Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

PEMBERIAN EDUKASI PENTINGNYA MPASI DALAM MENCEGAH


STUNTING DIMASA GOLDEN AGE

Oleh:

Ketua : Mella Yuria RA, S.KM.,M.Kes

Anggota Mahasiswa : Anisa Kusherawati (051911001)

Etik Sugiyanti (051922030)

Riszka Fadila Putri (051922029)

Wulan Larasati (051922031)

Ika Prasetia Tusiek (051811003)

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI D – III KEBIDANAN

UNIVERSITAS BINAWAN

Tahun 2022
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal Pengabdian Masyarakat Tahun 2022

Judul Kegiatan : Edukasi Pentingnya MPASI Dalam Mencegah Stunting Di


Masa Golden Age.

Ketua
a. Nama Lengkap : Mella Yuria RA, S.KM., M.Kes
b. NIDN : 0329048005
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Program Studi : Kebidanan
e. Alamat email : mella@binawan.ac.id
f. Telp/HP/faks : 08161647841

Anggota Mahasiswa (1)


a. Nama Lengkap : Anisa Kusherawati
b. NIM : 051911001
c. Perguruan Tinggi : Univeristas Binawan

Anggota Mahasiswa (2)


a. Nama Lengkap : Etik Sugiyanti
b. NIM : 051922030
c. Perguruan Tinggi : Univeristas Binawan

Anggota Mahasiswa (3)


a. Nama Lengkap : Riszka Fadila Putri
b. NIM : 051922029
c. Perguruan Tinggi : Univeristas Binawan

Anggota Mahasiswa (4)


a. Nama Lengkap : Wulan Larasati
b. NIM : 051922031
c. Perguruan Tinggi : Univeristas Binawan

Anggota Mahasiswa (5)


a. Nama Lengkap : Ika Prasetia Tusiek
b. NIM : 051811003
c. Perguruan Tinggi : Univeristas Binawan

Tahun Pelaksanaan : Tahun 2022


Biaya : Rp. 500.000
Lama Kegiatan : 1 hari

1
Jakarta, 26 Mei 2022

Mengetahui,

Dekan Ketua Pelaksana

Dr. Aliana Dewi., S.Kp., MN Mella Yuria R.A., SKM, M. Kes

(NIDN: 0329048005) (NIDN:0329048005)

Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Maryuni, Amd.Keb, SKM, MKM

(NIDN: 0317038003)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat rahmatnya
kami dapat merampungkan penulisan proposal dalam rangka pengabdian kepada
masyarakat yang berjudul “Peningkatan Pengetahuan Tentang Pentingnya MPASI
Dalam Mencegah Stunting Di Masa Golden Age”.
Tema ini diambil sesuai dengan kondisi yang terjadi saat ini dimana
permasalahan stunting menjadi ancaman bagi status gizi bayi dan balita di
Indonesia dan seperti fenomena gunung es. Diharapkan dari terlaksananya
kegiatan ini dapat memberikan edukasi kepada ibu-ibu yang memiliki bayi
dibawah 6 bulan dalam menyiapkan pemberian MPSI yang berkualitas.
Tim pengabdi merasa proposal ini masih terdapat kekurangan, maka dari
itu kami memerlukan kritik maupun saran untuk meningkatkan proposal
pengabdian masyarakat ini.Atas perhatian dan dukungannya kami ucapkan terima
kasih.

Tim Pengabdi

3
DAFTAR ISI

PROPOSAL KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT..........................................0

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................3

Tim Pengabdi.....................................................................................................................3

DAFTAR ISI......................................................................................................................4

BAB I.................................................................................................................................4

1.1 Analisa Situasi....................................................................................................4

1.2 Permasalahan Mitra............................................................................................7

1.3 Solusi..................................................................................................................8

BAB II.............................................................................................................................10

2.1 Stunting..................................................................................................................10

2.1.1 Definisi............................................................................................................10

2.1.2 Stunting pada Baduta.......................................................................................10

2.1.3 Faktor Penyebab Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan Penyebab...................11

2.2 Golden Age............................................................................................................17

2.2.1 Pengertian Golden Age....................................................................................17

2.2.2 Tahapan Perkembangan Bahasa Anak Fase Golden Age................................18

2.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)...................................................20

2.3.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI (MPASI)............................................20

2.3.2 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)...................20

2.3.3 Syarat-Syarat Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)......................21

2.3.4 Cara dan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI).....................21

2.3.5 Jenis – Jenis Makanan yang Boleh di Konsumsi Oleh Bayi............................23

2.3.6 Jenis Makanan yang Tidak Boleh di Konsumsi Oleh Bayi..............................24

2.3.7 Dampak Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Bagi Bayi.....................24

BAB III............................................................................................................................26

3.1 Metode Pelaksanaan.........................................................................................26

BAB V.............................................................................................................................31

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisa Situasi
Stunting merupakan permasalahan gizi kronis pada balita yang
ditandai dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya. Efek
stunting tidak hanya berimbas bagi kesehatan tetapi juga berpengaruh
terhadap kecerdasan anak. Salah satu penyebab terjadinya stunting adalah
prosedur pemberian MPASI yang kurang tepat sehingga menyebabkan
pemenuhan nutrisi dan zat gizi pada balita tidak mencukupi secara kualitas.
(Lailatul Khusnul Rizkia, 2021)
Stunting tidak terjadi begitu saja, tetapi dimulai dari prakonsepsi
ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia. Lebih parah
lagi ketika ibu hamil dengan asupan gizi yang tidak memadai, terlebih lagi
ketika ibu tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang tidak memadai.
Gangguan kesehatan dan perkembangan janin yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi (Fe, asam folat, hemoglobin) akan menyebabkan bayi
lahir dengan berat badan rendah Kurangnya kehadiran ibu dalam pelayanan
antenatak care selama kehamilan juga meningkatkan risiko berat badan lahir
rendah pada bayi 5. Stunting dapat dicegah dengan beberapa hal seperti
memberikan ASI Eksklusif, memberikan makanan yang bergizi sesuai
kebutuhan tubuh, membiasakan perilaku hidup bersi h, melakukan aktivitas
fisik, untuk menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat
gizi kedalam tubuh, dan memantau tumbuh kembang anak secara teratur.
Pemberian ASI eksklusif menurut Organisasi Kesehatan Dunia World
Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF)
merekomendasikan aturan menyusui adalah sebagai berikut: inisiasi
menyusui dalam satu jam pertama setelah melahirkan, ASI eksklusif selama
enam bulan pertama, dan ter us menyusui selama dua tahun dengan makanan
pendamping yang dimulai pada bulan keenam. ASI Eksklusif atau lebih
tepatnya pemberian ASI (Suradi Efendi, 2021).

