Anda di halaman 1dari 281

MODUL

ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK KONDISI


RENTAN (Bd.6.308)

Oleh :

Ingka Kristina Pangaribuan, STr.Keb, Bd, M.Kes


Tetti Seriati Situmorang, SST, M.Kes

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MITRA HUSADA MEDAN

Jln. Pintu Air IV Pasar 8 Kelurahan. Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor
Medan-20142Telp. 8367405-Fax : 8367405www.mitrahusada.ac.id
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

VISI, MISI, TUJUAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


MITRA HUSADA MEDAN

A. Visi
“Mewujudkan STIKes Mitra Husada Medan Sebagai Pusat Penyelenggaraan
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Di Bidang Kesehatan yang Unggul
Dalam Service Excellent yang Berintegritas Tinggi dan Berdaya Saing di Tingkat
Nasional dan Tahun 2030”

B. Misi

1. Menyelenggarakan Pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat


dibidang kesehatan yang inovatif dan berdaya saing secara nasional dan
internasional.
2. Menyelenggarakan iklim akademik yang kondusif mendukung perwujudan Visi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mitra Husada Medan.
3. Menyiapkan Peserta didik agar menjadi lulusan yang Service Excellent,
berakhlak, berintegritas tinggi serta berdaya saing di tingkat nasional.
4. Mengembangkan praktik kesehatan berbasis fakta (Evidence Based Practise)
5. Menyelenggarakan kerjasama dengan Instansi dan lembaga terkait ditingkat
nasional dan internasional.
C. Tujuan Pendidikan
1. Mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mewujudkan Tridharma perguruan tinggi
2. Menghasilkan iklim akademik yang kondusif, berintegritas tinggi dan berdaya
saing tingkat nasional internasional
3. Menghasilkan lulusan yang Service Excellent, Profesional, berakhlak,
berintegritas tinggi serta berdaya saing di tingkat nasional dan internasional.
4. Menghasilkan lulusan yang unggul dalam praktik kebidanan Service Excellent
berbasis fakta (Evidence Based Practise )
5. Menghasilkan kerjasama dengan lembaga terkait baik di tingkat nasional maupun
internasional sehingga lulusan memperoleh keahlian profesional.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

VISI, MISI, TUJUAN PRODI SARJANA KEBIDANAN STIKES MITRA


HUSADA MEDAN

A. Visi
“Menjadikan Progra Studi Kebidanan Sarjana Kebidanan Sebagai Pusat
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Di Bidang Kebidanan yang Unggul
Dalam Service Excellent yang Inovatif, Berintegritas Tinggi dan Berdaya Saing di
Tingkat Nasional dan Tahun 2030”

B. Misi

1. Menyelenggarakan Pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat


dibidang kesehatan yang inovatif dan berdaya saing secara nasional dan
internasional.
2. Menyelenggarakan iklim akademik yang kondusif mendukung perwujudan Visi
Prodi Kebidanan Program Sarjana Kebidanan STIKes Mitra Husada Medan.
3. Menyiapkan Peserta didik agar menjadi lulusan yang Service Excellent,
berakhlak, berintegritas tinggi serta berdaya saing di tingkat nasional dan
Internasional
4. Mengembangkan praktik kesehatan berbasis fakta (Evidence Based Practise)
yang bercirikan Terapi Komplementer
5. Menyelenggarakan kerjasama dengan Instansi dan lembaga terkait ditingkat
nasional dan internasional.

Profil Lulusan Program Studi

Care Provider Sebagai pemberi asuhan kebidanan yang service


excellent dengan memanfaatkan IPTEKS pada
ibu hamil, bersalin, nifas & menyusui, bayi baru
lahir, balita & anak pra sekolah, serta kesehatan
reproduksi & keluarga berencana sesuai siklus
hidup perempuan.

Communicator Menjadi seorang komunikator yang service


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

excellent dan handal di bidang kesehatan.

Decision Maker Sebagai pengambil keputusan disaat yang tepat


karena akan sering dihadapkan pada kondisi
gawat darurat.

Community Leader Sebagai penggerak masyarakat dalam bidang


kesehatan ibu dan anak dengan memanfaatkan
IPTEKS dan Terapi Komplementer melalui
upaya promotif, preventif serta kerjasama lintas
program dan lintas sektoral untuk meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan anak.

Entrepreneur Lulusan ahli madya kebidanan yang service


excellent dalam pelayanan kebidanan

a. Nilai (Value) Stikes Mitra Husada Medan Adalah Pacer


Professional: Sumber Daya Manusia Professional : Kompeten, Kreatif,
Inovasi, Konsistensi, Koneksi, dan Kompetitif.
Akuntabel: Dapat Dipertanggungjawabkan Sesuai Dengan SOP, dan Tidak
Bertentangan dengan Peraturan UU yang berlaku.
Collaboratif : Kerjasama Tim
Empaty : Melayani dengan Sepenuh Hati
Reliability : Terpercaya, Dapat Diandalkan dan Punya Komitmen
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan bahan ajar Asuhan Kebidaan Pada
Perempuan dan Anak dengan Kondisi Rentan. Modul ini diperuntukan bagi pegangan
mahasiswa di semester II Program Studi Kebidanan Program Sarjana STIKes Mitra
Husada Medan.
Modul ini disusun dengan tujuan untuk memudahkan mahasiswa pada proses
pembelajaran khususnya Asuhan Kebidaan Pada Perempuan dan Anak dengan Kondisi
Rentan. Diharapkan modul ini menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa yang
melaksanakan pembelajaran Kebidanan Program Sarjana STIKes Mitra Husada Medan.
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan bahan ajar ini.
Kami menyadari bahwa modul ini belum sempurna, untuk itu penyusun
mengharapkan masukan demi kesempurnaan modul Asuhan Kebidaan Pada Perempuan
dan Anak dengan Kondisi Rentan. Semoga modul ini dapat bermanfaat.

Medan, Februari 2020


Tim Penyusun
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

KONTRAK PERKULIAHAN

1. Identitas Mata Kuliah


Mata Ajar : Asuhan Keb Perempuan dan Anak Kondisi Rentan
Kode Mata Kuliah : Bd.6.308
Beban Studi : 2 SKS (1:T, 1:P)
Penempatan : Semester II (Dua)
Koordinator : Ingka Kristina Pangaribuan, STr.Keb, Bd, M.Kes
Tim Pembimbing : Tetti Seriati Situmorang, SST, M.Kes

A. Deskripsi Mata Ajat

Pada Mata Kuliah ini mahasiswa mampu melakukan tentang asuhan kebidanan
perempuan dan anak dengan Kondisi rentan yaitu konsep kelompok rentan yang terdiri
dari remaja perempuan, perempuan hamil, perempuan menyusui, penyandang
disabilitas, serta anak merancang cara asuhan pada remaja dan primenopause,
mengevaluasi stimulasi dan seteksi dini serta memberikan intervensi dini pada
gangguan pertumbuhan dan perkembangan reproduksi remaja, melakukan anticipatory
guidance,dan pendokumentasian asuhan kebidanan pada perempuan dan anak kondisi
rentan.
B. Bobot SKS dan Lama Praktik Klinik
1. Bobot SKS : 2 SKS
2. Lama Praktik Klinik
a. 96 jam (selama 14 hari = 2 minggu 2 hari dengan asumsi lama praktik enam hari
dinas dalam satu minggu selama 7 jam tiap kali dinas/jaga)
b. Dinas/jaga : pagi (pukul 07.00 – 14.00), siang 14.00-21.00 dan malam 21.00 –
07.00 atau disesuaikan dengan lahan praktik
C. Tempat Praktik
Praktik Klinik asuhan kebidanan pada perempuan dan anak kondisi rentan di laksanakan
di Rumah sakit, Klinik, Puskesmas yang didaskan pada ketersediaan kasus sesuai
kompetensi yang dicapai, ketersediaan pembimbing klinik yang sesuai standar. Jenis
ruangan yang digunakan adalah ruangan yang memungkinkan peserta didik mempelajari
tentang proses asuhan kebidanan pada perempuan dan anak kondisi rentan pada kasus
tertentu sesuai dengan lingkup kompetensi yang dimaksud diatas dengan pendekatan
praktik asuhan kebidanan yang bercirikan terapi komplementer. budaya di tatanan
pelayanan kesehatan dan komunitas).
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

D. Standar Kompetensi
Standar kompetensi asuhan kebidanan pada perempuan dan anak kondisi rentan adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip umum penanganan awal pada perepuan dan anak dengan kondisi rentan dengan
service excellent
2. Asuhan kebidanan pada perempuan dan anak kondisi rentan
3. Pendokumentasian, pencatatan, dan pelaporan dalam manajemen asuhan kebidanan pada
asuhan kebidanan pada perempuan dan anak kondisi rentan dan membuat surat rujukan

E. Kompetensi Khusus
1. Konsep kelompok rentan
2. Kebutuhan khusus pada permasalahan fisik
a. Masalah disabilitas
b. Kelainan genetik
c. Perbedaan ras
d. Usia anak (<21 tahun)
3. Kebutuhan khusus pada permasalahan psikologis
a. Kehamilan akibat pemerkosaan
b. KDRT
c. Trauma persalinan sebelumnya
d. Kelainan mental/jiwa
e. Riwayat kehilangan dan kematian (Grief and bereavement)
f. Kehamilan tidak diiinginkan (unwanted pregnancy, gagal KB)
4. Kebutuhan khusus pada permasalahan geografi
a. Lingkungan berpolusi
b. Lingkungan dataran tinggi dan rendah
c. Lingkungan radiasi
d. Tenaga kesehatan (rontgen, lab dll)
5. Kebutuhan khusus pada permsalahan ekonomi
a. Kemiskinan
b. Anak banyak
6. Kebutuhan khusus pada permalahan social
a. Kehamilan dalam penjara
b. Single parent
c. LGBT
d. Ibu pengganti (surrogate mother)
e. Pekerja seks komersial
7. Kebutuhan khusu pada permsalahan budaya
a. Pemilihan jenis kelamin anak
b. Vaginal birth after caesarean (590-600 buku Cunningham, dkk. 2009. Obstetri
Williams Edisi 23 Volume 1. Jakarta : EGC)
c. Persiapan persalinan dan kelahiran pada kebutuhan khusus
d. Perawatan anak pada ibu berkubutuhan khusus
e. Promosi kenormalan pada ibu dengan berkubutuhan khusus
f. Asuhan pada perempuan berkebutuhan khusus
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

8. Asuhan keberkelanjutan (continuity of care pada ibu berkebutuhan khusus)


F. Metode Pembelajaran
T: dilaksanakan dikelas dengan menggunakan Kuliah Interaktif, case study, small
group discussion, simulasi, project based learning, problem based learning
collaborative learning, journal reading, seminar dan penugasan.
P: dilaksanankan di Laboratorium (baik di kampus maupun di lahan praktek) dengan
menggunakan metode case study, simulasi, project based learning dan
problem based learning.

G. Tugas – Tugas
Untuk meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa, maka kebijakan diterapkan 6
(enam) bentuk penugasan sebagai berikut: (1) Tugas Rutin (TR), (2) Critical Book
Report (CBR), (3) Critical Research Review (CRR)/ Critical Journal Review (CJR),
(4) Mini Research (MR), (5) Rekayasa Ide dan (6) Project (PR).
H. Kriteria Penilaian

No Skor Nilai Mutu Lambang Kualifikasi


1 81 – 100 4,00 A Sangat baik
2 70 – 80 3,00 B Baik
3 56 – 69 2,00 C Cukup
4 45 – 55 1,00 D Kurang
5 0 – 44 0,00 E Sangat kurang

I. Jadwal Perkuliahan
Terlampir

J. Tata Tertib perkuliahan

a. Kehadiran : Minimal kehadiran 90% dalam setiap semester


b. Waktu : Mahasiswa hadir maksimal 5 menit sebelum perkuliahan dimulai.
c. Penugasan : Keterlambatan mengumpulkan tugas dari waktu yang ditentukan
akan mendapat konsekuensi.
d. Pakaian : Menggunakan seragam rapi sesuai dengan ketentuan hari bagi
yang tidak berhijab memakai harnet, bersepatu putih memakai kaos kaki dan
tidak menggunakan perhiasan.
e. PBM : Membawa buku sumber minimal 2 referensi yang terkini.

K. Konsekuensi
Kesepakatan antara dosen dan mahasiswa selama perkuliahan:

a. Ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas dapat menambah nilai


mahasiswa
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan 2020
dan Anak dengan Kondisi Rentan

b. Keterlambatan dalam mengumpulkan tugas mengurangi nilai tugas mahasiswa


toleransi jika mahasiswa memberitahukan terlebih dahulu dan memberikan
alasan.
c. Apabila mahasiswa datang terlambat > 15 menit maka mahasiswa tersebut
tidak diperkenankan masuk ruangan atau boleh memasuki ruangan akan tetapi
kehadirannya tetap tidak di hitung tolerir jika ada pemberitahuan terlebih
dahulu.
d. Apabila dosen datang terlambat > 15 menit maka mahasiswa boleh
meningggalkan perkuliahan atau menyerahkan kepada mahasiswa perkuliahan
akan dilanjut atau tidak.

L. Lain – Lain
Apabila ada hal – hal yang diluar ksepakatan ini untuk perlu disepakati dapat
dibicarakan secara teknis pada saat setiap acara perkuliahan. Apabila ada perubahan
isi kontrak perkuliahan akan ada pemberitahuan terlebih dahulu.

M. Sumber
Utama :
1. Susanti, Nengah. 2016. Psikologi Kehamilan. Jakarta : EGC
2. Riyanti. 2018. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. Malang : Wineka Media
3. Cunningham, dkk. 2009. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1. Jakarta : EGC
4. Murray dan Mc Kinney, (2022). Maternal-Child Nursing, Sixth Edition. Library of
Congress Control Number : 2021940645 Elsevier
5. Andono, Riris, dkk, (2020), Buku Teks Epidemiologi untuk Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Petunjuk Penggunaan Modul

Modul ini sebagai penuntun dalam proses pembelajaran, sangat penting untuk dipelajari karena akan
sangat berkaitan dengan materi berikutnya dalam mata kuliah Asuhan kebidanan pada remaja dan
perimenopause. Nah, untuk dapat memahami uraian materi dalam modul ini dengan baik, maka ikuti
petunjuk dalam penggunaan modul ini, yaitu:

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda memahami betul apa, untuk apa
dan bagaimana mempelajari modul ini.
2. Bacalah modul ini secara teratur dimulai dari Kegiatan Belajar I, dengan mengikuti setiap
materi-materi yang dibahas,temukan kata kunci dan kata-kata yang dianggap baru. Carilah arti
dari kata-kata tersebut dalam kamus anda.
3. Carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang materi modul untuk lebih memahami materi
yang anda pelajari
4. Pada akhir kegiatan belajar akan ada latihan untuk menguji pemahaman anda mengenai materi
yang telah dibahas. Apabila pemahaman anda belum mencapai sedemikian, maka anda
ditugaskan kembali untuk mempelajari materi yang terkait hingga memahami sehingga dapat
melanjutkan pada kegiatan belajar berikutnya.
5. Lakukan simulasi keterampilan dengan tepat dan sistematis sesuai dengan panduan
6. Apabila anda hasil evaluasi menyatakan anda mampu melakukan dengan tepat dan sistematis
maka anda telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran pada modul ini.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................
Visi Misi STIKes Mitra Husada Medan............................................................
Visi Misi Prodi Kebidanan Program Sarjana Kebidanan...............................
Daftar isi...............................................................................................................
BAB 1 : PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGI REMAJA................
A. Pendahuluan.............................................................................................
B. Penyajian Materi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

A. Capaian Pembelajaran

Sikap
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious;
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral
dan etika
3. Menginternalisasi nilai budaya Pacer dalam melaksanakan asuhan kebidanan
4. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks
pengembangan atau implementasi ilmu peng tahuan dan teknologi yang memperhatikan dan
menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya;
5. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang
keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data

Pengetahuan
1. Menguasai konsep teoritis ilmu obstetri dan ginekologi, serta ilmu kesehatan anak secaraumum
2. Menguasai konsep dasar, prinsip, dan teknik bantuan hidup dasar (basic life support) dan pasien
safety
3. Menguasai prinsip hukum peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan
kebidanan secara umum
4. Menguasai konsep teoritis komunikasi efektif, pendidikan kesehatan, promosi kesehatan dan
konseling serta penggunaan teknologi dan sistem informasi dalam pelayanan kebidanan secara
mendalam
5. Menguasai konsep asuhan kebidanan bercirikan terapi komplementer secara mendalam

Keterampilan Umum
1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, inovatif dalam konteks pengembangan
atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai
humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya;

2. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di bidang
keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data

3. Mampu meningkatkan keahlian keprofesiannya pada bidang yang khusus melalui pelatihan
dan pengalaman kerja yang service excellent khususnya pelayanan terapi komplementer
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Keterampilan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi secara kritis penyimpangan/kelainan sesuai lingkup praktik kebidanan
2. Mampu mendemonstrasikan tatalaksana konsultasi, kolaborasi dan rujukan
3. Mampu mendemonstrasikan penanganan awal kegawatdaruratan maternal neonatal sesuai
standar mutu yang berlaku
4. Mampu melakukan pencegahan, pasien safety dan upaya bantuan hidup dasar
5. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan sesuai standar yang berlaku
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

PENDAHULUAN

Pada Mata Kuliah ini mahasiswa mampu melakukan tentang asuhan kebidanan remaja
dan perimenopause yaitu konsep kesehatan reproduksi pada remaja, asuhan kebidanan yang
holistic ,pendekatan dalam asuhan serta melakukan promosi di bidang kesehatan reproduksi
remaja, perubahan fisiologis pada perimenopause dan deteksi dini masalah kesehatan pada
perimenopause serta mampu mengambil keputusan dalam memberikan asuhan kebidanan
kesehatan remaja dan perimenopause, merancang cara asuhan pada remaja dan primenopause,
mengevaluasi stimulasi dan seteksi dini serta memberikan intervensi dini pada gangguan
pertumbuhan dan perkembangan reproduksi remaja, melakukan anticipatory guidance,
merancang konsep perencanaan keluarga dengan menerapkan konsep Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) dan Program Genre, merancang KIE, education perencanaan keluarga bagi
remaja, mengaplikasikan senam dismenorea sebagai terapi komplementer dalam asuhan
kebidanan pada remaja dan perimenopause, dan melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan
pada remaja dan perimenopause.
Mata kuliah media pembelajaran ini merupakan salah satu mata kuliah yang berperan
didalam pembentukan keprofesionalan calon bidan, oleh karena itu mahasiswa perlu dibekali
dengan berbagai teori belajar dan pembelajaran. Keterampilan dasar bidan dan berlatih
menggunakan teori-teori yang ada. Pemanfaatan media pembelajaran yang relevan dalam kelas
dapat menoptimalkan proses pembelajaran. Bagi dosen, media membantu memotivasi peserta
belajar aktif. Bagi mahasiswa, media dapat menjadi jembatan untuk berpikir kritis dan berbuat.
Dengan demikian media dapat membantu tugas dosen dan mahasiswa mencapai kompetensi
dasar yang ditentukan agar media pembelajaran dapat dimanfaatkan dengan baik, dosen perlu
mengetahui kebutuhan pembelajaran dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi mahasiswa
tentang materi yang akan diajarkan. Terkait dengan itu, media perlu dikembangkan berdasarkan
relevansi, kompetensi dasar, materi dan karakteristik mahasiwa. Dosen dapat berperan sebagai
kreator yaitu menciptakan dan memanfaatkan media yang tepat, efisien, dan menyenangkan bagi
mahasiswa.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

MODUL 1
Konsep Kelompok Rentan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

PENDAHULUAN

I. Diskripsi dan Relevansi

Pada mata kuliah ini mahasiswa diharapakan mampu untukmengevaluasi asuhan


kebidanan pada perempuan dan anak dengan kondisi rentan rentan yang akan digunakan kelak
pada saat mengaplikasikan ke lingkungan masyarakat. Mahasiswa belajar tenteng konsep
kelompok rentan, kebutuhan khusus pada permasalahan fisik, psikologis, geografi, ekonomi,
social, budaya dan asuhan berkelanjutan (continuity of care pada ibu berkebutuhan khusus).
Kelompok rentan adalah perempuan, termasuk remaja perempuan, perempuan hamil,
perempuan menyusui, penyandang disabilitas, serta anak. Kesiapsiagaan masyarakat perlu dilihat
sebagai upaya penting dalam meminimalisasi risiko bencana terhadap kelompok rentan.
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan
perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun
1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan
berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam
Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang
rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir miskin, wanita hamil dan
penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference 3 disebutkan, bahwa yang
tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah: a. Refugees, b, Internally Displaced Persons
(IDPs); c. National Minorities, d. Migrant Workers; e. Indigenous Peoples, f. Children; dan g.
Women.

II. Capaian Pembelajaran

Setelah membaca modul ini, mahasiswa Kebidanan prodi Sarjana Stikes Mitra Husada Medan
mampu:
1. Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaannya dalam memberikan pelayanan dan
asuhan kebidanan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

2. Mampu mengaplikasikan keilmuan kebidanan dalam menganalisa masalah dan memberikan


petunjuk dalam memilih alternative pemecahan masalah pada lingkup praktik kebidanan
pada perempuan dan anak dengan kondisi rentan
3. Menguasai konsep teoritis ilmu kebidanan, manajemen asuhan kebidanan pada perempuan
dan anak, keputusan klinis, model praktek kebidanan, dan etika profesi secara mendalam
4. Mampu menganalisis konsep kelompok rentan

A. METODE PEMBELAJARAN : Case Study, Small group discussion, dan Simulasi

URAIAN
MATERI
A. Pengertian
Kelompok rentan adalah perempuan, termasuk remaja perempuan, perempuan hamil,
perempuan menyusui, penyandang disabilitas, serta anak. Kesiapsiagaan masyarakat perlu
dilihat sebagai upaya penting dalam meminimalisasi risiko bencana terhadap kelompok
rentan.
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan
perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat
yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Dalam Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anakanak, fakir
miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.

KONDISI OBYEKTIF KELOMPOK RENTAN


Keberadaan kelompok rentan yang antara lain mencakup anak, kelompok perempuan
rentan, penyandang cacat, dan kelompok minoritas mempunyai arti penting dalam, masyarakat
yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Untuk memberikan gambaran keempat kelompok
masyarakat tersebut selama ini, maka penelaahan perlu diawali dengan mengetahui keadaan
sebenarnya yang terjadi di dalam masyarakat.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a) Anak

Berbagai batasan anak dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia, namun pada prinsipnya keragaman batasan tersebut mempunyai implikasi
yang sama yaitu memberikan perlindungan pada anak. Menurut Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 23
Tahun 2002, "Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) termasuk
anak yang masih dalam kandungan". Sedangkan menurut Pasal 1 KHA / Keppres No.36 Tahun
1990 "anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan UU yang
berlaku bagi yang ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal". Disamping itu menurut
pasal 1 ayat 5 UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, "anak adalah setiap manusia yang berusia
dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
tersebut adalah demi kepentingannya". Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak yang masih
sering terjadi, tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse, kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi. Hal yang menarik perhatian untuk dibahas di dalam makalah ini
adalah pelanggaran Hak Asasi yang menyangkut masalah Pekerja Anak, Perdagangan Anak
untuk tujuan pekerja seks komersial, dan anak jalanan. Masalah pekerja anak merupakan isu
sosial yang sukar dipecahkan dan cukup memprihatinkan karena terkait dengan aspek sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat. Jumlah anak umur antara 10 sampai 14 tahun sebanyak 20,86
juta jiwa, termasuk anak yang sedang bekerja dan yang mencari pekerjaan sebesar 1,69 juta jiwa.
Pada dekade terakhir, anak umur antara 10 sampai 14 tahun yang bekerja telah mengalami
penurunan, namun pada tahun 1998-1999 mengalami peningkatan dibandingkan 4 tahun
sebelumnya, sebagai konsekuensi dari krisis multidimensional yang menimpa Indonesia.
Lapangan pekerjaan yang melibatkan anak, antara lain, dibidang pertanian mencapai 72,01 %,
industri manufaktur sebesar 11,62%, dan jasa sebesar 16,37%.

Pemetaan masalah anak mengindikasikan jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan


mencapai sekitar 30% dari total prostitusi, yakni sekitar 40.000 – 70.000 orang atau bahkan lebih
(anak adalah berumur dibawah 18 tahun)4 . Farid (1999) memperkirakan jumlah anak yang
dilacurkan dan berada di komplek pelacuran, panti pijat, dan lain-lain sekitar 21.000 orang.
Angka tersebut bisa mencapai 5 sampai 10 kali lebih besar jika ditambah pelacur anak yang
mangkal di jalan, cafe, plaza, bar, restoran dan hotel5 . lrwanto et al (1997) mengindikasikan
ketika orang tua memperdagangkan anaknya, biasanya didukung oleh peran tokoh formal dan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

informal setempat misalnya untuk mendapat KTP atau memalsukan umur anak. Fenomena sosial
anak jalanan terutama terlihat nyata di kota-kota besar terutama setelah dipicu krisis ekonomi di
Indonesia sejak lima tahun terakhir. Hasil kajian Departemen Sosial tahun 1998 di 12 kota besar
melaporkan bahwa jumlah anak jalanan sebanyak 39.861 orang dan sekitar 48% rnerupakan
anak-anak yang baru turun ke jalan sejak tahun 1998. Secara nasional diperkirakan terdapat
sebanyak 60.000 sampai 75.000 anak jalanan. Depsos mencatat bahwa 60% anak jalanan telah
putus sekolah (drop out) dan 80% masih ada hubungan dengan keluarganya, serta sebanyak 18%
adalah anak jalanan perempuan yang beresiko tinggi terhadap kekerasan seksual, perkosaan,
kehamilan di luar nikah dan terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) serta HIV/AIDS.
Umumnya anak jalanan hampir tidak mempunyai akses terhadap pelayanan pendidikan,
kesehatan dan perlindungan. Keberadaan mereka cenderung ditolak oleh masyarakat dan sering
mengalami penggarukan (sweeping) oleh pemerintah kota setempat.
b) Kelompok Perempuan Rentan
Dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-undang No.39 tahun 1999 disebutkan bahwa
yang termasuk kelompok rentan adalah orang lansia, anak-anak, fakir-miskin, wanita hamil, dan
penyandang cacat. Oleh karena itu secara eksplisit hanya wanita hamil yang termasuk Kelompok
Rentan. Kamus Besar Bahasa Indonesia6 merumuskan pengertian rentan sebagai : (1) mudah
terkena penyakit dan (2) peka, mudah merasa. Kelompok yang lemah ini lazimnya tidak sanggup
menolong diri sendiri, sehingga memerlukan bantuan orang lain. Selain itu, kelompok rentan
juga diartikan sebagai kelompok yang mudah dipengaruhi. Pengertian kedua merupakan
konsekuensi logis dari pengertian yang pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga
mudah dipengaruhi.
Secara empiris Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sudah lama berlangsung dalam
masyarakat, hanya secara kuantitas belum diketahui jumlahnya, seperti kekerasan suami terhadap
istri atau suami terhadap pembantu rumah tangga perempuan. Bentuk kekerasannyapun beragam
mulai dari penganiayaan, pemerkosaan dan sebagainya. Disamping itu pemenuhan hak kaum
perempuan yang rentan tidak hanya terbatas kepada perlindungan dalam rumah tangga, tetapi
juga berhubungan dengan reproduksi perempuan. Secara sosiologis sebagian besar kaum
perempuan masih sangat dibatasi oleh budaya masyarakat, dimana peran tradisional masih
melekat kuat, yang mengindikasikan bahwa perempuan tidak lebih sebagai isteri atau ibu rumah
tangga semata.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dalam kehidupan masyarakat, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dianggap
sebagai hal yang biasa dan wajar. Hal ini tercermin dalam kasus penganiayaan terhadap isteri
yang diartikan sebagai bentuk pengajaran. sehingga kekerasan itu akan berlanjut terus tanpa
seorangpun mencegahnya. Kekerasan dalam bentuk penganiayaan dalam lingkungan keluarga
maupun dalam masyarakat merupakan suatu pelanggaran hukum sebagaimana telah diatur dalatn
Kitab Undang-undang Hukum Pidana berikut sanksinya.

c) Penyandang Cacat
Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan penyandang cacat
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu
atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.
Dari sisi pengelompokkannya, maka penyandang cacat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
hal: (a) Penyandang cacat fisik;
(b) Penyandang cacat mental;
(c) Penyandang cacat fisik dan mental.
d) Kelompok Minoritas
Definisi mengenai kelompok minoritas sampai saat ini belum dapat diterima secara
universal. Namun demikian yang lazim digunakan dalam suatu negara, kelompok minoritas
adalah kelompok individu yang tidak dominan dengan ciri khas bangsa, suku bangsa, agama,
atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas penduduk. Minoritas sebagai 'kelompok' yang
dilihat dari jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari negara
bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan. Keanggotaannya memiliki karakteristik etnis,
agama, maupun bahasa yang berbeda dengan populasi lainnya dan menunjukkan setidaknya
secara implisit sikap solidaritas yang ditujukan pada melestarikan budaya, tradisi, agama dan
bahasa.
Sehubungan dengan hal tersebut beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini sering
muncul kerusuhan sosial yang dilatarbelakangi etnis dan agama. Hal ini merupakan masalah
yang sangat serius apabila tidak segera diselesaikan akan dapat mengancam terjadinya
disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi berbagai daerah di Indonesia
adalah masih banyak terjadi diskriminasi terhadap hak-hak kelompok minoritas, baik agama,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

suku, ras dan yang berkenaan dengan jabatan dan pekerjaan bagi penyandang cacat, sehingga
sampai saat ini dirasakan masih 'belum terpenuhinya hak-hak kelompok minoritas'.

EVALUASI

Jawablah pertanyaan berikut secara singkat dan jelas


1. Uraikan konsep Perempuan dan Anak Kondisi rentan
2. siapakah yang dikatakan dengan kelompok rentan?

TAKE HOME

Mahasiswa pada akhir perkuliahan akan mengambil 1 kasus kelompok rentan di lahan praktek sesuai
dengan asuhan kebidanan nya serta membuat laporan kasus nya perindividu.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MITR HUSADA MEDAN


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

RUBRIK SKALA PERSEPSI


No. Dokumen Halaman Tanggal Berlaku Revisi
FM-PM-I.IV.Pd2-05/05-18/03- 1-1 18 Oktober 2017 00
Asuhan Pada Peremupuan dan Anak Kondisi
Rentan
Nama Mahasiswa :
NPM :
Hari/ Tanggal :
Metode Pembelajaran :

DEMENSI Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

SKOR Skor ≥79 (65-78) (56-64) (55 -41) <40


Kemapuan komunikasi
Penguasaan materi
Kemampuan menghadapi
pertanyaan
Penggunaan alat praga
presentasi
Ketepatan menyelesaikan
masalah

Nilai :
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dosen
1 Medan, .........................2020

2 Mahasiswa

( )
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

MODUL 2

Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Fisik


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

KEGIATAN
BELAJAR II
Kesehatan Reproduksi Pada Remaja dan Perencanaan keluarga dengan PUP dan Genre

1. PENDAHULUAN

Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas,
dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau
strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam
melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah
yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas
adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh
seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.[2]

Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:

1. penyandang cacat fisik;


2. penyandang cacat mental; serta
3. penyandang cacat fisik dan mental.
Manusia memiliki keinginan untuk lahir dengan kondisi fisik yang normal dan
sempurna, namun pada kenyataannya ada manusia yang tidak dapat mendapatkan
kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik yang tidak dapat dihindari
seperti kecacatan fisik. Menurut WHO, disabilitas adalah suatu ketidakmampuan
melaksanakan suatu aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang
disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis
maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Disabilitas adalah ketidakmampuan
melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang
disebabkan oleh kondisi impairment (kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan
dengan usia dan masyarakat (Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009).
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Disabilitas dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons
with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi
menggunakan istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas. Penyandang
disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik
dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini
dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan
kesamaan hak. Berdasarkan hasil Susenas Modul Sosial Budaya dan Pendidikan (MSBP)
2012, persentase perempuan penyandang disabilitas secara nasional sebesar 2,55% terhadap
total penduduk. Menurut daerah tempat tinggal, perempuan penyandang disabilitas di
perkotaan relatif lebih rendah dibandingkan di perdesaan, yaitu 2,28% berbanding 2,81%.
Jika dibandingkan dengan perempuan, persentase laki-laki penyandang disabilitas relatif
lebih rendah, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Menurut provinsi, persentase tertinggi
perempuan penyandang disabilitas terdapat di Gorontalo sebesar 4,75% sedangkan laki-laki
di Bengkulu sebesar 4, 20%. Sementara itu, persentase terendah baik untuk perempuan
maupun laki-laki penyandang disabilitas terdapat di Papua, masing-masing sebesar 0, 86%
dan 1, 21%.
Timbulnya disabilitas dapat dilatarbelakangi masalah kesehatan yang timbul sejak
lahir, penyakit kronis maupun akut, dan cedera yang dapat diakibatkan oleh kecelakaan,
perang, kerusuhan, bencana, dan sebagainya. Seiring meningkatnya populasi lanjut usia,
ditengarai akan meningkatkan jumlah penyandang disabilitas akibat meningkatnya gangguan
kesehatan akibat penyakit kronis degeneratif.
Penyandang cacat tubuh yang mempunyai ciri ciri mempunyai hambatan
fisik/mobilitas, mempunyai masalah mental psikologis, rasa rendah diri, kurang percaya diri,
isolatif, mengalami kecanggungan dalam melaksanakan fungsi sosialnya, tidak mampu
bergaul secara wajar, tidak mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mampu berpartisipasi
di dalam kegiatan pembangunan, ketergantungan kepada orang lain yang sangat besar,
mengalami rintangan di dalam melakukan ketrampilan kerja produktif yang diakibatkan
kecacatannya, rawan sosial ekonominya.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu Menganalisa Konsep Kebutuhan pada
orang-orang disabilitas

a. Mampu menguraikan kebutuhan khusus pada permasalahan disabilitas dan


kelainan genetic
b. kebutuhan khusus pada permasalahan perbedaan ras dan usia anak (<21 tahun)

URAIAN
MATERI
A. Pengertian
Menurut WHO, disabilitas adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu
aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh
kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan
struktur atau fungsi anatomis.

Sekitar 15 dari 100 orang di dunia menyandang disabilitas. Antara 2-4 dari 100 orang
mengalami disabilitas berat (World Report on Disability, WHO 2011). Dengan
meningkatnya usia harapan hidup terdapat kecenderungan meningkatnya penyandang
disabilitas, apalagi jika disertai pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Terjadinya
disabilitas juga dapat disebabkan penyakit dan kondisi kesehatan tertentu, bencana alam,
kecelakaan, dan penyebab lainnya. Perhatian dunia terhadap hak-hak penyandang disabilitas
tercermin dalam Resolusi Nomor A/61/106 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak
Penyandang Disabilitas) pada tanggal 13 Desember 2006. Resolusi tersebut memuat hak-hak
penyandang disabilitas dan menyatakan akan mengambil langkah-langkah untuk menjamin
pelaksanaan konvensi tersebut. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
disabilitas, dan memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan martabat, hak serta
kesejahteraan para penyandang disabilitas, tanggal 3 Desember dinyatakan sebagai Hari
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Disabilitas Internasional (International Day of Persons with Disabilities, IDPWD) pada


tahun 1992 oleh Majelis Umum PBB. Peringatan IDPWD juga bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran akan keuntungan dari integrasi penyandang disabiltas dalam setiap
aspek kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sejak awal Pemerintah Indonesia telah
melakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan penyandang
disabiltas. Sebagai salah satu negara penandatangan konvensi tentang Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak
Penyandang Disabilitas), menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia
untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas.

Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang


Disabilitas yang menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat yang dipandang belum berperspektif hak asasi manusia, lebih bersifat belas kasihan
dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang
kebijakan pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi sosial, bantuan sosial,
dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan
kesempatan yang sama dalam upaya mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai
manusia yang bermartabat. Sesuai undang-undang tersebut, definisi penyandang disabilitas
adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan
warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Ragam penyandang disabilitas meliputi
penyandang disabilitas fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik, yang dapat dialami
secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga
medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Ciri-ciri Penyandang Disabilitas

1.     Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan kerusakan fungsi organ
tubuh dan kehilangan organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Misalnya
gangguan penglihatan, pendengaran, dan gerak.

2.     Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan mental dan atau tingkah
laku akibat bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan
perbuatan yang umum dilakukan orang  lain (normal), sehingga menjadi hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.

3.     Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu  individu yang mengalami kelainan fisik dan
mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran
dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku, sehingga yang
bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari selayaknya.

1.3    Klasifikasi Penyandang Disabilitas

Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, berbagai faktor penyebab serta
permasalahan kecacatan, maka jenis-jenis kecacatan dapat di kelompokkan sebagai berikut :

1.     Penyandang Cacat Fisik

a.     Tuna Netra

Berarti kurang penglihatan. Keluarbiasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga
potensi yang dimiliki oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal.

b.     Tuna Rungu/ Wicara

Tuna Rungu, ialah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang
menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara. sedangkan
Tuna Wicara, ialah individu yang mengalami kerusakan atau kehilangan kemampuan berbahasa,
mengucapkan kata-kata, ketepatan dan kecepatan berbicara, serta produksi suara.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

c.      Tuna Daksa

Secara harfiah berarti cacat fisik. Kelompok tuna daksa antara lain adalah individu yang
menderita penyakit epilepsy (ayan), kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan
otot,serta yang mengalami amputasi.

2.     Penyandang Cacat Mental

a.     Tuna Laras

Dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi. Gangguan yang muncul pada
individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang
teman, dan lainnya.

b.     Tuna Grahita

Sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang berada di bawah normal.
Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau IQ. Tuna grahita dapat dikelompokkan sebagai
berikut :

Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik :         

 Eks psikotik penderita gangguan jiwa, sering mengganggu.


 Kadang masih mengalami kelainan tingkah laku.

Penyandang Cacat Mental Retardasi :

 Tuna Grahita Ringan (Debil)

Tampang dan fisiknya normal, mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70. Mereka juga termasuk
kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung,
anak tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

 Tuna Grahita Sedang (Embisil)


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak tuna grahita yang
mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya
menyelesaikan pendidikan setingkat kelas II SD Umum.

 Tuna Grahita Berat (Idiot)

Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan
secara akademis. Anak tunagrahita berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata
30 kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.

3.     Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda)

a.     Tuna Ganda

Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis
keluarbiasaan, misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu sekaligus, penyandang tuna
daksa disertai dengan tuna grahita atau bahkan sekaligus.

 1.4   Faktor Penyebab

1.     Penyandang Cacat Fisik :

a.     Tuna Netra

 Masa Prenatal :

-   Akibat penyakit campak Jerman. Jika menyerang ibu yang sedang hamil 1-3 bulan, besar
kemungkinan bayinya lahir dalam keadaan tuna netra.

- Akibat penyakit Syphilis, bayi yang ada dalam kandungan  kemungkinan terlahir dengan
keadaan tuna netra.

-   Akibat kecelakaan, keracunan obat2an/zat kimia, sinar laser, minuman keras yg


mengakibatkan kerusakan janin khususnya pada bagian mata.

-   Infeksi virus Rubella, toxoplasmosis.


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

-   Malnutrisi berat pada tahap embrional minggu ke 3 sampai ke 8.

 Masa Natal :

-   Kerusakan mata atau syaraf mata pada saat proses kelahiran. Terjadi karena proses kelahiran
yang sulit, sehingga bayi harus keluar dengan bantuan alat (vakum).

-   Ibu menderita penyakit Gonorrchoe, sehingga kuman gonococcus (GO) menular pada bayi
saat kelahiran.

-   Retrolenta Fibroplasia yang disebabkan karena bayi lahir sebelum waktunya, sehingga
diberikan konsentrasi oksigen yang tinggi dalam inkubator.

 Masa Perkembangan :

-  Kekurangan vitamin A.

-  DM, menyebabkan kelainan retina.

-  Darah tinggi ; pandangan rangkap/kabur.

-  Stroke ; kerusakan syaraf mata.

-   Radang kantung air mata, radang kelenjar kelopak mata, hemangiona, retinoblastoma, efek
obat/zat kimiawi.

        

b.     Tuna Rungu

 Masa Prenatal :

-   Salah satu dari orang tua penderita merupakan pembawa sifat abnormal.

-   Ibu yang sedang mengandung mengalami sakit pada masa 3 bulan pertama kehamilan, yaitu
pada masa pembentukan ruang telinga.

-   Keracunan obat-obatan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Masa Natal :

-   Kesulitan pada saat melahirkan, sehingga harus dibantu oleh beberapa alat.

-   Kelahiran prematur.

 Masa Perkembangan :

-   Ketulian karena terjadinya infeksi, difteri, dan morbili.

-   Karena kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya alat pendengaran bagian dalam.

c.      Tuna Daksa

 Masa Prenatal :

-   Anoxia prenatal, disebabkan pemisahan bayi dari placenta, penyakit anemia, kondisi jantung
yang gawat, shock, percobaan abosrtus.

-   Gangguan metabolisme pada ibu.

-   Kromosom, gen yang tidak sempurna.

-   Pembelahan sel telur, sperma yang kualitasnya buruk.

 Masa Natal :

-   Kesulitan saat persalinan karena letak bayi sungsang, atau pinggul ibu terlalu kecil.

-   Pendarahan pada otak saat kelahiran.

-   Kelahiran prematur.

-   Gangguan pada placenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya
anorexia.

 Masa Perkembangan :

-   Faktor penyakit ; meningitis, radang otak, diptheri, partusis dll

-   Faktor kecelakaan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

-   Pertumbuhan tubuh/tulang yang tidak sempurna.

2.     Penyandang Cacat Mental :

a.     Tuna Laras

 Masa Prenatal :

-   Disfungsi kelenjar endokrin dapat mempengaruhi gangguan tingkah laku.

-   Berupa kelainan atau kecacatan baik tubuh maupun sensoris yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang.

 Masa Natal : -
 Masa Perkembangan :

-   Setiap memasuki perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau
krisis emosi.

b.     Tuna Grahita

 Masa Prenatal :

-   Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab utama
tunagrahita yang disebabkan oleh infeksi maternal.

-   Penyakit inklusi sitomegalik, anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit ini  seringkali


memiliki klasifikasi serebral, mikrosefali, atau hidrosefalus.

-   Sifilis, sifilis pada wanita hamil dahulu merupakan penyebab utama berbagai perubahan
neuropatologis pada keturunannya, termasuk tuna grahita.

-   Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya.

-   Herpes simpleks, dapat ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling sering
adalah selama kelahiran.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

-   Sindroma AIDS, banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah cukup bulan karena terjadi
lahir mati dan abortus spontan.

-   Gejala putus zat pada bayi adalah iritabilitas, hipertonia, tremor, muntah, tangisan dengan
nada tinggi, dan kelainan pola tidur.

 Masa Natal :

-   Disebabkan oleh kejadian yang terjadi saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran,
sesak nafas (asphyxia), dan lahir prematur.

 Masa Perkembangan :

-   Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak) dan
problema nutrisi (kekurangan gizi, misalnya kekurangan protein yang diderita bayi dan awal
masa kanak-kanak), cedera kepala yang disebabkan karena kendaraan bermotor yang dapat
menyebabkan kecacatan mental.

3.     Penyandang Cacat Fisik dan Mental (Ganda) :

a.     Tuna Ganda

 Masa Prenatal :

-   Ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan


ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu yang

kekurangan gizi pada saat sedang mengadung, serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan
alkohol. 

 Masa Natal :

-   Kelahiran prematur dan kekurangan oksigen

-   Terdapat luka pada otak saat kelahiran.


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Masa Perkembangan :

-   Kepala mengalami kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau siksaan.

-   Anak tidak dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama,
sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau encephalities). 

1.5    Dampak Masalah

Secara umum permasalahan penyandang cacat dapat dibagi dalam dua katagori sbb :

1.     Permasalahan yang berasal dari dalam diri penyandang cacat itu sendiri, antara lain :

a.     Kurangnya pemahaman akan diri sendiri oleh penyandang cacat, sehingga tidak tahu apa
potensi yang dimiliki dan bagaimana cara mengembangkannya.

b.     Merasa rendah diri (inferiority complex) serta merasa mengalami kesialan karena
kecacatannya, sehingga jarang bergaul dengan orang-orang di sekelilingnya.

c.      Terjadinya diskriminasi sosial serta kurangnya minat untuk menuntut ilmu di jenjang
pendidikan formal karena kesulitannya untuk menyesuaikan diri dalam proses belajar-mengajar.

d.      Keadaan ekonomi lemah karena tidak ada sumber penghasilan menetap.

e.  Keterasingan secara sosial, sehingga mereka cenderung menarik diri, merasa rendah diri, dan
terkadang menimbulkan perilaku agresif dan implusive.

f.       Mengalami keterlambatan dan keterbatasan fungsi kecerdasan.

g.  Secara emosi, individu yang mengalami kecacatan akan lebih sensitif perasaanya. Sehingga,
mudah tersinggung dan sering meratapi kekurangannya.

2.     Permasalahan yang berasal dari luar diri penyandang cacat, antara lain :
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Masyarakat, aparatur pemerintah dan dunia usaha masih banyak yang belum memahami
eksistensi penyandang cacat sebagai potensi Sumber Daya Manusia sehingga diabaikan.

b.  Stigma dalam masyarakat, memiliki anggota keluarga cacat marupakan aib, memalukan,
menurunkan harkat dan martabat keluarga.

c.  Pandangan masyarakat bahwa penyandang cacat sama dengan orang sakit, perlu perlakuan
khusus sehingga memperoleh perlindungan berlebihan dan menimbulkan ketidakmandirian.

d. Perlakuan masyarakat diskriminatif dalam berbagai hal termasuk dalam rekruitmen tenaga
kerja.

e.  Aksesibilitas penyandang cacat baik aksesibilitas fisik maupun aksesibilitas non fisik yang
tersedia sangat terbatas.

1.6    Program Penanganan/ Pelayanan Sosial bagi Penyandang Disabilitas

a)     Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Keluarga (Family Based)

Suatu sistem pelayanan menitik beratkan pada peran keluarga dengan mendayagunakan secara
optimal sumber dana, daya, prakarsa dan potensi keluarga untuk mendukung meningkatkan
kesejahteraan sosial penyandang cacat.

b)     Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (Community-Based)

Suatu sistem pelayanan yang bertumpu pada peran dan pemberdayaan masyarakat, tokoh
masyarakat, Organisasi Sosial, LSM, dan lainnya. Untuk membantu penyandang cacat
memenuhi kebutuhan dan haknya.

c)     Sistem Pelayanan Berbasis Panti/ Institusi (Institutional-Based)


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Suatu sistem pelayanan bagi penyandang cacat dalam asrama/ suatu penampungan (panti)
dengan berbagai fasilitasnya, meliputi pemberian bimbingan fisik, mental, sosial, intelektual,
serta keterampilan.

1.7    Potensi dan Sistem Sumber

     Sistem Sumber Informal : Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga,
teman, tetangga, maupun orang lain yang bersedia membanru. Bantuan yang dapat diperoleh dari
sumber alamiah adalah dukungan emosional, kasih sayang, nasehat, informasi dan pelayanan-
pelayanan lainnya.

     Sistem Sumber Formal : Sistem sumber formal adalah keanggotaannya didalam suatu
organisasi atau asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan minat anggota mereka.
Seperti, memberikan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah khusus penyandang cacat,
membantu menunjang kebutuhan dalam pelayanan dan rehabilitasi, menyediakan fasilitas
pelatihan vokasoinal, bimbingan kerja sesuai dengan keterampilannya.

     Sistem Kemasyarakatan : Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan-
badan adopsi, panti-panti rehabilitasi sosial, program-program pelatihan tenaga kerja, pelayanan-
pelayanan sosial resmi, pusat-pusat perawatan anak, penempatan-penempatan tenaga kerja, dan
program-program tenaga kerja.

Serta pihak terkait dengan badan-badan pemerintah dan pelayanan-pelayanan umum lainnya,
seperti perpustakaan umum, kepolisian, tempat-tempat rekreasi dan pelayanan perumahan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

1.8    Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan

Konsep pemberdayaan yang diterapkan pada penyandang cacat disesuaikan dengan


kebutuhannya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penanganan terhadap
Penyandang Cacat, yaitu :

1.     Destigmatisasi

Pendekatan ini berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat untuk menghilangkan
stigma yang diberikan kepada penyandang cacat.

2.     Deisolasi

pendekatan ini menghindari kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat dari lingkungnya.
Sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan.

3.     Desensitifisasi

Pendekatan ini menitik beratkan untuk menghilangkan rasa sensiti/ rendah diri atas kecacatan
yang mereka derita.

4.     Di sini dan saat ini (here and now)

Pendekatan ini menyesuaikan ruang dan waktu, dimana dan kapan pelayan sosial dapat
dilaksanakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka.

5.     Diversifikasi

Pendekatan ini mengupayakan untuk meningkatkan mentalitas kemandirian penyandang cacat,


sehingga mereka mampu hidup dan mengembangkan potensi yang dimiliki serta menghindari
ketergantungan peran orang lain.

6.     Dedramatisasi

Pendekatan ini mencoba untuk meminimalisir bentuk hiperbola atas suatu masalah yang dialami
oleh penyandang cacat.

7.     Mengembangkan Empati, bukan Simpati


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Pendekatan ini mengkedepankan rasa simpati untuk membantu para penyandang cacat untuk
mengembangkan diri dan berdiri dalam kemandirian. Bukan di jaga secara berlebihan yang
justru semakin membatasi ruang gerak mereka.

