Oleh:
NOORMI HANDAYANI
NIM : 19.4210.1851
i
ii
RINGKASAN
Zat warna alami bersifat ramah lingkungan dan tidak beracun sedang zat
warna kimia/sintetis bersifat racun dan tidak ramah lingkungan. Salah satu sumber
antosianin yang murah dan banyak terdapat di Indonesia adalah pada ubi jalar
ungu memiliki kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan
varietas yang lain. Penelitian ini dilakukan ekstraksi antosianin dari ubi ungu
menggunakan teknik ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Proses
pewarnaan dilakukan secara pre-mordanting dan tanpa mordan. Senyawa yang
digunakan adalah tawas. Pada proses pencelupan kain pada ekstrak antosianin
dilakukan variasi lama waktu perendaman yaitu 12, 18, 24 dan 30 jam.
Selanjutnya diuji tahan luntur warna terhadap pencucian, penodaan, gosokan
basah dan gosokan kering. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa lama
perendaman dan premordanting serta tanpa mordan tidak berpengaruh terhadap
hasil warna ekstraksi ubi ungu pada kain katun, tetapi untuk uji ketahanan luntur
warna terhadap pencucian 40°C memiliki nilai 1-2, namun untuk nilai penodaan
warna dan ketahanan luntur terhadap gosokan memiliki nilai 4-5 dimana untuk
tahan lunturnya adalah baik. Pre-mordanting dan tanpa mordan berpengaruh
terhadap warna yang dihasilkan yaitu untuk pre-mordanting kain berwarna ungu
dan tanpa mordan kain berwarna merah muda.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, kami mampu menyelesaikan laporan penelitian
“Ekstraksi Antosianin dari Ubi Ungu sebagai Pewarna pada Kain” yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Teknik
Kimia Fakultas Teknik 17 Agustus Semarang.
Penyusunan proposal penelitian ini dapat terlaksana dengan baik berkat
dukungan dari banyak pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ery Fatarina P., ST. MT. IPM dan Bp.
Ahmad Shobib ST. MT. selaku dosen pembimbing atas bimbingannya selama ini
sehingga terselesaikannya proposal penelitian ini, kepada Bapak dan Ibu dosen
Program Studi Teknik Kimia Universitas 17 Agustus Semarang yang telah
memberikan bekal ilmu, orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa,
motivasi dan semangatnya, serta sahabat dan teman-teman yang selalu
memberikan dukungan dan bantuan.
Penulis berharap semoga nantinya proposal penelitian ini dapat
mengantarkan pada penelitian yang memberikan manfaat, masukan dan saran
kami perlukan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
RINGKASAN................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 5
1.4 Luaran.......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Ubi Ungu .................................................................... 6
2.1.1 Klasifikasi Ubi Ungu.......................................................... 6
2.1.2 Kandungan dan Manfaat Ubi Ungu.................................... 7
2.2 Zat Pewarna Tekstil..................................................................... 9
2.3 Antosianin.................................................................................... 13
2.4 Ekstraksi..................................................................................... 15
2.4.1 Metode Ekstraksi ............................................................... 16
2.4.2 Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Eksttraksi............ 18
2.5 Solvent/Pelarut........................................................................... 18
2.5.1 Syarat-syarat Pelarut .......................................................... 18
2.5.2 Metanol............................................................................... 19
2.6 Proses Mordanting ...................................................................... 20
2.7 Proses Pewarnaan ....................................................................... 22
2.8 Pengujian Tahan Luntur Warna ................................................. 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Percobaan.................................................................. 27
v
3.1.1 Metodologi Penelitian....................................................... 27
3.1.2. Penetapan Variabel Penelitian .......................................... 29
3.2 Bahan dan Alat Yang Digunakan................................................ 31
3.2.1. Bahan yang digunakan...................................................... 31
3.2.2. Rangkaian Alat ................................................................. 31
3.3 Diagram Alir Prosedur Percobaan............................................... 32
3.4 Cara Kerja ................................................................................... 35
3.4.1 Proses Ekstraksi Antosianin dari ubi ungu........................ 35
3.4.2 Ekstraksi Antosianin dari ubi ungu untuk Pewarna Kain.. 35
3.4.3 Pemotongan Kain…......................................................... 36
3.4.4 Aplikasi Zat Warna Antosianin Menggunakan Mordan . . 37
3.4.5 Aplikasi Zat Warna Antosianin Tanpa Mordan ............... 38
3.4.6 Uji Laboratorium............................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Antosianin dari ubi ungu.................................................. 39
4.2 Pengaruh Lama Perendaman kain terhadap hasil warna ekstraksi
Ubi ungu pada kain katun............................................................ 41
4.3 Pengaruh pre-mordanting dan tanpa mordan terhadap hasil uji
tahan warna terhadap pencucian penodaan dan gosokan kering. 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 46
5.2 Saran............................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.4 Tingkat Nilai Pengujian Warna pada skala grey scale.......................... 25
Tabel 2.5 Tingkat Nilai Pengujian Warna pada skala staining scale.................... 26
Tabel 3.1 Desain Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian 40°C ............... 30
Tabel 3.2 Desain Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Penodaan ........................ 30
Tabel 3.3 Desain Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan Kering .............. 30
spektrofotometri ................................................................................... 39
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kimia Zat Warna Alam ...............................................12
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diferensial spektrofotometri Sampel diinkubasi buffer asetat pada suhu 40°C
selama 60 jam dengan kecepatan pengocokkan 170 rpm. Proses dilanjutkan
dengan menambahkan metanol 70% yang telah diasamkan dengan HCl 1%
sehingga pH pelarut menjadi 3,5. Ekstrak yang didapat diencerkan dalam
pelarut pH 1 dan pH 4,5 dan kemudian ditentukan konsentrasi antosianinnya
berdasarkan metode pH diferensial spektrofotometri. Berdasarkan penelitian
ini didapat total konsentrasi antosianin ubi jalar ungu (120,64±44,234)
mg/100 g berat kering.
2
merah, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan
seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar
air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, dan daun bayam merah.
(Endang Kwartiningsih, 2009)
Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di
Indonesia adalah pada ubi jalar ungu karena pada ubi jalar ungu memiliki
kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas
yang lain yaitu sebesar 11,051 mg/100 gr (Arixs, 2006). Antosianin telah
memenuhi persyaratan sebagai zat pewarna makanan tambahan, diantaranya
tidak menimbulkan kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya
dan bukan merupakan zat yang beracun bagi tubuh, sehingga secara
internasional telah diijinkan sebagai zat pewarna alami.
Ubi Jalar Ungu (Impomoea Batatas L) merupakan tumbuhan
merambat disegala cuaca, didaerah pengunungan maupun pantai. Dipilihnya
Ubi Jalar Ungu dalam penelitian ini karena komoditas ini telah banyak di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sehingga mudah didapat, harganya
relative murah, tidak memberikan efek merugikan bagi kesehatan, memiliki
kulit dan daging yang berwarna ungu sehingga kaya akan pigmen antosianin
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas lain sehingga dapat
digunakan sebagai pewarna baik untuk minuman maupun makanan.