5
Golden Age adalah masa keemasan bagi seorang anak yang berumur
0-6 tahun. Dimana pada masa ini adalah masa untuk anak usia dini untuk
mengekplorasi dengan semua yang mereka inginkan. Masa golden age
merupakan masa yang paling penting untuk membentuk karakter anak,
sementara itu tugas membentuk karakter seorang anak adalah tanggung
jawab orang tua karena anak terlahir dalam keadaan suci, dan orang tualah
yang akan menjadikan anak tersebut menjadi apapun seperti yang orang tua
harapkan.
Maria Montessori, seorang tokoh yang terkenal dengan model
pembelajaran anak usia dini, menyatakan bahwa pada rentang usia lahir
sampai 6 tahun anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa
dimana anak mulai peka/sensitif menerima berbagai rangsangan. Selama
masa periode sensitif inilah, anak begitu mudah menerima stimulus-stimulus
dari lingkungannya. Usia emas perkembangan anak merupakan masa dimana
anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya
pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Masa
peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan
dan perkembangan anak secara individual. Pada masa keemasan inilah
terjadi pematangan fungsifungsi fisik dan psikis sehingga anak siap
merespon dan mewujudkan semua tugas perkembangan yang diharapkan
muncul pada pola perilakunya sehari-hari.
Makanan pendamping air susu ibu (MPASI) merupakan makanan dan
minuman yang mengandung gizi yang diberikan pada bayi usia 6 bulan
sampai 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizinya selain dari ASI
(Usmiati, 2015). Pemberian MPASI dini dapat mengakibatkan
keterlambatan gerak motorik kasar bayi. Riskesdas (2013) mengemukakan
jenis MPASI dini yang banyak diberikan adalah susu formula, madu, kelapa
muda, pisang, teh manis, kopi, air putih, air gula, bubur, nasi, dan air tajin.
Faktor yang mempengaruh pemberian MPASI dini antara lain adalah
pekerjaan, tingkat pengetahuan, tradisi, tingkat pendidikan, dan pendapatan.

6
Dalam rangka mempertahankan kekuatan ekonomi keluarga banyak
ibu terutama yang tinggal di daerah urban/rural bekerja membantu suami
mencari nafkah. Sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menyusui
bayinya, dan lebih memilih memberikan PASI atau susu formula meskipun
ASI tetap diberikan. Pada kondisi yang lain agar bayi tidak lapar dan
menangis mereka memberikan makanan padat pada bulan-bulanpertama
kelahiran, seperti pisang, nasi yang dihaluskan, bubur tepung, campuran nasi
pisang dan sebagainya (Wiryo, 1998) yang identik dengan makanan
pendamping ASI (MPASI).
Penelitian yang dilakukan WHO (2006) di enam negara yaitu Brazil,
India, Gana, Norwegia, AS, Oman 49, 3 % telah memberikan MPASI dini
(Ahmad, 2008). Di Indonesia meskipun pemberian makanan pendamping
setelah bayi berumurkurang lebih empat bulan, namun pada kenyatannya
terutama di daerah urban atau rural, dimana makanan padat yang berupa nasi
dan pisang sudah diberikan sejak bayi baru lahir. Di beberapa daerah seperti
Madura, beberapa bayi sudah diberi makanan dalam minggu pertama. Telah
banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian makanan
pendamping diberikan terlalu dini. Menurut Soetjiningsih (1991) di Mengwi,
Bali tahun 1988 makanan tambahan telah diberikan pada usia 0-2 bulan
dengan presentase 70,3% dari porsi yang ada. Sedangkan menurut Setyowati
(1999) sekitar 41% bayi umur kurang dari 4 bulan selain diberi ASI juga
mendapat makanan tambahan pendamping ASI.
Menurut survei mikronutrien di 12 provinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa kelompok usia 6-11 bulan mengonsumsi zat gizi lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Imtihanatun dkk. (2013) menyebutkan bahwa balita yang mendapatkan MP-
ASI tidak sesuai memiliki risiko 7,4 kali mengalami stunting dibandingkan
balita yang mendapatkan MP-ASI sesuai.
Pemberian makanan selain ASI yang terlalu dini dapat mengakibatkan
diare karena kebersihan yang kurang. Produksi ASI pun berkurang karena
anak sudah kenyang dan jarang menyusu. Selain itu menimbulkan alergi di
kemudian hari karena usus bayi masih mudah dilalui protein asing. Terlalu

7
lambat memberikan makanan pendamping juga tidak baik karena ASI saja
hanya bisa memenuhi kebutuhan bayi sampai 6 bulan. Sehingga pemberian
MPASI lebih dari itu kemungkinan bayi akan mengalami malnutrisi
(Soetjiningsih, 1991), jenis MPASI yang diberikan pada anak harus bertahap
kepadatannya disesuaikan dengan perkembangan umurnya sebab hal ini
disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi. Pemberian MPASI berarti
memberikan makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan pada
bayi dan anak usia 6-24 bulan. Pemberian ASI secara eksklusif Selama enam
bulan pertama dan MPASI yang tepat merupakan upaya meningkatkan
kelangsungan hidup anak.
Berdasarkan data situasi diatas maka kami tertarik mengadakan
penyuluhan yang akan kami adakan di Kampus Universitas Binawan Jakarta
Timur, guna untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai Pentingnya
pemberian MPASI bagi bayi usia diatas 6 bulan”.
Penyuluhan Kepada Masyarakat merupakan suatu media untuk
menjembatani dunia pendidikan dengan masyarakat, dimana Perguruan
Tinggi dihadapkan pada masalah bagaimana warga / masyarakat khususnya
masyarakat diwilayah binaan Universitas Binawan mampu mengatasi
masalah kesehatan yang ada di lingkungannya. Penyuluhan masyarakat
merupakan wahana tempat aplikasi ilmu kebidanan yang di kembangkan di
program studi D3 Kebidanan Universitas Binawan, dimana penyuluhan
terhadap masyarakat didasarkan pada visi dan misi institusi yang telah
ditetapkan sebagai Perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penyuluhan
masyarakat yang dilakukan kerja sama antara dosen dan mahasiswa ini
dilakukan pada masyarakat bertempatan di Kampus universitas Binawan
Jakarta Timur, DKI Jakarta.