Pendekatan-pendekatan di atas dirasa sangat cocok untuk diterapkan dalam proses pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat, karena sudah mencakup segala aspek pola yang
dibutuhkan untuk melaksanakan praktik kerja pelayanan dan rehabilitasi.

Agar penyandang disabilitas dapat hidup mandiri dan berpartisipasi secara penuh dalam semua
aspek kehidupan, sama seperti warga lainnya, Negara wajib mengambil langkah yang tepat untuk
memastikan akses bagi penyandang disabilitas ke lingkungan fisik, transportasi, informasi dan
komunikasi, termasuk sistem dan teknologi informasi dan komunikasi, serta akses ke fasilitas
dan jasa pelayanan lain yang tersedia bagi publik, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan.
Langkah-langkah tersebut, yang harus meliputi identifikasi dan penghapusan kendala serta
halangan aksesibilitas, diberlakukan antara lain pada:

a. gedung-gedung, jalan-jalan, sarana transportasi, dan fasilitas dalam dan luar ruang
lainnya, termasuk sekolah, perumahan, fasilitas medis, dan tempat kerja;
b. informasi, komunikasi, dan layanan lainnya, termasuk layanan elektronik dan layanan
gawat damrat.

Hambatan-hambatan Akses

 Aturan-aturan tentang aksesibilitas sebagaimana dikemukakan di atas dimaksudkan untuk


menghilangkan berbagai hambatan yang merintangi para penyandang disabilitas untuk
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat termasuk untuk menikmati
berbagai pelayanan publik yang tersedia bagi masyarakat. Di antara berbagai hambatan
akses itu adalah hambatan arsitektural dan hambatan informasi dan komunikasi.

Hambatan Arsitektural

 Hambatan arsitektural mempengaruhi tiga kategori disabilitas utama, yaitu:


 disabilitas fisik, yang mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semi-ambulant,
dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu kesulitan gerak otot;
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 disabilitas sensoris yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu;


 disabilitas intelektual (tunagrahita).

Hambatan Arsitektural bagi Pengguna Kursi Roda

Hambatan yang dihadapi oleh para pengguna kursi roda sebagai akibat dari desain
arsitektural saat ini mencakup:

 Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak seperti pada tangga atau parit.
 Tidak adanya pertautan landai antara jalan dan trotoar.
 Tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau wastapel.
 Tidak cukupnya ruang untuk berbelok, lubang pintu dan koridor yang terlalu sempit.
 Permukaan jalan yang renjul (misalnya karena adanya bebatuan) menghambat jalannya
kursi roda.
 Pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka.
 Tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya.

Masalah-masalah yang Dihadapi Penyandang Semi-ambulant

Semi-ambulant adalah tunadaksa yang mengalami kesulitan berjalan tetapi tidak memerlukan
kursi roda. Hambatan arsitektural yang mereka hadapi antara lain mencakup:

 Tangga yang terlalu tinggi. Lantai yang terlalu licin. Bergerak cepat melalui pintu putar
atau pintu yang menutup secara otomatis. Pintu lift yang menutup terlalu cepat.
 Tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.

Hambatan Arsitektural bagi Orang Tunanetra

Yang dimaksud dengan tunanetra dalam tulisan ini adalah mereka yang tidak memiliki
penglihatan sama sekali (totally blind) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan
tetapi tidak cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan
cahaya normal meskipun sudah dibantu dengan kaca mata (low vision). Kesulitan-kesulitan yang
dihadapi para tunanetra sebagai akibat dari desain arsitektural selama ini antara lain:
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Tidak adanya petunjuk arah atau ciriciri yang dapat didengar atau dilihat dengan
penglihatan terbatas yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat.
 Rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau papan reklame
yang dipasang di tempat pejalan kaki.
 Cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup.
 Lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan bermacam-macam tombol,
atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai.

Masalah yang Dihadapi Orang Tunarungu

Para tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui pengeras


suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga mengalami kesulitan
membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan yang buruk, dan mereka mungkin
tidak dapat mendengar bunyi tanda bahaya. Kesulitan Orang Tunagrahita Para
penyandang disabilitas intelektual akan mengalami kesulitan mencari jalan di dalam
lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan yang jelas dan baku. Oleh
karena itu, penambahan rambu-rambu atau petunjuk lingkungan lainnya seyogyanya
menggunakan format yang sudah dibakukan.

Konflik Kepentingan Antar Berbagai Kategori Disabilitas

Sebagaimana dapat dilihat dari bagian-bagian terdahulu, satu Kategori disabilitas


mungkin mempunyai kebutuhan Aksesibilitas yang berbeda dari Kategori disabilitas
lainnya. Di samping itu, terdapat variasi individual di dalam setiap Kategori disabilitas
dan terdapat sejumlah besar orang yang menyandang disabilitas ganda. Oleh karena itu,
sulit UNTUK menentukan suatu kriteria DESAIN arsitektural yang dapat memuaskan
semua PENYANDANG disabilitas. Karena keterbatasan-keterbatasan yang ada pada
kursi roda serta terbatasnya kapabilitas FISIK Pengguna kursi roda, Maka sering terdapat
situasi di mana Tuntutan orang non-disabilitas dan semiambulant berbeda dari Tuntutan
para Pengguna kursi roda Sehubungan Dengan sirkulasi vertikal (turun/naiknya
permukaan lahan), licin/kasarnya permukaan lantai, keluasan ruangan, aktivitas sanitasi,
lokasi tombol lampu dan lift.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Misalnya, BAGI PENYANDANG semi-ambulant, tanggatangga yang dirancang


secara teliti akan lebih memudahkan daripada permukaan landai. Permukaan lantai yang
rata dan licin akan sangat baik BAGI Pengguna kursi roda tetapi berbahaya BAGI orang
semi-ambulant jika basah. Meskipun Pengguna kursi roda jumlahnya kecil dibandingkan
Dengan kelompok penyandang disabilitas lainnya, namun implikasinya BAGI perancang
bangunan dalam banyak hal paling besar.

• Contoh Konflik kepentingan lainnya adalah Sehubungan Dengan DESAIN trotoar.


Pertautan yang landai antara badan jalan raya dan trotoar memberi akses BAGI para
pengguna kursi roda tetapi dapat mengakibatkan para pejalan kaki tunanetra yang
menggunakan tongkat sulit mendeteksi batas antara trotoar dan badan jalan. Bagi
pengguna kursi roda, pintu kamar mandi yang membuka ke arah luar akan lebih
memudahkan untuk membuka/menutup pintu. Sebaliknya, pintu yang membuka ke arah
luar justru dapat menjadi sandungan bagi para tunanetra.

Hambatan Informasi dan Komunikasi

Tidak tersedianya informasi dalam format yang aksesibel di tempat-tempat


penyelenggaraan pelayanan publik akan merupakan hambatan tambahan bagi para
penyandang disabilitastertenru. Bagi orang orang tunanetra, format yang aksesibel untuk
informasi tertulis adalah Braille, rekaman audio, tulisan besar (bagi low vision), format
elektronik atau bantuan pembaca.

Orang tunarungu akan mengalami kesulitan bila dihadapkan pada informasi


auditer. Informasi itu dapat menjadi aksesibel apabila disertai dengan informasi tertulis
atau penyelenggara pelayanan publik dapat menyediakan petugas yang terampil bahasa
isyarat.

Bagi orang tunagrahita, informasi itu akan menjadi lebih aksesibel apabila
disajikan dalam bahasa yang sederhana dan menggunakan bahasa baku.

Hambatan Internal
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Sejauh ini kita telah memfokuskan perhatian pada hambatanakses yang berasal
dari luar individu penyandang disabilitas (hambatan eksternal). Hambatan lainnya adalah
hambatan internal yang dapat berupa:

 Kurang rasa percaya diri; T


 idak memiliki keterampilan komunikasi yang cukup baik;
 Kurangnya penguasaan teknik-teknik alternatif untuk mengatasi keterbatasan akibat
ketunaan; (Bagi tunanetra, teknik alternatif adalah cara khusus (baik dengan ataupun
tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan indera-indera nonvisual atau sisa indera
penglihatan untuk melakukan suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indera
penglihatan).
 Tidak mampu menampilkan diri secara pantas (poor grooming and dressing); Penguasaan
pengetahuan umum yang tidak memadai.

Hambatan-hambatan di atas, ditambah dengan kurangnya pemahaman masyarakat pada


umumnya akan kebutuhan khusus para penyandang disabilitas, dapat sangat mengurangi
penghargaan orang terhadap penyandang disabilitas sehingga perhatian yang diberikan pun
menjadi sangat berkurang.

2. Kelainan Genetik
Disabilitas intelektual merupakan suatu kelainan yang multifaktorial, bisa faktor
keturunan (disabilitas intelektual genetik) dan mungkin juga tidak diketahui (disabilitas
intelektual simpleks). Keduanya ini juga dinamakan disabilitas intelektual primer.
Disabilitas intelektual sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan
faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin pada waktu pranatal, perinatal atau
postnatal.
Salah satu penyebab disabilitas intelektual adalah genetik. Kelainan kromosom
sering menjadi penyebab keterbelakangan mental dan sering kali berkaitan dengan
kelainan fisik lainnya. Kelainan genetik yang paling umum menyebabkan disabilitas
intelektual adalah trisomi 21, yang menyebabkan sindrom down, penghapusan atau
duplikasi dari ujung (telomere) kromosom dan sindrom fragile X. Manusia normal
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

memilliki 46 kromosom yang tersusun dalam 23 pasang. Dalam trisomi 21, anak yang
terkena mewarisi tiga chomosome 21 ini.3 Selain itu ada beberapa hal yang harus
diketahui oleh orang tua penderita disabilitas intelektual yang bukan merupakan faktor
keturunan yaitu, masalah kehamilan, masalah selama proses persalinan, permasalahan
setelah proses persalinan dan faktor sosial budaya. Orang tua dapat memperoleh
informasi dari berbagai sumber yang ada, baik dengan cara konseling dengan para ahli,
bertanya dan membaca. Anak dengan gangguan disabilitas intelektual membutuhkan
penanganan dini dan intensif untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anaknya.
Orang tua sangat berperan penting dalam mengetahui apa itu DI dan kelainan
genetik yang merupakan salah satu penyebabnya untuk mencegah terjadinya keadaan
yang lebih buruk. Hendaknya orang tua khususnya ibu, yang memiliki peran untuk
mengelola rumah tangga dirumah, memiliki pengetahuan yang cukup tentang DI, apakah
DI disebabkan oleh kelainan genetik atau karena faktor lainnya. Kelainan genetik
penyebab DI tersebut bisa karena sindrom down dan kerusakan kromosom x ( fragile x
syndrom ). Dengan demikian, jika orang tua memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
DI serta segala bentuk penanganannya , maka anak-anak tersebut dapat terhindar dari
kondisi yang lebih buruk lagi serta dapat meberikan dukungan dan edukasi baik untuk
anak maupun keluarga. Penelitian mengenai pengetahuan masyarakat tentang genetik dan
pemeriksaan genetik sudah banyak dilakukan karena kini pengaruh faktor genetik
terhadap suatu penyakit semakin banyak ditemukan.49 Di kemudian hari diperkirakan
bahwa genetik akan lebih banyak berperan dalam praktik kedokteran klinis, misalnya
sebagai sarana pemeriksaan rutin untuk diagnosis, pencegahan, memprediksi terjadinya
suatu penyakit, dan membantu intervensi untuk pencegahan awal.48,49 Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai genetik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat penting
untuk diketahui masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan.
1. Sindrom Angelman

Salah satu penyebab disabilitas akibat kelainan genetik adalah sindrom


Angelman. Anak dengan sindrom Angelman adalah penyandang disabilitas dengan
perilaku yang unik, yaitu mereka tampak sering tersenyum, tertawa, dan selalu riang.
Siapa sangka senyuman mereka adalah salah satu bentuk kelainan genetik yang dialami.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Sindrom ini sudah diperdebatkan sejak tahun 1965, namun baru tahun 1997
ditemukan bahwa kelainan genetiklah yang sebenarnya menjadi penyebab disabilitas.
Manusia memiliki 22 pasang kromosom autosom dan 1 pasang kromosom seks. Masing-
masing pasang adalah gabungan kromosom dari ayah dan ibu. Kromosom sebenarnya
adalah serangkaian DNA, dan kelompok fungsional DNA disebut gen. Sindrom
Angelman disebabkan oleh mutasi gen UBE3A yang terdapat di kromosom ke-15. Lokasi
tepatnya adalah di regio q12 dari kromosom 15.

 Hilangnya regio q12 pada kromosom 15 dari ibu sehingga gen UBE3A tidak ditemukan.
 Diturunkannya sepasang kromosom 15 dari ayah sehingga tidak ada kromosom 15 dari
ibu. Walaupun gen UBE3A tetap ada, namun kromosom 15 yang keduanya berasal dari
ayah tidak memiliki kecocokan sehingga ekspresi gen ini menjadi nonaktif.
 Imprinting defect, di mana kromosom 15 dari ibu malah menunjukkan sinyal paternal
sehingga ekspresi gen juga nonaktif.
 Mutasi gen UBE3A, yaitu perubahan pada gen UBE3A sendiri sehingga menyebabkan
terganggunya fungsi.

Gejala sindrom Angelman

Disabilitas akibat sindrom Angelman biasanya baru muncul ketika anak berusia 2-
5 tahun. Berdasarkan konsensus tahun 2005, berikut gejala sindrom Angelman yang
mungkin ditemukan berdasarkan kasus-kasus penyakit ini.

Keterlambatan perkembangan dengan gangguan fungsi berat. Gangguan


perkembangan kognitif biasanya mulai tampak dalam 1 tahun pertama. Rata-rata
perkembangan kognitif anak akan berhenti di usia 24-30 bulan.

Kelainan gerak dan keseimbangan: berupa ataksia (ketidakmampuan mengontrol


otot) atau tremor (gemetar). Kelainan gerak mungkin tidak terlalu jelas, tampak sebagai
ketidakseimbangan, kecerobohan, atau seperti hentakan.

Perilaku yang unik: anak dengan sindrom Angelman tampak selalu bahagia,
sering tersenyum dan tertawa, mudah senang, tampak hiperaktif, seringkali disertai
gerakan menepuk-nepuk atau melambaikan tangan. Gangguan bicara: tidak mampu
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

berkomunikasi verbal, atau hanya sedikit menggunakan kata-kata. Kemampuannya untuk


berkomunikasi nonverbal lebih baik.

Pada sebagian besar kasus ditemukan:

 Ketidakseimbangan pertambahan lingkar kepala sehingga kepala tampak kecil


(mikrosefali) ketika usia 2 tahun.
 Kejang, dimulai di bawah usia 3 tahun. Kejang terus terjadi seumur hidup, tapi serangan
berkurang seiring bertambahnya usia.

Tanda-tanda lain yang dapat muncul:

 Kepala bagian belakang datar


 Lidah menjulur, dapat disertai dengan kesulitan menelan atau menghisap
 Masalah dalam pemberian makan
 Mulut yang lebar dan gigi-geligi tampak reggang
 Mata juling
 Pola tidur terganggu dengan kebutuhan tidur yang sedikit
 Ketertarikan terhadap air

Anak dengan sindrom Angelman termasuk dalam penyandang disabilitas yang


mengharuskan mereka untuk bergantung pada orang lain. Dukungan dari keluarga dan
lingkungan sangatlah penting, agar mereka dapat hidup dengan baik.

2. Down Sindrome
Sindrom Down adalah kelainan genetik yang disebabkan ketika pembelahan sel
menghasilkan bahan genetik tambahan dari kromosom 21.
Sindrom down menyebabkan penampilan wajah yang khas, cacat intelektual,
keterlambatan perkembangan, dan dapat terkait dengan tiroid atau penyakit jantung.
Program intervensi dini bersama tim terapis dan pendidik khusus yang dapat mengobati
situasi spesifik setiap anak akan membantu mengelola sindrom Down.

Gejala Down Sindrome


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Mempunyai wajah yang rata (flattened face)


 Mempunyai kepala yang kecil
 Mempunyai leher yang pendek
 Mempunyai lidah yang cenderung terjulur ke luar
 Mata terlihat sipit
 Mempunyai telinga yang kecil atau bentuknya tidak biasa
 Mempunyai kekuatan (tonus) otot yang kurang
 Tangan dengan 1 garis tangan melintang yang tampak menonjol ( single
palmar crease) dan jari-jari pendek
 Postur tubuh yang pendek

Penderita Sindrom Down mengalami keterlambatan dalam aspek motorik kasar,


motorik halus, bahasa dan kepribadian sosial, serta ketidakmampuan untuk membuat
frasa yang bermakna setelah 24 bulan menurut acuan perkembangan Denver. Sebagian
penderita dapat mengalami masalah kesehatan seperti kecacatan pada jantung.

Penyebab sindrom down

Pembelahan sel yang abnormal yang melibatkan kromosom 21 terjadi pada


penyakit Sindrom Down. Adanya gangguan pembelahan kromosom 21 tersebut
menyebabkan munculnya “tambahan” kromosom, sehingga penderita Sindrom Down
memiliki jumlah kromosom berlebih dibandingkan orang normal. Penyebab kelainan
pembelahan kromosom tersebut tidak diketahui. Berikut ini adalah tiga variasi genetik
yang dapat menyebabkan penyakit Sindrom Down:

1. Trisomi 21, 95% pada kasus Sindrom Down disebabkan oleh trisomi 21. Penderita
Sindrom Down dengan trisomi 21 mempunyai 3 salinan kromosom 21, di mana
seharusnya hanya mempunyai 2 salinan kromosom 21. Hal ini disebabkan oleh
pembelahan sel yang abnormal ketika pembentukan awal pada janin.

2. Mosaic Down Syndrome (Sindrom Down Mosaik), Pada kasus Mosaic Down


Syndrome, orang tersebut hanya punya beberapa sel dengan salinan berlebih pada
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

kromosom 21. Hal ini disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal pada saat
fertilisasi.

3. Translocation Down Syndrome (Sindrom Down Translokasi),  Translocation Down


Syndrome terjadi ketika sebagian kromosom 21 menempel dengan kromosom lain
sebelum atau saat pembuahan. Penderita mempunyai 2 salinan kromosom 21
namun juga mempunya bahan genetik tambahan dari kromosom 21 yang menempel
dengan kromosom lain.

Beberapa faktor risiko dari penyakit Sindrom Down, antara lain:

 Usia saat Kehamilan. Risiko seorang wanita mengandung anak dengan Sindrom
Down meningkat pada ibu yang hamil setelah usia 35 tahun. Namun, banyak juga
anak-anak dengan Sindrom Down dilahirkan oleh wanita di bawah usia 35 tahun.

 Menjadi pembawa gen Sindrom Down Translokasi. Pria maupun wanita dapat
menjadi pembawa gen Sindrom Down translokasi dan menurunkan ke anaknya.

 Mempunyai anak yang menderita Sindrom Down. Orangtua yang mempunyai anak
dengan Sindrom Down dan orangtua yang membawa gen Sindrom Down
translokasi memiliki risiko untuk mempunyai anak dengan Sindrom Down lagi.
Dibutuhkan pakar genetik untuk konsultasi dan menilai risiko Sindrom Down pada
anak selanjutnya.

3. Sotos Syndrome
Sotos Syndrome atau sindrom Sotos adalah salah satu penyebab disabilitas
intelektual yang ditemukan oleh John Sotos. Gangguan ini merupakan kelainan genetik
yang dibahas sejak 1964. gangguan ini ditandai dengan pertumbuhan berlebihan sebelum
dan sesudah kelahiran. Sindrom sotos pada anak dapat dideteksi ketika anak memasuki
usia 2 hingga 3 tahun masa pertumbuhannya. Ini gejala yang terlihat ketika anak
mengalami sindrom sotos, yaitu sebagai berikut:

1. Memiliki Wajah yang Khas


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Anak dengan sindrom sotos dapat terlihat dari perbedaan wajah yang khas jika
dibandingkan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak lainnya. Anak dengan
sindrom sotos memiliki hidung yang terlihat lebih datar, dan lebih dominan pada wajah
berbentuk panjang sehingga terlihat sempit dan kecil. Dahi anak sindrom sotos juga lebih
lebar atau lebih tinggi. Uniknya, anak dengan sindrom sotos memiliki pipi yang selalu
berwarna kemerahan.

2. Ukuran Kepala yang Berbeda

Biasanya, anak dengan sindrom sotos memiliki ukuran kepala lebih besar jika
dibandingkan dengan anak pada usianya. Kelainan ini dikenal dengan istilah makrosefali.

3. Gangguan Kesehatan

Sindrom sotos dapat berpengaruh pada kesehatan anak-anak. Selain pertumbuhan


fisik yang berlebihan, sindrom sotos dapat menyebabkan gangguan pada beberapa organ
tubuh seperti ginjal maupun saluran kemih. Ketidaknormalan saluran kemih pada anak
yang mengalami sindrom sotos tentu mengganggu kesehatan. Tentu jika tidak segera
diatasi dan ditangani dengan baik, komplikasi penyakit terkait saluran kemih akan
berkembang. Begitu juga dengan gangguan pada ginjal anak. Pada anak wanita,
kemungkinan mengalami gangguan kehamilan ketika sudah dewasa.

4. Masalah Perilaku

Kebanyakan, anak-anak dengan sindrom sotos mengalami masalah pada


perilakunya. Hal ini disebabkan perubahan hormon pada kesehatannya. Anak dengan
sindrom sotos berperilaku lebih aktif jika dibandingkan anak lainnya. Bahkan tindakan
dan tingkah lakunya cenderung hiperaktif. Tidak hanya itu, anak-anak dengan sindrom
sotos juga lebih mudah merasa takut dan mudah sekali untuk tantrum atau mengamuk.

4. Williams Syndrome

Williams syndrome atau sindrom Williams adalah penyakit genetik langka yang


menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Sindrom Williams biasanya ditandai dengan adanya kelainan pada wajah, pembuluh


darah, dan gangguan pertumbuhan pada anak.

Penyebab

Diketahui, bayi dengan sindrom William lahir tanpa gen tertentu. Gejala yang
mereka miliki tergantung pada gen yang hilang. Misalnya, seseorang yang lahir tanpa gen
yang disebut ELN akan memiliki masalah jantung dan pembuluh darah. Gen-gen tersebut
biasanya hilang dalam sperma atau sel telur sebelum mereka bertemu untuk membentuk
bayi. Dalam sejumlah kasus, bayi mewarisi penghapusan genetik dari orang tua dengan
kondisi tersebut, tetapi pada umumnya kondisi itu merupakan kelainan acak pada gen.

Gejala

Sindrom Williams dapat menyebabkan gejala di berbagai bagian tubuh, seperti


wajah, jantung, dan organ lainnya. Hal ini juga dapat memengaruhi kemampuan anak
untuk belajar. Selain itu, anak dengan sindrom Williams memiliki disebutkan memiliki
fitur wajah unik, seperti dahi lebar, jembatan hidung rata, hidung pendek dengan ujung
besar, mulut besar dengan bibir penuh, dagu kecil, gigi kecil dan berjarak jauh, gigi yang
hilang atau bengkok, mata tidak rata, ada lipatan menutupi sudut mata, dan pola starburst
putih disekitar iris atau bagian berwarna pada mata.

Anak >21 Tahun

Anak Penyandang Disabilitas adalah anak yang mengalami keterbatasan fisik,


intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berintegrasi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara
penuh dan efektif dengan anak lainnya berdasarkan kesamaan hak. Perlindungan Khusus
Anak Penyandang Disabilitas adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak
penyandang disabilitas untuk memenuhi hak-haknya dan mendapatkan jaminan rasa
aman, terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Setiap anak termasuk anak penyandang disabilitas berhak untuk tumbuh dan berkembang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dan berhak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, maka
diperlukan sebuah Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak
Penyandang Disabilitas.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang
Disabilitas ditetapkan Menteri PPPA Yohana Yembise pada tanggal 2 Juni 2017.
PermenPPPA 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang
Disabilitas diundangkan tanggal 14 Juli 2017 dalam Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 963 oleh Widodo Ekatjahjana, Dirjen Peraturan Perundang-
Undangan Kemenkumham RI di Jakarta.

PermenPPPA 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang


Disabilitas ini mencabut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak
Berkebutuhan Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 857).

Hak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU NOMOR 8


TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS, anak penyandang
disabilitas memiliki hak:

a. mendapatkan Pelindungan khusus dari Diskriminasi, penelantaran, pelecehan,


eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual;
b. mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk
tumbuh kembang secara optimal;
c. dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan;
d. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;
e. Pemenuhan kebutuhan khusus;
f. perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan
pengembangan individu;
g. mendapatkan pendampingan sosial.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

penyandang disabilitas rentan untuk dijadikan alat produksi yang murah, misalnya
menjadi pekerja anak dan buruh perempuan yang selalu dibayangi tindakan pelanggaran
HAM. Dalam kondisi itu, penyandang disabilitas rentan terkena tindakan diskriminatif
ganda, yaitu ketika seorang penyandang disabilitas merupakan seorang anak, perempuan,
dan lanjut usia. Oleh karena itu, kehidupan kelompok tersebut jauh lebih sulit. Menurut
Jaka Anom Ahmad Yusuf Tanukusuma, secara umum diskriminasi ganda yang menimpa
perempuan penyandang disabilitas disebabkan tiga faktor, yakni perilaku kultural, praktik
dan tafsir agama, dan sistem di masyarakat maupun negara yang melupakan kebutuhan
perempuan penyandang disabilitas.

Istilah penyandang cacat masih dipergunakan di Indonesia karena peraturan


tertinggi yang mengaturnya, yaitu UU No. 4 tahun 1997, masih menggunakan judul
Penyandang Cacat. Namun sudah ada berbagai pengembangan dalam penggunannya,
seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan
istilah Anak Berkebutuhan Khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut dengan
istilah Penyandang Cacat. Perbedaan penyebutan tersebut tentunya dilatari oleh
perbedaan paradigma berpikir masing-masing pihak tentang “penyandang cacat.” Situasi
ini menyebabkan dua hal yaitu tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan juga sangat sulit
mencari angka yang paling akurat tentang jumlah komunitas tersebut dan sangat rentan
menimbulkan diskriminasi.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa disabilitas tidak hanya berintikan


dari kondisi medis yang terjadi pada penyandang disabilitas. Disabilitas lebih tepat untuk
dimasukkan dalam kondisi sosial yang terjadi karena interaksi antara fisik atau mental
seseorang dengan institusi sosial. Oleh karena itu, penanganan yang sesuai untuk
diterapkan kepada penyandang disabilitas bukanlah pendekatan medis, tetapi pendekatan
sosial. Pergerakan untuk mendorong pemenuhan hak untuk penyandang disabilitas mulai
dilakukan pada tahun 1970-an Perubahan paradigma ini juga yang banyak dikemukakan
sebagai kritik dari sistem yang berjalan saat itu. Kritik ditujukan langsung kepada sistem
kesejahteraan yang berjalan pada tahun 1960-an.

Posisi objektif saat ini dalam memandang rezim hukum disabilitas adalah untuk
meraih persamaan antara penyandang disabilitas dan non-disabilitas. Dalam memandang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

prinsip persamaan atau equality, ada dua pendekatan, yaitu formal dan substantif.
Pendekatan formal dari persamaan melihat pada persamaan dalam perlakuan. Isitilah
perbedaan menjadi justifikasi dari perlakuan yang berbeda, walaupun akhirnya tidak
menimbulkan persamaan pada hasilnya. Sebagai contoh, perbedaan fasilitas pendidikan
bagi anak dengan disabilitas akan menjadi penghalang tercapainya persamaan.
Sedangkan persamaan substantif fokus dalam dampak hukum yang terjadi. Dalam
konteks ini, perdebatan berpindah dari pertanyaan mengenai persamaan atau perbedaan
kepada isu keadaan yang merugikan.

Yang menggambarkan pengaturan yang berbasis kepada pendekatan medis adalah


pada Pasal 7 UU Nomor 4 Tahun 1979 yang menyatakan bahwa “Anak cacat berhak
memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan
sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.” Pasal tersebut
bukanlah kalimat perundangan yang baik karena tidak memuat norma apakah suatu
keharusan, kebolehan, atau larangan. Pasal tersebut hanya menjamin hak seorang anak
dengan disabilitas. Hal lain yang perlu dikritisi adalah ada terminologi “pelayanan
khusus” yang digunakan. Ketentuan itu fokus kepada kondisi fisik sang anak, yang
diupayakan untuk dapat berubah menyesuaikan dengan lingkungan. Apabila dalam cara
pandang berbasis hak, ketentuan itu harus diubah dengan lebih fokus kepada perubahan
lingkungannya dengan menyesuaikan dnegan kebutuhan sang anak, agar dia dapat
berkembang dan berbaur dengan lingkungan sosialnya. Walaupun begitu perlu diakui
bahwa pengaturan dalam isu disabilitas, terutama pada masa transisi, ada yang
menggunakan pendekatan twin track approach, yaitu pemenuhan fasilitas bagi
penyandang disabilitas yang masih mengkhususkan penyandang disabilitas pada aspek
tertentu, tetapi pelaksanaannya tetap beriringan dengan pemenuhan fasilitas yang
berprinisp inklusif dan memperhatikan aspek universal design. Ketentuan dengan cara
pandang medis juga berpotensi menimbulkan stigma atau stereotip ketidakberdayaan dari
seorang penyandang disabilitas. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan dalam Pasal 57
UU Nomor 34 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa: “Hak prajurit yang menyandang
cacat berat, cacat sedang, atau cacat ringan yang diakibatkan karena tugas operasi militer,
atau bukan tugas operasi militer selama dalam dinas keprajuritan, diatur dengan Peraturan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Pemerintah.” Dalam ketentuan pada pasal tersebut dirumuskan bahwa kecacatan


memiliki tingkatan, yaitu berat, sedang, dan ringan. Perumusan itu menggunakan
kacamata medis, dengan melihat kepada kondisi fisik. Namun dengan pendekatan sosial,
atau right base, seseorang tidak bisa dikategorikan dalam kondisi disabilitas berat,
sedang, atau ringan, karena apapun hambatannya tetap akan mengganggu interaksi sosial,

dan hambatan itu harus diatasi. Walaupun pada suatu kondisi suatu hambatan
belum dapat teratasi, maka seorang penyandang disabilitas harus diarahkan untuk
memanfaatkan kemampuan lain dalam melakukan aktivitas atau berinteraksi sosial.

EVALUASI
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

1. URAIKAN KEBUTUHAN KHUSUS BAGI ANAK YANG


MENGALAMI GANGGUAN SYNDROM DOWN
2. UNDANG UNDANG PASAL BERAPAKAH YANG MENGATUR
HAK HAK PENYANDANG DISABILITAS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MITR HUSADA MEDAN


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

RUBRIK SKALA PERSEPSI


No. Dokumen Halaman Tanggal Berlaku Revisi
FM-PM-I.IV.Pd2-05/05-18/03- 1-1 18 Oktober 2017 00
Asuhan Pada Perempuan dan Anak Kondisi
Rentan
Nama Mahasiswa :
NPM :
Hari/ Tanggal :
Metode Pembelajaran :

Sangat Kurang
DEMENSI Sangat Baik Baik Cukup Kurang

SKOR Skor ≥79 (65-78) (56-64) (55 -41) <40


Kemapuan komunikasi
Penguasaan materi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kemampuan menghadapi
pertanyaan
Penggunaan alat praga
presentasi
Ketepatan menyelesaikan
masalah

Nilai :

Dosen
1 Medan, .........................2020

2 Mahasiswa

( )

BAB 3
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Psikologis

KEGIAT
III
Kebutuhan K
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

I. PENDAHULUAN
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual, sosial,
maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.

Menurut Mulyono (2006), anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai


dengan  anak-anak yang tergolong cacat atau menyandang ketentuan dan juga anak
yang berbakat.

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus,


seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization
(WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability yaitu
keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk
menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan atau
ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya
digunakan pada level organ. Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang
dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat
pemenuhan peran yang normal pada individu.
A. RUANG LINGKUP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
 Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
 Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
 Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
 Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
 Tunagrahita
 Lamban belajar (slow learner)
 Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Anak yang mengalami gangguan komunikasi


 Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku

Anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan
secara sederhana sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang
sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya sehingga
mereka memerlukan layanan yang spesifik dan berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu :

3. Menguraikan kebutuhan khusus pada permasalahan kehamilan akibat


pemerkosaan, KDRT, trauma persalinan sebelumnya
4. Menguraikan kebutuhan khusus pada permasalahan kelainan mental/jiwa,
riwayat kehilangan dan kematian, dan kehamilan tidak diinginkan)

URAIAN
MATERI

A. DEFINISI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


Secara umum anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan atau kelainan lainnya sehingga memerlukan penanganan secara khusus.
Berkenaan dengan istilah disability, anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
memiliki keterbatasan baik fisik maupun psikis. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Adapun pengertian lain menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus bersinggungan
dengan perihal abnormalitas. Dalam hal ini terdapat penundaan tumbuh kembang yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

biasanya tampak di usia balita seperti baru bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang
menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak
yang tidak muncul (absent) sesuai usia perkembangannya seperti belum mampu
mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang
seperti perilaku echolalia atau membeo pada anak autis.

g. Kehamilan akibat Pemerkosaan


Perkosaan sebagai suatu tindakan kekerasan merupakan suatu tindak kejahatan
yang dinilai sangat merugikan dan mengganggu ketentraman dan ketertiban hidup,
terutama bagi korbannya. Adanya reaksi umum yang berlebihan terkadang juga semakin
memojokkan korban. Peristiwa perkosaan yang merupakan berita yang cukup menarik
untuk dibicarakan membuat masyarakat tertarik untuk menjadikan berita tersebut sebagai
salah satu bahan pembicaraan (Fakih dalam Prasetyo, 1997). Akan tetapi tidak jarang
masyarakat justru membicarakan peristiwa tersebut dari segi negatifnya yang dapat
membuat korban merasa malu, takut, dan bersalah dengan kejadian yang menimpa
dirinya. Perasaan tersebut membuat korban semakin enggan untuk bercerita kepada orang
lain ataupun melaporkan kejadian yang dialaminya (Republika, 1995; Taslim,1995).
Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan yang dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Stres yang langsung terjadi
Stres yang langsung terjadi merupakan reaksi paska perkosaan seperti kesakitan
secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak berdaya.
2. Stres jangka panjang
Stres jangka panjang merupakan gejala psikologis tertentu yang dirasakan
korban sebagai suatu trauma yang menyebabkan korban memiliki rasa kurang
percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup diri dari pergaulan, dan juga
reaksi somatik seperti jantung berdebar dan keringat berlebihan.

Apabila setelah terjadinya peristiwa perkosaan tersebut tidak ada dukungan yang
diberikan kepada korban, maka korban dapat mengalami post traumatic stress disorder
(PTSD), yaitu gangguan secara emosi yang berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

nafsu makan, depresi, ketakutan dan stress akibat peristiwa yang dialami korban dan telah
terjadi selama lebih dari 30 hari. Dukungan dari semua pihak sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya PTSD.

Korban perkosaan dapat memperoleh dukungan sosial dari teman, orangtua,


saudara, psikolog, pekerja sosial, atau siapa saja yang dapat mendengarkan keluhan
mereka. Orang ini harus mau menjadi pendengar yang baik serta tidak menghakimi
korban dalam arti mereka memiliki pandangan bahwa kejadian yang menimpa korban
bukan terjadi karena kesalahan korban. Pandangan tersebut penting untuk menumbuhkan
rasa percaya diri korban dan juga kepercayaan korban kepada orang lain (Taslim, 1995).

Keluarga memiliki peluang yang banyak untuk dapat mendampingi korban


melewati masa-masa ‘kritis’ akibat perkosaan yang dialaminya. Mereka dapat
memberikan dukungan dengan memberikan rasa aman kepada korban, menerima keadaan
korban apa adanya, tidak menyalahkan korban atas apa yang telah terjadi padanya,
bersikap tulus dalam berhubungan dengan korban baik secara verbal maupun non-verbal
(Taslim, 1995).

Hal ini didukung dengan adanya waktu yang dapat diluangkan dan dilalui
bersama korban serta adanya kedekatan secara emosional sebagai sesama anggota
keluarga. Menurut Agaid (2002) keluarga sebagai pihak terdekat dapat memberikan
dukungan bagi korban dengan cara:

1. Mempercayai cerita yang disampaikan oleh korban.


2. Bersikap tenang. Hal ini dapat membantu korban merasa aman.
3. Meyakinkan korban. Keluarga dapat menunjukkan empatinya terhadap
peristiwa yang dialami oleh korban.
4. Mempersiapkan korban terhadap kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya.
Korban mungkin memerlukan bantuan dari orang lain misalnya dokter dan
polisi jika ia melaporkan kasusnya
5. Memberi dukungan dan melaporkan perkosaan yang dialami korban ke pihak
yang berwajib.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Proses pemulihan trauma yang dihadapi oleh korban perkosaan merupakan suatu
proses adaptasi yang harus dilalui agar korban dapat menerima kenyataan yang telah
terjadi (Hayati, 2000). Proses penyembuhan tersebut merupakan suatu proses adaptasi
yang berat bagi korban. Korban harus menghadapi keluarga, pelaku dan juga
masyarakat. Keluarga sebagai salah satu pihak yang dekat dengan korban diharapkan
dapat menjadi pendukung yang paling besar untuk mencegah terjadinya PTSD
tersebut. Akan tetapi seringkali keluarga justru merasa malu untuk mengakui apa yang
telah terjadi pada anggota keluarga mereka. Mereka justru menutup-nutupi peristiwa
tersebut dan tidak jarang mereka mengisolasi korban dari masyarakat. Dengan sikap-
sikap yang demikian tadi maka korban akan semakin merasa sendirian dan tidak
berarti lagi (Kompas, 1993).

PERKOSAAN, DAMPAK DAN ALTERNATIF PENYEMBUHANNYA


Dampak apa saja yang dialami oleh korban perkosaan? serta alternatif penyembuhan
seperti apa yang dapat dilakukan pada korban perkosaan?

Alternatif yang mungkin akan dilalui oleh korban perkosaan di dalam proses
penyesuaian diri terhadap peristiwa yang dialaminya.

Dukungan Lain
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Perkosaan
PTSD

Patologi
Dukungan
Keluarga

Kesembuhan

Gambar 1. Skema Proses Trauma Pada Korban Perkosaan

Berdasarkan skema tersebut maka terlihat berbagai alternatif yang dapat dilalui
oleh korban dalam proses mengatasi masalah yang muncul akibat perkosaan yang
dialaminya, yaitu:

1. Korban perkosaan mengalami trauma jangka panjang yang mengakibatkan korban


mengalami PTSD. Tanpa adanya intervensi atau dukungan dari pihak lain maka
korban menghadapi proses penyelesaian masalahnya sendiri sehingga pada akhirnya
korban dapat mengatasi masalah tersebut seiring dengan waktu yang berlalu.
2. Korban perkosaan mendapatkan dukungan dari keluarga sejak korban mengalami
trauma akibat perkosaan. Dukungan dari pihak keluarga dapat diperkuat dengan
adanya dukungan dari pihak lain seperti lembaga atau organisasi yang memiliki
kepedulian terhadap korban. Meskipun demikian ada kemungkinan bahwa korban
tetap mengalami PTSD sebelum akhirnya ia bisa coping dengan masalah yang
dihadapinya.
3. Korban perkosaan mendapatkan dukungan dari pihak keluarga dan pihak lain seperti
lembaga atau organisasi yang memiliki kepedulian terhadap korban, akan tetapi
dukungan tersebut diterima oleh korban setelah ia mengalami PTSD.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

4. Alternatif ke empat adalah adanya dukungan dari pihak keluarga dan juga pihak lain
sebelum korban mengalami PTSD. Dukungan ini membuat korban mampu
mengatasi dampak perkosaan yang muncul pada dirinya tanpa harus mengalami
PTSD.
5. Selain keempat alternatif yang memungkinkan korban perkosaan untuk mengatasi
masalahnya dan mencapai proses recovery, terdapat alternatif lain dimana korban
tidak berhasil mengatasi masalahnya dan mengalami gangguan patologis.

B. Dampak Perkosaan
1. Dampak fisik, Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan, baik
dilakukan dengan cara halus maupun kasar akan menimbulkan dampak
bagi korbannya. Perkosaan yang dilakukan dengan menggunakan
kekerasan fisik jelas akan menimbulkan dampak secara fisik pada korban.
Contoh Kasus :
Perkosaan terjadi di Arab Saudi. Pelaku adalah dua orang yang dipercaya
korban sebagai orang yang dapat menolong dirinya. Perkosaan terjadi di
tengah gurun pasir yang jauh dari keramaian sehingga korban tidak dapat
menerima pertolongan dari siapapun juga. Korban diancam akan dibunuh
apabila tidak menuruti keinginan pelaku. Sebelum terjadi perkosaan korban
sempat diberi obat oleh pelaku. Korban tidak dapat menceritakan peristiwa
yang dialaminya kepada pihak keluarga di Indonesia karena ia disekap oleh
pelaku selama empat bulan.
2. Dampak psikologis, Secara umum perkosaan dapat mengakibatkan
dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek. Kedua dampak
tersebut tidak selalu muncul dalam bentuk yang sama pada masing-
masing korban. Selain itu waktu munculnya dampak tersebut akan
berbeda satu sama lain.

Contoh Kasus :
Korban pingsan setelah kejadian. Selain itu ia mengalami pendarahan pada
daerah kelaminnya. Korban merasa sedih, marah, jengkel, dan tidak berdaya
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

menghadapi kejadian tersebut. Jangka panjangnya korban merasa tertekan


dan memiliki keinginan untuk bunuh diri. Ia sempat dimasukkan ke rumah
sakit selama satu setengah bulan karena gangguan jiwa. Korban mengaku
shock dan sering diam. Selama di rumah sakit tersebut korban mendapatkan
perawatan medis dan mengkonsumsi obat sehari tiga kali.
3. Dampak sosial-psikologis, Pemikiran dan mitos-mitos mengenai
perkosaan menjadi stressor tersendiri bagi korban. Ketakutan korban
mengenai penerimaan dari masyarakat menjadi salah satu beban bagi
korban. Ketakutan ini meliputi penerimaan dari masyarakat sekitar,
penerimaan dari pihak sekolah, serta hubungan korban dengan laki-laki
secara umum maupun secara khusus.
Contoh Kasus :
Korban memiliki ketakutan jika peristiwa yang dialaminya diketahui oleh
pihak sekolah dan juga teman-temannya. Ketakutan ini didasari pada alasan
bahwa jika pihak sekolah mengetahui peristiwa tersebut maka korban akan
dikeluarkan dari sekolah dan ia tidak dapat meneruskan pendidikannya.
Korban juga takut apabila ia suatu saat dekat dengan laki-laki dan ternyata
laki-laki tersebut tidak dapat menerima keadaannya.
C. Alternatif Penyembuhan
Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan beberapa dukungan
seperti :
Dukungan Keluarga
1. Dukungan psikologis, Keluarga korban memberikan dukungan secara
psikologis dengan cara mau menerima korban dan peristiwa yang
menimpanya, tidak menyalahkan korban atas peristiwa yang terjadi
padanya, menghibur korban, memberdayakan korban kembali agar mau
meneruskan sekolahnya, menumbuhkan kepercayaan korban bahwa
korban masih dapat meneruskan hidupnya seperti semula. Keluarga
korban juga menyediakan waktu bagi korban serta mau membantu
kesulitan apapun yang dialami oleh korban. Mereka mau mengerti
keadaan korban pada masa “kritisnya” serta memberikan rasa aman bagi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

korban. Secara fisik kehadiran anggota keluarga membuat korban tidak


merasa sendiri dalam menghadapi masalahnya.
Contoh Dukungan :
“Mereka bilang supaya aku nggak patah semangat, mendorong aku, gak
usah takut ada apa-apa. Mereka mendukung 100 %.”
“Nggak, mereka menganggap itu sebagai mmm…apa namanya… o iya...
mereka nganggap itu sebagai musibah yang menimpa keluarga kami.”
“Si T itu suka menghibur aku. Meski masih kecil … tapi dia udah dewasa,
pinter ngibur, gak usah sedih.”
2. Dukungan materi, Keluarga korban berusaha untuk memberikan
dukungan terhadap korban dengan segala kemampuan yang mereka
miliki. Pada saat korban memerlukan pemeriksaan maka mereka
mengupayakan kesembuhan korban tanpa menghitung masalah biaya.
Masalah materi bagi keluarga yang mampu memang tidak menjadi
masalah utama. Hal ini terlihat pada contoh kasus 4 dimana ayah korban
langsung datang ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat terbang
dan tinggal selama satu minggu di Yogyakarta. Akan tetapi pada contoh
kasus 1 dimana korban berasal dari keluarga dengan perekonomian
menengah ke bawah, maka masalah biaya menjadi salah satu hambatan
dalam menyelesaikan masalah yang dialami oleh korban. Kesediaan pihak
keluarga untuk menyembuhkan korban dan menyelesaikan masalah
tersebut tanpa memikirkan dana yang harus dikeluarkan menjadi salah
satu faktor pendorong bagi proses recovery korban.
Contoh Dukungan :
“Apapun yang terjadi padaku, misalnya aku harus operasi, apapun akan
mereka biayai, yang penting aku bisa sekolah dan tetap konsentrasi ke
pelajaran”.
Ayah korban juga mengatakan, “Meski kula niki mboten gadah arta ning
nggih kula golek-goleke ngge ngobati anak kula. Soale kula mesakke
kalih bocahe. Anak kula nika kok ketula-tula terus ta. Nek lapor barang
nggih kula bela-belani ngeterke nganti mboten nyambut gawe.”
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

3. Dukungan social, Pihak keluarga yang mengetahui masalah korban


berusaha menyelesaikan perkara tersebut hingga tuntas. Pada kasus 1 ayah
korban mengajak masyarakat desa untuk menangkap pelaku. Ia sempat
mengeluarkan kata-kata keras yang intinya menyuruh orang-orang di
sekelilingnya untuk tidak membicarakan peristiwa yang dialami anaknya
kepada siapapun agar berita tersebut tidak menyebar. Ia juga
membicarakan masalah tersebut dengan pihak sekolah. Keterangan ini
diperoleh peneliti pada saat observasi mengenai kelanjutan kasus korban
di kepolisian dan pengambilan keputusan mengenai kehamilan yang
dialami korban.
Contoh Dukungan :
“Bapak langsung ke kampus ngelaporin kejadian itu, tapi dosen kampus
emm … waktu itu minta bukti, buktinya apa sementara bukti udah nggak
ada trus mereka bilang kalau memang untuk mengeluarkan anak ini dari
kampus, emm kampus itu nggak berhak, masalahnya kejadian di luar
kampus, trus kata mereka …dan itu tidak…maksudnya tidak mencoret
nama kampus, tidak membawa nama kampus.

b. KDRT ( Kekerasan dalam Rumah Tangga )


I. DEFINISI
 Kekerasan
Kekerasan Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” dapat diartikan
dengan hal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan
fisik. Dengan demikian, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih
bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu
diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan pihak yang dilukai.
Kata kekerasan sepadan dengan kata “violence” yang dalam bahasa
Inggris dapat diartikan sebagai suatu serangan atau invasi terhadap fisik
ataupun integritas mental psikologis seseorang. Sedangkan kata kekerasan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dalam bahasa Indonesia secara umum hanya menyangkut serangan fisik


belaka. Jika dimakdsudkan pengertian violence sama dengan kekerasan, maka
kekerasan tersebut merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis.
Menurut para kriminolog, “kekerasan” yang berakibat terjadinya
kerusakan pada fisik adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum.
Maka kekerasan tersebut adalah kejahatan. Berlandaskan pada pengertian
inilah maka kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
dapat dijaring dengan pasalpasal KUHP tentang kejahatan.
Terlebih lagi jika melihat definisi yang dikemukakan oleh Sanford Kadish
dalam Encyclopedia of Criminal Justice, beliau mengatakan bahwa kekerasan
adalah semua jenis perilaku yang tidak sah baik berupa suatu tindakan nyata
maupun berupa kecaman yang mengakibatkan pembinasaan atau kerusakan
hak milik. Meskipun demikian, kejahatan juga tidak dapat dikatakan sebagai
kejahatan bilamana ketentuan perundang-undangan (hukum) tidak atau belum
mengaturnya, seperti kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual.
Misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami terhadap
isterinya. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum ada satu
pasal pun yang mengatur mengenai pemaksaan hubungan seksual dilakukan
oleh suami terhadap isterinya.
Menurut Handayani (dalam Syahrir, 2000), kekerasan adalah suatu
serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang
sehingga dapat merugikan salah satu pihak yang lemah. Kekerasan adalah
suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang sehingga
akibatnya muncul tindak penindasan terhadap salah satu pihak yang
menyebabkan kerugian salah satu pihak berupa fisik atau psikis seseorang.
Menurut Nurhadi dan Syahrir (2000) memandang bahwa kekerasan adalah
suatu perilaku pemaksaan yang mempunyai unsur persuasif maupun fisik
adanya suatu pelecehan.
Namun Johan Galburg (dalam Syahrir 2000) memandang bahwa
kekerasan adalah suatu penyalahgunaan sumber daya, wawasan, dan hasil
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

kemajuan untuk tujuan lain atau dimonopoli untuk sekelompok orang (Syahrir
2000).
a. Kekerasan dalam Rumah Tangga
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1
menyebutkan bahwa Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga.
Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kasus kekerasan
dalam rumah tangga adalah semua jenis kekerasan (baik fisik maupun
psikis) yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota
keluarga yang lain (baik suami kepada isteri, maupun kekerasan yang
dilakukan oleh isteri kepada suami atau Ayah terhadap anak, atau ibu
terhadap anaknya dan kekerasan yang dillakukan oleh seorang anak
terhadap ayah atau ibunya). tetapi yang dominan menjadi korban
kekerasan adalah istri dan anak oleh sang suami.
KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri,
anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian
KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami
terhadap istri dan anak. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan
korban KDRT adalah istri dan anak. Sudah barang tentu pelakunya
adalah suami “tercinta”. Tetapi ada juga “suami” yang menjadi korban
KDRT oleh istrinya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa segala perbuatan tindakan kekerasan dalam rumah
tangga merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapat
dikenakan sanksi hukum pidana maupun hukum perdata.
b. Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Ihromi (1995) timbulnya tindakan KDRT di antaranya adalah:
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

o Komunikasi Komunikasi dalam keluarga merupakan faktor terpenting dalam


menentukan keharmonisan suatu rumah tangga. Dengan adanya komunikasi akan
tercipta hubungan yang lebih terbuka di antara anggota keluarga dalam
menyampaikan keluhan, uneg-uneg, ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan
masalah keluarga. Bilamana komunikasi dalam suatu keluarga tidak baik maka
dapat dipastikan akan memperbesar kemungkinan timbulnya konflik yang
berujung pada kekerasan dalam rumah tangga dan hal ini sangat mungkin
menimbulkan korban.
o Penyelewengan Hadirnya pihak ketiga dalam hubungan suami istri merupakan
masalah besar yang dihadapi oleh pasangan tersebut. Tak jarang hal tersebut
menimbulkan perceraian ataupun menimbulkan suatu tindakan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT). Seperti seorang suami mempunyai wanita selingkuhan,
disaat sedang berkencan tiba-tiba kepergok sang istri. Saat berada di rumah sang
istri menanyakan kebenaran hal tersebut, tetapi sang suami tidak terima dan pada
akhirnya terjadi pertengkaran yang berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan
oleh sang suami kepada istri. Pada bebberapa kasus seperti ini yang menjadi
tersangka adalah sang suami dan yang menjadi korban adalah sang istri ataupun
sang anak yang menjadi pelampiasan dari penyelewengan ini.
o Citra diri rendah yang rendah dan frustasi Faktor ini biasanya muncul jika sang
suami sedang merasa putus asa dengan masalah dalam pekerjaan yang sedang dia
kerjakan, di sisi lain sang istri terus menekan sang suami untuk melaksanakan
tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dengan
keadaan yang seperti ini kemudian menyebabkan tingkat frustasi semakin besar
pada sang suami yang kemudian membuat tingkat emosinya meledak. Maka pada
akhirnya akan memicu munculnya tindakan KDRT akibat rasa frustasi.
o Perubahan status social Faktor penyebab timbulnya Kekerasan Dalam Rumah
Tangga pada keluarga masyarakat perkotaan dengan tingkat kehidupan ekonomi
menengah ke atas. Adalah masalah gaya hidup dengan gengsi yang tinggi pada
keluarga tersebut. Masalah akan muncul jika terjadi berkurangnya sumber
pendapatan, berakhirnya masa jabatan, dengan munculnya kasus seperti itu
kemudian membuat masingmasing anggota keluarga merasa malu dengan orang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

sekitar dan kemudian memberikan tekanan yang berlebihan kepada pihak yang
berperan sebagai mencari nafkah, biasanya sang ayah. Akibatnya akan memicu
munculnya potensi KDRT dalam keluarga tersebut.
o Kekerasan sebagai sumber penyelesaian masalah Budaya kekerasan dalam rumah-
tangga berkaitan erat dengan masalah kekerasan yang pernah dialami dari sejak
lahir sudah berada pada lingkungan yang keras dan terus dididik dengan nilai-
nilai yang berhubungan dengan unsur kekerasan maka saat ia berkeluarga akan
menggunakan kekerasan sebagai sarana yang paling tepat dan cepat untuk
menyelesaikan suatu masalah. Kekerasan sudah mendarah daging sehingga suatu
masalah tidak akan mantap apabila tidak diselingi dengan tindak kekerasan.

