebut dengan adenya, kalau di tanya

juga kaya da emosi jawab, padahal kita ini bicara biasa saja, kalau

ditegur juga malah marah balik, jadi kalau capemi juga sakasih tau saya

diam saja

Sikap RD yang menyembunyikan perasaan dan permasalahnnya membuat

RD menjadi sulit untuk mengatur emosinya dan membuat ibu ataupun saudaranya

merasa tidak nyaman.

8) Informasi yang diungkap dalam keterbukaan diri

RD merupakan anak yang cenderung tertutup kepada keluarganya sendiri,

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa RD tidak memiliki kedekatan

komunikasi antara ia dengan ibu maupun ayahnya, RD hanya mengomunikasikan

hal-hal umum saja seperti seputar kebutuhannya, berikut pernyataan RD

“ paling hanya soal hal-hal pentingji kak, kaya mau beli buku,

minta uang jajan, izin kesekolah, pokonya begitu-begituji”

f. AR (Inisial)

Berdasarkan hasil wawancara terhadap AR (Inisial) dan kakaknya, orang

tua AR memberikan pola asuh permisif yang cenderung tidak peduli terhadap

anak, jadi apapun yang dilakukan anak diperbolehkan. Hal ini disebabkan karena

orang tua AR yang lebih mementingkan diri mereka sendiri. Orang tua AR yang

merupakan pelaut dan Ibu AR yang setelah bercerai tinggal bersama suaminya di

102
morowali dan bekerja disana, sedangkan AR tinggal bersama kakaknya. Hal ini

dapat dibuktikan oleh hasil wawancara yang dilakukan kepada AR

“ saya tidak ingatmi kak, karena waktu itu masih TK mereka cerai,

terus mamaku menikah lagi sama bapak tiriku yang sekarang”

“tidak kak, biasa sa tinggal sama kakaku, kakaku juga sudah

menikahmi jadi biasa saya tinggal dirumah sendiri, kalau bapak sudah

lama tidak ketemu, terakhir ketemu waktu masih SD”

Hal ini dibenarkan oleh kakanya key informan AR, berikut penjelasannya

“ biasa bermalam di rumah kalau dia lagi dikendari, dia juga kan

kerja di sekarang kan kerja kapal penumpang jadi jarang-jarang di

rumah”

“ohh kalau waktu SMA dia tinggal di pondok dek”

Berdasarkan hasil wawancara dengan kakak korban yang di anggap lebih

tau mengenai kondisi keluarganya sebelum bercerai, key informan AR mengaku

bahwa hubungan keluarganya memang sudah tidak baik sebelum orang tuanya

bercerai

“ memang dek, sudah tidak bagus memang hubungannya mereka,

sering bertengar, sama sama keras orangnya sampe akhirnya ceraimi.

2) Reaksi subjek terhadap kondisi keluarga pasca perceraian

103
Reaksi AR saat tau orang tuanya bercerai merasa sangat sedih, apalagi di

usia AR yang masih sangat kecil, sehingga masih sangat bergantung kepada orang

tuanya, seperti pernyataan AR berikut ini

“ pernahkan masih kecil kak, jadi pastimi sedih toh”

Key informan AR membenarkan hal tersebut, berikut kutipan

wawancaranya

“kalau sedih pasti mi dek, biar juga saya yang waktu itu sudah

smp sarasa sedih, apa lagi AR yang masih kecil”

Menurit AR perceraian orang tuanya disebabkan oleh pekerjaan yang

membuat kedua orang tuanya menjadi jarang bertemu, seperti pernyataan key

informan AR berikut ini

“ karna jarang ketemu kayanya, karna bapaku dulu pelaut jadi

jarang sekali pulang, nanti berbulan bulan baru bisa pulang dek”

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

AR memang bukan anak yang dekat dengan lingkungan sekitar, ia tidak

banyak menghabiskan waktunya bermain-main dengan anak-anak dilingungan

sekitarnya, bahkan ketika sedang duduk di bangu SMA, AR sudah mulai bekerja

di sebuah pelabuhan kapal penumpang di Kendari, yang membuat AR sering

bermasalah di sekolahnya dulu, berikut pernyataan AR

104
“ sa jarang kumpul-kumpul begitu sama anak-anak sini, waktu masih

sekolah juga kan sa sudah kerjami, jadi paling sa bergaul sama teman kerjakuji”

“kalau di sekolah satu orangji teman dekatku, karena teman-temanku

yang lain kaya tidak suka dengan saya mungkin karena sa jarang masuk sekolah

jadi di cap anak nakal, atau karna sa jelek mungkin hahah…

Hal ini dibenarkan oleh key informan AR ( kakak AR), berikut pernyataan

AR mengenai kehidupan sosial AR

“ tidak nakal dia dek, hanya sering sa dapat surat dari SMA nya

karna jarang masuk sekolah, sempat malah mau dikeluarkan dari

sekolah”

4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian orang tua

Komunikasi AR dalam keluarganya terjalin cukup baik walaupun hanya

kepada ibu dan kakaknya saja, sedangkan ayahnya jarang memiliki waktu untuk

keluarganya karena kondisi pekerjaannya yang tidak mumungkinkan, berikut

pernyataan AR

“dulu sa dekatji sama mamaku kak, tapi setelah dia menikah lagi

terus tunggal di morowali, jadi jarang komunikasi juga”

Sejalan dengan pernyataan Ar, key informan AR juga menyatakan hal

yang sama

105
“bagusji dek, kalau sama bapak memang jarang sekali karna

jarang juga ketemu”

5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang tua

Saat orang tua AR memutuskan untuk bercerai, usia AR masih sangat

kecil sehingga orang tua AR yaitu ibunya, masih tetap membangun komunikasi

yang baik dengan AR untuk beberapa waktu, hingga akhirnya hubungan

komunikasi mereka jadi terbatas setelah ibu AR memutuskan untuk menikah lagi

dan tinggal di luar daerah bersama suaminya, berikut kutipan wawancara AR

“ awalnya masih lancar kak kalau sama mamaku, kalau sama

bapaku langsung putus komunikasi memang”

“iya kak, jadikan mamaku setelah cerai menikah lagi, suaminya

orang tambang, jadi pas mereka menikah mamaku ikut suaminya disana,

dia kerja juga disana, pulang ke Kendari juga kecuali saat-saat lebaran

atau cuti tahunan”

Walaupun memiliki kesempatan untuk bertemu, komunikasi antara AR

dengan ibunya juga tetap tidak sedekat dulu, seperti pernyataan AR berikut ini

“ nda juga kak, heheh… bemana di kak mungkin karna jarang

ketemu juga jadi kaya merasa asing pas ketemu”

106
Hal ini dibenarkan oleh kakak AR, berikut pernyataan key informan AR

“puhh jarang memang dek, kalaupun ketemu bicara yang umum-

umum saja”

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

Dalam melakukam pengungkapan diri AR cenderung tertutup kepada

keluarganya sendiri baik kepada ibu ataupun kakaknya, AR lebih memilih untuk

melakukan pengungkapan diri kepada teman dekatnya, berikut pernyataan AR

“ nda pernah kak”

“ paling sama temankuji karena biasa juga sa kerumahnya kalau

sempat”

Hal ini senada dengan yang di ungkapkan key informan AR berikut ini

“ nda pernah kalau sama saya dek, bicara-bicara yang biasa saja

7) Cara melakuka keterbukaan diri subjek setelah perceraian orang tua

AR melakukan keterbukan diri kepada teman dekatnya secara langsung,

walaupun ia harus mencari waktu yang tepat disela-sela kesibukannya berkerja.

