6MWT Six Minute Walk Test
6MWT Six Minute Walk Test
JANTUNG
PENDAHULUAN
Uji latih merupakan salah satu komponen kunci untuk menilai performa pasien saat permulaan
dan setelah menjalani perawatan pada program rehabilitasi jantung1. Dalam perkembangannya
ada banyak peralatan yang tersedia untuk menilai secara objektif kapasitas latihan seseorang.
Beberapa test menyediakan pengukuran yang sangat lengkap dari semua sistem yang terlibat
dalam latihan ( high tech), sedangkan yang lainnya ada yang secara sederhana (low tech) dan
mudah untuk dilakukan2. Secara umum peralatan yang digunakan pada uji latih jantung adalah
treadmill maupun sepeda ergometer yang memakai tingkatan dalam prosedur pelaksanaannya.
Uji latih yang maksimal ini secara luas dapat menentukan diagnosis, prognosis dan kebutuhan
latihan secara tepat pada penderita penyakit kardiovaskular. Namun uji latih seperti ini
membutuhkan fasilitas yang khusus, peralatan dan tenaga yang terkait erat dengan jumlah dana
yang relatif besar yang sering tidak dapat dipenuhi oleh institusi dengan fasilitas dan dana
terbatas1. Test latihan yang sangat popular digunakan sesuai urutan kompleksitasnya adalah stair
climbing, Six minute walk test (6WMT), shuttle walk test, exrecise induced asthma, cardiac
stress test (Bruce protokol), cardio-pulmonary exercise test1-5.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui mengenai uji latih sederhana/submaksimal berupa
Six Minute Walk Test (6MWT) dalam mengukur kapasitas fungsional penderita kelainan
jantung, baik protokol pelaksanaan secara menyeluruh dan manfaaat klinisnya.
SEJARAH SINGKAT 6MWT
Pengukuran kapasitas fungsional seseorang secara tradisional dilakukan dengan cara
menanyakan : Berapa anak tangga yang sanggup anda naiki atau berapa blok anda dapat
berjalan? Akan tetapi pasien akan sering memberikan jawaban yang ternyata tidak sesuai dengan
kapasitas latihan mereka yang sesungguhnya (underestimated atau overestimated).1,2
Pengukuran secara objektif biasanya akan lebih baik dari pelaporan pasien sendiri.
Pada tahun 1960an, Balke membuat suatu test sederhana untuk menilai kapasitas latihan
seseorang dengan mengukur jarak tempuh berjalan dalam rentang waktu tertentu. Rentang
waktunya selama 12 menit untuk mengukur jarak tempuh berjalan pada individu sehat. Test ini
kemudian diadopsi untuk melihat kelainan pada penderita dengan kelainan paru yaitu bronkitis
kronis. Waktu duabelas menit ini ternyata dirasakan terlalu lama dan melelahkan pada penderita
penyakit pernafasan, sehingga digantikan dengan test berjalan selama 6 menit dengan efektifitas
pengukurannya sama seperti test sebelumnya. 6MWT ini dipandang mudah dilakukan, dapat
ditoleransi lebih baik, dan mencerminkan aktifitas harian dibandingkan test berjalan yang lain.6
6WMT merupakan test sederhana yang praktis yang memerlukan jalur sepanjang 100 kaki (30
meter) tidak memerlukan peralatan latihan yang rumit maupun tenaga pegawas yang sarat
pengalaman dan latihan khusus. Test ini pada prinsipnya mengukur jarak yang dapat ditempuh
pasien dengan berjalan pada jalur datar dan permukaan keras dalam waktu 6 menit. Test ini
secara keseluruhan mengevaluasi respon semua sistem organ yang terlibat selama latihan
termasuk sistem paru, jantung dan sirkulasi, darah, neuromuskular dan metabolisme otot. Test ini
tidak memberikan informasi spesifik mengenai fungsi tiap organ yang terlibat ataupun
mekanisme terjadinya keterbatasan aktifitas, yang mana hal ini dapat dihasilkan dari uji latihan
sistem kardiopulmonal yang maksimal1-6.
Penelitian yang menggunakan 6MWT pada pasien dengan penyakit jantung pertama kali
dilaporkan oleh Guyat dkk serta Lipkin dkk, yang menyatakan bahwa 6MWT dapat
membedakan tingkatan keparahan gagal jantung menurut pembagian New York Heart
Association (NYHA)1,2.