Selain itu ada juga hal lain yang juga berpotensi untuk memicu munculnya KDRT
di dalam suatu keluarga. Unsur yang menyebabkannya pun berasal dari lingkup keluarga
itu sendiri. Hal-hal yang dapat memicu munculnya KDRT adalah: Antar suami istri:
 Terjadi dominasi antar pasangan, bisa sang suami atau istri yang dominan. Maksudnya
jika terjadi suatu perselisihan pendapat yang terjadi adalah penyelesaian sepihak (kalah -
menang) dan bukan penyelesaian yang baik (menang - menang).
 Adanya sikap acuh atau tidak mau tahu terhadap apa yang dirasakan atau dialami
pasangan. Adanya sikap egosentris yang menonjol.
 Tidak adanya kesatuan nilai dalam keluarga atau inkonsistensi apa yang boleh dan yang
tidak boleh. Antar orang tua dan anak:
 Pengalihan tanggungjawab sebagai orang tua, baik kepada pembantu rumah tangga, baby
sitter, sekolah atau keluarga yang lain.
 Sikap dari orang tua yang berlebihan atau tidak pada porsinya. Misalkan terlalu
melindungi, terlalu bebas, terlalu keras bahkan ambisi orang tua yang dibebankan pada
anak.
 Banyaknya kata-kata “negatif” yang diucapkan orang tua kepada anak.
 Kurangnya waktu berkumpul antara orang tua dan anak. Sehingga anak “kekurangan”
kenangan indah akan orang tuanya.
 Orang tua yang tidak peduli terhadap anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga
merupakan tindak kekerasan yang kerap terjadi di dalam masyarakat. Terkadang hal itu
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dilakukan oleh suami kepada istri maupun sang ayah kepada anaknya. Hal itu sering
terjadi karena dipengaruhi oleh banyak hal. Kekerasan yang terjadi pada umunya akan
menyebabkan kemunduran mental yang sangat signifikan pada sang korban. Bahkan tak
jarang hal itu akan menimbulkan suatu keadaan trauma yang mendalam pada sang
korban. Yang lebih parah lagi, tentunya akan menyebabkan kematian pada sang korban
yang menerima tindak KDRT tersebut.

 Keluarga
Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk
membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu
dimulai, dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga
untuk membangun suatu kebudayaan, terutama kebudayaan hidup sehat. Keluarga
dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan
saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi keluarga–
keluarga yang ada disekitarnya atau masyarakat sekitarnya.
Menurut Alex Thio, “the familiya group of related individuals who live together
and cooperate as a unit“. Keluarga merupakan kelompok individu yang ada
hubungannya, hidup bersama dan bekerja sama didalam suatu unit. Kehidupan dalam
kelompok tersebut bukan secara kebetulan, tetapi diikat oleh hubungan darah atau
perkawinan. Keluarga adalah satuan masyarakat, tidak akan ada masyarakat jika tidak
ada keluarga, dengan kata lain masyarakat merupakan sekumpulan keluarga-keluarga.
Hal ini bisa diartikan baik burukya suatu masyarakat tergantung pada baik buruknya
masyarakat kecil itu sendiri (keluarga). Jadi secara tidak langsung keselamatan dan
kebahagiaan suatu masyarakat berpakal pada masyarakat terkecil yaitu keluarga.
Keluarga yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak akan menjadi sebuah
keluarga yang baik, serasi dan nyaman jika didalam keluarga tersebut terdapat hubungan
timbal balik yang seimbang antara semua pihak Oleh karena itu, suasana hidup dalam
keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak yang nantinya akan sangat
berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak pada fase kehidupan selanjutnya.
Keluarga adalah kehidupan dari dua orang atau lebih yang diikat hubungan darah,
perkawinan atau adopsi. Senada dengan pendapat di atas Vembriarto, mengatakan bahwa
keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai
ikatan darah perkawinan atau adopsi.
Pengertian lain menjelaskan bahwa keluarga adalah suatu ikatan persekutuan
hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis, seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang tidak sendirian atau dengan anak-anak baik anaknya sendiri
atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dari beberapa pengertian keluarga diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga


adalah unit terkecil dari satuan masyarakat, yang terdiri dari Bapak, Ibu,dan Anak. Ketiga
komponen ini mempunyai pola interaksi timbal balik. Pola hubungan transaktif (tiga
arah) antara ibu, ayah dan anak sangat diperlukan. Pola hubungan yang demikian
menunjukan bentuk keluarga yang ideal. Oleh karena itu, suasana hidup dalam keluarga
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak yang nantinya akan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan karakter anak pada fase kehidupan selanjutnya.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keluarga
adalah kehidupan dari dua orang atau lebih yang diikat hubungan darah, perkawinan atau
adopsi, serta keluarga kabitas yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tapi
membentuk suatu ikatan keluarga.
a. Ciri - Ciri Keluarga
Menurut Stanhope dan Lancaster yang menjadi ciri-ciri keluarga diantaranya:
a. Diikat dalam suatu tali perkawinan
b. Ada hubungan darah
c. Ada tanggung jawab masing-masing anggota
d. Kerjasama diantara anggota keluarga
e. Komunikasi interaksi antar anggota keluarga
f. Tinggal dalam satu rumah
b. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) disebutkan dalam beberapa hal,
diantaranya:
1. Fungsi Afektif dan Koping Keluarga memberikan kenyamanan emosional
anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan
mempertahankan saat terjadi stress.
2. Fungsi Sosialisasi Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,
sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan
petunjuk dalam pemecahan masalah.
3. Fungsi Reproduksi Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan
anak dan meneruskan keturunan.
4. Fungsi Ekonomi Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya
dan kepentingan di masyarakat.
5. Fungsi Fisik Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk
untuk penyembuhan dari sakit.
6. Konsep Inti Keluarga yang Harmonis Dalam kehidupan setiap mahluk di
bumi ini, sebagian besar dari mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu
agar mereka tetap survive dan dapat menikmati kehidupan di dunia ini
dengan jiwa yang tenang dan tentram terutama bersama bersama orang-
orang yang di sayangi dan menyayanginya. Sebuah keluarga akan menjadi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

keluarga yang harmonis jika didalamnya terdapat kehidupan yang seimbang


dalam hak dan kewajiban antar anggotanya meskipun bapak atau ibu adalah
orang tua yang sibuk.

Hal tersebut bisa dilakukan dengan menjalankan beberapa konsep inti untuk
keluarga yang harmonis berikut:

a. Mengedepankan Toleransi Toleransi berarti memahami bahwa orang lain


mempunyai gambaran yang berbeda tentang suatu hal. Masing-masing pihak
tidak boleh memaksakan kehendaknya dan harus saling menghormati satu
sama lain.
b. Meluangkan Sebagian Waktu Di tengah kesibukan yang tiada habisnya, orang
tua perlu meluangkan sebagian waktunya untuk anak-anaknya. Untuk itu,
perlu kecermatan dalam mengatur aktifitas sehari-hari sehingga tersedia waktu
untuk berbaur dengan anak, bermain dan belajar dengan mereka sehingga
anak merasa lebih diperhatikan.
c. Menjalin Komunikasi Dengan komunikasi yang terjalin dengan intensif, maka
setiap permasalahan yang dihadapi anak lebih mudah dicarikan jalan
keluarnya. Dalam hal ini, orang tua harus bijak dalam menentukan model
komunikasi mengingat karakter anak yang berbeda satu dengan yang lainya.
d. Berlaku Adil Adil berarti memberikan sesuatu sesuai dengan proposinya
sehingga tidak berat sebelah. Jika salah satu dari anak memiliki kekurangan,
maka orang tua yang bijak harus dapat menunjukan kelebihan yang dia miliki.
e. Menghargai Pendapat Anak Dalam setiap permasalahan yang dihadapi
keluarga, pendapat anak juga harus diperhatikan. Meskipun terkadang seorang
anak memberikan pandangan yang Kurang sesuai, maka sebagai orangtua
yang bijak harus tetap menghargai pendapat tersebut.
f. Mencintai dengan Sepenuh Hati Sebagai orang tua yang bertanggung jawab,
maka rasa mencintai secara total kepada setiap anggota keluarganya harus
selalu ditunjukan kapanpun dan dimanapun dia berada.

Selain konsep diatas, dalam bukunya psikologi keluarga, Rasmun (2010)


menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar dalam sebuah
keluarga (pernikahan) akan terbentuk keluarga yang harmonis diantaranya yaitu:

a. Memberikan Rasa Aman Dalam suatu keluarga, pasangan suami istri harus
saling memberi dan merasa aman secara lahir dan batin. Dengan adanya rasa
aman pada pasangan suami istri maka goncangan, godaan dan bahaya yang
ada dalam keluarga akan dapat teratasi dengan baik. Hal ini tidak hanya
terdapat suami istri saja tetapi juga memberikan rasa aman terhadap anak
sehingga anak merasa terlindungi.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

b. Saling Memiliki Sebuah keluarga harus merasa saling memiliki sehingga


ikatan batin yang kuat akan tercipta, sebab dengan perasaan saling memiliki
pula sebuah keluarga akan merasa kehilangan dan sedih jika salah satu dari
keluarga dalam keadaan susah atau tidak ada bersamanya.
c. Saling Menghargai Keluarga merupakan perpaduan antara ayah dan ibu yang
tercipta dari dua keluarga yang berbeda pula. Dengan demikian, perbedaan
bisa saja terjadi kapan saja dan dalam hal apa saja. Tetapi dengan perasaan
saling menghargai satu sama lain, perbedaan-perbedaan tersebut akan menjadi
sebuah pengalaman baru dalam hidup satu sama lain sehingga keluarga
bahagiapun akan tercipta.
d. Kasih Sayang Sebagai mahluk yang “normal” jelas manusia membutuhkan
cinta dan kasih sayang dari orang-orang disekitarnya, terutama keluarga.
Karena itu, siapapun dia pasti membutuhkan kasih sayang baik berupa pujian,
perhatian maupun perlakuanperlakuan lain yang Nampak sepele seperti
senyuman. Setiap anggota keluarga perlu memberikan kasih sayang dalam
bentuk apapun sebuah keluarga menjadi keluarga yang damai dan tentram.
e. Saling Percaya Memberikan kepercayaan kepada suami, istri ataupun anak
tentu akan sangat membantu sebuah keluarga dalam menjadi rumah tangga
yang harmonis. Selain itu, mempercayai anak dengan segala kemampuanya
akan membantu anak dalam pencapaian jati diri yang positif sehingga anak
tidak akan merasa jadi orang lain dan merasa tertekan di dalam keluarganya
sendiri. Selain itu, saling percaya antara suami istri akan meringankan beban
suami atau istri dalam menjalani kehidupan rumah tangganya karena mereka
saling berfikir positif. Namun hendaklah setiap kepercayaan tersebut dapat di
maknai dengan penuh tanggung jawab sehingga tidak aka nada saling
memanfaatkan satu sama lain.

Menurut Gunarsah (1978), keluarga yang bahagia adalah bila mana


seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya
ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan
dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi,
dan sosial. Sedangkan keluarga yang tidak bahagia adalah bila mana ada seorang
atau beberapa orang anggota keluarga yang kehidupannya diliputi ketegangan,
kekecewaan dan tidak pernah merasa puas dan bahagia terhadap keadaan serta
keberadaan dirinya di dalam keluarga tersebut.

c. Peranan Keluarga Terhadap

Perkembangan Anak Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam


kehidupan manusia dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya tempat pembentukan
norma-norma sosial, internalisasi norma-norma, terbentuknya frame of reference,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

behaviorisme dan lain-lainya. Di dalam keluarga interaksi sosialnya berdasarkan simpati,


ia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja-
sama, bantu-membantu, dengan kata lain ia pertama-tama belajar memegang peranan
peranan sebagai mahluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan-kecakapan
tertentu dalam pergaulannya dengan orang lain. (Gerungan, 2004).

Faktor-Faktor terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT):

1. faktor eknomi yang tidak stabil.


2. Kurangnya pengetahuan hidup berumah tangga/tidak paham tugas dan tanggung
jawab masing-masing.
3. Pemahaman yang berbeda antara suami dan istri,
4. Komunikasi yang kurang baik.
5. Suami merasa lebih berkuasa daripada istri, dan istri harus melakukan kehendak
suami.
6. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai alat untuk menyelesaikan
konflik.
7. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) akibat persaingan dalam rumah tangga.
8. Adanya sifat keegoisan yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
bertanggung jawab dalam hal menafkahi keluarga,
9. Kepribadian dan kondisi psikologi yang tidak stabil,
10. Pengaruh minuman keras (Cap Tikus),
11. Penyampaian kata-kata terhadap masing-masing pasangan yang tidak baik
(Menghina atau makian),
12. Pengaruh didikan kekerasan orang tua di masa kecil,
13. Frustrasi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan suami
terhadap istri dalam rumah tangga,
14. Laki-laki bertindak seenaknya pada pihak perempuan karena merasa perempuan
dibawah derajat laki-laki,
15. Penyelewengan seks,
16. Perubahan sikap, atau pun menderita sakit mental.
17. Faktor memiliki anak yang banyak sehingga sulit untuk memberi nafkah.
18. Istri memiliki pekerjaan dan suami tidak memiliki pekerjaan, kebanyakan istri akan
sesuka hati memperlakukan seorang suami, sudah tudak menghormati suami.
19. Ketergantungan seorang istri terhadap suami, dan
20. Tingkat kepuasan seks yang menurun.
21. Ketidaksabaran dalam mengambil suatu tindakan,
22. Masalah dalam pekerjaan dibawa-bawa sampai dalam keluarga sehinnga pikiran
menjadi kacau dan tidak bisa dikendalikan.
23. Kurang terbuka dalam keluarga (satu hal yang membuat tidak ada keharmonisan
dalam berumah tangga),
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

24. Pergi keluar rumah tanpa alasan yang jelas (dalam hal ini biasanya terjadi pada
suami)
25. Kurangnya tingkat kedisiplinan dalam keluarga, hal ini memicu pertengkaran antar
suami dan istri yang saling menyalahkan),
26. Berprasangka buruk atau mencurigai pasangan ( hal ini akan membuat rasa tidak
nyaman dalam rumah tangga, sehingga kurangnya rasa kepercayaan terhadap
pasangan),
27. Kurangnya perhatian dalam keluarga (suami sebagai kepala keluarga yang salah
mengatur rumah tangga, disini sebagai istri harus memberikan pendapat yang benar
dan jangan ragu untuk melakukannya).

Akibat dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berdampak negatif terhadap faktor
kejiwaan anak (faktor psikologi) anak, seperti:

2. Menjadi penyendiri, pendiam.


3. Melakukan hal-hal diluar kendali orang tua (menjadi pecandu alkohol, seks bebas,
hidup bebas tanpa adanya didikan).
4. Stress yang kronis,
5. Kesulitan disekolah dalam hal konsentrasi,
6. Rasa ketakutan yang berlebih sehingga tidak ada rasa percaya diri, dan tidak
berdaya.
7. Menjadi keras kepala, mudah marah.
8. Susah diatur,
9. Tidak disiplin,
10. Tidak menghargai orang yg lebih tua,
11. Agresif, suka mengganggu, suka menggertak, suka bertingkah jagoan,
12. Tidak terurus,
13. Tidak mau mendengar perkataan orang tua atau keras kepala.

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang sering menyaksikan dan mengalami
kekerasan dalam rumah tangga setelah menjadi dewasa akan mempunyai sikap yang a-
sosial dan cenderung dalam kehidupannya selalu melakukan tindak kekerasan atau mereka
mengalami gangguan jiwa yang bisa membahayakan banyak orang. Sehingga diperlukan
penanganan yang serius terhadap masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh
pihak Pemerintah dan seluruh komponen masyarakat untuk meminimalisir atau
menghilangkan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dengan demikian maka
pertumbuhan kejiwaan (psikologi) dapat berlangsung sesuai dengan harapan keluarga,
masyarakat dan bangsa.

b. H
c. Trauma Persalinan Sebelumnya
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Trauma melahirkan terjadi sebagai akibat dari trauma (atau yang dianggap
sebagai trauma) selama proses persalinan, sementara depresi pasca melahirkan terjadi
karena perubahan hormon dalam tubuh ibu sebagai reaksi alami dari proses melahirkan.
Namun demikian, kedua kondisi ini sering dihubungkan satu sama lain, dan tentu saja
dapat memperburuk satu sama lain. Sangat penting untuk bisa membedakan keduanya
sehingga Anda dapat mencari cara pengobatan yang paling efektif.

Istilah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), mengacu pada gangguan yang


dialami seorang individu setelah mengalami dan/atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam jiwa. Kita biasanya mengenali peristiwa seperti serangan teroris, kecelakaan
serius, atau aksi kekejaman personal sebagai peristiwa pemicu yang mampu
menyebabkan trauma tersebut, sehingga telah terbukti sulit untuk sebagian besar orang
untuk memahami bahwa proses ‘alami’ seperti melahirkan juga dapat memicu trauma
berat.

Faktanya, peristiwa traumatis dapat benar-benar menjadi pengalaman yang


melibatkan ancaman jiwa, atau kematian, atau cedera serius kepada individu atau orang
lain yang dekat dengan mereka (misal, bayi mereka), misalnya dengan caesar darurat;
intervensi medis saat melahirkan normal yang mungkin mulai dengan induksi; proses
persalinan oleh tim dokter yang tidak disukai; realitas nyeri saat melahirkan; hilangnya
kontrol diri yang dapat terjadi bagi banyak wanita, terutama mereka yang memiliki
riwayat trauma atau penyalahgunaan; bayi prematur atau bayi dengan masalah medis
yang berujung pada NICU; dan kematian bayi selama melahirkan, atau segera setelah
kelahiran. Hal-hal ini dapat terjadi, tidak peduli seberapa siap fisik dan mental calon ibu,
serta para petugas medis yang bersangkutan.

Gejala trauma melahirkan

Wanita yang menderita depresi postpartum (PPD) umumnya mengalami mood


depresif, kelelahan, insomnia, dan keraguan, sementara  PTSD memiliki gejala yang
berbeda. Dokter memiliki daftar dari elemen kunci untuk membedakan penderita PTSD
dari ibu yang mengalami kecemasan atau depresi, termasuk:
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Mengalami satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan ancaman cedera serius atau kematian
(untuk dirinya sendiri atau bayi mereka).
 Respon perasaan takut, tidak berdaya, atau horor yang mengikuti pengalaman tersebut.
 Teror kilas balik, mimpi buruk, kenangan mengganggu, dan halusinasi yang berulang dan
kembali dari waktu ke waktu. Ia biasanya akan merasa tertekan, cemas, atau mengalami serangan
panik saat teringat hal-hal yang mengingatkan mereka tentang acara tersebut.
 Sikap menghindari apapun yang mengingatkan mereka terhadap peristiwa melahirkan traumatis,
termasuk berbicara mengenai trauma tersebut hingga menghindari untuk berinteraksi dan/atau
melihat bayi mereka. Kadang, seorang ibu pengidap trauma mungkin justru akan membicarakan
pengalaman menyakitkan tersebut terus menerus sehingga menyelimuti mereka dengan obsesi.
 Pengingat konstan terhadap kenangan buruk dan kebutuhan untuk menghindar seringnya akan
berakibat pada sulit tidur dan berkonsentrasi. Penderita juga mungkin merasa marah, mudah
tersinggung, dan sangat waspada (merasa gelisah atau waspada sepanjang waktu).

Apa dampak dari trauma melahirkan?

Akan ada konsekuensi nyata bagi ibu yang mengalami trauma setelah melahirkan,
jika tidak segera mendapatkan bantuan medis yang dibutuhkan. Ibu penderita postpartum
PTSD akan lebih kecil kemungkinannya untuk ingin hamil dan melahirkan lagi; mereka
kurang mungkin untuk menerima perawatan medis tindak lanjut; mereka cenderung
untuk tidak menyusui (karena sakit, perasaan tersakiti, pasokan susu rendah, keraguan
diri, dan kurang percaya diri, dan/atau pengingat yang menyakitkan terhadap
melahirkan); mereka lebih cenderung memiliki tantangan keterikatan dengan bayi mereka
(sekali lagi, sering karena memicu pengingat peristiwa); dan mereka lebih mungkin untuk
mengalami konflik dalam pernikahan mereka/hubungan lainnya, dan mengalami
disfungsi seksual. Ibu yang menderita Postpartum PTSD juga lebih mungkin untuk juga
menderita depresi.

Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi trauma melahirkan?

Kita tahu bahwa faktor risiko seperti depresi antenatal, kurang dukungan sosial,
sejarah trauma sebelumnya, tantangan menyusui, dan tantangan fisik setelah melahirkan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dapat meningkatkan reaksi trauma. Tapi kita juga tahu bahwa langkah-langkah
pencegahan seperti strategi manajemen stres mapan, mempromosikan kesehatan
mental, seperti tidur yang cukup, gizi, dan olahraga, dan kesempatan untuk berdiskusi
mengenai pengalaman melahirkan dapat mengurangi risiko seorang ibu untuk PTSD.
Dengan kata lain, dengan usaha, beberapa gejala PTSD postpartum dapat dikurangi.

Kabar baiknya, trauma setelah melahirkan bersifat sementara dan dapat diobati.


Kuncinya adalah untuk mendapatkan bantuan profesional yang kompeten sedini
mungkin. Sangat penting untuk mengobati PTSD sebelum mulai bermanifestasi sebagai
sesuatu yang sulit untuk ditangani — seperti gangguan makan, kecanduan, perilaku
kompulsif, gangguan panik kronis, atau kecenderungan bunuh diri. Jika ragu, hubungi
penyedia layanan kesehatan untuk bantuan segera.

Dalam banyak kasus trauma setelah melahirkan, perawatan depresi lebih


diutamakan, sehingga gejala PTSD mereka tidak ditangani (ingat, kebanyakan wanita
dengan PTSD juga akan mengalami depresi). Jika seorang ibu tidak diajukan pertanyaan
yang tepat dan jika ia tidak menceritakan seluruh cerita, ia mungkin akan menjalankan
perawatan untuk waktu yang lama bantuan yang diinginkan.

Ibu penderita postpartum PTSD membutuhkan dukungan untuk meniti ulang


pengalaman melahirkan yang menyebabkan trauma tersebut; membantu memahami
mengapa ia menimbulkan reaksi seperti itu; dalam memahami faktor apa saja yang
mempengaruhinya. Wanita-wanita ini mendapatkan keuntungan yang besar dari memiliki
kesempatan untuk kembali menata ulang dan lebih memahami pengalaman kelahiran
mereka untuk apa itu-mereka. Bagi banyak wanita, terapi spesifik di sekitar trauma
diperlukan.

Selain itu, kelilingi diri Anda dengan orang-orang terdekat yang mendukung dan
mencintai Anda, yang mampu merawat dan memelihara Anda. Beri tahu orang-orang
yang perlu tahu bahwa Anda mengalami waktu yang sulit dan mintalah dukungan.
Dapatkan bantuan ekstra untuk merawat bayi, jika memungkinkan. Merawat bayi yang
secara tidak langsung bertanggung jawab atas cobaan yang telah Anda lalui bisa sulit.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Anda mungkin tidak memiliki perasaan atau memiliki perasaan yang sangat negatif
terhadap bayi Anda. Jangan salahkan diri Anda. Pahami bahwa perasaan Anda tentang
bayi Anda akan berubah dan menjadi lebih positif secara bertahap. Beri diri Anda waktu
untuk pulih. Menjadi seorang ibu adalah transformasi indah tapi bisa menjadi tantangan
sulit. Anda telah melalui satu dari masa terburuk Anda. Anda juga butuh kasih sayang
dan perhatian.

Psikoterapi reguler adalah bagian lain dari teka-teki pengobatan trauma setelah
melahirkan; biasanya termasuk pengembangan keterampilan relaksasi, membangun
strategi mengelola kecemasan dan mood depresif, dan melaksanakan sistem dukungan.
Pada akhirnya, terapis akan memfokuskan terapi pada perencanaan perilaku untuk
membantu Anda lebih nyaman dan terlibat dengan bayi Anda. Obat-obatan, umumnya,
adalah jalan keluar terakhir.

Faktor Penyebab Trauma Kelahiran

Ada berbagai hal yang dapat memicu trauma pada proses kelahiran yang akan
dilangsungkan. Beberapa diantaranya dilansir dari Pregnancy Birth Baby adalah sebagai
berikut:

o Proses persalinan yang tidak sesuai dengan harapan

o Persalinan yang sulit dan menyakitkan

o Komplikasi dalam persalinan

o Operasi sesar darurat

o Bayi atau ibu yang menderita cedera saat lahir

o Bayi yang membutuhkan perawatan medis setelah melahirkan

o Kematian bayi yang baru lahir


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

o Tidak mendapatkan dukungan atau perawatan yang dibutuhkan selama atau


setelah proses kelahiran

o Trauma pada kelahiran sebelumnya

o Cemas

Namun ada pula alasan lain yang dapat memicu trauma saat atau setelah
proses kelahiran. Beberapanya adalah kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan
seksual pada masa anak-anak, atau pemerkosaan.

Cara Mengatasi Trauma Pasca-Kelahiran

Gejala psikologis termasuk baby blues menjadi hal yang umum pasca
kelahiran. Namun, apabila ibu masih merasa tertekan selama lebih dari 2 minggu
kemungkinan besar ibu mengalami depresi atau kecemasan dan trauma setelah
melahirkan. Penelitian di Australia menyebutkan bahwa 1 dari 20 ibu dapat
menunjukkan tanda trauma setelah melahirkan pada 12 minggu setelah proses
mleahirkan. Berikut adalah cara untuk mengatasinya:

o Berbicara dengan tenaga kesehatan segera setelah melahirkan tentang pengalaman


yang dialami.

o Minta dukungan secara praktis dan emosional dari teman atau keluarga. · Alihkan
stres pada hal positif seperti berolahraga dan lain-lain.

o Minum obat dan lakukan terapi jika diperlukan.

o Konsultasi terus dengan dokter atau tenaga kesehatan yang profesional.

d. Kelainan Mental/Jiwa

1. Pengertian
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditunjukkan


pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan
disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat
dari penyimpangan sosial maupun konflik dengan masyarakat (Stuart, 2013).
Sedangkan menurut Keliat, (2011) gangguan jiwa merupakan pola perilaku,
sindrom yang secara klinis bermakna berhubungan dengan penderitaan, distress
dan menimbulkan hendaya pada lebih atau satu fungsi kehidupan manusia.

Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan


gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada
individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan,
ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan
resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).

Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku


akibat distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidak wajaran.
Hal tersebut dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun (Nasir, Abdul &
Muhith, 2011).

Menurut Videbeck dalam Nasir, (2011) mengatakan bahwa kriteria umum


gangguan adalah sebagai berikut :

a. Tidak puas hidup di dunia.

b. Ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri.

c. Koping yang tidak afektif dengan peristiwa kehidupan.

d. Tidak terjadi pertumbuhan personal.

Menurut Keliat dkk dalam Prabowo, (2014) mengatakan ada juga ciri dari
gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Mengurung diri.

b. Tidak kenal orang lain.

c. Marah tanpa sebab.

d. Bicara kacau.

e. Tidak mampu merawat diri.

2. Penyebab gangguan jiwa Penyebab

Gangguan jiwa yang terdapat pada unsur kejiwaan, akan tetapi ada penyebab
utama mungkin pada badan (Somatogenik), di Psike (Psikologenik), kultural (tekanan
kebudayaan) atau dilingkungan sosial (Sosiogenik) dan tekanan keagamaan (Spiritual).
Dari salah satu unsur tersebut ada satu penyebab menonjol, biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, akan tetapi ada beberapa penyebab pada badan, jiwa dan lingkungan
kultural-Spiritual sekaligus timbul dan kebetulan terjadi bersamaan. Lalu timbul
gangguan badan atau jiwa (Maramis, 2009). Menurut Yusuf, (2015) penyebab gangguan
jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi yaitu sebagai berikut:

a. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik.

1) Nerofisiologis.

2) Neroanatomi.

3) Nerokimia.

4) Faktor pre dan peri-natal.

5) Tingkat kematangan dan perkembangan organik.

b. Faktor psikologik (Psikogenik).


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

1) Peran ayah.

2) Interaksi ibu dan anak. Normal rasa aman dan rasa percaya abnormal
berdasarkan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan),
kekurangan.

3) Inteligensi.

4) Saudara kandung yang mengalami persaingan.

5) Hubungan pekerjaan, permainan, masyarakat dan keluarga.

6) Depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa salah mengakibatkan kehilangan.

7) Keterampilan, kreativitas dan bakat.

8) Perkembangan dan pola adaptasi sebagai reaksi terhadap bahaya.

c. Faktor sosio-budaya (Sosiogenik) :

1) Pola dalam mengasuh anak.

2) Kestabilan keluarga.

3) Perumahan kota lawan pedesaan.

4) Tingkat ekonomi.

5) Pengaruh keagamaan dan pengaruh sosial.

6) Masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas kesehatan dan prasangka,


kesejahteraan yang tidak memadai dan pendidikan.

7) Nilai-nilai.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa penyebab lain dari penyebab gangguan jiwa
diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Genetika.

Individu atau angota keluarga yang memiliki atau yang mengalami gangguan jiwa
akan kecenderungan memiliki keluarga yang mengalami gangguan jiwa, akan cenderung
lebih tinggi dengan orang yang tidak memiliki faktor genetik (Yosep, 2013).

2) Sebab biologik.

a) Keturunan, Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan jiwa, tetapi tersebut
sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.

b) Temperamen, Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai masalah pada
ketegangan dan kejiwaan yang memiliki kecenderungan akan mengalami gangguan jiwa.

c) Jasmaniah, Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa berhubungan dengan
gangguan jiwa, seperti bertubuh gemuk cenderung menderita psikosa manik defresif,
sedangkan yang kurus cenderung menjadi skizofrenia.

d) Penyakit atau cedera pada tubuh, Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa
menyebabkan murung dan sedih. Serta, cedera atau cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri (Yosep, 2013).

3) Sebab psikologik.

Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang dialami akan mewarnai sikap,
kebiasaan dan sifatnya di kemudian hari (Yosep, 2013).

4) Stress.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus menerus akan mendukung


timbulnya gejala manifestasi kemiskinan, pegangguran perasaan kehilangan, kebodohan
dan isolasi sosial (Yosep, 2013).

5) Sebab sosio kultural.

a) Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak
hangat. Anak setelah dewasa akan sangat bersifat agresif, pendiam dan tidak akan suka
bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.

b) Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan sistem nilai moral antara masa
lalu dan sekarang akan sering menimbulkan masalah kejiwaan.

c) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, dalam masyarakat kebutuhan
akan semakin meningkat dan persaingan semakin meningkat. Memacu orang bekerja
lebih keras agar memilikinya, jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga
pegangguran meningkat (Yosep, 2013).

6) Perkembangan psikologik yang salah.

Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang lebih lanjut. Tempat yang
lemah dan disorsi ialah bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak
sesuai, gagal dalam mencapai integrasi kepribadian yang normal (Yosep, 2013).

3. Tanda dan gejala gangguan jiwa.

Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Ketegangan (Tension) merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah,
rasa lemah, histeris, perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak
mampu mencapai tujuan pikiranpikiran buruk (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).

b. Gangguan kognisi. Merupakan proses mental dimana seorang menyadari,


mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam maupun
lingkungan luarnya (Fungsi mengenal) (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).

Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Gangguan persepsi. Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang


dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi macam-macam
rangsangan yang masuk. Yang termasuk pada persepsi adalah

a) Halusinasi Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan kenyataan


tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi terbagi dalam halusinasi
penglihatan, halusinasi pendengaran, halusinasi raba, halusinasi penciuman,
halusinasi sinestetik, halusinasi kinetic.

b) Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah dengan suatu
benda.

c) Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai
kenyataan.

d) Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri sendiri, kepribadiannya


terasa sudah tidak seperti biasanya dan tidak sesuai kenyataan (Kusumawati,
Farida & Hartono, 2010).

2) Gangguan sensasi. Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa
raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan kesehatan
(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).

c. Gangguan kepribadian.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan perasaan


yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus menerus
dalam hidupnya. Gangguan kepribadian misalnya gangguan kepribadian paranoid,
disosial, emosional tak stabil. Gangguan kepribadian masuk dalam klasifikasi
diagnosa gangguan jiwa (Maramis, 2009).

d. Gangguan pola hidup Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat
dalam keluarga, rekreasi, pekerjaan dan masyarakat. Gangguan jiwa tersebut bisa
masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa kode V, dalam hubungan sosial lain
misalnya merasa dirinya dirugikan atau dialang-alangi secara terus menerus.
Misalnya dalam pekerjaan harapan yang tidak realistik dalam pekerjaan untuk
rencana masa depan, pasien tidak mempunyai rencana apapun (Maramis, 2009).

e. Gangguan perhatian. Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai


suatu proses kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari luar (Direja, 2011).

f. Gangguan kemauan. Kemauan merupakan dimana proses keinginan


dipertimbangkan lalu diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk
gangguan kemauan sebagai berikut :

1) Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat ketidak
sangupan membuat keputusan memulai satu tingkah laku.

2) Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam memutuskan dalam


mengubah tingkah laku.

3) Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti dan jarang terjadi
melaksanakan sugesti yang bertentangan.

4) Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar melakukan suatu


tindakan yang tidak rasional (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).

g. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila tidak
diikuti perilaku maka tidak menetap mewarnai persepsi seorang terhadap
disekelilingnya atau dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi normal (adekuat)
berupa perasaan positif (gembira, bangga, cinta, kagum dan senang). Perasaan
emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut, depresi, kecewa,
kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan kesenangan (Maramis, 2009).

h. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).

Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan


seseorang. Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan
membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal ialah
mengandung ide, simbol dan tujuan asosiasi terarah atau koheren (Kusumawati,
Farida & Hartono, 2010).

Menurut Prabowo, (2014) gangguan dalam bentuk atau proses berfikir adalah sebagai berikut :

1) Gangguan mental merupakan perilaku secara klinis yang disertai dengan ketidak
mampuan dan terbatasnya pada hubungan seseorang dan masyarakat.

2) Psikosis ialah ketidak mampuan membedakan kenyataan dari fantasi, gangguan dalam
kemampuan menilai kenyataan.

3) Gangguan pikiran formal merupakan gangguan dalam bentuk masalah isi pikiran formal
merupakan gangguan dalam bentuk masalah isi pikiran, pikiran dan proses berpikir
mengalami gangguan.

i. Gangguan psikomotor

Gangguan merupakan gerakan badan dipengaruhi oleh keadaan jiwa


sehinggga afek bersamaan yang megenai badan dan jiwa, juga meliputi perilaku
motorik yang meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu perilaku. Gangguan
psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas yang meningkat, kemudian
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam aktivitas. Gerakan salah satu badan
berupa gerakan salah satu badan berulang-ulang atau tidak bertujuan dan melawan
atau menentang terhadap apa yang disuruh (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).

j. Gangguan ingatan.

Ingatan merupakan kesangupan dalam menyimpan, mencatat atau


memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ini terdiri dari pencatatan,
pemangilan data dan penyimpanan data (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).

k. Gangguan asosiasi.

Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan, kesan atau gambaran


ingatan cenderung menimbulkan kesan atau ingatan respon atau konsep lain yang
memang sebelumnya berkaitan dengannya. Kejadian yang terjadi, keadaan
lingkungan pada saat itu, pelangaran atau pengalaman sebelumnya dan kebutuhan
riwayat emosionalnya (Yosep, 2007).

l. Gangguan pertimbangan.

Gangguan pertimbangan merupakan proses mental dalam membandingkan


dan menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja memberikan nilai dalam
memutuskan aktivitas (Yosep, 2007).

4. Klasifikasi gangguan jiwa.

Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal.


Keabnormalan tersebut dapat dibedakan menjadi :

a. Neurosis atau gangguan jiwa. Neurosis atau gangguan jiwa merupakan gangguan
jiwa ditandai dengan kecemasan, biasanya gejala tidak tenang dan menekan
lainnya. Sementara pemeriksaan realitasnya tetap utuh (O’Brien, 2013). Orang
yang terkena neurosis masih merasakan kesukaran, mengetahui serta
kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam kenyataan pada
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

umumnya (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014). Neurosis memiliki karakteristik


sebagai berikut :

1) uji realitas lengkap.

2) Gejala kelompok yang menganggu dan dikenal sebagai sesuatu yang asing
dan tidak dapat diterima oleh individu.

3) Gangguan cukup lama atau kambuh kembali jika tanpa pengobatan, bukan
merupakan reaksi terhadap stressor, perilaku tidak menganggu normal
sosial dan tidak terlihat adanya penyebab dan faktor organik (Stuart,
2013).

b. Psikosis atau sakit jiwa.

Psikosis atau sakit jiwa merupakan gangguan jiwa yang dapat


memnyebabkan individu mengalami gangguan nyata pada disintegrasi
kepribadian berat, pemeriksaan realitas dan hambatan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari (O’Brien, 2013). Orang yang terkena psikosis tidak memahami
kejadiannya dan perasaan, segi tanggapan, dorongan, motivasi terganggu,
kesukaran-kesukarannya dan tidak ada integritas mereka hidup jauh dari alam
kenyataan (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014). Psikosis memiliki karakteristik
sebagai berikut :

1) Disentegrasi kepribadian.

2) Penurunan bermakna pada tingkat kesadaran.

3) Perilaku agresif.

4) Kesulitan yang besar dalam berfungsi secara adekuat, kerusakan yang nyata atau
berat pada realitas (Stuart, 2013).

5. Jenis gangguan jiwa


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Berikut ini ialah jenis gangguan jiwa yang sering ditemukan di masyarakat
menurut Nasir, (2011) adalah sebagai berikut:

a. Skizofrenia adalah kelainan jiwa ini menunjukkan gangguan dalam fungsi


kognitif atau pikiran berupa disorganisasi, jadi gangguannya adalah mengenai
pembentukan isi serta arus pikiran.

b. Depresi ialah salah satu gangguan jiwa pada alam perasaan afektif dan mood
ditandai dengan kemurungan, tidak bergairah, kelesuan, putus asa, perasaan tidak
berguna dan sebagainya. Depresi adalah salah satu gangguan jiwa yang
ditentukan banyak pada masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini
erat kaitannya dengan ketidak mampuan, kemiskinan atau ketidaktahuan
masyarakat.

c. Cemas ialah gejala kecemasan baik kronis maupun akut merupakan komponen
utama pada semua gangguan psikiatri. Komponen kecemasan dapat berupa bentuk
gangguan fobia, panik, obsesi komplusi dan sebagainya.

d. Penyalahgunaan narkoba dan HIV/ AIDS. Di Indonesia penyalah gunaan


narkotika sekarang sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan
Negara dan bangsa. Gambaran besarnya masalah pada narkoba diketahui bahwa
kasus penggunaan narkoba di Indonesia pertahunnya meningkat rata-rata 28,95.
Meningkatnya dalam penggunaan narkotika ini juga berbanding lurus dengan
peningkatan sarana dan dana. Para ahli epidemiologi kasus HIV atau AIDS di
Indonesia sebanyak 80ribu sampai 120ribu orang dari jumlah tersebut yang
terinfeksi melalui jarum suntik adalah 80%.

e. Bunuh diri, dalam keadaan normal angka bunuh diri berkisaran antara 8-50
per100ribu orang. Dengan kesulitan ekonomi angka ini meningkat 2 sampai 3
lebih tinggi. Angka bunuh diri pada masyarakat akan meningkat, berkaitan
penduduk bertambah cepat, kesulitan ekonomi dan pelayanan kesehatan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Seharusnya bunuh diri sudah harus menjadi masalah kesehatan pada masyarakat
yang besar (Nasir, Abdul & Muhith, 2011).
f. Riwayat kehilangan dan kematian (Grief and bereavement)
1. Kehilangan (loss)
1.1. Definisi kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda (Yosep, 2011).
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang atau
objek) yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang. Seseorang
dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan,
barang milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun
keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap
sebagai sebuah pengalaman traumatik.
Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional
ataupun krisis perkembangan (Mubarak & Chayatin, 2007) Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian ataupun seluruhnya.

1.2. Tipe Kehilangan

Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat dikelompokkan


dalam 5 kategori: kehilangan objek eksternal, kehilangan lingkungan yang telah
dikenal, kehilangan orang terdekat, kehilangan aspek diri, dan kehilangan hidup.

1.2.1. Kehilangan objek eksternal


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang,
berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut
mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa mungkin berupa perhiasan atau suatu
aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang tehadap benda yang hilang
tergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan
kegunaan dari benda tersebut.

1.2.2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal
mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan
secara permanen. Contohnya, termasuk pindah ke kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau
perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah di kenal
dan dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah
perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau
mengalami cedera atau penyakit. Perawatan dalam suatu institusi mengakibatkan isolasi dari
kejadian rutin. Peraturan rumah sakit menimbulkan suatu lingkungan yang sering bersifat
impersonal dan demoralisasi. Kesepian akibat lingkungan yang tidak dikenal dapat mengancam
harga diri dan membuat berduka menjadi lebih sulit.

1.2.3. Kehilangan orang terdekat

Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,
pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet yang telah terkenal mungkin menjadi
orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa banyak hewan peliharaan
sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah, melarikan diri,
promosi di tempat kerja, dan kematian.

1.2.4. Kehilangan aspek diri

Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau
payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus,
mobilitas, kekuatan, atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek atau cinta. Kehilangan aspek diri
ini dapat terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan
seperti ini, dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh
dan konsep diri.

1.2.5. Kehilangan hidup

Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir, dan


merespon terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian. Perhatian utama
sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan kehilangan kontrol. Meskipun
sebagian besar orang takut tentang kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah yang sama
tidak akan pentingnya bagi setiap orang.

Setiap orang berespon secara berbeda-beda terhadap kematian. orang yang telah hidup
sendiri dan menderita penyakit kronis lama dapat mengalami kematian sebagai suatu perbedaan.
Sebagian menganggap kematian sebagai jalan masuk ke dalam kehidupan setelah kematian yang
akan mempersatukannya dengan orang yang kita cintai di surga. Sedangkan orang lain takut
perpisahan, dilalaikan, kesepian, atau cedera. Ketakutan terhadap kematian sering menjadikan
individu lebih bergantung.

Maslow (1954 dalam Videback, 2008) tindakan manusia dimotivasi oleh hierarki
kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis, (makanan, udara, air, dan tidur),
kemudian kebutuhan keselamatan (tempat yang aman untuk tinggal dan bekerja), kemudian
kebutuhan keamanan dan memiliki.

Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu dimotivasi oleh kebutuhan harga diri
yang menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Kebutuhan yang terakhir ialah aktualisasi diri,
suatu upaya untuk mencapai potensi diri secara keseluruhan. Apabila kebutuhan manusia
tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan, individu mengalami suatu
kehilangan.

Beberapa contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan spesifik manusia yang
diindentifikasi dalam hierarki Maslow antara lain:
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

1. Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan fungsi


pankreas yang adekuat, kehilangan suatu ekstremitas, dan gejala atau kondisi
somatik lain yang menandakan kehilangan fisiologis.
2. Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman, seperti kekerasan dalam
rumah tangga dan kekerasan publik, dapat menjadi titik awal proses duka cita yang
panjang misalnya, sindrom stres pasca trauma. Terungkapnya rahasia dalam
hubungan profesional dapat dianggap sebagai suatu kehilangan keselamatan
psikologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan pemberi
perawatan.
3. Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi ketika hubungan
berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan kematian. Ketika makna
suatu hubungan berubah, peran dalam keluarga atau kelompok dapat hilang.
Kehilangan seseorang yang dicintai mempengaruhi kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai.
4. Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai
kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam pekerjaan
dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau dialami
sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri sendiri berubah. Kehilangan
fungsi peran sehingga kehilangan persepsi dan harga diri karena keterkaitannya
dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang
dicintai.
5. Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi individu dapat terancam atau
hilang seketika krisis internal atau eksternal menghambat upaya pencapaian tujuan
dan potensi tersebut. Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan periode duka
cita yang pasti ketika individu berhenti berpikir kreatif untuk memperoleh arah dan
gagasan baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup
gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan, kehilangan harapan untuk menikah dan
berkeluarga, atau seseorang kehilangan penglihatan atau pendengaran ketika
mengejar tujuan menjadi artis atau komposer.

1.3. Faktor presdisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik, kesehatan


fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati, 2005).

1.3.1. Genetik

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat
depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.

1.3.2. Kesehatan fisik

Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang
mengalami gangguan fisik. 1.3.3. Kesehatan jiwa/mental Individu yang mengalami
gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat depresi, yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya, pesimistik, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
terhadap situasi kehilangan.

1.3.4. Pengalaman kehilangan di masa lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa dewasa.

1.4. Dampak kehilangan

Uliyah dan Hidayat (2011) mengatakan bahwa kehilangan pada seseorang dapat memiliki
berbagai dampak, diantaranya pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan
untuk berkembang, kadangkadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan atau
dibiarkan kesepian. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat terjadi disintegrasi
dalam keluarga, dan pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup
dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan.

2. Berduka (grief)

2.1. Definisi berduka


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional yang
normal (Suliswati, 2005). Definisi lain menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita
adalah proses kompleks yang normal yang mencakup respon dan perilaku emosi, fisik, spiritual,
sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan komunitas menghadapi kehilangan aktual,
kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan ke dalam kehidupan pasien sehari-hari
(NANDA, 2011).

Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan suatu reaksi
psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku
emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan respon
yang normal yang dihadapi setiap orang dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.

2.2. Faktor penyebab berduka

Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat menimbulkan respon
berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang paling sering ditemui adalah sebagai
berikut:

2.2.1. Patofisiologis

Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat sekunder akibat
kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori, muskuloskeletal, digestif, pernapasan,
ginjal dan trauma.

2.2.2. Terkait pengobatan

Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka waktu yang lama dan
prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi, histerektomi).

2.2.3. Situasional (Personal, Lingkungan)

Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder akibat nyeri kronis,
penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan kehilangan gaya hidup akibat melahirkan,
perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan rumah, dan perceraian; dan berhubungan dengan
kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

2.2.4. Maturasional

Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti temanteman, pekerjaan, fungsi, dan
rumah dan berhubungan dengan kehilangan harapan dan impian. Rasa berduka yang muncul
pada setiap individu dipengaruhi oleh bagaimana cara individu merespon terhadap terjadinya
peristiwa kehilangan. Miller (1999 dalam Carpenito, 2006) menyatakan bahwa dalam
menghadapi kehilangan individu dipengaruhi oleh dukungan sosial (Support System), keyakinan
religius yang kuat, kesehatan mental yang baik, dan banyaknya sumber yang tersedia terkait
disfungsi fisik atau psikososial yang dialami. 2.3. Tanda dan gejala berduka Terdapat beberapa
sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala yang sering terlihat pada individu yang
sedang berduka. Buglass (2010) menyatakan bahwa tanda dan gejala berduka melibatkan empat
jenis reaksi, meliputi:

a. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan,


menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan.
b. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya,
mulut kering, kelemahan.
c. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa, tidak sabar,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan.
d. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penarikan
sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.

Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Berduka Berdasarkan Respon yang Muncul

Respon Berduka Tanda dan Gejala


Respon Kognitif - Gangguan asumsi dan keyakinan;
- Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna
kehilangan;
- Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang
meninggal atau sesuatu yang hilang;
- Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang
yang meninggal adalah pembimbing.
Respon Emosional - Marah, sedih, cemas;
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Kebencian;
- Merasa bersalah dan kesepian;
- Perasaan mati rasa;
- Emosi tidak stabil;
- Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang;
- Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusasaan.
Respon Spiritual - Kecewa dan marah pada Tuhan;
- Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
atau kehilangan;
- Tidak memiliki harapan, kehilangan makna.
Respon Perilaku - Menangis terisak atau tidak terkontrol;
- Gelisah;
- Iritabilitas atau perilaku bermusuhan;
- Mencari atau menghindar tempat dan aktivitas yang
dilakukan bersama orang yang telah meninggal;
- Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol;
- Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri atau
pembunuhan.
Respon Fisiologis - Sakit kepala, insomnia;
- Gangguan nafsu makan;
- Tidak bertenaga;
- Gangguan pencernaan;
- Perubahan sistem imun dan endokrin.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

2.4. Akibat berduka

Setiap orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara yang sangat berbeda. Tanpa
melihat tingkat keparahannya, tidak ada respon yang bisa dikatakan maladaptif pada saat
menghadapi peristiwa kehilangan akut. Apabila proses berduka yang dialami individu bersifat
maladaptif, maka akan menimbulkan respon detrimental (cenderung merusak) yang
berkelanjutan dan berlangsung lama (Carpenito, 2006).

Proses berduka yang maladaptif tersebut akan menyebabkan berbagai masalah sebagai
akibat munculnya emosi negatif dalam diri individu. Dampak yang muncul diantaranya perasaan
ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi sosial.

2.5. Respon berduka

Terdapat beberapa teori mengenai respon berduka terhadap kehilangan. Teori yang
dikemukan Kubler-Ross (1969 dalam Hidayat, 2009) mengenai tahapan berduka akibat
kehilangan berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Fase penyangkalan (Denial)

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau
mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Sebagai contoh, orang
atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari
informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung beberapa menit
hingga beberapa tahun.

2. Fase marah (Anger)

Pada fase ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan
juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respon fisik
yang sering terjadi, antara lain muka merah, deyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
menggepal, dan seterusnya.

3. Fase tawar menawar (Bargaining)

Pada fase ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah
kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-
menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.

4. Fase depresi (Depression)

Pada fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan keputusasaan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara
lain, menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan libido, dan lain-lain

5. Fase penerimaan (Acceptance)

Pada fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang
selalu berpusat pada objek yang hilang mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang kedepan.
Gambaran tentang objek yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap
tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses
berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk
masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

Bowlby (1980 dalam Videbeck, 2008) mendeskripsikan proses berduka akibat


suatu kehilangan yang terdiri dari 4 fase yaitu, fase pertama mati rasa dan penyangkalan
terhadap kehilangan, fase kedua kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dicintai dan memprotes kehilangan yang tetap ada, fase ketiga kekacauan kognitif dan
keputusasaan emosional, mendapatkan dirinya sulit melakukan fungsi dalam kehidupan
sehari-hari dan fase keempat reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat
mengembalikan hidupnya.

John Harvey (1998 dalam Videbeck, 2008) mendeskripsikan fase berduka yaitu,
fase pertama syok, menangis dengan keras, dan menyangkal, fase kedua intrusi pikiran,
distraksi, dan meninjau kembali kehilangan secara obsesif dan fase ketiga menceritakan
kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif menyusun kembali
peristiwa kehilangan.

Rodebaugh (1999 dalam Videbeck, 2008) memandang proses berduka sebagai


suatu proses melalui empat tahap yaitu pertama terguncang (Reeling) klien mengalami
syok, tidak percaya, atau menyangkal, kedua merasa (feeling) klien mengekspresikan
penderitaan yang berat, rasa bersalah, kesedihan yang mendalam, kemarahan, kurang
konsentrasi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kelelahan, ketidaknyamanan fisik
yang umum, ketiga menghadapi (dealing) klien mulai beradaptasi terhadap kehilangan
dengan melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi dukacita, membaca, dan
bimbingan spiritual, keempat pemulihan (healing), klien mengintegrasikan kehilangan
sebagai bagian kehidupan dan penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti
bahwa kehilangan tersebut dilupakan atau diterima.

e. Kehamilan tidak diiinginkan (unwanted pregnancy, gagal KB)

2.1.1 Pengertian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)

Menurut kamus istilah program keluarga berencana, kehamilan tidak


diinginkan adalah kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan yang
sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak menginginkan hamil (BKKBN,
2007). Sedangkan menurut PKBI, kehamilan tidak diinginkan merupakan suatu
kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran akibat dari
kehamilan. Kehamilan juga merupakan akibat dari suatu perilaku seksual yang bisa
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

disengaja maupun tidak disengaja. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa tidak
sedikit orang yang tidak bertanggung jawab atas kondisi ini. Kehamilan yang tidak
diinginkan ini dapat dialami, baik oleh pasangan yang sudah menikah maupun
belum menikah (PKBI, 1998).

Istilah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan kehamilan yang tidak


tidak menginginkan anak sama sekali atau kehamilan yang diinginkan tetapi tidak
pada saat itu/mistimed pregnancy (kehamilan terjadi lebih cepat dari yang telah
direncanakan), sedangkan kehamilan yang diinginkan adalah kehamilan yang terjadi
pada waktu yang tepat. Sementara itu, konsep kehamilan yang diinginkan
merupakan kehamilan yang terjadinya direncanakan saat si ibu menggunakan
metode kontrasepsi atau tidak ingin hamil namun tidak menggunakan kontrasepsi
apapun. Kehamilan yang berakhir dengan aborsi dapat diasumsikan sebagai
kehamilan yang tidak diinginkan. Semua definisi ini menunjukkan bahwa
kehamilan merupakan keputusan yang disadari (Santelli, 2003: 4).

Definisi kehamilan tidak diinginkan menurut Jain (1999) adalah gabungan


dari kehamilan yang tidak diinginkan sama sekali (unwanted pregnancy) dan
kehamilan yang diinginkan tetapi tidak pada saat iu (mistimed preganancy).
Kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan meningkatnya risiko morbiditas
wanita dan dengan perilaku kesehatan selama kehamilan yang berhubungan dengan
efek yang buruk. Sebagai contoh, wanita yang mengalami kehamilan tidak
diinginkan mungkin menunda ke pelayanan prenatal yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kesehatan bayinya.

2.1.2 Alasan Kehamilan Tidak Diinginkan

Terdapat banyak alasan bagi seorang perempuan tidak menginginkan kehadiran


seorang anak pada saat tertentu dalam hidupnya. Menurut Kartono Muhamad, ada
beberapa alasan yang membuat kehamilan itu tidak diinginkan, yaitu (Mohamad, 1998:
122 – 126):
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan

b. Kehamilan datang pada saat yang belum diharapkan

c. Bayi dalam kandungan ternyata menderita cacat majemuk yang berat

d. Kehamilan yang terjadi akibat hubungan seksual diluar

Kehamilam yang tidak diinginkan pada informan dewasa yang sudah menikah, yaitu (Habsjah,
2005: 19):

a. Anak sudah banyak, suami jarang kerja, dan sering mabuk.

b. Informan masih dalam kontrak kerja.

c. Ketika informan dalam masa subur, suami selalu tidak mau tahu dan tidak pernah mau
pakai kondom.

d. Umur informan sudah tua dan anak sudah cukup

e. Tidak boleh hamil anak keempat karena sudah tiga kali operasi Caesar

f. Suami tidak bersedia menerima kehamilan lagi walaupun anak baru satu

g. Jarak antara anak terlalu dekat h. Suami baru PHK, dan sering sakit sedangkan gaji isteri
kecil i. Tidak sanggup menanggung anak tambahan

Sedangkan menurut PKBI (1998), banyak alasan yang dikemukakan mengapa


kehamilan tidak diinginkan adalah sebagai berikut:

a. Penundaan dan peningkatan jarak usia perkawinan, dan semakin dininya usia menstruasi
pertama (menarche). Usia menstruasi yang semakin dini dan usia kawin yang semakin
tinggi menyebabkan “masa-masa rawan” semakin panjang. Hal ini terbukti dengan
banyaknya kasus hamil diluar nikah.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

b. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat


mengakibatkan kehamilan.

c. Tidak menggunakan alat kontrasepsi, terutama untuk perempuan yang sudah menikah.

d. Kegagalan alat kontrasepsi.

e. Kehamilan yang diakibatkan oleh pemerkosaan.

f. Kondisi kesehatan ibu yang tidak mengizinkan kehamilan.

g. Persoalan ekonomi (biaya untuk melahirkan dan membesarkan anak).

h. Alasan karir atau masih sekolah (karena kehamilan dan konsekuensi lainnya yang
dianggap dapat menghambat karir atau kegiatan belajar).

i. Kehamilan karena incest (hubungan seksual antara yang masih sedarah)

j. Kondisi janin yang dianggap cacat berat atau berjenis kelamin yang tidak diharapkan.

2.1.3 Penyebab Kehamilan Tidak Diinginkan

Salah satu penyebab kehamilan tidak diinginkan menurut PKBI (1998) adalah kegagalan
kontrasepsi, hasil penelitian menemukan bahwa sedikitnya 8 juta kasus per tahunnya terjadi
kegagalan metode kontrasepsi yang digunakan. Sedangkan menurut WHO (1998), penyebab
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan adalah karena pasangan yang tidak menggunakan
kontrasepsi atau metode kontrasepsi yang digunakan gagal.

Meskipun metode KB sudah tersedia, namun masih ada para ibu yang tetap tidak
menggunakan metode kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, hal ini
dikarenakan kurangnya akses informasi dan pelayanan KB, incest atau perkosaan,
kepercayaan suatu agama, tidak cukupnya pengetahuan tentang risiko kehamilan akibat
hubungan seks yang tidak aman, alasan ekonomi, dilarang oleh anggota keluarga, takut akan
efek samping yang dirasakan terhadap kesehatan, dan terbatasnya kemampuan perempuan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

untuk mengambil keputusan dengan melihat dari hubungan seksual dan kontrasepsi yang
digunakan. Begitu pula dengan metode kontrasepsi, meskipun terdapat metode yang paling
efektif, kemungkinan gagal selalu ada karena berbagai alasan yang berhubungan dengan
teknologi dan cara menggunakannya (WHO, 1998).

2.1.4 Akibat yang Ditimbulkan oleh Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Berbagai akibat yang mungkin dapat ditimbulkan oleh kehamilan yang tidak diinginkan,
antara lain (PKBI, 1998):

a. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat mengakibatkan lahirnya seorang anak yang tidak
diinginkan (unwanted child), dimana anak ini akan mendapat cap buruk sepanjang
hidupnya. Masa depan “anak yang tidak diinginkan” ini sering mengalami keadaan yang
menyedihkan karena anak ini tidak mendapat kasih sayang dan pengasuhan yang
semestinya dari orang tuanya, selain itu perkembangan psikologisnya juga akan
terganggu. Besar kemungkinannya bahwa anak yang tumbuh tanpa kasih sayang dan
asuhan ini akan menjadi manusia yang tidak mengenal kasih sayang terhadap sesamanya.

b. Terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan juga dapat memicu terjadinya pengguguran
kandungan (aborsi) karena sebagian besar perempuan yang mengalami kehamilan yang
tidak diinginkan mengambil keputusan atau jalan keluar dengan melakukan aborsi,
terlebih lagi aborsi yang tidak aman.

2.2 Status Pemakaian KB/Kontrasepsi

2.2.1 Keluarga Berencana

Salah satu dari empat pilar dalam upaya Safe Motherhood adalah Keluarga Berencana
(KB). Program KB memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui upaya
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, serta menjarangkan kehamilan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Pelayanan keluarga berencana harus menyediakan informasi dan konseling yang lengkap dan
juga pilihan metode kontrasepsi yang memadai, termasuk kontrasepsi darurat, dan pelayanan
ini harus merupakan bagian dari program komprehensif pelayanan kesehatan reproduksi
(WHO, 1999: 1).

2.2.2 Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata: kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan
kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah cara yang digunakan untuk menunda,
menjarangkan, atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur
yang matang dengan sperma (BKKBN, 2007). Cara kerja kontrasepsi pada umumnya
mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma, dan menghalangi pertemuan
sel telur dengan sperma. Pembagian cara-cara kontrasepsi pada umumnya adalah sebagai
berikut (Depkes RI) :

a. Cara kontrasepsi sederhana, yaitu suatu cara yang dapat dikerjakan sendiri oleh peserta
keluarga berencana tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu. Cara kontrasepsi sederhana
tanpa alat/obat diantaranya senggama terputus dan pantang berkala, sedangka yang
menggunakan alat/obat, seperti: kondom, diafragma atau cap, cream, jelly, dan cairan
berbusa, tablet berbusa (vaginal tablet).

b. Cara kontrasepsi dengan metode efektif, yaitu penggunaan obat, suntikan, alat yang
mengakibatkan pencegahan yang efektif terhadap kemungkinan timbulnya kehamilan.
Untuk menggunakan cara-cara tersebut perlu pemeriksaan medis terlebih dahulu. Cara
kontrasepsi dengan metode efektif diantaranya: pil, suntikan, implant, IUD.

c. Cara kontrasepsi mantap, yaitu cara kontrasepsi melalui suatu tindakan operasi kecil
dengan cara mengikat atau memotong saluran telur pada isteri atau mengikat dan
memotong saluran sperma pada suami sehingga mengakibatkan pasangan yang
bersangkutan tidak akan mendapatkan keturunan. Cara kontrasepsi mantap pada isteri
disebut tubektomi sedangkan pada suami vasektomi. Cara kontrasepsi ini belum termasuk
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dalam Program Keluarga Berencana Nasional, karena pada saat ini masih merupakan
kebijaksanaan pelayanan kesehatan.

Di Indonesia, pemakaian kontrasepsi jangka panjang, seperti kontrasepsi mantap masih


menunjukkan persentase yang rendah karena masih ditemui berbagai permasalahan seperti
permintaan masyarakat akan pelayanan kontrasepsi mantap yang masih rendah. Hal ini
disebabkan masih belum diterimanya kontrasepsi mantap dikalangan tokoh agama karena
metode ini dianggap sebagai metode permanen, selain itu masih adanya anggapan dikalangan
pengambil keputusan bahwa kontrasepsi mantap belum masuk program KB sehingga
sosialisasi kontrasepsi mantap sangat terbatas (Komite, 2007: 23).

2.2.3 Kegagalan Kontrasepsi dengan Kehamilan Tidak Diinginkan

2.2.3.1 Tidak Menggunakan Kontrasepsi

Di seluruh dunia, antara 120 – 150 juta perempuan yang menikah ingin membatasi atau
menjarangkan kehamilan tidak menggunakan kontrasepsi. Meskipun metode KB tersedia,
masih banyak para perempuan yang belum menggunakannya. Hal ini dikarenakan kendala
keuangan, kepercayaan/agama tertentu, dilarang oleh anggota keluarga atau perhatian tentang
efek buruk yang dirasakan mengganggu kesehatan atau fertilitas (WHO, 2000: 6).

BKKBN (1998) menyatakan bahwa dari beberapa penelitian dan indepth interview dapat
disimpulkan penyebab utama yang berkembang mengapa sebagian besar wanita yang
umumnya berkeinginan menghindari kehamilan namun mereka tidak menggunakan
kontrasepsi. Hal itu ditandai dengan alasanasalan sebagai berikut:

1. Kesenjangan terhadap akses dan kualitas Keluarga Berencana berupa penyediaan


kontrasepsi dan fasilitas pelayanan yang memadai.

2. Alasan kesehatan, alasan akan kecemasan karena takut efek samping yang
diakibatkan karena pengaruh kontrasepsi.

3. Kesenjangan informasi / KIE (komunikasi, Informasi, dan Edukasi)


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

4. Oposisi dari suami, keluarga, dan masyarakat.

5. Kurang peduli (less aware) terhadap risiko kehamilan. 2.2.3.2 Kegagalan


Kontrasepsi Tidak ada metode kontrasepsi yang sampai saat ini terbukti 100%
efektif.

Diperkirakan 8 – 30 juta kehamilan setiap tahunnya merupakan hasil dari


kegagalan kontrasepsi yang tidak konsisten atau tidak benar dalam penggunaan metode
kontrasepsi atau justru karena kegagalan metode itu sendiri (WHO). Bagi yang sudah
termotivasi untuk tidak memiliki anak lagi dan sudah menggunakan kontrasepsi tetapi
masih juga mengalami kegagalan, biasanya akan mencari jalan keluar dengan cara aborsi.

Berikut ini merupakan beberapa alasan mengenai kegagalan kontrasepsi yang sering terjadi :

1. Tidak mengikuti petunjuk penggunaan kontrasepsi secara benar. Jika menggunakan


pil, konsumsi di waktu yang sama setiap hari dan pastikan mengikuti petunjuk yang
ada. Jika menggunakan kondom, pastikan menggunakan secara tepat dan kondom
yang digunakan dalam kondisi yang baik sebelum digunakan. Jika menggunakan
diafragma atau cervical cap, pastikan langsung ditangani oleh dokter atau petugas
yang professional. Sedangkan, wanita yang menggunakan IUD, sebaiknya mengikuti
petunjuk dokter untuk selalu memeriksakan setiap bulan.

2. Penggunaan kontrasepsi yang tidak konsisten. Kontrasepsi harus digunakan secara


teratur dan sesuai dengan petunjuk untu mencapai keefektivitasan yang maksimum.
Jika menggunakan kontrasepsi oral dan lupa meminum pil meskipun hanya satu kali,
risiko mengalami kehamilan akan meningkat. Metode penghalang kontrasepsi seperti
kondom, cervical cap, dan diafragma harus digunakan secara teratur agar efektif.
Wanita yang memakai KB alami harus menggunakannya secara tepat dan konsisten
untuk mencegah kehamilan yang efektif. Satu tindakan yang tidak terlindungi dalam
berhubungan seks dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan.

3. Kondom bocor saat berhubungan seks Diperkirakan 2 – 5% kondom yang bocor atau
robek saat digunakan. Hal ini lebih sering dikarenakan penyalahgunaan; tidak
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

menggunakan pelicin yang cukup dapat menyebabkan kerusakan kondom; selain itu
kerobekan kecil juga dapat terjadi karena perhiasan, kuku pada jari tangan, dan
lainlain. Kondom yang dipakai sudah kadaluwarsa, salah penyimpanan, kerusakan
selama atau setelah pembuatan secara besar-besaran oleh pabrik, atau penyebab lain
yang dapat menimbulkan kegagalan kondom. Spermisida vagina sebaiknya
digunakan bersama dengan kondom untuk membantu menurunkan kemungkinan
kehamilan karena kejadian kegagalan kondom.

4. Menggunakan antibiotik atau obat-obatan lain atau jamu bersamaan dengan pil
kontrasepsi. Antibiotik yang ditemukan memiliki sifat yang berkebalikan dengan
keefektivitasan pil kombinasi kontrasepsi dengan cara kerja menurunkan konsentrasi
steroid hormon plasma. Wanita yang menggunakan pil kombinasi kontrasepsi
sebaiknya menggunakan metode alternatif kontrasepsi selama beberapa bulan ketika
mereka menggunakan antibiotik; rekomendasi dari jurnal Contraseption
Technologies termasuk penggunaan kontrasepsi alternatif selama penggunaan
antibiotik atau 14 hari ditambah 7 hari. Rencana ini diimplementasikan di hari
pertama saat mengkonsumsi antibiotik.

5. Mempercayai bahwa pada periode ketidaksuburan tidak bisa hamil atau tidak merasa
berisiko karena hanya melakukan hubungan seks satu kali tanpa menggunakan jenis
kontrasepsi apapun. Kehamilan normal terjadi pada pertengahan siklus,
bagaimanapun, banyak wanita yang mengalami kehamilan di saat periode
ketidaksuburannya. Peneliti dari National Institute of Environmental Health
menemukan secara potensial kemungkinan untuk menjadi hamil di hampir semua
hari saat siklus menstruasi anda.

Kegagalan kontrasepsi dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak


diinginkan (KTD). Kasus KTD justru banyak dialami oleh pasangan suami isteri yang
mengalami kegagalan dalam ber-KB. Kegagalan KB kasus KTD juga bisa dialami oleh
mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi dalam 3 bulan terakhir padahal mereka
termasuk aktif secara seksual (kelompok unmet need).
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

PENUTUP

RANGKUMA
N

Keluarga korban perkosaan dapat memberikan dukungan kepada korban sebagai


alternatif penyembuhan yang dialaminya. Dukungan yang diberikan dapat berupa
memberikan perhatian kepada korban, menyediakan waktu untuk mendengarkan masalah
yang dihadapi korban, membantu korban dalam menjalin hubungan dan komunikasi
dengan masyarakat. Dukungan secara materi perlu disediakan bagi korban dalam rangka
proses pemeriksaan secara medis serta pengurusan perkara apabila korban memutuskan
untuk melaporkan masalahnya. Lembaga pendamping korban kekerasan terhadap
perempuan maupun profesional yang menangani masalah perkosaan sebaiknya
melibatkan pihak keluarga di dalam memberikan penanganan terhadap korban.

RUANG LINGKUP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


- Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
- Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
- Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
- Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
- Tunagrahita
- Lamban belajar (slow learner)
- Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
- Anak yang mengalami gangguan komunikasi
- Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dampak Perkosaan

- Dampak Fisik
- Dampak Psikologis
- Dampak Socio-psikologis

Alternatif Penyembuhan

Melalui Dukungan Keluarga :

2. Dukungan Psikologis
3. Dukungan Materi
4. Dukungan Social

Faktor-Faktor terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT):

1. faktor eknomi yang tidak stabil.


2. Kurangnya pengetahuan hidup berumah tangga/tidak paham tugas dan tanggung
jawab masing-masing.
3. Pemahaman yang berbeda antara suami dan istri,
4. Komunikasi yang kurang baik.
5. Suami merasa lebih berkuasa daripada istri, dan istri harus melakukan kehendak
suami.
6. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai alat untuk menyelesaikan
konflik.
7. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) akibat persaingan dalam rumah tangga.
8. Adanya sifat keegoisan yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
bertanggung jawab dalam hal menafkahi keluarga,
9. Kepribadian dan kondisi psikologi yang tidak stabil,
10. Pengaruh minuman keras (Cap Tikus),
11. Penyampaian kata-kata terhadap masing-masing pasangan yang tidak baik
(Menghina atau makian),
12. Pengaruh didikan kekerasan orang tua di masa kecil,
13. Frustrasi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan suami
terhadap istri dalam rumah tangga,
14. Laki-laki bertindak seenaknya pada pihak perempuan karena merasa perempuan
dibawah derajat laki-laki,
15. Penyelewengan seks,
16. Perubahan sikap, atau pun menderita sakit mental.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

17. Faktor memiliki anak yang banyak sehingga sulit untuk memberi nafkah.
18. Istri memiliki pekerjaan dan suami tidak memiliki pekerjaan, kebanyakan istri akan
sesuka hati memperlakukan seorang suami, sudah tudak menghormati suami.
19. Ketergantungan seorang istri terhadap suami, dan
20. Tingkat kepuasan seks yang menurun.
21. Ketidaksabaran dalam mengambil suatu tindakan,

Kegagalan kontrasepsi dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan


(KTD). Kasus KTD justru banyak dialami oleh pasangan suami isteri yang mengalami kegagalan
dalam ber-KB. Kegagalan KB kasus KTD juga bisa dialami oleh mereka yang tidak
menggunakan kontrasepsi dalam 3 bulan terakhir.

TUGAS:

1. Dasar kebijakan yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas (cacat) merupakan


kelompok prioritas dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial tercantum dalam Undang-
undang N0 11 Tahun 2009 Tentang ksesejahteraan sosial.
a. Pasal 2
b. Pasal 3
c. Pasal 4
d. Pasal 5
e. Pasal 6
2. Menyediakan fasilitas khusus di Puskesmas/Rumah sakit seperti parkir khusus penyandang
disabilitas, jalur tuna netra pada trotoar, bidang landai, closet khusus penyandang disabilitas.
Penyediaan pelayanan khusus ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
penyandang disabilitas agar dapat melakukan fungsi sosialnya secara wajar merupakan
contoh perwujudan penyelenggaraan kesejahteraan social. Pernyataan ini terdapat pada UU
N0 11 Tahun 2009 Tentang ksesejahteraan sosial….
a. Pasal 3
b. Pasal 4
c. Pasal 5
d. Pasal 6
e. Pasal 7
3. Dini, Seorang anak perempuan usia 15 tahun akan dinikahkan oleh orangtuanya dengan pria
berusia 24 tahun di desa suka maju. Di desa ini sudah menjadi hal yang wajar menikahkan
anak perempuan pada usia tersebut. Masyarakat memiliki persepsi bahwa tugas utama wanita
adalah menjadi ibu dan mengurusi anak, suami dan rumah tangganya.
Usia anak yang akan dinikahkan pada kasus diatas bertentangan dengan…
a. UU No 1 tahun 1974
b. UU No 16 tahun 2019
c. UU No 23 tahun 2002
d. UU no 13 tahun 2003
e. UU No 44 tahun 2008
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MITR HUSADA MEDAN


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

RUBRIK SKALA PERSEPSI


No. Dokumen Halaman Tanggal Berlaku Revisi
FM-PM-I.IV.Pd2-05/05-18/03- 1-1 18 Oktober 2017 00
Asuhan Pada Remaja dan Perimenopause

Nama Mahasiswa :
NPM :
Hari/ Tanggal :
Metode Pembelajaran :

Sangat Kurang
DEMENSI Sangat Baik Baik Cukup Kurang

SKOR Skor ≥79 (65-78) (56-64) (55 -41) <40


Kemapuan komunikasi
Penguasaan materi
Kemampuan menghadapi
pertanyaan
Penggunaan alat praga
presentasi
Ketepatan menyelesaikan
masalah

Nilai :

Dosen
1 Medan, .........................2020

2 Mahasiswa
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

( )

BAB 4

Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Geografi


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

KEGIATAN BELAJAR
IV
Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Geografi

I. PENDAHULUAN

Lingkungan akan mempengaruhi kebiasaan manusia dalam bersikap, bergaul, dan


bertutur bahasa yang menjadikan manusia tersebut sebagai makhluk hidup dengan
keunikan serta kekhasan. Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala kelebihan dan kekurangan namun tidak mengurangi dan menghilangkan semua
kemampuan yang mampu menyesuaikan dalam lingkungan hidupnya.

Modal dasar manusia sebagai makhluk hidup dalam menghadapi lingkungannya


adalah upaya untuk selalu belajar mengenai segala sesuatu yang dialami secara
berkelanjutan berdasarkan proses pendewasaan. Begitupula setiap anak dapat
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

berkembang di lingkungan masyarakat yang sesuai dengan potensi anak tersebut tetapi
sering kali hanya dinilai dengan pengukuran IQ (Intellegence Question) menurut
keberhasilan di bidang pendidikan formal. Kecerdasan tersebut ternyata tidak menjamin
kesuksesan anak dalam masyarakat.

Dari aspek lingkungan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan dasar


penyesuaian sosial terhadap pemenuhan hidup yang layak seperti halnya anak-anak
normal pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus harus mampu memotivasi dirinya
sendiri dalam aktivitas kehidupannya. Selain itu harus dibekali pengetahuan dan
pengalaman terhadap segala realita yang terdapat di lingkungan sekitar misalnya anak
yang berkebutuhan khusus yang domisili di daerah pedesaan dapat membantu orang
tuanya di sawah dalam bekerja sesuai dengan kemampuan keterbatasannya walaupun
perlu pendidikan secara khusus untuk memberikan keahlian tertentu. Christina Hartati
dan John Sabari (2014: 147), menjelaskan lingkungan berperan dalam pembelajaran
peserta didik namun lingkungan belajar sering diabaikan oleh guru dalam proses
pembelajaran.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu,


1. Mampu menguraikan kebutuhan khusus pada permasalahan lingkungan
berpolusi dan lingkungan dataran tinggi dan rendah
2. Mampu menguraikan kebutuhan khusus pada permasalahan lingkungan radiasi
dan tenaga kesehatan

URAIAN
MATERI

Lingkungan akan mempengaruhi kebiasaan manusia dalam bersikap, bergaul, dan


bertutur bahasa yang menjadikan manusia tersebut sebagai makhluk hidup dengan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

keunikan serta kekhasan. Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
segala kelebihan dan kekurangan namun tidak mengurangi dan menghilangkan semua
kemampuan yang mampu menyesuaikan dalam lingkungan hidupnya. Modal dasar
manusia sebagai makhluk hidup dalam menghadapi lingkungannya adalah upaya untuk
selalu belajar mengenai segala sesuatu yang dialami secara berkelanjutan berdasarkan
proses pendewasaan. Begitupula setiap anak dapat berkembang di lingkungan masyarakat
yang sesuai dengan potensi anak tersebut tetapi sering kali hanya dinilai dengan
pengukuran IQ (Intellegence Question) menurut keberhasilan di bidang pendidikan
formal. Kecerdasan tersebut ternyata tidak menjamin kesuksesan anak dalam masyarakat.

Dalam sudut pandang pendidikan, sesungguhnya kondisi spesifik anak merupakan


hal yang harus dimiliki berdasarkan kondisi keluarga, sekolah, pergaulan sehari-hari
bahkan pola masyarakat yang dilihat dari letak geografis. Dalam konteks yang lebih luas,
kerangka pendidikan yang mementingkan pembelajaran dengan kekuatan budaya
menjadikan anak sebagai peserta didik memahami potensi dan kondisi wilayah mereka
secara dekat. Sebagai peserta didik yang memiliki kemampuan terbatas, anak-anak
berkebutuhan khusus adalah kelompok minoritas dalam jumlah dan layanan
bermasyarakat sangat membutuhkan sosialisasi terhadap lingkungannya. Menurut
Purwanto (1988: 148) lingkungan pendidikan alau lingkungan belajar dibedakan menjadi
3 golongan. antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.

Lingkungan belajar tersebut mendukung dan berperan besar dalam keberhasilan


perestasi belajar anak didik. Bila kita berpikir anak-anak normal masih mengalami
kekurangan berinteraksi dengan lingkungan, bagaimana dengan anak-anak yang
mengalami keterbatasan fisik atau psikis sebagai anak yang berkebutuhan khusus.

Menurut Efendi (2009: 18) menjelaskan bahwa proses bersosialisasi anak


berkebutuhan khusus tidak secara otomatis berakibat terhadap penyimpangan kepribadian
atau penyesuaian sosial karena proses tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu
keterbatasan individu maupun faktor eksternal seperti dukungan dan respon positif dari
lingkungan. Dari aspek lingkungan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan dasar
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

penyesuaian sosial terhadap pemenuhan hidup yang layak seperti halnya anak-anak
normal pada umumnya.

Anak berkebutuhan khusus harus mampu memotivasi dirinya sendiri dalam


aktivitas kehidupannya. Selain itu harus dibekali pengetahuan dan pengalaman terhadap
segala realita yang terdapat di lingkungan sekitar misalnya anak yang berkebutuhan
khusus yang domisili di daerah pedesaan dapat membantu orang tuanya di sawah dalam
bekerja sesuai dengan kemampuan keterbatasannya walaupun perlu pendidikan secara
khusus untuk memberikan keahlian tertentu. Christina Hartati dan John Sabari (2014:
147), menjelaskan lingkungan berperan dalam pembelajaran peserta didik namun
lingkungan belajar sering diabaikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Guru hanya
memberikan informasi tentang materi lingkungan hidup yang tidak mendekatkan
pemanfaatan lingkungan hidup terhadap kebutuhan peserta didik.

I. Lingkungan Berpolusi
Faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab banyaknya jumlah anak
berkebutuhan khusus (ABK). Lingkungan industri menjadi salah satu pemicu kelainan
genetik di dalam kandungan. Limbah industri mencemari tanah di kawasan sekitar.

Risiko kelainan juga bisa terjadi pasca persalinan. Anak baru lahir sangat rawan
terserang berbagai macam penyakit. Sebab, daya tahan tubuhnya masih rendah. Karena
itu, stimulasi perlu diberikan sesuai usianya. Selain merangsang motorik dan kognitif,
stimulasi bisa melatih anak untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. 

A. Polusi Udara dan Efeknya terhadap Kesehatan Mental


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dalam studi Jacob King berjudul “Air pollution, mental health, and implications
for urban design: a review” (2018) memaparkan bahwa paparan O3 dan PM2.5 secara
terus-menerus bisa mengakibatkan kerusakan neurovaskular. Gangguan pada sistem saraf
itulah yang menyebabkan tekanan pada otak manusia.

Temuan ini diperkuat oleh studi Anna Gladka, Joanna Rymaszewska, dan Tomasz
Zatonski. Dalam studi yang terbit pada 2018 itu mereka membeberkan mekanisme
kerusakan struktur otak akibat kondisi udara yang buruk.

Menyebutkan bahwa partikel beracun yang terbawa oleh udara tersebut akan
masuk ke dalam saluran pernapasan kita dan turut serta dalam aliran darah ke otak.
Akibatnya, partikel yang terakumulasi bisa mengganggu kinerja otak, mengakibatkan
kemunculan penyakit seperti Alzheimer atau Parkinson, penyakit yang bisa menjadi
faktor risiko dari depresi.

King menambahkan, ada faktor lain yang bisa menjadi pemicu meningkatnya
gangguan psikologis pada orang di daerah berpolusi, misalnya penyakit kronis yang
diderita akibat paparan udara, serta keadaan emosional yang buruk. Sebab bisa saja,
buruknya kualitas udara terjadi akibat kepadatan lalu lintas jalanan atau suara bising
mesin-mesin industri.

Jika menilik kasus di Jakarta, pengukuran kualitas udara milik IQAir pada Kamis,


22 Agustus 2019 tertulis bahwa kualitas udara di Jakarta menduduki peringkat kedua
terburuk di dunia di angka 159 dan PM2.5 pada angka 71.1 mikrogram/m3.

Jika melihat hasil studi-studi tersebut, sudah semestinya pemerintah terdorong


mengatasi berbagai masalah polusi udara di Indonesia supaya tak membawa masalah
yang lebih serius.

B. Pencemaran Lingkungan, Faktor Pemicu Autisme


Faktor genetik yang dipicu oleh lingkungan yang buruk merupakan salah satu
faktor utama penyebab autisme. Polusi udara dan mercuri yang terdapat di ikan laut yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

airnya sudah tercemar limbah adalah contoh pemicu yang paling mudah kita temui
sehari-hari.

Bila dasarnya seorang anak memiliki fisik dan faktor genetik yang kuat, dia akan
bisa mengeluarkan lagi racun-racun tersebut. Namun, bila seorang anak memiliki
kelemahan tertentu dia bisa terkena gangguan, yang salah satunya autisme.

"Penyebab anak lahir dengan autisme akibat gen hanya 50 persen. Setengah lagi
berasal dari faktor lingkungan," tutur Sandin di laman Reuters, baru-baru ini.

Faktor lingkungan yang dimaksudkannya memang bermacam-macam. Mulai dari


proses kelahiran anak, komplikasi kelahiran, status ekonomi dan sosial orang tua, serta
kesehatan dan gaya hidup orang tua. Riwayat kesehatan orang tua pun turut berpengaruh.

Jika anak pertama lahir dengan autisme, anak yang lahir setelahnya mempunyai
risiko 10 kali lebih tinggi untuk mengidap kondisi yang sama. Sementara itu, jika ada
sepupu mengidap autisme, kemungkinan anak dari garis keturunan segarisnya lahir
dengan kondisi tersebut juga meningkat dua sampai tiga kali lipat.

"Pada level individual, risiko autisme meningkat tergantung dari bagaimana Anda
dekat secara genetik kepada anggota keluarga lain yang mengidap autisme,"

C. Dampak Polusi Udara bagi Ibu Hamill

Polusi udara adalah kondisi yang bisa datang dalam berbagai bentuk. Biasanya udara
yang tercemar terdiri dari ozon, partikel, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, asap knalpot
kendaraan, emisi dari gedung-gedung di perkotaan, debu, dan bahan kimia lainnya.

Dampak polusi udara bagi ibu hamil yaitu sebagai berikut :

1. Berat badan lahir rendah


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dikutip dari American Pregnancy Association, rata-rata bayi lahir dengan berat badan
sekitar 2,75 kg hingga 4 kg, dalam usia kandungan 38-40 minggu. Nah, ketika bayi dilahirkan
dengan berat badan di bawah 2,5 kg, maka ia dianggap memiliki berat lahir rendah.

Paparan polusi udara yang buruk saat hamil pun diduga kuat turut memengaruhi masalah ini.

Sebuah penelitian di Beijing, yang merupakan salah satu kota dengan polusi udara buruk di
dunia, menemukan bahwa saat polusi udara di kota tersebut mulai diatasi, rata-rata berat lahir
bayi mengalami peningkatan.

Kondisi ini lebih rentan dialami oleh ibu hamil pada masa-masa di mana bayi sedang tumbuh
dan berkembang pesat, yakni di usia kehamilan trimester pertama dan kedua.

2. Kelahiran prematur

Menurut sebuah studi oleh The Stockholm Environment Institute (SEI) di University of
York, hampir tiga juta bayi dilahirkan prematur setiap tahun karena pengaruh buruknya polusi
udara.

Selain itu, disebutkan pula bahwa anak-anak yang lahir jauh sebelum waktu perkiraan persalinan
memiliki risiko signifikan kelainan neurologis dan cacat fisik permanen.

3. Autisme

Sebuah penelitian Harvard University mengungkapkan bahwa perempuan yang terpapar


polusi partikel tinggi selama trimester ketiga memiliki risiko dua kali lebih besar untuk
melahirkan anak dengan autisme. Ini terutama jika ibu hamil tersebut tinggal di dekat jalan raya,
di mana zat partikel udaranya paling tinggi.

4. Asma

Pada ibu hamil dengan asma, menghirup udara kotor bisa sangat berbahaya karena asma
yang kambuh bisa berujung pada preeklampsia.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Preeklampsia juga kerap dikaitkan dengan tekanan darah tinggi dan penurunan fungsi hati serta
ginjal. Jika asma bisa diatasi dengan tepat dan cepat, maka besar kemungkinan Mama dan si
Kecil akan baik-baik saja. Tetapi bisa asma yang kambuh tidak diobati dengan benar, janin
berisiko mengalami kekurangan oksigen, gangguan tumbuh kembang, kelahiran prematur, dan
berat lahir rendah.

5. Keguguran

Polusi udara memberikan dampak buruk bagi ibu hamil hampir sama seperti merokok.
Salah satunya memperbesar risiko keguguran. Oleh sebab itu, menghirup udara bersih pun
dianggap menjadi salah satu kebutuhan yang perlu dipenuhi ibu hamil. Polusi udara diketahui
dapat membahayakan janin dengan meningkatkan risiko kelahiran prematur dan berat lahir
rendah. 
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

BAB 5

Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Ekonomi


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

KEGIATAN
BELAJAR V
Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Ekonomi

I. PENDAHULUAN

Dalam sebuah proses ekonomi, sedikit kemungkinan untuk tidak timbul sebuah
masalah, bahkan sejak zaman dahulu. Adanya masalah ekonomi yang dihadapi, salah
satunya adalah karena adanya pertemuan antara kebutuhan manusia yang tidak
terbatas. Kemauan yang tidak terbatas ini, harus melawan sumber daya yang terbatas
sehingga menimbulkan masalah. Pokok permasalahan pertama ini timbul karena
adanya kaitan dengan persoalan jenis, jumlah barang ataupun jasa yang dibutuhkan
untuk proses produksi. Tujuannya jelas, yakni untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dengan menentukan barang untuk proses produksi, akan menjadi masalah utama
yang sangat esensial dalam perekonomian. Karena, masalah ini tak lepas dari
persediaan sumber daya, baik manusia maupun alam yang jumlahnya terbatas.
Pemborosan dalam penggunaan sumber daya tak akan terelakkan.

Untuk itu tujuannya harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu,
agar penentuan dapat dilakukan dengan tepat sasaran dan pasti apa saja yang harus
diproduksi, pihak produsen bisa mempertimbangkan hal-hal di bawah ini:

Menentukan Barang dan Jasa Apa yang Sebenarnya Dibutuhkan Masyarakat

Dengan menentukan barang dan jasa apa yang dibutuhkan, masalah what? ini


mungkin bisa dikurangi. Maka dari itu, produsen bisa melihat lima faktor yang bisa
menimbulkan kebutuhan manusia akan barang dan jasa, berikut ini. Harapannya,
setelah mengetahui kelima faktor ini, produsen bisa lebih mengefisiensikan barang
seperti apa yang akan mereka produksi.

Keinginan untuk Memenuhi Kebutuhan Pokok Demi Kelangsungan Hidup

Faktor pertama adalah adanya insting dari manusia untuk terus mencari sesuatu
agar bisa memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya. Beberapa hal pokok yang
dibutuhkan manusia, misalnya pangan, sandang dan papan. Kebutuhan inilah yang wajib
dipenuhi sehingga produsen harus memproduksinya agar kelangsungan hidup manusia
dapat terjamin.

Adanya Sifat Manusia yang Selalu Kurang Puas

Kedua adalah adanya sifat selalu kurang puas yang dimiliki oleh manusia. Sifat
inilah yang akan selalu memunculkan kebutuhan baru, sehingga akan menimbulkan
permasalahan. Salah satu contoh nyata adalah adanya permintaan untuk obat pelangsing
ataupun penambah berat badan. Hal ini timbul karena ketidakpuasan manusia dengan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

bentuk tubuh yang mereka miliki. Maka dari itu, dengan memperhatikan sifat ini,
produsen dapat memutuskan barang apa yang perlu dibuat.

Adanya Rasa Ingin Tahu Manusia yang Tinggi (Kepo)


Selain merasa selalu kurang puas, manusia juga memiliki rasa keingintahuan yang
tinggi. Rasa ingin tahu inilah yang dapat mendorong manusia untuk menciptakan atau
meminta segala macam produk demi tercapainya kepuasan mereka. Misalnya rasa ingin
tahu manusia untuk melakukan olahraga ekstrim seperti paragliding membuat produsen
berlomba-lomba menyediakan peralatannya. Hal tersebut dilakukan untuk memuaskan
rasa ingin tahu yang dimiliki kita sebagai manusia.

Adanya Keinginan untuk Mempermudah Pekerjaan

Faktor keempat adanya keinginan untuk memudahkan segala bentuk pekerjaan


yang kita kerjakan. Hal ini juga akan mendorong produsen untuk mencipatakan produk
yang bisa mengabulkan keinginan para calon konsumennya.

Misalnya, dahulu kendaraan bermotor sangat jarang untuk ditemui, dan


jumlahnya sangat sedikit. Hal ini akan membuat manusia mau tidak mau berjalan kaki
atau naik sepeda untuk mencapai tujuannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
manusia merasa apa yang dilakukannya sangat melelahkan.

Adanya Sifat Suka Meniru

Sifat lain yang dimiliki manusia adalah sifat suka meniru. Akibatnya akan timbul
kebutuhan baru yang harus dipenuhi manusia. Sifat meniru ini, bisa dilihat dari tingkah
laku, ataupun gaya hidup, baik itu dari televisi, majalah, hingga orang lain yang dijadikan
panutan. Dengan mengetahui sifat ini, produsen bisa melihat apa saja yang dibutuhkan
oleh para konsumennya. Salah satunya dengan melihat apa saja barang atau produk yang
sedang nge-trend dan pasti dibutuhkan oleh orang di dalam kehidupannya sehari-hari.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Memastikan Bagaimana Tingkat Ketersediaan Sumber Daya untuk Memproduksi Barang dan
Jasa yang Dibutuhkan

Hal kedua yang bisa diperhatikan oleh produsen adalah dengan memastikan
bagaimana tingkat ketersediaan sumber daya untuk memproduksi barang atau jasa yang
dibutuhkan. Hal ini, karena sumber daya bersifat langka dan penggunaannya bersifat
alternatif.Produsen harus menentapkan pilihannya untuk memberikan manfaat terbesar
bagi masyarakat. Jangan sampai barang kebutuhan sekuler melimpah, tetapi barang
kebutuhan primer sulit dijumpai. Maka dari itu, bertukar informasi dan pembagian kerja
antar produsen penting untuk dilakukan.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu,


1. Mampu menguraikan kebutuhan khusus pada permasalahan kemiskinan dan
anak banyak
2. Mampu merancang kebutuhan khusus pada permasalahan kehamilan dalam
penjara, single parent dan LGBT

URAIAN
MATERI

a. Kemiskinan

Kemiskinan sebenarnya sangat berkaitan erat dengan kualitas sumber daya


manusianya. Kemiskinan akan muncul karena sumber daya manusianya tidak atau
kurang berkualitas, dan demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, maka
peningkatan kualitas sumber daya manusia bisa pula diartikan sebagai upaya untuk
menghapus ataupun mengentas kemiskinan. Usaha peningkatan kualitas sumber daya
manusia tersebut, tidak akan mungkin dapat dicapai bila penduduk masih dibelenggu
oleh kemiskinan itu sendiri (Ellis, 1984:242-245). Secara ekonomi, kemiskinan dapat
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

diartikan sebagai adanya kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Sumber daya dalam pengertian ini adalah mencakup konsep ekonomi yang
luas dan tidak hanya pengertian finansial, tetapi perlu mempertimbangkan semua
jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian, kemiskinan sekelompok orang sangat berkaitan dengan pendapatan dan
kebutuhan. Oleh karena perkiraan kebutuhan hanya mengacu pada kebutuhan pokok
atau kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak, maka bila pendapatan seseorang
atau keluarga tidak memenuhi kebutuhan minimum, maka orang atau keluarga itu
dapat dikategorikan miskin. Dalam hal ini, tingkat pendapatan atau kebutuhan
minimum merupakan garis batas antara miskin dan tidak miskin. Garis pembatas
antara miskin dan tidak miskin itulah yang disebut dengan garis kemiskinan. Cara
demikian disebut dengan pengukuran kemiskinan absolut.

Tingkat pendapatan seseorang sangat mungkin sudah mencapai tingkat


kebutuhan dasar minimal (sudah di atas garis kemiskinan absolut), tetapi bila
dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat (pendidikan, kesehatan dll) pada saat itu
masih rendah atau masih di bawah kebutuhan fisik minimum, maka orang atau
keluarga tersebut bisa dikatakan masih tergolong miskin. Kemiskinan dalam konsep
ini ditentukan oleh perkembangan kebutuhan masyarakat dan karena kebutuhan
masyarakat tidak hanya kebutuhan fisik (makan), tetapi ada kebutuhan lain seperti
pendidikan, kesehatan dsb. Jadi yang dimaksud dengan kemiskinan dalam hal ini,
adalah keadaan tidak tercapainya kebutuhan dasar manusia sesuai dengan kebutuhan
saat itu. Keadaan atau kemiskinan semacam ini sering dikenal sebagai kemiskinan
relatif. Berdasarkan kemiskinan relatif ini muncul pengertian kemiskinan sumber
daya manusia. Kemiskinan sumber daya manusia, merujuk pada kurangnya
pendidikan dalam arti luas, termasuk kurangnya tenaga terampil terlatih, kemampuan
manajerial, kemampuan wiraswasta dan kepemimpinan. Ukuran yang dipakai dalam
menentukan kemiskinan ini adalah distribusi kebutuhan nyata per kapita setiap
sumber daya (pendidikan, kesehatan dan perumahan) tiap anggota masyarakat
dibandingkan dengan kelompok lain.