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH,
Suhu, Cahaya, dan Oksigen. (Basuki, dkk, 2005). Pigmen antosianin
(merah, ungu, dan biru) merupakan molekul yang tidak stabil terjadi
perubahan pada Suhu, pH, Oksigen, Cahaya. (Markakis, 1982).
Penelitian ini akan menggunakan ubi ungu sebagai pewarna pada kain.
Proses pewarnaan kain perlu dilakukan proses mordanting dan fiksasi agar
zat warna yang digunakan untuk pencelupan memiliki kekuatan, ketahanan
dan ketuaan warna yang baik.
Bahan tekstil yang berasal dari serat alami lebih mudah diwarnai
dengan zat warna lam seperti sutera, wol dan kapas/katun.Berbeda dengan
serat sintetis seperty polyester, nilon dan lainnya kurang memiliki afinitas
3
atau daya tarik terhadap zat warna alam. Jadi untuk mewarnai serat sintestis
dengan pewarna alami, diperlukan teknik tersendiri. (Sulaeman dkk,
1999/2000).
Berdasarkan hal di atas, maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi
antosianin dari ubi ungu menggunakan Teknik ekstraksi maserasi
menggunakan variable jenis pelarut yaitu menggunakan metanol. Zat warna
yang diperoleh digunakan untuk pewarna tekstil khususnya pada kain katun,
karena kain katun merupakan bahan dasar yang banyak digunakan pada
industri tekstil di Indonesia. Proses pewarnaan dilakukan secara pre-
mordanting dan tanpa mordan. Senyawa yang digunakan adalah tawas. Pada
proses pencelupan kain pada ekstrak antosianin dilakukan variasi lama
waktu perendaman yaitu 12, 18, 24 dan 30 jam. Selanjutnya diuji tahan
luntur warna terhadap pencucian, penodaan, gosokan basah dan gosokan
kering.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan yang timbul pada
proses ekstraksi antosianin dari ubi ungu sebagai pewarna pada kain dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana memperoleh kadar antosianin dari ubi ungu yang optimal
secara ekstraksi?
1.2.2 Bagaimana pengaruh lama perendaman kain terhadap hasil warna dari
ekstraksi ubi ungu pada kain katun?
1.2.3 Bagaimana pengaruh pre-mordanting dan tanpa mordan terhadap
hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40°C, penodaan,
gosokan kering?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Memperoleh ekstraksi antosianin dari ubi ungu yang optimal secara
ekstraksi.
1.3.2 Mengetahui pengaruh lama perendaman kain terhadap hasil warna
dari ekstraksi ubi ungu pada kain katun.
1.3.3 Mengetahui pengaruh pre-mordanting dan tanpa mordan terhadap
hasil uji tahan warna terhadap pencucian, penodaan dan gosokan
kering.
1.4 Luaran
Publikasi Jurnal Chemtag
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Batatas edulis (Thunb.) Choisy (1833).
Tabel 2.1. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Ubi Jalar Segar
Varietas
Kandungan gizi
Ubi Ubi Ubi
Putih Ungu Kuning
Pati (%) 28,79 22,64 24,47
Gula Reduksi (%) 0,32 0,30 0,11
Lemak (%) 0,77 0,94 0,68
Protein (%) 0,89 0,77 0,49
Air (%) 62,24 70,46 68,78
Abu (%) 0,93 0,84 0,99
Serat 2,79 3,00 2,79
(%)
Vitamin C (mg/100g) 28,68 21,43 25,00
Vitamin A (SI) 60,00 - 9.000
Antosianin (mg/100 g) - 110,51
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI,1981 dalam Ginting 2011.
Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi dari
pada ubi jalar jenis lain (Kumalaningsih, 2006). Ubi jalar ungu memiliki
7
kandungan antosianin, kandungan antosianinnya berkisar 51,50 mg/100 g
sampai dengan 174,70 mg/100 g (Steed dan Truong; Susilawati, dkk.,
2014). Sekelompok antosianin yang tersimpan dalam ubi jalar mampu
menghalangi
laju perusakan sel radikal bebas akibat Nikotin, polusi udara dan bahan
kimia lainnya. Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya penuaan,
kemerosotan daya ingat dan kepikunan, polyp, asam urat, penderita sakit
maag (asam lambung), penyakit jantung koroner, penyakit kanker dan
penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis. Selain itu, antosianin
juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik
terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan
olahannya, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan
menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik) (Jaya, 2013)
Menurut Winarno (1980), proses pembuatan pati ubi jalar dilakukan
dengan memberikan suasana alkali (pH 8,6) menggunakan kapur. Ubi
direndam dalam air kapur dan pati dipisahkan dari pulp dengan pencucian
yang berlebih pada penyaring. Suspensi pati dipucatkan dengan sodium
hipoklorit jika diperlukan dan disentrifuse. Pati basah disimpan dalam
concreate tank atau dikeringkan dengan pengering vakum sampai kadar air
12 %, digiling dan disaring.
8
lalu diperas dan saring dengan alat penyaring. Agar warnanya cerah dapat
ditambahkan sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah diperoleh air
perasan pewarna.
9
langsung. Bahan- bahan yang digunakan untuk zat-zat warna alami,
antara lain: nila atau indigo, rambutan, mangga, jengkol, alpukat,
mengkudu
b. Zat warna sintetis (synthetic dyes) atau zat warna kimia mudah diperoleh,
stabil dan praktis pemakaiannya. Zat warna sintetis dibuat dari pabrik dan
terdapat berbagai jenis zat warna sintesis antara lain: napthol, rapid,
indigosol, basis, reaktif dan procion.
10
PENGGOLONGAN ZAT WARNA
Dua jenis zat warna naik pewarna alami maupun buatan tersebut memiliki
kekurangan dan kelebihan, adapun kelebihan dan kekurangan dari zat pewarna
sintetis yaitu, memiliki zat warna yang beragam dan memiliki kestabilan warna
yang baik dan praktis, tidak mudah luntur namun kekurangannya yaitu harus
impor, limbah dari bahan pewarna sintetis ini memiliki kekurangan yang dapat
menimbukan masalah pada lingkungan, berbahaya bagi kesehatan lingkunan
karena memiliki kandungan zat yang membahayakan, sedangkan kelebihan dan
kekurangan dari zat pewarna alam adalah, menghasilkan warna yang natural,
limbah bekas larutan ramah lingkungan, ketersediaan bahan baku yang melimpah,
proses ekstraksi mudah karena hanya melalui proses perebusan, sedangkan
11
kekurangannya adalah keseragaman warna rendah, proses pencelupan harus
berulang-ulang agar menghasilkan warna yang baik dan zat warna hanya
bisa digunakan pada kain yang berasal dari serat alam juga. zat pewarna
alami memiliki kelemahan antara lain warna tidak stabil, keseragaman
warna yang kurang baik, konsentrasi pigmen rendah, spektrum warna
terbatas (Paryanto dkk., 2012). Disamping spektrum warna yang terbatas,
juga mudah kusam dan ketahanan luntur rendah bila dicuci serta kena sinar
matahari (Kant, 2012).
