Anda di halaman 1dari 80

KAJIAN TEKNIS MEKANISME PENIMBUNAN BATUBARA

DI STOCKPILE TERHADAP PENGARUH KUALITAS


BATUBARA DI PT. INJATAMA KECAMATAN
KETAHUN KABUPATEN BENGKULU
UTARA PROVINSI BENGKULU

TUGAS AKHIR II

Oleh :
WAHYUDHY K. SIANIPAR
NIM : 710013060

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2017

i
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi


orang bodoh menghina hikmat dan didikan ”
Amsal 1:7

yang utama dari segalanya,


Segala puji, syukur, hormat, kemuliaan, hanya bagi-Mu Tuhan.
Karna cinta dan kasih-Mu telah memberikan ku kekuatan dan
kemudahan, sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini, Itu
semua karna rahmat dan kemurahan-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Haleluya. Amin.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada. . .

 Sebagai tanda bakti, hormat, dan terima kasih yang tak


terhingga ku persembahkan karya kecil ini kepada kedua
orangtua ku, segala pengorbanan mereka yang tak dapat
terukur. Hanya dapat kubalas pada lembaran kertas ini,
semoga ini menjadi langkah awal untuk membahagiakan
mereka.
 Kepada adik-adik ku tercinta (bibik & lesuik), semoga karya
kecil abang mu ini dapat menjadi motivasi kalian untuk
belajar dan menggapai masa depan .
 Kepada pak Andy dan pak Arie, yang telah membimbing
saya selama penyelesaian tugas akhir ini. Saya ucapkan
terima kasih atas ilmu, nasihat, waktu, yang telah bapak
berikan kepada saya dan kesabaran dalam membimbing
saya.
 Teruntuk kepada persepupuan cs Bengkulu ( Nobel Sitompul,
Rio Pratama, Andri Paleka, m. romi arif ) yang selalu
menjadi teman dan sahabat yang selalu mewarnai setiap
jejak langkah di jogja ini. You all the best.
 Kepada teman-teman rohani Gpdi Sion Maguoharjo, yang
selalu memberi dukungan doanya. Tuhan memberkati.
 Kepada teman-teman tambang ’13 STTNAS Yogyakarta,
yang berdampak dan menemani kehidupan sebagai
mahasiswa.
 Teruntuk Anita Yuan yang selalu dekat menemani, selalu
mau mendengar cerita ku, dan tulus memberikan perhatian
dan semangat. Wish all best for you, let’s bring hope to
prayer. ILUY.

iii
SARI
PT. Injatama, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam kegiatan
penambangan batubara, di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan industri
dalam negeri maupun luar negeri. Dalam rangka memenuhi kebutuhan para
konsumen tersebut, PT. Injatama, Tbk memiliki pelabuhan batubara yang terletak
di kecamatan ketahun, kabupaten Bengkulu Utara, provinsi Bengkulu. Sebelum
dilakukannya pengiriman material, batubara terlebih dahulu ditimbunan pada
stockpile dengan pola penimbunan chevron dengan lama waktu ± 40 hari. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola penimbunan
batubara terhadap lama waktu penumpikan batubara serta perubahan kualitas
batubara yang menyebabkan terjadinya gejala swabakar. Pengamatan dilakukan
pengambilan data dari beberapa parameter antara lain: pengukuran dimensi
penimbunan dan volume timbunan, mengkaji mekanisme pola penimbunan dan
lama waktu penumpukan, pengukuran suhu pada stockpile yang selanjutnya
diolah dengan Microsoft Excel serta perolehan data sekunder berupa kualitas
batubara dan ukuran butir batubara pada stockpile. Pengamatan dilakukan pada
stockpile yang memiliki peringkat batubara sub-bituminous.
Penimbunan batubara pada area stockpile harus memperhatikan teknis
penimbunan guna menjaga kualitas batubara setelah ditambang. Sistem
penimbunan batubara meliputi desain stockpile, sistem pencegahan swabakar,
jalan alat mekanis, dan sistem pengaturan timbunan batubara sehingga batubara
yang ditimbun tidak mengalami degradasi kualitas, dan potensi terjadinya
swabakar dapat diminalisir. Kajian awal dilakukan dengan mengetahui kondisi
aktual area stockpile di pelabuhan, yang terdiri dari dimensi timbunan, sistem
penimbunan dan perawatan yang dilakukan, sistem pendukung di area stockpile
seperti sistem pencegahan swabakar dan sistem pengaturan timbunan batubara di
daerah tersebut.
Permasalahan yang terjadi adalah desain stockpile yang melebihi kapasitas
maksimum yang diberikan dengan ketinggian mencapai 13,5 m dan sudut
timbunan yang melebihi tetapan sebesar 410, dimana dimensi tersebut telah
melebihi batas ketentuan dalam pengendalian mutu kualitas batubara. Kegiatan
pengaturan penimbunan batubara pada stockpile ini belum mengikuti aturan yang
baik, yaitu batubara yang pertama di timbun tidak di bongkar terlebih dahulu
karena kondisi stockpile yang terlalu penuh dengan kapasitas 53.808 ton, dimana
seharusnya kapasitas stockpile yang direncanakan sebelumnya sebesar 48.000 ton.
Akibatnya, gejala swabakar sering terjadi pada batubara di stockpile. Berbagai
permasalahan tersebut yang melatar belakangi kajian dan rancangan perbaikan
sistem penimbunan batubara di stockpile PT. Injatama, Tbk agar tidak terjadi
perubahan kualitas batubara yang signifikan dan potensi swabakar dapat
diminimalisir.

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir II ini.
Tujuan penulisan Tugas akhir II ini dengan judul Kajian Teknis
Mekanisme Penimbunan Batubara Di Stockpile Terhadap Pengaruh Kualitas
Batubara di PT. Injatama Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara,
Provinsi Bengkulu adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk dapat
melanjutkan Tugas Akhir II pada Jurusan Teknik Pertambangan di Sekolah
Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang turut membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, khususnya pada :
1. Bapak Didik Agus Triwoto, selaku pimpinan Sucofindo cabang Bengkulu dan
seluruh staff yang telah menfasilitasi jalannya penelitian ini, dan semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan
dan bantuan terselesaikannya laporan Tugas Akhir II ini.
2. Bapak Ir. H.Ircham, M.T., selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta.
3. Bapak Dr. R. Andy Erwin Wijaya,S.T., M.T. , selaku Ketua Jurusan Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta dan juga
selaku Dosen Pembimbing I.
4. Bapak A.A. Inung Arie Adnyano, S.T, M.T, selaku Dosen Pembimbing II.
Akhir kata penyusun berharap Tugas Akhir II ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penyusun sendiri dan untuk pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Juni 2017

Penyusun

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PESEMBAHAN ....................................................................... iii
SARI ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .............................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2
1.5 Metode Penelitian ........................................................................... 3
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

BAB II. TINJAUAN UMUM ....................................................................... 9


2.1. Sejarah Perusahaan .......................................................................... 9
2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah ...................................................... 9
2.3. Informasi Umum Daerah Penelitian ................................................ 10
2.4. Keadaan Geologi ............................................................................ 12
2.5. Geologi Daerah PT. Injatama .......................................................... 15
2.6. Cadangan dan Kualitas Batubara ..................................................... 17

BAB III. DASAR TEORI ............................................................................. 19


3.1. Batubara ........................................................................................... 19
3.2. Klasifikasi Batubara ....................................................................... 19
3.3. Karakteristik Batubara ..................................................................... 20
3.4. Parameter Analisa Batubara ............................................................ 21
3.5. Sampling .......................................................................................... 26
3.6.Potensi Terjadinya Swabakar Pada Kegiatan Penimbunan
Batubara ........................................................................................... 29
3.7. Faktor – Faktor Pendukung Terjadinya Swabakar Pada Batubara .. 30
3.7.1. Faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable
factor) .................................................................................... 31

vi
3.7.2. Faktor yang dapat dikendalikan (controllable factor) ........... 32

BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................... 37


4.1. Analisa Kualitas Dan Klasifikasi Peringkat Batubara ..................... 37
4.2. Faktor-Faktor Perubahan Nilai Kualitas Batubara………………… 38
4.2.1. Kondisi Timbunan Batubara di stockpile .............................. 38
4.2.2. Sistem Pengaturan Timbunan Batubara ................................ 42

BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................. 44


5.1. Kualitas Timbunan Batubara .......................................................... 44
5.2. Umur Timbunan Batubara ............................................................. 45
5.2.1. Perubahan Nilai Kualitas Batubara........................................ 45
5.2.2. Mekanisme swabakar ............................................................ 47
5.3. Rencana perbaikan Stockpile ........................................................... 49

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 53


6.1. Kesimpulan .................................................................................... 53
6.2. Saran ............................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 55


LAMPIRAN .................................................................................................... 56

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 8
2.1 Peta Lokasi Kesampaian Daerah Port PT. Injatama ................................. 10
2.2 Peta Geologi Regional Bengkulu .............................................................. 15
2.3 Statigrafi Lapisan Pembawa batubara PT. Injatama ................................. 17
3.1 Pola Penimbunan Chevron (G. Okten, 1990) ............................................ 32
3.2 Pola Penimbunan Windrow (G. Okten, 1990) ........................................... 33
3.3 Pola Penimbunan Cone Ply (G. Okten, 1990) ........................................... 33
4.1 a. Dimensi Lantai Dasar ............................................................................ 38
b. Kondisi Timbunan Batubara pada Stockpile…………………………… .. 38
4.2 Hasil Pengukuran Desain Layout Aktual Timbunan Batubara………… 39
4.3 Hasil Pengukuran Desain Layout Aktual Timbunan Batubara pada
Tampak Samping………………………………………………………... 40
4.4 a. Pengukuran Suhu Pada Stockpile………………………………………… . 42
b. Gejala Swabakar pada Suhu 40oC…………………………………… . 42
4.5 Mekanisme Pola Penimbunan Batubara Di Area Stockpile…………….. .. 42
4.6 Proses Mekanisme Pola Penimbunan Batubara Di Area Stockpile………43
5.1 Grafik Regresi Peningkatan Suhu Rata-Rata Harian ................................ 47
5.2 Tampak Atas Layout Perbaikan Dimensi Stockpile .................................. 50
5.3 Tampak Samping Dimensi Stockpile dan Lebar Jalan Alat Mekanis ...... 52
5.4 Sitem Perbaikan Pengaturan Timbunan Batubara………………………. 52
A.1 Layout Port Pt. Injatama, Tbk...................................................................56
B.1 Sisi Lereng Timbunan Stockpile ………………………........................... 57
B.2 Desain Timbunan Pada Stockpile Autocad……………………................ 58
B.3 Desain Timbunan Pada Stockpile Tampak Atas……………… ................ 58
C.1 Desain Layout Timbunan Pada Stockpile pada Tampak Samping…… ... 60
C.2 Desain Layout Timbunan Pada Stockpile pada Tampak Atas… .............. 61
D.1 Spesifikasi Excavator Kolbeco SK 480 LC…………………………….. 63

viii
D.2 Spesifikasi Bulldozer Komatsu D 65 E…………………………………. 65
D.3 Whell loader Komatsu WA 380 Z………………………………………. 67

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Data curah hujan tahun 2010 - 2014 ..................................................... 11
2.2. Statigrafi Regional Cekungan Bengkulu .............................................. 13
3.1. Klasifikasi Batubara Berdasarkan ASTM ............................................ 20
3.2. Fuel Ratio Berbagai Jenis Batubara (Sukandarrumidi, 2008) .............. 24
3.3. Jumlah Dan Berat Minimum Increment ............................................... 26
3.4. Jumlah Increment Berdasarkan Lokasi Pengambilan Sampel .............. 27
3.5. Waktu Pengeringan Menurut ISO, ASTM, BS, DAN AUS………… . 28
3.6. Angle Of Repose Berbagai Kulaitas Dan Kondisi Batubara………….. 36
4.1. Dimensi dan luasan lantai dasar pada stockpile…………………………. 37
4.2. Data Kualitas Batubara di Stockpile…………………………………. 37
4.3. Distribusi Ukuran Butir Batubara…………………………………….. 40
4.4. Data Pengukuran Temperatur Harian………………………………... 42
5.1. Perubahan Parameter Kualitas Batubara Pada hari ke-40…………… 44
5.2. Perbandingan Dimensi Stockpile sebelum dan setelah koreksi……… 50
5.3. Lebar Alat Berat yang Beroperasi di Area Stockpile…………………… 51
B.1. Dimensi timbunan stockpile………………………………………… ........ 57
D.1. Excavator Kolbeco SK 480 LC………………………………… ........ 63
D.2. Bulldozer Komatsu D 65 E………………………............................. 64
D.3. Whell loader Komatsu WA 380 Z……………………………………. 66
E.1. Data hasil pengukuran temperatur dan temperatur rata-rata harian
pada Stockpile selama 10 hari………………………………..……… 68

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
A Layout Port PT. Injatama, Tbk. .............................................................. 56
B Perhitungan Kapasitas Aktual Stockpile ................................................. 57
C Rencana Perbaikan Desain Layout Stockpile ......................................... 60
D Spesifikasi Alat Mekanis Yang Beroperasi Di Stockpile ....................... 63
E Data Hasil Pengukuran Temperatur Dan Temperatur Rata-Rata
Harian Pada Stockpile Selama 10 Hari ................................................... 68