Walaupun kemiskinan dapat dilihat sebagai masalah multidemensi karena


berkaitan dengan ketidak mampuan secara ekonomi, sosial dan budaya, politik dan parti
sipasi dalam masyarakat. Miskin memiliki arti yang luas dari sekedar lebih rendahnya
tingkat pendapatan atau komsumsi seseorang dari standar kesejateraan diukur sebagai
kebutuhan kalori minimum atau garis kemiskinan akan tetapi kemiskinan memiliki arti
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

yang lebih dalam karena berkaitan dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek diluar
pendapatan. Kemiskinan dapat dibagi menjadi tiga kelompok antara lain:

1. Kemiskinan natural yaitu kemiskinan yang mengambarkan fenomena kemiskinan


sebagai akibat dari kemiskinan sumber daya alam yang menghidupi masyarakat.
2. Kemiskinan struktual yaitu kemiskinan yang merujuk pada situasi dimana fenomena
kemiskinan disebabkan oleh struktur yang membelenggu masyarakat untuk maju secara
keseluruhan.
3. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang merujuk pada situasi komperasi antara satu
individu, kelompok atau masyarakat lainnya.

Sebahagian masyarakat miskin bermukim di pedesaan dan pembangunan pedesaan


sebagai dari pembangunan nasional harus mendapat prioritas utama. Konsep ini merupakan
upaya penanggulangan kemiskinan yang menempatkan wilayah pedesaan sebagai prioritas
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kemiskinan tumbuh sebagian dari masalah dalam
kehidupan masyarakat, ini bukan hanya menjadi masalah individu dalam suatu negara tetapi
menjadi masalah bangsa dalam rangka globalisasi dan sudah menjadi masalah makro dalam
skala makro.

Permasalahan kemiskinan pada saat ini sangatlah menjadi persoalan bangsa Indonesia,
kemiskinan telah menjadi isu global dari mana setiap negara merasa berkepentingan untuk
membahasnya. Berkaitan dengan penanganan kemiskinan di era globalisasi maka sering timbul
permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dengan adanya penganguran dimana-mana
penyebab kemiskinan yang tidak dapat di elakkan lagi dengan tingginya pertumbuhan ekonomi
yang berdampak pada kemiskinan.

Menurut Tajuddin Noer Effendi ( 1995:215) kebijakan makro dalam memerangi kemiskinan adalah:

4. Merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutama pedesaan dengan bantuan INPRES dan
BANPRES
5. Penyebaran sarana sosial, seperti Pendidikan kesehatan, air bersih, KB, perbaikan lingkungan
( pertumbuhan).
6. Memperluas jangkauan sarana keuangan dan mendirikan berapa intitusi Kredit
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

7. Peningkatan sarana produksi pertanian khususnya infastruktur


8. Pengembangan beberapa program pengembangan wilayah seperti pengembangan kawasan
terpadu.

Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan dan penganguran


mengambarkan sisi negatif yaitu pengamen yang membuat tidak nyaman penguna jalan raya,
pengemis, gubuk kumuh di bawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai
karena membuang sampah sembarangan. Dengan demikian kemiskinan dan penganguran
sangatlah identik dengan kotor, kumuh sulit diatur, tidak disiplin dan sumber kekacauan dan
kejahatan di masyarakat. Indonesia tidak sepenuhnya menganut negara sistem meskipun
Indonesia menganut prinsip keadilan sosial ( sila ke 5) dari pancasila.

Secara konstitusi pada pasal 27 dan 34 UUD 1945 mengamanatkan tanggung jawab
pemerintah dalam pembangunan kesejateran sosial, kemiskinan adalah tanggung jawab bersama.
Kemiskinan dan globalisasi memang sudah bahan perdebatan, bukan hanya kalangan ekonom-
ekonom dalam negara maupun luar negari, sejak proses globalisasi mulai berkembang, kondisi
kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apabila diukur dari indikator-indikator
yang lebih luas, negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tetapi tidak
dengan negara-negara yang berkembang dan miskin.

Garis kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap untuk memperoleh
standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Indonesia sebagai negara berkembang dan
memiliki jumlah penduduk yang besar tentu tidak terhindar dari masalah tersebut dengan
dibuktikan banyaknya masyarakat miskin dan penganguran yang besar, mayoritas yang tinggal di
pedesaan yang sulit untuk diakses bahkan di kota besar seperti Jakarta pun juga sangat bayak
ditemui masyarakat miskin dan penganguran.

Penanganan dan penanggulangan kemiskinan yang belum sempurna dan belum


sepenuhnya berhasil yang terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi yaitu angka
diatas 10 persen penduduk miskin di provinsi Sumatera Utara. Persentase penduduk miskin yang
ada di Sumatera Utara masih tinggi sekitar 11,3 persen. Faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan disertai pemerataan hasil pertumbuhan keseluruh
sektor usaha sangat dibutuhkan dalam upaya menurunnya tingkat kemiskinan. Untuk
mempercepat penurunan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan melalui
peningkatan pendapatan rumah tangga. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kemiskinan
adalah upah. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup layak yang dibutuhkan
pekerja dengan harapan dapat mendorong peningkatan kesejateraan pekerja sehingga tingkat
kemiskinan akan berkurang.

Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberi


kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan yang pada akhirnya
akan meningkatkan produktivitas kerja dan memperbesar peluang kesempatan kerja. Semakin
meningkatnya tingkat pengangguran akan semakin mengurangi pendapatan masyarakat yang
berakibat naiknya tingkat kemiskinan.

1. Konsep Kemiskinan

Menurut sayogyo adalah kemiskinan didasarkan jumlah rupiah Pengeluaran rumah tangga
yang disertakan dengan jumlah kiloan koNsumsi beras per orang per tahun dan dibagi di wilayah
pedesaan dan perkotaan (Chariswardani Suryawati,2005) Daerah Pedesaan:

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 kg nilai tukar beras per orang
per tahun.
b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 kg nilai tukar beras per
orang pertahun.
c. Paling miskin,bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.
Daerah perkotaan:
a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 kg nilai tukar beras per orang
per tahun.
b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 kg nilai tukar beras per
orang per tahun.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengukur kemiskinan


berdasarkan dua krIteria (Criswardani suryawati, 2005) yaitu :

a. Kriteria Keluarga Pra Sejatera ( Pra KS) yaitu keluarga yang tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalankan perintah agama yang baik, minimum makan dua kali
sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari
80 % dan berobat ke puskesmas bila sakit.
b. Kriteria Keluarga Sejatera 1 (KS1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk
melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per mingu
daging/telur/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun. Rata-rata luas lantai rumah 8
meter persegi per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun
yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari
anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap dan tidak ada yang sakit
selama tiga bulan.

Pada dasarnya kemiskinan yang senantiasa di indentifikasikan dengan taraf hidup yang
rendah, dapat diartikan sebagai suatu keadaan penduduk ditandai oleh kekurangan akan
kebutuhan pokok. Menurut Widodo ( 1997) menjelaskan bahwa konsep kebutuhan dasar selalu
dikaitkan dengan kemiskinan karena masalah kemiskinan merupakan obsesi bangsa dan
persoalan amanat mendasar yang harus ditangani pendududk miskin umumnya tidak
berpengahasilan cukup, bahkan tidak berpenghasilan sama sekali. Penduduk miskin umumnya
lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga
tertinggal masyarakat.

Kemiskinan adalah gambaran dari ketidak mampuan sesorang untuk memenuhi


kebutuhannya untuk kehidupan yang layak, namun kemiskinan itu memiliki ciri yang berbeda
antar wilayah, perbedaan ini pada kemiskinan sumber daya alam, sumber daya manusia dan
kelembagaan tersebut. Kemiskinan dipahami sebagai kurangnya pendapatan yang dilakukan oleh
rakyat miskin, kurangnya uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Syami (1994)
kemiskinan dapat diartikan bahwa kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara wajar
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya, Penduduk miskin umumnya berada pada
daerah pedesaan. Pendapatan perkapita keluarga berada dibawah garis kemiskinan, kurang giji,
kesehatan yang kurang baik, tingkat kematian bayi tinggi, pendidikan anak masih rendah kualitas
perumahan belum memenuhi syarat minimum dan pengeluaran konsumsi pangan yang utama
masih belum mencukupi.

2. Ciri-ciri Kemiskinan

Ciri-ciri kemiskinan yang ada berbeda antar wilayah, perbedaan ini terkait dengan
kemiskinan sumber daya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan setempat. Oleh karena
itu penangulangan kemiskinan akan lebih efektif kalau dikaitkan dengan prinsip desentralisasi
dalam upaya meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Mengemukakan ciri-ciri rumah tangga miskin adalah sebagian besar rumah tangga hanya
mempunyai satu orang pekerja, sebagian besar tempat tinggal rumah tangga miskin belum
memenuhi persyaratan kesehatan yang ada, sebagian besar memiliki lahan relatif kecil.
Tingkat pendidikan kepala rumah tangga sebagian masih rendah, rata-rata jam kerja masih
rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin status pekerjaan 70% adalah
Nelayan.

Masalah kemiskinan tidak lepas dari penyebab kemiskinan tersebut atau kata lain
harus mencari akar dan sumber kemiskinan itu sendiri sebenarnya. Untuk mengetahui faktor-
faktor penyebab kemiskinan adalah sangat kompleks. Karena kondisi antara satu daerah
dengan daerah lainnya beda. Oleh karena itu faktor-faktor penyebab dari kemiskinan adalah
berbeda antara derah satu dengan lainya seperti yang dikemukakan terdahulu, meskipun
prinsip dasarnya adalah sama. Pendapat di atas mempunyai penekanan bahwa karakteristik
yang ada di daerah perkampungan dapat dilihat dari kondisi perumahan orang-orang dan
ketersedian sarana/ prasarana umum dibutuhkan oleh masyrakat.

Dalam proses pembangunan suatu negara ada tiga macam kemiskinan antara lain:

a. Miskin karena miskin, kemiskinan ini disebabkan kemiskinan yang merupakan akibat
rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan kurang memadai dan kurang terolahnya potensi
ekonomi.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

b. Kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi dit engah-tengah kelimpahan, kemiskinan
yang di sebabkan oleh buruknya daya beli dan sistem yang berlaku.
c. Kemiskinan yang disebabkan karena tidak meratanya serta buruknya pendistribusian
produk nasional total ( syahrir, 1986).
3. Faktor-faktor penyebab

kemiskinan Faktor-faktor penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (1997) antara lain:

a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidak samaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapat yang tak seimbang. Penduduk
miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia yang rendah
berarti produktifitasnya rendah yang gilirannya upah rendah. Rendahnya kualitas sumber
daya manusia karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
diskriminasi atau karena keturunan.
c. Miskin muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.

Kemiskinan ada empat penyebab utama antara lain:

a. Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan


pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan untuk
dimasuki. Dalam bersaing mendapatkan lapangan pekerjaan yang ada, taraf pendidikan
juga menentukan. Taraf Pendidikan rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari
dan memanfaatkan peluang.
b. Rendahnya tingkat kesehatan. Tarif kesehatan dan gizi rendah menyebabkan rendahnya
daya tahan fisik dan daya pikir dan prakarsa.
c. Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan
kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja
atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran
kemiskinan.
d. Kondisi keterisolasian. Banyak pendudduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena
terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak terjangkau oleh
pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Faktor-faktor kemiskinan ditinjau dari keadaan sosial budaya yang dikemukakan oleh Kusnaedi
(1995) antara lain:

a. Adat istiadat Keterikatan terhadap pola-pola tradisional dari ikatan adat yang kuat
seringkali menghambat dalam pembaharuan ke arah yang lebih maju sehingga tertinggal
oleh daerah lain yang lebih respon terhadap teknologi.
b. Pengeluaran dan keterampilan masyarakat Faktor ini terikat dengan faktor di atas. Akibat
keterisolasian dan keterkaitan pada pola tradisional menyebabkan rendahnya pengetahuan
dan keterampilan masyarakat tersebut sehingga ketinggalan.
c. Situasi politik dan kebijaksanaan penguasa Kebijaksanaan ini menyangkut pengalokasian
anggaran yang baik yang tidak seimbang antara satu kawasan dengan kawasan lain dan
strategi pembanguanan yang timpang antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan,
selain itu dapat diakibatkan oleh kebijaksanaan yang tidak berpihak pada perlindungan
terhadap rakyat lemah dari desakan industrialisasi yang kapitalis.

Pendapat dari Amirullah (2001) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi
ekonomi antara lain:

1. Secara mikro kemiskinan muncul karena ketidak samaan pola kepemilikan sumber daya
dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas
sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas rendah yang pada giliranya
upahnya rendah.

Ada dua macam ukuran kemiskinan yang bisa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan.
Kebutuhan tersebut dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar yang memungkinkan
seseorang hidup secara layak. Apabila kebutuhan hidup secara layak. Apabila pendapatan
tersebut tidak mencapai kebutuhan minimum maka dapat dikatakan miskin. Kemiskinan dapat
diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk kebutuhan hidup.
Sedangkan kemiskinan relatif yaitu apabila seseorang yang sudah mempunyai tingkat
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti miskin.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kemiskinan adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kekurangan kebutuhan dasar
manusia termasuk makan, minum yang aman, kesehatan tempat tinggal dan pendidikan.
Kemiskinan merupakan masalah manusia yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan
dengan tingkat kesejateraan masyarakat dan upaya penanganan. Kemiskinan adalah suatu
keadaan dimana tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang
memiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memnuhi
kebutuhannya.

4. Penyebab terjadinya kemiskinan

Penyebab kemiskinan sangatlah kompleks sehingga perspektif dalam melihat berdasarkan


persoalan real dalam masyarakat. Persoalan real dalam masyarakat biasanya karena adanya
sebagian kelompok yang masuk dalam golongan tidak beruntung yaitu kemiskinan fisik yang
lemah dan ketidak berdayaan pada umumnya. Di Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan
adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di kota Medan Lapangan pekerjaan yang
terdapat di Medan tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada dimana lapangan
pekerjaan yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya.dengan demikian
banyak penduduk diMedan Yang tidak memperoleh penghasilan.
b. Laju pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap
10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat
Medan semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk
yang berkerja tidak seimbang dengan jumlah beban ketergantungan. Pengahsilan yang
minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung
membuat penduduk dibawah kemiskinan.
c. Angkatan kerja,penduduk yang berkerja dan penganguran. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang
tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja.
Batas usia kerja berbeda-beda di setiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia
kerja yang dianut oleh Indonesia minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi
setiap orang atau semua penduduk kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

nasional dikatakan cukup merata. Pendapatan penduduk yang dapat dihasilkan yang
mereka lakukan relatif tidak dapat memnuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada
sebagian penduduk Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih.
d. Tingkat pendidikan yang rendah Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah
satu penyebab kemiskinan dan pengangguran di suatu negara, ini disebabkan karena
rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya
perkembangan ekonomi terutama industri jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga
kerja yang mempunyai skiil atau paling tidak dapat membaca dan menulis. Pada
umumnya untuk memperoleh pendapatan yang tinggi diperlukan pendiddikan yang tinggi
pula atau minimal mempunyai keterampilan yang memadai sehingga dapat memperoleh
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga kemakmuran
penduduk dapat dilaksanakan dengan baik dan kemiskinan dapat ditanggulangi.

5. Dampak Dari Kemiskinan Terhadap Masyarakat

Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan kemiskinan diantaranya adalah


sebagai berikut:

a. Penganguran merupakan dampak kemiskinan, berhubung pendidikan dan


keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat. Maka masyarakat sulit
untuk berkembang dan mencari pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan,
dikarenakan sulit untuk bekerja.
b. Tingkat kematian meningkat, masyarakat Indonesia banyak mengalami kematian
karena kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam
menjalani kemiskinan yang alami.
c. Putus sekolah Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini membuat rakyat
Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pendapatan. Biaya
pendidikan penyebab rakyat miskin putus sekolah karena tidak lagi mampu
membiayai sekolah, putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan
menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

cita mimpi mereka. Ini memyebab kemiskinan yang dalam kareana hilangnya
kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan
pekerjaan yang layak.Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya
akibat kemiskinan.Jika anak-anak putus sekolah dan berkerja karena terpaksa, maka
akan ada gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan
mental dan fisik dan cara berfikir mereka. Contoh anak-anak jalanan yang tak
mempunyai tempat tinggal, tidur di jalanan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari
makan dan lainnya. Generasi penerus merupakan dampak panjang dan buruk karena
anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bahagia, mendapatkan
pendidikan, mendapatkan nutrisi baik. Ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam
kesulitan hingga dewasa dan dampak pada generasi penerus.
d. Tingkat kejahatan meningkat, masyarakat Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh
pendapatan dengan cara kejahatan karena dengan cara yang baik mereka tidak
mempunyai modal yaitu ilmu dan keterampilan yang cukup.

6. Penanggulangan Kemiskinan
Secara teoritis penangulangan kemiskinan dapat dipandang sebagai redistribusi
dari golongan masyarakat kaya kepada yang miskin karena kesejahteraan golongan kaya
dapat dibandingkan dengan golongan miskin. Teori yang dijelaskan diatas dapat dilihat
dari berapa faktor yaitu:
a. Faktor Ekonomi Modal yang terbatas dan sulit untuk diperoleh sehingga
kehidupan yang dijalani ditambah lagi penduduk miskin tidak memiliki
tempat tinggal yang layak apalagi menyangkut kepemilikan rumah. Setatus
pekerjaan yang dijalani lebih sering tidak tetap dan bekerja serabutan selama
bisa menghasilkan uang akan dijalani 12 oleh mereka. Jam kerjanya juga tidak
jelas bekerja dalam waktu yang lama tetapi upah yang diperoleh rendah.
b. Faktor Demografi Kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi ekonomi yang
ada tetapi kondisi demografis dimulai dari umur pernikahan yang relatif muda
sehinggga menghasilkan keturunan sementara pendapatan yang dimiliki tidak
cukup untuk memenuhi seluruh keluarga. Hal tersebut menyebabkan
kesejahteraan tidak tercapai dalam kehidupan sehari-hari.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

c. Faktor Sosial Budaya Pendidikan yang dimiliki oleh penduduk miskin


tergolong rendah karena berbagai faktor terutama terbatasnya perekonomian.
Keterampilan yang dimiliki terbatas karena didukung juga pendidikan yang
rendah. Seandainya penduduk miskin banyak mengecam pendidikan tinggi
selain memperoleh ilmu juga ada keterampilan yang didapat di sekolah.
d. Faktor Lokasi/ Lingkungan Fasilitas yang ada karena pemukiman masyarakat
tesebut cenderung berada di pemukiman kumuh dan berada jauh dari pusat
kota. Sulit untuk memperoleh fasilitas karena terhalang jarak. Kesediaan
fasilitas juga terhalang karena hal tersebut senantiasa yang dimiliki oleh
pemukiman penduduk miskin jauh dari apa yang disebut dengan layak.
Sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi penduduk miskin.
b. Anak Banyak

Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional, sosial dan
intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak
tersebut dalam keadaan sehat jiwanya, fisik, sosial dan intelektualnya. Selain itu, nilai-
nilai sosial, norma agama, serta prinsip hidup yang diinternalisasikan melalui
persinggungan dan interaksi sosial anak yang intensif dengan anggota keluarga akan
lebih mudah menancap kuat di alam kesadaran anak yang kelak akan menjadi sistem
kontrol internal bagi perilaku mereka. Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang
dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki,
termaksud anak yang dilahirkan tidak melalui pernikahan tetap dikatakan anak. Anak
juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-
cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional. Anak
adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada di
tangan anak sekarang. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula
kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak
tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang.

Dalam konteks ini, orang tua adalah pemegang kendali utama tanggung jawab
atas proses pembentukan karakter anak. Kita tidak dapat menutup mata misalnya, bahwa
saat ini terjadi pergeseran nilai kesusilaan pada masyarakat mengenai terminologi patut
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dan tidak patut. Di level itu, peran orang tua menjadi sangat penting untuk memberikan
pemahaman kepada anak sebagai bekal utama sebelum mereka terjun ke masyarakat
melalui sekolahan dan media interaksi sosial lainnya. Karena itu, teladan sikap orang tua
sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak-anak mereka. Hal ini penting karena pada
fase perkembangan manusia, usia anak adalah tahapan untuk mencontoh sikap dan
perilaku orang di sekitar mereka.

Nilai-nilai agama yang dianut orang tua juga menjadi salah satu hal yang penting
yang ditanamkan orang tua pada anak dalam pengasuhan yang mereka lakukan sehingga
lembaga keagamaan juga turut berperan didalamnya. Kepribadian dalam mengasuh anak
orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja,
melainkan membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak. Pendapat tersebut
merujuk pada teori Humanistik yang menitikberatkan pendidikan bertumpu pada peserta
didik, artinya anak perlu mendapat perhatian dalam membangun sistem pendidikan.
Apabila anak telah menunjukkan gejala-gejala yang kurang baik, berarti mereka sudah
tidak menunjukkan niat belajar yang sesungguhnya. Kalau gejala ini dibiarkan terus akan
menjadi masalah di dalam mencapai keberhasilan belajarnya.

Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang
diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada
kecenderungan bahwa orang tua tidak begitu menerapkan pola asuh secara maksimal
pada anak karena perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak
yang lainnya. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai
pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang pasti menginginkan anak-anaknya menjadi
manusia yang berakhlak. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara
mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya,
bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang
banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka.

1. Pola Asuh Anak

Pola asuh adalah tata cara mendidik dan memelihara serta membimbing keluarga,
sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua harus meletakan dasar-
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dasar moral, etika dan perilaku yang baik pada anak-anaknya sehingga tercipta sesuatu
yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri, keluarga maupun masyarakat. Ada 3 jenis pola
asuh yang terjadi di masyarakat yaitu sebagai berikut:

1. Dampak pola asuh otoriter Dalam pola asuhan ini, orang tua memiliki peraturan yang
kaku dalam mengasuh anak-anaknya. Tiap pelanggaran dikenakan hukuman, bersifat
memaksa dan cenderung tidak mengenal kompromi serta dalam berkomunikasi
bersifat 1 arah. Orang tua menerapkan pola asuh ini ketika berinteraksi dengan anak,
orang tua memberikan arahan kepada anak dengan tegas tanpa adanya perlawanan
dari anak itu sendiri, namun apabila arahan yang diberikan positif maka akan
berdampak baik kepada anak dan apabila arahan yang diberikan bersipat negatif maka
akan berdampak buruk bagi anak dalam pergaulannya sehari-hari.
a. Dampak Positif Pola asuh otoriter merupakan pola asuh paling bahaya, dimana
semua keinginan orang tua harus dituruti oleh anak tanpa pengecualian. Disini
anak tidak bisa memberikan pendapat dan hanya bisa mengikuti kemauan orang
tua tersebut tanpa diberikan alasan, Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa,
memerintah, menghukum. Ketika anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan
orang tua. Pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua kepada anak akan
memberikan dampak positif bagi perilakunya, akibat dari keinginan orang tua
yang harus dituruti tanpa pengecualian dari anak, terkadang timbul sebuah
keinginan yang bersifat positif.
b. Dampak Negatif
Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak memberikan
dampak negatif pada perilakunya, berdasarkan hasil pengamatan/observasi
langsung di lapangan, jika anak dipaksa untuk melakukan sesuatu yang menurut si
anak bosan maka anak melakukan sesuatu tindakan yang negatif.

2. Dampak Pola Asuh Demokratis


Pola asuh demokrasi merupakan pola asuh yang paling baik. Dimana orang tua
bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan pendapatnya, disini orang tua lebih
mau mendengar keluhan dari anaknya, mau memberikan masukan. Dalam pola
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

asuhan ini, orang tua memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu
untuk mengendalikan mereka bersikap rasional dan bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap lebih yang melampaui kemampuan anak, hukuman
yang diberikan tidak pernah kasar serta pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Pengasuhan demokratis memberikan dampak positif terhadap perilaku anak,
berdasarkan hasil pengamatan/observasi langsung di lapangan bahwa pola asuh
demokratis memberikan dampak positif pada perilaku anak, dan tidak ditemukan
berdampak negatif pada perilaku anak.

3. Dampak Pola Asuh Permisif


Dalam pola asuhan ini, orang tua memberikan kebebasan pada anak tanpa kontrol,
orang tua tidak menegur atau tidak memperingatkan apabila anak melakukan yang
merugikan diri sendiri maupun keluarga, sedikit memberikan bimbingan yang
mendidik tetapi sering memanjakannya. Apapun yang diminta anak orang tua
menurutinya. Pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua/keluarga yang bersifat
permisif memberikan dampak negatif pada perilaku anak, berdasarkan hasil
pengamatan/observasi langsung di lapangan bahwa memberikan kebebasan anak yang
berlebihan tanpa adanya kontrol yang cukup serta sering memanjakan anak akan
berdampak negatif pada perilakunya. Pada pola asuh ini tidak ada ditemukan perilaku
yang positif yang dilakukan oleh anak.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh


1. Tingkat Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi keluarga dari suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap kehidupan
dan kesejahteraan dari anggota keluarga itu sendiri serta masyarakat lingkungan,
berdasarkan hasil pengamatan/observasi langsung di lapangan bahwa tingkat sosial
ekonomi sangat berpengaruh besar terhadap pola asuh orang tua terhadap anak.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yaitu proses perubahan sikap dan tata laku sesorang atau sekelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. berdasarkan hasil


pengamatan/observasi langsung di lapangan bahwa tingkat pendidikan yang rendah dapat
mempengaruhi pada pola asuh orang tua.
3. Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, tempramen, ciri khas dan juga
prilaku seseorang. Sikap perasaan ekspresi & tempramen tersebut akan terwujud dalam
tindakan seseorang kalau di hadapkan kepada situasi tertentu. Setiap orang memiliki
kecenderungan prilaku yang baku/berlaku terus menerus secara konsisten dalam
menghadapai situasi yang sedang di hadapi, sehingga jadi ciri khas pribadinya.
4. Jumlah Anak
Jumlah anak yang dimiliki keluarga akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orang
tua. Semakin banyak jumlah anak dalam keluarga, maka ada kecenderungan bahwa orang
tua tidak begitu menerapkan pola pengasuhan secara maksimal pada anak karena
perhatian dan waktunya terbagi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya.
berdasarkan hasil pengamatan/observasi langsung di lapangan bahwa jumlah anak yang
banyak dapat mempengaruhi pada pola asuh. Banyaknya anak akan berdampak negatif
pada pola asuh orang tua, meskipun orang tua berusaha untuk memahami anak-anaknya
namun ada saja perilaku negatif yang ditunjukan oleh sala satu anak, sebaiknya orang tua
mengikuti program pemerintah yaitu keluarga berencna KB 2 anak lebih baik, agar orang
tua dapat menentukan anak yang harus dilahirkannya, sebab dengan memiliki anak yang
banyak orang tua akan sulit membagi waktu kepada mereka dan akan banyak perilaku
negatif yang ditunjukan pada anak seperti berselisih, persaingan, mementingkan diri
sendiri, dan perilaku berkuasa.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

TUGAS
1. dalam UU No.39 tahun 1999 tentang Hak asasi mansia. Beberapa pihak menyebutkan
kelompok rentan dengan sudut pandang kemerataan hak sebagai warga negara berkenaan
dengan kekhususuannya.
Siapakah yang merupakan kelompok rentan di Indonesia?
a. Lansia, anak-anak, perempuan, fakir miskin, disabilitas
b. Wanita hamil, penyandang disabilitas, lansia, fakir miskin
c. Perempuan, anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, kaum minoritas
d. Suku terasing, kelompok minoritas, perempuan, anak-anak, lansia, disabilitas
e. Perempuan, anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, kaum minoritas/terasing,
fakir miskin
B. Bencana gempa yang terjadi di Lombok, NTT tanggal 21 Agustus 2018 telah menimbulkan
korban sebanyak 515 jiwa, korban luka sebanyak 7.145 orang, jumlah rumah rusak yang
sudah tidak layak lagi dihuni sebanyak 73.843 dan jumlah pengungsi mencapai 431.416
orang. Kondisi pengugsian yang penuh sesak tanpa tenda dan fasilitas memadai, ditambah
trauma dan cuaca buruk, membuat korban terutama perempuan dan anak-anak menderita
sakit.
Jenis kerentanan apakah yang terdapat dalam kasus diatas?
a. Kerentanan mental
b. Kerentanan sosial
c. Kerentanan alam
d. Kerentanan fisik
e. Kerentanan ekonomi
C. Mencuatnya kasus wanita (KU) 35 tahun yang menggorok leher ketiga anaknya pada hari
Minggu 20 Maret 2022 di Brebes Jawa Tengah yang mengakibatkan 1 (satu) orang
meninggal dunia, telah menambah jumlah kasus ibu membunuh anak kandung. Menurut
pengakuan tersangka, tindakan tersebut merupakan upayanya sebagai ibu untuk
menyelamatkan anak-anaknya dari penderitaan hidup yang akan dialami anaknya di masa
yang akan datang. Menurutnya, suaminya sering membentak-bantak anaknya, sehingg a ia
merasa kasihan.
Jenis kerentan apakah yang terjadi pada kasus diatas?
a. Kerentanan mental
b. Kerentanan sosial
c. Kerentanan alam
d. Kerentanan fisik
e. Kerentanan ekonomi
D. Pada sarana transportasi umum di perkotaan seperti Kereta Rel Listrik (KRL) wajib
menyediakan kursi prioritas untuk ibu hamil. Menurut dr. Vita Silviasna, SpOG dari Rumah
Sakita Universitas Indonesia (RS UI), ibu hamil termasuk golongan yang lemah dibanding
pengguna lainnya akibat kehamilan itu sendiri, seperti beban tulang belakang ibu hamil yang
semakin berat apalagi jika kehamilannya sudah semakin besar,. Selain itu terlalu lama berdiri
dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah balik pada ibu hamil.
Jenis kerentanan apakah yang terjadi pada kasus diatas?
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Kerentanan mental
b. Kerentanan sosial
c. Kerentanan alam
d. Kerentanan fisik
e. Kerentanan ekonomi
E. Hingga abad ke 21 ini, perempuan dan anak masih menjadi kelompok masyarakat yang
tertinggal di berbagai aspek pembangunan. Masih adanya kesenjangan akses, partisipasi,
kontrol dan manfaat yang dialami perempuan dan anak merupakan dampak jangka Panjang
kesenjangan gender. Pada beberapa instansi kerja masih ditemukan pengutamaan penerimaan
pekerja laki-laki akibat pertimbangan kebutuhan lama cuti yang cukup banyak pada tenaga
kerja wanita seperti cuti bersalin.
Jenis kerentanan apakah yang terjadi pada kasus diatas?
a. Kerentanan mental
b. Kerentanan sosial
c. Kerentanan alam
d. Kerentanan fisik
e. Kerentanan ekonomi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

BAB 6

Kebutuhan Khusus pada permasalahan Social


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

KEGIATAN BELAJAR VI

Kebutuhan Khusus pada permasalahan Social

I. PENDAHULUAN
Masalah sosial. Masalah Sosial adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan
atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang seharusnya
(Jenssen, 1992). Masalah sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam
masyarakat sebagai sesuatu kondisi yang tidak diharapkan.
Keterampilan sosial memegang peranan yang penting dalam relasi antar teman
maupun dengan lingkungan sekitarnya Keterampilan sosial yang dimiliki oleh
anak berkebutuhan khusus di jenjang pendidikan inklusif pun bervariasi,
bergantung pada jenis kelainan dari individunya.

Pada dasarnya, permasalahan sosial merupakan bagian yang tidak dapat


dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan masalah sosial terwujud sebagai
hasil dari kebudayaan manusia itu sendiri dan akibat dari hubungan dengan manusia
lainnya. Suatu gejala dapat disebut sebagai permasalahan sosial dapat diukur melalui:

1. Tidak adanya kesesuaian antaranilai sosial dengan tindakan sosial.

2. Sumber dari permasalahan sosial merupakan akibat dari suatu gejala sosial di masyarakat.

3. Adanya pihak yang menetapkan suatu gejala sosial tergantung dari karakteristik
masyarakatnya.

4. Perasalahan sosial yang nyata (manifest social problem) dan masalah sosial tersembunyi
(latent social problem).

5. Perhatian masyarakat dan masalah sosial.

6. Sistem nilai dan perbaikan suatu permasalahan sosial.


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Permasalahan sosial yang ada di masyarakat sangat beragam. Masalah yang dihadapi oleh
seseorang belum tentu dapat disebut sebagai masalah sosial. Oleh karena
itu, Raabdan Selznick mengemukakan permasalahan sosial yang ada di masyarakat dapat terjadi
apabila:

1. Terjadi hubungan antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan penting dari
sebagian besar warga masyarakat.

2. Organisasi sosial tidak dapat mengatur hubungan antar warga dalam menghadapi ancaman
dari luar.

Dampak Masalah Sosial di Masyarakat


Dalam lingkungan masyarakat pasti terdapat berbagai macam permasalahan sosial. Contoh
masalah sosial di masyarakat, seperti kenakalan remaja, masalah kependudukan, masalah
pencemaran lingkungan, maupun masalah sosial lainnya. Adanya berbagai masalah sosial di
lingkungan masyarakat dapat membawa dampak bagi masyarakat itu sendiri. Dampak yang
muncul juga sangat beragam, baik dampak positif maupun negatif. Adapun dampak negatif dari
adanya permasalahan sosial di masyarakat, antara lain:

1. Meningkatnya tingkat kriminalitas.

2. Adanya kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin.

3. Adanya perpecahan kelompok.

4. Munculnya perilaku menyimpang

5. Meningkatkan pengangguran

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu,


1. Mampu merancang kebutuhan khusus pada permasalahan kehamilan dalam penjara,
single parent dan LGBT
2. Mampu merancang kebutuhan khusus pada permasalahan ibu pengganti
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

URAIAN
MATERI

A. Kehamilan dalam Penjara

Situasi tidak terduga, berada pada tempat dan waktu yang salah atau karena
kekhilafan seseorang harus kehilangan kemerdekaan menjadi narapidana. menjadi ironis
disini bahwa si-narapidana ini adalah seorang wanita yang saat dijatuhi putusan oleh
hakim, dalam keadaan hamil sehingga masa-masa kehamilan bahkan bisa saja sampai
melahirkan dijalani dalam penjara Oleh sebab itu patut disayangkan apabila masih ada
pemikiran, angapan bahkan tindakan yang kurang memberikan penghargaan terhadap
Wanita Indonesia.

Kedudukan wanita dalam sistem sosial, budaya, politik, hingga hukum pun
seringkali mendapat tempat yang dianggap tidak sepadan dan tidak setara dengan
lakilaki. Kedudukan wanita dalam hukum Indonesia sudah dijelaskan secara eksplisit
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Pasal 27 UUDNRI Tahun 1945 telah ditentukan bahwa semua warga
negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan bahwa setiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Tidak ada satu kata pun yang bersifat diskriminatif terhadap wanita, hal ini bawah para
founding father Negara ini sejak awal meyadari benar bahwa tidak ada perbedaan dalam
memperlakukan warga Negara-nya antara laki-laki dan perempuan.

1. Ketentuan Hukum di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia


Dalam system Pemasyarakatan, instrument hukum terkait dengan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia mengacu pada:
1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
3) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP;
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

4) Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;

Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang


Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara.
Demikianlah maka Sistem pemasyarakatan di Indonesia merupakan suatu proses
pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undangundang Dasar
1945.

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan
secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung
jawab. Adanya hubungan keterkaitan dan saling mempengaruhi antara berbagai
komponen narapidana, alat penegak hukum (pembina) dan masyarakat di luar lembaga
pemasyarakatan dalam menjalankan sistem pemasyarakatan tersebut.

Adapun komponen-komponen yang saling mempengaruhi dalam pelaksanaan sistem


pemasyarakatan meliputi :

1. Narapidana ;
2. Alat Negara penegak hukum beserta masyarakat;
3. Lingkungan hidup sosial dengan segala aspeknya.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor : 12 tahun 1995 memuat tentang Prinsip pelaksanaan


pemasyarakatan di Indonesia berdasarkan terdiri dari :

1. Pengayoman ; Dimaksudkan sebagai perlakuan kepada warga binaan pemasyarakaatn


dalam kerangka melindungi masyarakat dari pengulangan perbuatan pidana oleh
warga binaan dengan cara memberikan bekal hidup berupa pemberian ketrampilan,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

pendidikan, pembinaan jasmani, rohani dan keagamaan selama menjalani proses


pemasyarakatan.
2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; Seluruh warga binaan diperlakukan dan dilayani
sama tanpa membeda-bedakan latar belakang orang (Non Diskriminasi).
3. Pendidikan dan bimbingan; Pelayanan ini dilandasi dengan penanaman jiwa
kekeluargaan, budi pekerti, pendidikan rohani, kesempatan menunaikan ibadah dan
ketrampilan dengan berlandaskan Pancasila.
4. Penghormatan harkat dan martabat manusia; Asas ini dijelaskan sebagai bentuk
perlakuan kepada warga binaan yang dianggap orang ―tersesat‖ tetapi harus
diperlakukan sebagai manusia.
5. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; Memiliki maksud,
bahwa warga binaan hanya ditempatkan sementara waktu di dalam lembaga
pemasyarakatan untuk mendapat rehabilitasi dari negara. Seorang Narapidana hanya
kehilangan kemerdekaan bergerak, jadi hak-hak perdatanya seperti perawatan
kesehatan, makan dan minum, pakaian, olah raga, rekreasi, istirahat dan hak untuk
tidak disiksa/dianiaya tetap dilindungi dan dipenuhi.
6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
7. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan terpidana yang didasarkan
atas asas Pancasila, yaitu memandang terpidana sebagai makhluk Tuhan, individu dan
sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dalam membina terpidana dikembangkan
hidup kejiwaan, jasmaniahnya, pribadi serta kemasyarakatannya dan didalam
penyelenggaraannya mengikutsertakan secara langsung dan tidak melepaskan
hubungan dengan masyarakat.

Perlakuan terhadap Narapidana merupakan hal yang sangat penting dalam


melakukan pembinaan pada seseorang. Situasi (lingkungan sekitar) menjadi faktor
penentu keberhasilan, “ The Person and the Situation in the treatment of prisioners”.
Wujud serta cara pembinaan terpidana dalam semua aspek kehidupannya, dan
pembatasan kebebasan bergerak serta pergaulannya dengan masyarakat di luar
lembaga disesuaikan dengan kemajuan sikap dan tingkah lakunya serta lama pidana
yang wajib dijalankan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Salah satu bentuk pembinaan adalah dengan pembinaan keagamaan sebagai


bagian dari program pembinaan secara keseluruhan dimaksudkan untuk membantu
pencapaian tersebut. Pelaksanaan pembinaan keagamaan diwujudkan dalam bentuk
pendidikan dan bimbingan keagamaan yang materinya mencakup keimanan, ibadah,
akhlak dan belajar membaca Al-Quran bagi yang beragama Islam dan pelajaran bagi
yang beragama Kristen dan pendalaman rohani menurut agama dan kepercayaan
masingmasing.

Keimanan lebih ditujukan kepada pengenalan Tuhan dengan sifat-sifat


kesempurnaan-Nya, dibandingkan dengan manusia dengan sifat kekurangannya.
Mereka juga dikenalkan dengan konsep tobat yang membersihkan mereka dari
segenap dosa dan kesalahan. Ibadah lebih ditekankan pada shalat lima waktu dan
shalat malam yang meliputi bacaanbacaannya, tata cara dan makna setiap bacaan dan
gerakan. Diupayakan agar shalat merupakan kegiatan keagamaan yang menyatu
dengan diri napi selama proses hukuman.

Pembinaan kepribadian dan kemandirian yang meliputi pembinaan spiritual


maupun pembinaan jasmani telah diberikan melalui program-program kegiatan mulai
dari pendidikan, ketrampilan, kerohanian, keolahragaan dan kesenian yang telah
sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan dan juga peraturan- peraturan pelaksanaan pembinaan yang lain
yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah nomor 28
Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatann
dan prinsip – prinsip pemasyarakatan.

Dengan demikian diharapkan terpidana pada waktu lepas dari lembaga benar-
benar telah siap hidup bermasyarakat kembali dengan baik. Pemasyarakatan sebagai
sebuah sistem dan merupakan sub sistem terakhir dari sistem peradilan pidana adalah
merupakan serangkaian penegakan hukum yang bertujuan :
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

1. Agar narapidana pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan


tidak mengulangi lagi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakatnya dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat
hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
(mengembalikan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga
masyarakat yang baik);
2. Untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana
(kambuhnya kejahatan), oleh bekas Narapidana atau warga binaan
pemasyarakatan dalam masyarakat karena tidak mendapatkan pekerjaan dan
perlakuan yang tidak mendukung proses pembinaan.
3. Dengan adanya tujuan yang baik dari sistem pemasyarakatan, maka semua sub
sistem dari sistem pemasyarakatan haruslah bekerjasama dan saling mendukung
untuk mencapai satu tujuan.

Dalam sistem baru pembinaan Narapidana dengan sistem pemasyarakatan,


Narapidana diperlakukan sebagai subyek dan juga sekaligus obyek.Jadi perlakuan
terhadap Narapidana, dalam dua bentuk perlakuan. Yang menjadi satu adalah
kemampuan manusia untuk tetap memberlakukan manusia sebagai manusia yang
mempunyai keberadaan sejajar dengan manusia lain. Jadi subyek di sini mempunyai
kesamanaan, kesejajaran, dalam arti sama-sama sebagai makhluk yang spesifik yang
mampu berpikir dan mampu membuat keputusan. Selain itu, Narapidana sebagai
subyek, juga diberikan dan dilindungi hak-haknya secara hukum, yakni hak-hak
untuk Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK), Cuti Menjelang Bebas (CMB),
Pembebasan Bersyarat (PB), Asimilasi, hak untuk mendapat remisi dan hak-hak lain,
meskipun dalam prakteknya tidak semua hak-hak tersebut dapat diterima oleh
seorang Narapidana karena berbagai sebab.

Dalam hal perlakuan Narapidana sebagai subyek, adalah tidak adanya perbedaan
perlakuan (dalam masalah pembinaan) antara Narapidana pemula dengan narapidana
residivist. Ini adalah sebagai akibat tahapan proses pembinaan yang telah ditentukan
secara baku. Namun demikian, perlakuan terhadap Narapidana pemula dengan
narapidana residivist, ada perbedaan dalam masalah pengawasan (keamanannya).
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Jika melahirkan di rutan, ia akan mendapatkan perlindungan kesehatan. Hal


tersebut diungkapkan di dalam pasal 20 ayat (3) PP No. 32/1999 sebagai berikut :
Anak dari Narapidana wanita yang dibawa ke dalam LAPAS ataupun yang lahir di
LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai
anak berumur 2 (dua) tahun Pihak Rutan sendiri sebenarnya memiliki kewajiban
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sehingga, kedaan warga binaan
menjadi terkontrol dan terpantau dengan baik. Hal tersebut diatur di dalam pasal 23
PP No. 58/1999 berikut :

1. Pemeriksaan kesehatan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan
dan dicatat dalam kartu kesehatan.
2. Dalam hal ada keluhan mengenai kesehatan, maka dokter atau tenaga kesehatan
RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS wajib melakukan
pemeriksaan terhadap tahanan
3. Dalam hal hasil pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) ditemukan adanya penyakit menular atau yang membahayakan,
maka tahanan tersebut wajib dirawat secara khusus. Menurut penjelasan ayat (3)
nya, yang dimaksud dirawat secara khusus adalah “dengan menempatkan di
tempat tertentu untuk mencegah penularan kepada tahanan yang lain atau
menempatkan di rumah sakit dengan suatu pengawalan oleh petugas kepolisian”
Jika ternyata ada penyakit yang diderita, dan tidak dapat ditangani oleh dokter di
Rutan, menurut pasal 24 PP No. 58/1999, pelayanan kesehatan dapat dilakukan
di luar Rutan.

Akan tetapi, haruslah didahului oleh izin dari instansi yang menahan dan
kepala Rutan/Cabang Rutan. Biaya perawatannya pun dibebankan kepada Negara.
Untuk lebih jelasnya, berikut redaksi pasal 24 PP No. 58/1999

1) Dalam hal tahanan yang sakit memerlukan perawatan lebih lanjut, maka
dokter atau tenaga kesehatan RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang
LAPAS memberikan rekomendasi kepada Kepala RUTAN/Cabang RUTAN
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

atau LAPAS/Cabang LAPAS agar pelayanan kesehatan dilakukan di rumah


sakit di luar RUTAN/Cabang RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.
2) Pelayanann kesehatan di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus mendapat izin dari instansi yang menahan dan kepala RUTAN/Cabang
RUTAN atau LAPAS/Cabang LAPAS.
3) Dalam hal keadaan darurat, Kepala RUTAN/Cabang RUTAN atau
LAPAS/Cabang LAPAS dapat mengirim tahanan yang sakit ke rumah sakit
tanpa izin instansi yang menahan terlebih dahulu.
4) Dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam, petugas
pemasyarakatan memberitahukan pengiriman tahanan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) kepada instansi yang menahan.
5) Tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang dibawa dan dirawat di
rumah sakit harus dikawal oleh petugas kepolisian.
6) Biaya perawatan kesehatan di rumah sakit dibebankan kepada Negara.
4. Hak Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan serta Upaya-Upaya
Perlindungan yang telah di lakukan Sudah menjadi kodrat wanita mengalami
siklus menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang tidak dipunyai oleh
narapidana lain, sehingga sudah menjadi suatu kewajaran bahwa narapidana
wanita mempunyai hak-hak istimewa dibandingkan dengan narapidana
lakilaki.Yang jadi pertanyaan adalah apakah hak-hak narapidana wanita itu
dilindungi sebagai mana mestinya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang
No. 12 tahun 1995.
Dalam Undang-undang pemasyarakatan tidak diatur tentang perlindungan
hukum terhadap narapidana wanita padahal karakter narapidana wanita dan laki-
laki sungguh berbeda baik dari segi psikologis maupun dari segi pisik idealnya
penempatan antara narapidana laki-laki dan wanita harus dipisahkan.Tujuan
didirikan lembaga pemasyarakatan wanita adalah untuk memisahkan antara
narapidana wanita dengan narapidana lakilaki demi faktor keamanan dan faktor
psikologis.
Pada dasarnya hak antara narapidana wanita dan narapidana pria adalah sama,
hanya dalam hal ini karena narapidananya adalah wanita maka ada beberapa hak
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

yang mendapat perlakuan khusus dari narapidana pria yang berbeda dalam
beberapa hal, diantaranya karena wanita mempunyai kodrat yang tidak dipunyai
oleh narapidana pria yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui maka
dalam hal ini hak-hak narapidana wanita perlu mendapat perhatian yang khusus
baik menurut Undang-Undang maupun oleh petugas lembaga pemasyarakatan.
Pengaturan mengenai pelaksanaan hak narapidana wanita tertuang di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dimana Pasal 20 mengatur
perlindungan terhadap narapidana wanita yaitu :
 narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan
menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk
dokter.
 makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan
jenis pekerjaan tertentu
 anak dari narapidana wanita yang dibawa kedalam LAPAS ataupun yang
lahir di LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter,
paling lama sampai berumur 2 (dua) tahun.
 dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai umur
2 (dua) tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga,
atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara.
 untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menentukan
makanan tambahan. Anak yang lahir di Lembaga Pemasyarakatan telah
mencapai 2 tahun harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga
atau pihak lain atas persetujuan ibunya. Kenyataannya di lembaga
pemasyarakatan belum sampai mencapai usia 2 tahun sudah di ambil oleh
pihak keluarga.
Kodrat yang tidak dipunyai oleh narapidana pria yaitu menstruasi,
hamil, melahirkan, dan menyusui maka dalam hal ini hak-hak narapidana
wanita perlu mendapat perhatian yang khusus baik menurut Undang-
Undang maupun oleh petugas lembaga pemasyarakatan. Pelaksanaan hak-
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

hak lain narapidana wanita dilaksanakan berdasarkan kebijakan-kebijakan


masing-masing lembaga pemasyarakatan, seperti:
1. Memberikan dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan olah raga;
2. Memberikan dispensasi untuk tidak mengikuti kegiatan kerja bakti; dan
3. Memberikan dispensasi terhadap kegiatan-kegiatan yang membahayakan
kesehatan si ibu maupun kandungannya.

Berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak bagi narapidana wanita di


dalam lembaga pemasyarakatan sebagaimana kunjungan penulis di Lembaga
Pemasyarakatan Kota Manado, belum ada sarana dan prasarana yang mendukung
peluang perlindungan hak-haknya seperti mendapatkan rasa aman dari gangguan
sesama narapidana. Demikian halnya dengan kelengkapan sarana dan prasarana
seperti tenaga medis, ruang persalinan, closet yang mendukung keamanan bagi
perempuan yang sedang hamil serta tuntunan konseling.

