Anda di halaman 1dari 21

LATAR BELAKANG PEMILIHAN TESIS

MATA KULIAH
KAJIAN MANDIRI PROPOSAL TESIS

DOSEN:
Dr. Ir. Nurfajriani, M.Si

OLEH:
Fatma Harian Dini
8206141005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Materi Koloid merupakan materi yang penting dalam suatu pembelajaran di

sekolah dan sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, tetapi dalam suatu pembelajaran

siswa hanya dituntut oleh seorang guru untuk sekedar menghafal tanpa harus menuntut siswa

untuk memahami materi tersebut secara mendalam, dalam materi tersebut juga terdapat

konsep-konsep yang memerlukan pemahaman dan hafalan yang cukup dari siswa seperti

pemahaman tentang koloid secara umum, jenis-jenis koloid, sifat-sifat koloid, dan cara-cara

pembuatan koloid. Dengan pemahaman tentang koloid secara umum, maka siswa akan mudah

menerima dan memahami jenis, sifat dan cara pembuatan koloid yang jelaskan oleh seorang

guru (Totiana, 2012).

Beberapa materi yang sangat sulit untuk dipahami oleh siswa pada suatu materi

pembelajaran kimia kelas XI semester 2 adalah teori koloid, dengan presentasi sebesar 38%.

Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi kimia pada

kelas XI semester 2 paling rendah pada materi koloid karena sifatnya berupa konsep dan

teori. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk dapat meningkatkan pemahaman dan

penguasaan siswa tentang materi koloid (Rachmayanti,2013).

Beberapa materi dapat dijadikan sebagai bahan praktikum untuk mempertegas

pemahaman siswa tentang konsep atau teori yang dituntut untuk mampu berpikir kritis pada

siswa terutama pada penyelesaian akhir belajar yang sekarang disebut dengan AKM

(Asesmen Kompetensi Minimum), dapat dilakukan dirumah ataupun disekolah karena alat

atau bahan yang digunakan cukup mudah, menyamakan dan memperdalam kembali materi

saat skripsi di tingkat S1.

Adapun judul yang akan diusulkan dalam tesis ini adalah “PENGEMBANGAN

CRITICAL THINKING STUDENT PADA PENYELESAIAN AKHIR BELAJAR AKM

(ASESMEN KOMPETENSI MINIMUM) PADA MATERI SISTEM KOLOID”.


1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka didapatkan identifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Kemampuan siswa dalam menganalisa soal masih kurang sehingga dalam menjawab

soal essai, uraian atau isian tidak mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

2. Dalam menjawab soal esai tingkat berpikir kritis siswa dalam menjabarkan jawaban

masih kurang.

3. Kemampuan siswa masih kurang dalam materi kimia dengan teori atau konsep salah

satunya mata pelajaran Sistem Koloid.

4. Perlu untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis untuk memahami

materi dengan konsep dan teori salah satunya sistem koloid.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka tidak seluruh masalah- masalah akan

dibatasi mengingat keterbatasan penulis baik dari segi waktu, kemampuan, tenaga dan

biaya. Dengan demikian penulis membatasi “Pengembangan Critical Thinking Student Pada

Penyelesaian Akhir Belajar Akm (Asesmen Kompetensi Minimum) Pada Materi Sistem

Koloid”

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang ada, maka problematika penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pola berpikir kritis berpengaruh terhadap penyelesaian akhir pada AKM

(Asesmen Kemampuan Minimum) siswa?

2. Apakah kemampuan siswa menjawab soal dengan materi sistem koloid dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

1.5 Tujuan

Tujuan dari tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengembangan critical thinking student pada pembelajaran materi Sistem

Koloid.
2. Mengetahui pemahaman siswa pada penyelesaian akhir belajar AKM (Asesmen

Kompetensi Minimum).