12
Gambar 2.1. Struktur Kimia Zat Warna Alam
Sumber: Bahan Ajar Teknologi Pencelupan Bahan Tekstil, Widihastuti , 2014
Pigmen zat pewarna yang diperoleh dari bahan alami antara lain (Hidayat,
N., & Saati, E.A., 2006) :
a. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat diperoleh dari
wortel, pepaya, dll.
b. Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa
orellana
c. Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari
hidrolisis karbohidrat, gulapasir, laktosa, dll
d. Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperolehdari daun suji, pandan, dll.
e. Tanin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah.
f. Antosianin menghasilkan warna merah,oranye, ungu, biru, kuning,
banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur,
stroberi, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis,
kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah,dll.
13
2.3 Antosianin
14
dengan cepat oleh udara dan rusak, oleh karena itu pengerjaan terhadap
antosianin aman dilakukan dalam larutan yang asam (Kristanti, et.al, 2008).
Antosianin adalah kelompok zat warna yang berwarna merah dan biru.
Zat warna antosianin tersusun dari sebuah aglikon antosianin (antosianidin)
yang teresterifikasi dengan molekul gula yang bisa satu atau lebih. Gula
yang sering ditemukan adalah glukosa, ramnosa, galaktosa, xilosa, dan
arabinosa (Afrianti,2008).
Antosianin terdiri atas 3 gugus penting, yaitu: aglikon (antosianidin),
glikon:glukosa, fruktosa, arabinosa dan asam organik: asam kumarat, asam
kafeat, asam ferulat. Sedangkan warna yang ditampilkan tergantung, pada
konsentrasi rendah berwarna ungu dan konsentrasi tinggi berwarna hitam,
pH rendah berwarna merah (pH 3), biru violet (pH 8,5), pH tinggi berwarna
biru tua (pH 11) dan warna antosianin tergantung dari pigmen lain yang
terkandung di dalamnya (Pujimulyani,2009).
Tabel 2.3. Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Antosianin
Penampakan Warna merah marak, merah senduduk, ungu, dan
biru
Kelarutan Larut dalam air dan pelarut-pelarut (methanol, HCl,
etanol, dan asam sitrat)
pH Stabil pada pH 1-3
Temperatur Pada pH 3,5 50oC
Berat Molekul 207,08
Rumus Molekul C15H 11O
Sumber : Fennema, 1996
Pada penelitian ini penambahan asam asetat bertujuan untuk membuat
ekstrak stabil pada pH asam. Menurut Markakis (1982) pada pH 5 keatas
mengakibatkan kerusakan pigmen antosianin yang warnanya berubah
menjadi tidak berwarna (terjadi pemucatan warna). Hal ini sesuai dengan
penelitian Hanum (2000, bahwa konsentrat beras ketan hitam pada pH 5,5
menunjukkan penurunan kadar pigmen yang lebih besar atau paling tidak
stabil dibandingkan dengan kondisi pH dibawah yaitu pH 3,5 dan 4,5.
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan senyawa berdasarkan daya larut terhadap
15
pelarut (solvent). Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk mengambil
senyawa kimia yang terdapat pada bahan alam (Harbone, 1987). Secara
umum, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan
ekstraksi cair-cair.
Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga
langkah dasar yaitu :
1. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
2. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
(Wilson, et al., 2000).
Proses pemisahan senyawa bahan alami secara umum dari daun,
kulit, batang, buah, akar, atau bagian lainnya dari tumbuhan, salah
satunya adalah dengan metode maserasi.
Metode maserasi disebutkan sebagai salah satu cara pengekstrasian
yang paling sederhana untuk memisahkan zat kimia bahan alam dan
biasanya dilakukan dengan cara merendam bagian tumbuhan (daun, kulit,
batang, akar, bungan, buah, dll) dengan pelarut yang sesuai. Umumnya
pelarut untuk simplesia yang biasanya digunakan adalah etanol.
Menurut Treybel secara umum pemilihan pelarut didasarkan pada
sifat- sifat sebagai berikut :
1. Selektifitas
Pelarut harus mempunyai selektifitas yang tinggi, artinya pelarut
tersebut dapat memisahkan hanya komponen yang akan diekstrak.
2. Kapasitas
Kapasitas pelarut adalah besarnya kelarutan solute dalam pelarut
tersebut.
16
4. Viskositas dan densitas pelarut
Viskositas akan mempengaruhi pemakaian daya dan laju difusi
sedangkan pengaruh densitas terjadi pemisahan.
17
2. Ektraksi Cara Panas
18
Menurut Binter, 2018, faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
ekstraksi adalah sebagai berikut:
a. Ukuran partikel
Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan bahan
sehingga mempercepat penetrasi pelarut kedalam bahan yang akan di
ekstrak dan mempercepat waktu ekstraksi.
b. Suhu Ekstraksi
Suhu mempunyai sifat saling melarutkan, sehingga semakin tinggi suhu,
kecepatan pelarutan semakin besar. Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan
pada suhu tinggi, tetapi untuk beberapa komoditi dapat menimbulkan
kerusakan. Ekstraksi baik dilakukan pada kisaran suhu 30 – 50 0C.
c. Pelarut
Jenis pelarut yang digunakan merupakan faktor penting dalam ekstraksi.
d. Jumlah Pelarut
Semakin banyak volume pelarut maka semakin banyak zat yang terlarut.
e. Pengadukan
Kecepatan pengadukan juga mempengaruhi sifat saling melarutkan,
dengan pengadukan maka tumbukan semakin besar sehingga simplisa
yang terekstrak juga besar.
2.5 Solvent/Pelarut
2.5.1 Syarat-Syarat Pelarut
a. Selektifitas
Pelarut hanya boleh melarutkan zat yang diinginkan, bukan komponen –
komponen lain (zat yang tidak diinginkan).
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan zat yang
diambil besar.
19
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas
larut dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Terutama pada ekstraksi cair – cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi.
e. Reaktifitas
Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen – komponen bahan ekstraksi.
f. Titik didih
Ekstrak dan pelarut umumnya dipisahkan dengan penguapan, distilasi,
atau kereaktifikasi titik didih kedua bahan.
g. Pelarut tersedia dalam jumlah besar, murah, tidak beracun, tidak terbakar,
tidak eksplosif bila dicampur dengan udara, tidak korosif, tidak
menyebabkan terjadinya emulsi, memiliki viskositas rendah dan stabil
secara termis.
2.5.2 Metanol
Metil alkohol atau metanol salah satu zat kimia yang termasuk ke
dalam golongan alkohol dan memilki bentuk paling sederhana dari alkohol
(Abramson and Singh, 2009).