B. Single Parent
Menurut single parent adalah orang yang melakukan tugas sebagai orang
tua (ayah atau ibu) seorang diri, karena kehilangan atau terpisah dengan
pasangannya. Single parent adalah keluarga yang terdiri dari orang tua tunggal
baik ayah atau ibu sebagai akibat perceraian dan kematian. single parent dapat
terjadi pada lahirnya seseorang anak tanpa ikatan perkawinan yang syah dan
pemeliharaannya menjadi tanggung jawab itu.
Pada umumnya keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan
ibu berperan sebagai orangtua bagi anakanaknya. Namun, dalam kehidupan nyata
sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada. Keadaan ini
bisa disebut dengan keluarga dengan orang tua tunggal. Menurut Sager, dkk
(dalam Duvall & Miller, 1985) menyatakan bahwa orang tua tunggal adalah orang
tua yang secara sendirian membesarkan anak- anaknya tanpa kehadiran,
dukungan, dan tanggung jawab pasangannya. Setiap orang tidak pernah berharap
menjadi orang tua tunggal, keluarga lengkap pasti idaman setiap orang, namun
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

adakalanya nasib berkehendak lain. Pada kenyataannya, kondisi ideal tersebut


tidak selamanya dapat dipertahankan atau diwujudkan. Banyak dari orang tua
yang karena kondisi tertentu mengasuh, membesarkan dan mendidik anaknya
sendiri.
Setiap manusia pasti tidak lepas dari masalah dan kebutuhan dalam
hidupnya, sekalipun hidupnya diliputi kekayaan dan kekuasaan. Masalah dan
kebutuhan yang dialami oleh setiap orangpun berbeda-beda, ada yang memiliki
masalah yang berat dan ada pula yang ringan, serta ada yang memiliki kebutuhan
yang banyak dan ada yang sedikit. Seseorang yang memiliki keluarga yang
lengkap pasti juga memiliki masalah dan kebutuhannya sendiri, tetapi masalah
dan kebutuhan tersebut bisa dibagi dan ditanggung bersama pasangannya,
sehingga terasa lebih ringan.
Selain itu masalah dan kebutuhan dalam keluarga juga bisa ditanggung
dan dihadapi berdua dengan pasangannya. Lain cerita dengan seseorang yang
hidup sebagai orang tua tunggal, ia harus menghadapi serta mengatasi masalah
dan kebutuhan yang ada pada dirinya serta masalah dan kebutuhan yang ada
dalam keluarganya seorang diri. Hal ini berarti seseorang yang menjadi orang tua
tunggal harus memiliki hati yang tahan banting dan kekuatan yang ekstra untuk
menjalankan hidupnya.
1. Sebab-sebab terjadinya keluarga single parent
a. Perceraian
Faktor ekonomi dalam artian tidak dapat terpenuhinya kebutuhan keluarga dan
kebutuhan anak. karena pekerjaan tidak pernah mendukung apa yang
diperkerjakan oleh suami dulunya. Misalnya kerja di bangunan ruko,
mendapatkan hasil yang sedikit sedangkan kebutuhan yang dikeluarkan besar.
b. Perselingkuhan
Perselingkuhan dalam artian ada pihak ketiga. Misalnya, berkerja disuatu tempat
akan tetapi ada wanita lain. Maka dari beberapa dengan adanya omongan orang
lain bahwa suami dari ini memiliki hubungan dengan wanita lain. Maka dengan
hal tersebutlah terjadi status single parent.
c. Kematian
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kematian yaitu kadang kala karena sakit, maka muncullah kematian pada
pasangan hidup yaitu suami pada wanita janda. kehilangan seorang ayah akibat
kematian sangat mengganggu ekonomi sebuah keluarga karena peranan ekonomi
yang dijalankan ayah telah tiada. Akan tetapi sebagian seorang ibu tidak mau
menikah lagi, karena pada faktor usia pun sudah tua dan ada juga single parent
yang pada nikah usia muda akan tetapi ada untuk mencari pendamping hidup.
2. Masalah yang dihadapi Single Parent
a. Masalah dalam Kehidupan Pribadi
Pemasalahan dalam kehidupan pribadi yang paling menonjol pada single parent
cerai adalah pada aspek kondisi psikologis yaitu kesepian ditinggal suami dan keinginan
agar kebutuhan seksual terpenuhi serta ingin mempunyai suami baru yang bisa menjadi
ayah bagi anak-anaknya. Menurut Yudrik Jahja (2011:299) kesendirian dan rasa frustasi
akibat tidak terpenuhinya seksualitasnya, karena tidak ada lagi suami dan dibutuhkan
ketetapan hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang menyimpang dalam pemenuhan
seksual. Terkait dengan masalah kesepian, menurut Elizabeth B.Hurlock (1980:359)
wanita madya yang suaminya meninggal atau pergi karena perceraian akan mengalami
rasa kesepian yang teramat dalam hal ini disebabkan karena kebutuhan seksual yang tidak
terpenuhi.
Bagi single parent cerai mati terkait aspek kondisi jasmani dan kesehatan,
masalah yang paling banyak dirasakan adalah kulit yang sudah keriput sehingga tidak
menarik lagi. Single parent cerai mati ini didominasi oleh single parent pada periode usia
lanjut yaitu pada usia 60 tahun ke atas. Sesuai dengan pendapat Elizabeth B.Hurlock
(1980:407) bahwa orang pada usia lanjut akan memiliki perasaan rendah diri dan tidak
enak karena perubahan fisiknya. Ia akan merasa kehilangan daya tarik dan penampilan
seksual yang mengakibatkan perasaan ditolak.
b. Masalah dalam Kehidupan Sosial
Masalah yang menonjol pada single parent cerai hidup dalam kehidupan sosial
adalah pada aspek kemampuan berkomunikasi, bertingkahlaku dan berhubungan dengan
orang lain. Masalah yang muncul pada aspek ini adalah tidak ingin mengikuti kegiatan
sosial bersama ibu-ibu di lingkungan. Elizabeth B.Hurlock (1980:361) mengemukakan
masalah sosial yang dialami janda adalah mereka akan menemukan dirinya tidak ada
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

tempat di antara orang yang memiliki pasangan kecuali mereka diundang untuk
bergabung dalam kegiatan sosial yang ada dalam masyarakat. Pada single parent cerai
mati masalah yang menonjol terkait aspek hubungan dengan jenis kelamin lain dan
pemahaman aturan pergaulan dalam masyarakat.
Masalah yang muncul pada aspek ini adalah merasa tidak pantas untuk menikah
lagi. Pada usia lanjut, keinginan untuk tidak menikah lagi bisa disebabkan oleh perasaan
malu dengan anak atau anggapan masyarakat, atau karena ragu dengan kemampuan
seksual. Menurut Elizabeth B.Hurlock (1980:390) pria dan wanita sering menahan diri
untuk melakukan hubungan seksual pada usia lanjut atau menikah lagi karena sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap hubungan seksual antara orang berusia lanjut dan
keraguan terhadap kemampuan seksual mereka.
c. Masalah dalam Kehidupan Karir/Pekerjaan

Masalah yang dialami single parent cerai hidup maupun cerai mati adalah pada
aspek memilih pekerjaan. Adapun masalah yang muncul pada aspek ini adalah single
parent tidak memiliki tabungan atau modal untuk memulai suatu usaha. Menurut
Elizabeth B.Hurlock (1980:361), janda yang pada usia madya sudah memulai untuk
bekerja belum tentu dapat memenuhi kebutuhan pada masa jandanya, karena kebutuhan
yang semakin meningkat dan karena pada masa memiliki pasangan, mereka masih diberi
oleh suami.

d. Masalah dalam Kehidupan Berkeluarga

Single parent cerai hidup mengalami masalah dalam kehidupan berkeluarga


terkait aspek hubungan dengan keluarga besar pihak suami. Masalah yang muncul pada
single parent cerai hidup ini adalah sulit berkomunikasi dengan keluarga mantan suami.
Masalah single parent menurut Elizabeth B.Hurlock (1980:361) adalah masalah yang
berhubugan dengan anggota keluarga dari pihak suami, khususnya anggota yang tidak
menyenangi menjadi istri suaminya semasa masih hidup. Single parent cerai mati yang
mengalami masalah dalam kehidupan berkeluarga terkait aspek keadaan dan hubungan
dalam keluarga. Masalah yang muncul pada aspek ini adalah anak-anak tidak
memperbolehkan untuk menikah lagi.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Single parent yang sudah janjut usia tentu harus dibahagiakan dan dijauhkan dari
beban terlebih lagi bagi mereka yang kesehatannya mulai menurun atau tidak
memungkinkan untuk hidup hanya dengan pasangan baru. Anak-anak mereka tentunya
ingin mengurus ibunya dan membawanya tinggal bersama mereka. Sedangkan kalau
single parent lanjut usia ini menikah mereka harus mengurusi suami barunya.

e. Masalah dalam Kehidupan Keberagamaan

Single parent mengalami masalah pada aspek kemampuan beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan. Masalah yang paling tinggi pada aspek kemampuan beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan adalah single parent belum menjalankan ibadah sebagai mana
mestinya. Berbeda dengan single parent cerai hidup, single parent cerai mati mengalami
masalah pada aspek keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan. Masalah yang muncul
pada aspek ini adalah jarang mengikuti hari besar keagamaan.

Sesuai yang dikemukakan oleh Elizabeth B.Hurlock (1980) bahwa janda akan
mengalami depresi dan larut dalam kesedihan sehingga membuatnya lupa akan kuasa
Tuhan. Mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak adil pada mereka dan mereka memilih
jalan yang membuat mereka jauh dari Tuhan.

3. Implikasi terhadap Layanan Konseling oleh Bidan

Layanan konseling yang diberikan konselor kepada single parent terkait dengan
fungsi pengentasan. Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999:209), konseling dilakukan
untuk membantu klien keluar dari keadaan yang tidak mengenakkan yang menggangggu
kehidupan efektif sehari-harinya. Dari sembilan jenis layanan yang dikemukakan oleh
Prayitno (2004) maka kemungkinan layanan yang dapat diberikan kepada single parent
adalah sebagai berikut:

1. Layanan Informasi Layanan informasi yang dapat diberikan terkait permasalahan


yang dihadapi single parent antara lain:
a. Kiat membina hubungan dengan keluarga besar mantan suami,
b. Tips memulai usaha,
c. Pola hidup sehat,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

d. Penyesuaian diri menghadapi usia tua dan kematian,


2. Layanan Konseling Perorangan
Dengan layanan konseling perorangan ini diharapkan single parent dapat keluar
dari masalahnya dan menuju kehidupan efektif sehari-hari. Layanan konseling
perorangan yang diberikan kepada single parent dapat berupa konseling keluarga.
Klien yang mengalami masalah misalnya merasa tidak pantas untuk menikah lagi bisa
diberikan konseling perorangan.
Klien bisa diberikan penguatan bahwa ia harus menerima keadaan sebagai single
parent dan tidak harus berlama-lama dalam kesedihan atau trauma dengan pernikahan
serta menyadarkan klien bahwa mereka masih pantas untuk menikah Pada single
parent yang mengalami masalah pada hubungan dengan keluarga besar pihak suami
dapat diberi pemahaman bahwa ia harus tetap menjaga tali silaturahmi dengan
keluarga mantan suami. Pembahasan dalam konseling perorangan tergantung pada
permasalahan yang dialami masingmasing single parent.
3. Layanan Penguasaan Konten Layanan penguasaan konten yang dapat diberikan
adalah:
a. Memulai usaha baru,
b. Membuat permohonan pengadaan modal,
c. Memulai komunikasi dengan keluarga mantan suami,
d. Kiat menjaga kesehatan dan pola hidup sehat.
4. Layanan Konseling Kelompok Menurut Elida Prayitno (2011:27), anggota konseling
kelompok keluarga tidak memiliki status dan kekuasaan yang sama seperti dalam
konseling kelompok biasa. Suasana keterikatan emosinya lebih kuat pada konseling
kelompok keluarga dibanding konseling kelompok biasa.

Permasalahan yang muncul pada single parent cerai hidup pada kehidupan
berkeluarga adalah masalah sering berselisih paham dengan anggota keluarga lainnya.
Yang menjadi anggota kelompok konseling kelompok keluarga adalah single parent dan
anggota keluarga lainnya, permasalahan dibahas secara tuntas. Masalah lain yang dapat
dijadikan konseling kelompok adalah masalah terkait hubungan dengan keluarga besar
pihak suami.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

C. LGBT
1. Konsep Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT)
Lesbian adalah seorang homosexual perempuan; perempuan yang
mengalami percintaan atau tertarik secara seksual kepada perempuan lain.
Istilah lesbian juga digunakan untuk mengexpresikan identitias seksual atau
perilaku seksual berkaitan dengan orientasi sex.
Gay menurut kamus adalah seseorang yang tertarik kepada jenis kelamin
yang sama dan tidak tertarik kepada sex lawan jenis. Gay pada dasarnya
adalah istilah yang merujuk kepada seorang (laki laki) homosexual, yaitu laki
laki yang berhubungan dengan sesama sejenis atau laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki.
Bisexualitas adalah ketertarikan secara romantis, perilaku sexual atau
ketertarikan secara sexual kepada laki laki dan perempuan, sumber lain
menyatakan sebagai romantisme atau ketertarikan secara sexual kepada semua
jenis kelamin atau identitas gender. Pada dasarnya istilah bisexualitas
biasanya digunakan untuk menggambarkan ketertarikan romantisme atau
ketertarikan sexual dalam konteks manusia kepada orang lain tanpa
membedakan laki laki atau perempuan.
Transgender mengacu kepada identitas gender seseorang yang tidak terkait
dengan jenis kelamin biologis yang diperolehnya sejak lahir. Istilah
transgender di Indonesia lebih banyak dikenal sebagai Waria, beberapa daerah
juga mempunyai istilah yang menggambarkan transgender seperti, wadam,
bencong (Jakarta), calabai (Sulawesi), dan wandu (Jawa).

Pengetahuan masyarakat umum mengenai LGBT ini masih sangat terbatas,


khususnya mengenai penyebab terjadinya perbedaan orientasi seksual dan identitas
seksual ini. Tingkat pemahaman ini sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat
terhadap kelompok LGBT.

2. Praktek dan sikap terhadap kelompok LGBT


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Pada umumnya kelompok LGBT yang terbuka di Indonesia masih mengalami


banyak kekerasan dan diskriminasi dalam kesempatan kerja dan tempat tinggal,
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan [UNDP,2014]. LGBT sulit mengakses
pekerjaan, terutama pekerjaan di sektor formal, karena banyak pemberi kerja yang
homophobic dan karena lingkungan (pada umumnya) tidak ramah terhadap kaum LGBT.
Sementara, mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan juga kerap mengalami
perlakuan diskriminatif seperti dihina, dijauhi, diancam, dan bahkan mengalami
kekerasan secara fisik (ILO,2014].

Dalam dunia kerja, kelompok LGBT yang masih tertutup, dalam situasi tertentu
masih dapat masuk ke dunia kerja tanpa diskriminasi berarti, hal sebaliknya terjadi pada
kelompok yang terbuka. Oleh karena itu LGBT yang terbuka lebih banyak
mengembangkan diri pada situasi pekerjaan yang tidak begitu terikat dengan norma-
norma seperti menjadi wirausaha mandiri. Sedangkan kelompok transgender (waria)
adalah kelompok yang paling banyak mendapatkan diskriminasi karena penampilannya
yang berbeda. Kelompok ini banyak mengembangkan diri pada sektor –sektor informal
seperti salon, industri kreatif, hiburan dan beberapa diantaranya masuk dalam dunia
prostitusi.

Kelompok LGBT umumya mengharapkan perlakuan yang lebih seimbang dan


adil dari Pemerintah, mereka ingin orientasi seksual dan perilaku seksual tidak menjadi
hambatan bagi mereka dalam bermasyarakat, berkarya, berprestasi dan berkontribusi
dalam pembangunan. Masyarakat sendiri masih memiliki stigma terkait dengan LGBT,
khususnya akibat paparan media yang berlebihan dan tindak laku LGBT itu sendiri yang
mendatangkan kekhwatiran, seperti kasus HIV AIDS, dan kasus kejahatan seksual pada
anak, ditambah lagi berlawanan dengan pemikiran yang dilandasi agama.

3. Penyebab LGBT

Penyebab kemunculan LGBT di dalam diri seseorang bisa berasal dari


beranekaragam sumber, seperti misalnya berasal sejak lahir atau given, konstruksi sosial
di masyarakat dan juga permasalahan ekonomi. LGBT disebut sebagai sesuatu yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

given atau terbawa sejak lahir dikarenakan perubahan orientasi seksual telah melekat di
dalam diri seseorang sejak ia kecil dan menjadi LGBT bukanlah semata-mata pilihannya.

LGBT juga dianggap oleh beberapa tokoh agama sebagi sesuatu yang
dikonstruksi oleh masyarakat dan lingkungan seperti misalnya pola pengasuhan orang tua
kepada anak-anak, kekecewaan terhadap pasangan, pengucilan salah satu anggota
keluarga (suami/istri) sehingga mencari pelampiasan di luar bahkan keterbukaan akses
informasi terhadap dunia LGBT juga dianggap sebagai sesuatu yang dapat menyebabkan
seseorang berubah orientasinya.

Penyebab LGBT ternyata tidak bisa begitu saja menghilangkan stigma


masyarakat yang masih menganggap LGBT sebagai penyakit yang ditularkan dari satu
orang ke orang lainnya, terutama ketika interaksi antara mereka yang bukan LGBT dan
mereka yang LGBT.

Tidak semua LGBT mengalami perubahan orientasi seksual terhadap pasangan


mereka karena given atau pengaruh lingkungan, beberapa dari mereka justru menjadi
LGBT karena tuntutan ekonomi dan merubah dirinya menjadi LGBT seperti misalnya
dengan mengenakan atribut wanita untuk yang laki-laki dan begitu juga sebaliknya.

4. Pemulihan

Terdapat pendapat yang berbeda terkait dengan pemulihan terhdap LGBT.


Sebagain mengatakan LGBT bukan suatu penyakit sehingga tidak perlu disembuhkan.
Ketertarikan pada sesama jenis adalah hal yang dapat muncul dari dalam diri tanpa
disadari atau diluar kendali LGBT. Itu bukan penyakit, itu hati.. dan itu urusan dia
dengan yang memberikan rasa itu.. bukan penyakit dan tidak perlu disembuhkan, karena
memang begitulah dia..” kata seorang tokoh masyarakat di Jakarta. Ada juga tokoh
agama dan tokoh masyarakat yang menjelaskan bahwa LGBT adalah suatu penyakit yang
bisa berpindah, mempengaruhi seorang yang heteroseks menjadi tertarik kepada sesama
jenis. Namun ada juga informan yang mengatakan jika orientasi seksual merupakan hak
seseorang dan orang lain tidak patut ikut campur di dalamnya.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

5. Sikap masyarakat secara umum terhadap LGBT

Pandangan masyarakat secara umum menurut beberapa tokoh masyarakat dan


tokoh agama bisa beranekaragam dari mulai yang tidak peduli, lalu ada juga yang ikut
serta memperhatikan dan memperjuangkan hak-hak LGBT sampai dengan yang menolak
secara tegas keberadaan mereka.

LGBT masih dianggap sebagai sesuatu yang negatif dan menjijikan oleh
masyarakat secara umum menurut pandangan para informan, hal tersebut dikarenakan
relasi-relasi yang dimunculkan oleh LGBT itu sendiri seperti misalnya prostitusi, jalanan,
penyimpangan dan berpakaian yang kerap tidak seronok seperti pada kalangan
transgender.

6. Kesehatan

Penerimaan pasien LGBT di tempat pelayanan kesehatan sudah dapat diterima


saat ini. Mereka dapat mengakses seluruh layanan kesehatan yang ada di fasilitas
kesehatan, mulai yang penyakit ringan sampai dengan penyakit menular seperti
HIV/AIDS. Menurut informan, layanan kesehatan adalah hak yang dimiliki oleh setiap
warga negara dan tidak boleh ada pembedaan antara yang heteroseksual dengan yang
LGBT.

Hambatan yang biasa diperoleh oleh kelompok LGBT ketika mengakses layanan
kesehatan salah satunya adalah masalah keterangan identitas pribadi, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, kebanyakan dari mereka adalah individu yang terusir dari
keluarganya tanpa membawa dokumen pribadi dan kemudian pindah ke tempat yang
benar-benar baru. Di tempat yang baru mereka sulit untuk mendapatkan identitas baru
karena tidak ada surat pengantar pindah domisili. Untuk transgender lebih rumit lagi
karena ambigu dalam menentukan identitas dalam dokumen resmi dengan perilaku
sehari-hari. Hal ini mengakibatkan mereka sulit dalam mengases layanan umum seperti
perbankan, surat keterangan resmi bahkan untuk ikut dalam program Jaminan Kesehatan
Nadional (JKN).

7. Ekonomi dan penghidupan


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Orientasi seksual tidak bisa dijadikan alasan untuk membatasi seseorang


memperoleh mata pencaharian tertentu. Namun yang terjadi menurut salah satu informan
justru kelompok LGBT masih terstigma negatif untuk menentukan pekerjaan yang
mereka inginkan.

Kelompok heteroseks memliki peluang yang lebih besar diterima bekerja


lapangan pekerjaan baik di sebagai pegawan negeri sipil maupun swsata. Tetapi bagi
kaun LGBT sangat sulit mencari lapangan pekerjaan yang bisa mendukung orientasi
mereka. Sehingga agar dapat diterima bekerja, jalan satu-satunya adalah merahasiakan
jati diri. Penerima kerja masih melihat penampilan dan orientasi seksual dalam proses
pemilihan pekerja, sehingga kelompok-kelompok LGBT lebih memilih industri atau
pekerjaan yang dapat menerima mereka apa adanya seperti misalnya industri kreatif.

Beberapa tempat tentunya memiliki pandangan yang berbeda dalam menerima


LGBT sebagai pekerja di lingkungan kantornya, seperti misalnya yang terjadi di
lingkungan pegawai negeri sipil dikatakan oleh salah satu informan bahwa kelompok
LGBT dapat diterima di lingkungan tersebut, dengan diterimanya mereka, nantinya
pekerja LGBT tersebut dapat diarahkan dan dibimbing secara perlahan agar menjadi
seperti masyarakat pada umumnya.

Ada juga tempat yang tidak bisa menerima keberadaan LGBT di lingkungan
mereka seperti pengalaman salah satu informan di tempat kerjanya di Dewan Perwakilan
Rakyat RI, lingkungan DPR dikatakan olehnya belum dapat menerima gejala-gejala
LGBT seperti misalnya lelaki yang lebih banyak bergaul dengan perempuan. Namun
informan mengatakan, seandainya terdapat anggota DPR yang ketahuan LGBT memiliki
kemungkinan tidak terpilih lagi di tahun-tahun berikutnya.

8. Pendidikan

Undang-undang Dasar 1945 (pasal 31, ayat 1) menjamin bahwa pendidikan hak
semua warga negara Indonesia, baik warga negara heteoseks maupun yang LGBT.
Kelompok LBGT ini juga merupakan warga negara Indonesia yang seharusnya
mendapatkan perlakuan yang sama oleh pemerintah, namun seringkali masyarakat lain
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dan pemerintah lupa bahwa kaum ini juga merupakan bagian dari warga negara. Dan
pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan hak-hak asasi kaum LGBT
ini.

Kelompok LGBT di sekolah butuh perhatian lebih yang nantinya dapat


membimbing, mengarahkan dan tidak mendiskreditkan atau memojokan mereka terutama
dari pihak sekolah. Pihak sekolah seharusnya mengajarkan anak didik agar dapat
menerima perbedaan, saling toleransi dan mendukung hak–hak yang dimiliki oleh
masing-masing anak didik. Pihak juga sekolah memberikan perhatian yang sama kepada
seluruh anak didik.

9. HAM dan Diskriminasi

Indonesia sebagai negara hukum dan penegak HAM, dan merupakan salah satu
negara yang turut meratifikasi International Covenan on Economic, Social and Cultural
Rights (ICESCR) sudah semestinya warga masyarakatnya, termasuk LGBT mendapatkan
perlakuan yang layak dan perlindungan sama dalam berbagai kehidupan masyarakat,
seperti akses terhadap lapangan pekerjaan, pendidikan, dan jaminan keamanan sosial
yang lain. Namun, pemerintahpun dalam hal ini belum dapat berbuat banyak terhadap
kaum LGBT. LBGT masi dianggap kelompok yang menyimpang yang tidak mengikuti
norma dan nilai-nilai sosial dan agama yang berkembang di Indonesia.

Layaknya 2 orang pasangan yang saling mencintai, LGBT juga ingin agar
hubungan mereka dapat dilanjutkan kejenjang perkawinan layaknya kaum heteroksek.
Keinginan untuk mewujudkan perkawinan sesama jenis di Indonesia saat ini tidak
mungkin dilakukan karena tidak peluang yang dapat dimanfaatkan. Undang-undang
Perkawinan No 1 Tahun 1974 dengan tegas hanya mengakui perkawinan yang saha
adalah perkawinan antara perempuan dan laki-laki. Selain undang-undang, norma sosial
dan agama juga melarang perkaiwan sesama jenis.

Semua orang berhak memiliki kedudukan yang sama di mata hukum termasuk
kelompok. Identitas diri dalam hal ini kartu penduduk (KTP) adalah sesuatu yang sangat
penting dalam mengurus berbagai hal terkait administasi seperti melanjutkan pendidikan,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

pekerjaan, pembuatan pasport dan lain-lain. Bagi kalangan transgender, tentu mereka
merasa bukan salah satu dari jenis kelamin laki-laki atau perempuan.Terkait dengan
identitas secara legal, informan mengatakan bahwa perlu untuk mengetahui penyebab
seseorang menjadi LGBT. Jika LGBT terjadi karena faktor biologis/hormon, perlu
dipertimbangkan untuk melegitimasi identitas orang tersebut. Pembuktian harus melalui
benar-benar ilmiah dan dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten untuk hal tersebut.
Tetapi persoalanya tidak berhenti disitu saja, jal ini tentu akan banyak ditentang oleh
berbagai pihak karena akan mengakui identitas penduduk yang baru sama sekali.

D. Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

Keturunan merupakan salah satu hal yang menandakan eksistensi manusia


sebagai makhluk hidup. Tapi pada kenyataannya, kehadiran anak yang didambakan itu
ada yang tidak terwujud. Hal ini bisa terjadi apabila salah satu atau kedua pasangan
suami istri mempunyai kelainan pada alat reproduksinya. Hal ini disebabkan karena
pasangan suami istri tersebut mengalami infertilitas, suatu kondisi dimana pasangan
suami-istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual
sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan alat
kontrasepsi dalam bentuk apapun.

Selama ini cara yang banyak ditempuh adalah dengan melakukan pengangkatan
anak, tetapi dalam perkembangannya pasangan suami istri tersebut menghendaki bahwa
mereka mendapatkan anak yang masih tetep memiliki hubungan genetik dengan mereka.
Jika istri memiliki kalainan, maka pembuahan dapat dilakukan dengan cara inseminsai
buatan (pembuahan dapat dilakukan dalam kandungan istri) atau menyewa rahim
seseorang yang biasa disebut dengan Surrogate Mother. Surrogate Mother, terjadi karena
pihak wanita tidak bisa mengandung karena kelainan pada rahim, sehingga peran istri
digantikan oleh wanita lain untuk menggantikan fungsinya sebagai seorang ibu yang
menjalani kandungan dan melahirkan baik diberi imbalan ataupun sukarela2. Namun
seiring dengan perkembangan jaman, terjadi pergeseran pada makna dari substansi awal
sebagai alternatif medis, menjadi ke arah sosial dan eksploitasi nilai sebuah rahim atau
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

sering disebut ladang bisnis/alat mencari nafkah yang baru demi gaya hidup masyarakat
yang semakin tinggi.

Hal ini terjadi dimasyarakat kalangan kelas menegah keatas, karena terjadinya
masalah pada vertilisasi (kesuburan reproduksi), sehingga tidak dapat hamil.
Permasalahan inipun ditunjang dengan kemajuan ternologi kedokteran terkait
permasalahan reproduksi, yaitu cara kelahiran di luar cara ilmiah atau disebut dengan
Assisted Reproductive Technologis (ART). Assisted Reproductive Technologis (ART)
merupakan cara untuk memiliki keturunan yang dilakukan oleh pihak ketiga (pasangan
suami istri) melalui cara sewa rahim agar memiliki keturunan.

Sewa Rahim/Surrogate Mother yaitu fenomena yang masih baru dinegara kita
namun diluar negara terutama Amerika dan Eropa fenomena sewa rahim atau ibu
tumpang sudah menjadi perkara biasa. Teknologi sewa rahim biasanya dilakukan bila
istri tidak mampu dan tidak boleh hamil atau melahirkan. Embrio dibesarkan dan
dlahirkan dari rahim perempuan lain yang bukan merupakan istri sah, walaupun bayi itu
menjadi milik secara hukum suami istri yang ingin mempunyai anak tersebut. Untuk
jasanya tersebut wanita pemilik rahim akan menerima bayaran dengan jumlah yang telah
disepakati keluarga yang ingin menyewakan rahimnya tersebut dan wanita itu harus
menandatangi perjanjian untuk menyerahkan bayi yang dilahirkannya itu ke keluarga
yang telah menyewa.

Awalnya peminjaman rahim atau surrogate mother terjadi karena pihak isteri
tidak bisa mengandung karena sesuatu hal yang terjadi pada rahimnya sehingga peran
istri dialihkan pada wanita lain untuk menggantikan fungsinya sebagai seorang ibu dalam
mengandung dan melahirkan, baik dengan imbalan materi ataupun sukarela.
Perkembangan selanjutnya terjadi pergeseran makna dan substansi, dari substansi awal
sebagai alternative kelainan medis (karena cacat bawaan atau karena penyakit) yang ada
kearah sosial dan eksploitasi nilai sebuah rahim, yang mana pihak peminjam bukan lagi
karena alasan medis, tetapi sudah beralih kealasan kosmetik dan estetika, bahkan
ekonomi sementara bagi pihak yang meminjamkan akan menjadikannya sebagai suatu
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

ladang bisnis baru dengan meminjamkan rahimnya sebagai alat mencari nafkah (terutama
pada mayarakat ekonomi rendah) seperti India.

Di India pemerintah setempat memfasilitasi proses peminjaman rahim dengan


membuatkan sebuah pusat untuk model peminjaman rahim termasuk dengan pengurusan
visa khusus dan visa medis. Rahim yang digunakan sebagai alat reproduksi dengan tujuan
untuk mendapatkan keuntungan materi semata sangatlah tidak etis, karena pandangan
yang beredar di masyarakat bahwa rahim merupakan tempat berkembangnya embrio dan
tidak untuk tujuan ekonomi semata. Masyarakat menilai jika rahim digunakan sebagai
tempat “persewaan” embrio akan menurunkan harkat dan martabat wanita. Setiap wanita
mempunyai hak dan kewajiban untuk mempergunakan rahimnya sesuai dengan
semestinya. Khalayak umum erat kaitannya dengan adat dan budaya setempat. Para
budaya timur beranggapan bahwa rahim seorang wanita harus dihormati, karena lewat
rahim wanita inilah kita dilahirkan. Pelaksanaan peminjaman rahim di Indonesia
mengalami kendala tidak adanya payung hukum (aturan perundang-undangan) yang
mengatur peminjaman rahim serta pertimbangan etika berdasarkan norma-norma yang
berlaku di Indonesia.

Dilihat dari aspek hukum perjanjian, perjanjian peminjaman rahim tidak


mempunyai aturan hukum yang jelas, terlebih lagi objek yang diperjanjikan sangatlah
tidak lazim, yaitu rahim, baik benda maupun difungsikan sebagai jasa. Karena
keberadaannya yang belum mempunyai payung hukum, peminjaman rahim menimbulkan
kekhawatiran para pihak yang menjalaninya bahwa perbuatan tersebut adalah illegal.

Namun secara yuridis terdapat beberapa pasal dalam KUH Perdata yang dapat
digunakan untuk mengkaji substansi dari perjajian peminjaman rahim yaitu Pasal 1320
KUH Perdata5. Dalam perjanjian peminjaman rahim apabila dikaitkan dengan syarat
sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata maka terdapat beberapa hal yang
perlu dipertanyakan. Salah satunya adalah mengenai hal tertentu yang diatur dalam
perjanjian peminjaman rahim, dimana dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang tentang
Kesehatan disebutkan bahwa teknologi reproduksi untuk membantu kehamilan diluar
ilmiah hanya dapat dilakukan dengan metode bayi tabung.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dalam hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak. Hal ini juga diatur
dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”6. Hal ini
berarti bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi atau isi
dari perjanjian. Lalu bila dihubungkan dengan syarat sah perjanjian, bagaimana
kedudukan dari perjanjian peminjaman rahim tersebut, ketika dalam suatu perjanjian
peminjaman rahim kedua belah pihak yaitu pasangan suami istri dan calon ibu pengganti
sama-sama bersedia dan telah bersepakat untuk melakukan perjanjian peminjaman rahim
tersebut.

a. Fenomena Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

Salah satu dari penemuan teknologi sains modern yang sangat bermanfaat bagi
manusia adalah penemuan inseminasi buatan pada manusia. Inseminasi buatan yang di
maksud adalah penghamilan buatan yang di lakukan terhadap seorang wanita tanpa
melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim
wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah yang semakna adalah kawin suntik,
penghamilan buatan dan permanian buatan.12 Penemuan ini sangat bermanfaat bagi
manusia, terutama bagi pasangan suami istri yang tidak bisa mendapatkan anak dengan
cara alami.

Masalah bayi tabung, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu berasal dari
ikatan suami istri yang sah, maka hal tersebut dibolehkan. Tetapi, jika sperma dan ovum
yang dipertemukan tersebut bukan berasal dari suami istri yang sah, maka hal itu tidak
dibenarkan bahkan dianggap sebagai perzinahan terselubung.13 Dengan adanya
kemunculan inseminasi bayi tabung, cara yang dilakukan semakin luas dimana ketika
inseminasi ini beralih pada penyewaan rahim Penyewaan rahim sendiri adalah suatu
perjanjian yang biasanya memiliki persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua belah
pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis) atau perjanjian itu
berupa kontrak (bisnis).

Dalam pengertian lain sewa rahim adalah menyewa atau mengunakan rahim
wanita lain yang bukan istri untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (yang kebiasaannya suami isteri) kemudian
janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu
diberikan kepada pasangan suami isteri itu untuk dipelihara dan anak tersebut akan
disebut sebagai anak mereka dari sudut undang-undang. Pengertian ini dikenal dengan
sewa rahim, kerana lazimnya pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak ini akan
membayar sejumlah uang dalam jumlah besar kepada ibu yang mengurus untuk mencari
ibu yang sanggup mengandung anak dari benih mereka dan dengan syarat ibu sewa
tersebut akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang
dijanjikan.

Bayi tabung pertama kali berhasil dilakukan di Inggris di pasangan suami Istri
Brown, kemudian semakin berkembang dan bergeser menjadi sewa rahim. Pusat sewa
rahim terkenal di dunia adalah India. Dalam beberapa tahun terakhir praktik tersebut
meningkat di Cjennai, bagian selatan India. Hal tersebut memunculkan lebih dari 12
rumah sakit siap melaksanakan prosedur sewa rahim terhadap 150 perempuan dan
mayoritas yang siap menjadi ibu pengganti berasal dari kelurga miskin yang rela
mengandung bayi orang lain demi mendapat bayaran.16 Sejauh ini dikenal dua jenis
sewa rahim, yaitu.

1. Sewa rahim semata (gestational surrogacy) Embrio yang lazimnya berasal dari
sperma suami dan sel telur istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF,
ditanamkan dalam rahim perempuan yang disewa.
2. Sewa rahim dengan keikut sertaan sel telur (genetic surrogacy) Sel telur yang turut
membentuk embrio adalah sel telur milik perempuan yang rahimnya disewa itu,
sedangkan sperma adalah sperma suami.

Walaupun pada perempuan pemilik rahim itu adalah juga pemilik sel telur, ia
tetap harus menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkannya kepada suami istri yang
menyewanya. Sebab, secara hukum, jika sudah ada perjanjian, ia bukanlah ibu dari bayi
itu. Pertemuan sperma dan sel telur pada tipe kedua dapat melalui inseminasi buatan,
dapat juga melalui persetubuhan antara suami dengan perempuan pemilik sel telur yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

rahimnya disewa itu.17 Sedangkan tujuan dilakukannya sewa rahim ini berbagai macam,
diantara adalah:

1. Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa kerana
ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalangnya dari mengandung dan
melahirkan anak.
2. Rahim wanita tersebut dibuang kerana pembedahan.
3. Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban kehamilan,
melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya
dengan mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan.
4. Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause).
5. Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewakan rahimnya kepada orang
lain.

b. perubahan social Program Surrogate Mother secara sosiologis

Salah satu teori Sosiologi yang mendukung adanya perubahan dalam masyarakat
adalah “Teori Perubahan Sosial” melalui teori Evolusioner (Horton dan Hunt, 1992) 7.
Dimana perkembangan teknologi tinggi masa kini adalah bukti adanya perubahan
kehidupan dalam masyarakat, yang gejala-gejalanya perubahan tersebut menyangkut
pada bidang seni, sastra, hukum, moral, agama, perdagangan dan lainnya yang tak
ketinggalan juga adalah bidang teknologi.

Bidang ini ternyata telah membawa pengaruh dalam kehidupan manusia yang
secara sosial sifat dasar manusia salah satunya adalah hidup berkelompok, dan
berinteraksi satu dengan lainnya. Program Surrogate Mother secara sosiologis dapat di
lihat sebagai suatu perubahan sosial dimana faktor dinamika manusia yang kreatif secara
terbuka mereka menciptakan kondisi perubahan tersebut atas dasar kebutuhannya,
walaupun dalam proses perubahan tersebut terkadang menimbulkan reaksi konflik dalam
arti ada yang pro dan kontra.

Dengan adanya reaksi yang positif ataupun negatif tentang suatu perubahan
sosial, hal ini juga dijelaskan dalam teori sosiologi yaitu teori Konflik yang dalam
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

premispremisnya menjelaskan bahwa: “Setiap orang memiliki kepentingan sendiri-


sendiri, setiap orang akan berusaha mewujudkan kepentingan itu, dan cara yang
digunakan untuk mewujudkan kepentingan itu adalah dengan menggunakan suatu
kekuatan. Menyimak orang berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk bisa
memenuhi apa yang menjadi kepentingannya yaitu memiliki seorang anak dengan
program Sewa Rahim/Surrogate Mother.

Walaupun dalam upaya ini orang tidak boleh melupakan akan kebesaran Allah
sebagai pemilik alam semesta, karena tanpa ijin Nya maka segala perubahan itu tidak
akan terwujud8. Menurut Selo Soemarjan pakar Sosiologi menjelaskan bahwa penyebab
perubahan sosial adalah karena anggota masyarakat pada suatu waktu tertentu merasa
tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupan yang lama. Norma-norma dan lembaga-
lembaga sosial atau saranasarana penghidupan yang lama dianggap tidak memadai lagi
untuk memenuhi kehidupannya yang baru.

Selanjutnya menurut Syarbini dan Rusdiyanta (2009) dijelaskan pula bahwa


secara umum penyebab perubahan sosial budaya dapat dibedakan dalam dua
golongan yaitu:

1) Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri salah satunya adalah adanya
perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai suatu kesadaran orang perorangan akan
kekurangan dari kebudayaannya, kualitas ahli dalam suatu kebudayaan serta
rangsangan masyarakat berinovasi; dan
2) Perubahan berasal dari lingkungan alam fisik disekitar manusia, bersumber pada
lingkungan fisik yang kadangkadang disebabkan oleh tindakan para warga
masyarakat, seperti penebangan liar oleh segolongan masyarakat hingga terjadi tanah
lonsor, banjir dan lainnya.

Pada situasi saat ini ternyata perkembangan teknologi di bidang kesehatan telah
membuka jalan untuk suatu potensi jalan keluar bagi dunia kesehatan yang pada
perkembangannya menampilkan isu etika dan moral yang sebelumnya tidak terfikirkan
oleh masyarakat. Hal itu adalah perkembangan teknologi dibidang kesehatan khususnya
yang berkaitan dengan teknologi dibidang Reproduksi. Mengingat pada kenyatannya
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

terdapat kurang lebih 10 % dari pasangan suami isteri tidak dikaruniai keturunan
(Infertil), sedangkan kecil kemungkinannya bagi mereka melakukan adopsi anak
(Thamrin, 2014).

Perkembangan di bidang kedokteran, sosial dan hukum di seluruh dunia


membuka jalan bagi surrogate mother modern komersial, sejarah surrogate mother
dimulai pada tahun 1870 di China, akhirnya pada tahun 1985 di Amerika Serikat, seorang
perempuan sukses yang pertama hamil sebagai ibu pengganti dan melahirkan tahun 1986,
sekaligus memunculkan persoalan hukum pertama, dimana ibu pengganti tidak mau
menyerahkan bayi ke ibu genetik. Teknik ibu pengganti dapat diartikan sebagai
penggunaan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah
dibuahi oleh benih lelaki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga
dilahirkan.

Perempuan yang menggunakan rahimnya untuk hamil dimana janin yang


dikandungnya tersebut milik wanita lain dan setelah bayi lahir hak kepemilikan atau hak
asuh bayi tersebut diserahkan kepada wanita lain dan ayah dari bayi tersebut. Praktek
surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu pengganti
tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah (Yendi, 2011). Kaidah
ini dikenal juga dengan sewa rahim karena lazimnya pasangan suami isteri yang ingin
memiliki anak ini akan memberikan imbalan kepada ibu pengganti yang sanggup
mengandung benih mereka, dengan syarat ibu pengganti tersebut akan menyerahkan anak
setelah dilahirkan atau pada waktu yang telah ditetapkan sesuai perjanjian. Teknik ibu
pengganti biasanya dilakukan bila istri tidak mampu atau tidak boleh hamil atau
melahirkan.

Embrio dibesarkan dan dilahirkan dari rahim wanita lain bukan istri walaupun
bayi itu menjadi milik pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak tersebut. Secara
umum terdapat lima bentuk tipe teknik sewa rahim (Yendi, 2011), yaitu:

1. Sel telur isteri dipertemukan dengan sperma suami, kemudian dimasukkan ke dalam
rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki sel telur yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan, akibat penyakit yang
kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Sama dengan tipe yang pertama, kecuali sel telur dan sperma yang telah
dipertemukan tersebut dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu pengganti
setelah kematian pasangan suami isteri itu.
3. Sel telur isteri dipertemukan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan isteri
ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi sel telur isteri dalam keadaan baik.
4. Sperma suami dipertemukan dengan sel telur wanita lain, kemudian dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri mengalami penyakit pada
kandung telur dan rahimnya sehingga tidak mampu menjalani kehamilan, atau isteri
telah mencapai tahap menopause.
5. Sperma suami dan sel telur isteri dipertemukan, kemudian dimasukkan ke dalam
rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain
sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.

Menurut Sonny Dewi Judiasih, Susilowati Suparto Dajaan dan Deviana


Yuanitasari, Surrogate Mother merupakan teknik bayi tabung (fertilisasi in vitro), yaitu di
mana sperma dan ovum pasangan suami istri yang di proses dalam tabung, lalu
dimasukan kedalam rahim orang lain, bukan kedalam rahim istri. Perempuan yang
bersedia dititipkan embrionya tersebut disebut surrogate mother, umumnya dengan
perjanjian antara surrogate mother dengan pasangan suami istri yang ingin menggunakan
jasa surrogate mother tersebut yang biasa disebut dengan intended parent, dalam isi
perjanjian ini surrogate mother, diberi biaya untuk kebutuhan selama proses mengandung
anak tersebut, saat proses melahirkan, dan setelah melahirkan. Surrogate mother, ini
setelah melahirkan anak tersebut harus menyerahkan kepada intended parent. Adapun
jenis sewa Rahim, memiliki klasifikasi yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Traditional surrogacy;
2. Gestational surrogacy; dan
3. Intended mother.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Peraturan terkait surrogacy di Indonesia tidak mempunyai ketentuan yang mengatur


mengenai surrogate mother. Di Indonesia menyiratkan bahwa melarang praktik surrogate
mother, tetapi pada kenyataannya terjadi dibeberapa wilayah yang dilakukan secara
diam-diam dan dengan cara kekeluargaan. Peraturan yang dapat dikatakan secara
ketentuan, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 127 ayat
1.
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Menkes/SK/2010 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu.
3. Peraturan Pemerintahan Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Pasal
1 angka 10, Pasal 40 ayat (1-4), Pasal 43 ayat (1), dan ayat (3).

Dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
diatur bahwa kehamilan di luar cara alamiah hanya dilakukan oleh pasangan suamiistri
yang sah dengan syarat sebagai berikut 12 :

1) Hasil sperma dan ovum dari suami-istri yang bersangkutan di tanamkan dalam rahim
istri dari mana ovum itu berasal.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
melakukan hal itu.
3) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Secara gramatikal bisa ditafsirkan bahwa
yang boleh dilakukan oleh hukum di Indonesia adalah metode pembuahan sperma
dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah yang ditanamkan dalam rahim istri dari
mana ovum berasal yang dikenal dengan metode bayi tabung.

Hal ini berarti bahwa metode atau kehamilan diluar cara ilmiah selain yang di atur
dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
tidak dapat dilakukan di Indonesia. Larangan praktik peminjaman rahim ini juga
tercantum dalam:

1) Permenkes Republik Indonesia Nomor 039 Menkes/SK/2010 tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu yang menyatakan
dengan tegas bahwa dilarang melakukan surrogasi dalam bentuk apapun.
2) Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
mengatur bahwa 13:
a) Ayat (1) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah hanya
dapat dilakukan pada pasangan suami-istri yang terikat perkawinan yang sah dan
mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan.
b) Ayat (2) Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan hasil
pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami-istri yang bersangkutan
dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.

Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai dengan
norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Kesehatan yang berlaku di Indonesia, metode atau upaya
kehamilan diluar cara alamiah selain yang diatur dalam ketentuan tersebut, secara hukum
tidak dapat dilakukan di Indonesia.Larangan peminjaman rahim pada Undang-Undang
tentang Kesehatan berdasarkan atas muatan asas dan tujuan dari undang-undang tersebut,
yaitu pembangunan kesehatan yang diselenggarakan dengan berasaskan peri
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

kemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan


kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-normaagama. Sesuai
dengan pengakuan Indonesia terhadap dipeluknya 6 agama, ajaran norma agama yang
dianut oleh masyarakat Indonesia melarang dilakukannya peminjaman rahim.

Jadi, yang di perbolehkan di hukum Indonesia adalah metode bayi tabung yaitu
metode pembubuhan antara sperma milik suami dan ovum milik istri yang terikat dalam
perkawinan yang sah di mata hukum yang kemudian ditanam di rahim istri yang
bersangkutan atau ditanamkan dalam rahim istri dimana ovum itu berasal. Sedangkan
metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam Pasal 127
ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut, dalam hal
ini ibu pengganti atau surrogate mother atau penititipan embrio ke dalam rahim wanita
lain secara hukum belum dapat dilakukan di wilayah hukum Indonesia. Dalam
prakteknya, peminjaman rahim atau ibu pengganti membuka peluang lebar adanya anak
yang dilahirkan di luar nikah. Seorang gadis atau janda yang bersedia untuk melahirkan
tanpa nikah dan hanya melalui penyewaan rahimnya saja, dapat membawa dampak buruk
serta penderitaan terhadap masa depan anak, di antaranya adalah :

1) Anak terlahir dengan status anak di luar nikah


2) Anak kehilangan hak waris orang tua kandungnya
3) Anak mendapat stigma buruk di masyarakat
4) Anak tersebut dapat disangkal oleh orang tua kandungnya maupun oleh orang tua
titipan

Mengenai point di atas, dalam pelaksanaannya anak yang dihasilkan dari proses
sewa rahim, sangat memungkinkan adanya penolakan atau sangkalan dari dua pihak
sekaligus. Pertama dari orang tua kandung, kedua dari orang tua biologis (yang punya
benih). Di bawah ini beberapa kemungkinan terjadinya penolakan anak :

1) Jika anak terlahir dari ibu kandung (yang disewa rahimnya) dan status ibu tersebut
tidak terikat oleh suatu perkawinan yang sah, maka anak yang dilahirkannya itu dapat
saja ditolak oleh ayah biologisnya (penitip sperma) karena biaya yang dijanjikan
ternyata tidak ada, apalagi jika anak tersebut terlahir dalam keadaan cacat, dengan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dalil bahwa anak tersebut bukan anaknyakarena tidak terlahir dalam


ikatanperkawinan yang sah. Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun
1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah.Kemudian pasal 250 KUH Perdata menentukan
bahwa anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si
suami sebagai ayahnya.
2) Jika anak terlahir dari ibu kandung (yang disewa rahimnya) dan status ibu tersebut
terikat oleh suatu perkawinan yang sah, maka anak yang dilahirkannya itu dapat
ditolak oleh suami dari ibu tersebut. Dengan dalil Pasal 44 Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang menentukan :
a) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bila
ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada
perzinaan.
b) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan
pihak yang berkepentingan.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwasanya begitu menderitanya anak


yang dilahirkan melalui praktek sewa rahim atau ibu pengganti. Anak dapat kehilangan
statusnya sesaat setelah dilahirkan sekaligus kehilangan hak-haknya sebagai manusia.
Dalam sistem hukum Indonesia terdapat pengaturan dalam Pasal 42 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah, sedangkan Pasal 43
Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Di Indonesia, status anak yang lahir dari ibu pengganti dalam kaitan dengan
pengaturan Undang-Undang Perkawinan, bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari
ibu pengganti, bukan anak dari orang tua yang menitipkan benih di rahim ibu pengganti.
Sebenarnya secara biologis, anak yang dilahirkan oleh si ibu pengganti dari adanya sewa
rahim tersebut adalah anak dari si pasangan suami dan istri tersebut, hanya saja dilahirkan
melalui perempuan lain. Akan tetapi, mengenai hal ini terdapat beberapa pendapat., untuk
melihat golongan anak dari kasus surrogate mother, harus dilihat dulu status perkawinan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dari wanita surrogate. Anak yang dilahirkan dari sewa rahim dapat berstatus sebagai anak
di luar perkawinan yang tidak diakui, jika status wanita surrogate-nya adalah gadis atau
janda.