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Batubara merupakan sumber daya alam tak terbarukan yang sangat potensial
baik sebagai sumber energi alternatif selain energi minyak dan gas bumi maupun
sebagai sumber devisa negara. Di Indonesia, batubara dimanfaatkan sebagai bahan
bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk memenuhi permintaan listrik
dalam negeri, bahan bakar yang digunakan pada pabrik-pabrik, dan juga dapat
diekspor dalam rangka menambah devisa negara.
PT. Injatama, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam kegiatan
penambangan batubara, di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan industri dalam
negeri maupun sebagai ekspor kebutuhan konsumen luar negeri. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan para konsumen tersebut, PT. Injatama, Tbk memiliki pelabuhan
batubara yang terletak di kecamatan ketahun, kabupaten Bengkulu Utara.
Penimbunan batubara pada areal stockpile harus diperhatikan teknis
penimbunannya agar kualitas batubara setelah ditambang dapat terjaga. Sistem
penimbunan batubara di stockpile meliputi desain stockpile, sistem pencegahan
swabakar, jalan alat mekanis, dan sistem pengaturan timbunan batubara sehingga
batubara yang ditimbun tidak mengalami degradasi kualitas, dan potensi terjadinya
swabakar dapat diminalisir (Mulyana, 2005). Kajian awal dilakukan dengan
mengetahui kondisi aktual areal stockpile di pelabuhan, yang terdiri dari dimensi
timbunan, sistem penimbunan dan perawatan yang dilakukan, sistem pendukung di
areal seperti sistem pencegahan swabakar dan sistem pengaturan timbunan batubara
di daerah tersebut.
Pada areal stockpile, permasalahan yang terjadi adalah desain stockpile yang
melebihi kapasitas maksimum yang diberikan dengan ketinggian mencapai 13,5 m,

1
sedangkan menurut (Muchjidin, 2006) tinggi stockpile untuk batubara bersih adalah
11-12 m. Kegiatan pengaturan penimbunan batubara pada stockpile ini belum
mengikuti aturan yang baik, yaitu batubara yang pertama di timbun kemudian tidak di
bongkar terlebih dahulu karena kondisi stockpile yang terlalu penuh dengan kapasitas
53.808 ton dimana seharusnya kapasitas stockpile ditetapkan sebesar 48.000 ton.
Akibatnya, gejala swabakar sering terjadi pada batubara di stockpile.
Berbagai permasalahan tersebut yang melatar belakangi untuk mengkaji dan
merencanakan perbaikan sistem penimbunan batubara di stockpile PT. Injatama, Tbk
agar tidak terjadi perubahan kualitas batubara yang signifikan dan potensi swabakar
dapat diminimalisir.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi masalah pada pengaruh
pola penimbunan batubara tehadap perubahan nilai parameter kualitas batubara
dengan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh lama waktu penimbunan batubara terhadap kualitas
batubara ?
2. Seberapa besar pengaruh pola penimbunan terhadap kualitas batubara di
stockpile ?
3. Faktor-faktor apa saja penyebab terjadinya swabakar pada stockpile di PT
Injatama, Bengkulu ?

1.3 Batasan Masalah


Dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi masalah hanya pada pola
penimbunan batubara terhadap penumpukan yang mempengaruhi faktor penyebab
terjadinya swabakar dan parameter kualitas batubara di stockpile PT Injatama, Tbk.
Bengkulu.

2
1.4 Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh
mekanisme penimbunan batubara di stockpile yang bertujuan untuk :
1. Menganalisis besar nilai kualitas batubara guna menentukan klasifikasi
batubara di stockpile.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan nilai kualitas
batubara terhadap nilai kalori.
3. Untuk mengetahui pengaruh pola penimbunan batubara terhadap lama
waktu penumpukan yang mengakibatkan swabakar.
4. Mengupayakan perbaikan dan penanganan batubara di stockpile tehadap
masalah swabakar.

1.5 Metode Penelitian


Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis melakukan pengamatan dan
pengukuran langsung dimensi timbunan batubara dan melakukan analisa karakteristik
pada batubara tersebut, sehingga dapat memberikan alternatif dalam pemecahan
masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian ini adalah:

1. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari perusahaan atau dengan
cara pengamatan langsung di lapangan. Adapun data yang diperoleh yaitu:
1. Keadaan tempat penimbunan
2. Mekanisme pola penimbunan di stockpile
3. Menghitung dimensi penimbunan batubara
4. Kapasitas penyimpanan penimbunan
5. Lamanya penimbunan
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah jenis data langsung dari lapangan dan tidak langsung
seperti parameter analisa batubara dan analisa kualitas batubara dari pengujian

3
laboratorium dari sumber penelitian, akan tetapi dari buku literatur dan referensi
di perpustakaan.

2. Cara Memperoleh Data


Pengambilan data ini dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya
dilapangan sehingga akan didapatkan solusi lanjutan untuk permasalahan bagi
perusahaan. Penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu penelitian di area stockpile
PT. Injatama, Tbk dan hasil penelitian di Laboratorium Sucofindo Bengkulu.
a. Melakukan pengamatan penimbunan batubara pada stockpile PT. Injatama.
Kajian terhadap tinggi timbunan, panjang timbunan, lebar timbunan dan sudut
kemiringan timbunan dilakukan di area ini sebagai data awal untuk perbaikan
sistem penimbunan stockpile. Tinggi timbunan diukur dengan menggunakan
meteran yang dibentangkan pada sisi lereng timbunan dan pada sisi samping
timbunan. Panjang dan lebar timbunan dihitung menggunakan alat Global
Positioning System. Penulis melakukan penelitian dengan berkeliling areal
stockpile. Hal ini dilakukan agar didapatkan panjang dan lebar aktual
stockpile. Sedangkan sudut timbunan didapatkan berdasarkan data angle of
repose dari batubara dan data pengukuran yang dilakukan di lapangan.
b. Pengambilan sampel batubara di stockpile. Menggunakan metode random
sampling dengan mengambil gross sample. Pengambilan contoh dengan
metode ini dilakukan pada batubara yang tersingkap di lantai, tengah, dan
puncak timbunan di sampling beberapa titik dan membentuk grid-grid yang
dianggap mewakili.
c. Preparasi batubara dan persiapan alat
Bahan baku utama yang diteliti adalah batubara yang akan dijual kepada
konsumen yaitu batubara jenis sub-bituminus, dengan tahap pertama
dilakukan persiapan untuk gross sample, di sini dilakukan pengambilan
sampel pada timbunan stockpile. Sampel yang diambil yaitu seberat 15 kg
untuk keperluan analisis total moisture yang bertujuan untuk mendapatkan

4
sampel dengan kualitas yang bisa mewakili seluruh populasi dan jumlahnya
relatif masih bisa ditangani.
Dari 15 kg sampel yang di ambil, dipisahkan sebanyak 3 kg, sampel
dimasukkan dan digerus di dalam jaw crusher dengan ukuran -13mm, setelah
didapatkan hasilnya digunakan untuk Analisis Proximate dan analisa TM
(Total Moisture). Untuk keperluan Analisis Proximate sampel diangin-
anginkan di drying oven pada suhu 40oC dalam kurun waktu 4 jam. Setelah
selesai diangin-anginkan sample digerus di hammer mill berukuran 0,212 mm,
sampel siap dianalisa . Untuk keperluan analisa TM (Total Moisture) sampel
diangin-anginkan di drying oven pada suhu 40oC dalam kurun waktu 4 jam,
setelah selesai diangin-anginkan sampel digerus di double roll crusher dengan
ukuran – 3mm, lalu di angin-anginkan kembali pada drying oven dengan suhu
110oC ± 3 jam, sampel siap dianalisa.
d. Analisis Inherent Moisture
Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan air
bawaan yang terdapat di dalam batubara, metode yang digunakan British
Standards 1016 ; part 104.1 1999. Berikut langkah-langkah yang dilakukan :
1. Periksa dan siapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Panaskan free space oven pada suhu 105 – 1100C.
3. Timbang crusible beserta tutupnya pada neraca analitik dengan
ketelitian 0,0001 gram.
4. Masukkan conto uji dengan menggunakan spatula dan timbang conto
uji sebanyak 1 gram kedalam crusible.
5. Panaskan conto uji selama 2 jam.
6. Keluarkan conto uji dari dalam oven dengan menggunakan tong.
7. Conto uji harus segera ditutup untuk menghindari pengaruh kondisi
udara sekitar.
8. Tempatkan conto uji pada desikator.
9. Kondisikan conto uji selama 15 menit di dalam desikator.

5
10. Keluarkan conto uji dari desikator dan lakukan penimbangan.
e. Analisis Nilai Kalori
Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besar nilai
kalori yang terdapat di dalam batubara, metode yang digunakan ASTM
D5865-10a. Berikut langkah-langkah yang dilakukan :
1. Timbang sampel yang akan dianalisis
2. Letakkan sampel boat (crucible) di atas timbangan.
3. Tekan tare untuk menera sampai stabil (0,0000 gr).
4. Letakkkan sampel yang akan dianalisis ke dalam sample boat
(crucible) dengan berat ±1 gr.
5. Tekan tombol print pada balance atau masukkan secara manual setelah
pembacaan stabil.
6. Letakkan crucible yang berisi sampel dan pasang fuse wire pada
sampel holder. Jarak antara fuse wire dengan sampel ±0.5 cm dan
tidak menyentuh crucible.
7. Pasang sample holder ke combustion vessel (bomb) ke dalam
kemudian isi bomb dengan gas oksigen sampai mencapai tekanan 420
PSI (secara ototmatis berhenti pada saat tekanan 420 PSI).
8. Letakkan combustion vessel (bomb) ke dalam bomb bucket kemudian
tutup coper bucket.
9. Tekan tombol start untuk memulai analisis, kemudian pilih bomb 1
atau 2 sesuai yang dipakai untuk analisa.
10. Setelah sampel habis terbakar, secara otomatis besarnya nilai kalori
akan muncul pada layar. Observasi adalah pengamatan langsung
bagaimana kinerja total station pada area penambangan.
f. Studi Pustaka
Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan buku literatur yang
mendukung data yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan penelitian ini.

6
3. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul baik dari studi literature maupun dari pengambilan
data dilapangan dikelompok-kelompokkan berdasarkan jenis dan kegunaannya,
sehingga akan terlihat apakah terjadi penyimpangan atau tidak. Jika terjadi
penyimpangan data yang cukup tinggi maka pengambilan data harus semakin banyak
sehingga dapat diambil rata-rata yang mewakili keadaan.
Data-data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan
pertama/sementara. Kemudian dilakukan pengecekan kembali atau diteliti ulang
apakah kesimpulan tersebut cukup baik.

4. Kesimpulan
Dari kesimpulan pertama dan telah diperiksa kembali baru ditarik atau
didapatkan penyelesaian dari permasalahan yang timbul dari penelitian ini.

7
5. Diagram Alir Penelitian

PENENTUAN JUDUL

OBSERVASI LAPANGAN

PENGAMBILAN DATA

DATA PRIMER DATA SEKUNDER


1. Keadaan tempat penimbunan 1. Peta kesampaian daerah
2. Mekanisme pola penimbunan di stockpile 2. Peta struktur geologi
3. Menghitung dimensi penimbunan batubara 3. Data curah hujan
4. Lamanya penimbunan 4. Klasifikasi batubara
5. Pengukuran suhu harian timbunan 5. Analisa kualitas batubara

PENGOLAHAN DATA

ANALISIS DATA

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

Gambar 1.1 Tahapan-tahapan dalam penelitian

1.6 Manfaat Penelitian


Dari penelitian ini, diharapkan diperoleh manfaat, yaitu:
1. Dapat memberikan sumbangsi pemikiran bagi perusahaan di dalam
memutuskan kebijakan mengenai kegiatan penimbunan batubara.
2. Menjaga kualitas dan kuantitas batubara dalam bentuk analisa kualitas
batubara, dimensi timbunan, dan manajemen penimbunan batubara.
3. Melakukan penanganan dengan meminimalisir faktor- faktor resiko
yang berdampak pada swabakar.

8
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Perusahaan


PT. Injatama, Tbk merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang
didirikan pada tanggal 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan
dan penggunaan alat berat PT Trakindo Utama. Dalam perkembangannya, sejak
tahun 2010 PT. Injatama, Tbk diintegrasikan oleh ABM Investama Group
dengan investasi strategi di bidang sumber daya energi, jasa energi, dan
infastruktur. PT ABM Investama Tbk. ini tercatat di bursa efek Indonesia dengan
kode ABM yang merupakan bagian dari Tiara Marga Trakindo (TMT).
PT. Injatama, Tbk mengalami evolusi sehingga berada dalam satu
jaringan bisnis yang bersinergi dari penambangan batubara, jasa kontraktor
penambangan, dan solusi ketersedian energi listrik. Kontribusi yang signifikan
telah diberikan perusahaan dalam sinergi itu, menempatkan PT. Injatama, Tbk
sebagai salah satu penyedia jasa pertambangan terkemuka. Saat ini PT. Injatama,
Tbk sebagai salah satu penyedia jasa pertambangan terkemuka dengan didukung
oleh 3.400 karyawan kompeten dibidangnya, 624 unit alat berat dan
penunjangnya, serta sistem dan teknologi termodern sesuai izin pertambangan
Nomor 904/304/DJB/2011 tertanggal 4 Juli 2014.

2.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi penambangan batubara PT. Injatama, Tbk terletak ± 35 km
sebelah utara Kota Ketahun tepatnya di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Ulok
Kupai, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Untuk mencapai lokasi
dapat ditempuh dengan melalui jalan provinsi lintas barat (Jalan regional
Bengkulu – Padang), dari Kota Bengkulu kemudian melewati Sungai Itam dan
Pondok Kelapa – Kerkap – Lais – Urai dengan kondisi jalan beraspal. Lalu, dari
Urai melewati D1 (Pasar Ketaun) – K1 (Desa Fajar baru) – Desa Air Lelangi –

9
Desa Tanjung Dalam dengan kondisi jalan koral. Ditempuh menggunakan
kendaraan roda empat selama ± 4 jam.
Secara astronomis lokasi tambang PT. Injatama, Tbk terletak pada
koordinat 3° 09’ 55.80’’ LS - 3° 12’ 40.90’’ LS dan 101° 45’ 15.30’’ BT – 101°
46’ 57.80’’ BT yang meliputi area seluas 1200 Ha.