20
derivat dan asam anorganik (Perala et al., 2010).
21
Mordant merupakan logam atau garam mineral yang ditambahkan
pada larutan celup untuk meningkatkan intensitas warna atau mengubah
warna. Mordant juga berperan penting dalam menghasilkan celupan yang
lebih tahan cuci dan tahan sinar. Penggunaan mordant yang berbeda pada
suatu zat warna alam akan menghasilkan warna yang berbeda pula.
Zat mordan dibagi menjadi dua yaitu; mordan kimia seperti : krom,
timah, tembaga, seng dan besi, Dekranas, dan mordan alam seperti jeruk
citrun, jeruk nipis, cuka, sendawa (salpenter), pijer (borax), tawas (alum),
gula batu, gula jawa (aren), tunjung (ijzer-vitriool), prusi (copper sulfat),
tetes (stroop tebu atau melasse), air kapur, tapai ketan atau ketela, pisang
klutuk dan daun jambu klutuk, Sewan (dalam Santosa, 2014:17)
Umumnya serat di-perMordant dengan tawas yang tidak
mempengaruhi warna yang dihasilkan. Tawas juga meningkatkan tahan cuci
dan tahan sinar. Mordant yang lain dapat mengubah warna larutan celup.
Penggunaan Mordant yang terlalu banyak dapat mengakibatkan
kerusakan serat.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses
Mordanting :
22
sebuah wadah.
Keuntungannya, kain hanya diproses sekali, proses ini sangat cocok
digunakan pada kain sutra yang cepat mengalami kerusakan serat dengan
keberadaan bahan kimia. Selain itu, proses tersebut hemat waktu. Metode
ini dapat menghasilkan warna celupan yang berbeda untuk satu zat warna.
2.7 Proses Pewarnaan
23
2. Adsorpsi, serat sehingga zat warna akan terserap menempel pada bahan
24
yang berulang-ulang untuk mendapat warna yang lebih kuat tidakn menjadi
soal. Semua serat yang akan dicelup harus berseih dan kanji minyak, atau
kotoran yang lain. Sebelum dicelup, hendaknya serat dicuci dengan sabun
netral.
2.8 Pengujian Tahan Luntur Warna
Standar skala abu – abu digunakan untuk menilai perubahan warna pada
uji tahan luntur warna. Standar skala abu – abu terdiri dari 5 pasang
lempeng standar abu –abu dan setiap pasang menunjukkan perbedaan
atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya.
Nilai skala abu–abu menentukan tingkat perbedaan atau kekontrasan
warna dari tingkat terendah sampai tertinggi. Tingkat nilai tersebut
adalah 5, 4, 3, 2 dan 1. Berikut adalah table pengujian warna pada skala
grey scale menurut Moerdoko, dkk (1975) :
25
Tabel 2.4 Tingkat Nilai Pengujian warna pada skala grey scale
Standar skala penodaan dipakai untuk menilai penodaan warna pada kain
putih yang digunakan dalam menentukan tahan luntur warna. Seperti
pada standar skala abu – abu, penilaian penodaan pada kain adalah 5, 4,
3, 2 dan 1 yang menyatakan perbedaan penodaan terkecil sampai
tersebar. Standar skala penodaan terdiri dari 5 pasang lempeng standar
putih dan abu – abu, yang setiap pasang menunjukkan perbedaan atau
26
kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna. Berikut
adalah tabel pengujian warna pada Staining scale menurut Moerdoko,
dkk (1975):
Tabel 2.5 Tingkat Nilai Pengujian warna pada skala staining scale
(
suatuCD
Baik
4– Bai
Bai
3– Cukup
2–
1– Jele
Jele
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
sisi. Metode ini digunakan untuk menguji hypotesa mengenai pengaruh
/effek dari dua variabel yang bebas/independent yang masing-masing
mempunyai sifta atitive (saling menambah). Misalnya variabel-variabel
diberi notasi A dan B.
Variabel A = perlakuan/treatment (effek perlakuan)
Variabel B = blok/kolom (effek kolom)
Model : Xij = µi + αi + βj + εij
Dimana : i = 1,2,3,…………a
j = 1,2,3,…………b
αi = effek dari klasifikasi A ke i
βj = effek dari klasifikasi B ke j
Hypotesa :
1. untuk variabel A
Ho : αi = 0 untuk semua harga i
H1 : tidak semua αi = 0
2. untuk variabel B
Ho : βj = 0 untuk semua harga j
H1 : tidak semua βj = 0
Dilakukan hypotesa perhitungan sebagai berikut :
T2
1. c=
a.b
2. Jumlah kuadrat diantara klasifikasi A
α
SSA = ∑
2
Ti
j =1
−c
b
3. Jumlah kuadrat diantara klasifikasi B
α
SSB = ∑
Tj 2
j =1
−c
b
a b
4. SST =∑ . ∑ . x ij −c
2
i=1 j=1
29
6. Tabel ANOVA
7. Statistik F
MSA MSB
FA= FB=
MSE MSE
8. Pengujian Hypotesa
1. H0 ditolak bila FA > Fα dk :
H0 diterima bila FA ≤ Fα (a-1) dan [(n-1)(b-1)]
2. H0 ditolak bila FB > Fα dk :
H0 diterima bila FB ≤ Fα (b-1) dan [(n-1)(b-1)]
3. Perkiraan µ
T
µ1=
a.b
Ti T
α1 ¿ −
b a.b
Tj T
α1 ¿ −
b a.b
Untuk α = 5%
Ho ditolak berarti ada pengaruh variabel terhadap pengamatan
Ho diterima berarti tidak ada pengaruh variabel terhadap
pengamatan.
30
Volume ekstrak ubi ungu = 100 ml
Suhu = Suhu Kamar (27 - 32⁰C)
2. Variabel berubah
Lama perendaman : 12, 18, 24, 30 jam
Variasi antara penambahan zat mordan (tawas)
a. Tidak diberi zat mordan
b. Diberi zat mordan
3. Variabel dependent
a. Uji tahan luntur warna terhadap pencucian 40°C
b. Uji tahan luntur warna terhadap penodaan
c. Uji tahan luntur warna terhadap gosokan kering
Penelitian ini menggunakan analisa varian dua sisi. Penelitian ini
dilakukan agar mengetahui pengaruh lama perendaman kain terhadap hasil
warna dari ekstraksi ubi ungu pada kain katun dan pengaruh pre-
mordanting dan tanpa mordan terhadap hasil uji ketahanan terhadap
pencucian, penodaan, gosokan basah dan gosokan kering.