INDIKASI 6MWT
Indikasi utama 6MWT adalah untuk mengukur respon pasien terhadap pengobatan pada keadaan
penyakit jantung atau paru tingkat sedang maupun berat. Test ini juga telah digunakan sebagai
pengukuran tunggal kapasitas fungsional pasien sebagai prediktor untuk morbiditas dan
mortalitas (Tabel 1). Pada kenyataannya test ini tidak membuktikan sebagai test terbaik untuk
menentukan kapasitas fungsional ataupun perubahannya akibat pengobatan pada kasus-kasus
tersebut.
Uji latih jantung maksimal/formal memberikan informasi tentang respon latihan, gangguan
kapasitas latihan, menentukan intensitas yang diperlukan untuk memperpanjang latihan, menilai
faktor-faktor yang menyebabkan keterbatasan latihan, dan menjelaskan mekanisme patofisiologi
yang mendasari keterbatasan tersebut misalnya organ apa asa yang terlibat. 6MWT tidak menilai
peak oxygen uptake, penyebab dyspnea on exertion, atau mengevaluasi penyebab keterbatasan
latihan. Hasil atau informasi yang didapat dari 6MWT harus dipertimbangkan sebagai pelengkap
dan bukan pengganti uji latih jantung maksimal/formal. Meskipun didapati perbedaan mendasar
dari kedua test ini, beberapa penelitian mengenai korelasi antara keduanya telah dilaporkan.
Misalnya, korelasi signifikan ( r= 0,73) antara 6MWT dan peak oksigen uptake telah dilaporkan
pada penderita penyakit paru stadium akhir2.
Pada beberapa keadaan klinis tertentu , 6MWT memberikan informasi yang lebih baik terhadap
index kemampuan penderita untuk melakukan aktifitas harian dibandingkan peak oxygen uptake.
6MWT berkorelasi lebih baik dengan pengukuran kualitas hidup. Perubahan pada 6MWT setelah
mendapat pengobatan berkorelasi dengan perbaikan dyspnea secara subjektif. Reprodubilitas
6MWT lebih baik daripada reprodubilitas uji forced expiratory volume 1 detik pada pasien
COPD ( koefisien reprodubilitas 8 %). Penilaian kapasitas fungsional test ini lebih baik
dibandingkan dengan penilaian dengan kuisoner.
Shuttle walk test (test berjalan bolak-balik) hampir sama dengan 6MWT, tetapi disini digunakan
signal audio dari kaset untuk secara langsung menyuruh pasien maju dan mundur tiap jarak 10
meter. Kecepatan berjalan ditingkatkan setiap menit, dan test dihentikan jika pasien tidak dapat
mencapai titik putaran sesuai waktu yang diperlukan. Keuntungan shuttle walk test dibandingkan
6MWT adalah korelasinya lebih baik dengan peak oxygen uptake. Kerugian test ini adalah
validitas kurang, kurang digunakan secara luas, dan lebih potensial terjadinya masalah
kardiopulmonal saat latihan1-3,6.
KONTRAINDIKASI 6MWT
Menurut pernyataan dari American Thoracic Society (ATS) kontraindikasi absolute test ini
adalah: angina tidak stabil (UAP) dan infark miokardium akut. Kontraindikasi relatif adalah
denyut jantung (HR) saat istirahat lebih dari 120 kali permenit, tekanan darah sistolik lebih dari
180 mmHg, dan diastolik lebih dari 100 mmHg. Pasien dengan kelainan seperti ini harus dirujuk
kepada dokter ahli untuk mengawasi test tersebut. Hasil dari EKG saat istirahat dari 6 bulan
sebelumnya harus dievaluasi. Angina exertional yang stabil bukan merupakan kontraindikasi
absolute test ini, namun test dilakukan setelah pasien mengkonsumsi obat antiangina, dan harus
tersedia nitrat untuk keadaan darurat1-4,7-10.
