Anda di halaman 1dari 12

BENTUK BENTUK KEJANG

Bentuk kejang menurut Price dan Wilson (2006) adalah sebagai berikut :

 Absens
Kejang ini ditandai dengan hilangnya kesadaran yang berlangsung
sangat singkat sekitar 3-30 detik. Jenis yang jarang dijumpai dan umumnya
hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Sekitar 15-20% anak-
anak menderita kejang tipe ini. Penderita tiba-tiba melotot atau matanya
berkedip-kedip dengan kepala terkulai. Kejang ini kemungkinan tidak
disadari oleh orang di sekitarnya. Petit mal terkadang sulit dibedakan dengan
kejang parsial sederhana atau kompleks, atau bahkan dengan gangguan
attention deficit.
Selain itu terdapat jenis kejang atypical absence seizure, yang
mempunyai perbedaan dengan tipe absence. Sebagai contoh atipikal
mempunyai jangka waktu gangguan kesadaran yang lebih panjang, serangan
terjadi tidak dengan tiba-tiba, dan serangan kejang terjadi diikuti dengan
tanda gejala motorik yang jelas. Kejang ini diperantarai oleh
ketidaknormalan yang menyebar dan multifokal pada struktur otak.
Kadangkala diikuti dengan gejala keterlambatan mental.

 Tonik-klonik
Tipe ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Fase
awal dari terjadinya kejang biasanya berupa kehilangan kesadaran disusul
dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa
menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otototot yang berkontraksi,
menyebabkan pasien tiba-tiba terjatuh dan terbaring kaku sekitar 10-30 detik.
Beberapa pasien mengalami pertanda atau aura sebelum kejang. Kebanyakan
mengalami kehilangan kesadaran tanpa tanda apapun. Dapat juga terjadi
sianosis, keluar air liur, inkontinensi urin dan atau menggigit lidah. Segera
sesudah kejang berhenti pasien tertidur. Kejang ini biasanya terjadi sekitar 2-
3 menit.
 Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot(menjadi kaku, kontraksi) wajah dan
tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai
Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi dapat menyebabkan
henti nafas
 Klonik
Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple di lengan, tungkai atau torso
 Mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau
tungkai; cenderung singkat
 Atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh
(drop attacks)

Price, Slyvia dan Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC.

ANATOMI DAN HISTOLOGI (+FISIOLOGI)


ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK (ENCEPHALON)
Otak (ensephalon ) bagian susunan saraf pusat, lapisan paling luar
dikenal dengan dengan SCALP ( Skin, Connective Tissue, Aponeurotica, Loose
connective tissue, periosteum), terletak pada cavum cranii dilanjutkan menjadi
medulla spinalis setelah memalui foramen magnum. (Snell, 2012)
Otak terbagi :
1. Cerebrum : terdiri dari 2 hemisperium cerebri ada rongga di setiap disebut
ventriculus lateralis, penghubung corpus callosum, celah dalam pemisah fissa
longitudinalis cerebri. Lapisan hemisperium cerebri disebut korteks. Terbagi
lobus : frontalis, temporalis, parietalis, occipital. (Snell, 2012)
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika,
bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual dan kecerdasan
intelektual atau IQ.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus, yaitu :
 Lobus Frontal, berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,
sentuhan dan rasa sakit.
 Lobus Temporal, berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan
manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh
retina mata.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher
bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya :
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot
dan gerakan tubuh.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan,
dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau
lari) saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu :
 Mid Brain : Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain)
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
 Medulla oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
 Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur
produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks,
pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik
menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Sistem limbic
disebut sebagai otak emosi atau tempat terjadinya perasaan dan kejujuran.

Area Fungsional Korteks Serebri

a) Area motorik primer pada korteks


Area primer terdapat dalam girus presentral. Disini neuron
mengendalikan kontraksi volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks
terletak tepat di sisi anterior girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas
motorik.
yang terlatih dan berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi
anterior area premotorik pada tepi bawahnya.
b) Area sensorik korteks
Terdiri dari area sensorik primer, area visual primer, area auditori
primer. Area olfaktori primer dan area pengecap primer (gustatory)
c. Area asosiasitraktus serebral
Terdiri area asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual,
area wicara Wernicke.
d) Ganglia basal
Adalah kepulauan substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam
substansi putih serebrum.
HISTOLOGI
Lapis-lapis korteks serebrum

Lapis-lapis korteks serebelum


Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri dan
kanan. Di bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu semakin ke
dalam dibatasi dengan substansia alba, dan di bagian paling dalam terdapat
nukelus yang merupakan substansia grisea. Lapisan yang menyusun otak besar
berlekuk-lekuk, membentuk struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau
secara mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:
1. Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di bawah
lapisan pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson
yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel piramid, sel stelatte).
2. Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil
segitiga(piramid) yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan aksonnya
ke lapisan di bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.
3. Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin besar
dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson mengarah ke
substansia alba.
4. Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak mengandung sel-
sel granul (stellate), piramidal, dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling padat.
5. Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak mengandung
sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel
Martinotti adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya mengarah ke
lapisan atas dan aksonnya ke lateral.
6. Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan substansia
alba, dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel
fusiform.
Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi gerakan
motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi yang diterima.