Dalam hal ini, anak yang dilahirkan adalah anak di luar perkawinan yang tidak
diakui, yaitu anak yang dilahirkan karena zina, yaitu akibat dari perhubungan suami atau
isteri dengan laki-laki atau perempuan lain14. Akan tetapi, anak tersebut dapat menjadi
anak sah jika status wanita surrogate-nya terikat dalam perkawinan yang sah (dengan
suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak sah pasangan suami isteri yang
disewa rahimnya, sampai si bapak (suami dari wanita surrogate) mengatakan “Tidak”
berdasarkan Pasal 251, Pasal 252, dan Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUHPer”) dengan pemeriksaan darah atau DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan
dan juga berdasarkan atas Undang-Undang Perkawinan Pasal 44 yang mengatur bahwa
15 :

“Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya
bila mana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari
perzinaan tersebut.”

Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan


pihak yang berkepentingan. Adanya praktik surrogate mother yang dilakukan oleh
masyarakat, menimbulkan banyak persoalan-persoalan hukum, yang harus direspon oleh
semua pihak karena ketidakjelasan payung hukumnya16. Bukan hanya itu terdapat pula
berbagai masalah dari segi sosial dalam pelaksanaan Surrogate Mother. Sebuah studi
yang dilakuan Research Centre Psikologi Keluarga dan Anak di University of City,
London, Inggris pada tahun 2002 menyimpulkan bahwa ibu pengganti mengalami
kesulitan melepaskan anak dan bahwa ibu dimaksudkan menunjukkan kehangatan yang
lebih besar pada anak dari ibu hamil secara alami (Jadva V, etal., 2003; Golombok S,
etal., 2004; Golombok S, etal, 2011).

Ibu pengganti terlibat dalam berbagai teknik distancing seluruh kehamilan, untuk
memastikan bahwa mereka tidak menjadi emosional melekat pada bayi. Banyak ibu
pengganti sengaja mencoba untuk membantu perkembangan keterikatan emosional antara
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

ibu genetic dengan anak (Teman E,2003; Teman E, 2003; Teman E, 2010). Meskipun ibu
pengganti umumnya melaporkan merasa puas dengan pengalaman mereka sebagai
pengganti, ada kasus-kasus dimana tidak sesuai harapan yang terkait ketidakpuasan.
Beberapa wanita merasa pada tingkat tertentu merasa dihormati oleh pasangan
(Ciccarelli, etal., 2005).

Beberapa wanita mengalami gangguan emosi ketika berpartisipasi sebagai ibu


pengganti. Hal ini bisa disebabkan kurangnya terapi dan dukungan emosional (Ciccarelli,
etal., 2005). Beberapa wanita memiliki reaksi psikologis ketika menjadi ibu pengganti.
Ini termasuk depresi ketika menyerahkan anak, kesedihan, dan bahkan penolakan untuk
melepaskan anak (Milliez J, 2008). Sebuah studi dari Pusat Penelitian Keluarga di
Universitas Cambridge menemukan bahwa surrogate mother tidak memiliki dampak
negatif pada anak-anak dari ibu pengganti itu sendiri (Imrie S., etal., 2012).

Penyesuaian anak pada ibu pengganti (Golombok S, etal., 2011). Agama yang
berbeda mengambil pendekatan yang berbeda untuk surrogate mother, berhubungan
dengan sikap mereka pada teknologi reproduksi17. Masalah etika yang mengemukan
antara lain kekhawatiran tentang eksploitasi, komodifikasi, dan paksaan ketika wanita
dibayar untuk menjadi hamil dan melahirkan, terutama dalam kasus dimana ada besar
perbedaan kekuasaan antara pihak pasangan dengan ibu pengganti, kepatutan pandangan
masyarakat untuk mengizinkan perempuan untuk membuat kontrak menggunakan tubuh,
perlindungan hak asasi perempuan sebagai ibu pengganti, kewajaran kontrak sebagai ibu
pengganti, kewenangan yuridiksi memutuskan yang bertentangan dengan nurani ibu
pengganti, instink seorang ibu (Schenker JG, 2008).

D. Pekerja Seks Komersial

Indonesia, melalui Kementrian Sosial mencanangkan bahwa Indonesia Bebas


Lokalisasi Prostitusi pada tahun 2019. Komitmen politik ini direspon positif oleh
sebagian besar masyarakat yang memandang komersialisasi seks sebagai praktik yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

bertentangan dengan norma-norma agama dan norma-norma sosial masyarakat serta


mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap ketahanan keluarga dan masyarakat. Di
lain sisi, sebagian kelompok masyarakat menanggapi rencana tersebut dengan pesimis
karena hanya menangani masalah di permukaan mengingat kompleksitas pelacuran di
Indonesia serta kurangnya konsistensi pemerintah dalam pencegahan dan penanganan
komersialisasi seks di Indonesia. Misalnya, walaupun aturan negara terkait pelarangan
prostitusi dijabarkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 296 dan
Pasal 506 hanya mempidana pihak yang mengorganisasikan atau menyediakan mucikari,
germo) yang dapat dikenakan pidana.

Pada saat bersaman, lemahnya penegakan hukum, korupsi, dan kesenjangan


ekonomi yang dipandang sebagai akar dari maraknya komersialisasi seks masih kurang
mendapat penanganan serius dari pemerintah. Tidak tersedia data yang valid untuk
mengungkapkan secara tepat jumlah pekerja seks di Indonesia. Data yang tersedia di
Kementrian Sosial Indonesia umumnya mencatat jumlah pekerja seks yang terdaftar,
yaitu mereka yang terdaftar di lokalisasilokalisasi yang tersebar di wilayah Indonesia.
Data tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah WTS di Indonesia sebanyak 71.721 orang,
naik sekitar 8000 orang dibandingkan tahun 2008. Namun pada tahun 2015 Kementrian
Sosial mensinyalir bahwa jumlah tersebut turun menjadi 56.000 pekerja seks yang
tersebar di 164 lokalisasi.

Tentu saja data tersebut menafikan keberadaan pekerja seks yang tidak terdaftar
baik yang beroperasi secara individual (freelance) atau berkelompok di luar lokalisasi
seperti di jalan-jalan, hotel, salon, dan sebagainya. Selain itu, merupakan suatu
kecenderngan umum bahwa jumlah pekerja seks yang dilaporkan pengelola lokalisasi
seringkali lebih rendah dibandingkan yang sebenarnya.

1. Definisi dan Tipe PSK ( Pekerja seks Komersial )

Pembicaraan mengenai komersialisasi jasa seks di Indonesia tidak bisa dilepaskan


dari berbagai istilah yang saling terkait, misalnya prostitusi, pelacuran dan industry seks
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

komersial. Pelacuran merupakan praktek penjualan jasa seksual oleh seseorang terhadap
pengguna jasa seks. Penyedia pelayanan seksual tersebut umumnya disebut pelacur,
Wanita Tuna Susila (WTS) atau Pekerja Seks Komersial (PSK). Umumnya WTS atau
pekeja seks perempuan didefinisikan sebagai perempuan yang memberikan jasa
pelayanan seksual atas permintaan dan bertujuan memuaskan pemakai dengan imbalan
uang atau barang. Meskipun banyak orang memandang istilah-istilah WTS atau PSK
yang digunakan memiliki arti yang sama, dalam kenyataannya istilah-istilah tersebut
menyiratkan makna yang berbeda meskipun dalam kajian ini istilah-istilah tersebut
digunakan secara bergantian untuk merujuk pada suatu fenomena yang sama.

Istilah Wanita Tuna Susila dianggap merepresentasikan pandangan yang


menganggap bahwa hanya perempuanlah yang menyediakan jasa pelayanan seks dan
menyalahkan pelacur sebagai wanita yang tidak bermoral, wanita yang melanggar
normanorma social masyarakat karena bersedia melakukan hubungan seks di luar
pernikahan dengan banyak lelaki yang berbeda. Sementara itu, istilah Pekerja Seks
Komersial menyiratkan bahwa penjualan jasa seksual dapat dilakukan oleh perempuan
(laki-laki) sebagai bentuk pekerjaan dan dan pilihan rasional atas kekebasan perempuan
untuk melakukan apa yang ia inginkan atas tubuhnya untuk mendapatkan penghasilan
(Mathieson, Branan, & Noble, 2015). Dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia, istilah
pelacur memang selalu identik dengan perempuan meskipun fakta sesungguhnya
menunjukkan bahwa laki-laki juga menjadi penjual jasa seks komersial. Selain PSK,
pihak–pihak yang terlibat dalam pelacuran adalah konsumen, germo/mucikari, dan
perantara.

Konsumen adalah pihak yang menggunakan jasa seks untuk memperoleh


kepuasan seksual dari seorang pekerja seks dengan memberikan sejumlah imbalan
materi. Germo/mucikari adalah seseorang yang mendapatkan keuntungan materi dari
transaksi seks melalui keterlibatannya secara sebagian atau sepenuhnya dalam
mengadakan, memfasilitasi, dan mengendalikan pengelolaan pelacuran, termasuk
penyediaan tempat untuk berlangsungnya transaksi seksual, mengawasi pelaksanaan dan
atau perekrutan, menyediakan makan dan perlindungan, atau membuat keputusan atas
mobilisasi kerja pekerja seks.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Sementara itu, perantara bisa berperan sebagai calo atau perekrut yang
mendapatkan imbalan dengan berperan menghubungkan antara konsumen dengan pekerja
seks atau dengan mucikari yang mengelola praktek prostitusi. Perantara juga mungkin
mendapatkan imbalan dari germo/pengelola pelacuran atas keterlibatannya dalam
mencari, merekrut, membujuk, atau membawa perempuan untuk dijadikan pekerja seks
di lokasi prostitusi. Pelacuran memiliki beragam bentuk yang tumbuh dan berkembang
sesuai perkembangan jaman. Ada pelacuran yang prakteknya dapat didentifikasi dengan
mudah, seperti halnya di rumah bordil/lokalisasi, kawasan remang-remang (jalur lalu
lintas jarak jauh) atau di antara pelacur jalanan yang berkeliaran di tempat-tempat terbuka
untuk menjajakan dirinya. Ada pula praktek pelacuran yang terselubung yang tidak
mudah dikenali karena pelakunya berkedok menjalankan aktivitas non-prostitusi. Secara
umum, Surtees (2004) mengkategorisasi tipe pelacuran di Indonesia ke dalam 2
kelompok yaitu:

a. Tipe tradisional (umum) Yang termasuk dalam pelacuran tipe umum adalah
pelacuran yang sebagian besar dilakukan di wilayah lokalisasi yang dilakukan
oleh perempuan untuk tujuan mendapatkan uang. Dengan kata lain dalam
kelompok ini, hanya uang yang menjadi alat pembayaran. Para penjual jasa
seks di kelompok ini umumnya berasal dari keluarga miskin, memiliki tingkat
pendidikan rendah dan menjadi pekerja seks karena kesulitan ekonomi .
b. Pelacuran non-tradisonal umumnya dilakukan oleh mereka yang berlatar
belakang social ekonomi menengah ke atas dan pendidikan tinggi di kota-
kota besar. Termasuk di dalamnya praktek pelacuran yang dilakukan oleh para
pelajar atau mahasiswa (dalam modus pecun, perek, wanita panggilan) dan
para profesional atau mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetap (seperti
pada kasus Sekretaris Plus). Menurut Surtees (2004), berbeda dengan selain
motif ekonomi, pekerja seks non-tradisional ini menjadi pekerja seks untuk
tujuan petualangan dan eksperimen. Di samping menerima pembayaran dalam
bentuk uang, tidak jarang mereka juga menerima balas jasa berupa barang-
barang mewah/mahal seperti telepon genggam, pakaian, parfum, tiket masuk
klub bergengsi, dan sebagainya.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Umumnya mereka beroperasi di salon kecantikan, spa, karaoke, mall, hotel, dan
sebagainya. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, sejak pertengahan tahun
2000, tipe lain dari pelacuran non-tradisional yang masuk dalam kategori cyber
prostitution juga mulai marak di Indonesia. Dalam cyber prostitution, pengelola
menawarkan jasa pelayanan seks komersial melalui sebuah website, termasuk yang
melibatkan para artis atau selebritis. Dalam website tersebut ditampilkan gambar-gambar
pekerja seks dalam pose yang sangat sensual serta nomor kontak yang bisa dihubungi
oleh para peminat. Jika telah terjadi transaksi maka pengelola/mucikari akan membawa
pekerja seks yang dipesan ke tempat yang telah ditentukan oleh pemesan seperti hotel
atau apartemen. Jenis praktek pelacuran kontemporer tersebut sangat sulit untuk
diidentifikasi karena parkateknya bersifat sangat tertutup dan selektif. Surtees (2004) juga
membedakan tipe pelacur di Indonesia berdasarkan cara masuk (entry method) yang
terdiri atas 3 (tiga) cara yang berbeda yaitu :

a. Cara masuk yang mengikat (bonded entry) yang umumnya terjadi karena orangtua,
pasangan, wali atau perantara keluarga seorang perempuan mendapatkan pembayaran
uang muka dari para mucikari/perekrut. Kasus-kasus bonded entry ini umumnya
terjadi di wilayah pedesaan miskin.
b. Melalui pemaksaan (involuntary entry) di mana seseorang menjadi pekerja seks
karena adanya paksaan atau ancaman. Para korban umumnya mengalami penipuan
atau penculikan baik oleh pihak yang mereka kenal atau pihak asing, seperti yang
terjadi pada kasus-kasus perdagangan manusia (human trafficking) untuk tujuan
eksploitasi seks.
c. Pelacuran atas keinginan sendiri (voluntary entry) yang menurut Surtees (2004)
menjadi cara masuk bagi para pekerja seks di Indonesia umumnya.

2. Faktor-Faktor Penyebab Pelacuran

Dari berbagai kajian literatur yang ada, faktor-faktor yang menyebabkan


pelacuran dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok besar yaitu supply, demand dan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

catalyst. Meskipun dapat dibedakan, seringkali factorfakor tersebut berinteraksi sehingga


sulit untuk mengidentifikasi faktor yang paling dominan yang menyebabkan pelacuran.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa pelacuran tidak disebabkan oleh satu faktor saja,
melainkan satu rangkaian factor yang kompleks. Faktor yang terkait dengan supply
umumnya merujuk pada factor-faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi pekerja
seks sehingga memberikan pasokan pada industri seks komersial.

Supply factors sangat beragam yang bersumber dari dalam diri pekerja seks
maupun lingkungannya dan dapat digolongkan menjadi kondisi individual, relational dan
structural. Faktor individual terkait dengan aspek psiko-sosial-pendidikan pekerja seks
di antaranya trauma psikologis akibat kejadian yang menyakitkan di masa kecil/masa
lalu, persepsi /penilaian yang salah tentang norma-norma sosial dan tujuan hidup, aspirasi
materi yang tinggi, rasa percaya diri yang kurang, tingkat pendidikan dan keterampilan
yang rendah, dan gangguan perilaku seksual (Baker dkk., 2010).

Faktor-faktor relasional terkait dengan pengaruh lingkungan pertemanan,


kegagalan hubungan perkawinan/percintaan, atau konflik dengan keluarga yang dialami
oleh pekerja seks. Faktor struktural terkait dengan tekanan ekonomi dalam keluarga,
kesulitan mendapatkan pekerjaan yang memadai, kedudukan anak perempuan dalam
keluarga, atau dukungan budaya/nilai local yang mentolerir pelacuran (Koentjoro,
19969). Berbagai penelitian mengenai prostitusi di berbagai lokalisasi di Jakarta,
Indramayu, dan Surabaya menunjukkan bahwa para pelacur umumnya berasal dari
kalangan keluarga miskin dan berpendidikan rendah.

Pendidikan rendah menyebabkan seseorang memiliki pilihan ekonomi yang


sangat terbatas sehingga memaksa seseorang menjadi pekerja seks (Surtees, 2004).
Banyak dari para pekerja seks di Indonesia adalah para janda atau orangtua tunggal yang
harus menjadi tulang punggung keluarga namun memiliki keterbatasan untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya atau anak perempuan yang menjadi tumpuan untuk membantu
keluarga miskin di peesaan. Ditambah dengan keberadaan nilainilai sosial yang
menegaskan kewajiban anak untuk membantu orang tua dan atau tekanan untuk
bertanggungjawab secara ekonomi agar keluarga bisa bertahan bisa jadi mendorong para
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

perempuan tersebut ke dalam industri seks (Lim, 1998). Sementara itu, penelitian juga
menunjukkan bahwa banyak pekerja seks yang berasal atau penduduk suatu wilayah di
mana praktek pelacuran ditolerir oleh tradisi local (Woscester, 2002).

Cara pandang materialistik yang menghalalkan cara instan untuk mendapatkan


uang juga ditenggarai mendorong banyak perempuan muda, terutama pelajar atau
mahasiswa untuk menjadi pekerja seks (Surtees, 2004). Demand factors terkait dengan
permintaan terhadap jasa pelayanan seksual baik yang terkait dengan pengguna jasa
pelacuran maupun pengadaan jasa pelayanan seks komersial. Pada tataran struktural,
berkembangnya pelacuran tidak dapat dilepaskan dari dampak ideologi patriarki yang
menetapkan standar moralitas dan penilaian yang berbeda-beda antara laki-laki dan
perempuan.

Laki-laki mendapatkan kebebasan untuk memformulasikan aturan-aturan sendiri


mengenai seksualitas yang membolehkan akses terhadap kenikmatan seks dalam berbagai
bentuk dengan perempuan yang berbeda sedangkan perempuan diarahkan untuk menjaga
keperawanannya, menjadi istri yang setia atau ibu yang baik (D’Cunha, 1992 dalam Lim
1998).

Studi terhadap laki-laki yang menggunakan seks komersial di Kamboja


menemukan bahwa responden memandang bahwa berhubungan seks dengan pelacur
dipandang sebagai perwujudan maskulinitas karena memfasilitasi pelampiasan
agresivitas seksual dan superioritas terhadap perempuan. Selain itu permintaan terhadap
pelacuran tidak bisa dipisahkan dari perubahan sosial ekonomi yang terjadi dalam
masyarakat kita termasuk berkembangnya industri hiburan dan industri parawisata,
berkembangnya industri seks komersial, dan maraknya pornografi (Farley dkk, 2012).

Sementara itu catalyst factors merupakan aspek-aspek yang memfasilitasi


bertahan atau berkembangnya praktek pelacuran baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keuntungan ekonomi dari praktek pelacuran bagi pekerja seks maupun
pihakpihak yang mengadakan/memfasilitasi pelacuran merupakan salah satu faktor yang
mendukung berkembang dan bertahannya pelacuran. Bagi para pekerja seks pelacuran
bukan hanya merupakan cara cepat untuk mendapatan uang tetapi juga memberikan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

keuntungan finansial yang dapat meningkatkan status ekonomi atau memenuhi


kebutuhan keluarga mereka (Worcester, 2002, Surtees, 2004, Koentjoro, 2013).

Sementara itu, beberapa kajian menggarisbawahi factorfaktor structural lainnya


seperti kegagalan pemerintah untuk memberikan pelayanan atau perlindungan sosial dan
menciptakan lapangan pekerjaan yang membantu mengatasi kerentanan keluarga
miskin, nilai-nilai sosial yang longgar terhadap pelacuran (sikap permisif atau tidak
peduli), ketiadaan atau kurang berfungsinya aturan dan penegakan hukum untuk
mencegah atau mengatasi pelacuran, berkembangnya sektor parawisata dan hiburan serta
korupsi/konflik kepentingan (polisi, pejabat pemerintah, aparat militer; regulator
sekaligus pemilik; praktek suap kepada pejabat menjadikan praktek pelacuran makin
sulit untuk diatasi atau diberantas (Lim, 1998).

Dalam konteks Indonesia, faktor-faktor pendorong di atas tidak berdiri sendiri


melainkan saling terkait. Dengan kata lain, pelacuran bulan hanya disebabkan oleh satu
factor saja melainkan karena interaksi berbagai factor yang berasal dari lingkungan
keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas. Lim (1998) menggambarkan
kompleksitas ini sebagai berikut: “Sex work is often the only viable alternative for
woman in communities in coping with poverty, unemployment, failed marriages and
family obligations in the nearly absence of social welfare programs. For single mothers
with children, it is often a more flexible, remunerative and less timeconsuming option
than factory or service work”.

3. Dampak Pelacuran Terhadap Kehidupan Masyarakat

Dampak negatif yang bersifat langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan
oleh praktek pelacuran merupakan salah satu sumber justifikasi untuk menjadikan
prostitusi sebagai masalah sosial, sumber maksiat dan kejahatan, serta penyakit
masyarakat yang harus diberantas. Pelacuran dipandang membawa beragam dampak
yang tidak diinginkan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dari sudut
pandang hak asasi manusia kemanusiaan, pelacuran dipandang sebagai pelanggaran hak
asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dari aspek kesehatan, pelacuran seringkali dipandang sebagai media penyebaran


penyakit menular berbahaya seperti HIV/AIDS, hepatitis, penyakit menular seksual,
terutama untuk praktek seks komersial yang tidak aman. Merujuk pernyataan Menteri
Kesehatan Indonesia, BBC Indonesia News (2012) mengungkapkan bahwa pekerja seks
dan pengguna jasa prostitusi termasuk kelompok yang paling rentan untuk mengidap
penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Selain pihak-pihak yang terlibat langsung
alam praktek prostitusi, penularan penyakit seksual berbahaya dan mematikan juga
menulari kelompok yang dianggap ‘tidak berdosa’ seperti pasangan sah (istri) pengguna
jasa seks komersial.

Selain aspek kesehatan fisik, pelacuran juga menimbulkan dampak negatif


terhadap kesehatan jiwa pekerja seks. Berbagai studi menunjukkan bahwa pelacur
seringkali mengalami tindak kekerasan seksual dari konsumennya atau mengalami
kekerasan fisik, emosional dan tindakan eksploitatif lainnya yang dilakukan oleh
pengelola pelacuran dan atau pengguna jasa.

Ketergantungan pekerja seks terhadap pengelola pelacuran seringkali


menghambat korban untuk keluar dari kondisi kekerasan tersebut. Pengalaman tindak
kekerasan ini dapat mempengaruhi kesehatan jiwa/emosi korban. Selain itu, dampak
negatif terhadap kesehatan jiwa terkait dengan pola hidup para pelacur yang umumnya
terisolasi karena pembatasan-pembatasan interaksi atau mobilitas untuk mengontrol para
pekerja seks. Dari aspek sosial, pelacuran dipandang mengancam norma-norma sosial
dan agama serta lembaga keluarga dan perkawinan. Pelacuran juga dipandang dapat
menggoyahkan kesakralan dan ketahanan embaga perkawinan (misal: perselingkuhan dan
perceraian ) atau menimbulkan dampak negatif terhadap perilaku seksual anggota
masyarakat , termasuk para generasi muda (demoralisasi/degradasi akhlak).

Dari sudut pandang ekonomi, pelacuran meningkatkan biaya sosial untuk


melaksanakan program-program penegakan hukum termasuk razia atau pelayanan
rehabilitasi sosial, terutama bagi para pekerja seks. Pemerintah dan masyarakat juga
harus terlibat membiayai penyediaan pelayanan kesehatan yang mahal untuk mengobati
dan merawat penderita yang mengalami penyakitpenyakit menular berbahaya yang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

ditularkan melalui praktek seks komersial. Selain itu, pelacuran juga dipandang
berdampak negatif terhadap berkembangnaya kriminalitas.

Pelacuran berpotensi tinggi menjadi media bagi praktek-praktek kriminal yang


menawarkan keuntungan tinggi. Termasuk di dalamnya peredaran obat-obat terlarang,
premanisme, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan oleh aparat pemerintah serta
kejahatan terorganisir yang melibatkan jaringan baik di dalam maupun luar negeri.
Selanjutnya, prostitusi sangat rentan untuk terjadinya berbagai kegiatan pelanggaran
hukum lainnya seperti perdagangan perempuan dan anak, pemaksaan pelacuran,
pelacuran anak dan kejahatan seks terhadap anak-anak, atau bentuk perbudakan seks
lainnya.

4. Rehabilitasi Pekerja Seks Komersial

Indonesia dapat digolongkan sebagai negara yang menerapkan pendekatan quasi-


legalized karena ‘’melegalkan’’ prostitusi yang berada di lokalisasi pelacuran. Lokalisasi
yang terdaftar diwajibkan untuk melaporkan jumlah pekerja seks beserta ata demografi
mereka. Para pekerja seks juga diwajibkan melakukan pemeriksaan kesehatan secara
teratur dan mendapatkan pembinaan dari Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan. Pendekatan
ini dianggap Indonesia sebagai paling masuk akal karena pemberantasan pelacuran
dianggap tidak memungkinkan.

Karenanya kebijakan sosial dalam penanganan komersialisasi seks berfokus pada


pekerja seks. Salah satu kebijakan atau program sosial yang langsung terkait dengan
penanganan pelacuran di Indonesia berbentuk rehabilitasi atau resosialisasi atau re-
edukasi pekerja seks/ mantan pekerja seks yang dilaksanakan oleh Kementrian Sosial
Republik Indonesia melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban
Perdagangan Orang.

Pelaksanaan rehabilitasi ditujukan kepada pekerja seks yang berniat untuk


meninggalkan pekerjaannya dan beralih profesi serta berintegrasi kembali ke dalam
masyarakat luas namun terkendala oleh kepercayaan diri atau kemampuan lainnya.
Rehabilitasi tersebut berbasis panti (residence) di mana para peserta diwajibkan tinggal di
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

suatu asrama sekitar 3 sampai dengan 6 bulan untuk mendapatkan pembinaan mental,
sosial, fisik, dan keterampilan kerja untuk mengubah cara pandang mereka tentang
prostitusi dan mempersiapkan mereka untuk meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja
seks dan berintegrasi dengan masyarakat. Keterampilan yang dipelajari dalam proses
rehabilitasi diharapkan dapat didayagunakan sebagai sumber penghasilan untuk
menjalani kehidupan.

Rehabilitasi pekerja seks dilaksanakan oleh unit pelaksana teknis di tingkat


nasional maupun tingkat daerah. Saat ini ada lebih dari 20 panti rehabiltasi perempuan
eks pekerja seks yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia (Balai/ Panti Sosial
Karya Wanita). Pelaksanaan rehabilitasi pekerja seks yang diselenggarakan pemerintah
secara luas menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membantu para mantan pekerja
seks untuk lebih berdaya sehingga dapat hidup normal di dalam masyarakat.

Beberapa penulis mengkaji modelmodel konseptual yang dapat dijadikan rujukan


untuk membangun intervensi untuk membantu pekerja seks meninggalkan profesinya,
namun sangat sedikit yang melaksanakan kajian empirik terhadap modelmodel tersebut.
Beberapa kajian yang ada umumnya dilakukan di negara-negara Barat terhadap pelacuran
di jalanan (street prostitution). Dengan kata lain tidak mudah untuk menemukan model
seperti apa yang paling efektif untuk membantu para pekerja seks untuk beralih profesi
namun beberapa praktik terbaik mungkin dapat dijadikan rujukan oleh pemerintah
Indonesia untuk mendesain program rehabilitasi yang efektif.

Beberapa ahli menjabarkan beberapa prinsip penting yang dapat dijadikan rujukan
sebagai praktek terbaik dalam pelayanan yang membantu pekerja seks meninggalkan
pekerjaan mereka. Mayhew dan Mossman (2007) menjabarkan prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut.

1. Intervensi holistik Intervensi perlu mengintegrasikan beberapa pendekatan


untuk membantu memperkuat motivasi pekerja seks serta meningkatkan rasa
percaya diri serta kemampuan mereka untuk berani meninggalkan profesinya.
Dengan kata lain intervensi harus mampu membantu menangani berbagai isu
atau hambatan yang seringkali dihadapi oleh pekerja seks. Termasuk di
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dalamnya hambatan-hambatan psikologis yang bersumber dari trauma masa


kecil dan atau kondisi eksploitatif yang dialami selama menjalani pekerjaan
sebagai pekerja seks.
2. Kemudahan akses Intervensi haruslah pro-aktif, tidak memaksa namun aktif
menjangkau pekerja seks. Pengjangkauan akan memaksimalkan kesempatan
untuk menemukan pekerja seks yang berminat keluar dari pekerjaannya dan
membutuhkan penguatan. Selain itu, pelayanan haruslah berlokasi di wilayah
yang mudah dijangkau oleh pekerja seks. Paksaan untuk mengikuti kegiatan
rehabilitasi karena terjaring razia berdampak negative terhadap efektivitas
rehabilitasi. Selain itu, layananlayanan rehabilitasi dapat disebar di titik-titik
yang mudah diakses oleh pekerja seks dan tidak terkesan ekslusif sehingga
dapat mengurangi stigma sosial.
3. Mengantisipasi perubahan motivasi/minat Intervensi harus dilakukan dengan
kesabaran. Harus ada pemahaman bahwa niat peerja seks untuk meninggalkan
profesinya seringkali berubah-ubah. Kesabaran dan penguatan yang konsisten
diperlukan dalam intervensi terhadap mereka.
4. Hubungan didasarkan atas rasa saling percaya Intervensi perlu membangun
kepercayaan para pekerja seks terhadap para pelaksana intervensi dan
sebaliknya. Sebaliknya, hubungan yang didasarkan atas kecurigaan, sikap
menyalakan, stigma dan diskriminasi dapat berpengaruh negative terhadap
interaksi penyedia layanan dan peserta sehingga menghambat pencapaian
hasil kegiatan.
5. Pelayanan yang berdedikasi dan didukung oleh sumber yang memadai
Termasuk di dalamnya program yang jelas dan terukur, Fasilitas sarana dan
prasarana yang mendukung, sumber pendanaan yang memadai, serta sumber
daya manusia yang berdedikasi dan kompeten.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

TUGAS

1. setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Pernyataa ini
terdpaat dalam….
a. Pasal 75 ayai 1
b. Pasal 75 ayat 2
c. Pasal 75 ayat 3
d. Pasal 75 ayat 4
e. Pasal 75 ayat 5
2. Berapa usia kehamilan paling lama dapat dilakukan aborsi atas indikasi kehamilan akibat
perkosaan?
a. 30 hari terhitung sejak hari pertama haid terakhir
b. 40 hari terhitung sejak hari pertama haid terakhir
c. 50 hari terhitung sejak hari pertama haid terakhir
d. 60 hari terhitung sejak hari pertama haid terakhir
e. 70 hari terhitung sejak hari pertama haid terakhir
3. Pada kasus aborsi dengan indikasi kehamilan akibat perkosaan, penentuan adanya indikasi
oleh tim kelayakan aborsi dengan kriteria, yaitu….
a. Paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan
b. Paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan
c. Paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan
d. Paling sedikit terdiri dari 4 (empat) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter
yang memiliki kompetensi dan kewenangan
e. Paling sedikit terdiri dari 5 (lima) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang
memiliki kompetensi dan kewenangan
4. Ny.M G2P1A0 usia kehmailan 37 minggu datang kebidan J untuk konsultasi. Hasil
anmanese dan pemeriksaan diperoleh data: previous Sectio caesarea 2 tahun yang lalu, TD
120/80 mmHG, N:80x/menit, S;37,10C, P 18x/menit, TFU 38 cm, janin tunggal, punggung
kanan kepala belum masuk PAP, DJJ 141x/menit teratur, ibu mengeluh sering buar air
kecil.
Apakah konseling yang diberikan sesuai kasus diatas?
a. Sebaiknya bersalin secara SC
b. Bersalin secara normal namun di rumah sakit
c. Bersalin secara normal dipantaunoleh dokter kandungan terlatih
d. Bersalin normal di praktik bidan mandiri
e. Bersalin Sc karena bayi besar
5. Anak dengan gangguan spectrum autisma adalah jenis disabilitas….
a. Fisik
b. Mental
c. Sensorik
d. Ganda
e. intelektual
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

BAB 7
Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Budaya
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

KEGIATAN BELAJAR VII

Kebutuhan Khusus pada Permasalahan Budaya

I. PENDAHULUAN

Persoalan penting yang menyangkut anak dan remaja adalah persoalan yang
terkait dengan disabilitas. Persoalan ini merupakan bagian dari persoalan keluarga (dan
masyarakat) yang seringkali tidak terlihat sebagai hal penting yang harus diperhatikan
dan menjadi prioritas dalam pembangunan keluarga. Pentingya persoalan ini didasarkan
pada argumen bahwa keluarga yang memilik anak dan remaja dengan disabilitas pada
dasarnya adalah keluarga yang mempunyai kerentanan yang spesifik, baik fisik, ekonomi,
sosial psikologis, ataupun hukum. Hal tersebut terkait dengan kerentanan seorang anak
dan remaja dengan disabilitas, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keluarganya.
Hal ini dapat dilihat dari situasi, misalnya, keberadaan anak dan remaja dengan disabilitas
yang mempunyai ketergantungan untuk aktivitas sehari-hari, ketidakstabilan kondisi fisik
dan mental serta hambatan mobilitas. Isu besar terkait dengan hal tersebut adalah bahwa
sebagian besar orang tua masih mempunyai kecenderungan menutup diri pada saat
mempunyai anak atau remaja dengan disabilitas. Hal tersebut terkait dengan stigma yang
membudaya dalam masyarakat yang cenderung melihat penyandang disabilitas sebagai
anggota masyarakat yang tidak produktif dan membebani.

Konsep Keluarga menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan, Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Tujuan keluarga yaitu untuk mencapai kesejahteraan dan
ketahanan keluarga seperti (Hughes & Hughes 1995) : menyusun keturunan yang baik
dan utuh, parenting untuk membesarkan anak yg merupakan karunia, menyesuaikan sikap
antar suami istri, meningkatkan afeksi keluarga, mengembangkan kehidupan spiritual
keluarga dan meningkatkan kehidupan keluarga. Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Bab VII Pasal 48 ayat
(1) menyebutkan bahwa kebijakan pembangunan keluarga dilakukan melalui pembinaan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,
dilaksanakan dengan cara :

1. Peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan,


penyuluhan, dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan
perkembangan anak;
2. Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan,
konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga;
3. Peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi
keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam
kehidupan keluarga;
4. Pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan
untuk mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lainnya;
5. Peningkatan kualitas lingkungan keluarga; peningkatan akses dan peluang
terhadap penerimaan informasi dan sumber daya ekonomi melalui usaha
mikro keluarga;
6. Pengembangan cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih efektif
bagi keluarga miskin;
7. Penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan terutama bagi perempuan
yang berperan sebagai kepala keluarga.

Selain itu ada 7 fungsi keluarga yaitu : fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya,
fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan
pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu,


1. Mampu mengkombinasikan kebutuhan khusus pada permasalahan permasalahan jenis
kelamin anak dan vaginal birth after caesarean
2. Mampu mengkombinasikan kebutuhan khusus pada permasalahan persiapan persalinan
dan kelahiran pada kebutuhan khusus dan perawatan anak pada ibu berkebutuhan khusus
3. Mampu mengkombinasikan kebutuhan khusus pada permasalahan promosi kenormalan
pada ibu dengan kebutuhan khusus dan asuhan pada berkebutuhan khusus

URAIAN
MATERI

A. Pemilihan Jenis Kelamin Anak

Mempunyai anak adalah salah satu harapan dari pasangan yang telah menikah (terlepas
bahwa ada juga yang tidak berharap memiliki keturunan). Ada pasangan yang tidak mematok
anaknya harus laki-laki atau perempuan (yang penting sehat) namun ada pula yang
menginginkan jenis kelamin tertentu untuk bayinya.

Biasanya pasangan yang mengharapkan jenis kelamin tertentu ini terjadi pada anak
kedua atas seterusnya (kakaknya sudah laki-laki, sekarang ingin perempuan). Bisa juga pada
suku-suku tertentu untuk memperoleh misalnya Batak (penerus laki-laki) dan Padang
(penerus perempuan)

Terlepas dari banyaknya mitos tentang cara memilih jenis kelamin bayi yang beredar
di luaran sana, mitos-mitos tersebut tidak akan saya bahas dalam artikel ini, dalam artikel ini
yang akan dibahas adalah cara berlandaskan pengetahuan medis. Sama sekali tidak
bermaksud untuk menjurus ke arah bacaan porno. Secara garis besar ada dua cara yang dapat
dilakukan untuk menentukan jenis kelamin bayi, meskipun tidak dapat dijamin 100%. Cara
tersebut adalah bayi tabungdan perhitungan masa subur/ metode Shettle.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Dalam realita sosial, pemaknaan kehadiran anak, tidak hanya sekedar pelengkap
kebahagiaan keluarga, kehadiran anak berkaitan juga dengan sosial-budaya. Pada sisi ini,
pemaknaan kelahiran anak secara langsung dipengaruhi oleh pandangan sosial. Pada sistem
sosial tertentu, kehadiran anak, disamping mengemban harapan dan tanggungjawab
pribadinya juga dibebani untuk memenuhi harapan dan kewajiban keluarga dan lingkungan
sosialnya.

Pada masyarakat patrilineal, misalnya, anak laki-laki begitu banyak diharapkan,


karena dianggap sebagai penerus keturunan keluarga. Pada kasus yang lain, walaupun
terkesan eksloitatif, kehadiran anak laki-laki dianggap lebih mampu melanjutkan suatu
dinasti (trah) atau kelanjutan suatu usaha atau setidaknya dapat membantu menanggung
beban ekonomi keluarga. Banyak keluarga merasa kurang berbahagia jika belum memiliki
anak yang lengkap (laki-laki atau perempuan). Tanpa kontrol yang jelas, gejala ini akan
menyebabkan terjadinya ledakan pertumbuhan penduduk.

Bagi sebagian keluarga ketidaklengkapan jenis kelamin ini, bahkan dijadikan alasan
untuk berpoligami. Contoh lain, pada masyarakat Sumatera Barat, terutama pada masyarakat
Minangkabau yang memiliki struktur masyarakat matrilineal, kedudukan anak perempuan
menjadi sangat penting. Anak perempuan pada masyarakat Minangkabau menjadi penentu
terhadap garis keturunan adat. Jargon,“anak laki-laki atau perempuan sama saja” yang gencar
disuarakan pada masa sosialisasi Keluarga Berencana (KB) setidaknya memberikan
gambaran tentang kenyataan ini, bahwa belum lengkap kebahagiaan suatu keluarga manakala
belum memiliki anak laki-laki dan perempuan. Keadaaan di atas memberikan gambaran
bahwa di masyarakat muncul suatu keinginan untuk memrogram jenis kelamin bayi yang
dilahirkan. Kenyataan inilah yang kemudian mendasari penelitian-penelitian medis tentang
upaya merencanakan jenis kelamin anak.

Pemilihan jenis kelamin bayi dilakukan sebelum proses pembuahan. Caranya adalah


dengan mengisolasi sperma pembawa kromosom X dan sperma pembawa kromosom Y
sebelum membuahi sel telur, agar jenis kelamin bayi hasil pembuahan dapat diatur.

Sperma dapat membawa kromosom X atau Y, sedangkan telur hanya membawa


kromosom X. Bila sel telur dibuahi oleh sperma pembawa kromosom X, hasilnya adalah
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

anak perempuan. Namun bila sel telur dibuahi oleh sperma pembawa kromosom Y, jadilah
anak laki-laki.

Pemilahan sperma bertujuan untuk menghasilkan sampel air mani dengan proporsi


sperma X yang lebih banyak atau sperma Y yang lebih banyak. Dengan begitu, peluang
untuk mendapatkan jenis kelamin yang diinginkan akan meningkat.

Ada beberapa metode pemilihan sperma yang dikenal di dunia kedokteran, yaitu:

 MetodeEricsson
Metode ini memiliki tingkat keberhasilan 78-85% untuk anak laki-laki dan 73-75% untuk
anak perempuan.
 MetodeMicroSort
Metode MicroSort memiliki tingkat keberhasilan 75% untuk anak laki-laki dan 90%
untuk anak perempuan.
 MetodePGD(PreimplantationGeneticDiagnosis)
Metode PGD untuk bayi tabung memiliki akurasi mendekati 100%. Meski demikian,
pasien perlu konsultasi yang cukup untuk memilih cara ini.

Diet atau pengaturan pola makan tersebut perlu dilakukan sebelum pembuahan,
bukan selama hamil. Caranya adalah sebagai berikut:

Diet untuk mendapatkan anak laki-laki

Agar bisa mendapatkan anak laki-laki, Anda dianjurkan untuk:

 Memenuhi asupan 2500 kalori/hari.


 Memperbanyak asupan natrium, misalnya dari ikan asin, telur asin, daging, sereal, jus
sayur, makanan kaleng, dan roti.
 Memperbanyak asupan kalium, misalnya dari pisang, kentang, daun hijau, alpukat, susu,
tomat yang dimasak, ikan, jamur, dan labu.
 Menghindari susu, mentega, keju dan yogurt.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Diet untuk mendapatkan anak perempuan

Agar bisa mendapatkan anak perempuan, Anda dianjurkan untuk:

 Membatasi asupan
 Mengonsumsi sayur-sayuran yang rendah natrium.
 Mengonsumsi makanan tinggi magnesium, seperti alpukat, yogurt, biji-bijian, kedelai,
ikan, daun hijau gelap, pisang, dan cokelat.
 Meningkatkan asupan kalsium, misalnya dari susu, keju, yogurt, tahu, bayam, kacang-
kacangan, ikan teri, dan kerang.
 Menghindari garam, ragi, daging, ikan, kopi, dan minuman bersoda.

Program diet ini perlu dilakukan selama 9-12 minggu sebelum Anda melakukan
program hamil. Jika sedang menggunakan KB, jangan lepas KB sebelum program diet ini
selesai. Setelah diet selesai, jadwalkan hubungan seks dengan metode Shettles.

Menjadwalkan hubungan Seksual dengan Metode Shettles

Jika menginginkan anak laki, Anda dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual
sedekat mungkin dengan masa subur. Lakukan douche vagina dengan cairan basa, seperti air
soda, 15 menit sebelum melakukan hubungan seks. Menurut penelitian, metode ini
menghasilkan anak laki-laki dengan presentase keberhasilan 57%.

Jika menginginkan anak perempuan, lakukan hubungan seksual setiap hari sejak awal
siklus haid hingga 2 hari sebelum masa subur. Lakukan douche vagina dengan cairan asam,
15 menit sebelum melakukan hubungan seksual.

Kesimpulannya, jenis kelamin bayi bisa direncanakan. Namun, tingkat


keberhasilannya berbeda-beda dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang perlu
digarisbawahi, metode di atas tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus dengan
bimbingan dokter. Jadi, konsultasikanlah dulu dengan dokter agar peluang keberhasilannya
lebih besar.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

B. Vaginal Birth after Caesarean


a. Risiko pada Ibu dan Janin

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi berupa janin dan plasenta yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Sulistyawati, 2010). Seperti yang kita
ketahui ada dua cara persalinan yaitu persalinan pervaginal yang lebih dikenal dengan
persalinan normal atau alami dan persalinan dengan operasi caesar dapat disebut juga
operasi sesar atau seksio sesarea (Sumerulung, 2014).

Tindakan seksio sesarea adalah pilihan utama tenaga medis sebagai upaya
penyelamatan ibu dan janin ketika persalinan pervaginal sudah tidak dapat dilakukan lagi
dan atau terjadi penyulit persalinan seperti, gawat janin, disproporsi sefalopelvik,
persalinan tidak maju, plasenta previa, prolapus tali pusar, malpresentase janin / letak
lintang (Norwitz & Schorge, 2007), panggul sempit dan preeklamsia (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2010).

Kelahiran per vaginam pasca operasi Caesar (sectio caesarea/SC) atau vaginal


birth after cesarean section (VBAC) perlu dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa syarat klinis. Syarat kondisi klinis ini bukan untuk membatasi ibu hamil pasca
operasi Caesar yang menginginkan kelahiran per vaginam pada kehamilan berikutnya,
tetapi untuk menurunkan risiko dan meningkatkan keamanan dari VBAC itu sendiri.
Ibu hamil yang berhasil melakukan VBAC memiliki beberapa keuntungan,
contohnya: penurunan risiko perdarahan dan tromboemboli serta lama rawat yang lebih
singkat. Risiko kematian perinatal pada bayi yang lahir dengan VBAC juga sebanding
dengan kelahiran dari ibu nulipara. Angka keberhasilan dari VBAC terencana mencapai
72-75%, tetapi perlu diperhatikan bahwa 1 dari 200 (0.5%) VBAC yang direncanakan
memiliki risiko ruptur uteri. Keberhasilan VBAC menurunkan risiko terkait komplikasi
dari sectio caesarea elektif yang berulang (contoh: infeksi, perdarahan hingga kematian
janin atau bayi), sedangkan kegagalan VBAC justru meningkatkan komplikasinya.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Sebagian besar wanita dengan riwayat operasi Caesar 1 kali dengan insisi melintang
rendah (low transverse incision) dipertimbangkan dan ditawarkan untuk percobaan
kelahiran per vaginam.
 Misoprostol tidak direkomendasikan untuk pematangan serviks dan induksi.
 Analgesik epidural untuk persalinan dapat digunakan

Kandidat Vaginal Birth After Cesarean Section (VBAC)


Secara umum, pasien yang akan menjalani VBAC harus terbebas dari
kontraindikasi untuk melahirkan per vaginam seperti plasenta previa dan letak lintang[3].
Semua pasien yang akan menjalankan VBAC harus dilakukan pada fasilitas kesehatan
yang memungkinkan dilakukan operasi darurat. Selama kelahiran disarankan untuk tetap
memantau detak jantung janin.

Indikasi medis pada persalinan dengan operasi Caesar sebelumnya perlu


dipertimbangkan. Pada operasi Caesar atas indikasi disproporsi kepala panggul, dalam
kehamilan yang sekarang perlu diperhatikan diameter kepala bayi apakah memungkinkan
untuk kelahiran per vaginam[3]. Penelitian menemukan bahwa berat lahir yang lebih
rendah memiliki keberhasilan VBAC yang lebih tinggi (adjusted odd ratio: 0.7, 95% CI
0.5 – 1.0)[4].
Pasien dengan riwayat VBAC yang sukses sebelumnya juga meningkatkan
kemungkinan kesuksesan untuk VBAC pada kehamilan sekarang. Sebaliknya, pasien
dengan riwayat operasi Caesar lebih dari 1 kali meningkatkan risiko terjadi komplikasi
seperti ruptur pada jaringan parut, plasenta previa, dan plasenta akreta. Adanya riwayat
gangguan plasenta seperti plasenta previa dapat mengurangi angka kesuksesan VBAC.
Sehingga pada kasus riwayat SC lebih dari 1 kali, perlu dikonsultasikan pada dokter
spesialis yang berpengalaman untuk evaluasi dan pertimbangan faktor lain.

Pasien dengan riwayat operasi Caesar yang memiliki komplikasi sebelumnya juga
menjadi pertimbangan untuk VBAC. Pada pasien dengan riwayat SC dengan teknik insisi
yang klasik merupakan kontraindikasi untuk VBAC. Riwayat ruptur uteri dan riwayat
operasi transfundal yang ekstensif juga meningkatkan risiko terjadinya ruptur uteri pada
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

VBAC. Belum cukup data yang mendukung insisi “T” atau “J” atau vertikal rendah atau
robekan spontan dari uterus pada riwayat SC sebelumnya untuk keamanan VBAC. Pada
pasien yang memiliki riwayat operasi ginekologi seperti contohnya miomektomi yang
menjalani VBAC terjadi peningkatan risiko ruptur uteri.

Pasien dengan usia 40 tahun ke atas, indeks massa tubuh yang tinggi, kelahiran
post-matur dapat meningkatkan risiko ruptur uteri[2]. Jarak waktu antar kelahiran juga
ditemukan mempengaruhi risiko ruptur uteri.  Risiko ruptur uteri meningkat dan
bermakna secara statistik pada pasien VBAC yang memiliki jarak antar kelahiran di
bawah 18 bulan (OR: 3.0, 95% CI 1.3 – 7.2, p = 0.01) dibandingkan dengan jarak 18-24
dan 24 bulan ke atas[5].

Ketebalan uterus, terutama segmen bawah rahim, ditemukan berpengaruh dalam


VBAC. Sebaiknya pengukuran ketebalan uterus dievaluasi untuk pertimbangan VBAC.
Hal yang dapat mempersulit proses evaluasi ini adalah indeks massa tubuh yang tinggi.

Pasien dengan VBAC yang dilakukan induksi memiliki risiko hingga 2 - 3 kali
lipat untuk terjadinya ruptur uteri dibandingkan VBAC spontan. Bila dalam proses
persalinan VBAC kala 1 dilatasi dan penurunan kepala tidak tercatat dengan baik,
sebaiknya VBAC tidak dilakukan. Salah satu metode induksi yang dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan pada VBAC adalah metode mekanik (contoh: dengan
kateter Foley)[2,3].

Ruptur Uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu komplikasi dari kegagalan VBAC. Sebuah
studi tahun 2003 di Amerika ruptur uteri terjadi pada 0.05% kasus dengan jumlah data
117,685. Faktor risiko independen yang menyebabkan ruptur uteri paling besar adalah
riwayat sectio caesarea (OR=6.0, 95% CI 3.2 – 11.4)[6]. Oleh karena itu, dokter umum
dan bidan juga penting untuk mengetahui gejala awal dari ruptur uteri agar dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.