3. Mengetahui pemahaman siswa pada materi Sistem Koloid.


BAB II

KAJIAN TEORI

1.1 Dasar Teori

SISTEM KOLOID

Koloid merupakan campuran dari dua zat atau lebih yang tersebar secara merata dengan

ukuran partikel terdispersi antara 1-1000 nm. Sedangkan, sistem koloid adalah bentuk campuran

yang keadaanya terletak di antara larutan dan suspensi (campuran kasar) dan memiliki sifat-sifat

yang khas.

Berdasarkan pengertian di atas, apa saja contoh dari sistem koloid ini? Ya, betul. berbagai

bahan makanan yang merupakan campuran dua zat (larutan dan suspensi) itu juga termasuk ke

dalam sistem koloid. Seperti misalnya, mayones, keju, nasi, dan roti. Contoh di luar bahan

makanan? Cat, kosmetik, dan obat-obatan juga termasuk. Bahkan, darah yang ada di dalam tubuh

kita itu sistem koloid. Kok bisa? Hayo, coba kamu ingat. Kira-kira apa saja komposisi darah di

dalam tubuh kita?

Berdasarkan fasenya, sistem koloid terbagi menjadi dua yaitu fase terdispersi dan fase

pendispersi. Berdasarkan kedua fase tersebut, jenis koloid dibagi menjadi 8 golongan:

Gambar 1. Jenis fase pada sistem koloid

Sistem koloid mempunyai sifat khas yang berbeda dengan sifat sistem-sistem dispersi lainnya.

Sifat-sifat koloid yang khas misalnya Efek Tyandall, Gerak Brown, adsorpsi dan koagulasi. 

EFEK TYNDALL
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Ketika berkas

cahaya diarahkan ke larutan, cahaya tersebut akan diteruskan sehingga kita tidak bisa melihatnya.

Kenapa? Hal ini dikarenakan larutan bersifat homogen. Di sisi lain, ketika berkas cahaya diarahkan

ke partikel-partikel koloid dan suspensi, berkas sinar akan dihamburkan sehingga jejaknya dapat

terlihat.

Gambar 2.  Ilustrasi Efek Tyndall (Sumber: chemistryonline.guru)

Contoh Efek Tyndall dalam kehidupan sehari-hari yaitu saat di bioskop. Sorot lampu proyektor

akan tampak jelas ketika ada asap rokok yang melewatinya, sehingga gambar film yang ada di layar

menjadi tidak jelas. Hal ini karena adanya hamburan cahaya oleh partikel-partikel asap rokok yang

menyebabkan daya tembus lampu proyektor menjadi berkurang.

GERAK BROWN

Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan atau gerak zig zag partikel koloid.  Gerakan

ini terjadi karena benturan tidak teratur antara partikel koloid terdispersi dan medium pendispersi.

Benturan ini mengakibakan partikel koloid bergetar dengan arah tidak beraturan dan jarak yang

pendek. Gerak zig zag akibat benturan dari partikel pendispersi menyebabkan sistem koloid tetap

stabil, tetap homogen, dan tidak mengendap.

Ilustrasi Gerak Brown (Sumber: pinterest.com)


 ADSORPSI

Adsorpsi merupakan peristiwa menempelnya muatan di permukaan parikel-partikel

koloid. Adsorpsi terjadi karena adanya kemampuan partikel koloid untuk menarik (ditempeli) oleh

partikel-partikel kecil. Kemampuan untuk menarik ini disebabkan adanya tegangan permukaan

koloid yang cukup tinggi. Alhasil, ketika ada partikel kecil yang menempel ke koloid, partikel itu

akan cenderung tidak mudah lepas (tetap menempel). Zat-zat teradsorpsi dapat terikat kuat

membentuk lapisan yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua lapisan partikel. Partikel koloid

mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Ketika partikel koloid menyerap

ion bermuatan, ion-ion tersebut akan menempel pada permukaannya dan partikel koloid tersebut

menjadi bermuatan.