Gambar 2.1 peta kesampaian daerah

2.3 Informasi Umum Daerah Penelitian


Jenis kepemilikan lahan yang dipergunakan untuk kegiatan
pertambangannya adalah perkebunan rakyat dan status kepemilikannya berupa
SKT. Teknik dan metode pembebasan lahan dengan cara jual beli tanah
sebagaimana umumnya, ada keseakatan kedua belah pihak antara pemilik dengan
pembeli beserta saksi, sebagai dokumentasinya pembeli memiliki SKT (Surat
Keterangan Tanah), AKTA, Sertifikat dan Kwitansi jual beli (surat perjanji jual
beli), serta foto-foto.
Lahan yang dibebaskan adalah untuk lokasi penambangan, pembuangan
tanah penutup, dan sarana penunjang (infrastruktur). Lahan yang sudah
dilakukan penambangan, penimbunan, dan penataan, yang kemudian dilakukan

10
revegetasi agar lahan tersebut dapat berfungsi seperti sedia kala atau lebih baik
dari sebelumnya. Berdasarkan dokumen AMDAL, bahwa peruntkan lahan bekas
tambang akan dijadikan Hutan Sengon dan Akasia.

2.3.1 Iklim dan Curah Hujan


Iklim dilokasi penambangan sama dengan iklim Indonesia pada
umumnya, yaitu iklim tropis yang terbagi dalam dua musim, yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Berdasarkan data Curah Hujan Kecamatan ketahun
Bengkulu utara pada bulan 2010 - 2014 dengan jumlah hujan rata-rata 4371 mm
per-Tahun.
Tabel 2.1 Tabel Curah Hujan Stasiun Ketahun
CURAH HUJAN (MM)
BULAN TAHUN / YEARS
2010 2011 2012 2013 2014
Januari 320 218 273 317 588
Februari 188 515 60 266 635
Maret 198 750 275 121 279
April 582 246 221 537 345
Mei 261 161 324 359 328
Juni 233 336 418 147 238
Juli 203 698 162 210 273
Agustus 279 334 157 237 160
September 510 361 341 86 499
Oktober 500 410 361 525 523
Nopember 655 423 534 1,081 498
Desember 661 237 369 511 318
JUMLAH
4 590 4 689 3 495 4 397 4 684
TOTAL

(sumber :BMKG kec.Ketahun, Bengkulu 28 Maret 2017)


2.3.2 Demografi
Areal PT. Injatama, Tbk terdiri atas vegetasi hutan sekunder, vegetasi
kebun, dan vegetasi campuran. Vegetasi hutan sekunder didapatkan beberapa
jenis pohon diantaranya tumbuhan tapus (Elateriospermum tapos), tumbuhan
meranti (Shorea parvivolia). Vegetasi kebun yang ada seperti kebun kulit manis,
kebun cengkeh, kebun jengkol, dan kebun rambutan.

11
Untuk fauna darat yang didapatkan di areal Kuasa Pertambangan yaitu
habitat satwa mamalia yang tidak dilindungi (babi hutan, kera, tikus, musang,
tupai tanah, dan berang-berang) dan dilindungi (harimau, rusa, kijang, gajah,
tapir, dan siamang), burung (beo dan elang), reptilian (biawak, kura-kura, kadal,
ular kobra, ular tanah, ular hijau, dan bunglon), serta satwa yang dibudidayakan
(kambing, sapi, kerbau, itik, ayam, dan anjing). Informasi mengenai fauna darat
yang ada didapatkan berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat.

2.4 Keadaan Geologi


2.4.1 Stratigrafi Regional
Menurut peta geologi regional Lembar Sungai Penuh dan Ketaun, yang
dikeluarkan oleh pusat penelitian dan pengembangan Geologi 1993, batuan
Tersier tersingkap pada Cekungan Bengkulu, yang didominasi oleh batuann
sedimen. Satuan terbawah yang tersingkap adalah Formasi Seblat yang terdiri
endapan turbidit laut. Satuan ini diendapkan pada tahap transgresi utama di
Cekungan Bengkulu yang berlanjut sampai Miosen Tengah. Terdapatnya
kompleks tufaan yang banyak didalam Formasi Seblat menunjukkan adanya
kegiatan gunung api serentak didalam zona busur magmatik pegunungan barisan
saat itu, yaitu Formasi Hulusimpang. Bagian atas formasi ini dianggap mewakili
puncak tahapan transgresi utama di Cekungan Bengkulu dan secara luas dapat
dikorelasikan dengan Formasi Gunai di Cekungan Sumatra Selatan.
Berdasarkan urutan stratigrafinya, formasi-formasi yang terdapat pada
Cekungan Bengkulu dari umur tertua sampai umur termuda adalah sebagai
berikut:

1. Formasi Seblat
Perselingan batu lempung, batu lempung gampingan, batu lanau
dengan sisipan batu pasir, dan konglomerat yang berumur Miosen Awal
sampai Tengah. Batuan terobosan dalam (granit dan diorit) yang berumur
Miosen Tengah menerobos Formasi Hulusimpang dan Formasi Seblat
(Gefoer disaster risk reduction., 1992).

12
2. Fomasi Lemau
Batu lempung, batu lempung gampingan, batubara, batu pasir, dan
konglomerat yang berumur Miosen Tengah – Akhir menindih secara tak
selaras Formasi Seblat (Yulihanto drr., 1995). Kemudian Formasi Lemau
tertindih secara tak selaras oleh Formasi Simpangaur.

Tabel 2.2 statigrafi regional cekungan Bengkulu

Lingkungan
Umur Formasi Litologi Pengendapan
Lanau, pasir kerikil, kerakal, dsb.
Holosen Aluvium

Batu pasir, tufaan, berbatu- apung,


tufa pasiran, konglomerat, aneka

Plistosen Bintunan bahan, sisipan lignit/sisa Darat


tumbuhan.
Simpang Batu pasir tufaan, tufa, batu- lanau Laut dangkal-
Pliosen Aur tufaan, sisipan lignit. Transisi
Akhir Batuan lempung, dan batuan lanau
gampingan, batu pasir gampingan

Lemau atau tufaan, breksi dasit bersisipan Laut dangkal


Tengah
batu gamping
Perselingan batu pasir, batu lanau
dan batu lempung dengan sisipan
Miosen Laut dangkal-
batu gamping, struktur sedimen
Awal Salbat laut dalam
turbidit.
Oligosen
Eosen
Paleosen
Pra-Tersier
(sumber :IAGI Bengkulu 27 november 2010)

13
3. Formasi Simpang Aur
Satuan batuan ini tersusun oleh batu pasir tufaan, tufa, batu lanau
tufaan dan sisipan lighnit. Formasi Simpang Aur diendapkan selaras
diatas Formasi Lemau. Berdasarkan fosil-fosil yang dijumpai
menunjukkan bahwa formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen
dan diendapkan pada lingkungan laut dangkal transisi.
4. Formasi Bintunan
Batuan tufan, konglomerat polimik, tuf, dan betu lempung tufan
dengan sisipan lignit, dan sisa tumbuhan, berumur Plio-Plistosen, yang
terendapkan di lingkungan air tawar sampai payau dan setempat laut
dangkal, menindih tak selaras Formasi Simpangaur (Gefour drr.,1992),
Sedangkan menurut Yulihanto drr. (1995) bagian bawah Formasi
Bintunan tersebut menjemari dengan bagian atas Formasi Simpangaur.
5. Formasi Alluvium
Satuan batuan ini tersusun oleh material-material batuan sedimen
yang berukuran silt, pasir, kerikil, kerakal dan sebagainya yang tidak
kompak. Proses ini merupakan hasil akumulasi dari proses erosi yang
berlangsung sampai sekarang.

2.4.2 Struktur Geologi Regional

Pada Miosen Akhir cekungan-cekungan kecil di Bengkulu berubah


menjadi rawa-rawa, dimana pada lokasi tersebut diendapkan material-material
pasir, lempung, tufa dan material-material organik (tumbuh-tumbuhan rawa)
sebagai cikal bakal pembentukan batubara menjadi multi seam.

Batubara di Bengkulu terbentuk pada cekungan-cekungan kecil, yang


diakibatkan oleh adanya pensesaran bongkah yang terjadi sejak Paleogen,
sehingga bagian yang tertinggi merupakan sumber material-material sedimen
yang terjadi dibagian yang turun (grabben), hal ini terjadi penurunan akibat dari
pola truktur diatas (Ilyas S,.1995).

Cekungan Bengkulu merupakan salah satu cekungan tersier di daerah


Sumatra yang termasuk dalam Cekungan Busur Muka. Bagian ini merupakan

14
bagian yang paling barat dari daratan Sumatra. Cekungan Bengkulu terbentuk
oleh blok patahan yang terjadi pada periode Cretaceous akhir atau Tersier awal
yang kemungkinan terjadi lebih dahulu sebagai hasil pembelahan cekungan
setempat. Cekungan Bengkulu dibatasi oleh sisi barat Volcanic Arc, yang
merupakan bagian dari punggung sebelah barat dari Punggung Bukit.

2.5 Geologi Daerah PT. Injatama, Tbk

2.5.1 Struktur Geologi Daerah Tambang

Menurut tim eksplorasi PT. Injatama, Tbk yang termuat dalam “Laporan
Eksplorasi Lengkap Penambangan Batubara di Wilayah KP DU 436-437-438
Provinsi Bengkulu” tahun 1995, batubara dilokasi Kuasa Pertambangan PT.
Injatama, Tbk tersingkap pada sungai-sungai kecil yang bermuara di sungai Air
Pulau yang pada umumnya berupa air terjun kecil yang disebabkan oleh adanya
perbedaan kekerasan batuan.

(sumber :IAGI Bengkulu 27 november 2010)


Gambar 2.2 Peta geologi regional Bengkulu

Daerah ini terletak pada ketinggian 30 sampai 110 meter di atas


permukaan laut dengan topografi berupa perbukitan bergelombang lemah sampai

15
sedang dengan kemiringan lereng 10 sampai 65 persen. Gejala longsoran
dijumpai pada beberapa tempat terutama pada lereng-lereng yang cukup curam.
Struktur geologi yang berkembang didaerah ini yaitu dijumpai adanya sesar turun
yang terdapat dibagian barat laut daerah penyelidikan ke arah timur laut sampai
barat daya.

2.5.2 Stratigrafi Daerah Tambang

Berdasarkan pembagian litostratigrafinya, wilayah tambang terdiri dari


tiga satuan batuan yang merupakan bagian dari Formasi Bintunan dan Formasi
Lemau. Urutan stratigrafi daerah tambang dari satuan batuan yang paling tua
hingga yang termuda adalah sebagai berikut:

1. Satuan Batulanau

Satuan ini terdiri dari batulanau, batupasir dan batulempung dan dapat
dijelaskan sebagai berikut :

a. Batulanau berwarna coklat kehitaman, dengan komposisi feldspar,


lempung, gelas kuarsa, karbonan dan kadang-kadang mengandung
pita batubara. Satuan ini tidak terlalu keras.
b. Batupasir berwarna abu-abu kehijauan, agak keras dengan ukuran
butir halus – sedang. Komposisinya terdiri atas kuarsa, feldspar,
gelas kuarsa, fragment batuan, kadang mengandung glaukonit,
kadang karbonan. Struktur sedimen laminasi sejajar dan laminasi
bergelombang.
c. Batu lempung berwara abu-abu kecoklatan, lunak, dan
kadang mengandung karbonan.

2. Satuan Batubara

Terdiri dari batubara (seam 1, 2, 3, 4 dan 5), batulanau, batu


lempung dan batupasir. Batubara ini berwarna hitam kecoklatan, kilap
dull, tingkat kekerasan sedang dan memiliki ketebalan lapisan rata-rata
5,76 meter (Batubara + parting), bahkan beberapa tempat bisa mencapai
ketebalan 7 meter dengan beberapa lapisan pengotor (parting) berupa

16
batupasir, batulempung dan batulanau yang mengandung karbon.
Berdasarkan data yang ada, diperkiran tebal lapisan batubara murni tanpa
pengotor adalah rata-rata ± 4,10 meter.

3. Satuan Batupasir

Lapisan ini terletak diatas seam batubara dan didominasi oleh


perselingan antara batulanau, batupasir dan batulempung, dimana
batulanau dan batupasir relatif lebih dominan.

(sumber :IAGI Bengkulu 27 november 2010)


Gambar 2.3 statigrafi lapisan pembawa batubara

2.6 Cadangan dan Kualitas Batubara

Berdasarkan perhitungan volume cadangan yang dilakukan oleh


PT Injatama, dapat diketahui total volume cadangan batubara saat ini
adalah 43.921.235,13 ton. Sesuai dengan perhitungan ekonomis bahwa
batubara yang akan ditambang hanyalah yang mempunyai nisbah

17
pengupasan (Stripping ratio) maksimum 1:5. Dengan memperhitungkan
nilai stripping ratio maksimum 1:5, maka jumlah cadangan batubara
yang layak untuk ditambang (mineable) pada saat ini adalah ± 26.000.000
ton.