Tabel analisa varian dua sisi disajikan dalam Tabel 3.1 s.d Tabel 3.3
Tabel disajikan sebagai berikut :
Tabel 3.1. Desain Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian 40°C
Lama Perendaman (jam)
Perlakuan
12 18 24 30
Mordan A1 A2 A3 A4
Tanpa Mordan B1 B2 B3 B4
Tabel 3.3. Desain Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan Kering
31
Lama Perendaman (jam)
Perlakuan
12 18 24 30
Mordan A1 A2 A3 A4
Tanpa Mordan B1 B2 B3 B4
32
Termometer
1
Beaker Glass
33
Ubi ungu diayak dengan ayakan 100 mesh
Disimpan
34
Dilakukan analisa kadar antosianin
Premordanting
H22CO
8 gr tawas + 2 gr Na O 3
Dikeringkan dengan
Diangin-anginkan
Dikeringkan dengan
Diangin-anginkan
35
Uji tahan luntur warna terhadap
pencucian 40°C, penodaan dan gosokan
kering
a. Ubi ungu dicuci bersih dengan air mengalir, dikeringkan dengan tisu
lalu diiris tipis dengan ketebalan 1mm. Ditimbang sebanyak 200 gram
.Ubi ungu yang telah diiris tersebut kemudian dikeringkan
menggunakan oven suhu 60ºC selama 72 jam hingga kering.
b. Ubi ungu yang telah kering selanjutnya diblender hingga didapat
bubuk ubi jalar ungu.
c. Bubuk ubi ungu tersebut diayak dengan ayakan 100 mesh untuk
memperoleh ukuran partikel yang sama.
2. Ekstraksi antosianin
36
b. Tabung tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam waterbath suhu
80ºC selama 1 jam. Setelah inkubasi dalam waterbath selesai, tabung
disentrifugasi sehingga terpisah ekstrak dan residunya.
c. Ekstrak antosianin dipisahkan dari residunya dengan cara disaring.
Ekstrak antosianin disimpan dalam tabung yang telah dilapisi
aluminium. Pada penelitian ini pengulangan dibuat 3x.
3. Membuat larutan pH 1 dan 4,5 (Giusti dan Worldstad, 2001)
a. Larutan pH 1 dibuat dengan cara menimbang 0,186 gram KCl
dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan 100 ml
aquadest. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan HCl pekat sedikit
demi sedikit sehingga pH larutan menjadi pH 1.
37
A = [(A max – A 700) pH=1 – (Amax – A 700 ) pH= 4.5]
A v
C= x MW x DF x x 100%
εxL Wt
Keterangan :
A = Absorbansi
L = Lebar kuvet = 1 cm
DF = Faktor pengenceran
38
1. Potong kain katun sebagai sample untuk diwarna dengan ukuran 40 X 40
cm sebanyak delapan lembar.
2. Memberi kode pada kain katun tersebut A1, A2, A3, A4, B1, B2, B3, B4,
dimana kode A adalah pelarut metanol memakai mordan, kode B adalah
pelarut metanol tanpa mordant. Untuk kode 1 adalah Perendaman 12 jam,
kode 2 adalah perendaman 18 jam, kode 3 adalah perendaman 24 jam
dan kode 4 adalah perendaman 30 jam.
1. Kain katun yang sudah diberi label B (B1, B2, B3, B4) direndam ke
dalam ekstrak pelarut metanol.
2. Perendaman dilakukan selama 12, 18, 24 dan 30 jam.
3. Kain dikeringkan sampai kering
39
2. Sampel uji dibawa kelaboratorium untuk diuji nilai ketahanan luntur
warnanya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pH-diferensial spektrofotometri
Aλ pH Sampel (absorbansi)
40
(nm) Uji 1 Uji 2 Uji 3
1 0,664 0,667 0,670
530
4,5 0,260 0,264 0,263
A = Absorbansi
L = Lebar kuvet = 1 cm
DF = Faktor pengenceran
41
(mg/100 gr)
Berat Kering
Berat Kering
Uji 1 174,503
Uji 3 174,503
Dalam penelitian ini kadar antosianin yang diperoleh dari ubi ungu
adalah 174,085 mg/100 gr.
4.2 Pengaruh lama perendaman kain terhadap hasil warna ekstraksi ubi
ungu pada kain katun
42
2-3 Kurang
2 Kurang
1-2 Jelek
1 Jelek
(Sumber: Hasil Lab. Evaluasi Tekstil)
Dari hasil nilai yang ditunjukan apabila semakin tinggi angka yang
didapat pada saat pengujian, maka akan semakin baik juga bahan-bahan
yang digunakan dalam pewarnaan tersebut.
Dari hasil data uji laboratorium nilai pewarnaan dengan ubi ungu pada
pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian 40°C, penodaan dan
gosokan kering, dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Dari hasil Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa nilai uji tahan luntur
43
Pada uji kain A (A1, A2, A3, A4), lama perendaman tidak berpengaruh
terhadap hasil warna ekstraksi ubi ungu pada kain katun.
Pada uji kain B (B1, B2, B3, B4), lama perendaman tidak berpengaruh
terhadap hasil warna ekstraksi ubi ungu pada kain katun.
44
nilai 1-2 (jelek) karena proses ekstraksi menggunakan solvent organik yang
mudah menguap sehingga zat warna saat proses pencucian mudah luntur.
Hal ini diperkuat dengan penelitian dari Selvana Heruka yang melakukan
penelitian dengan mengekstraksi kulit ubi ungu dengan air yang
menunjukkan hasil uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian
menunjukkan nilai 3,5 (cukup baik).
Pengujian Hipotesa
Tabel 4.6 Pengujian Hipotesa Hasil Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap
Pencucian 40°C
45
Total ab – 1 SST
(2x4)-1 = 7
0
2. Statistik F
MSA
FA= =0
MSE
MSB
FB= =0
MSE
3. Pengujian Hipotesa
FA = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 1;3 F0,05 = 10,128
FA < Fα → Ho diterima, berarti perlakuan menggunakan mordan dan
tanpa mordan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai tahan
luntur warna terhadap pencucian 40°C.
FB = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (B) = 3;3 F0,05 = 9,2766
FB < Fα → Ho diterima, berarti lama perendaman tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai tahan luntur warna terhadap pencucian
40°C.
4.3 Pengaruh pre-mordanting dan tanpa mordan terhadap hasil uji tahan
warna terhadap pencucian, penodaan dan gosokan kering.
46
antara lain warna tidak stabil, keseragaman warna yang kurang baik,
konsentrasi pigmen rendah, spektrum warna terbatas (Paryanto dkk., 2012).
Disamping spektrum warna yang terbatas, juga mudah kusam dan ketahanan
luntur rendah bila dicuci serta kena sinar matahari (Kant, 2012).
Uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40°C memiliki
nilai 1-2 (jelek) karena proses ekstraksi menggunakan solvent organik yang
mudah menguap sehingga zat warna saat proses pencucian mudah luntur.
Hal ini diperkuat dengan penelitian dari Selvana Heruka yang melakukan
penelitian dengan mengekstraksi kulit ubi ungu dengan air yang
menunjukkan hasil uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian
menunjukkan nilai 3,5 (baik).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
47
5.2 Saran
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan jenis
pewarna alami yang lain sebagai pewarna pada kain.