Berikut pernyataan AR

107
“ biasanya kalau sa kerumahnya kak, tapi nda sering karena kan sa kerja

di kapal, jadi kadang jarang-jarangpi baru sa kerumahnya”

“dirumahnya ji saja, sa dekatji juga sama saudara-saudaranya jadi

memang sudah dekat sekalimi sama mereka”

8) Informasi yang diungkap dalam keterbukaan diri

AR lebih memilih teman dekatnya untuk mengetahui informasi-informasi

mengenai dirinya, seperti berikut ini

“biasa soal keluarga, kalau sa ada masalah dengan pacarku atau

soal teman-temanku di sekolah dulu”

“karna bemana di kak, sarasa nda akan ji dakash tau siapa-siapa

begitu, lagian dia juga sering cerita soal keluaganya”

“ nda kak kalau sama kakaku sa da mau saja, sa nda sedekat itu juga, apa

lagi sekarang kan da sudah menikah juga”

g. AZ (Inisial)

1) Profil Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara terhadap subjek AZ dan keluarganya, salah

satu orang tua AZ cenderung kurang memperdulikan AZ dan kakak-kakaknya,

tertentu berikut pernyataan AZ.

108
“ menurutku sudah tidak harmonis memang kak, karena memamg

dari dulu mereka sering bertengkar “

Hal ini dibenarkan oleh ibunya AZ, seperti berikut ini

“ iya dek, sering bertengkar memang dan akhirnya cerai “

Berdasarkan hasil wawancara kepada AZ dan Ibunya, hubungan keluarga

AZ memang sudah tidak harmonis sebelum perceraian orang tuanya.

2) Reaksi subjek terhadap kondisi keluarga pasca perceraian

Tampak dari kondisi keluarga AZ saat sebelum dan setelah perceraian

terjadi memang sudah buruk. Maka berikut reaksi AZ ketika mengetahui

perceraian orangtuanya

“Biasaji kak, kita sudah seringmi liat mereka bertengkar,

dari pada begitu lebih baik cerai saja”

Senada dengan yang diungkapkan key informan AZ, ibu AZ pun

mengatakan hal yang sama seperti berikut ini

“mau di apa dek sudah jalannya”

109
Hal ini menunjukkan bahwa AZ memang sudah mempersiapkan diri

dengan perceraian orang tuanya. AZ merasa tidak heran karena orang tuanya

sudah sangat sering bertengkar sebelum perceraian terjadi.

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian orang tua

AZ mengaku bukanlah tipe anak yang dekat dengan lingkungan sekitar

baik sebelum orang tuanya bercerai maupun setelah orang tuanya bercerai, berikut

pernyataan AZ

“ dari kecil memang sa jarang keluar main-main sama temanku,

karena bapaku larang keluar-keluar. Paling main sama kakakuji di depan

rumahku”

“pengen kak, hanya satakut bapaku, jadi harus ikuti bicaranya”

Senada dengan pernyataan AZ, berikut tanggapan ibu AZ

“tidak memang dek, paling tenang dia, malah kalau di ajak

spupunya kaya pergi jalan-jalan dia malas, lebih baik itu dia dirumah dari

pada ikut spupunya”

“ bapanya memang dulu keras, kaka-kakanya saja terlambat

sedikit pulang sekolah di pukul, pokonya keras orangnya”

Karena pengalaman yang AZ dapatkan di masa kecil AZ pun tumbuh

menjadi remaja yang pendiam dan menarik diri dari lingkungan seikitarnya,

berikut pernyataan AZ

110
“ iya kak, kalau teman adaji tapi sejauh ini hanya 3 orang teman

dekatku dari dulu sampe sekarang, kalau sama orang baru juga sa susah

beradaptasi sama yang lain, itumi sedikit juga temanku”

4) Komunikasi antara subjek dengan oran tua sebelum percerauab orang tua

Seperti yang telah dijelaskan AZ bahwa hubungan keluarganya sebelum

perceraian memanglah sudah tidak baik, begitu pula dengan hubungan

komunikasi yang terjalin dalam keluarga AZ, berikut pernyataan AZ

“ tidak kak, kalau sama bapa memang jarang bicara karena takut,

paling sama mamaji”

Hal ini senada dengan yang diungkapkan ibu AZ

“ kalau sama bapaknya tidak, kalau sama saya itu ana-ana mereka

dekat ji”

5) Komunikasi antara subjek dengan orang tua setelah perceraian orang tua

Komunikasi antara AZ dengan orang tuanya semakin membaik setelah

perceraian orang tuanya, berikut pernyataan AZ

“ kalau awal-awal memang jarang sekali kak, tapi sekarang sudah

mulai membaikmi, biasa bapaku telpon hanya sekedar tanya kabar, tanya

soal kaka-kakaku juga. Mungkin karena sudah tua mi juga kak, kadang

sakasihan juga dia tinggal sendiri”

111
“kalau saya jarang ketemu bapak kak, karena setelah lulus sekolah

kan sabantu mamaku menjual makanan, baru tidak ada juga kendaraan

mau bolak balik ke rumahnya bapaku, yang sering kesana kakakuji, kalau

dia pulang dari kampus biasa dia singgah “

Hal ini senada dengan pernyataan ibu AZ berikut ini

“bagusmi dek, dia sudah tidak seperti dulumi juga, mungkin

karena sudah tua juga, biasa juga dia telpon AZ tapi paling sering dia

menelpon sama kakaknya yang satu, yang dekat sama dia memamg dari

kecil”

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

AZ memilih untuk melakukan keterbukaan diri kepada kakaknya

dibandingkan ibu dan ayahnya, berikut pernyataan AZ dalam kutipan wawancara

“ sama kakakuji kak, kalau sama bapaku sa kurang dekat, kalau

sama mamaku kaya sa kurang nyaman mau curhat-curhat begitu”

Hal ini senada dengan pernyataan ibu AZ berikut ini

“ kalau sama saya tidak dek, dia paling jarang mengeluh atau

curhat-curhat soal masalahnya, paling dia bicarakan soal kebutuahnnya

saja kaya mau beli sesuatu”

“ tidak tau kalau sama kakaknya, kakaknya juga tidak bilang

bilang kalau AR habis cerita atau apa

112
Selain melakukan pengungkapan diri, AZ tentunya menginginkan adanya

timbal balik dari lawan bicaranya. Berikut pernyataan AZ

“ kalau sama kakaku, bagusji responnya dakasih solusi atau

dakasih tau bae-bae. Kalau sama mamaku kadang dakasih tau marah-

marah, kalaupun tidak marah, nanti lama kelamaan diungkit”

Timbal balik tersebut menjadi masukan yang berguna bagi AZ baik untuk

memperbaiki diri atau dalam menyelesaikan masalah yang di alami AZ.