Dari hasil analisis laboratorium yang tercantum dalam dokumen


Invoise Sucofindo cabang Bengkulu, yang pada bulan Januari tahun
2017, batubara yang terdapat di lokasi termasuk ke dalam jenis batubara
sub-bituminus dengan kualitas sebagai berikut:

a. Nilai kalori (CV) : 5096 – 5789 Kcal/kg

b. Kadar abu (AC) : 8,9 – 19,7 %

c. Zat terbang (VM) : 36,2 – 41,2 %

d. Karbon padat (FC) : 29,2 – 36,9 %

e. Total sulphur (TS) : 0,26 – 1,6 %

18
BAB III

DASAR TEORI

3.1 Batubara
Batubara adalah suatu bahan sedimen organik berasal dari penguraian sisa
berbagai tumbuhan yang merupakan campuran yang heterogen antara senyawa
organik dan zat anorganik yang menyatu di bawah beban strata yang menghimpitnya.
Batubara merupakan salah satu sumber energi yang paling penting yang biasanya
didapat dalam bentuk deposit (coal seam). Deposit batubara merupakan hasil final
dari pengaruh-pengaruh kumulatif dari pembusukan atau dekomposisi tanaman,
pengendapan dan penimbunan oleh sedimen, pergerakan kulit bumi dan pengaruh
erosi. Seperti umumnya bahan yang terdapat di alam, batubara tidak pernah berada
dalam keadaan murni, selalu bercampur dengan senyawa-senyawa atau sisa-sisa
tanaman lain hasil metamorfosis.

3.2 Klasifikasi Batubara


Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui variasi mutu atau
kelas batubara berdasarkan parameter-parameter tertentu sehingga memudahkan
dalam pemanfaatannya.
Klasifikasi batubara yang umum digunakan adalah klasifikasi menurut
American Society for Testing Materials (ASTM). Klasifikasi ini didasarkan atas
analisis proksimat batubara yaitu berdasarkan derajat perubahan selama proses
pembatubaraan mulai dari lignit sampai antrasit. Untuk itu diperlukan data karbon
tertambat (fixed carbon), zat terbang (volatile matter) dan nilai kalori (Calorific
Value). Klasifikasi batubara berdasarkan ASTM (D 388-84).

19
Berdasarkan kualitas batubara yang ditetapkan oleh Standard ASTM (D 388-
84) dengan dasar analisis penyajian data berupa kondisi bebas dari kadar air total dan
bahan anorganik (dry mineral matter free atau dmmf), adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Klasifikasi Batubara Berdasarkan ASTM

Fixed Volatile
Calorific
Carbon Matter
Class Group Value dalam
dalam dalam
(Kcal/kg)
(%) (%)
Meta Anthracite  98 <2
Anthracite Anthracite 92 - <98 2 - <8
Anthracite 86 - <92 8 - <14
Low Volatile
78 - < 86 14- < 22
Bituminous
Medium Volatile
69 - < 78 22 - < 31
Bituminous
Bituminous < 69  31  7778
Bituminous High Volatile A
7222 - < 7778
Bituminous
High Volatile B
6389 - < 7222
Bituminous
High Volatile C
5833 - < 6389
Bituminous
Sub Bituminous A 5700 - < 5833
Sub
Sub Bituminous B 5278 - < 5700
Bituminous
Sub Bituminous C 4611 - < 5278
Lignite A 3500 - < 4611
Lignite
Lignite B <3500
(Sumber : Standard ASTM, D 388-84)

3.3 Karakteristik Batubara


Karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan coal field dan coal seam,
sehingga batubara memiliki tingkat variabilitas tinggi baik fisik maupun kimia, dan
tidak hanya bervariasi secara vertikal maupun horizontal, akibat variabilitasnya ini
dilakukanlah parameterisasi kualitas batubara untuk memudahkan pemanfaaatannya.
Karakteristik batubara memberikan informasi mengenai kinerja batubara yang
dipengaruhi oleh komposisi, sifat fisis dan kimia batubara. Komposisi batubara

20
dikarakterisasi menurut analisa proksimat dan ultimat. Pada analisa proksimat
dilakukan pengukuran untuk mendapatkan kandungan air (moisture), abu, zat terbang
(volatile matter) dan kandungan karbon tetap (fixed carbon). Selain unsur-unsur
tersebut, batubara juga mengandung unsur-unsur seperti kalor, fluor, aneka unsur
logam seperti besi dan silika yang terkandung di dalam abu. Karakteristik batubara
berupa nilai kalor menyatakan jumlah panas yang dihasilkan dari proses pembakaran
sejumlah bahan bakar dengan udara atau oksigen. Oleh karena itu sifat fisik dan
kimia tiap jenis batubara berbeda maka nilai kalor setiap peringkat batubara
bervariasi. faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas batubara :
1. Jenis tanaman merupakan faktor paling berpengaruh.
2. Kondisi pembusukan seperti kedalaman, temperatur, derajat keasaman dan
gerakan air.
3. Cara pendeposisian dan penimbunan oleh sedimen. Jika sedimen batubara
organik dan inorganik berinteraksi secara intim, maka akan berpengaruh
banyak pada tingkat (grade) batubara.

3.4 Parameter Analisa Batubara


Penentuan kualitas batubara didasarkan pada beberapa parameter yang
sangat mempengaruhi pemanfaatannya terutama sebagai bahan bakar, yaitu:
1. Kandungan Air (Moisture Content)
a. Kandungan Air Bebas (Free Moisture)
Free moisture merupakan kandungan air yang terdapat di permukaan
batubara dan pori-pori batubara yang relatif besar. Air dalam bentuk ini
menguap pada suhu ruang. Free moisture istilah yang dipakai ISO, BS dan
AUS sedangkan ASTM mempergunakan istilah air dry loss (ADL). Free
moisture menurut ISO ialah jumlah air yang menguap apabila conto batubara
yang baru diterima atau yang baru diambil, dikeringkan dalam ruangan
terbuka pada kondisi tertentu sampai didapat berat konstannya. Berat konstan
ialah berat penimbangan terakhir apabila pada dua penimbangan terakhir

21
dicapai perbedaan berat <0,1% per jam. Menurut Wulan (2012), keberadaan
free moisture dimungkinkan karena:
1. Bercampurnya air tanah dengan batubara pada waktu penambangan.
2. Taburan air hujan pada tumpukan batubara.
3. Sisa-sisa air yang tertinggal pada permukaan batubara setelah proses
pencucian.
4. Air yang disemprotkan untuk mengurangi debu pada tumpukan
batubara.
5. Perhitungan Kadar Air Bawaan ( inherent moisture ) :
𝑀2−𝑀1
ADL = X 100 % ……………………………….…………(3.1)
𝑀2−𝑀3

Keterangan:
ADL = Air drying loss
M1 = Berat tempat
M2 = Berat tempat + sampel sebelum dipanaskan
M2 = Berat sampel
M3 = Berat sampel + tempat setelah dipanaskan

b. Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture)


Inherent moisture merupakan kandungan air bawaan pada saat proses
pembentukan akibat dari sifat fisik batubara, dimana pori-pori batubara
mempunyai tekanan uap air yang lebih rendah dari tekanan normal. Parameter
ini tidak terpengaruh kondisi air pada atmosfer. Kualitas batubara akan
menurun bila persentase kandungan air bawaan semakin tinggi, terutama pada
nilai kalorinya.(Wulan, 2012). Perhitungan Kadar Air Bawaan (inherent
moisture):
𝑊2−𝑊3
IM = X 100 % …………………………………………..(3.2)
𝑊2−𝑊1

Keterangan:
IM = Kandungan air bawaan (gr)

22
W1 = Berat crusible + tutup (gr)
W2 = Berat crusible + tutup + sampel sebelum pemanasan (gr)
W3 = Berat crusible + tutup + sampel setelah pemanasan (gr)

c. Kandungan Air Total (Total Moisture)


Total moisture merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat
didalam batubara sesuai dengan kondisi insitu, baik dalam kondisi terkait
secara kimiawi pada saat pembentukan awal batubara maupun akibat
pengaruh kondisi luar. Total moisture dapat dihitung dengan rumus (Mulyana,
2005):
(100−𝐴𝐷𝐿)
TM = ADL + RM ……………………………………..(3.3)
100
Keterangan:
TM : Kandungan air total (Total Moisture)
RM : Kandungan air sisa (Residual Moisture)
ADL : Air Drying Loss

2. Kandungan Abu (Ash Content)


Ash content adalah sisa-sisa zat organik yang terdapat di dalam batubara
setelah dibakar pada ash furnace secara sempurna pada suhu 900oC. Kandungan
abu bersumber dari pengotor yang didapat pada saat pembentukan batubara dan
pada saat penambangan. Kandungan abu dapat menimbulkan senyawa Na2O dan
kerak pada alat, selain kualitas yang mempengaruhi penanganannya, Senyawa
Na2O dalam abu mempengaruhi titik leleh abu. Unsur kimia yang terkandung
pada komposisi abu batubara terdiri dari K, Si, Fe, Al, Ti, Na, Mn, Mg. Selain itu
juga terdapat silika, oksida, sulfida, fosfat, dan sulfat sebagai senyawa kimia
(Mulyana, 2005). Perhitungan Kandungan Abu (Ash Content) sebagai berikut:
W3−W1
Ash = X 100 % ……..……………………………………....(3.4)
W2−W1

Keterangan:
Ash = kadar abu dalam satuan %

23
W1 = Berat crucible + tutup (gr)
W2 = Berat crucible + tutup + contoan sebelum pemanasan (gr)
W3 = Berat crucible + tutup + contoan setelah pemanasan (gr)

3. Zat Terbang (Volatile Matter)


Volatile matter adalah zat yang menghasilkan energi panas apabila batubara
dipanaskan, gas-gas tersebut umumnya terdiri dari gas yang mudah terbakar
seperti CO2, H2, dan CH4. Kandungan zat terbang ini sangat berkaitan erat
dengan pengklasifikasian kelas batubara dimana batubara tersebut tergolong
peringkat rendah apabila kandungan zat terbangnya tinggi, maka semakin rendah
kelasnya. Pada proses pemanasan, kandungan volatile matter yang tinggi akan
mempercepat proses pembakaran. Kadar zat terbang adalah salah satu yang
merupakan parameter penting dalam penentuan kualitas. Fuel ratio adalah
Nisbah kandungan karbon tertambat terhadap kandungan zat terbang (Mulyana,
2005).
Tabel 3.2. Fuel Ratio Berbagai Jenis Batubara (Sukandarrumidi, 2008)
Jenis Batubara Fuel Ratio
Coke 92
Antrasit 24
Semi Antrasit 8,6
Bitumine
(Low Volatile) 2,8
(Medium Volatile) 1,9
(High Volatile) 1,3
Lignit 0,9

Perhitungan kandungan zat terbang sebagai berikut:


W2−W3
VM = X 100 % - (IM)…………………………………(3.5)
W2−W1
Keterangan:
VM = Kandungan zat terbang dalam satuan %
W1 = Berat crucible + tutup dalam satuan gram

24
W2 = Berat crucible + tutup + sampel sebelum pemanasan (gr)
W3 = Berat crucible + tutup + sampel setelah pemanasan (gr)
IM = Kandungan air bawaaan dalam satuan % volatile matter secara
prinsip

4. Kandungan Karbon Tertambat (Fixed Carbon)


Fixed carbon adalah karbon yang tertinggal setelah dihilangkannya zat terbang
(volatile matter) dan kandungan airnya. Kualitas batubara akan semakin bagus dengan
semakin tingginya kandungan karbon. Untuk menentukan karbon padat dapat
menggunakan rumus (Muchjidin, 2006) sebagai berikut:

FC = 100% - (TM% - A% - VM %) ………………….....………….(3.6)

Keterangan:
FC = Karbon padat (fixed carbon)
TM = Kandungan air total (total moisture)
A = Kandungan abu (ash content)
VM = Zat terbang (volatile matter)

5. Total Sulfur
Sulfur merupakan zat pencemar sehingga tingginya kadar sulfur tidak dikehendaki,
pada umumnya pada batubara ada 3 bentuk sulfur, yaitu:
1) Sulfur piritik, contoh : Pyrit dan Marcasite (FeS2)
2) Sulfur organik
3) Sulfur Sulfat (CaSO4, Fe2SO4, BaSO4)
Sulfur dalam batubara sangat berpengaruh buruk pada saat penambangan dan
penimbunan pada stockpile. Pada saat batubara dibakar, sebagian sulfur yang
terkandung dalam batubara ikut terbakar dan teroksidasi menjadi gas SO2 dan
teroksidasi menjadi SO3 yang tertinggal bersama abu batubara menjadi bersifat asam.