1. Lapisan molekular, lapisan terluar dan langsung terletak di bawah lapisan pia
dan sedikit mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel stelata, dan
dendrit sel Purkinje dari lapisan di bawahnya.
2. Lapisan Purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel Purkinje yang besar
dan berbentuk seperti botol dan khas untuk serebelum. Dendritnya bercabang
dan memasuki lapisan molekular, sementara akson termielinasi menembus
substansia alba.
3. Lapisan granular, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil dengan 3-6
dendrit naik ke lapisan molekular dan terbagi atas 2 cabang lateral.
Meninges

Duramater, lapisan terluar meninges, merupakan lapisan yang tebal dengan


kolagen yang tinggi. Tersusun lagi atas dua lapis, yakni periosteal duramater,
lapisan lebih luar, terususun atas sel-sel progenitor, fibroblas. Lapisan ini
menempel dengan permukaan dalam tengkorak. Pembuluh darah ditemui
dengan mudah di lapisan ini. Meningeal duramater, sedikit mengandung
pembuluh darah kecil dan dilapisi epitel selapis gepeng yang berasal dari
mesoderm pada permukaan dalamnya. Kedua lapis duramater otak menyatu,
namun memisah pada bagian-bagian tertentu, membentuk sinus venosus.
Arachnoid adalah suatu lapisan tanpa pembuluh darah, tipis, serta halus. Lapis
ini mengandung fibroblas, kolagen, dan serat elastis.

ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring
yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan
tonsil tubal.
A) Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
 Lateral – muskulus konstriktor faring superior
 Anterior – muskulus palatoglosus
 Posterior – muskulus palatofaringeus
 Superior – palatum mole
 Inferior – tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah
jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam
stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli
merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di
seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu
dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Fossa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral
atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior (Shnayder, Y,
2008). Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding
faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri
lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina
asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal.
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah
muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya
menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening
eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada
tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ,
2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA,
IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi
di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4
area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai
2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan
efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik.
B) Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan
celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang
lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak
mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.
C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata.
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase.
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING

Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut, dan laryx. Bentuknya mirip
corong dengan bagian atasnya lebar terletak dibawah cranium. Bagian bawah
dilanjutkan dengan oesophagus setinggi vertebrae cervicalis emam. Dinding
faring terdiri dari 3 lapis : mucosa, fibrosa, dan muscular. Faring terbagi
menjadi 3 :
1. Nasopharynx : letaknya dibawah rongga hidung, diatas palatum molle
2. Oropharynx : dibelakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai
ke pinggir atas epiglottis.
3. Laryngopharynx : dibelakang aditus larynges dan permukaan posterior larynx,
terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai pinggir bawah cartilago cricoidea.

Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.

CARA MENDIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama : Kejang 30 menit yang lalu
Lama Kejang : ±20 menit
Frekuensi : 3 kali mengalami kejang (Tiga jam setelah demam yaitu satu
hari sebelum di bawa ke Rumah Sakit, 30 menit sebelum di rumah sakit, dan saat
dilakukan pemeriksaan fisik ±40 menit setelah kejang kedua).
Sifat Kejang : Umum
Bentuk Kejang : Tonik-Klonik
Interval antar kejang : Demam-Kejang = 3 jam. Kejang pertama-kejang kedua = <24
jam. Kejang kedua-kejang ketiga= ±35 menit.
Keadaan Interiktal dan Postiktal : Sadar, Gangguan neurologis (-)
Riwayat trauma : (-)
Riwayat kejang Sebelumnya : (-)
Riwayat kejang dalam keluarga : Ayah Boby pernah mengalami kejang demam saat bayi.
2. Pemeriksaan Fisik
- Demam (Suhu = 40ºC)
- Bukti infeksi ekstrakranial (infeksi saluran pernapasan atas )
Rinorea (+/+), Faring hiperemis, tonsil t1-t1, detritus (+)
- Defisit Neurologis (-)
Status Neurologikus normal.

TATALAKSANA
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan


prognosisnya.
2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana profilaksis untuk
mencegah kejang berulang.
3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan:
a. Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg , BB > 10
kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika
akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah.
b. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena
dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum
pemberian 20 mg.
c. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali dengan
interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam
intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan)
dalam pengobatan kejang akut.
d. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat kejang dapat
diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl
0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan
pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum
adalah 1000 mg.
e. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital IV dengan
dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20
mg/menit.
f. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12
jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti
dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian
denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang di
kemudian hari.
a. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8
jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24 jam setelah
timbulnya demam.
b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau
asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya
diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus,
terdapat defisit neurologis yang nyata seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan
selama 1 tahun.
c. Pemberian Antipiretik juga sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kejang
saat terjadi demam. Pemberian Paracetamol 10-15mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali
atau Ibuprofen 10mg/kgBB/kali.
5. Tatalaksana etiologi dari demam yaitu dengan cara :
a. Istirahat yang cukup.
b. Kontrol asupan makanan dan cairan.
c. Berkumur-kumur dengan air hangat atau obat antiseptik untuk mencegah hygine
mulut.
d. Mengurangi untuk melakukan aktivitas yang berlebihan.
e. Antipiretik ataupun analgetik.

Anda mungkin juga menyukai