Gambar 3. Adsropsi pada Fe(OH)3 (Sumber: nafiun.com)

ELEKTROFORESIS

Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel koloid

bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik di mana partikel bermuatan

bergerak ke arah elektrode dengan muatan berlawanan ini disebut elektroforesis. Koloid bermuatan

positif akan bergerak ke arah elektrode negatif, sedangkan koloid bermuatan negatif akan bergerak

ke arah elektrode positif. Oleh karena itu, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis

muatan koloid dan juga untuk memisahkan partikel-partikel koloid berdasarkan ukuran partikel dan

muatannya.

KOAGULASI

Koagulasi adalah peristiwa terjadinya pengendapan pada koloid. Penggumpalan partikel terjadi

karena adanya kerusakan stabilitas sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang
berbeda muatan sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat dipengaruhi oleh

pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda

muatan, dan elektroforesis. Contoh koagulasi koloid dalam kehidupan sehari-hari yaitu

pada penggumpalan susu yang basi dan telur yang direbus hingga membeku.

Gambar 4. Ilustrasi sifat koagulasi (Sumber: bisakimia.com)

PEMBUATAN KOLOID

Gambar 5. Jenis pembuatan koloid

1. Pembuatan Koloid Dengan Cara Kondensasi

Pada cara ini, partikel-partikel kecil (partikel larutan) bergabung menjadi partikel-partikel

yang lebih besar (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:

A. Reaksi redoks

Contoh: pembuatan sol belerang

2H2S(g) + SO2(aq) → 3S(koloid) + 2H2O(l)

B. Hidrolisis

Contoh: pembuatan sol Fe(OH)3 dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air mendidih

FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)

C. Dekomposisi rangkap

Contoh: pembuatan sol AgCl

AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq)


D. Penggantian pelarut

Contoh: bila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu

koloid berupa gel

2. Pembuatan Koloid Dengan Cara Dispersi

Pada cara ini, partikel-partikel besar (partikel suspensi) dipecah menjadi partikel-partikel

yang lebih kecil (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:

1. Cara mekanik

Pada cara ini, butiran-butiran kasar digerus ataupun digiling dengan penggiling

koloid hingga tingkat kehalusan tertentu lalu diaduk dalam medium pendispersi. Contoh:

sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan gula

pasir, kemudian serbuk yang sudah halus tersebut dicampur dengan air.

2. Cara peptisasi

Pada cara ini, partikel-partikel besar dipecah dengan bantuan zat pemeptisasi

(pemecah). Contoh: endapan Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3; endapan NiS oleh H2S; dan

agar-agar dipeptisasi oleh air.

3. Cara busur Bredig

Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam seperti Ag, Au, dan

Pt. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam

medium pendispersi lalu kedua ujung elektroda diberi loncatan listrik.

1.2 Pengertian AKM (Asesmen Kompetensi Minimum)


Asesmen Nasional adalah pemetaan mutu pendidikan untuk seluruh sekolah, madrasah, dan

program kesetaraan jenjang mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah. Asesmen Nasional

sendiri terdiri dari tiga bagian sebagai berikut ini: 

 Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Yang pertama adalah AKM. AKM ini dirancang untuk mengukur hasil belajar kognitif (literasi dan

numerasi) peserta didik. Kemampuan literasi erat kaitannya sama kemampuan kita dalam

memahami suatu informasi dari bacaan. Sedangkan untuk numerasi sendiri berkaitan dengan

kemampuan mencerna informasi dalam bentuk angka atau kuantitatif. 

 Survei Karakter

Bagian kedua adalah survei karakter. Kalau AKM digunakan untuk menguji kemampuan kognitif

siswa dalam bidang literasi dan numerasi, survei karakter ini dirancang untuk mengukur capaian

belajar siswa dalam bidang sosial emosional berupa pilar karakter dengan tujuan untuk mencetak

Profil Pelajar Pancasila.