25
6. Nilai Kalori (Calorific Value)
Merupakan jumlah kalor yang dihasilkan apabila batubara tersebut dibakar.
Menurut Muchjidin (2006), ada beberapa analisis pengujian yang dilakukan
dengan standar-standar yang beragam untuk mengetahui kualitas batubara sesuai
dengan akreditasi yang terdapat pada suatu perusahaan. Beberapa pengujian yang
dilakukan antara lain seperti :
a. Analisis proksimat adalah pengujian yang dilakukan di laboratorium
terhadap batubara yang berdasarkan atas sifat komponen unsur yang mudah
membentuk gas (volatile matter) dan yang sukar membentuk gas (non
volatile matter). Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
kandungan air (inherent moisture), kandungan abu (ash content), zat terbang
(volatile matter), dan karbon tertambat (fixed carbon).
b. Analisis Ultimat merupakan analisis yang betujuan untuk menentukan
susunan unsur-unsur yang ada pada batubara, yaitu seperti C, O, H N, P, S,
dan lain-lain. Analisis ini untuk menentukan dan mengetahui struktur
senyawa atau kemurnian senyawa di dalam batubara.
3.5 Sampling
Sampling adalah pengambilan sebagian kecil material yang akan mewakili
sifat-sifat keseluruhan material tersebut dengan cara-cara tertentu. Syarat utama
adalah sampel itu harus mewakili (representatif) bahan yang disampling. Cara
pengambilan sampel tersebut tergantung dari tujuan analisa yang dilakukan.
Pada pengambilan sampel batubara dikenal istilah increment yaitu jumlah
sampel yang diambil dengan alat sampling dengan satu kali gerakan.
Tabel 3.3. Jumlah Dan Berat Minimum Increment
5/8 inc 2 inc 6 inc
Top Size
(16 mm) (50 mm) (150 mm)
Minimum jumlah Clean coal
increment
15 15 15
1000 ton
Minimum berat 1 3 7

26
Lanjutan Tabel 3.3
increment
Minimum jumlah Unclean coal
increment
35 35 35
1000 ton
Minimum berat
1 3 7
increment
(Sumber : Standard ASTM, D 388-84)
Sedangkan penentuan jumlah berat minimum increment berdasarkan lokasi
pengambilan sampel. Untuk batubara dengan tonase lebih dari 1000 ton jumlah dan
berat increment minimal dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
𝑡𝑜𝑛𝑎𝑠𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑡𝑜𝑛)
N2 = NI √ 1000 𝑡𝑜𝑛
…………………………………………………(3.7)

Keterangan:
N2 = jumlah increment
N1 = jumlah increment yang diperlukan
Gabungan dari masing-masing increment ini disebut gross sample, dengan
berat antara 100-300 kg. Seluruh gross sample dari batubara yang sama dicampur
menjadi satu, analisa dari composite sample akan cukup representatif bagi seluruh
tonase batubara yang ada.
Tabel 3.4. Jumlah Increment Berdasarkan Lokasi Pengambilan Sampel
Lokasi Pengambilan Jumlah Minimum Increment
Sampel Dengan Tonase > 1000 Ton
Pada tumpukan dump
65
truck
Pada tumpukan stockpile 65
Di atas gerbong 50
Di atas conveyor 50
(Sumber : Standard ASTM, D 2234)
Preparasi sample adalah proses mengubah gross sample menjadi laboratorium
sample. Preparasi sample bertujuan untuk menyediakan suatu sampel yang jumlahnya
sedikit yang mewakili sample asal. Sample ini dikirim ke laboratorium untuk
dianalisis, umumnya dikenal sebagai analiytical sample atau sample analitik. Sample
analitik ini terdiri atas batubara yang sudah dilumatkan atau digerus halus sampai top

27
size (yakni ukuran partikel yang 95% lolos ayakan) tidak lebih dari 0,2 mm atau -0,2
mm. Proses preparasi sampel terdiri atas empat tahapan kerja, yaitu :
1. Pengeringan
Pengeringan diperlukan bila sampel susah untuk digerus karena masih
basah. Faktor yang menetukan diperlukan atau tidaknya pengeringan
udara adalah apakah batubara akan melalui peralatan pembagi sampel
atau melalui penggerus. Jika sampel akan langsung dibagi melalui
peralatan pembagi, maka sampel tersebut tidak perlu dikeringkan
terlebih dahulu berdasarkan aturan pengeringan dalam standar ISO,
ASTM, BS, dan AUS.
2. Memperkecil ukuran partikel dengan cara milling (crushing atau
grinding) yang disebut sebagai reduction.
3. Mencampurkan (mixing) supaya sampel homogen.
4. Mengurangi berat sampel dengan cara membaginya menjadi dua
bagian atau lebih yang disebut sebagai division.
Tabel 3.5. Waktu Pengeringan Menurut ISO, ASTM, BS, DAN AUS
Waktu Pengeringan
Suhu ASTM BS 1017 :
ISO 1988 AS 2646.6
D2013 Part 1
lebih baik

15 C di atas ruangan tapi tidak > 24 24 jam
tidak > 25ᵒC jam
25ᵒC ≤ 24 jam
30ᵒC 6 jam 6 jam ≤ 6 jam
40ᵒC ≤ 3 jam
45ᵒC 3 jam 3 jam
105ᵒC (hanya untuk high
1 jam
rank coal)
10 C -15ᵒC di atas suhu

ruangan, tapi tidak >


sampai
40ᵒC, kecuali suhu
konstan
ruangan > 40ᵒC, kecuali
suhu ruangan > 40ᵒC
(Sumber : Standard ASTM, D 388-84)

28
3.6 Potensi Terjadinya Swabakar pada Kegiatan Penimbunan Batubara
Kegiatan penimbunana adalah suatu kegiatan menimbun batubara hasil
pembongkaran dari tambang pada stockpile. Namun penimbunan ini memiliki resiko,
diantaranya resiko terjadinya swabakar pada stockpile batubara.
Swabakar merupakan fenomena terbakaranya batubara pada saat batubara
disimpan di stockpile dalam jangka waktu tertentu. Proses ini di mulai dengan
pemanasan sendirinya (Self Heating) yang berasal dari dalam timbunan batubara,
apabila panas ini terakumulasi karena tidak lepas akan mengakibatkan suhu pada
batubara akan meningkat dan mencapai titik nyala api (ignitation point). Batubara
akan mengalami pemanasan dengan sendirinya, apabila batubara tersebut disimpan
dalam bentuk tumpukan dalm jumlah besar (bulk) pada stockpile.
Ada dua hal menunjang terjadinya proses swabakar pada timbunan batubara,
yaitu peringkat batubara dan lama waktu batubara ditimbun pada stockpile. Semua
jenis batubara mempunyai pontesi untuk mengalami proses swabakar, tetapi waktu
yang di perlukan dan besar suhu yang dibutuhkan untuk proses swabakar tentu lah
berbeda, untuk batubara yang memiliki peringkat yang rendah memerlukan waktu
yang lebih singkat bila dibandingkan dengan batubara dengan peringkat yang lebih
tinggi.
Meningkatnya suhu timbunan batubara hingga terjadinya swabakar pada
batubara diawali dengan terjadinya peningkatan suhu 300C – 400C akibat radiasi dari
sinar matahari (pre heating period) saat awal batubara disimpan pada stockpile,
selanjutnya pada suhu 400C – 700C terjadi pelepasan kandungan air bebas pada
batubara akibat panas yang diterima. Kondisi ini berlangsung lama, sehingga suhu
relative konstan (constant rate period of drying). Ketika suhu timbunan batubara
mencapai 700C, merupakan titik kritis (falling rate period drying) yang laju panas
akan semakin tinggi hinggga batubara mengalami swabakar (Beamish,2000).
Peningkatan suhu tersebut berlangsung hingga suhu 1500C dimana batubara telah
dapat menyala dengan sempurna karena mengalami kenaikan laju temperatur yang
sangat tinggi.

29
Menurut Richter (di dalam Sukandarrumidi, 2008), swabakar pada batubara
dapat terjadi melalui reaksi sebagai berikut.
1. Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam batubara yang kemudian
menghasilkan CO2 (karbon dioksida) dan panas dengan persamaan reaksi
sebagai berikut.
C + O₂ (5%) CO₂ + panas (150-200 ͦ F)
2. Reaksi selanjutnya menghasilkan CO (karbon monoksida) dan suhu yang
tinggi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
CO₂ + C CO + panas (212-300 ͦ F)

3.7 Faktor – Faktor Pendukung Terjadinya Swabakar pada Batubara


Mekanisme terjadinya swabakar sulit dipahami karena banyaknya faktor –
Faktor yang mendukung dalam pembentukan fenomena tersebut. faktor tersebut
dikelompokan menjadi dua (Kaymakci, 2002), yaitu:
1) Faktor yang tidak Dapat Dikendalikan (Uncontrollable Factor)
Berhubungan dengan parameter kualitas dari batubara dan pengaruh
alam, diantara lain: parameter kualitas batubara (kandungan zat terbang,
kandungan sulfur, kandungan air) dan kondisi cuaca (curah hujan).
2) Faktor yang Dapat Dikendalikan (Controllable Factor)
Berhubungan dengan kondisi dari timbunan batubara itu sendiri,
antara lain : metode penimbunan dan pembongkaran, lamanya penimbunan,
tingginya timbunan dan ukuran butir timbunan dari batubara.

3.7.1 Faktor yang tidak Dapat Dikendalikan (Uncontrollable Factor)


1) Peringkat Batubara
Peringkat batubara merupakan penunjang utama hingga terjadinya
swabakar pada timbunan batubara. Semakin rendahnya peringkat batubara,
semakin mudah terjadinya swabakar dan begitu juga sebaliknya. Ada 3
parameter pada batubara yang mempengaruhi terjadinya swabakar, yaitu:

30
a. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat yang terdiri dari gas – gas yang mudah terbakar,
seperti: methan, hydrogen, dan hidrokarbon. kandungan zat terbang
dalam batubara erat kaitannya dengan peringkat batubara. Semakin
rendahnya peringkat dalam suatu batubara memiliki kansungan za
terbang yang banyak, sehingga cenderung batubara cepat mengalami
swabakar.
b. Kandungan Sulfur (Pyrit dan Marcasite)
Kandungan sulfur pada batubara memiliki pengaruh dalam
meningkatkan panas timbunan batubara akibat proses oksidasi
(Miyagawa, 1930). Pyrit yang terkadung dalam batubara dapat
bereaksi dengan oksigen yang merupakan reaksi eksotermis seperti
persamaan reaksi berikut.
FeS2 + 3O2 FeSO4 + SO2
c. Kandungan Air (Moisture Content)
Kandungan air pada batubara menunjukan besarnya mikropori dari
batubara. Semakin tinggi kadar air terikat pada batubara, semakin
banyak mikropori pada batubara yang menyebabkan luas dari
permungkaan dari batubara akan bertambah.
Kandungan air bebas yang terdapat pada permungkaan, pada lubang
kapiler batubara akan mengakibatkan lubang – lubang kapiler menjadi
kosong, luas permungkaan total batubara akan menjadi besar dan
teroksidasi yang menyebabkan proses swabakar lebih besar.
2) Kondisi Cuaca (Curah Hujan)
Air hujan akan menambah kandungan moisture dari batubara,
sehingga dibutuhkan banyak panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air
yang lebih besar.

31
3.7.2 Faktor yang Dapat Dikendalikan (controllable factor)
1) Pola Penimbunan
Adapun pola penumpukan batubara yang dimaksud, Menurut G.
Okten, Storage of Coal Problem and Precaution, terdapat beberapa macam
pola penimbunan diantaranya antara lain sebagai berikut :
a. Roof Type Stockpile (Chevron Method)
Pada saat pencurahan batubara ke stockpile diusahakan untuk
membuat atap berlapis, merupakan pola dengan menempatkan
timbunan satu baris material, sepanjang stockpile dan tumpukan
dengan cara bolak-balik hingga mencapai ketinggian yang diinginkan.
Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor atau stacker
reclaimer.

Gambar 3.1. Pola Penimbunan Chevron (G. Okten, 1990)

b. Windrow
Pola dengan tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar
stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki tercapai.
Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader.
Adapun cara ini dengan membentuk susunan seperti batu bata.

32
Gambar 3.2. Pola Penimbunan Windrow (G. Okten, 1990)

c. Cone ply
Merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu
ujungnya sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan
dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini menggunakan alat
curah, seperti stacker reclai mer.

Gambar 3.3. Pola Penimbunan Cone Ply (G. Okten, 1990)

d. Volume Stockpile
Geometri stockpile dapat diartikan sebagai bentuk dan ukuran
dari suatu stockpile batubara yang ditimbun. Geometri stockpile terdiri
dari tinggi stockpile, sudut slope, panjang dan lebar stockpile, serta
bentuk bangun atau dimensi dari stockpile itu sendiri (Carpenter,
2004). Pertimbangan luasan area stockpile serta kapasitasnya

33
diperlukan untuk mendapatkan stockpile yang mampu menampung
target produksi batubara.
Bentuk bangun atau dimensi stockpile yang umum dijumpai
antara lain berupa kerucut, limas, kerucut dan limas terpancung
(Rangkuti, 2004). Penentuan volume dimensi stockpile dilakukan
melalui perhitungan menggunakan rumus bangun ruang sesuai bentuk
stockpile. Volume stockpile berbentuk kerucut dan limas terpancung
dihitung dengan rumusan berikut (Carpenter, 1999):
a.Volume Kerucut Terpancung
1
V = 3 𝑥 𝑡 (𝑅 2 + 𝑟 2 + 𝑅 𝑥 𝑟)………………………………….(3.8)

Keterangan:
V = Volume Kerucut Terpancung (m³)
t = Tinggi Kerucut Terpancung (m)
r = Jari-jari Lingkaran Atas (m)
R = Jari-jari Lingkaran Bawah (m)
b. Volume Limas Terpancung
1
V = 3 𝑥 𝑡 (𝐿𝐵 + 𝐿𝐴 + √𝐿𝐵 𝑥 𝐿𝐴)……………………….......(3.9)

Keterangan:
V = Volume Limas Terpancung (m³)
t = Tinggi Limas Terpancung (t) (m)
LA = Sisi Bidang Atas (a) (m)
LB = Sisi Bidang Bawah (b) (m)
2) Waktu Penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun, semakin banyak panas yang
tersimpan di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam
timbunan semakin besar. Hal ini meyebabkan kecepatan oksidasi menjadi
semakin tinggi.