7) Cara melakukan keterbukaan diri subjek setelah perceraian orang tua

AZ biasanya melakukan keterbukaan diri secara langsung kepada

kakaknya, berikut pernyataan AZ

“ biasa secara langsungji kak kalau sa cerita”

8) Informasi yang diungkapkan dalam keterbukaan diri

Berikut pernyataan AZ ketika ditanya mengenai informasi yang biasanya

ia ungkapkan

“ kalau sama kakaku biasa sa cerita seputar keluarga, atau

masalah sa inging kerja dimana, atau soal keinginanku ituji kak”

“ kalau sama mama paling yang penting-penting saja, kalau untuk

curhat saya tidak yain kak”

Hal ini dibenakan oleh ibu AR, berikut pernyataan ibu AR

113
“ iya dek, kaya yang sabilang tadi, kalau yang penting-pentingji,

kalau soal mengeluh begitu seingatku tidak pernah”

h. MD (Inisial)

1) Profil keluarga

Sama halnya dengan subjek sebelumnya, kondisi keluarga MD memang di

anggap sudah tidak harmonis baik sebelum perceraian, baik dari segi kedekatan

dalam keluarga ataupun dari segi intensitas komunikasi,berikut pernyataan MD

mengenai keluarganya

“ tidak , karena dari masih kecil sudah terbiasa lihat kedua orang

tuaku bertengkar bahkan kadang-kadang pisah rumah kalau lagi

bertengkar”

“ tidak juga kak, kalau sama bapak memang tidak dekat, karena

bapa dulu sibuk kerja, jadi tidak punya waktu banyak untuk keluarga”

Senada dengan pernyataan MD, berikut pernyataan ibu MD

“ iya tidak dek, baru bapanya juga dulu jarang ada waktu

kumpul”

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada MD dan ibu MD,

hubungan keluarga MD memang sudah tidaklah baik sebelum akhirnya berpisah.

2) Reaksi subjek terhadap kondisi keluarga pasca perceraian

114
Tampak dari kondisi keluarga MD saat sebelum perceraian yang sudah

buruk membuat MD dapat mengerti dan menerima perceraian kedua orang

tuanya, berikut pernyataan MD

“ iya kak, sarasa perceraiannya mereka sudah jalan tengah untuk

keluargaku”

Hal ini dibenarkan oleh ibu MD, beriku pernyataan ibu MD

“ kalau dari yang saya liat dek, dia kaya tenang-tenang saja,

ketika saya kasih tau juga kalau saya dengan bapaknya mau cerai, dia

setuju-setuju saja”

Hal ini menunjukkan bahwa MD telah mempersipakan diri dengan

perceraian orang tuanya. MD merasa tidak heran akrena orang tuanya sudah

sangat sering bertengkar sebelum perceraian terjadi.

3) Kehidupan sosial subjek pasca perceraian

MD mengaku bahwa ia kurang berani dalam memulai pembicaraan kepada

orang baru dan susah untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang membuat

MD merasa kesulitan dalam berteman. Berikut pernyataan MD

“ kalau disekolah saya bisa dibilang pendiam kak, sa rebut kecuali

sama teman-teman dekatku saja.

115
“ iya kak sa susah beradaptasi, susah juga samau berteman sama

orang, jadi tidak heran temanku hanya itu itu saja”

Berikut penyataan ibu MD terkait kehidupan sosial anaknya

“ kalau itu saya kurang tua kalau disekolah dek, dia juga jarang

cerita, setahuku dia memamng anaknya tertutup kalau di rumah”

4) Komunikasi antara subjek dengan orang tua sebelum perceraian orang tua

Seperti yang di ungkapkan MD sebelumnya bahwa ia dengan ayahnya

memang tidak memiliki kedekatan dalam hal berkomunikasi baik sebelum kedua

orang tuanya bercerai yang disebabkan oleh kesibukan orang tuanya, begitu pula

dengan ibunya. Berikut pernyataan MD

“ iya kak, bapak memang sibuk jadi tidak ada waktu untuk sekedar

cerita-cerita, mama juga dulu sibuk sama usahanya tapi setidaknya tidak

separah bapak yang tidak pernah sama sekali”

Hal ini dibenarkan oleh ibu MD, berikut pernyataan ibu MD

“ kalau sama bapaknya memang tidak dekat, saya juga dulu sibuk

sama uahaku, tapi kalau dulu kadang dia masih seringji mengeluh tapi

semenjak da SMA memang hampir tidak pernah”

5) Komunikasi anatara subjek dengan orang tua setelah perceraia orang tua

116
Komunikasi antara MD dan orang tuanya menjado lebih buruk ketika

kedua orang tuanya bercerai, berikut penyataan MD

“sama bapaku sudah tidak pernahmi bicara, karena jarang

sekalimi juga ketemu, sedangkan sama mamaku ketemu ji memang tiap

hari, tapi mamaku sibuk menjual jadi tambah jarang juga cerita-cerita”

6) Lawan bicara dalam melakukan keterbukaan diri

Berdasarkan hasil wawancara dengan MD dan pengakuan dari ibu MD

sebelumnya bahwa MD merupakan anak yang cenderung tertutup kepada

keluarganya. Seperti pernyataan MD berikut ini

“saya lebih tertatik untuk cerita sama temanku kak dibandingan

sama orang tuaku”

“kalau cerita sama mamaku kadang tidak sesuai ekspetasi ujung-

ujungnya di marahi,jadi sa malas juga mau cerita”

Hal ini juga di benarkan oleh ibu MD, berikut pernyataan ibu MD

“ iya memang dek jarang sekali, kadang juga dia tidak bisa di kasih tau”

7) Cara melakukan keterbukaan diri subjek setelah perceraian orang tua

117
MD mengaku lebih senang untuk melakukan pengungkapan diri secara

langsung dibandingkan secara tidak langsung. Berikut pernyataan MD

“ langsung kak, kalau lagi kumpul-kumpul biasa juga sa cerita, kadang

juga lewat chat tapi jarang sekali “

8) Informasi yang diungkapkan dalam keterbukaan diri

MD mengaku menceritakan semua hal yang dialaminya pada temannya,

berikut pernyataan MD

“ kayanya semuanya, biasa soal mamaku, soal bapaku juga, soal

sekolah, soal pacarku”