 Survei Lingkungan Belajar

Bagian ketiga atau terakhir adalah survei lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi

dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah.  Jika sebelumnya

ujian akhir digunakan untuk menguji hasil belajar siswa sebagai syarat kelulusan, Asesmen

Nasional boleh dibilang melakukan pengujian secara lebih luas. Hal ini dilakukan dengan tujuan

melakukan pemetaan dasar dari kualitas pendidikan yang nyata ada di lapangan. Sebagaimana

dikatakan oleh Mendikbud Nadiem Makarim “Hasil Asesmen Nasional tidak ada konsekuensinya

buat sekolah, hanya pemetaan agar tahu kondisi sebenarnya.”

Kemendikbud juga akan membantu sekolah dan dinas pendidikan daerah dengan cara menyediakan

laporan hasil asesmen yang berisi penjelasan profil kekuatan dan area perbaikan tiap sekolah dan

daerah.

 Metode asesmen

Perbedaan pertamanya ada di metode asesmen. Jika UN diujikan menggunakan fixed test atau satu

set soal untuk semua peserta. Di AKM, soal yang diujikan disesuaikan dengan kemampuan siswa.

Bentuk ujiannya pun berbeda, di AKM, soal yang diujikan tidak hanya pilihan ganda melainkan

juga pilihan ganda kompleks (jawaban benar lebih dari satu), isian singkat, sampai dengan soal

berbentuk esai. 
 Hal yang diukur 

Apabila di UN, yang diukur dalam ujian adalah capaian pada kompetensi kurikulum berdasarkan

penguasaan materi dalam mata pelajaran. Di Asesmen Nasional, yang diukur adalah kompetensi

siswa pada literasi dan numerasi, karakter siswa, dan gambaran lingkungan belajar. 

 Peserta tes

Di ujian-ujian akhir sebelumnya, peserta ujian akhir adalah siswa kelas 12 SMA dan 9 SMP. Hal

berbeda terjadi di Asesmen Nasional 2021 di mana pesertanya diambil secara acak dari kelas 5 SD,

8 SMP, dan 11 SMA. Jadi, tidak semua siswa akan menjadi peserta nantinya. Kebijakan ini dibuat

dengan tujuan supaya siswa yang menjadi peserta Asesmen Nasional 2021 dapat merasakan

perbaikan pembelajaran setelah adanya asesmen. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk

memberikan gambaran dampak dari proses pembelajaran yang dilakukan di setiap satuan

pendidikan.

Ujian akhir ditujukan buat kelas 12. Setelah ujian mereka akan mendapatkan ijazah yang berisi

nilai. Ijazah tadi bisa dijadikan bekal untuk melamar pekerjaan, daftar beasiswa, dan buat bekal

mendaftar kuliah di luar negeri.

 Pelaporan hasil tes

Perbedaan antara UN dengan Asesmen Nasional selanjutnya ada pada pelaporan hasil tes. Jika di

UN yang menjadi pelaporan hasil tes adalah nilai tiap siswa, nilai agregat tiap sekolah, dan nilai

agregat per wilayah, berbeda dengan Asesmen Nasional. Di Asesmen Nasional, yang menjadi

pelaporan hasil tes adalah nilai agregat tiap sekolah dan nilai agregat per wilayah.

 Tujuan tes

Perbedaan selanjutnya ada pada tujuan tes. Kalau UN, tujuan tesnya adalah pemetaan dan perbaikan

pembelajaran. Sedangkan untuk Asesmen Nasional, tujuan tesnya adalah perbaikan pembelajaran

serta peningkatan lingkungan belajar yang kondusif. 

1.3 Berpikir Kritis pada Siswa

Berpikir kritis merupakan topik yang penting dan vital dalam pendidikan modern, maka

semua pendidik semestinya tertarik untuk mengajarkan berpikir kritis kepada para siswanya. Para

pakar dan instruktur pendidikan diharapkan terlibat secara intensif dalam merencanakan strategi

pembelajaran keterampilan berpikir kritis. Tujuan khusus pembelajaran berpikir kritis dalam
pengajaran sains atau dalam bidang studi lainnya adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir

siswa dan sekaligus menyiapkan para siswa mengarungi kehidupannya sehari-hari.

Berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir yang benar dalam pencarian pengetahuan yang

relevan dan reliabel tentang dunia realita. Seseorang yang berpikir secara kritis mampu mengajukan

pertanyaan yang cocok, mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak secara efisien dan kreatif

berdasarkan informasi, dapat mengemukakan argumen yang logis berdasarkan informasi, dan dapat

mengambil simpulan yang dapat dipercaya. Berpikir kritis merupakan aktivitas mental dalam

mengevaluasi suatu argumen atau proposisi dan membuat keputusan yang dapat menuntun diri

seseorang dalam mengembangkan kepercayaan dan melakukan tindakan.

Ada hubungan yang sangat erat antara keterampilan berpikir kritis dan metode ilmiah.

Karena itu, keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang

berorientasi pada metode ilmiah. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui metode ceramah,

karena berpikir kritis merupakan proses aktif. Keterampilan intelektual dari berpikir kritis

mencakup berpikir analisis, berpikir sintesis, berpikir reflektif, dan sebagainya harus dipelajari

melalui aktualisasi penampilan (performance). Berpikir kritis dapat diajarkan melalui kegiatan

laboratorium, inkuiri, pekerjaan rumah yang menyajikan berbagai kesempatan untuk menggugah

berpikir kritis, dan ujian yang dirancang untuk mempromosikan keterampilan berpikir kritis.

Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis siswa dalam proses

pembelajaran perlu dilakukan strategi-strategi sebagai berikut:

1. Menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran agar

diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus seimbang antara

sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum, dsb) dan sains sebagai

proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi kejadian, merumuskan masalah,

berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan mengontrol variabel. 

2. Kedua, seimbangkan antara ceramah (lecture) dan diskusi (interaction), teori belajar Piaget

menekankan bahwa pentingnya transmisi sosial dalam mengembangkan struktur mental

yang baru.

3. Ciptakan diskusi kelas, guru sebaiknya memulai presentasi dengan ”pertanyaan”. Ajukan

pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan inkuiri.


Berdasarkan strategi-strategi pengembangan keterampilan berpikir kritis dan lima kunci

dalam menciptakan atau mengkreasi suasana belajar yang interaktif, maka model-model

pembelajaran yang tampaknya sesuai untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dalam upaya

mempromosikan keterampilan berpikir kritis siswa antara lain

(1) Pembelajaran berbasis masalah;

(2) Pembelajaran kontekstual;

(3) Siklus belajar; dan

(4) Model pembelajaran sains-teknologi-masyarakat.

Model-model pembelajaran ini akan memberi pengalaman belajar kepada siswa dalam

mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Model siklus belajar (learning cycle model)

merupakan suatu strategi pembelajaran yang berbasis pada paham konstruktivisme dalam belajar,

dengan asumsi dasar bahwa “pengetahuan dibangun di dalam pikiran pembelajar”.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini berisi tentang pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian,

desain penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan

data, instrumen penelitian dan pengukuran, uji validitas, uji reabilitas dan teknik analisis data yang

diuraikan sebagai berikut:

A. Desain Pengembangan

Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian

pengembangan atau Research and Development (R&D), yang bertujuan untuk

mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Ali

Maksum (2012: 79), mengemukakan istilah produk ini bisa diartikan sebagai perangkat

keras (hardware) atau perangkat lunak (software), seperti model pembelajarn interaktif,

model bimbingan dan sebagainya.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan pendidikan (educational research

and development) yang bertujuan mengembangkan software berupa sumber belajar game

edukatif dengan aplikasi Role Playing Game Maker XP pada mata pelajaran IPS di SMP.

Penelitian pengembangan pendidikan meliputi proses pengembangan, validasi produk, dan

uji coba produk. Melalui penelitian pengembangan, peneliti berusaha untuk

mengembangkan suatu produk yang efektif digunakan dalam pembelajaran. Endang

Mulyatiningsih (2013: 161) menyebutkan bahwa penelitian dan pengembangan (research

and development) bertujuan untuk menghasilkan produk baru melalui proses

pengembangan. Produk penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan dapat

berupa model, media, peralatan, buku, modul, alat evaluasi, dan perangkat pembelajaran

seperti kurikulum dan kebijakan sekolah.