34
3) Sistem Pendistribusian Batubara
Pengiriman batubara terbagi atas beberapa sistem yaitu sistem LIFO
(Last In First Out) dan sistem FIFO (First In First Out). Pengiriman batubara
merupakan kegiatan untuk mengambil atau membongkar batubara yang
ditumpuk ditempat penumpukan. (Carpenter, 1999).
a. Sistem LIFO (Last In First Out)
Sistem LIFO merupakan sistem pengiriman batubara di mana
batubara yang terakhir kali ditumpuk merupakan batubara yang paling
awal diambil. Pada sistem ini kegiatan penumpukan dilakukan sesuai
dengan jadwal, akan tetapi kegiatan pengiriman tumpukan dilakukan
pada batubara yang terakhir ditumpuk, sehingga pola ini
memungkinkan batubara tertumpuk lama (Carpenter, 1999).
b. Sistem FIFO (First In First Out)
Sistem FIFO merupakan sistem pengiriman batubara dimana
batubara yang pertama kali ditumpuk merupakan batubara yang paling
awal diambil. Manajemen FIFO di setiap stockpile harus diusahakan
terlaksana, baik di perusahaan tambang batubara maupun konsumen.
Karena hal ini juga akan mencegah resiko terjadinya swabakar akibat
tumpukan batubara yang terlalu lama mengalami kontak atau
terekspose dengan udara (Carpenter, 1999). Karena pada dasarnya,
semakin lama batubara terekspose dengan udara, akan semakin besar
kemungkinan batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti
semakin besar kemungkinan terjadinya swabakar (Muchjidin, 2006).
4) Ketinggian Stockpile
Pengaruh ketinggian stockpile akan menyebabkan semakin besar luas
permukaan yang diterpa angin semakin besar tingkat oksidasi yang terjadi,
sehingga dengan tinggi maksimal maksimal 11–12 m menurut (Muchjidin,
2006). Mengurangi ketinggian stockpile dapat dilakukan dengan menyetok
batubara melebar, atau luasan penumpukan diperbesar.

35
5) Ukuran Butir Batubara
Ukuran butiran memiliki pengaruh terhadap terjadinya swabakar,
sehingga dalam penanganan penimbunan batubara sebaiknya dengan
menghindarkan produksi batubara dengan ukuran seragam, karena besar
butiran yang hampir sama akan menimbulkan rongga-rongga yang cukup
banyak pada timbunan dan memudahkan terjadinya aliran udara.
6) Sudut Tumpukan (Slope) pada Stockpile
Sudut slope pada stockpile sangat mempengaruhi impact angin yang
menerpa tumpukan batubara. Dengan melandaikan bagian permukaan yang
menghadap ke arah angin, berarti mengurangi penetrasi angin atau oksigen
masuk kedalam tumpukan. Sudut stockpile yang aerodinamis menyebabkan
angin yang menerpa pada tumpukan batubara seolah-olah dibelokkan ke atas
sehingga tidak terjadi turbulensi angin disekitar tumpukan batubara. Hal ini
dapat mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi pada batubara.

Table 3.6 Angle Of Repose (0) Berbagai Kualitas dan Kondisi Batubara
(Hartman Et Al, 1992)

36
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan penimbunan batubara di


stockpile PT. Injatama selama 40 hari, dimana hasil penambangan yang telah
tertumpuk di ROM diangkut menuju stockpile dengan jarak ± 20 km. Batubara yang
tertimbun tergolong dalam peringkat sub- bituminous sebesar 5761 - 5794 kcal/kg.
Pada pengamatan di lapangan, kondisi lantai dasar stockpile adalah tanah insitu pada
semua area lantai stockpile dilapisi oleh batubara yang membentuk suatu bedding,
sehingga lapisan atas lantai dasar merupakan batubara yang tertimbun. Berikut
dimensi lantai dasar stockpile PT. Injatama, Tbk.
Tabel 4.1 Dimensi dan Luasan Lantai Dasar pada Stockpile
No Dimensi Besaran (m)
1 Panjang 99
2 Lebar 70,5
3 Luas 3239,475
(sumber:Port PT. Injatama, Tbk. Bengkulu 27 Maret 2017)

4.1 Analisa Kualitas dan Klasifikasi Peringkat Batubara


Batubara yang ditimbun di area stockpile memiliki kualitas yang relatif
seragam, yakni sebesar 5761 - 5794 kcal/kg (adb). Bedasarkan uji kualitas tersebut,
batubara dikategorikan sebagai batubara peringkat rendah (sub-bituminous), dimana
pengujian tersebut mengacu pada klasifikasi ASTM (American Society for American
People).
Tabel 4.2 Data Kualitas Batubara di Stockpile
Reporting Reference
Parameter Unit Result
Bases Methods
Total ASTM D
Ar % 29,27
Moisture 3302 – 15
Inherent ASTM D
Adb % 12,11
Moisture 3137 – 11

37
Lanjutan Tabel 4.2
ASTM D
Ash Content Adb % 9,84
3174 – 12
Volatile ASTM D
Adb % 40,38
Matter 3135 – 11
ASTM D
Fix Karbon Adb % 37,67
3172 – 13
ASTM D
Total Sulfur Adb % 0,36
4239 – 14
Calorific ASTM D
Adb Kcal/Kg 5794
Value 5865 – 13
(sumber:Pengujian Laboratorium Sucofindo, Bengkulu 28 Februari 2017)

4.2 Faktor – Faktor Perubahan Nilai Kualitas Batubara


4.2.1 Kondisi Timbunan Batubara di Stockpile.
Pada pengamatan aktual di lapangan, kondisi lantai dasar stockpile adalah
tanah insitu lalu ditimbun tanah timbunan dan pada semua area lantai dasar dilapisi
oleh batubara yang berbentuk bedding. timbunan batubara di area stockpile PT.
Injatama berbentuk limas terpancung dengan kondisi stockpile yang berpuncak-
puncak. Berikut ini dijelaskan mengenai kondisi aktual timbunan batubara di
stockpile.

45,11 m

13,2 m

75,11 m

(a) (b)
Gambar 4.1 Dimensi Lantai Dasar Stockpile dan Timbunan Batubara (a), Kondisi
Timbunan Batubara pada Stockpile (b)

38
1. Tinggi Timbunan
Berdasarkan pengukuran aktual setelah didapatkan di lapangan,
dengan ketinggian 13,2 m yang dipadatkan menggunakan alat mekanis.
Tinggi tersebut telah melebihi batas maksimal menurut Muchijidin (2006),
yaitu tinggi timbunan untuk batubara direkomendasikan 11 – 12 m.
2. Panjang dan Lebar Area Penimbunan
Bedasarkan pengukuran aktual, didapatkan dimensi alas bawah
timbunan batubara dengan panjang 75,11 m dan lebar 68,77 m serta dimensi
alas atas timbunan batubara dengan panjang 45,11 m dan lebar 38,76 m.
Kondisi yang terlalu padat dan tidak memenuhi seluruh area ini, perlu
dilakukannya perbaikan dengan mengurangi tinggi timbunan, agar keamanan
lereng terjaga, mudahnya penerapan sistem FIFO, dan mencegah terjadinya
potensi swabakar.

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Desain Layout Aktual Timbunan Batuabara pada
Tampak Atas di Stockpile (Lampiran B)
3. Sudut Timbunan
Pada pengukuran aktual sudut timbunan Yang dibentuk berkisar 41o
dimana sudut tersebut masih melebihi angle of repose batubara sub-bituminus.
Sehingga perlu dilakukan pemadatan lereng timbunan untuk mencegah
terjadinya longsor pada lereng timbunan (Lampiran B).

39
Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Desain Layout Aktual Timbunan Batubara pada
Tampak Samping di Stockpile (Lampiran B)
4. Distribusi Ukuran
Berdasarkan analisa distribusi ukuran yang telah dilakukan di
laboratorium Sucofindo Cabang Bengkulu, di dapatkan distribusi ukuran
batubara di arel stockpile berkisar +150,0 mm hingga -0,50 mm. berikut tabel
4.3 yang memperlihatkan distribusi ukuran batubara selama penelitian.
Table 4.3 Ditribusi Ukuran Butir Batubara
Jumlah Berat
Ukuran (mm)
Sampel (%)
+150,0 6,273
+100,0 4,618
+50,0 3,223
+31,5 6,121
+22,4 5,794
+11,2 13,200
+4,75 11,182
+2,00 13,005
+1,00 10,696
+0,50 7,292
-0,50 18,596
(sumber:Laboratorium Preparasi Sucofindo, Bengkulu 28
Februari 2017)
Dari data analisa distribusi ukuran batubara ukuran 0,50 mm memiliki
persentase berat sampel tetinggi sebesar 18,956 %, dengan batubara yang
memiliki tingkat kegerusan yang tinggi karena merupakan batubara yang
berperingkat rendah membuat batubara menjadi lebih hancur ketika alat
mekanis besar berada di atas timbunan. Sehingga meningkatnya kadar ash,
penurunan kalori, dan aspek lingkungan.

40
5. Temperatur Harian Batubara di Stockpile
Berdasarkan pengamatan gejala swabakar yang terjadi di stockpile
cukup relatif besar, berdasarkan data pengujian kualitas batubara yang
memiliki kandungan volatile matter sebesar 40,38%. ini mengindikasikan
bahwa batubara di area ini dapat terbakar.
Table 4.4 Data Pengukuran Temperatur Harian Batubara pada Tumpukan
Stockpile (Lampiran E)

Temperatur pada hari ke- (°C)


Titik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 33 35 36 36 35 37 38 38 41 42
2 35 36 37 37 37 36 37 39 42 43
3 35 36 37 37 36 38 38 40 40 41
4 36 37 38 36 38 39 40 40 42 44
5 34 35 37 37 36 38 39 43 43 43
6 33 36 38 38 39 39 39 45 45 47
7 33 33 35 35 34 37 38 38 40 42
8 32 34 37 37 37 39 39 43 41 41
9 34 36 37 38 36 37 40 42 43 45
10 35 38 37 38 38 38 39 40 43 45
11 35 36 36 36 36 37 40 40 43 46
12 32 34 35 36 35 37 38 39 40 43
13 36 37 37 36 37 38 37 39 42 42
14 34 36 37 38 39 38 40 41 40 41
15 35 37 37 37 38 37 38 40 45 47
16 33 35 38 38 37 38 38 41 42 44
17 35 35 37 36 35 37 39 40 45 46
18 33 35 35 36 37 36 38 40 40 41
19 35 35 35 36 37 38 40 41 42 44
20 33 34 35 36 35 39 39 43 45 47

Pengukuran temperatur pada stockpile batubara dilakukan pada 20 titik


selama 10 hari, dengan lokasi titik pengamatan sebagai berikut.
1. Pengukuran suhu pada titik 1–10 dilakukan pada alas stockpile pada
kemiringan 2 m.
2. Pengukuran suhu pada titik 11 – 16 dilakukan pada kemiringan 6 m pada
bagian tengah stockpile.

41
3. Pengukuran suhu pada titik 17–20 dilakukan pada bagian puncak
stockpile.

Asap pada gejala swabakar

(a) (b)
Gambar 4.4 Pengukuran Suhu pada Stockpile (a), Gejala Swabakar Batubara pada
Suhu 700 C (b)

4.2.2 Sistem Pengaturan Timbunan Batubara


Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengaturan penimbunan batubara di
stockpile menggunakan alat mekanis seperti backhoe dan dozer dengan pola
penimbunan chevron.

2
1

Keterangan:
Urutan Penimbunan = 1, 2
Gambar 4.5 Mekanisme Pola Penimbunan Batubara di Area Stockpile.

42
Pada kondisi aktual, kapasitas yang berlebih sebesar 53.808 ton. Dikarenakan
pengoptimalan dimensi penimbunan batubara yang tidak sesuai dengan luasan lantai
dasar di stockpile, sehingga kondisi tumpukan batubara di area stockpile menjadi
padat dan penuh yang mengakibatkan manejemen FIFO tidak berjalan dengan baik.

Live pile
Active pile

Live pile

Gambar 4.6 Proses Mekanisme Pola Penimbunan Batubara di Area Stockpile.


Kerucut penuh yang terbentuk merupakan live pile, terbentuk langsung dari
hasil pencurahan oleh tumpukan oleh alat pemindah mekanis. Sedangkan active pile
yang berbentuk kerucut terpancung berasal dari live pile. Pada penumpukan lanjutan,
kerucut penuh batubara akan diletakkan diatas lapisan yang sebelumnya dipadatkan,
sehingga akan terbentuk lapisan limas berlapis. Kegiatan ini dilakukan terus menerus
sehingga lapisan – lapisan akan bertumpuk membentuk limas, untuk membentuk
lapisan menjadi bentuk limas dengan menggunakan bulldozer.

43
BAB IV

PEMBAHASAN

Pengamatan terhadap gejala terjadinya swabakar pada kegiatan penimbunan


batubara di area stockpile PT. Injatama bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
potensi terjadinya swabakar pada area tersebut. Dari hasil pengamatan ini, dapat
disarankan usaha-usaha guna untuk mencegah terjadinya swabakar agar batubara
yang ditimbun dapat terjaga kualitasnya dan meningkatkan keamanan dan
keselamatan pada area stockpile tersebut.