“ kalau sama mamaku paling yang penting-penting saja kak, kalau

soal mau curhat sa ndamau mi hahah”

4.4 Pembahasan

4.4.1 Bentuk dan faktor yang mendorong pengungkapan diri

Remaja yang orang tuanya bercerai di Kecamata Poasia

Pada bagian ini, peneliti akan membahas mengenai bentuk keterbukaan

diri remaja yang orang tuanya bercerai di kecamatan poasia yang dianalisis

berdasarkan teori self disclosure yang memiliki empat bidang yaitu bidang open

(open area) , bidang blind ( Blind area),bidang hidden (Hidden Area) dan bidang

unknow (Unknow Area) serta faktor-faktor yang mendorog pengungkapan diri

118
remaja yang terdiri atas lima aspen yaitu karakter individu, budaya, jenis kelamin,

pendengar, topik dan saluran.

1) SS (Inisial)

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan besaran daerah johari windows

ketika SS melakukan pengungkapan diri dalam kelurganya serta faktor yang

mendorong bentuk pengungkapan diri SS kepada keluarganya

a. Open Area/Terbuka

Komunikasi SS dengan keluarga cenderung pasif sehingga SS tidak mau

terbuka tentang segala hal tentang dirinya kepada keluarganya, yang disebabkan

oleh perpisahakan kedua orang tua dan rasa kecewa yang ia rasakan. Dengan

kepribadiannya yang tertutup, SS menjadi sulit beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya. Meskipun SS menutup diri terhadap orang tuanya, SS cenderung

terbuka kepada sahabat dan pasangannya.

b. Hidden Area/ Tersembunyi

Berdasarkan hasil wawancara kepada SS, SS lebih banyak hal yang ia

tutupi (tersembunyi) dibandigkan yang ia tunjukkan kepada orang tuanya.

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan SS cenderung tertutup kepada

keluarganya yaitu karena perasaan tidak nyaman kepada ibunya, topik yang

dianggap terlalu privasi untuk diketahui baik kepada ibu atau neneknya.

c. Blind Area

119
Ketika SS melakukan pengungkapan diri kepada neneknya, SS merasa

sikap yang ia tunjukkan tidaklah salah, akan tetapi tanpaia sadari respon yang SS

berikan kepada neneknya merupakan respon

d. Unknow Area

Walaupun SS tahu bahwa neneknya suka marah ketika SS mengeluh soal

permasalahannya, namun ia masih belum mengetahui bagaimana respon neneknya

ketika SS menceritakan permasalahnnya dengan cara yang baik dan tidak diikuti

oleh emosi, begitu pula dengan nenek SS yang juga tidak mengetahui apa yang

terjadi dan apa yang dirasakan SS terkait dengan permasalahan yang SS hadapi,

karena SS melakukan pengungkapan diri dengan cara mengeluh yang diikuti

dengan emosi.

Hal ini juga berlaku untuk ibu SS, walaupun SS merasa ibunya berubah

dan merasa tidak diperhatikan, SS belum mengetahui bagaimana respon ibu SS

ketika SS menceritakan semua yang ia rasa dan pendam selama ini, begitu pulan

dengan ibu SS yang tidak mengetahui apa yang membuat menutup diri bahkan

menarik diri karena SS hanya diam dan tidak terbuka kepada ibunya sendiri.

Dimana jika SS terbuka kepada nenek ataupun ibunya, jendela Unknow ini lambat

laun akan mengecil, sehubungan dengan informasi yang diketahui oleh kedua

belah pihak.

2) IN Inisial)

120
Dalam hal ini penulis akan menjelaskan besaran daerah johari windows

ketika SS melakukan pengungkapan diri dalam kelurganya serta faktor yang

mendorong bentuk pengungkapan diri SS kepada keluarganya

a. Open Area/Terbuka

Berdasarkan hasil wawancara kepada SS dan orang tuanya, hubungan

komunikasi yang terjalin dalam keluarga SS tergolong baik walaupun kedua orang

tuanya telah bercerai,dimana masih terjadi kedekatan komunikasi antara IN

dengan kedua orang tuanya. IN cenderung terbuka kepada kedua orang tuanya

baik itu kepada ibu ataupun ayahnya, walaupun keduanya telah tinggal terpisah,

sehingga antara IN dan kedua orang tuanya sama-sama saling pmengeahui

informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan dll. Selain kepada kedua orang

tuanya, keterbukaan IN juga terjadi kepada sahabat dan juga kekasihnya.

Kecenderungan IN yang membuka diri kepada keluarganya ataupun orang orang

terdekatnya disebabkan oleh karakter IN yang extrofet, kebiasaan dalam

keluarganya sejak IN kecil, perasaan nyaman dan topik yang mereka diskusikan.

b. Hidden Area/ Tersembunyi

Karena bentuk pembukaan diri IN yang cenderug terbuka kepada

keluarganya, maka jendela pada bidang ini semakin mengecil karena terjadi

pengungkapan diri atas informasi-informasi pribadi IN yang meliputi keinginan,

perasaaan, ide atau gagagsan, permasalahan-permasalahan yang ia alami dll.

121
c. Blind Area

Pada bidang ini juga semakin mengecil dengan iformasi-Informasi IN

berikan kepada kedua orang tuanya. IN merasa bahwa ia merupakan orang yang

malas pusing sehingga ia tidak begitu memperdulikan tanggapan orang-orang

disekitarnya atas perceraian orang tuanya, akan tepai ibu IN menilai bahwa IN

bersikap seperti itu karena IN anak yang padai menyembunyikan perasaannya dan

bisa bersikap tenang terhadap apa yang ia alami.

d. Unknow Area

Pada bidang ini juga ikut menjadi mengecil, karena informasi-informasi

yang diungkap IN terhadap keluarga dan orang-orang terdekatnya. Meskipun IN

menutupi beberapa informasi mengenai permasalahan-permasalahan IN dengan

kekasihnya, karena beranggapan bahwa ibunya akan merespon negative jika ia

mengkomunikasikan permasalahnnya dengan kekasihnya. Sehingga walaupun IN

berpikir bahwa ibunya akan menilai buruk kekasihnya jika ia meceritakan

permasalahan yang hadapi, namun ia masih belum mengetahui secara pasti

bagaimana respon ibunya ketika ia jujur mengenai permasalannya. Begitu pula

sebalinknya, ibu IN juga tidak mengetahui apa yang sedang terjadi kepada IN

karena IN bersikap seperti biasanya.