DAFTAR PUSTAKA
48
(Syzgium cumini) sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil..Fakultas Teknik
Kimia, Universitas Malikussaleh: Aceh.
Basuki, H.K dan Damanhuri. 2005. Studi Pewarisan Antosianin pada Ubi Jalar.
Agravita
Bebarta VS, Heard K, Dart RC.. Methanol intoxication. J Toxicol Clin Toxicol
2005; 41(5): 674–5.
Chatib, Winarni. 1980. “Pengetahuan Bahan Tekstil I” Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta
Compton, Jeck. 1962. Starch in the textile industy. New york: Academic press
Dinda Yulia Octaviani. 2016. Penentuan Total Konsentrasi Antosianin Dari Ubi
Jalar Ungu (Ipomea Batatas L.) Dengan Metode pH Differential
Spektrofotometri. Universitas Riau.
Epker JL, Bakker J. 2010. Case report: Accidental methanol ingestion BMC
Emergency Medicine.; 10(3): 24–6.
Fennema. 1996. Food Chemistry. 3th Edition. New York: Marcel Dekker, Inc.
Hamdani, S., 2009. Metoda Ekstraksi, terdapat di dalam http://catatankimia.com,
diakses 14 Mei 2020.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung
Hidayat, N., Padaga M.C, dan Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri.Jogjakarta.
Penerbit Andi.
Ismaningsih .1978. Pengantar Kimia Zat Warna, STTT, Bandung
Jaya, EFP. 2013. Pemanfaatan Antioksidan dan Beta Karoten Ubi Jalar Ungu
Pada Pembuatan Minuman Non Alkohol. Media Gizi Masyarakat Indonesia
Vol. 2 No 2. Februari 2013 : 54-57.
Kant, R. 2012. Textile Dyeing Industry an Environmental Hazard, Open Access
journal Natural Science, 4(1), Aticle ID:17027, 5 pages,
DOI:10.4236/NS.2012.404.
K’osambo, L. M., Carey, E. E., Misra, A. K., Wilkes, J., dan Hagenimana, V.
1999. Influence of Age, Farming Site, and Boiling on Pro-Vitamin A Content
in Sweet Potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Storage Roots. J. Food Tech.
49
Afr., 4(3).
Kristanti, Alfinda Novi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Universitas
Airlangga Press.
Kumalaningsih, S . 2006. Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, Sumber
manfaat ,Cara penyediaan, dan Pengolahan. Surabaya : Trubus. Agrisarana.
Kwartiningsih, Endang.,dkk.,2009. “Zat Pewarna Alami Tekstil Dari Kulit Buah
Manggis”. Teknik Kimia UNS
Markakis, P. 1982. Anthocyanins as Food Colors. New York: Academic Press.
Noor Fitrihana. 2010. Teknologi Tekstile dan Fashion. Yogyakarta :UNY Press
Paryanto, Purwanto, A., Kwartiningsih, E., dan Mastuti, E.2012. Pembuatan Zat
Warna Alami dalam Bentuk Serbuk untuk Mendukung Industri Batik di
Indonesia. Jurnal Rekayasa Proses, 6 (1):26-29.
Pratiwi Sani Widyastuti, Priyani Anggit Ayu. 2019. Pengaruh Pelarut Dalam
berbagai pH pada Penentuan Kadar Total Antosianin dari Ubi Jalar Ungu
Denagn Metode pH Diferensial Spektrofotometri. Jurusan Kimia. Sekolah
Tinggi Analis Bakti Asih Bandung. Bandung. Indonesia.
Pujimulyani, D. 2009. Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan.
Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.
Santosa, E. K., & Kusumastuti, A. 2014. Pemanfaatan Daun Tembakau untuk
Pewarnaan Kain Sutera dengan Mordan Jeruk Nipis. Teknobuga, 1(1)
Sarker, Satyajit D., Zahid Latif, & Alexander I. Gray (Ed). 2006. Natural Products
Isolation. Totowa : Humana Press.
Sebayang, F. 2006. Pembuatan Etanaol Dari Molase Secara Fermentasi
Menggunakan Sel Saccharomyces cerevisiae Pada Kalsium Alginat. Jurnal
Teknologi Proses, 5 (2): 68–74.
Selvana Heruka. 2018. Pengaruh jenis zat fiksasi terhadap ketahanan luntur
warna pada kain katun, sutera dan satin menggunakan zat warna dari kulit
ubi ungu (Ipomea Batatas L.). Skripsi Program Studi Pendidikan Teknik
Busana. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.
Simanjuntak, R. 2009. Studi Pembuatan Etanol dari Limbah Gula (Molase).
50
Skripsi Fakultas Pertanian USU (USU Repository).
Sugiyono. 2011. Metode Penelitin Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulaeman,dkk., 1999/2000., “Peningkatan Ketahanan Luntur Warna Alam
dengan Cara Pengerjaan Iring”, Laporan Kegiatan Penelitian, Balai Besar
Kerajinan Batik, Yogyakarta.
Susanto, S.K. Sewan. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian
Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri,
Departemen Perindustrian R.I.
Susanto, Sewan S.K. 1980, Seni Kerajinan Batik Indonesia, Balai Penelitian Batik
dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen
Perindustrian R.I., Jakarta.
Sutriani L., 2008 .Ekstraksi .http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi,
diakses 13 Mei 2020.
Widihastuti. 2014. Teori Zat Pewarna Alam. Yogyakarta: UNY Press
Wilson I D, Michael C, Colin F P, Edward R A. 2000. Encyclopedia of Separation
Science. Academic Press. 118-119.
Winamo FG. 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarti, Sri. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu.Fakultas
Teknologi Industri, UPN: Jawa Timur.
51
LAMPIRAN
1. Pembuatan Metanol 70% (250 ml)
M1 x V1 = M2 x V2
96 % x V1 = 70 % x 250 mL
V1 = 182,2916 mL
Cara Kerja :
1. Isi labu takar uk. 1000 ml dengan aquadest sebanyak 100 ml.
52
3. Pembuatan Larutan HCL 2 N
Data yang diketahui :
Densitas HCl = 1,18 gr/mL
% HCl = 37 %
BM = 36,5 gr/mol
Langkah pertama mencari konsentrasi HCl Pekat
ρ X % X 1000 mL
M1 =
BM
1,18 gr /mL X 0,37 X 1000 mL
M1 =
36,5 gr /mol
M1 = 11,96 mol/ml
N1 x V1 = N2 x V2
11,96 N x V1 = 2 x 100 mL
V1 = 16,72 mL
Jadi HCL pekat yang dibutuhkan sebanyak 16,72 mL.