1.2 Permasalahan Mitra


Masalah kesehatan bayi di DKI Jakarta yang masih menjadi salah satu
sorotan yaitu, terjadinya Stunting. Hal ini merupakan salah satu indikator
untuk melihat keberhasilan upaya kesehatan bayi. Stunting yang disebabkan
oleh ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi, sehingga
menyebabkan buah hatinya turut kekurangan nutrisi indikator ini juga mampu

8
menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap
pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas.
Berdasarkan hasil SSGI 2021, prevalensi stunting menunjukkan penurunan
dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4%. Namun, prevalensi underweight
mengalami peningkatan dari 16,3% menjadi 17%. Merujuk hasil Studi Status
Gizi (SSGI) Tahun 2021 yang dirilis Kementerian Kesehatan, angka stunting
di Jakarta saat ini 16,8 persen. Angka itu turun dari 20,0 persen
pada tahun 2019.

1.3 Solusi
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting di
masa golden age yaitu: Denga cara pemberian MPASI untuk bayi usia diatas
6bulan-2 tahun. Dari data di atas, penyebab tidak langsung dari terjadi
stunting yaitu kurangnya pengetahuan pentingnya pemberian Mpasi pada bayi
diatas 6bulan - 2 tahun, maka bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai
peranan penting dalam hal pemberian informasi tentang Pemberian MPASI,
Memberikan penyuluhan pada ibu akan sangat berguna untuk meningkatkan
pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian MPASI untuk mencegah
stunting di masa golden age, pemberian informasi atau nasehat yang ditujukan
pada individu, atau bahkan kelompok masyarakat.

Dalam hal ini kegiatan yang diadakan adalah pengabdian masyarakat


tentang edukasi pentingnya MPASI untuk mencegah stunting dimasa golden
age yang dilakukan secara offline di Universitas Binawan dengan sasaran
peserta adalah kader masyarakat. Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan para kader dan ibu mengenai pentingnya
pemberian MPASI peserta akan siap secara fisik maupun psikologis dengan
bekal pengetahuannya tentang pentingnya pemberian MPASI untuk mencegah
stunting dimasa golden age.

1.4 Target Luaran


Target luaran dari dilaksanakan penyuluhan ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang pemberian MPASI pada
Bayi

9
2. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang jenis jenis makanan yang
boleh dan tidak boleh dikonsumsi bayi .
Kegiatan ini diharapkan dapat terlaksana secara periodik guna
meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian MPASI bagi
bayi usia diatas 6 bulan”.

10
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Stunting
2.1.1 Definisi
Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari
kegagalan pertumbuhan. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan
linear yang disebabkan adanya kekurangan asupan zat gizi secara kronis
dan atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang ditunjukkan
dengan nilai Z-Score tinggi badan menurut usia (TB/U) kurang dari -2
standar deviasi (SD) berdasarkan standar World Health Organization
(WHO). Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut
usia (PB/U) atau tinggi badan menurut usia (TB/U) yang merupakan
padanan istilah stunted (pendek) dan severly stunted (sangat pendek).
Kategori status gizi berdasarkan indeks panjang badan menurut usia
(PB/U) atau tinggi badan menurut usia (TB/U) anak usia 0-60 bulan
dibagi menjadi sangat pendek, pendek, normal, dan tinggi. (normala,
2017)

2.1.2 Stunting pada Baduta


Stunting pada bayi usia di bawah dua tahun (baduta) biasanya
kurang disadari karena perbedaan dengan anak yang tinggi badannya
normal tidak terlalu tampak. Stunting lebih banyak disadari setelah 9
anak memasuki usia pubertas atau remaja. Hal ini merugikan karena
semakin terlambat disadari, semakin sulit mengatasi stunting. Kondisi
stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam
jangka waktu yang lama, dan dihubungkan dengan penurunan kapasitas
fisik dan psikis, penurunan pertumbuhan fisik, dan pencapaian di
bidang pendidikan rendah. Anak yang stunting memerlukan waktu yang
cukup lama untuk dapat berkembang dan pulih kembali. Anak yang
gagal tumbuh dapat mengalami defisit perkembangan, gangguan
kognitif, prestasi yang rendah saat usia sekolah dan saat dewasa

11
menjadi tidak produktif yang akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan suatu bangsa.

Masa satu tahun pertama kehidupan, anak laki-laki lebih rentan


mengalami malnutrisi daripada perempuan karena ukuran tubuh lakilaki
yang besar dimana membutuhkan asupan energi yang lebih besar pula
sehingga bila asupan makan tidak terpenuhi dan kondisi tersebut terjadi
dalam waktu lama dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan. Namun
pada tahun kedua kehidupan, perempuan lebih berisiko menngalami
stunting. Hal ini terkait pola asuh orang tua dalam memberikan makan
pada anak dimana dalam kondisi lingkungan dan gizi yang baik, pola
pertumbuhan anak laki-laki lebih baik daripada perempuan.

2.1.3 Faktor Penyebab Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan Penyebab
Stunting sangat beragam dan kompleks, namun secara umum
dikategorikan menjadi tiga faktor yaitu faktor dasar (basic factors),
faktor yang mendasari (underlying factors), dan faktor dekat
(immediate factors). Faktor ekonomi, sosial, politik, termasuk dalam
basic factors; faktor keluarga, pelayanan kesehatan termasuk dalam
underlying factors sedangkan faktor diet dan kesehatan termasuk dalam
immediate factors.

Faktor keluarga seperti tingkat pendidikan orang tua, kondisi


sosial ekonomi, dan jumlah anak dalam keluarga merupakan faktor
risiko terjadinya stunting. Kondisi lingkungan di dalam maupun di
sekitar rumah juga dapat mempengaruhi terjadinya stunting.
Lingkungan yang kotor dan banyak polusi menyebabkan anak mudah
sakit sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.