3) YA ( Inisial)

122
Dalam hal ini penulis akan menjelaskan besaran daerah johari windows

ketika YA melakukan pengungkapan diri dalam kelurganya serta faktor yang

mendorong bentuk pengungkapan diri YA kepada keluarganya

a. Open Area/Terbuka

YA cenderung tidak mau terbuka tentang segala hal tentang dirinya

kepada keluarganya, yang disebabkan oleh perpisahakan kedua orang tua dan rasa

kecewa yang ia rasakan. Dengan kepribadiannya yang tertutup, SS menjadi sulit

beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Meskipun SS menutup diri terhadap

orang tuanya, SS cenderung terbuka kepada pasangannya. Karena kepribadian YE

yang cenderung tertutup mebuat bidan Open semakin mengecil. Dimana bidang

ini dapat perlahan-lahan melebar jika YA melakukan pengungkapan diri kepada

keluarganya.

b. Hidden Area/ Tersembunyi

YA cenderung tertutup kepada keluarganya yaitu pada ibunya, dimana hal

ini menyebabkan jendela pada bidang hidden semakin membesar. Berdasarkan

hasil wawancara dengan subejek YA, ia mengaku bahwa alasannya menutup diri

kepada ibunya kerena hubuungan YE dengan ibunya baik sebelum perceraian

orang tuanya, memang terbatas, sedangkan sebelum perceraian YA lebih

cenderung terbuka kepada ayahnya. Penyebab lainnya yaitu karena respon ibunya

yang tidak sesuai dengan apa yang YA harapkan.

123
c. Blind Area

Dalam bidang ini, penilaian orang lain sebagai aspek dari blind area ini

juga dapat digunakan untuk menilai atau mengukur keterbukaan diri yang

dilakukan oleh remaja yang orang tuanya bercerai. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa YA tidak melakukan keterbukaan diri dengan keluarganya sehingga ibu

YA menganggapnya sebagai orang yang penyendiri, pasif, dan pendiam.

d. Unknow Area

Walaupun YA tahu bahwa ibunya terkadang marah ketika YA mengeluh

soal permasalahannya, namun ia masih belum mengetahui bagaimana respon

ibunya ketika YA menceritakan permasalahnnya dengan cara yang baik dan tidak

diikuti oleh emosi, begitu pula dengan ibu YA yang juga tidak mengetahui apa

yang terjadi dan apa yang dirasakan YA terkait dengan permasalahan yang YA

hadapi.

4) BE (Inisial)

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan besaran daerah johari windows

ketika BE melakukan pengungkapan diri dalam kelurganya serta faktor yang

mendorong bentuk pengungkapan diri BE kepada keluarganya

a. Open Area/Terbuka

124
Pada bidang open, BE cenderung tertutup kepada ayahnya akan tetapi ia

cenderung terbuka kepada ibunya. Berdasarkan hasil wawancara kepada BE, ia

terbuka kepada ibunya dalam segala hal walaupun keduanya tinggal berjauhan.

b. Hidden Area/Tersembunyi

BE cenderung tertutup kepada ayahnya baik sebelum perceraian dan

sesudah perceraian dengan alasan BE menganggap ayahnya sebagai pendengar

yang baik dan tidak memiliki kedekatan dengan ayahnya. Selain tertutup kepada

ayahnya BE juga tertutup kepada neneknya yang bahkan tinggal bersamanya

dengan alasan karena merasa takut, hal ini membuat jendela Hidden Area juga

ikut melebar karena informasi-informasi yang BE tutupi kepada ayah dan juga

neneknya yang saat ini tinggal bersama.

c. Blind Area

Karena sikap BE yang menutup diri kepada neneknya baik berupa sikap

ataupun tindakan membuat neneknya menganggap BE anak pemalas karena hanya

menghabiskan waktunya menyendiri dikamar. Hal ini terkadang membuat

neneknya marah sehingga membuat BE merasa takut dan semakin ragu untuk

membuka diri. Hal ini membuat jendela blind area juga ikut melebar.

d. Unknow Area

Karena hanya terbuka kepada ibunya yang tinggal berjauhan dengan BE,

dan cenderung menutup diri kepada ayah dan juga neneknya membuat jendela

125
unknow ikut membesar, yang disebabakan oleh perasaan tidak nyaman BE kepada

ayah dan juga neneknya sehingga membuat BE tidak tau bagaimana respon ayah

ataupun neneknya jika ia melakukan pengungkapan diri, begitu pula dengan ayah

serta nenek BE yang tidak tau informasi-informasi pribadi BE karena sikap BE

yang tertutup/

5) RD (Inisial)

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan besaran daerah johari windows

ketika RD melakukan pengungkapan diri dalam kelurganya serta faktor yang

mendorong bentuk pengungkapan diri RD kepada keluarganya

a. Open Area/ terbuka

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada RD menunjukkan

bahwa RD merupakan remaja yang cenderung terututp baik kepada ibu,

ayah,saudara bahkan kepada temannya. RD hanya terbuka untuk informasi

tentang hal-hal umum saja seperti kebutuhan, kebutuhan sekolah dll. Hal ini

membuat area open berukuran kecil.

b. Hidden Area/Tersembunyi

Sejak perceraian orang tuanya sikap RD yang cenderung tertutup baik

kepada orang tua ataupun orang-oang terdekatnya, RD merasa kecewa dan sulit

menerima perceraian kedua orang tuanya yang membuat RD mencari kesenangan

lain diluar rumah untuk hanya sekadar berkumpul bersama temannya, bermain

126
game bersama bahkan berdasarkan wawancara kepada ibunya RD menjadi

pengguna rokok untuk diusianya yang masih cukup muda bahkan masih duduk di

bangku SMA. Dengan sikap RD yang cenderung tertutup baik kepada orang tua

dan orang-orang terdekatnya membua jendela hidden berukuran besar .

c. Blind Area

Dengan sikap RD yang menutup diri kepada keluarganya dan

menyembunyikan perasannya membuat RD melakukan tindakan-tindakan yang

nilai negatif oleh ibunya, seperti sikap RD yang mencari pelarian diluar rumah

dengan menghabiskan banyak waktu bersama teman-temannya dan sulit untuk

dinasehati membuat ibunya menganggap bahwa RD anak yang pemarah, sulit

diarahkan bahkan membangang.

d. Unknow Area

Dikarenakan bentuk pengungkapan diri RD yang cenderung tertutup

membuat RD ataupun orang tuanya menjadi tidak mengetahui perasaan ataupun

respon masing-masing, yang menyebabkan bidang ini juga ikut meluas.