Pasien dengan faktor resiko diatas dikatakan mempunya resiko yang tinggi untuk terjadinya
aritmia atau masalah kardiovaskular selama menjalani test. Kontraindikasi ini telah digunakan
oleh para peneliti berdasarkan keinginan mereka untuk keamanan dan keinginan untuk mencegah
kemungkinan buruk pada penderita saat melakukan 6MWT. Kapan terjadinya resiko tersebut
belum diketahui sehingga resiko—resiko tersebut menjadi relatif.
1. Test ini harus dilakukan di lokasi dimana jika terjadi keadaan gawat darurat dapat diberikan
respon pertolongan yang cepat dan tepat (misalnya dalam lorong/aula rumah sakit atau klinik ).
2. Harus tersedia oksigen, nitrat sub lingual, aspirin, dan albuterol (nebulizer). Saluran telepon
hendaknya tersedia untuk melakukan panggilan darurat
3. Petugas pengawas harus telah mendapat sertifikat dalam penangangan gawat darurat jantung
paru setidaknya tingkat Basic Life Support ataupun ACLS.
4. Jika pasien sebelumnya dengan terapi oksigen, maka oksigen tetap harus diberikan sesuai
dengan keadaan penyakitnya.
5. Pengawasan dari dokter umumnya tidak diperlukan, namun dalam kasus tertentu perlu
didampingi oleh dokter sampai test selesai.
Alasan untuk menghentikan test sesegera mungkin adalah sebagai berikut:
- Nyeri dada
- Sesak nafas intolerable
- Cramp otot kaki
- Hoyong atau sempoyongan
- Keringat dingin
- Pucat
Pengawas lapangan harus dilatih untuk mengenali keadaan diatas dan segera memberikan respon
yang tepat jika hal ini muncul. Jika test dihentikan karena salah satu alasan ini, pasien segera
didudukkan atau dibaringkan dan beri poksigen segera. Setelah itu segera lakukan pengukuran
tekanan darah, hitung denyut nadi, ambil saturasi oksigen, dan panggil dokter pengawas1-3.
Lokasi. Test ini hendaknya dilakukan dalam ruangan tertutup (indoor), dilakukan pada koridor
yang panjang, datar dan lurus dengan permukaan yang keras dan jarang dilalui orang. Menurut
beberapa pusat rehabilitasi jantung, test ini dapat dilakukan di ruang terbuka jika cuaca dalam
keadaan baik. Panjang rute jalan setidaknya 30 meter (100 kaki). Tiap 3 meter dari koridor
hendaknya diberi tanda. Titik putaran biasanya ditandai dengan kerucut orange. Titik awal yang
menandakan permulaan dan akhir yang mempunyai jarak 60 meter hendaknya ditandai dengan
warna cerah.
Peralatan Penununjang. Beberapa pusat rehabilitasi jantung dinegara maju seperti Amerika dan
Eropa menganjurkan adanya peralatan pendukung dalam pelaksanaan uji latih ini. Diantaranya
yang dipandang sebagai standar adalah:
1. Stopwatch
2. Mechanical lap counter
3. 2 buah pembatas/kerucut untuk menandai titik putar
4. Kursi yang mudah dipindahkan sepanjang rute jalan
5. Worksheet
6. Sumber oksigen
7. Sphygmomanometer
8. Telephone
9. Automated electrical defibrilator
Persiapan pasien. Tidak ada persiapan khusus terhadap pasien yang diperlukan dalam
pelaksanaan uji ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien sebelum pelaksanaan uji ini
adalah sebagai berikut:
1. Pakaian yang nyaman
2. Sepatu/alas kaki yang sesuai
3. Obat-obatan yang biasa digunakan tetap dikonsumsi
4. Makan ringan pagi atau sore sebelum dilakukan test
5. Pasien tidak melakukan aktifitas berat 2 jam sebelum memulai test
Prosedur Pelaksanaan 6MWT
1. Tidak perlu dilakukan periode warm-up sebelum memulai test
2. Jika perlu dilakukan pengulangan latihan hendaknya dilakukan pada waktu yang sama dengan
hari sebelumnya, untuk mengurangi intraday variability
3. Pasien hendaknya duduk dikursi yang dekat dengan titik awal selama 10 menit. Dilakukan
pemeriksaan apakah ada kontraindikasi, pengukuran denyut nadi dan tekanan darah, pastikan
bahwa pakaian dan sepatu sudah tepat bagi pasien. Lengkapi bagian pertama dari worksheet
4. Jika ada pulse oximetry ukur dan rekamlah denyut jantung dan saturasi O2 saat baseline.
5. Suruh pasien berdiri dan hitung keadaan dyspnea dan fatig dengan memakai skala Borg
sebelum memulai latihan
6. Atur penghitung putaran pada posisi nol dan timer untuk 6 menit, dan bergeraklah ke posisi
start.