Berikut ini merupakan faktor risiko stunting pada anak usia 6-12
bulan :

1) Asupan Makanan

Asupan makanan berkaitan dengan kandungan zat gizi yang


terdapat di dalam makanan yang dikonsumsi. Asupan makan

12
merupakan salah satu faktor risiko stunting secara langsung.
Asupan makan yang dikonsumsi oleh anak usia 6-12 bulan terdiri
dari ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI (MP-ASI).

a. MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu)

Sejak usia 6 bulan ASI saja sudah tidak dapat


mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi yang dibutuhkan
oleh bayi sehingga diperlukan Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) yang dapat melengkapi kekurangan zat gizi
makro dan mikro tersebut. MPASI adalah makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi dan diberikan kepada
bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan
gizi selain dari ASI Zat gizi pada ASI hanya memenuhi
kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan, untuk itu ketika
bayi berusia 6 bulan perlu diberi makanan pendamping ASI
dan ASI tetap diberikan sampai usia 24 bulan atau lebih.

Meskipun sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan zat


gizi secara lengkap, pemberian ASI tetap dianjurkan karena
dibandingkan dengan susu formula bayi, ASI mengandung
zat fungsional seperi imunoglobin, hormon oligosakarida,
dan lain-lain yang tidak terdapat pada susu formula bayi.
Makanan Pendamping ASI pertama yang umum diberikan
pada bayi di Indonesia adalah pisang dan tepung beras yang
dicampur ASI.

WHO Global Strategy for Feeding Infant and Young


Children pada tahun 2003 merekomendasikan agar
pemberian MPASI memenuhi 4 syarat, yaitu tepat waktu,
bergizi lengkap, cukup dan seimbang, aman, dan diberikan
dengan cara yang benar. Jika bayi diberikan makanan
pendamping ASI terlalu dini (sebelum enam bulan) maka
akan meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi
lainnya. Selain itu juga akan menyebabkan jumlah ASI

13
yang diterima bayi berkurang, padahal komposisi gizi ASI
pada 6 bulan pertama sangat cocok untuk kebutuhan bayi,
akibatnya pertumbuhan bayi akan terganggu. Praktik
pemberian MPASI pada anak usia dibawah dua tahun dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor
predisposisi yang meliputi pendapatan keluarga, usia ibu,
pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan jumlah balita
dalam keluarga; faktor pendorong yang meliputi
penyuluhan gizi, dukungan anggota keluarga, dan
dukungan kader posyandu dan petugas kesehatan; serta
faktor pendukung yaitu adanya partisipasi ibu ke posyandu.

Usia 6-9 bulan adalah masa kritis untuk mengenalkan


makanan padat secara bertahap sebagai stimulasi
keterampilan oromotor. Jika pada usia di atas 9 bulan
belum pernah dikenalkan makanan padat, maka
kemungkinan untuk mengalami masalah makan di usia
batita meningkat. Oleh karena itu konsistensi makanan
yang diberikan sebaiknya ditingkatkan seiring
bertambahnya usia. Mula-mula diberikan makanan padat
berupa bubur haluspada usia 6 bulan. Makanan keluarga
dengan tekstur yang lebih lunak (modified family food)
dapat diperkenalkan sebelum usia 12 bulan. Pada usia 12
bulan anak dapat diberikan makanan yang sama dengan
makanan yang dimakan anggota keluarga lain (family
food).

Berdasarkan petunjuk WHO, kebutuhan energi dari


makanan pelengkap untuk bayi dengan rata-rata asupan
ASI di negara berkembang adalah sekitar 200 kkal / hari
pada usia 6 - 8 bulan, 300 kkal / hari pada usia 9 - 11 bulan,
dan 550 kkal / hari pada usia 12 - 23 bulan. Laju
pertumbuhan anak baduta lebih cepat daripada anak usia
prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang

14
relatif lebih besar. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan
perkembangan kecerdasannya, tubuhnya juga mengalami
perkembangan sehingga jenis makanan dan cara
pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Oleh karena itu, pola makan anak baduta harus
sangat diperhatikan oleh pengasuh atau orang tua, dimana
porsi makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
frekuensi yang sering.30 Kekurangan atau kelebihan zat gzi
pada periode usia 0-2 tahun umumnya bersifat ireversibel
dan akan berdampak pada kualitas hidup jangan pendek dan
jangka panjang. Kekurangan gizi pada anak dihubungkan
dengan defisiensi makronutrien dan mikronutrien.

Anak yang mengalami defisiensi asupan protein pada


masa seribu hari pertama kehidupan dan berlangsung lama
meskipun asupan energinya tercukupi akan mengalami
hambatan pada proses pertumbuhan tinggi badan.31
Stunting akan mempengaruhi perkembangan otak dalam
jangan panjang yang selanjutnya memberikan dampak pada
kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan anak. Selain
itu, gangguan pertumbuhan linear juga akan mempengaruhi
daya tahan tubuh serta kapasitas kerja.

b. ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif


adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur,
biskuit dan tim. ASI merupakan makana yang ideal
diberikan kepada bayi sehingga pemberian ASI secara
eksklusif dianjurkan selama masih mencukupi kebutuhan
bayi. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi ASI
sehingga pemberian ASI secara eksklusif dapat berhasil
adalah dengan inisiasi menyusui dini (IMD).32 Inisiasi

15
menyusui dini (IMD) adalah pemberian ASI (air susu ibu)
pada 1 jam pertama atau <1jam setelah melahirkan dengan
cara kontak dengan kulit secara langsung.

WHO (WorldHealthOrganization) pada tahun 2003


mengeluarkan rekomendasi tentang praktik pemberian
makan bayi yang benar yaitu memberikan ASI sesegera
mungkin setelah melahirkan (<1jam) dan secara eksklusif
selama 6 bulan serta memberikan MP-ASI pada usia genap
6bulan sambil melanjutkan ASI hingga usia 24 bulan.

Pengaruh ASI eksklusif terhadap perubahan status


stunting disebabkan oleh fungsi ASI sebagai anti-infeksi.
Pemberian ASI yang kurang dan pemberian makanan atau
formula terlalu dini dapat meningkatkan risiko stunting
karena bayi cenderung lebih mudah terkena penyakit infeksi
seperti diare dan penyakit pernafasan.

2) Berat Badan Lahir Rendah

Ukuran bayi ketika lahir berhubungan dengan pertumbuhan


linear anak. Menurut WHO, Berat badan lahir rendah (BBLR)
dapat didefinisikan sebagai berat badan bayi ketika lahir kurang
dari 2500gram dengan batas batas atas 2499 gram, sedangkan
berdasarkan dokumen data RISKESDAS 2013, kategori berat
badan lahir dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <2500 gram
(BBLR), 2500-3999 gram, dan ≥ 4000 gram. Persentase bayi lahir
pendek pada anak perempuan (21,4%) lebih tinggi dari pada anak
laki-laki (19,1%). Di Jawa Tengah, persentase bayi lahir pendek
sebesar 24,5% melebihi prevalensi nasional sebesar 20,2%.