6) AR

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan besaran daerah johari windows

ketika AR melakukan pengungkapan diri dalam kelurganya serta faktor yang

mendorong bentuk pengungkapan diri AR kepada keluarganya

127
a. Open Area/ Terbuka

Berdasarkan hasil wawancara kepada AR dan kakaknya hubungan

komunikasi keluarga AR baik sebelum ataupun sesudah perceraian memanglah

tidak baik, dimana ibu ataupun ayah AR yang cenderung tidak peduli terhadap

AR dan saudaranya yang membuat AR menjadi anak yang cenderung tertutup

kepada keluarganya sendiri dan hanya melakukan pengungkapan diri kepada

teman dekatnya. Karena sikap AR yang tertutup kepada keluarganya membuat

jendela open berukuran kecil.

b. Hidden Area/Tersembunyi

Karena perceraian orang tuanya membuat AR semakin menutup diri

kepada keluarganya yang disebabkan oleh pola asuh orang tua, kepribadian AR

yang introvert, dan perasaan tidak nyaman kepada keluarganya.hal ini membuat

jendela Hidden berukuran besar.

c. Blind Area

Pada jendela blind area juga memiliki ukuran yang besar karena sedikit

sekali upan balik yang diberikan kepada orang tuanya, dimana ibu ataupun

ayahnya bersikap acuh dan kurang peduli terhadap AR sehingga menyebabkan

intensitas komunikasi keduanya rendah dan AR pun lebih memilih menutup diri.

d. Unknow Area

128
Karena hubungan komunikasi AR dan orang tuanya yang terhambat,

membuat AR tidak mengetahui respon ibu atau ayahnya jika ia mengungkapkan

diri, begitu pula dengan ibu AR yang tidak mengetahui hal-hal pribadi AR. Hal ini

membuat bidang unknow area juga memiliki ukuran yang besar.

7) AZ (Inisial)

Berikut penulis akan menjelaskan bentuk pengungkapan diri AR

berdasarkan besaran daerah jendela johari.

a. Open Area/terbuka

Berdasarkan hasil wawancara kepada AZ dan ibunya kondisi keluarga AZ

dianggap tidak harmonis, dimana sering terjadi pertengkaran antara kedua orang

tuanya yang membuat AR takut dan memilih untuk menutup diri kepada kedua

orang tuanya dan membuka diri kepada saudaranya. AZ mengaku hanya

menceritakan hal-hal umum baik kepada ayah ataupun ibunya. Bebeda kepada

kakaknya, AZ cenderung lebih terbuka, dimana AZ mengungkapkan hal-hal

pribadinya, seperti perasaan, keinginan, ataupun permasalahan yang ia hadapi. Hal

ini disebabkan karena AZ lebih merasa nyaman dan tertarik untuk membuka diri

kepada kakanya di bandingkan kedua orang tuanya.

b. Hidden Area/tersembunyi

129
Karena cenderung tertutup kepada orang tuanya membuat bidang hidden

berukuran besar hal ini disebabkan oleh perasaan tidak nyaman AZ untuk

membuka diri kepada orang tuanya dan kepribadian introfet AZ yang disebabkan

oleh pola asuh dalam keluarganya yang cenderung mengekang AZ. AZ mengaku

hanya berbagi hal-hal umum saja kepada kedua orang tuanya walaupun hubungan

ia dengan ibu atau ayahnya berangsur membaik setelah lama bercerai.

c. Blind Area

Pada jendela blind area juga memiliki ukuran yang besar karena sedikit

sekali upan balik yang diberikan kepada orang tuanya, dimana karena hubungan

komunikasi yang tidak baik dan pola asuh orang tua yang cenderung mengekang

menyebabkan AZ merasa takut untuk membuka diri, bahkan membentuk

kepribadian AZ yang introfet.

d. Unknow Area

Karena hubungan komunikasi AZ dan orang tuanya yang terhambat,

membuat AZ tidak mengetahui respon ibu atau ayahnya jika ia mengungkapkan

diri, begitu pula dengan ibu AZ yang tidak mengetahui hal-hal pribadi AR. Hal ini

membuat bidang unknow area juga memiliki ukuran yang besar.

8) MD (Inisial)

Berikut penulis akan mejelaskan bentuk pembukaan diri MD berdasarkan

besaran jendela johari

130
a. Open Area/ terbuka

Berdasarkan hasil wawancara kepada MD dan ibunya, MD memiliki

pembukaan diri yang cenderung tertutup kepada keluarganya dan lebih memilih

untuk terbuka kepada teman dekatnya, hal ini membuat bidang open berukuran

kecil. Dengan kepribadiannya yang tetutup membuat menjadi sulit untuk

beradaptasi baik di lingkugan tempat tinggal atapun disekolah.

b. Hidden Area/ tersembunyi

Karena hubungan keluarga MD yang tidak harmonis baik sebelum

perceraian membuat MD menjadi tetutup baik kepada ibu ataupun ayahnya.

Setelah percerainpun komunikasi antara MD dan kedua orang tuanya semakin

memburuk karena alasan sibuk bekerja dan sedikit waktu untuk bertemu ataupun

berkumpul bersama.

c. Blind Area

Pada jendela blind area juga memiliki ukuran yang besar karena sedikit

sekali upan balik yang diberikan kepada orang tuanya, dimana karena kesibukan

kedua orang tuanya membuat MD memilih untuk menutup diri.

d. Unknow Area

131
Karena kurangnya komunikasi antara MD dan kedua orang tuanya

membuat MD ataupun orang tuanya sama-sama tidak saling mengetahui respon

dan hal-hal pribadi MD.

4.4.2 Faktor yang mendorong pengungkapan diri remaja yang orang

tuanya bercerai

1) Karakter Individu

Karakter individu mempengaruhi bagaimana individu melakukan self

disclosure (pengungkapan diri). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

kepada delapan orang subjek dengan latar belakang yang sama yaitu remaja yang

orang tuanya bercerai menunjukkan bahwa karakter yang dimiliki subjek

penelitian juga mempengaruhi bentuk pembukaan diri dalam keluarganya. Seperti

pada subjek IN yang memiliki kepribadian extrofet menjadi salah satu faktor

pendorong IN menjadi lebih mudah untuk melakukan pengungkapan diri kepada

keluarganya. Berbeda dengan AZ yang memiliki kepribadian introvert yang

membuat AZ cenderung menutup diri kepada keluarganya walaupun setelah

perceraian kedua orang tuanya kondisi komunikasi antara AZ menjadi lebih baik

dari sebelumnya, AZ tetaplah menutup diri kepada keluarganya.

2) Efek Diadik

Self disclosure bersifat timbal balik, dimana keterbukaan diri kita

medorong lawan komunikasi kita dalam membuka diri. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti, pengungkapan diri remaja yang orang

132
tuanya bercerai dikecamatan poasia berbeda-beda tergantung dari hubungan

antara subjek dengan keluarganya. Enam dari 8 delapan subjek penelitian

menunjukkan bahwa remaja cenderung tertutup kepada kedua orang tuanya

ataupun kakaknya dengan alasan mereka juga bersikap tertutup dan kurang

menjalin kedekatan komunikasi kepada subjek penelitian yang di antaranya SS

(inisal), YA (inisial), RD (inisial), AR (Inisial), AZ (inisal) dan MD (inisial).