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa Lembar Kerja Siswa

berbasis AKM. Banyak model pengembangan yang bisa digunakan, salah satunya adalah

model pengembangan ADDIE yang dikembangkan oleh Dick and Carry (1996) untuk

merancang sistem pembelajaran (Endang, 2013: 200). Model ADDIE menggunakan lima

tahap pengembangan, yaitu:

1. Analysis, yaitu melakukan analisis kebutuhan. Mengidentifikasi masalah,

mengindentifikasi produk yang sesuai dengan sasaran, pemikiran tentang produk yang

akan dikembangkan.
2. Design, tahap desain merupakan tahap perancangan konsep produk yang akan

dikembangkan.

3. Development, pengembangan adalah proses mewujudkan desain tadi menjadi

kenyataan.

4. Implementation, implementasi adalah uji coba produk sebagai langkah nyata untuk

menerapkan produk yang sedang kita buat.

5. Evaluation, yaitu proses untuk melihat apakah produk yang dibuat berhasil, sesuai

dengan harapan awal atau tidak.

Pengembangan sumber belajar Kimia berupa LKS berbasis AKM dengan materi

Sistem Koloid diharapkan akan memperoleh hasil akhir yang dapat digunakan sebagai

sumber belajar yang dapat memotivasi belajar siswa pada mata pelajaran Kimia.

B. Prosedur Pengembangan

Prosedur penelitian ini mengadaptasi model pengembangan ADDIE dari Dick and

Carry, yaitu model pengembangan yang terdiri dari lima tahapan yang meliputi analisis

(analysis), desain (design), pengembangan (development), implementasi (implementation),

dan evaluasi (evaluation) yang sudah dijelaskan sebelumnya. Namun pada penelitian ini

dibatasi hanya sampai tahap implementasi saja. Peneliti memodifikasi model

pengembangan sesuai dengan kebutuhan.

Prosedur pengembangan “Lembar Kerja Siswa berbasis AKM” meliputi tahap-tahap

berikut ini:

1. Tahap Analisis (Analysis)

Tahap analisis adalah suatu tahap pengumpulan informasi yang dapat dijadikan

sebagai bahan untuk membuat produk, dalam hal ini produk yang dihasilkan adalah sumber

belajar LKS edukatif berbasis AKM. Pengumpulan informasi ini berupa analisis kebutuhan,

analisis perangkat keras, dan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk membuat produk.

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi produk yang sesuai dengan sasaran.
b. Analisis Materi Pembelajaran

Analisis materi pembelajaran meliputi penentuan materi pembelajaran disesuaikan

dengan kurikulum yang berlaku di sekolah dan kebutuhan siswa.

c. Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan dilakukan untuk mengidentifikasi lingkungan belajar dan strategi

penyampaian dalam pembelajaran.

2. Tahap Desain (Design)

Tahap desain dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam merancang LKS yang

akan dibangun. Tahap desain meliputi kriteria pengumpulan data, bagan alur (flowchart),

dan sketsa (storyboard).

a. Pengumpulan Data

Dalam proses pembuatan game, dibutuhkan tahapan pengumpulan data yang

diperlukan dalam game tersebut. Kebutuhan data meliputi materi yang sudah ditentukan

pada tahap analisis, soal-soal latihan sesuai dengan materi, dan skenario. Skenario tersebut

akan mempengaruhi jalannya cerita pada LKS yang dibuat.

b. Flowchart

Flowchart adalah suatu bagan yang terdiri dari berbagai simbol yang menunjukkan

langkah-langkah atau alur suatu program. Flowchart digunakan untuk menggambarkan

langkah-langkah kerja dari sistem yang dibuat, sehingga memudahkan dalam proses

pembuatan LKS.

c. Storyboard

Storyboard merupakan sketsa LKS yang disusun berurutan sesuai dengan AKM,

dengan storyboard dapat mempermudah peneliti dalam menyampaikan ide dan

mendiskripsikan rancangan sumber belajar LKS yang dibuat.