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR terutama


yang berkaitan dengan status gizi ibu selama masa kehamilan.
Kelahiran bayi dengan kondisi BBLR menunjukkan adanya
retardasi pertumbuhan dalam uterus baik akut maupun kronis.
Sebagian besar bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki

16
kemungkinan mengalami gangguan pertumbuhan pada masa anak-
anak karena lebih rentan terhadap penyakit diare dan penyakit
infeksi.

3) Panjang Badan Lahir Rendah

Jika seorang ibu hamil mengalami kurang gizi sejak awal


kehamilan maka akan berdampak pada berat badan maupun
panjang badan lahir bayi yaitu kurus dan pendek. Panjang badan
lahir bayi dikategorikan normal apabila ≥ 48 cm dan pendek
apabila < 48 cm. Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi
dengan panjang badan lahir rendah (<48 cm) dengan angka
nasional adalah 20,2%.

4) Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi akibat virus atau bakteri dalam waktu


singkat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan
tubuh terhadap cairan, protein, dan zat-zat gizi lain. Disisi lain,
adanya penyakit infeksi dapat menyebabkan penurunan nafsu
makan dan keterbatasan dalam mengonsumsi makanan. Hal ini
dapat menyebabkan malnutrisi akibat penyakit infeksi.

5) Pola Asuh

Pola asuh merupakan praktik di rumah tangga yang


diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan
serta sumber lain untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pemberian pola asuh makan yang memadai
berhubungan dengan baiknya kualitas konsumsi makanan balita,
yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.

6) Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan ibu yang tidak memadai terkait gizi dan praktik-


praktik yang tidak tepat merupakan hambatan signifikan terhadap
peningkatan status gizi pada anak. Survei Demografi dan

17
Kesehatan Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa kurang dari
satu dari tiga bayi dibawah usia enam bulan diberi ASI eksklusif
dan hanya 42% anak usia 6-23 bulan menerima makanan
pendamping ASI (MPASI) yang sesuai dengan praktik-praktik
yang direkomendasikan tentang pengaturan waktu, frekuensi, dan
kualitas.

7) Pendidikan Ibu

Tinggi rendahnya pendidikan ibu berkaitan erat dengan


pengetahuan terhadap gizi. Berdasarkan hasil penelitian di Bogor,
lamapendidikan ibu berhubungan dengan status gizi balita menurut
skor Z Indeks TB/U. Demikian juga dengan hasil penelitian yang
dilakukan di Kenya yang menyatakan bahwa anak-anak yang
dilahiran dari ibu berpendidikan berisiko lebih kecil untuk
mengalami malnutrisi yang dimanifestasikan sebagai wasting atau
stunting dari pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu tidak
berpendidikan. Dalam masyarakat dimana proporsi ibu
berpendidikan tinggi, memungkinkan untuk menyediakan sanitasi
yang lebih baik, pelayanan kesehatan dan saling berbagi
pengetahuan atau informasi mengenai kesehatan. Prevalensi anak
pendek yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga yang
tidak berpendidikan adalah 1,7 kali lebih tinggi dari prevalensi
diantara anak-anak yang tinggal dirumah dengan kepala keluarga
yang berpendidikan tinggi.

2.2 Golden Age


2.2.1 Pengertian Golden Age
Golden Age adalah masa keemasan bagi seorang anak yang
berumur 0-6 tahun. Dimana pada masa ini adalah masa untuk anak usia
dini untuk mengekplorasi dengan semua yang mereka inginkan. Masa
golden age merupakan masa yang paling penting untuk membentuk
karakter anak, sementara itu tugas membentuk karakter seorang anak
adalah tanggung jawab orang tua karena anak terlahir dalam keadaan

18
suci, dan orang tualah yang akan menjadikan anak tersebut menjadi
apapun seperti yang orang tua harapkan.
Maria Montessori, seorang tokoh yang terkenal dengan model
pembelajaran anak usia dini, menyatakan bahwa pada rentang usia lahir
sampai 6 tahun anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa
dimana anak mulai peka/sensitif menerima berbagai rangsangan.
Selama masa periode sensitif inilah, anak begitu mudah menerima
stimulus-stimulus dari lingkungannya. Usia emas perkembangan anak
merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai
stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik
disengaja maupun tidak disengaja. Masa peka pada masing-masing
anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak
secara individual. Pada masa keemasan inilah terjadi pematangan
fungsifungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan
mewujudkan semua tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada
pola perilakunya sehari-hari.

2.2.2 Tahapan Perkembangan Bahasa Anak Fase Golden Age


Perkembangan bahasa dimulai dari ketika anak dilahirkan
sampai dengan ia bisa berbicara. The American Speech-Language-
Hearing Association (Dalam Levey and Polirstok, 2011: 133-
134)menyatakan bahwa tahapan perkembangan bahasa anak sebagai
berikut:
1) Birth to 3 months (Lahir sampai usia 3 bulan) Children make
pleasure sounds (e.g., cooing, going), cries differently for
different needs and smiles when sees you. (Anak-anak senang
membuat suara seperti mendengkur), menangis untuk
kebutuhan yang berbeda dan tersenyum ketika melihatmu)
2) 4 to 6 months (4 sampai 6 bulan)
Babbling sounds more speech-like with many different sounds,
including p, b, and m, chuckles and laughs, vocalizes
excitement and displeasure, and makes gurgling sounds when
left alone and when playing with you. (Berbicara dalam