5.1 Kualitas Timbunan Batubara


Semua jenis kualitas batubara yang tertimbun pada area stockpile PT.
Injatama tergolong dalam peringkat batubara sub-bituminous. Dasar penggolongan
terhadap jenis batubara tersebut adalah pada nilai kalori, kandungan zat terbang, abu,
dan sulfur. Berikut hasil perbandingan analisa kualitas batubara pada Tabel 4.2
setelah hari ke-40.
Tabel 5.1 Perubahan Parameter Kualitas Batubara pada Hari Ke-40

Parameter kualitas (%adb)


Total
tanggal Inherent Ash Volatile Fix Total CV
Moisture
Moisture content matter carbon sulfur (kkal/kg)
(%Ar)
stockpile
28-02-
29,27 12,11 9,84 40,38 37,67 0,36 5794
2017
1-04-
29,34 12,11 10,30 40,48 37,32 0,38 5761
2017
(sumber :Pengujian Laboratorium Sucofindo, Bengkulu 2 April 2017)

44
5.2 Umur Timbunan Batubara
Umur timbunan batubara berkaitan erat dengan pemilihan metode
penimbunan dan pembongkaran. Semakin lama batubara ditimbun pada tempat
penimbunan, maka semakin rentan proses terjadinya swabakar. Dengan sistem
penimbunan dan pembongkaran Last In First Out (LIFO), dimana bagian dalam
timbunan batubara akan semakin lama ditimbun.
Pada hasil pengamatan yang dilakukan, timbunan batubara yang tertumpuk di
stockpile memiliki umur selama ± 40 hari dengan ketinggian timbunan batubara pada
stockpile mencapai 13,2 m yang memiliki anggle of repose 410 (Lampiran B).
Dimana ketinggian dan sudut kemiringan ini tidak sesuai dengan standarisasi batas
maksimal batubara sub-bituminus yaitu 11-12 m dan 380 menurut Muchijidin (2006),
sehingga hal ini menyebabkan timbunan kelebihan kapasitas maksimum dari
kapasitas rencana penerimaan stockpile sebesar 48.000 ton yang menjadi sebesar
53.808 ton.
Dari hasil pengamatan suhu, gejala swabakar mulai terjadi pada hari ke-10
selama 10 hari penelitian, maka diperlukan upaya perbaikan timbuanan batubara
sehingga dapat dilakukanya sistem penimbunan dan pembongkaran First In First Out
(FIFO). Umur timbunan batubara sangat berpengaruh kepada perubahan parameter
kualitas batubara meliputi parameter kualitas kandungan air, kandungan abu dan nilai
kalori.

5.2.1 Perubahan Nilai Kualitas Batubara


Mekanisme terjadinya swabakar tergantung pada peringkat batubara itu
sendiri. Semakin tinggi peringkat batubara, maka sulit untuk mengalami swabakar
dan juga sebaliknya. Namun ada parameter kualitas batubara yang menunjang
terjadinya swabakar pada batubara, yaitu (Tabel 5.1):
1. Kandungan Zat Terbang
Jika ditinjau dari parameter kualitasnya, kandungan zat terbang
(volatile matter) untuk area stockpile berkisar 40%, merupakan nilai yang

45
cukup tinggi dengan kandungan gas-gas yang mudah terbakar pada zat
terbang seperti hidrogen, karbonmonoksida dan methan, yang dapat
mempercepat terjadinya swabakar.
2. Kandungan Air
Kandungan air meliputi kandungan air total (total moisture) dan
kandungan air bawaan (inherent moisture). Pada area stockpile memiliki
kandungan air bawaan berkisar 12,11%, dimana kandungan air bawaan ini
tergolong tinggi dan memudahkan proses mekanisme swabakar mudah
terjadi. Hal ini dikarnakan pori-pori dari partikel batubara yang banyak,
sehingga batubara lebih rapuh dan membuat luasan permungkaan batubara
lebih besar.
Kandungan air total pada stockpile sendiri berkisar 29% dengan
bertambahnya kadar air sebesar 0,07%, sehingga mengakibatkan
penguapan air pada timbunan akan berlangsung lebih lama dan
menghasilkan panas yang menambah suhu dari batubara.
3. Kandungan Abu
Kandungan abu yang mengalami peningkatan kemungkinan
disebabkan oleh jalan tambang yang berdebu pada saat proses
pendistribusian batubara dari ROM menuju stockpile dan pada saat alat
alat mekanis beroperasi pada saat mengatur penimbunan yang terkena
lumpur dan pengotor lainnya pada lantai dasar stockpile. Kandungan abu
pada stockpile selama 40 hari mengalami peningkatan yaitu 0,46%.
4. Nilai Kalori
Penurunan nilai kalori batubara terlihat pada hari ke-40, dimana
penurunan nilai kalori sebesar 33 Kcal/Kg, hal ini disebabkan kandungan
air bawaan dari batubara dan bertambahnya kadar abu dari batubara.

46
5.2.2 Mekanisme Swabakar
Penyebab terjadinya swabakar adalah pemanasan pada batubara dengan
sendirinya yang mengakibatkan terbakarnya batubara jika panas yang dihasilkan tidak
dapat dikeluarkan dari dalam timbunan.
Dari hasil pemantauan suhu selama 10 hari pada stockpile, gejala swabakar
terjadi pada saat timbunan berumur 10 hari dengan rata-rata temperatur harian 410C
(Tabel 4.5), dibuat grafik rata-rata temperatur harian untuk menunjukan kenaikan
temperatur batubara pada stockpile dengan menggunakan metode regresi linier
sebagai berikut (Lampiran E).

Gambar 5.1 Grafik Regresi Peningkatan Suhu Harian Batubara pada Stockpile
Dari nilai regresi tersebut diperoleh bahwa nilai laju kenaikan temperatur rata-
rata batubara sebesar 0,9961oC/hari, berdasarkan persamaan berikut.

Y = 0,9961x + 32,695

Dengan Y adalah temperatur (C) dan X merupakan lama waktu penimbunana (hari).
Sehingga dapat di perkirakan batubara akan mulai mengalami swabakar setelah

47
ditumpuk di stockpile selama 40 hari atau lebih, dengan temperatur awal tumpukan
rata-rata 340C (Lampiran E).
Untuk mengatasi permasalahan yang mengakibatkan penyimpangan kualitas
batubara dan juga untuk mencegah terjadinya gejala swabakar di areal timbunan perlu
dilakukan upaya perbaikan dan penanganan penimbunan batubara di stockpile.
Upaya-upaya tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Mengurangi Tinggi Timbunan untuk Batubara Kualitas Rendah
Pada pengamatan aktual, rata-rata tinggi timbunan stockpile adalah 13,5
m. Tinggi timbunan batubara sangat berkaitan dengan arah angin dan keselamatan
kerja, Hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin panjang,
sehingga daerah yang tidak terpadatkan akan semakin luas dan akan
mengakibatkan permukaan yang teroksidasi semakin besar, sedangkan berkaitan
dengan keselamatan kerja, timbunan yang terlalu tinggi akan mengganggu
stabilitas timbunan, dan berpotensi menyebabkan longsor.
b. Mengurangi Sudut Kemiringan Timbunan
Pada rencana perbaikan desain layout stockpile ditetapkan untuk sudut
kemiringan tumpukan batubara adalah sebesar 38o dengan mempertimbangkan
bahwa angle of repose untuk batubara rank sub-bituminus adalah sebesar 38o
(Tabel 3.6). Pengurangan sudut kemiringan tumpukan ini bertujuan agar dampak
lereng mengalami kelongsoran dapat dikurangi dan angin yang menerpa area
timbunan batubara tidak langsung masuk ke dalam timbunan batubara akan tetapi
sebagian aliran angin akan berbelok keatas sesuai dengan sudut yang dibentuk
sehingga dapat mengurangi terjadinya oksidasi dalam timbunan dapat dikurangi
untuk pencegahan potensi swabakar.
c. Memadatkan Timbunan Batubara yang Menghadap ke Arah Angin
Pada pengamatan di lapangan, berdasarkan distribusi ukuran batubara
diketahui batubara yang berukuran 0,50 mm memiliki persentase yang cukup
tinggi sebesar 18% (Tabel 4.3), sehingga dengan tingkat kegerusan yang cukup
tinggi akan membuat batubara menjadi mudah hancur dan terbawa oleh angin.

48
Oleh karena itu, diharapkan lereng tumpukan yang menghadap ke arah
angin sehingga mencegah oksidasi antar ruang tersebut terutama pemadatan
permukaan yang menghadap ke arah angin dalam upaya mencegah penurunan
kualitas dan kuantitas batubara.
d. Mengawasi Temperatur Batubara Secara Berkala
Pengawasan temperatur batubara sebaiknya dilakukan secara berkala, hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya swabakar atau mengetahui indikasi –
indikasi batubara yang berpotensi untuk terbakar. Pengawasan ini dapat
menggunakan alat pengukur temperatur thermocopel yang digunakan untuk
mengetahui peningkatan temperatur batubara di area timbunan. Survei temperatur
berguna untuk dapat memprediksi kapan akan mulai terjadi swabakar. Selama ini,
survei temperatur dilakukan hanya pada bagian atas stockpile, pada kemiringan 2
dan 6 m. Terutama di bagian bawah stockpile, sehingga titik-titik yang lebih
berpotensi mengalami swabakar dapat terkontrol.
e. Menghindari Penimbunan Batubara Baru di atas Stockpile yang Berusia Lama
Swabakar sering terjadi di area kontak antara batubara baru dengan
batubara lama pada stockpile. Oleh karena itu, sebaiknya pengalokasian tempat
penimbunan batubara baru direncanakan sesuai dengan jadwal penjualan material,
untuk menghindari batubara lama tertimbun oleh batubara baru. Selain itu, hal ini
juga untuk mengusahakan diterapkannya sistem first in first out batubara.

5.3 Rencana Perbaikan Stockpile


5.3.1 Rencana Perbaikan Desain Geometri Stockpile
Pada rencana perbaikan desain geometri stockpile PT. Injatama, dibuat dengan
memperhatikan kemiringan sudut timbunan yang tidak melebihi angle of repose
batubara, tinggi timbunan batubara yang dimaksimumkan sampai 11 m, memiliki
geometri desain berbentuk limas terpancung, dengan pola penimbunan cone ply
dengan membagi dua luas tumpukan yang dibatasi oleh jalan alat mekanis di dalam

49
area stockpile. Geometri timbunana ini dibuat dengan memperhatikan sistem pola
penimbunan dan pembongkaran FIFO (First In First Out).
Kemiringan tumpukan batubara dapat dimaksimalkan pada sudut sebesar 38o,
dimana batubara dengan peringkat rendah seperti sub-bituminous memiliki angle of
repose maksimal sebesar 380 (Tabel 3.6). Sehingga dengan sudut sebesar itu
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya longsor dan potensi swabakar dapat
diminimalir.
Tabel 5.2 Perbandingan Dimensi pada Stockpile Sebelum dan Setelah Koreksi
(Lampiran B dan Lampiran C)

Sebelum koreksi Setelah koreksi


Dimensi Besaran (m) Dimensi Besaran (m)
Panjang balas bawah 75,11 m Panjang balas bawah 45,95 (x2) m
Lebar alas bawah 68,77 m Lebar alas bawah 70,5 m
Tinggi timbunan 13,2 m Tinggi timbunan 11 m
0
Sudut timbunan 41 Sudut timbunan 380
Volume timbunan 38434,066 m3 Volume timbunan 17841,922 (x2) m3
Tonase timbunan 53807,693 ton Tonase timbunan 24978,690 (x2) ton
(sumber :Port PT. Injatama, Tbk. Bengkulu 27 Maret 2017)

Gambar 5.2 Gambar Tampak Atas Layout Perbaikan Dimensi Stockpile

50
Dari hasil rancangan perbaikan yang direncanakan pada stockpile memiliki
kapasitas tonase total sebesar 49.958 ton, dimana kapasitas ini sudah mampu
menampung target produksi yang ditetapkan sebesar 48.000 ton. Tujuan pengurangan
tinggi dan sudut kemiringan pada stockpile agar resiko longsor dan resiko swabakar
dapat diminimalir.
1. Jalan Alat Mekanis di Dalam Area Stockpile
Dalam penerapan sistem pengaturan FIFO pada timbunan stockpile,
diranacang lebar jalan untuk alat mekanis untuk memudahkan proses
manajemen pengaturan timbunan dalam menjaga kualitas dan resiko
terjadinya swabakar batubara. Berikut lebar alat yang digunakan di area port
PT. Injatama, Tbk.
Tabel 5.3 Lebar Alat Berat yang Beroperasi Di Area Stockpile (Lampiran D)
Alat mekanis Lebar alat (m)
Excavator Kolbeco SK 480 LC 3,550
Bulldozer Komatsu D 65 E 2,390
Whell loader Komatsu WA 380 Z 2,780
(sumber :Port PT. Injatama, Tbk. Bengkulu 27 Maret 2017)
Alat mekanis terlebar yang beroperasi pada area stockpile adalah
Excavator Kolbeco SK 480 LC dengan lebar alat sebesar 3,550 m, maka lebar
jalan jalur lurus pada area stockpile menggunakan rumus sebagai berikut.

1
Lmin = (n x Wt) + (n + 1) ( 2 x Wt)
1
Lmin = (1 x 3,550 m) + (1+1) ( 2 x 3,550 m)

= 7,1 m ≈ 7 m

51
Gambar 5.3 Tampak Samping Dimensi Stockpile dan Lebar Jalan Angkut Mekanis

2. Perbaikan Sistem Pengaturan Timbunan Batubara


Pada rencana pebaikan desain stockpile akan menerapkan sistem first
in first out (FIFO). Sistem ini memiliki prinsip batubara yang dimuat harus
terlebih dahulu diangkut. Hal ini mencegah terjadinya swabakar ynga
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dari batubara.
Berdasarkan penerapan manajemen FIFO, dimana batubara yang
masuk akan ditimbun Berdasarkan urutan dan pemuatan dilakukan pada
batubara yang pertama kali masuk disarankan penimbunan batubara tidak
dibiarkan selama 40 hari atau lebih, karena salah satu laju alir temperatur
batubara tidak menjadi beraturan dan potensi swabakar yang cukup besar.