3. Tahap Pengembangan (Development)

Pengembangan aplikasi adalah tahap merealisasikan apa yang telah dibuat dalam

tahap desain agar menjadi sebuah produk. Hasil akhir dari tahap ini adalah sebuah produk

yang akan diujicobakan.

a. Pembuatan LKS
Pada tahapan pembuatan game, peneliti membuat aplikasi sesuai dengan desain yang

telah dibuat sebelumnya. Proses pembuatan LKS meliputi pembuatan Slide, mapping,

database using, eventing, pemaketan (publishing), dan uji ahli.

1) Pembuatan Slide

Membuat slide tampilan awal diantaranya halaman judul, kompetensi inti, kompetensi

dasar, tujuan pembelajaran, profil, petunjuk dan membuat soal-soal dan pembahasan.

2) Mapping

Membuat map yang nanti menjadi tempat dimana mempermudah LKS atau materi

yang ditemukan dalam LKS.

3) Database Using

Memasukkan soal, gambar, materi singkat, kunci jawaban, pembahasan dan fakta-fakta

dalam kehidupan sehari-hari yang memperkuat teori dari materi sistem koloid tersebut

sehingga LKS lebih menarik.

4) Testing

Tahap ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah sumber belajar LKS edukatif sudah

berjalan seperti yang diharapkan atau belum.

5) Publishing

Setelah semua langkah di atas selesai, yang harus dilakukan adalah mempublish LKS

yaitu menjadikan LKS sebagai bahan penelitian dalam kelas XII.

6) Uji Ahli

LKS yang sudah selesai selanjutnya dinilai oleh ahli materi dan ahli sumber belajar

sebelum di ujikan kepada pengguna. Uji ahli dilakukan oleh satu ahli materi (dosen)

dan satu ahli sumber belajar (dosen). Pengujian LKS dilakukan berdasarkan kriteria

yang telah ditentukan. Validasi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai

kelayakan materi dan kelayakan sistem dari produk yang dikembangkan serta

mendapatkan komentar dan saran yang dapat digunakan sebagai dasar untuk

melakukan revisi produk I. Produk media akan direvisi berdasarkan komentar dan dari

validator. Setelah melalui revisi tahap I, produk diajukan kembali kepada ahli materi

dan ahli sumber belajar untuk dilakukan validasi tahap II. Setelah dinyatakan layak
untuk diujicobakan, langkah selanjutnya adalah uji coba LKS terhadap siswa.

4. Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap ini dapat dilakukan jika hasil dari uji ahli sudah memenuhi kriteria baik. Tahap

implementasi merupakan tahap uji coba terhadap users yaitu guru Kimia sebagai praktisi

pembelajaran dan siswa kelas XII dalam uji coba kelompok kecil. Guru dan siswa

diberikan instrumen yang telah disusun pada tahap sebelumnya. Jika pada tahap uji coba

oleh guru Kimia dan siswa kelas XII dalam kelompok kecil produk mendapat tanggapan

layak untuk digunakan dan dapat memotivasi belajar siswa, maka tahap selanjutnya adalah

mengimplementasikan produk pada siswa kelas XII dalam kelompok besar, yaitu sebanyak

30 orang. Komentar dan saran baik guru maupun siswa pada tahap ini dapat menjadi

pertimbangan untuk dilakukan revisi produk sehingga produk lebih baik lagi.
Analisis Kebutuhan