19
berbagai macam bunyi, termasuk p, b dan m, tertawa,
menyuarakan kegembiraan danperasaan tidak senang, dan
mendenguk ketika sendirian dan ketika bermain bersamamu)
3) 7 months to 1 Years (7 bulan sampai 1 tahun)
Babbling has both long and short groups of sounds, such as
‘tata upup bibibibi’, use speech or noncrying sounds to get and
keep attention, uses gestures to communicate (e.g., waving,
holding arms to be picked up), imitates different speech sounds,
and has one or two words (e.g., hi, dog, dada, mama) around
first birthday, although sounds may not be clear. (Babbling
memiliki bunyi yang panjang dan pendek, seperti ‘tata upup
bibibibi’, bicara atau seperti menangis untuk mendapatkan
perhatian, menggunakan gerak isyarat untuk berkomunikasi
(seperti melambai, memegang lengan untuk diangkat,
menirukan bunyi yang berbeda, dan memilikisatu atau dua kata
seperti hi, dog, dada, mama yang berada di sekitarnya sejak
lahir, meskipun bunyinya belum terlalu jelas).
4) 1 to 2 Years (1 sampai 2 tahun)
Says more words every month, uses some one-or two-word
questions (e.g., “Where kitty?” “Go bye-bye?” “What’s
that?”), puts two words together (e.g., “more cookie,” “no
juice”. “mommy book”), and uses many different consonant
sounds at the beginning of words. (bayi sudah bisa mengatakan
banyak kata di setiap bulannya, menggunakan satu atau dua
kata untuk bertanya, (seperti “Dimana kitty?” “Bay-bay” “Apa
itu”), mengambil dua kata secara bersama (seperti “kuenya
lagi” “tidak ada jus” ‘ibu, buku”), dan menggunakan banyak
bunyi konsonan yang berbeda di awal kata).
5) 2 to3 Years (2 sampai 3 tahun)
Has a word for almost everything, use two or three words to
talk about and ask for things, uses k, g, f, t, d, and n sounds,
speech is understood by familiar listeners most of the time, and
often asks for or directs attention to objects by naming them.

20
(Memiliki kata untuk setiap hal, menggunakan dua atau tiga
kata untuk berbicara atau bertanya terkait sesuatu dengan
menggunakan bunyi k, g, f, t, d dan n, bisa memahami
pembicaraan orang yang dikenal sepanjang waktu dan
seringkali bertanya terkait benda yang menarik perhatiannya).

2.3 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)


2.3.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Beberapa para ahli mendefinisikan tentang MPASI yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.Makanan pendamping ASI (MPASI) adalah
makanan atau minuman yang mengandung gizi yang diberikan
disamping ASI kepada bayi berusia 6-12 bulan (Monika, 2014).
MPASI merupakan makanan bayi kedua menyertai ASI dengan
struktur dan kepadatan sesuai kemampuan cerna bayi (Sitompul,
2014). Usia 0-4 bulan merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilakan sebagai periode
emas. Periode dapat diwujudkan apabila masa ini memperoleh asupan
gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal(Depkes RI, 2010).
Makanan pendampig ASI hanya boleh di berikan pada bayi yang
berusia diatas 6 bulan.
2.3.2 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI)
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI yaitu untuk
menambah energi serta zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI
tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus (Pontoh,
2015). Selain itu pemberian MPASI juga untuk melengkapi asupan
ASI yang sudah berkurang, mengembangkan kemampuan bayi untuk
menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan
bentuk, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan
menelan serta mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung
kadar energy tinggi (Maryanti et al., 2011).

21
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI yaitu untuk
menambah energi kepada bayi serta memenuhi kebutuhan tubuh bayi
dan juga untuk mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah
dan menelan.

2.3.3 Syarat-Syarat Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)


Syarat-syarat pemberian Makanan Pendamping ASI yang
dijelaskan menurut beberapa para ahli adalah sebagai berikut. Menurut
Lestaru, dkk (2015) anak yang diberikan MPASI saat usia ≥ 6 bulan
memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang
telah diberikan MPASI dini. Hal ini karena pada saat bayi berusia 6
bulan keatas sistem pencernaannya sudah relative sempurna dan siap
untuk menerima makanan padat, Syarat pemberian MPASI yang
cukup, baik kualitas dan kuantitasnya dapat memberikan jaminan
terhadap pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak selanjutnya.
Menurut Nurmayanti dan gulo (2015) Syarat universal yang
harus dipenuhi MPASI antara lain adalah, mempunyai komposisi
sesuai kebutuhan, baik zat gizi makro (energy, protein, dan lemak)
maupun zat gizi mikro (vitamin dan minral), MPASI harus
mempunyai kepadatan zat gizi yang tinggi, yaitu volume kecil tetapi
jumlah zat gizi optimal, mutu biologis zat gizi tinggi, mudah dicerna
dan diabsorbsi, dan higienis dan mudah disiapkan. Syarat pemberian
MPASI yaitu henya kepada bayi yang berusia diatas 6 bulan dengan
komposisi yang sesuai bagi kebutuhan bayi.
2.3.4 Cara dan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Dalam pemberian MPASI mempunyai cara-cara yang dijelaskan
oleh para ahli. Cara pemberian MPASI pada bayi yaitu, harus di
berikan dengan hati-hati sedikit demi sedikit dari bentuk encer
kemudian yang lebih kental secara berangsur-angsur, makanan
diperkenelkan satu persatu sampai bayi benar-benar dapat
menerimanya (Kristiyanasari & Jitowiyono, 2010) Untuk mencapai
tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategi for Infant and
Young Child Feeding.

22
World Health Organization (WHO) merekomendasikan 4 hal
penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu
kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua
memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga
memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) sejak bayi berusia 6
bulan sampai bayi berusia 24 bulan dan keempat meneruskan ASI
sampai anak berusia 2 tahun(Depkes RI, 2012). Cara pemberian
MPASI harus di berikan secara berhati-hati dan memperkenalkan
makanan satu persatu sampai bayi benar-benar menerimanya.
Dalam pemberian makanan pendamping ASI terdapat beberapa
pola pemberian MPASI yang di jelaskan menurut para ahli sebagai
berikut. Pemberian makanan pendamping ASI hanya bisa diberikan
pada saat anak berusia 6 tahun keatas, pada usia 6 bulan diberikan
jenis makanan yang lumat dan halus (bubur tepung beras) yang dibuat
encer dan disaring dengan frekuensi makan 2-3 kali sehari, pada usia
7-9 bulan diberikan makanan lembut (bubur dari beras utuh) yang di
lumatkan dengan cairan dengan frekuensi makan 2-3 kali sehari
ditambah cemilan atau makanan selingan sehat 1-2 kali, pada usia 10-
12 bulan diberikan makanan lembut yang lebih padat (nasi) biasanya
dilembutkan dengan frekuensi makan 3-4 kali sehari dapat ditambah
cemilan atau selingan sehat 1-2 kali, pada usia 12 bulan-2 tahun
diberikan makanan yang dimakan keluarga dengan bumbu yang tidak
terlalu tajam, bila perlu dihaluskan dengan frekuensi 3-4 kali di
tambah makanan selingan 1-2 kali (Yudith & Palupi, 2015)
Setiap kali makan, berilah makanan pendamping ASI dengan
takaran sesuai usia bayi yaitu, pertama pada umur 6 bulan berilah 6
sendok makan, kedua pada umur 7 bulan berilah 7 sendok makan, ke
tiga pada umur 8 bulan berilah 8 sendok makan, dan pada umur 9
bulan berilah 9 sendok makan(Anggraeni, 2011). Berdasarkan
penjelasan menurut para ahli tentang pola pemberian MPASI yaitu
harus di sesuaikan dengan usia bayi mulai dari jenis makanan dan
porsi makan.