Cara Kerja :
Keterangan :
53
A = Absorbansi
Aλ pH Sampel
(nm) Uji 1 Uji 2 Uji 3
530 1 0,664 0,667 0,670
4,5 0,260 0,264 0,263
700 1 0,017 0,020 0,021
4,5 0,031 0,032 0,032
L = Lebar kuvet = 1 cm
DF = Faktor pengenceran
Uji 1
A = [(A max – A 700) pH=1 – (Amax – A 700 ) pH= 4.5]
A = [(A530 – A 700) pH=1 – (A530 – A 700 ) pH= 4.5]
A = [(0,664 – 0,017)– (0,260– 0,031)
A = [0,647 – 0,229]
A = 0,418
54
A v
C= x MW x DF x x 100%
εxL Wt
0,418
250
C= L x 449,2/mol x 10x x 100%
26900 . x 1 cm 10
mol . cm
C = 174,503 mg/100 gr
Uji 2
A = [(A max – A 700) pH=1 – (Amax – A 700 ) pH= 4.5]
A = [(A530 – A 700) pH=1 – (A530 – A 700 ) pH= 4.5]
A = [(0,667 – 0,020)– (0,264 – 0,032)
A = [0,647 – 0,232]
A = 0,415
A v
C= x MW x DF x x 100%
εxL Wt
0,415
250
C= L x 449,2/mol x 10x x 100%
26900 . x 1 cm 10
mol . cm
C = 173,250 mg/100 gr
Uji 3
A = [(A max – A 700) pH=1 – (Amax – A 700 ) pH= 4.5]
A = [(A530 – A 700) pH=1 – (A530 – A 700 ) pH= 4.5]
A = [(0,670 – 0,021)– (0,263 – 0,032)
A = [0,649 – 0,231]
A = 0,418
A v
C= x MW x DF x x 100%
εxL Wt
55
0,418
250
C= L x 449,2/mol x 10x x 100%
26900 . x 1 cm 10
mol . cm
C = 174,503 mg/100 gr
5. Pengujian Hipotesa
1. Faktor Koreksi
T2
c=
a.b
56
2
12
c=
2x4
144
c=
8
c=18
SSA = ∑
2
Ti
j =1
−c
b
2 2
SSA =
6 +6
−¿ 18
4
SSA = 0
3. Jumlah kuadrat diantara klasifikasi B
α
SSB = ∑
2
Tj
j =1
−c
α
32+ 32 +3 2+3 2
SSB = −18
2
SSB = 0
4. Jumlah Kuadrat Total
a b
SST =∑ . ∑ . x ij −c
2
i=1 j=1
57
Diantara (a-1) SSA SSA
MSA=
Klasifikasi A 0 (a−1)
2-1 = 1
0
Diantara (b-1) SSB SSB
MSB=
Klasifikasi A 0 (b−1)
4-1 = 3
0
(a-1) (b-1) SSE SSE
MSB=
Penyimpangan 0 ( a−1 ) ( b−1 )
1x3=3
0
Total ab – 1 SST
0
(2x4)-1 = 7
7. Statistik F
MSA MSB
FA= = 0 FB= =0
MSE MSE
8. Pengujian Hipotesa
FA = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 1;3, F0,05 = 10,128
FB = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 3;3, F0,05 = 9,2766
58
2. Faktor Koreksi
T2
c=
a.b
2
36
c=
2x4
1296
c=
8
c=162
SSA = ∑
2
Ti
j =1
−c
b
2 2
SSA =
18 + 18
−¿ 162
4
SSA = 0
3. Jumlah kuadrat diantara klasifikasi B
α
SSB = ∑
Tj 2
j =1
−c
α
92 +92 +92 +92
SSB = −18
2
SSB = 0
4. Jumlah Kuadrat Total
a b
SST =∑ . ∑ . x ij −c
2
i=1 j=1
59
Sumber Variasi Derajat Jumlah Kuadrat Nilai rata2 kuadrat
Kebebasan (mean square)
Diantara (a-1) SSA SSA
MSA=
Klasifikasi A 0 (a−1)
2-1 = 1
0
Diantara (b-1) SSB SSB
MSB=
Klasifikasi A 0 (b−1)
4-1 = 3
0
(a-1) (b-1) SSE SSE
MSB=
Penyimpangan 0 ( a−1 ) ( b−1 )
1x3=3
0
Total ab – 1 SST
0
(2x4)-1 = 7
7. Statistik F
MSA MSB
FA= = 0 FB= =0
MSE MSE
8. Pengujian Hipotesa
FA = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 1;3, F0,05 = 10,128
FB = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 3;3, F0,05 = 9,2766
60
3. Faktor Koreksi
2
T
c=
a.b
362
c=
2x4
1296
c=
8
c=162
SSA = ∑ Ti
2
j =1
−c
b
2 2
SSA =
18 + 18
−¿ 162
4
SSA = 0
3. Jumlah kuadrat diantara klasifikasi B
α
SSB = ∑ Tj 2
j =1
−c
α
92 +92 +92 +92
SSB = −18
2
SSB = 0
4. Jumlah Kuadrat Total
a b
SST =∑ . ∑ . x 2ij −c
i=1 j=1
61
6. Tabel ANOVA
7. Statistik F
MSA MSB
FA= = 0 FB= = 08. Pengujian Hipotesa
MSE MSE
FA = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 1;3, F0,05 = 10,128
FB = 0
Pada α = 0,05 (5%) dengan dk (A) = 3;3, F0,05 = 9,2766
DOKUMENTASI
62
2. Ekstraksi Antosianin
63
64
4. Penentuan total konsentrasi antosianin menggunakan metode pH
diferensial spektrofotometri
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI UBI UNGU
SEBAGAI PEWARNA PADA KAIN
Ery Fatarina P., ST. MT. IPM ; Ahmad Shobib, ST. MT. ; Noormi Handayani
E-mail: noormihandayani@gmail.com
Abstract
Natural dyes are environmentally friendly and non-toxic. Chemical / synthetic dyes are
toxic and not environmentally friendly. One of the cheap and widely available sources of
anthocyanins in Indonesia is purple sweet potatoes because purple sweet potatoes contain
anthocyanins that are greater than sweet potatoes with other varieties. This research
conducted anthocyanin extract from purple sweet potato using technical extract tables
using solvent methanol. The coloring process is carried out from pre-mordant without
mordant. The compound used is alum. In the process of dyeing the cloth in the
anthocyanin extract, the soaking time was varied, namely 12, 18, 24 and 30 hours.
Furthermore, it was tested for color fastness against washing, staining, wet rubbing and
dry rubbing. From the table above, it can be seen that the duration of soaking and
premordanting and without mordant has no effect on the color of purple sweet potato
extract on cotton cloth, but for the results of color fastness to washing 40 ° C it has a
value of 1-2 and however for lilaunt color to rubbing it has a value of 4 -5 where for the
fastness is good. Without mordant, the effect on the resulting color is for pre-mordanting
the purple cloth and without the pink cloth from the pre-mordant.