Analisis Analisis Materi Pembelajaran

Analisis Lingkungan

Pengumpulan Data

Design Flowchart
sain
Storyboard

Pembuatan LKS

Validasi Ahli Materi dan Ahli sumber belajar

Tahap I
Pengembangan

Revisi I

Validasi Ahli Materi dan Ahli sumber belajar


Tahap II

Uji Coba Guru

Uji Coba User Siswa Kelompok Kecil


Implementasi
Revisi II

Uji Coba User Siswa Kelompok Besar

Revisi Akhir

Produk Akhir

Gambar 2. Bagan Pengembangan Produk


C. Validasi dan Uji Coba Produk

1. Desain Validasi

Validasi produk penelitian ini melalui beberapa tahap, yaitu :

a. Produk awal yang sudah disetujui oleh dosen pembimbing divalidasi oleh dosen

ahli materi dan dosen ahli sumber belajar, komentar dan saran dari ahli materi dan

ahli sumber belajar digunakan untuk revisi I.

b. Hasil revisi I divalidasi kembali oleh dosen ahli materi dan dosen ahli sumber

belajar hingga memperoleh hasil yang layak untuk diujicobakan kepada guru

Kimia sebagai praktisi pembelajaran dan siswa SMP kelas XII.

Data dari ahli materi, ahli sumber belajar, guru Kimia dan siswa akan diolah untuk

dapat memperoleh informasi mengenai kelemahan sumber belajar melalui LKS berbasis

AKM sehingga akan dapat direvisi kembali untuk menjadi sebuah sumber belajar yang baik

dan layak digunakan dalam belajar Kimia.

2. Validator dan Subjek Uji Coba

Validator dalam penelitian ini adalah ahli materi Kimia, ahli sumber belajar Kimia.

Sedangkan subjek uji coba dalam penelitian ini adalah guru Kimia MAN 1 Medan sebagai

praktisi pembelajaran Kimia dan siswa kelas XII MAN 1 Medan yang beralamat di

Pancing, Medan. Subjek dipilih dengan alasan bahwa di sekolah tersebut menerapkan

kurikulum 2013 dan memiliki fasilitas yang memadai.


D. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.

Data-data tersebut diperoleh dari hasil penilaian oleh ahli materi dan ahli sumber belajar,

tanggapan oleh guru IPS sebagai praktisi pembelajaran, serta tanggapan yang diperoleh dari

hasil uji coba kepada siswa MAN kelas XII.

1. Data kualitatif berupa data yang dijabarkan dengan kriteria sangat baik (SB), baik (B),

cukup (C), kurang (K), sangat kurang (SK) yang diperoleh dari penilaian ahli materi

dan ahli sumber belajar dengan cara memberikan tanda cek (√) pada setiap kriteria.

Data kualitatif juga berupa data tanggapan dari users yang dijabarkan dengan kriteria

sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju

(STS) dengan cara memberikan tanda cek (√) pada setiap kriteria.

2. Data kuantitatif berupa skor dari penilaian ahli materi dan ahli sumber belajar yaitu

SB=5; B=4; C=3; K=2; SK=1 dan skor dari tanggapan users yaitu SS=5; S=4; KS=3;

TS=2; STS=1. Skor dihitung dari rata–rata penjumlahan setiap instrumen hasil

penilaian ahli materi dan penilaian ahli sumber belajar, serta tanggapan guru Kimia

dan siswa kelas XII sebagai subjek uji coba yang kemudian dibandingkan dengan skor

ideal untuk mengetahui kelayakan sumber belajar.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam pengambilan data

pada penelitian pengembangan ini berupa angket. Angket berupa daftar pertanyaan tertulis

yang harus ditanggapi oleh responden. Responden menanggapi dengan cara memilih

alternatif jawaban yang sudah ada. Instrumen tersebut disusun untuk mengetahui kelayakan

game edukatif yang dikembangkan sebagai sumber belajar Kimia.

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan instrumen dengan

aspek dan kriteria mengadopsi dari Romi Satria Wahono (2006), dengan pengembangan

lebih lanjut oleh peneliti disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Instrumen berupa angket

ini kemudian divalidasi oleh dosen pendidikan Kimia. Validasi instrumen ini menghasilkan

angket yang siap digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.

Anda mungkin juga menyukai