Sedangkan untuk dua informan lainnya yaitu IN dan BE yang terbuka kepada

orang tuanya, karena alasan kedekatan komunikasi antara orang tua dan subjek

penelitian yang ditunjukkan dengan adanya saling berbagi informasi pribadi

antara kedua subjek penelitian dengan kedua orang tuanya.

3) Jenis Kelamin

Berdasarkan jasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dari empat remaja

perempuan dan empat remaja laki-laki dengan latar belakang keluarga yang sama

menunjukka bahwa subjek dengan jenis kelamin perempuan lebih terbuka kepada

orang-orang yang membuatnya nyaman dan ia sukai sedangkan remaja laki-laki

cenderung lebih tertutup dimana remaja laki-laki hanya terbuka kepada orang-

orang yang ia perceyai saja. Selain itu terdapat satu dari delapan subjek peneliatan

yaitu RD(inisial) yang tidak melakukan pengungkapan diri yang baik kepada

133
keluarga atapun orang-orang terdekatnya, dan hanya menunjukkan perasaannya

melalu sikap yang ia tunjukkan kepada keluarganya.

4) Pendengar

Pendengar juga turut menentukan bagaimana self disclosure yang

dilakukan oleh remaja yang orang tuanya bercerai, dimana berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti kepada delapan subjek penelitian

menunjukkan remaja lebih cenderung tertarik untuk melakukan pengungkapan

diri bersama sekelompok orang dalam jumlah sedikit, terutama ketika hanya

terdapat dirinya dan satu orang pendengar baik itu secara langsung atau tidak

langsung. Selain itu remaja juga lebih tertarik untuk mengungkapkan dirinya

secara langsung baik kepada ibu, ayah, kakak atau pasangannya karena ia dapat

langsung melihat dan memperoleh respon dari lawan bicaranya.

5) Topik dan saluran

Topik yang di ungkapkan menjadi salah satu faktor yang mendorong

pengungkapan diri remaja, dimana berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

kepada delapan orang subjek penelitian yang terbagi menjadi dua bentuk

pembukaan diri remaja dalam keluarganya, yaitu remaja yang cenderung terbuka

dan remaja yang cenderung tertutup kepada keluargaya. Remaja yang cenderung

tertutup pada keluarganya seperti pada informan SS( Inisial), YA(Inisial),

134
RD(inisial), AR(inisial), AZ (inisial) dan MD (inisial) menunjukkan bahwa

keenam subjek penelitian hanya berbagi hal-hal umum mengenai dirinya kepada

kedua orang tuanya. Sedangan dua informan lainnya yaitu IN dan BE yang

cenderung terbuka sehingga berbagi banyak hal kepada orang tuanya terkait

dengan dirinya seperti perasaan, permasalahan yang ia alami, keinginan, dll

Selain topik pembicaraan saluran juga menjadi salah satu pendorong

remaja dalam melakukan pengungkapan diri, berdasarkan hasil wawancara kepada

delapan orang informan menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka lebih

tertarik untuk melakukan pengungkapan diri secara langsung baik kepada orang

tua, sahabat atau pasangannya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bersadarkan uraian pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis

menyimpulkan dua hal terkait bentuk pembukaan diri remaja yang orang tuanya

bercerai di kecamatan Poasia seperti berikut ni:

135
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan

bahwa pembukaann diri remaja yang keluarganya bercerai di Kecamatan

Poasia cenderung tertutup kepada keluarganya sendiri dan lebih tertarik untuk

melakukan penungkapan diri kepada orang lain seperti kepada teman, sahabat

atau kekasihnya, walaupun terdapat pula remaja yang melakukan

pengungkapan diri kepada salah satu anggota keluarganya seperti hanya

kepada ibu, hanya kepada saudara, atau kepada kedua orang tuanya . Selain itu

bentuk pembukaan diri remaja yang orang tuanya bercerai di Kecamatan

Poasia sangat dipengaruhi oleh kondiri keluarga subjek penelitian sebelum

kedua orang tuanya bercerai sehingga menciptakan kedekatan komunikasi

antara anak dengan orang tua yang juga berakibat pada bentuk pengungkapan

diri remaja yang cenderung menutup diri.

2. Bentuk pembukaan diri remaja yang orang tuanya bercerai di Kecamatan

Poasia juga di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakter individu yang

cenderung introfet dan extrofet, efek diadik, jenis kelamin yang menunjukkan

remaja perempuan lebih banyak melakukan pengungkapan diri dibandingkan

remaja laki-laki, pendengar dimana remaja lebih tertarik untuk melakukan

pengungkapan diri kepada satu lawan bicara ketika melakukan pengungkapan

diri baik secara langsung ataupun tidak langusng, serta topik yang dibicarakan

juga sangat mempengaruhi pengungkapan diri remaja yang orang tuanya

bercerai, dimana subjek penelitian memilih topik yang akan ia sampaikan

kepada orang lain tergantung kepada siapa ia melakukan pengungkapan diri.

5.2 Saran

136
Berdasarkan hasil penelitian dan indromasi yang diperoleh, maka peneliti

dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:

5.2.1 Seran Teoritis

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk mengambil key informan

penelitian lebih banyak lagi, tergantung kepada siapa saja subjek penelitian

melakukan pengungkapan diri. Sehingga diharapkan hasil penelitiannya lebih

bervariasi. Dengan begitu dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan baru

terutama yang berkaitan dengan penelitian pengungkapan diri (self disclosreu)

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memberikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi remaja, remaja diharapkan mampu memulai untuk membangun

komunikasi dengan orang tua jika dirinya merasa bahwa orang tua mulai

kurang memperhatikannya terutama bagi remaja korban perceraian,

sehingga orang tua dapat mengkoreksi kekurangannya agar menjadi lebih

baik.

2. Bagi orang tua, Orang tua yang bercerai diharapkan tidak lepas tangan

begitu saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Orang tua diharapkan

mampu tetap membangun komunikasi yang baik dengan anak-anaknya

agar anak tidak kehilangan kasih sayang dan perhatian orang tuanya

137
walaupun orang tuanya telah bercerai. Perhatian yang paling mudah dapat

dilakukan adalah dalam bentuk komunikasi, walaupun orang tua tidak

tinggal bersama dengan anaknya, diharapkan orang tua tetap menjalin

hubungan melalui sambungan telepon walaupun hanya sekedar

menanyakan kabar atau bertanya tentang perkembangan sekolah anaknya.