Abstrak
Zat warna alami bersifat ramah lingkungan dan tidak beracun sedang zat warna
kimia/sintetis bersifat racun dan tidak ramah lingkungan. Salah satu sumber antosianin
yang murah dan banyak terdapat di Indonesia adalah pada ubi jalar ungu memiliki
kandungan antosianin yang lebih besar dari pada ubi jalar dengan varietas yang lain.
75
Penelitian ini dilakukan ekstraksi antosianin dari ubi ungu menggunakan teknik
ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Proses pewarnaan dilakukan secara
pre-mordanting dan tanpa mordan. Senyawa yang digunakan adalah tawas. Pada proses
pencelupan kain pada ekstrak antosianin dilakukan variasi lama waktu perendaman yaitu
12, 18, 24 dan 30 jam. Selanjutnya diuji tahan luntur warna terhadap pencucian,
penodaan, gosokan basah dan gosokan kering. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa lama
perendaman dan premordanting serta tanpa mordan tidak berpengaruh terhadap hasil
warna ekstraksi ubi ungu pada kain katun, tetapi untuk uji ketahanan luntur warna
terhadap pencucian 40°C memiliki nilai 1-2, namun untuk nilai penodaan warna dan
ketahanan luntur terhadap gosokan memiliki nilai 4-5 dimana untuk tahan lunturnya
adalah baik. Pre-mordanting dan tanpa mordan berpengaruh terhadap warna yang
dihasilkan yaitu untuk pre-mordanting kain berwarna ungu dan tanpa mordan kain
berwarna merah muda.
1. Pendahuluan
Zat warna tekstil adalah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan
untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah dihilangkan kembali di
Indonesia. Belum ada undang – undang yang mengaturnya tentang
penggunaan zat pewarna sehingga masih ada penyalahgunaan pemakaian
zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misal zat pewarna untuk tekstil
dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat
berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat
pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut
disebabkan oleh ketidaktahuaan rakyat mengenai zat pewarna untuk
makanan (Winarno, 1984) [1].
Antosianin merupakan senyawa berwarna yang menghasilkan warna merah,
ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti
buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit
manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, dan daun bayam merah. (Endang
Kwartiningsih, 2009) [2].
Bahan tekstil yang berasal dari serat alami lebih mudah diwarnai dengan zat
warna lam seperti sutera, wol dan kapas/katun.Berbeda dengan serat sintetis
seperty polyester, nilon dan lainnya kurang memiliki afinitas atau daya tarik
terhadap zat warna alam. Jadi untuk mewarnai serat sintestis dengan
pewarna alami, diperlukan teknik tersendiri. (Sulaeman dkk, 1999/2000).
[3].
76
2. Metode Penelitian
a. Ubi ungu dicuci bersih dengan air mengalir, dikeringkan dengan tisu lalu
diiris kecil. Ubi ungu yang telah diiris tersebut kemudian dikeringkan
sampai kadar airnya berkurang.
b. Ubi ungu yang telah kering selanjutnya diblender hingga didapat bubuk ubi
jalar ungu.
c. Bubuk ubi ungu tersebut diayak dengan ayakan 100 mesh untuk
memperoleh ukuran partikel yang sama.
d. Bubuk ubi ungu kemudian dikeringkan lagi sampai kadar air berkurang.
2. Ekstraksi antosianin
77
b. Larutan pH 4,5 dibuat dengan cara menimbang 5,443 gram
CH3COONa.3H2O dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian
ditambahkan 100 ml aquadest. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan HCl
2 N sedikit demi sedikit sehingga pH larutan menjadi pH 4,5
A v
C= x MW x DF x x 100%
εxL Wt
Keterangan :
A = Absorbansi
ε = Absorptivitas molar Sianidin-3-glukosida = 26900 L/(mol.cm)
L = Lebar kuvet = 1 cm
MW = Berat molekul Sianidin-3-glukosida = 449,2/mol
DF = Faktor pengenceran
V = Volume ekstrak pigmen (L)
Wt = Berat bahan awal
78
5. Ekstraksi Antosianin dari Ubi Ungu untuk Pewarna Kain
6. Pemotongan Kain
3. Potong kain katun sebagai sample untuk diwarna dengan ukuran 40
X 40 cm sebanyak delapan lembar.
4. Memberi kode pada kain katun tersebut A1, A2, A3, A4, B1, B2, B3,
B4, dimana kode A adalah pelarut metanol memakai mordan, kode B
adalah pelarut metanol tanpa mordant. Untuk kode 1 adalah
Perendaman 12 jam, kode 2 adalah perendaman 18 jam, kode 3
adalah perendaman 24 jam dan kode 4 adalah perendaman 30 jam.
79
lalu dikeringkan dan disetrika. Kain katun tersebut siap dicelup.
6. Kain berkode A (A1, A2,A3,A4) direndam pada ekstrak pelarut
metanol.
7. Perendaman dilakukan selama 12, 18, 24 dan 30 jam.
8. Kain dikeringkan sampai kering
4. Kain katun yang sudah diberi label B (B1, B2, B3, B4) direndam ke
dalam ekstrak pelarut metanol.
5. Perendaman dilakukan selama 12, 18, 24 dan 30 jam.
6. Kain dikeringkan sampai kering
9. Uji Laboratorium
80
3. Hasil Dan pembahasan
Kadar Antosianin dari Ubi Ungu
Rata-rata Konsentrasi
Konsentrasi Antosianin
Antosianin
Sampel (mg/100 gr)
(mg/100 gr)
Berat Kering
Berat Kering
Uji 1 174,503
Uji 3 174,503
Dalam penelitian ini kadar antosianin yang diperoleh dari ubi ungu adalah
174,085 mg/100 gr.
Pengaruh lama perendaman kain terhadap hasil warna ekstraksi ubi
ungu pada kain katun
81
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa lama perendaman dan
premordanting serta tanpa mordan tidak berpengaruh terhadap hasil warna
ekstraksi ubi ungu pada kain katun, tetapi untuk uji ketahanan luntur
warna terhadap pencucian 40°C memiliki nilai 1-2, namun untuk nilai
penodaan warna dan ketahanan luntur terhadap gosokan memiliki nilai 4-5
dimana untuk tahan lunturnya adalah baik. Pre-mordanting dan tanpa
mordan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan yaitu untuk pre-
mordanting kain berwarna ungu dan tanpa mordan kain berwarna merah
muda.
4. Kesimpulan
Kadar antosianin yang diperoleh dari ubi ungu adalah 174,085
mg/100 gr, Lama perendaman tidak berpengaruh terhadap hasil warna
ekstraksi ubi ungu pada kain katun, tetapi untuk uji ketahanan luntur
warna terhadap pencucian 40°C memiliki nilai 1-2, namun untuk nilai
penodaan warna dan ketahanan luntur terhadap gosokan memiliki nilai 4-5
dimana untuk tahan lunturnya adalah baik, Pre-mordanting dan tanpa
mordan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan yaitu untuk pre-
mordanting kain berwarna ungu dan tanpa mordan kain berwarna merah
muda.
Referensi
82
83
84
85
86
87