7. Berikan instruksi pada pasien bahwa test ini menilai seberapa jauh pasien dapat berjalan
selama 6 menit dan tidak boleh berlari. Pasien dapat memperlambat jalannya, berhenti atau
istirahat jika perlu. Contohkan pada pasien satu putaran.
8. Posisikan pasien pada garis start. Pengawas harus berdiri dekat garis strat selama latihan.
Jangan berjalan bersama pasien. Segera setelah pasien mulai berjalan hidupkan timer.
9. Jangan berbicara kepada siapapun selama test. Perhatikan pasien dan jangan lupa untuk
menghitung putaran yang telah dilalui. Pengawas dapat memberikan dorongan semangat pada
pasien tetapi bukan dorongan untuk mempercepat langkahnya. Beritahu waktu test setiap menit
ke 2, 4 dan 6 (berhenti)
10. Post test: Rekam dypsnea dan fatig paska latihan dengan skala Borg
11. Jika memakai pulse oximeter, ukur SpO2 dan jumlah pulse dari oxymeter dan kemudian
lepas sensor
12. Catat jumlah putaran dan berapa jauh jarak tempuh yang dicapai
13. Berikan ucapan selamat pada pasien atas usahanya dan tawarkan untuk minum segelas air
putih
Practice test. Test sebagai ‘latihan’ tidak diperlukan pada kebanyakan keadaan klinis tetapi dapat
dipertimbangkan. Jika dilakukan test sebagai ‘latihan’ , hendaknya dilakukan paling tidak selama
1 jam sebelum melakukan test kedua. Hasil test yang dilaporkan sebagai data baseline 6MWT
adalah test dengan hasil paling tinggi.
Pelatihan Teknisi. Tehnisi yang melakukan 6MWT harus dilatih memakai protokol standar dan
dilakukan supervisi beberapa kali sebelum mereka dipercaya untuk mlakukan test ini secara
mandiri. Mereka juga harus telah lulus dan berpengalaman dalam melakukan tindakan resusitasi
jantung paru.
Tabel 3. Faktor Variabilitas Pada 6MWT (Sumber: Am J Respir crit Care 2002)
Oksigen suplemen. Jika pemberian oksigen dibutuhkan selama test dan direncanakan melakukan
serial test (setelah mendapat terapi diluar oksigen terapi), maka harus diberikan dengan cara yang
sama dan dosis yang sama.
Medikamentosa. Jenis obat-obatan, dosis dan waktu makan obat harus dicatat sebelum dilakukan
test. Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peningkatan jarak atau perbaikan skala dispnu,
setelah memakai obat bronkodilator pada penderita COPD, demikian juga pemakaian obat
kardiovaskular pada penderita gagal jantung.
Tabel 4. Manfaat 6MWT pada rehabilitasi Jantung (Sumber: Cardiac rehabilitation 2007)
Peresepan latihan
Hasil yang didapat dari 6MWT ini juga dapat menuntut kita meresepkan jenis latihan awal yang
akan dilakukan pasien. Hasil test ini akan kita pakai dengan persamaan menurut American
College of Sports Medicine (ACSM) Walking Equation. Dikatakan bahwa sekurangnya
dibutuhkan 0,1 ml oksigen untuk memindahkan 1 kg massa tubuh pada bidang datar setiap
meternya (0,1ml/kgBB/menit). Persamaan ini paling akurat jika kecepatannya 50-100 m/menit
(1,9 mph-3,7 mph). Di bawah ini dilampirkan satu contoh perhitungan bagaimana melakukan
konversi jarak yang didapat dari hasil 6MWT menjadi nilai MET (Metabolic equivalent) dan
walking speed. Nilai METs dan walking speed digunakan untuk menyesuaikan kebutuhan latihan
dan mengetahui kapasitas fungsional penderita.2,3,17
Kesimpulan
1. 6MWT adalah pengukuran sederhana dan submaksimal yang berguna untuk menilai kapasitas
fungsional pada penderita dengan gangguan jantung . Test ini telah dipakai secara luas sebagai
uji latih jantung yang bertujuan melengkapi uji latih yang maksimal dan bukan sebagai
pengganti.