23
2.3.5 Jenis – Jenis Makanan yang Boleh di Konsumsi Oleh Bayi
Selain pola pemberian MPASI pada paragraf ini akan membahas
tentang makanan yang boleh di konsumsi dikonsumsi bayi. Syarat-
syarat makanan bayi yang sehat yaitu jenis makanan bayi harus
memenuhi cakupan energi seperti bahan-bahan masakan (beras, buah,
daging, gula dll), makanan harus memenuhi semua zat gizi yang di
butuhkan bayi, Porsi makan harus disesuaikan dengan kemampuan
makan bayi, memperhatikan kebersihan individu dan lingkungan,
kebersihan bayi harus dijaga agar bayi tidak terkena penyakit
(Anggraeni et al., 2019)
Pemberian MPASI dengan tepat dan benar akan mendukung
tumbuh kembang bayi baik kognitif psikomotorik dan menumbuhkan
kebiasaan makan yang baik (Muthmainnah, 2010). Pemberian MPASI
harus dilihat sesuai jenis makanan bayi yang sesuai dengan cakupan
energi bayi, ketepatan waktu serta usia bayi. Pemberian makanan pada
bayi usia 0-6 bulan yaitu hanya ASI tanpa makana atau minuman
tambahan lain, pada bayi usia 6 bulan diberikan makanan lumat
seperti bubur saring dengan frekuensi 2-3 kali sehari dengan jumlah 2-
3 sendok makan (30-45 ml) setiap aktu makan, pada bayi 7-9 bulan di
berikan makanan lembut seperti bubur dari beras utuh, bubur atau
kentang kukus dilumutkandengan cairan dengan frekuensi makan 2-3
kali sehari bisa ditambah cemilan atau makanan selingan sehat 1-2
kali dengan jumlah 2-3 sendok makan setiap waktu makan, pada bayi
usia 10-12 bulan di berikan makanan lembut yang lebih padat seperti
nasi tim biasa yang dilembutkan dan ditambah cemilan sehat seperti
biscuit dengan frekuensi makan 3-4 kali sehari, cemilan 1-2 kali sehari
dan pada bayi 12-24 bulan diberikan makanan yang biasa dimakan
oleh keluarga denga bumbu yang tidak terlalu tajam dan dihaluskan
seperlunya dengan frekuensi makan 3-4 kali sehari ditambah selingan
cemilan sehat 1-2 kali sehari (Yudith & Palupi, 2015)

24
2.3.6 Jenis Makanan yang Tidak Boleh di Konsumsi Oleh Bayi
Selain makanan yang boleh dikonsumsi bayi menurut beberapa
para ahli ada juga makanan-makanan yang harus dihindari oleh bayi.
Makanan Pendamping ASI yang tidak di bolehkan untuk dikonsumsi
yaitu makanan yang terlalu berlemak, manis, asin, memakai banyak
penyedap rasa, pewarna, pengawet, makanan terlalu pedas dan buah –
buahan yang mengandung gas seperti durian dll (Fanny, 2012).
Bayi yang mengkonsumsi makanan mengandung banyak protein
akan mengalami masalah pada ginjalnya, sebab makanan yang tidak
sesuai dengan kandungan gizi dan usia bayi akan memperberat kerja
ginjal bayi, selain itu makanan laut seperti udang, ikan, cumi-cumi,
lobster atau litam jenis makanan ini tidak di anjurkan sebab makanan
ini berpotensi menimbulkan alergi pada bayi, susu sapi murni juga
tidak di anjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi, sebab pencernaan bayi
belum mampu menerima protein serta kafein yang terkandung dalam
susu sapi, (Anggraeni, 2011)
Jenis makanan bayi juga perlu diperhatikan, karena makanan
yang salah dikonsumsi oleh bayi akan menyebabkan gangguan pada
organ- organ tertentu seperti usus, ginjal dll.

2.3.7 Dampak Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini Bagi Bayi


Dampak memberikan MPASI terlalu dini pada bayi.Apabila
bayi diberikan MPASI terlalu cepat misal pisang atau nasi bisa
menyebabkan gangguan usus, misal tersumbat atau melintir.Dinding
usus berisi jonjot – jonjot usus yang didalamnya berisi enzim dengan
fungsi mengolah makanan yang masuk ke dalam saluran usus, maka
makanan padat yang masuk tidak diolah, cuma memberi rasa kenyang
tetapi tidak diserap, karena enzim yang bertugas mencerna masih
kurang (Boldini et al., 2015). Selain itu dapat mengakibatkan
munculnya berbagai penyakit seperti gangguan menyusui, beban
ginjal yang terlalu berat dan mungkin gangguan terhadap selera makan
(S, 2000).
Apabila bayi diberikan susu formula secara salah, misal bayi

25
kurang dari enam bulan sudah diberi susu full cream maka bayi bisa
mengalami diare karena usus belum bisa mencerna kadar laktosa yang
terlalu tinggi (Boldini et al., 2015) Apabila bayi diberikan makanan
pendamping ASI yang tidak baik akan mempengaruhi proses
pertumbuhan pada bayi dan juga menyebabkan kerusakan pada organ-
organ bayi.

26
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Metode Pelaksanaan


3.1.1 Metode Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat
Pelaksanaan pengabdian masyarakat dengan tema Penyuluhan
pemberian edukasi pentingnya MPASI dalam mencegah stunting di masa
goden age yang dilakukan secara langsung / tatap muka. Adapun tahapan
dari metode pelaksanaan pengabdian masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Tahapan pengiriman proposal
Merupakan tahapan pembuatan dan pengiriman proposal dari tim
pengabdi ke Fakultas lalu proposal diteruskan ke Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Binawan untuk
disetujui dan dikeluarkannya surat tugas.
2. Pengumpulan data dan informasi.
3. Pendataan Peserta yang akan mengikuti kegiatan. Peserta kegiatan
berasal dari ibu kader yang berada di wilayah sekitar Universitas
Binawan, selain itu tim pengabdi juga mempromosikan kegiatan
pengabdian masyarakat melalui media sosial.
4. Persiapan dan kerangka kerja kegiatan yang akan dilakukan.
5. Pemberian materi.