Gambar 5.4 Sistem Perbaikan Pengaturan Timbunan Batubara

52
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji laboratorium PT. Sucofindo cabang Bengkulu, batubara
di Stockpile PT. Injatama, Tbk. memiliki nilai kualitas sebesar 5761 - 5794
kcal/kg. Nilai kualitas tersebut batubara di stockpile dikategorikan ke dalam
peringkat rendah (Sub-Bituminous).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kualitas batubara adalah lama


waktu dan dimensi timbunan stockpile yang tidak sesuai dengan peringkat
kualitas batubara. Batubara yang tertumpuk mengalami penguapan air yang
mengakibatkan peningkatan suhu pada batubara, sehingga partikel batubara
tergerus yang mengakibatkan meningkatnya kadar ash, penurunan kalori, dan
aspek lingkungan.

3. Sistem penimbunan batubara aktual timbunan stockpile, menerapkan pola


penimbuna chevron. Sehingga sulit untuk diterapkannya sistem manajemen
FIFO dengan lama waktu penimbunan selama 40 hari, pola dan sistem
pengaturan timbunan belum dapat diterapkan dengan baik, karena kondisi
stockpile yang terlalu penuh. Hal ini dapat dilihat dari adanya gejala
swabakar masih sering ditemui di tumpukan batubara stockpile.

4. Pada Rencana perbaikan desain geometri stockpile yang sesuai menggunakan


kompartemen limas terpancung dengan pola penimbunan cone ply berbentuk
limas terpancung dan dapat menampung batubara sebesar 49.958 ton.

53
Tumpukan batubara dibagi dua yang masing-masing tumpukanya berkapasitas
24.979 ton yang dipisahkan oleh lebar jalan lurus minimal untuk alat mekanis
sebesar 7,1 m. Perancangan perbaikan ini berfungsi dalam memudahkan
penerapan mekanisme FIFO dan penanganan terjadinya swabakar.

6.2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis dapat menyarankan
sebagai berikut:

1. Lama waktu timbunan di stockpile harus diperhatikan, karena timbunan


memiliki distribusi ukuran yang sangat berpengaruh pada kualitas batubara
dan berpengaruh terhadap peristiwa swabakar.
2. Teknis penimbunan batubara di area stockpile masih harus dibenahi, karena
berdasarkan pengamatan di lapangan dan data yang diperoleh dari uji kualitas,
ada beberapa kendala fisik yang mempengaruhi kualitas batubara yaitu pola
timbunan dan sistem menejemen timbunan yang belum maksimal yang tidak
sesuai dengan peringkat kualitas batubara.
3. Disarankan desain layout stockpile setelah perbaikan dapat diterapkan karena
batubara yang ditimbun di area stockpile tergolong kualitas rendah sehingga
perlu diperhatikan dalam manajemen penimbunan. Serta dilakukannya
pemantauan temperatur pada timbunan, yang berguna dalam pencegahan serta
penanganan swabakar yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
batubara.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. ANSI. 1998. Classification Of Coal By Rank. ASTM D388-84, 1998 Annual


Books of ASTM Standards. Volume 5.05 American Society For
Testing and Materials.
2. G. Okten, O. Kural, E. Algurkaplan, stoage of Coal Problem and Precautions,
Departement Mining Engineering, Istanbul Tecnical University
3. Hartman, Et Al, 1992.”SME Mining Engineering Handbook”, 2nd Edition
Volume 1”. Sociaty For Mining, Metalurgy and Exploration, Inc,
Colorado.
4. Sukandarrumidi. 2008. Batubara dan Gambut. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
5. Muchjidin. 2006. Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara. Bandung :
Penerbit ITB.
6. Mulyana, H. 2005. Kualitas Batubara dan Stockpile Management. PT.
Geoservices, LTD, Yogyakarta.
7. PT. Sucofindo, 2017 Prosedur Preparasi Sampel Batubara Berdasarkan
ASTM, Laboratorium SBU PT. Sucofindo.
8. PT. Sucofindo, 2017 Preliminary Report Of Analysis Hauling, Laboratorium
SBU PT. Sucofindo Cabang Bengkulu.
9. PT. Sucofindo, 2017 Preliminary Report Of Analysis Pre Shipment,
Laboratorium SBU PT. Sucofindo Cabang Bengkulu.
10. Rendy, P. 2014. Analisis Batubara Dalam Penentuan Kualitas Batubara
Untuk Pembakaran Bahan Baku Semen Di PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk. Palimanan-Cirebon. Jurnal Teknik Universitas Islam
Bandung.

55
LAMPIRAN A
LAYOUT PORT PT. INJATAMA, Tbk

Gambar A.1 Layout Port Pt. Injatama, Tbk.

56
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN KAPASITAS AKTUAL STOCKPILE

Dari pengukuran langsung dimensi aktual stockpile di lapangan, berupa data


panjang,lebar dan luasan aktual stockpile dengan memplotkan titik-titik disekitar
stockpile menggunakan GPS Garmin 76csx, lalu data tersebut diolah menggunakan
software autocad 2007. Diperoleh data sebagai berikut.

Table B.1 Dimensi timbunan stockpile


No Dimensi Besaran (m)
1 Panjang 75,11
2 Lebar 68,77
3 Luas (m2) 5165,315

1. Untuk tinggi timbunan didapatkan dengan pengukuran menggunakan meteran


pada sisi lereng tumpukan yang di dapatkan perhitungan sebagai berikut:
X = √202 − 152
20 m
x
= √400 − 225

15 m = 13,2 m
Gambar B.1 Sisi Lereng Timbunan Stockpile

2. Pengukuran sudut pada timbunan :


Tinggi aktual timbuana batubara = 13,2 m

Panjang sisi miring timbunan batubara = 20 m

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛
Sudut = Sin -1 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑑 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔

13,2𝑚
= Sin -1
20 𝑚

57
= Sin -1 0,66

= 41,3o = 41o

Gambar B.2 Desain Timbunan Pada Stockpile Autocad

3. Maka diketahui dimensi sisi atas sebagai berikut:


panjang sisi atas = 75,11 m – (2 x 15 m)

= 45,11 m

Lebar sisi atas = 68,77 m – (2 x 15 m)

= 38,77 m

Luas sisi atas (La) = 45,11 m x 38,77 m

= 1748,915 m2

Gambar B.3 Desain Timbunan Pada Stockpile Tampak Atas

58
4. Volume timbunan batubara
1
V = 3 𝑥 ℎ (𝐿𝐵 + 𝐿𝐴 + √𝐿𝐵 + 𝐿𝐴)
1
= 3 𝑥 13,2(5165,315 + 1748,915 + √5165,315 + 1748,915 )

= 4,4 (8735,015) 1820,785

= 38434,066 m3

Tonase timbunan = Volume x Density raw coal

= 38434,066 m3 x 1,4 ton/m3

= 53807,693 ton

59
LAMPIRAN C

RENCANA PERBAIKAN DESAIN LAYOUT STOCKPILE

1. Diketahui rencana perbaikan timbunan batubara :


Panjang tumpukan = 45.95 m

Lebar tumpukan = 70,5 m

Luas tumpukan bawah = 3239,475 m2

Tinggi timbunan rencana = 11 m

Sudut timbunan rencana = 38o

Density batubara = 1,4 ton/m3

2. Dengan dihitung dimensi sisi atas sebagai berikut :


𝑦
Tan 38o =𝑥

0,8 x = 11 m

x = 14 m

Gambar C.1 Desain Layout Timbunan Pada Stockpile pada Tampak Samping

panjang sisi atas = 45.95 m – (2x14)

= 17,95 m

60
Lebar sisi atas = 70,5 m – (2 x 14)

= 42,5 m

Luas sisi atas = 17,95 x 42,5

= 762,875 m2

Gambar C.2 Desain Layout Timbunan Pada Stockpile pada Tampak Atas

3. Volume timbunan batubara


1
V = 3 𝑥 ℎ (𝐿𝐵 + 𝐿𝐴 + √𝐿𝐵 + 𝐿𝐴)

1
= 3 𝑥 11(3239,475 + 762,875 + √3239,475 + 762,875 )

= 3,7 (4822,141)

= 17841,922 m3

4. Tonase timbunan pada 1 tumpukan = Volume x Density raw coal


= 17841,922 m3 x 1,4 ton/m3

= 24978,690 ton

61
5. Total Tonase timbunan pada 2 tumpukan = Tonase x 2
= 24978,690 x 2

= 49957,38 ton

62
LAMPIRAN D

SPESIFIKASI ALAT MEKANIS YANG BEROPERASI DI STOCKPILE

Berdasarkan pengamatan selama di lapangan, Berikut ini alat-alat mekanis


yang bekerja pada area Stockpile PT. Injatama,Tbk.

Tabel D.1 Excavator Kolbeco SK 480 LC


Arm length Standard G Tail swing radius 3,670
3.45 m
A Overall lenght 11,620 G1 Distance from center 3,670
B Overall height 4,260 of swing to rear end
(to top of boom)
C Overall SK460 3,550 H Tumbler SK460 4,060
width distance SK480LC 4,400
SK480LC 3,550 I Overall SK460 5,110
length of SK480LC 5,450
crawler
D Overall height 3,310 J Track gauge 2,750
(to top of cab)
E Ground clearance of 1,340 K Shoe width 600/800/900
rear end*
F Gound clearance* 510 L Overall width of 3,000
upperstructure

Gambar D.1 Spesifikasi Excavator Kolbeco SK 480 LC

63
Model Name SK480LC
Machine Type SK480LC-8
Operating Weght kg 46,400 - 49,400
Bucket ME Bucket capacity m3 1.35 - 2.4
Model HINO P11C
Direct injection ,water-cooled,
Type 4-cycle diesel engine with
Engine turbocharger,intercooler
Rated power output 257/1,850 (ISO14396:2002)
kW/min-1 243/1,850 (ISO9249:2007)
Fuel Tank l 650
Travel Speed km/h 5.5 / 3.4
Swing speed 7.8
Performance
min-1{rpm}
Gradeability %(º) 70 {35}
Travel motors 2 x axial piston, two step motors
Track shoes Triple grouser shoe
Travel System
Track shoe mm 600/800/900
Drawbar pulling force kN{kgf} 417
Two variable displacement pumps
Pump Type
Hydraulic + one gear pump
Sytem Max.Discharge pressure 34.3{350 }
MPa{kgf/cm2}
Hydraulic capacity l 300 (555)

Tabel D.2 Bulldozer Komatsu D 65 E


Engine
Make Cummins
Model D-65E
Gross Power 155 hp 115.6 kw
Displacement 743 cu in 12.2 L
Operational
Operating Weight 29390 lb 13331.1 kg
Fuel Capacity 74 gal 280 L
Cooling System Fluid Capacity 14.5 gal 55 L
Transmission
Type planetary gear
Number of Forward Gears 3
Number of Reverse Gears 3
Max Speed - Forward 6.6 mph 10.7 km/h
Max Speed - Reverse 8.5 mph 13.6 km/h

64
Undercarriage
Ground Pressure 7.1 psi 49 kPa
Standard Shoe Size 20.1 in 510 mm
Number of Track Rollers per Side 7
Track Gauge 6.2 ft in 1880 mm
Standard Blade
Width 13 ft in 3970 mm
Height 41.3 in 1050 mm
Cutting Depth 21.3 in 540 mm
Dimensions
Width Over Tracks 7.8 ft in 2390 mm
Length of Track on Ground 8.6 ft in 2635

Gambar D.2 Spesifikasi Bulldozer Komatsu D 65 E

65
Tabel D.3 Whell loader Komatsu WA 380 Z

Engine
Make Komatsu
Model WA 380 Z
Net Power 191 hp 142 kw
Gross Power 192 hp 143 kw
Power Measured 2100 rpm
Displacement 408 cu in 6.7 L
Number of Cylinders 6
Aspiration Turbo-charged
Operational
Operating Weight 38760 lb 17580 kg
Fuel Capacity 79.3 gal 300 L
Hydrauilc System Fluid Capacity 36.6 gal 139 L
Engine Oil Fluid Capacity 6.1 gal 23 L
Cooling System Fluid Capacity 5.4 gal 20.5 L
Transmission Fluid Capacity 10 gal 38 L
Front Axle/Diff Fluid Capacity 10.6 gal 40 L
Rear Axle/Diff Fluid Capacity 10.6 gal 40 L
Static Tipping Weight 32100 lb 14560 kg
Turning Radius 47.4 ft in 14440 mm
Transmission
Type full-powershift, countershaft type
Number of Forward Gears 4
Number of Reverse Gears 4
Max Speed - Forward 22.2 mph 35.7 km/h
Max Speed - Reverse 25.4 mph 40.9 km/h
Hydraulic System
Pump Type Double-acting, piston type
Relief Valve Pressure 3555 psi 24510.8 kPa
Pump Flow Capacity 54.4 gal/min 206 L/min
Raise Time 5.9 sec
Dump Time 1.8 sec
Lower Time 3.3 sec
Bucket
Breakout Force 35495 lb 158 kN
Dump Clearance at Max Raise 9.7 ft in 2950 mm
Bucket Width 9.5 ft in 2905 mm
Bucket Capacity - heaped 4.3 yd3 3.3 m3
Dimensions

66
Width Over Tires 9.1 ft in 2780 mm
Ground Clearance 1.5 ft in 455 mm
Wheelbase 10.8 ft in 3300 mm
Hinge Pin - Max Height 13.4 ft in 4095 mm

Gambar D.3 Whell loader Komatsu WA 380 Z

67
LAMPIRAN E
DATA HASIL PENGUKURAN TEMPERATUR DAN TEMPERATUR RATA-RATA HARIAN PADA
STOCKPILE SELAMA 10 HARI.

Tabel E.1 pengukuran temperatur dan temperatur rata-rata harian pada Stockpile selama 10 hari

68
68

Anda mungkin juga menyukai