2. Prosedur pelaksanaan 6MWT dapat mempengaruhi hasil, sehingga hal ini harus diminimalkan
dengan pelaksanaan yang sesuai quality assurance
3. Faktor lain seperti umur, jenis kelamin, berat badan juga harus diperhitungkan dalam
melakukan interpretasi hasil.
4. Hasil dari 6MWT ini dapat dipakai untuk menentukan beban latihan yang dapat diberikan
pada pasien dengan melakukan konvsersi hasil ke dalam Metabolic Equivalent (MET).
DAFTAR PUSTAKA
1. Bitter V. Role of the 6-Minute Walk Test in Cardiac Rehabilitation. Humana Press,Totowa
New Jersey 2007: 131-139
2. Crapo RO, Casaburi R, Coates AL et al. ATS Statement: Guidelines for Six-Minute Walk
Test. Am J Respir Crit Care Med 2002; 166: 111-117
3. Du HY, Newton PJ, Salamonson Y et al. A review of the six-minute walk test: Its implication
as a self-administered assessment tool. Eur Jour of Cardiovascular Nursing 2009; 8: 2–8
4. Balady GJ,Ades PA, Comos P et al. Core Components of Cardiac Rehabilitation/secondary
Prevention Programs. Circulation 2000; 102: 1069-1073
5. Demers C, McKelvie R, Negassa A et al. Reliability, validity, and responsiveness of the six-
minute walk test in patients with heart failure. Am Heart J 2001; 142: 698-703
6. Morales FJ, Montemayor T, Martinez A. Shuttle versus six-minute walk test in the prediction
of outcome in chronic heart failure. International Journal Cardiology 2000; 76: 101-105
7. Tibb AS, Ennezat PV, Chen Ja et al. Diabetes lower aerobic capacity in heart failure. J Am
Coll Cardiol 2005; 46: 930-931
8. Kervio G, Ville NS, Leclercq C et al. Intensity and Daily Reliability of the Six-Minute Walk
Test in Moderate Chronic Heart Failure Patients. Arch Phys Med Rehabil 2004; 85:1513-1518
9. Alahdab MT, Mansour IN, Napan S et al. Six Minute Walk Test Predicts Long-Term All-
Cause Mortality and Heart Failure Rehospitalization in African-American Patients Hospitalized
With Acute Decompensated Heart Failure. J Card Fail 2009 ;15:130-135
10. Roul G, Germain P, Bareiss P. Does the 6-minute walk test predict the prognosis in patients
with NYHA class II or III chronic heart failure?. Am Heart J 1998; 449-457
11. Gayda M, Temfemo A, Choquet D et al. Cardiorespiratory Requirements and
Reproducibilityof the Six-Minute Walk Test in Elderly Patients With Coronary Artery Disease.
Arch Phys Med Rehabil 2004; 85: 1538-1543
12. Morante F, Güell R, Mayos M. Efficacy of the 6-Minute Walk Test in Evaluating
Ambulatory Oxygen. Therapy Arch Bronconeumol 2005; 41(11):596-600
13. Frankenstein L, Zugck C ,Nelles M et al . Sex-specific Predictive Power of 6-Minute Walk
Test in Chronic Heart Failure Is Not Enhanced Using Percent Achieved of Published Reference
Equations. J Heart Lung Transplant 2008; 427-434
14. Wu G, Sanderson B, Bittner V. The 6-minute walk test: How important is the
learning effect? Am Heart J 2003; 146 :129-133
15. Radke KJ, King KB, Blair ML et al. Hormonal responses to the 6-minute walk test in women
and men with coronary heart disease: A pilot study. J Heart Lung Transplant 2005; 34: 126-135
16. Balashov K, Feldman DE, Savard S et al.Percent Predicted Value for the 6-Minute Walk
Test: Using Norm-Referenced Equations to Characterize Severity in Persons With CHF. J Card
Fail 2008; 14: 75-81
17. Myers J. Principles of exercise prescription for patients with chronic heart failure. Heart Fail
Rev 2008; 13:61–68