27
Tabel 1
Materi Kegiatan Pengabdian Masyarakat

No Materi Petugas Pokok Bahasan

a. Pembuka
Tim
1. Pendahuluan b. Perkenalan
Pengabdi
c. Pre test

a. Materi Pemberian MPASI


1. Pengertian MPASI
2. Tujuan MPASI.
Tim 3. Syarat-syarat pemberian MPASI.
2. Pembahasan
Pengabdi 4. Pengolahan MPASI
5. Jenis makanan yang dapat diolah menjadi
MPASI
b. Tanya jawab

Tim a. Penutupan
3. Penutupan
Pengabdi b. Post test

28
3.1.2. Kerangka Pemecahan Masalah

Masih ditemukan masalah: kurangnya


pengetahuan ibu mengenai pentingnya
pemberian MPASI untuk mencegah stunting
pada bayi diatas 6 bulan

Mengundang beberapa ibu bayi untuk mengikuti


Edukasi tentangPentingnya MPASI Dalam Mencegah
Stunting Di Masa Golden Age.

Penyelesaian/aksi:

Mengadakan Edukasi tentangPentingnya MPASI


Dalam Mencegah Stunting Di Masa Golden Age
bagi bayi usia diatas 6 bulan

3.1.3. Gambaran Iptek


Gambaran Iptek yang akan ditransfer kepada mitra/peserta dalam
pengabdian masyarakat ini diawali dengan proses pendataan ibu yang
memiliki bayi dibawah usia 6 bulan di beberapa wilayah DKI Jakarta
Timur (Kelurahan Cawang & Kelurahan Cililitan) setelah itu tim pengabdi
melakukan studi atau pengkajian hal-hal apa saja yang sudah diketauhi
oleh kader dan ibu hamil tentang resiko tinggi pada kehamilan.
Selanjutnya merumuskan kegiatan dan membentuk kerangka kerja
kegiatan pengabdian masyarakat serta mengundang kader untuk mengikuti
kegiatan yang dilakukan offline di Universitas Binawan.

29
Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat dengan tema pemberian
MPASI pada usia golden age menyampaikan beberapa materi antara lain
pengertian MPASI, tujuan MPASI, syarat-syarat MPASI, jenis-jenis
MPASI,dan cara pengolahan MPASI.

30
BAB IV
ORGANISASI, BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1. Organisasi

A. Susunan organisasi pengabdian masyarakat


Ketua : Mella Yuria R.A.,SKM.,Mkes
Anggota Mahahsiswa : Anisa Kusherawati , Etik Sugiyanti, Riszka Fadila
Putri, Wulan Larasati dan Ika Prasetia Tusiek.

B. Kepakaran Tim Pengabdian


Narasumber adalah dosen dengan latar belakang kebidanan dan kesehatan
masyarakat.

4.2. Biaya
Biaya yang digunakan untuk penyluhan ini sebesar Rp.500.000 yang
digunakan untuk pembuatan media,l eflet dan fotocopy kuesioner serta untuk
pembelian cinderamata.

4.3. Jadwal Kegiatan


Table 3
Jadwal Kegiatan Pengabdian Masyarakat

No Kegiatan Bulan Desember

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

1. Tahap pengiriman proposal

2. Pengumpulan data dan informasi kegiatan

3. Promosi kegiatan melalui sosial media

4. Persiapan kerangka kerja

5. Pemberian materi

6. Evaluasi kegiatan

31
BAB V

PENUTUP

Dengan terlaksananya kegiatan pengabdian masyrakat dalam bentuk


penyuluhan masyarakat dari mahasiswa Universitas Binawan tentang
Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai Pentingnya pemberian MPASI bagi
bayi usia diatas 6 bulan. Yang dilaksanakan oleh Dosen Prodi D3 Kebidanan
Universitas Binawan, maka diperoleh hasil sesuai dengan standar Tridarma
Pergururan Tinggi.

Sesuai dengan hasil yang dicapai, maka dapat dinyatakan kegiatan


pengabdian masyrakat dalam bentuk Penyuluhan Masyarakat tentang
Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai Pentingnya pemberian MPASI bagi
bayi usia diatas 6 yang dilaksanakan oleh Dosen dan Mahsiswi Prodi DIII
Kebidanan Universitas Binawan telah dilaksanakan dengan baik.

Jakarta, 31 Mei 2022

Mengetahui,

Ka. Prodi Kebidanan Ketua Pelaksana

(Dinni Randayani, SST.MKes) (Mella Yuria RA, SKM. MKes)

32
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni. (2011). Bee Media Indonesia.


Anggraeni, N. P. D. A., Herawati, L., & Widyawati, M. N. (2019). The THE
EFFECTIVENESS OF POSTPARTUM YOGA ON UTERINE
INVOLUTION AMONG POSTPARTUM WOMEN IN INDONESIA.
International Journal of Nursing and Health Services (IJNHS), 2(3), 124–
134. https://doi.org/10.35654/ijnhs.v2i3.164
Boldini, M., Cerantola, Y., Valerio, M., & Jichlinski, P. (2015). Urologie. In
Revue Medicale Suisse (Vol. 11, Issues 456–457).
https://doi.org/10.53738/revmed.2019.15.634.0167
Depkes RI. (2010). Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat,.
Depkes RI. (2012). Riset Kesehatan Dasar Tahun. Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Fanny. (2012).. In Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat
Kecemasan Orangtua Anak Yang Dirawat Di Ruang Picu Dan Nicu Rsup
Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Kristiyanasari, W., & Jitowiyono, S. (2010). Asuhan Keperawatan Neonatus dan
Anak. Nuha Medika.
Maryanti, D., Sujianti, & Budiarti, T. (2011). Buku Ajar Neonatus, Bayi dan
Balita. Trans Info Media (TIM).
Monika, F. B. (2014). Buku Pintar ASI dan Menyusui (S. K (ed.)). Noura Books.
Muthmainnah, F. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan
Ibu dalam Memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu di Puskesmas
Pamulang 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1–101.
S, P. (2000). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Bee Media Indonesia.
Yudith, M., & Palupi, T. (2015). Makanan Pendamping ASI. Asha Book.

33

Anda mungkin juga menyukai