Hal ini akan sangat berkesan bagi anak yang menjadi korban perceraian

orang tuanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber Buku

Agoes dariyo, 2003, Psikologi Perkembangan dewasa Muda, Jakarta: PT


Gramedia Widiasarana

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

138
_____________. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rienka Cipta.

Altman, Irwin and Taylor, Dalmas A. 1973. Social Penetration : The


Development of Interpersonal Relationship.USA : Rinhart & Winston Inc.

Amin Silalahi, Gabriel. 2003. Metodologi Penelitian dan Studi Kasus.


Sidoarjo:CV. Citramedia

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, edisi


revisi VI, Cetakan ke 13, PT. Asdi Mahasatya, Jakarta.

Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta


.

Bungin, Burhan. 2007. Sosial Komunikasi. Bandung: Kencana.

_____________. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi si. Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada.

Dagun, M. S. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta.


.

Danial, E, & Warsiah. 2009. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:


Laboraterium Pendidikan Kewarganegaraan.

Devito, Joseph. 1986. The Interpersonal Communication Book 4th Edittion. New
York : Harper & Row Publishers

____________. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Books.

____________. 2002. Essentials of human Comunication 5th Edition. London:


Pearson Educations.
____________. 2011. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Book
.
____________. 2016. The Interpersonal Communication Book. London: Pearson
Education.

Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan. Bandung : Simbiosa Rekatama


Media

139
Effendy, 1992. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

_______, 2001. Ilmu Komunikasi Teori dan praktek. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.

Effendy, Onong, Uchjana. 1994. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung :
Remaja Rosdakarya.

Farida, Anik, dkk. 2007. Perempuan dalam sistem perkawinan dan perceraian di
berbagai komunitas dan adat. Jakarta: Balai penelitian dan
Pengembangan agama.

Gunarsa, Singgih D & Yulia Singgih D. Gunarsa.1991.Psikologi Praktis Anak


Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Havighurst, Robert. J. 1953. Human Development and Education. New York :


Longmans, Green & Co

Hoffnung, R.J., Seifert, K.L. 1991. Child and Adolescent Development. Boston:
Houghton Mifflin Company. (2nd Ed)

Hudaniah, Tri. 2006. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Hurlock, Elizabeth B. 2003. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Ihromi, T O. 2004. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia

Jourard, S. M. 1971. The Transparent Self: Self Disclosure and WellBeing. New
York: Van Nostrand Reinhold Company.

Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek,
Bandung: Mandar Maju.

Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru.

Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antar Pribadi Cet. Kesatu. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
__________. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti.

140
Littlejohn. 1939. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth
Publishing.

Masur, P. K. 2019. Situational Privacy and Self Disclosure. Cham: Springer.

Moleong, 2011, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Rosda.

Monks, F.J, Knoers, A.M.P, Haditono, S.R.2002. Psikologi Perkembangan:


Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Mukarom, Z. 2020. Teori Teori Komunikasi, Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.
_____________. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja
Rosdayakarya

Murdock, George Peter. 1965. Social Structure. The Free-Press, New York.

Neuman, W. L. 2003. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative


Approaches. Fifth Edition. Boston: Pearson Education.

Papalia, D.E., Olds, D. W.,& Feldman, R. D. 2008. Human Development


(Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana

Papu, Johanes. 2002. Pengungkapan Diri. Jakarta: Team e-psikologi.


.

Parsons, Talcott. 1951. The Social System, New York: Free Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja


Rosdakarya..

Santrock ,John W. Adolescence. 2003. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam.


Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

141
____________.2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

____________.2013. Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Pers.

____________. 1997. Psikologi Sosial. Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial.


Jakarta: Balai Pustaka.

Soekanto. 1983. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Ptress.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

____________. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suparlan, P. 1993. Keharmonisan Keluarga, Jakarta: Pustaka Antara.

Sutrisno Hadi, M. 2015. Metodologi Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Turner, J.S & Helms, D.B. 1995. Life Span Development. Fifth Edition. Tokyo :
Harcourt Brace College Publishers

WS. Wingkel, 2000. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta:


Gramedia.

2. Sumber Jurnal

Basti, Dewi Eva. (2008). Konflik Perkawinan dan Model Penyelesaian Konflik
Pada Pasangan Suami Istri. Jurnal Psikologi Vol 2, No. 1

Sawyer, S.M., Azzopardi, P. S., Wickremarathne, D., & Patton, G. C. 2018. The
age of adolescence. The Lancet Child & Adolescent Health.Volume 6,
No.2, 23 November 2021

Wei. M, Russell. D.W & Zakalik. A.R. 2005. Adult Attachment, Social Self
Efficacy, Self Disclosure, Loneliness, and Subsequent Depression for
Freshman College Students: A Longitudinal Study. Lowa State
University. Journal Of Counceling Psychology America Psychology
Association. Volume 52, No. 4, 602– 614. 21 November 2021.

Wheeless, L.R, Nesser, K., & McCroskey, J.C. 1986. The Relationship Of Self-
Disclosure And Disclosiveness To High And Low Communication

142
Apprehension. Communication Research Reports. Volume 3, No. 129-
133. 21 November 2021.

Widyastuti, A .2016. Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap self Disclosure Pada


Pengguna Facebook. e-Jurnal Penelitian Psikologi. Volume 2. No. 3.
Jakarta: Universitas Esa Unggul. 21 November 2021.

3. Sumber Media Online

Asih, E. 2007. Bercerai? Ingatlah anak-anak. www.pikiran


rakyat.com/prprint.php?mib=berita&etika/id=64247.(20 Februari 2022)

https://kendarikota.bps.go.id/statictable/2020/05/17/561/jumlah-nikah-dan-cerai-
di-kota-kendari-2017.html ( 9 Februari 2022)

https://kendarikota.bps.go.id/statictable/2022/02/05/1080/ jumlah -nikah- dan-


cerai –menurut –kecamatan -di-kota –kendari -2020.html
( 9 Februari 2022)

https://sultra.bps.go.id/statictable/2021/04/27/3094/ jumlah- perceraian -menurut-


kabupaten –kota –dan –faktor -di-provinsi-sulawesi-tenggara-2020.html
(9 Februari 2022)

https://www.merdeka.com/peristiwa/kemenag -sebut -angka -perceraian -


mencapai 306688-per-agustus-2020.html (9 Februari 2022)

Oetomo, D. 2002. Saya homoseksual. http://www.telaga.org/ringkasa.php?saya


homoseksual.htm. (20 Februari 2022)

Tasmin, M. R. S . 2002. Perceraian dan kesiapan mental anak.


http://www.epsikologi.com/keluarga/ 180402a.htm2k /2002/ jakarta/
agustus ( 20 februari 2022)

143
LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2 Instumen Penelitian

144

Anda mungkin juga menyukai