Tanda bahaya dari ruptur uteri saat kehamilan antara lain:


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Kontraksi yang sering dan kuat lebih dari 5x dalam 10 menit dan/atau satu kontraksi yang
berlangsung 60 – 90 detik atau lebih
 Formasi cincin Bandl
 Nyeri pada segmen bawah uterus
 Perdarahan per vaginam

Tanda-tanda di atas sering tidak dijumpai pada sebagian kasus ruptur uteri. Gawat
janin sering menjadi tanda dan gejala yang cukup akurat.

VBAC yang berhasil tanpa adanya ruptur uteri memiliki prognosis yang baik.
Sebaliknya, apabila terjadi ruptur uteri, maka pasien pada kehamilan berikutnya disarankan
untuk dilakukan operasi Caesar elektif. Kejadian ruptur uteri dapat berulang dan lebih
banyak ditemukan pada ruptur uteri pada segmen atas dibandingkan segmen bawah.

Implikasi Klinis dan Kesimpulan


VBAC (vaginal birth after cesarean section) adalah metode kelahiran per vaginam
pada wanita dengan riwayat operasi Caesar. Salah satu risiko dari VBAC adalah adanya
ruptur uteri, sehingga perlu pertimbangan untuk memilih kandidatnya dan VBAC harus
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki ruang operasi dan staf yang
memadai.  VBAC dikontraindikasikan pada riwayat operasi Caesar dengan insisi klasik.
Faktor yang dapat meningkatkan keberhasilan dari VBAC:

 Riwayat operasi Caesar 1 kali dengan insisi melintang rendah (low transverse incision)
 Riwayat VBAC yang sukses sebelumnya
 Jarak antar kelahiran yang lebih dari 18 bulan
 Terbebas dari kontraindikasi untuk melahirkan per vaginam dalam kehamilan ini, seperti
contohnya plasenta previa dan letak lintang

Faktor yang dapat menurunkan keberhasilan dari VBAC:

 Bayi dengan berat badan yang besar


 Riwayat operasi Caesar lebih dari 1 kali
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

 Gangguan plasenta seperti plasenta previa dan plasenta akreta


 Riwayat operasi Caesar dengan teknik insisi yang klasik, riwayat ruptur uteri dan riwayat
operasi trans-fundal yang ekstensif dan riwayat operasi ginekologi
 Usia 40 tahun ke atas, indeks massa tubuh yang tinggi, kelahiran post-matur dapat
meningkatkan risiko ruptur uteri
 Induksi yang tidak tercatat dengan baik
 Ketebalan uterus yang kurang baik, terutama pada segmen bawah rahim

Induksi yang dipertimbangkan untuk digunakan pada VBAC adalah dengan metode
mekanik.  Dokter umum dan bidan sebaiknya mengenali tanda dari ruptur uteri sebagai salah
satu komplikasi paling sering dari VBAC. Gawat janin merupakan tanda yang akurat pada
kasus ruptur uteri.

Risiko melahirkan normal pasca operasi caesar

Selain kemungkinan bekas luka operasi caesar robek, ada kemungkinan risiko


lain yang dapat terjadi jika melahirkan normal pasca caesar. Terdapat peluang yang
sangat kecil bagi setiap wanita yang ingin melahirkan normal pasca caesar di mana
rahimnya bisa pecah.

Jika rahim pecah atau robek selama persalinan normal, maka operasi caesar
darurat diperlukan untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa, seperti halnya
pendarahan hebat pada ibu. Sementara, jika robeknya kompleks maka mungkin
diperlukan pengangkatan rahim (histerektomi) untuk menghentikan pendarahan.
Pengangkatan rahim ini akan membuat ibu tidak bisa hamil lagi.

Akan tetapi, masalah ini hanya terjadi kurang dari 1 persen dari seluruh kasus
melahirkan secara normal pasca caesar. Namun, Anda harus tetap berhati-hati karena
berpotensi membahayakan diri dan janin. Perlu Anda ketahui sekitar 70 persen wanita
berhasil melahirkan bayinya secara normal pasca operasi. Sementara, 30 persen lainnya
memerlukan operasi caesar lagi karena adanya masalah yang muncul.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Jika berhasil, melahirkan bayi secara normal pun dapat memberi banyak


keuntungan, di antaranya tidak memerlukan operasi lagi, pemulihan lebih cepat, lebih
sedikit kehilangan darah, tidak akan menderita cedera pada kandung kemih atau usus,
mengurangi kemungkinan infeksi dan memiliki lebih sedikit masalah dengan persalinan
kelak. Selain itu, Anda harus memilih rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap dan
tenaga yang profesional.

b. Tipe Insisi Uterus Sebelumnya

VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal


setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam
ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan
ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan,
apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu. Pendapat yang paling sering muncul adalah
„Orang yang pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya.‟ Juga banyak para
ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio
sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan section adalah pilihan terbaik bagi ibu
dan anak. VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an.

Melihat peningkatan angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health
Service, melalui Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth pada
tahun 1980 menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen
bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan
angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15% (Cunningham FG, 2001).
Pada tahun 1989 National Institute of Health dan American College of Obstetricans and
Gynecologists mengeluarkan statemen, yang menganjurkan para ahli obstetri untuk
mendukung "trial of labor" pada pasien-pasien yang telah mengalami seksio sesarea
sebelumnya, dimana VBAC merupakan tindakan yang aman sebagai pengganti seksio
sesarea ulangan (O'Grady JP, 1995, Caughey AB, Mann S, 2001). Walau bagaimanapun,
mulai tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Berbagai faktor medis dan nonmedis diperkirakan menjadi penumbang kepada


penurunan jumlah percobaan partus pevaginam ini. Faktor-faktor ini sebenarnya masih
belum difahami dengan jelas. Salah satu faktor yang paling sering dikemukan para ahli
adalah resiko ruptur uteri. Pada tindakan percobaan partus pervaginal yang gagal, yaitu
pada maternal yang harus melakukan seksio sesarea ulang didapati resiko komplikasi
lebih tinggi berbanding VBAC dan partus secara seksio sesarea elektif. Faktor nonmedis
termasuklah restriksi terhadap akses percobaan partus pervaginal. (NIH Consensus
Development Conference Statement, 2010).

a. Indikasi VBAC

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.

Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :

1. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan
seksio sesarea emergensi.
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat

Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :

1. Parut uterus yang tidak diketahui


2. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
3. Kehamilan kembar
4. Letak sungsang
5. Kehamilan lewat waktu
6. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

b. Kontraindikasi VBAC

Kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :

1. Bekas seksio sesarea klasik


2. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
3. Bekas ruptur uteri
4. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi persalinan
pervaginal

c. Teknik operasi sebelumnya

Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe insisi
ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio
sesarae klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang
lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC.
(Toth PP, Jothivijayani, 1996, Cunningham FG, 2001). Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (2004), tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan
perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis atau longitudinalis.

d. Jumlah seksio sesarea sebelumnya

VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun pada
kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih, sebab pada kasus tersebut
diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal. Resiko
ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien
dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8 –
3.7 %. Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali
lebih besar dari bekas seksio sesarea satu kali.

e. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya

Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan
horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut insisi kulit vertikal.
Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh
kandung kencing disebut segmen bawah rahim, hampir 90 % insisi uterus dilakukan di
tempat ini berupa sayatan horizontal (seperti potongan bikini).

Cara pemotongan uterus seperti ini disebut "Low Transverse Cesarean Section". Insisi
uterus ini ditutup/jahit akan sembuh dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat
dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini dilakukan
pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti
semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya.

Penyembuhan luka di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi
yang pada prinsipnya :

1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus
pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan
2. Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya
ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa
ditemukannya sikatrik diantaranya.

Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga
menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :

1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan luka.


2. Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan kedua
sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak beraturan,
penyimpulan yang tidak tepat, dan lainlain.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

3. Riwayat persalinan pervaginam

Persalinan memang merupakan hal yang paling dinantikan oleh para ibu hamil.
Sebagian besar persalinan dapat berlangsung secara spontan dan aman. Sebagian kecil
persalinan tidak terjadi seperti yang kita harapkan dan memerlukan pertolongan khusus
dengan berbagai teknik dan peralatan. RSUP Sanglah Denpasar telah mengerjakan
berbagai teknik obstetrik untuk mencapai bayi sehat dan ibu selamat. Salah satunya
adalah seksio sesarea. Seksio sesarea adalah salah satu teknik untuk menolong persalinan
dengan cara melahirkan anak melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus apabila
tidak dapat dilakukan persalinan normal. Bahaya dan infeksi merupakan acaman serius
yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu, sebaiknya seksio sesarea dilakukan jika
ada indikasi medis1 .

Indikasi seksio sesarea terbagi menjadi indikasi absolut dan relatif. Indikasi
absolut adalah semua keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan persalinan
melalui jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi
kelahiran lewat seksio sesarea lebih aman bagi keduanya2 . Faktor medis yang menjadi
indikasi absolut antara lain karena faktor bayi dan faktor ibu. Diantaranya adalah
kesempitan panggul yang sangat berat, pecahnya rahim, perdarahan, letak bayi dengan
presentasi bokong, serta persalinan lama.

Faktor janin yang menjadi indikasi absolut adalah kasus gawat janin kala I,
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, dan lilitan tali pusat. Sedangkan, indikasi
relatif dilakukan pada ibu dengan kelainan jantung atau darah tinggi atau ibu dengan
komplikasi preeklampsia/eklampsia3 . Sering kita dengar isu bahwa pada kehamilan
dengan bekas seksio sesarea, maka kehamilan berikutnya harus seksio sesarea. Seiring
dengan meningkatnya pengetahuan ibu hamil disertai berbagai pertimbangan dan
pemeriksaan prenatal, kini percobaan melahirkan normal pada kehamilan dengan bekas
seksio sesarea atau lebih dikenal dengan Trial of Labor After Caesar (TOLAC) sudah
banyak dilakukan jika berbagai prasyarat untuk melahirkan normal sudah terpenuhi. Neff
mendukung hal tersebut dengan menyatakan fakta terbaru bahwa percobaan persalinan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

spontan pervaginam pada kehamilan dengan bekas seksio sesarea menunjukkan 60


sampai 80 persen berhasil atau berakhir dengan Vaginal Birth After Caesar (VBAC)4 .

ACOG melaporkan bahwa untuk masing-masing pasien tidak ada cara yang tepat
untuk memprediksi keberhasilan VBAC. Menurut Wiknjosastro VBAC menjadi
perhatian khusus dalam ilmu kedokteran khususnya bidang obstetrik karena pro dan
kontra dalam tindakan ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu
mempertanyakan apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu.

4. Indikasi Pelahiran Caesar Sebelumnya dan Ukuran Janin

Bedah caesar atau operasi sesar adalah suatu persalinan yang dilakukan tanpa melalui
jalan lahir dengan cara menginsisi dinding perut bagian bawah pusat atau secara spesifik
biasa disebut dinding rahim untuk mengeluarkan janin dalam keaadaan utuh serta berat
badan janin diatas 500 gram.

Bedah caesar di bagi berdasarkan indikasinya, terdapat dua golongan yaitu bedah
caesar cito/tidak terencana dan bedah Caesar elektif/terencana. Bedah caesar tidak
terencana (cito) merupakan suatu tindakan bedah sesar yang tidak diprediksikan
sebelumnya dan biasanya bersifat darurat. Berikut beberapa contoh keadaan yang
memerlukan bedah caesar segera/cito : partus lama atau partus tak maju (keluarnya bayi
lambat atau berhenti sama sekali), ancaman gawat janin (bayi menunjukkan tanda-tanda
bahaya seperti detak jantung yang sangat cepat atau lambat), masalah dengan plasenta
atau tali pusat menempatkan bayi pada risiko, makrosomia (bayi terlalu besar di lahirkan
melalui vagina), ketuban pecah dini.(21, 25) Bedah caesar terencana adalah tindakan
operasi yang sudah terpediksi jadwalnya secara sistematis, ataupun indikasi yang
sebelumnya sudah terdeteksi sehingga biasanya ibu datang tidak dalam keadaan gawat
darurat.

Berikut contoh bedah caesar elektif; bayi tidak dalam posisi dekat turunnya
kepala dengan tanggal jatuh tempo persalinan, terdapat faktor risiko misalnya seperti
penyakit jantung yang dapat di perburuk karena stres kerja, infeksi yang dapat menular ke
bayi selama kelahiran pervaginamm, empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

banyak anak, terlalu dekat jarak kehamilannya) ibu yang lebih dari satu bayi (kelahiran
multipel), riwayat bedah caesar sebelumnya.

5. Obesitas Materna

Faktor yang memengaruhi kegagalan VBAC


 Luka bekas operasi c-section yang berisiko tinggi.
 Persalinan macet.
 Usia kehamilan yang rentan.
 Usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
 IMT (indeks massa tubuh) lebih dari atau sama dengan 40 (obesitas maternal).
 Peningkatan berat badan berlebih selama kehamilan.
 Preeklamsia (keracunan kehamilan).
 Persalinan c-section pada kurng dari 18 bulan sebelumnya.
 Riwayat persalinan c-section 1 kali dan belum pernah menjalani persalinan normal
(pervaginam).
 Membutuhkan induksi persalinan.

C. Persiapan Persalinan dan Kelahiran pada Kebutuhan Khusus


a. Persiapan Menghadapi Persalinan
1. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta dan membrane dari
dalam janin melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada system reproduksi
wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai (Bobak,
Lowdermild, Jensen 2004).
2. Proses Persalinan
Proses persalinan, menurut Pillitteri, Adele (2002) terdiri dari 3 tingkatan atau 3 kala
sebagai berikut yaitu : (Pillitteri, Adele, 2002)
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Kala satu persalinan merupakan permulaan kontraksi persalinan sejati yang ditandai
oleh perubahan serviks yang progresif dan diakhiri dengan pembukaan lengkap (10
cm). Kala satu dibagi menjadi dua fase yaitu laten dan aktif.
1) Fase laten yaitu adalah periode waktu dari awal persalinan hingga ke titik
ketika pembukaan mulai berjalan secara progresif yang umumnya dimulai
sejak kontraksi mulai muncul hingga pembukaan tiga sampai empat
sentimeter atau permulaan fase aktif. Selama fase laten berlangsung
bagian presentasi mengalami penurunan sedikit hingga tidak sama sekali.
Kontraksi terjadi lebih stabil selama fase laten seiring dengan peningkatan
frekuensi, durasi dan intensitas dari setiap 10 menit sampai 20 menit,
berlangsung 15 detik sampai 20 detik, dengan intensitas ringan.
2) Fase aktif adalah periode waktu dari awal kemajuan aktif pembukaan
hingga pembukaan menjadi komplet dan mencakup fase transisi.
Pembukaan umumnya dimulai dari tiga sampai empat sentimeter (atau
pada akhir fase laten) hingga 10 sentimeter. Penurunan bagian presentasi
janin yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan selama dua
persalinan.
3) Fase transisi selama terjadi, wanita mengakhiri kala satu persalinan pada
saat hampir memasuki dan sedang mempersiapkan diri untuk kala dua
persalinan. Sejumlah besar tanda dan gejala, termasuk perubahan perilaku,
telah diidentifikasi sebagai petunjuk transisi ini. Tanda dan gejala fase
transisi diantaranya adalah adanya tekanan pada rektum, berulang kali
pergi ke kamar mandi, tidak mampu mengendalikan keinginan untuk
mengejan, ketuban pecah, penonjolan dan pendataran rektum dan
perinium, bunyi dengkuran pada saat mengeluarkan napas.
b. Kala dua persalinan dimulai dengan dilatasi lengkap serviks dan diakhiri dengan
kelahiran bayi. Kala dua dibagi menjadi tiga fase yaitu:
1) Fase I : periode tenang : dari dilatasi lengkap sampai desakan untuk
mengejan atau awitan usaha mengejan yang sering dan berirama.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

2) 2) Fase II : mengejan aktif, dari awitan upaya mengejan yang berirama


atau desakan untuk mendorong sampai bagian presentasi tidak lagi
mundur diantara usaha mengejan.
3) Fase III : perineal, dari cronwning (mengejan) bagian presentasi sampai
kelahiran semua tubuh bayi.
c. Kala tiga persalinan dimulai dengan saat proses kelahiran bayi selesai dan
berakhir dengan lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan
plasenta. Kala tiga persalinan berlangsung rata-rata antara 5-10 menit. Adapun
kala tiga terbagi dalam dua fase yaitu :
1) Pelepasan plasenta adalah hasil penurunan mendadak ukuran kavum
uterus selama dan setelah kelahiran bayi, sewaktu uterus berkontraksi
mengurangi isi uterus. Pengurangan ukuran uterus secara bersamaan
berarti penurunan area pelekatan plasenta.
2) Pengeluaran plasenta adalah dimulai dengan penurunan plasenta ke dalam
segmen bawah uterus. Plasenta kemudian keluar melewati serviks ke
ruang vagina atas, dari arah plasenta keluar.
3. Persiapan Persalinan
Persiapan diartikan sebagai suatu program instruksi yang bertujuan tertentu dan
berstruktur (Matterson, 2001). Persiapan persalinan bertujuan untuk menyiapkan semua
kebutuhan selama kehamilan maupun proses persalinan. Persiapan persalinan adalah
segala sesuatu yang disiapkan dalam hal menyambut kelahiran anak oleh ibu hamil.
Persiapan persalinan pada trimester III meliputi faktor resiko ibu dan janin, perubahan
psikologi dan fisiologi, tanda-tanda bahaya dan bagaimana meresponnya, perasaan
mengenai melahirkan dan perkembangan bayi, tanda-tanda saat hendak melahirkan,
respon terhadap kelahiran, ukuran-ukuran kenyamanan situasi kelahiran cesar dan
perawatan yang terpusat pada keluarga (Matterson, 2001).
Persiapan persalinan merupakan salah satu program pada desa Siaga yaitu desa
yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalahmasalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan secara mandiri. Dalam program desa siaga dimana para bidan desa, tokoh
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

masyarakat, ikut aktif berperan menangani kesehatan dan membantu persalinan kepada
ibu hamil dan ibu melahirkan dan melakukan pemeriksaan ibu (Depkes, 2004).
Persiapan persalinan mempunyai beberapa hal, menurut Bobak, Lowdermild,
Jensen (2004) ada 4 hal,yaitu :fisik, psikologis, finansial, kultural.
a. Persiapan Fisik Proses persalinan adalah proses yang banyak melelahkan, untuk itu
perlunya dilakukan persiapan fisik semenjak kehamilan memasuki bulan ke 8
kehamilan, hal ini disebabkan persalinan bisa terjadi kapan saja.
Persiapan fisik berkaitan dengan masalah kondisi kesehatan ibu, dimana ibu perlu
menyiapkan kondisi fisik sebelum hamil. Ibu memahami berupa adanya perubahan
fisiologi sebelum terjadi persalinan kira-kira 2 minggu, dimana ibu akan lebih mudah
bernafas karena fundus uteri agak menurun berhubung kepala janin mulai masuk ke
dalam pintu atas pinggul (PAP), Ibu akan sering buang air kecil (BAK) karena
turunnya kepala janin ke dalam PAP yang menekan vesika urinaria serta ibu
merasakan adanya gambaran his palsu yaitu kadang-kadang perut mengejang. Makan
makanan bergizi dan minum yang cukup banyak, serta tetap melakukan aktivitas
seperti berjalan pagi, atau kegiatan rumah lainnya (untuk yang bekerja dipastikan
sudah cuti), dan tetap istirahat yang cukup.
Hal tersebut di atas dimaksudkan bahwa dengan aktivitas, istirahat dan gizi yang
baik, energi dan tenaga untuk menghadapi persalinan nanti diharapkan cukup baik,
dan dapat membantu prosesnya agar lancar dan cepat, ibu juga tidak anemia dan
mengalami lemas kehabisan energi, karena proses persalinan bisa berbeda-beda
waktunya pada setiap orang, ada yang lama, ada yang cepat, dan umumnya
melelahkan (Isnandi. 2009).
Zat gizi berperan vital dalam pertumbuhan janin. Selama kehamilan, metabolisme
energi meningkat akibat perubahan sistem tubuh dan perkembangan janin. Oleh
karena itu, kebutuhan akan energi dan zat gizi harus ditingkatkan. Kebutuhan-
kebutuhan zat gizi tersebut harus memenuhi (Anonim, 2008) :
1) Kalori
Selama trimester kedua dan ketiga kehamilan membutuhkan 300 kalori per
hari. Walaupun peningkatan ini tidak digunakan dalam trimester pertama,
bukan berarti keseimbangan nutrisi tidak penting. Kalori tambahan ini
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

diperlukan agar berat badan meningkat (total 12 hingga 16 kg selama hamil).


Hal ini sangat diperlukan untuk menghasilkan berat badan bayi yang cukup
saat dilahirkan. Sebaiknya pada trimester pertama, pertambahan bobot hanya
0, 5 kg setiap bulannya. Sedangkan pada trimester kedua, 0, 5 kg setiap
minggunya. Sedangkan di trimester terakhir (bulan ke9), hanya boleh 0, 5
hingga 1 kg. Kalori bisa dapatkan dengan mengkonsumsi kacang-kacangan,
buah, sereal, beras merah, sayur, kentang.
2) Protein
Protein sangat diperlukan untuk membangun, memperbaiki, dan mengganti
jaringan tubuh. Ibu hamil memerlukan tambahan nutrisi ini agar pertumbuhan
janin optimal. Protein bisa dapatkan dengan mengkonsumsi tahu, tempe,
daging, ayam, ikan, susu, dan telur.
3) Kalsium Penelitian menunjukkan bahwa janin memerlukan 13 mg kalsium
dari darah ibu. Janin memerlukan kalsium untuk pertumbuhan tulang dan
giginya. Jika jumlah kalsium yang didapatkan kurang, maka akan diambil dari
tulang. Akibatnya dapat mengalami pelunakan tulang (osteomalasia). Kalsium
bisa didapatkan dengan mengkonsumsi produk susu, tahu, brokoli, kacang-
kacangan.
4) Zat besi Kekurangan zat besi akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan janin menjadi terhambat. Kekurangan zat besi dapat
meningkatkan resiko cacat (mortalitas) pada ibu dan janin. Karena kebutuhan
zat besi sulit dipenuhi dari diet pola makan, maka terkadang pemakaian
suplemen disarankan. Zat besi bisa didapatkan dengan mengkonsumsi bayam,
daging merah, hati, ikan, unggas, kerang, telur, kedelai.
5) Asam folat (vitamin B) Asam folat yang dikonsumsi sejak masa pembuahan
dan awal kehamilan mampu mencegah cacat lahir pada otak dan tulang
belakang. Penelitian menunjukkan resiko kelainan tulang belakang (spina
bifida) dan kelainan ronggga otak (anensefali) menurun hingga 50%. Sangat
disarankan untuk mendapatkan 400 mg asam folat per hari. Asam folat bisa
didapatkan dengan mengkonsumsi jus jeruk bayam, oatmeal, brokoli, stoberi,
dan roti.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

6) Cairan Cairan diperlukan untuk meningkatkan volume darah dan air ketubah.
Minum setidaknya 8 hingga 10 gelas setiap harinya. Mengurangi asupan
cairan tidak akan mengurangi bengkak yang dialami. Namun dapat
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Konsumsi cairan yang terbaik adalah air
putih, selain itu juga dapat mengkonsumsi sup, jus, dan teh.
7) Garam Garam dapat membantu mengatur air dalam darah. Kebutuhan tubuh
akan garam sedikit, sekitar 2000 hingga 8000 mg per hari. Beberapa ibu yang
terkena darah tinggi atau preeklamsia bahkan tidak memerlukan tambahan
akan konsumsi garam.
Selain hal di atas ibu perlu memahami gambaran jelas dan sistemis tentang
jalannya persalinan, mengetahui teknik mengedan dan bernafas yang baik,
harus menjaga kebersihan badan dan kesesuaian pakaian. Persiapan fisik
berupa kebersihan badan menjelang persalinan karena bermanfaat jika dengan
mandi dan membersihkan badan akan mengurangi kemungkinan adanya
kuman yang masuk selama persalinan dan dapat mengurangi terjadinya
infeksi sesudah melahirkan. Ibu akan merasa nyaman selama menjalani proses
persalinan.
Persiapan fisik lain yang perlu diperhatikan adalah dengan melakukan
olah raga misalnya senam hamil, karena seorang perempuan memerlukan fisik
yang fit untuk melahirkan. Kondisi fit ini ada hubungannya juga dengan ada
atau tidaknya penyakit berat yang diidap oleh calon ibu. Jika ditemukan
riwayat darah tinggi atau asma berat, misalnya, berarti tidak bisa dilakukan
persalinan normal. sehingga sejak awal kehamilan, sudah harus direncanakan
kelahiran dengan operasi (Iskandar, 2007). Senam hamil ini hanya bisa
dilakukan ketika kandungan berusia 22-36 minggu. Namun, yang perlu
diperhatikan, tidak semua kondisi ibu hamil dapat melakukan treatment ini,
sehingga disarankan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter
pendamping kandungan.
Ada dua tipe kondisi wanita yang tidak bisa melakukan senam hamil, yaitu
yang bersifat relatif (riwayat kebidanan jelek, janin kembar, menderita
diabetes, letak bayi sungsang). Sementara yang bersifat mutlak tidak boleh
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dilakukan senam hamil adalah (menderita penyakit jantung, hipertensi, resiko


kalahiran prematur).
Latihan senam ini harus dihentikan jika terjadi keluhan nyeri di bagian
dada, nyeri kepala, dan nyeri persendian, kontraksi rahim yang sering, keluar
cairan, denyut jantung meningkat > 140/menit, kesulitan untuk berjalan, dan
mual, serta muntah yang menetap. Senam hamil dibagi menjadi empat tahap
berdasarkan usia kandungan. Tahap pertama (usia kehamilan 22-25 minggu),
tahap kedua (usia kehamilan 26-30 minggu), tahap ketiga (31-35 minggu) dan
tahap keempat (36-melahirkan) (Indarti, 2008). Berikut adalah
gerakangerakan untuk senam hamil :
a) Ambil posisi berdiri di atas matras, kedua tangan di samping
badan. Kemudian angkat kedua tangan ke atas kepala sambil
menarik nafas dari hidung. Kemudian buang nafas lewat mulut
sambil menurunkan kedua tangan.
b) Ambil posisi duduk di atas matras, kedua kaki diluruskan. Berat
badan bertumpu pada kedua tangan. Kemudian sambil tarik napas
dorong dan tarik telapak kaki secara bergantian.
c) Masih tetap dalam posisi yang sama, gerakkan kedua telapak kaki
secara bersamaan, ke arah depan dan belakang secara bergantian
disertai dengan tarik dan buang nafas.
d) Tetap dalam posisi yang sama, buka kaki selebar paha, kemudian
tarik telapak kaki ke arah luar secara bersamaan, kemudian tarik ke
dalam secara bersama pula.
e) Ambil posisi duduk sila, kemudian putar kepala, empat hitungan
pertama tarik nafas dan empat hitungan kemudian buang nafas.
f) Lalu ambil posisi berbaring, letakkan kedua tangan di samping
tubuh, posisi kedua kaki di tekuk, lalu tarik napas sambil
mengangkat kaki hingga membentuk sudut 90 derajat, lalu
embuskan napas sambil mengembalikan posisi kaki seperti semula.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

g) Tetap dalam posisi duduk dan kaki tertekuk, kemudian sambil


menarik napas, angkat pantat, tahan beberapa lama, kemudian
embuskan napas sambil menurunkan pantat.
h) Setelah itu, ambil posisi telentang, lalu tegangkan seluruh otot
tubuh, genggam tangan, tarik telapak kaki hingga lurus, pejamkan
mata, katupkan otot dubur, kemudian relakskan otot-otot tersebut
denga cara membuka telapak tangan dan mata, dan telapak kaki
kondisi normal, ulangi secara bergantian.
i) Untuk relaksasi, ambil posisi berbaring miring ke kiri, kaki kanan
di depan, lalu tangan kiri di belakang dan tangan kanan berada di
depan muka (seperti posisi orang berbaring). Buat tubuh serileks
mungkin.
Persiapan fisik yang lain adalah rutinitas dalam
memeriksakan kehamilan ke petugas kesehatan. Setiap trimester
masa kehamilan memiliki proses tersendiri. Karena itu, penting
bagi ibu hamil mengetahui pertanyaan apa saja yang tepat diajukan
setiap kali berkonsultasi ke dokter berkaitan dengan kondisi
kehamilannya. Bagi ibu yang baru pertama kali hamil, umumnya
baru bisa merasakan gerakan janin di sekitar usia kehamilan 18
minggu.
Bagi yang sudah pernah hamil, akan terasa lebih awal,
misalnya usia 16 minggu. Gerakan janin pada awalnya hanya
berupa getaran kecil. Ibu hamil trimester 1 dan 2 dianjurkan dapat
memeriksakan kehamilannya setiap satu bulan sekali, dan untuk
trimester 3 dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya 2
minggu sekali (Sjafriani, 2007).

b. Persiapan psikologis
Persiapan pada ibu primigravida umumnya belum mempunyai bayangan
mengenai kejadian-kejadian yang akan dialami pada akhir kehamilannya saat
persalinan terjadi. Salah satu yang harus dipersiapkan ibu menjelang persalinan yaitu
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

hindari kepanikan dan ketakutan dan bersikap tenang, dimana ibu hamil dapat melalui
saatsaat persalinan dengan baik dan lebih siap serta meminta dukungan dari orang-
orang terdekat, perhatian dan kasih sayang tentu akan membantu memberikan
semangat untuk ibu yang akan melahirkan. Keluarga baik dari orang tua maupun
suami merupakan bagian terdekat bagi calon ibu yang dapat memberikan
pertimbangan serta bantuan sehingga bagi ibu yang akan melahirkan merupakan
motivasi tersendiri sehingga lebih tabah dan lebih siap dalam menghadapi persalinan
(Sjafriani, 2007).
Dalam mengatasi perasaan takut dalam persalinan, ibu dapat mengatasinya
dengan meminta keluarga atau suami untuk memberikan sentuhan kasih sayang,
meyakinkan ibu bahwa persalinan dapat berjalan lancar, mengikutsertakan keluarga
untuk memberikan dorongan moril, cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga
serta memberikan bimbingan untuk berdo’a sesuai agama dan keyakinan.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh para ibu primigravida ini adalah dengan
cara mencari pengetahuan seluas-luasnya tentang masalah kehamilan dan persalinan
dengan membaca buku atau hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah kehamilan
serta konsultasi kepada petugas kesehatan. Perasaan cemas pada ibu hamil bisa
berdampak pada janin, untuk itu perlu adanya stimulus dari untuk menentramkan hati
ibu. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara mendengarkan musik.
Musik telah dipakai sebagai media pengobatan sejak tahun 550 Sebelum Masehi,
dan dikembangkan Pithagoras dari Yunani. Konsep musik ini diterapkan bersama
oleh pakar musik Peter Huebner dan komposerkomposer musik klasik Jerman, dalam
bentuk musik terapi-medisresonansi atau istilah asingnya Medical Resonance
Therapy Music, disingkat MRT-M. Daya pengobatan MRT-M ini membawa dampak
positif pada ibu hamil, baik yang sehat maupun dengan gangguan. Penurunan angka
kelahiran prematur merupakan salah satu pengaruh efek pengobatan musik tersebut
(Umi, 2009).

c. Persiapan finansial
Persiapan finansial bagi ibu yang akan melahirkan merupakan suatu kebutuhan
yang mutlak harus disiapkan, dimana persiapan finansial atau yang berkaitan dengan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

penghasilan atau keuangan yang dimiliki untuk mencukupi kebutuhan selama


kehamilan berlangsung sampai persalinan. Kondisi ekonomi berkaitan dengan
kemampuan ibu untuk menyiapkan biaya persalinan, menyiapkan popok bayi dan
perlengkapan lainnya, persalinan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu
sebaiknya Ibu sudah menganggarkan biaya untuk persalinan. Biaya bisa Ibu atau
keluarga anggarkan disesuaikan dengan tarif persalinan di tempat di mana rencana
persalinan akan berlangsung.
Selain anggaran biaya persalinan perlu juga menentukan tempat kelahiran sesuai
kemampuan kita, misalnya rumah bersalin atau di rumah dengan mendatangkan
bidan. Perencanaan yang adekuat meliputi penentuan tempat yang tepat dengan
pertimbangan dalam memilih tempat bersalin dengan mempertimbangkan jarak
tempat bersalin dengan rumah, kualitas pelayanannya, ketersediaan tenaga penolong,
fasilitas yang dimiliki, kemampuan pembiayaan dimana setiap klinik/rumah sakit
memiliki ketentuan tarif yang beragam.

d. Persiapan kultural
Ibu harus mengetahui adat istiadat, kebiasaan, tradisi dan tingkat hidup yang
kurang baik terhadap kehamilan, dan berusaha mencegah akibat itu. Persiapan yang
berhubungan dengan kebiasaan yang tidak baik sebelum kehamilan untuk dihindari
selama kehamilan terjadi. Faktor budaya sangat penting dimana terdapat tradisi untuk
membawa plasenta ke rumah, cara berperilaku yang benar selama kehamilan dengan
menjaga sikap dan perilaku.

D. Perawatan Anak pada Ibu Berkubutuhan Khusus

Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 memberikan mandat kepada


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk
menyelenggarakan urusan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,
dengan tugas pokok dan fungsi meliputi
1) perumusan dan penetapan kebijakan;
2) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan; dan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

3) pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang pemberdayaan perempuan dan


perlindungan anak. Khusus mengenai anak ada dua kedeputian yang
bertanggungjawab yaitu Deputi Bidang Perlindungan Anak dan Deputi
Bidang Tumbuh Kembang Anak.

Dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi, Deputi Bidang Perlindungan Anak
dibantu oleh lima Asisten Deputi (Asdep), dan salah satunya adalah Asisten Deputi
Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Sejak keasdepan ini dibentuk pada bulan
Agustus 2010 sampai sekarang, serangkaian kegiatan telah dilakukan guna membangun
komitmen dan kemitraan, serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam
mempromosikan pentingnya penanganan anak berkebutuhan khusus. Keberadaan
pendamping bagi anak berkebutuhan khusus memiliki makna yang berarti bagi proses
perlindungan dan tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, pengetahuan dan peningkatan
kapasitas pendamping, yaitu orangtua, keluarga, dan masyarakat, dalam menghadapi
anak berkebutuhan khusus sejak dini akan memberikan dampak signifikan dalam
merawat, memelihara, mendidik, dan meramu bakat atau potensi yang dimiliki setiap
anak berkebutuhan khusus.

Kesiapan dan kesiagaan orang tua dan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan
khusus merupakan kunci sukses penanganan, ditambah dukungan dari masyarakat dan
pemerintah dalam menyediakan lingkungan dan fasilitas yang ramah terhadap anak
berkebutuhan khusus.

Dukungan dalam bentuk komitmen konstitusional negara bagi anak berkebutuhan


khusus telah dijamin dalam perundang-undangan dan kelembagaan pemerintah dalam
mendorong peningkatan perlindungan anak tanpa diskriminasi. Berkaitan dengan
komitmen tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, tentang
Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention On The
Rigths Of Persons With Disabilities) dan diterbitkanya Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Kedua peraturan perundangan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk


memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.
Penanganan anak berkebutuhan khusus, memerlukan keberpihakan kultural dan struktural
dari berbagai pihak baik orangtua, masyarakat dan pemerintah. Hal ini karena masih
adanya pemahaman yang keliru dan sikap diskriminatif terhadap anak berkebutuhan
khusus di lingkungan keluarga dan masyarakat, baik dalam bentuk verbal maupun non
verbal. Selain itu anak berkebutuhan khusus rentan mendapatkan kekerasan dan
perlakuan salah.

Dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus, para pendamping


memerlukan pengetahuan tentang anak-anak tersebut, keterampilan mengasuh dan
melayaninya. Anak berkebutuhan khusus perlu mendapat dorongan, tuntunan, dan
praktek langsung secara bertahap. Potensi yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus
akan tumbuh berkembang seiring dengan keberhasilan peran pendamping dalam
memahami dan memupuk potensi anak-anak tersebut.

PENANGANAN/PERAWATAN PADA ABK

A. UMUM

1. Anak berkebutuhan khusus adalah amanah Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus dijaga,
dirawat, dan dipenuhi haknya. Untuk itu, orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu
menerima keberadaan anak tersebut dengan ikhlas. Hindarkan dari perasaan cemas,
kecewa, khawatir, marah, menyalahkan diri sendiri dan orang lain, serta putus asa yang
berlarut larut.
2. Menelantarkan anak berkebutuhan khusus merupakan perilaku yang melanggar Hak
Asasi Manusia. Untuk itu, orangtua, keluarga, dan masyarakat tidak diperbolehkan
menyembunyikan atau menelantarkan anak tersebut.
3. Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dengan anak lain dan dapat hidup
mandiri, berprestasi sesuai dengan minat dan potensi yang dimiliki. Untuk itu, orangtua,
keluarga, dan masyarakat wajib bertanggungjawab memenuhi hak-hak anak dalam segala
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

aspek kehidupan, seperti bersosialisasi di lingkungan, berekreasi, dan berkegiatan lain


yang bertujuan memperkenalkan anak berkebutuhan khusus dengan kehidupan di luar
rumah.
4. Anak berkebutuhan khusus bukan penyakit dan tidak menular. Oleh karena itu, orangtua,
keluarga, dan masyarakat perlu menyebarluaskan informasi tentang hal dimaksud,
termasuk informasi mengenai prestasi atau kesuksesan yang didapat oleh anak
berkebutuhan khusus.
5. Orangtua, keluarga, dan masyarakat wajib memberikan pendampingan di bidang agama
masing-masing, pendidikan, kesehatan dan kehidupan sosial.
6. Orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu mempunyai keterampilan dalam merawat dan
mengasuh anak yang berkebutuhan khusus melalui pelatihan-pelatihan.
7. Orangtua, keluarga perlu konsisten dan bersikap terbuka terhadap lingkungan sekitar
dalam menangani anak berkebutuhan khusus.
8. Orangtua, keluarga harus mempunyai kemampuan teknis dan menstimulasi sedini
mungkin perkembangan anak berkebutuhan khusus di rumah dan lingkungannya .

B. KHUSUS

1. ANAK DISABILITAS PENGLIHATAN


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak low vision:
- Mata tampak merah.
- Bola mata tampak keruh (putih-putih ditengah), dan kadang-kadang seperti mata
kucing (bersinar).
- Bola mata bergerak sangat cepat.
- Penglihatan hanya mampu merespon terhadap cahaya, benda ukuran besar dengan
warna mencolok.
- Memicingkan mata pada saat terkena sinar matahari.
- Melihat obyek, menonton televisi, membaca buku atau melihat gambar di buku
sangat dekat.
- Menonton televisi sangat dekat.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Bila berjalan ditempat yang belum dikenal sering tersandung dan menabrak.
- Pada saat matahari tenggelam tidak bisa melihat jelas (rabun senja).
- Sering membentur-benturkan kepala ke tembok.

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak buta total:

- Tidak mampu melihat cahaya.


- Kerusakan nyata pada kedua bola mata.
- Sering meraba-raba bila mencari sesuatu benda dan jika berjalan sering menabrak
dan tersandung.
- Bagian bola mata tampak jernih tetapi tidak bisa melihat cahaya maupun benda.
- Sering menekan bola mata dengan jari.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga
medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk
dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
d. Orangtua, keluarga membantu anak di rumah dalam mengerjakan tugas sekolah
yang diberikan atau mengulang pelajaran yang diterima.

2. ANAK DISABILITAS PENDENGARAN


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas pendengaran:
- Tidak menunjukkan reaksi terkejut terhadap bunyi-bunyian atau tepukan tangan
yang keras pada jarak satu meter.
- Tidak bisa dibuat tenang dengan suara ibunya atau pengasuh.
- Tidak bereaksi bila dipanggil namanya atau acuh tak acuh terhadap suara
sekitarnya.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Tidak mampu menangkap maksud orang saat berbicara bila tidak bertatap muka. -
Tidak mampu mengetahui arah bunyi.
- Kemampuan bicara tidak berkembang. - Perbendaharaan kata tidak berkembang.
- Sering mengalami infeksi di telinga.
- Kalau bicara sukar dimengerti.
- Tidak bisa memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu tertentu.
- Kelihatan seperti anak yang kurang menurut atau pembangkang.
- Kelihatan seperti lamban atau sukar mengerti.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau tanda-
tanda di atas?

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk dan
saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki anak.
d. Biasakan untuk menarik perhatian anak terhadap bunyi-bunyi lingkungan yang sering
terjadi seperti orang yang mengetuk pintu, suara telepon, suara motor, bunyi mesin mobil,
dan sebagainya.
e. Biasakan agar orangtua tetap mengajak bicara anak dengan berhadapan muka agar wajah
dan gerak bibir orangtua terlihat jelas.

3. ANAK DISABILITAS INTELEKTUAL


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas intelektual :
- Ada tiga jenis anak dengan disabilitas intelektual yaitu ringan (mampu didik),
sedang (mampu latih), dan berat (mampu rawat).
- Wajah ceper, jarak kedua mata jauh, hidung pesek, mulut terbuka, lidah besar.
- Kepala kecil/besar/datar.
- Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usianya atau semua harus dibantu orang
lain.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Perkembangan bicara/bahasa terlambat atau tidak dapat bicara.


- Kurang atau tidak dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
- Sering keluar ludah (cairan) dari mulut.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga
medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk
dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
d. Mengajarkan sesuatu secara bertahap dan berulang ulang.
e. Perlu diingat, bahwa kebutuhan biologis anak dengan disabilitas intelektual sama
dengan anak lainnya, hanya saja mereka tidak mengerti bagaimana mengatasi bila
rasa tersebut timbul dan apa yang harus mereka lakukan. Untuk itu orangtua,
keluarga harus memberikan contoh tentang sikap dan nilai berperilaku yang baik.

4. ANAK DISABILITAS FISIK


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas fisik :
- Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.
- Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali).
- Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari
biasa.
- Terdapat cacat pada alat gerak.
- Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
- Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak
normal.
Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga
medis secara rutin, karena jika tidak maka tubuh anak bisa bertambah
kecacatannya (bengkok, mengecil, kaku).
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti
petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang
dimiliki anak. Saat ini banyak anak tunadaksa yang dapat berprestasi berhasil
seperti anak lain sebayanya.
d. Memerlukan latihan rutin, dan menggunakan alat bantu untuk mencegah
bertambahnya kecacatan dan memudahkan melakukan kegiatan sehari-hari.

5. ANAK DISABILITAS SOSIAL


Ciri-ciri atau tanda anak tunalaras antara lain:
- Bersikap membangkang dan suka berbohong.
- Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
- Sering melakukan tindakan agresif, merusak, dan mengganggu.
- Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/norma hukum.
- Kurang/tidak mampu menjalin hubungan dengan orang lain.
- Mempunyai perasaan yang tertekan dan selalu merasa tidak bahagia.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga
medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk
dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
d. Orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang sikap dan nilai, dan perilaku
baik yang bisa menjadi tauladan bagi anak.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

6. ANAK DENGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIF


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif :
- Inatensi atau kesulitan memusatkan perhatian, seperti tidak mau mendengar, gagal
menuntaskan tugas-tugas, sering menghilangkan benda-benda, tidak dapat
berkonsentrasi, perhatiannya mudah terganggu, suka melamun, pendiam, harus
diingatkan dan diarahkan terus-menerus.
- Impulsif atau kesulitan menahan keinginan, seperti terburu-buru saat mendekati
sesuatu, tidak teliti, berani mengambil risiko, mengambil kesempatan tanpa pikir
panjang, sering mengalami celaka atau luka, tidak sabar, dan suka interupsi.
- Hiperaktif atau kesulitan mengendalikan gerakan, seperti sangat sulit istirahat,
tidak dapat duduk lama, bicara berlebihan, menggerakkan jari-jari tak bertujuan
(usil), selalu bergerak ingin pergi atau meninggalkan tempat, mudah terpancing,
dan banyak berganti-ganti posisi/gerakan.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga
medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk
dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
d. Pemakaian obat tidak menjadi satu-satunya cara penanganan, bisa menggunakan
pendekatan kejiwaan dalam upaya perbaikan kondisi anak.
e. Membangun suasana emosi positif dalam mendampingi anak, sehingga secara
psikologis anak merasa dirinya lebih diterima.
f. Memberi perhatian positif dan mengajak anak berperilaku baik.
g. Memberi perintah yang efektif dan langsung ke tujuan.

7. ANAK DENGAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTISMA


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan spektrum autisma:


- Ciri atau tanda anak spektrum autis bervariasi yang meliputi 3 bidang yaitu:
gangguan komunikasi/wicara, interaksi sosial, dan gerakan berulang-ulang
(stereotipi) dengan derajat ringan sampai berat.
- Usia 0 – 2 tahun: anak jarang menangis atau sering menangis tanpa sebab
(iritable), sulit bila digendong karena gerakan tangan dan kaki berlebihan, tidak
ada kontak mata, tidak ditemukan senyum sosial (merespon/membalas senyum
orang lain disekitarnya), terkadang ada fase perkembangan motorik yang terlewati
seperti anak tidak melewati fase merangkak tapi langsung berdiri/lari, menggigit
tangan dan anggota orang lain secara berlebihan.
- Usia 2 – 3 tahun: anak tidak tertarik bersosialisasi dengan anak lain, melihat orang
sebagai benda, kontak mata terbatas, tertarik pada benda tertentu, tidak menyukai
sentuhan/dipeluk, marah bila rutinitas yang biasa dikerjakan diubah, menyakiti diri
sendiri, dan agresif.
- Anak sangat lambat bicara atau tidak bisa sama sekali , mengeluarkan suara yang
aneh tanpa makna, mengulang-ulang ucapan lawan bicara, berbicara tapi tidak
untuk berkomunikasi.
- Ditanya tidak bisa menjawab, bahkan mengulang pertanyaannya.
- Tidak bisa berkomunikasi dua arah dan tidak menatap mata lawan bicaranya. -
Kalau dipanggil tidak mau menengok.
- Merasa tidak nyaman dalam keramaian, misalnya pesta ulang tahun, perkawinan,
dan lain sebagainya.
- Merasa lebih nyaman bila main sendiri
- Berperilaku aneh seperti jalan berjinjit-jinjit, berputar-putar, lompatlompat,
mondar-mandir tak bertujuan.
- Sering melihat dengan mata yang miring.
- Kelekatan dengan benda tertentu, sehingga kemana-mana harus membawa benda
tersebut.
- Mengamuk hebat kalau tidak mendapatkan keinginannya.
- Tertawa/menangis/marah tanpa sebab yang jelas.
- Tidak ada rasa empati.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Ada kebutuhan untuk mencium-cium sesuatu dan memasukan segala benda yang
dipegangnya ke dalam mulut atau digigit-gigit.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

a. Konsultasikan kepada tenaga ahli (dokter, psikolog, tenaga pendidik) untuk


mendapatkan informasi, diagnosa dan rekomendasi untuk penanganan lebih lanjut.
b. Mencari tahu kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya, tingkat sensitivitas
terhadap rangsang gerak, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
c. Mencari tahu kebutuhan sensori, diet, biomedis, dan lain sebagainya yang bisa
dilakukan di rumah.
d. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
e. Melibatkan anak dalam aktivitas sederhana di rumah seperti mencuci piring,
menyiram tanaman, menyapu rumah, merapikan pakaian, dan lain sebagainya
sesuai kemampuannya.
f. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan, misalkan ruangan
untuk bergerak secara bebas, alat bantu belajar, dan lain sebagainya.
g. Dalam menentukan pendidikan pada anak, harus melihat tingkat kecerdasan dan
intensitas gejala autisnya, karena setiap anak autis berbeda.
8. ANAK DENGAN GANGGUAN GANDA
Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan ganda:
- Memiliki perpaduan dua hambatan atau lebih, misalnya disabilitas penglihatan
dengan gangguan spektrum autisma, disabilitas penglihatan dengan disabilitas
pendengaran, down syndrome/disabilitas intelektual dengan disabilitas
pendengaran, dan lain sebagainya.
- Memiliki hambatan dalam berinteraksi sosial.
- Memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti
orang lain.
- Pada umumnya mengalami keterlambatan perkembangan fisik dan motorik.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Sering berperilaku aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosokgosokan jarinya


ke wajah, melukai diri (membenturkan kepala), mencabuti rambut, dan sebagainya.
- Seringkali tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan,
berpakaian, buang air kecil, dan lain sebagainya.
- Jarang berperilaku dan berinteraksi secara konstruktif.
- Dibalik keterbatasan-keterbatasan di atas, anak tunaganda mempunyai ciri-ciri
positif seperti ramah, hangat, punya rasa humor, keras hati dan berketetapan hati.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

1. Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, tenaga pendidik, tenaga sosial dan


instruktur keterampilan.
2. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan anak, misalnya
ruangan untuk bergerak secara bebas, alat bantu (kursi roda, tongkat dan lain-lain).
3. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.
4. Memberikan rangsangan/stimulasi secara konsisten, agar anak dapat berkembang
secara optimal, sesuai dengan kemampuannya.
5. Melatih kemandirian anak seseuai dengan kemampuannya.
6. Mengembangkan kekuatan dan memperbaiki kelemahan anak.
7. Mengendalikan dan mengarahkan perilaku anak.
8. Memberikan penguatan positif (motivasi, pujian, penghargaan) dan negatif (tidak
memberikan hak istimewa).
9. Memberikan kegiatan-kegiatan yang nyata atau fungsional untuk kehidupan sehari
hari. Program dilakukan secara terstruktur dan konsisten. Aktivitas pembelajaran
dibagi menjadi beberapa tahapan dan dilakukan secara berulang-ulang. Pemberian
program harus melalui tahapan yang dipecah/diurai, misalnya untuk mengajar cara
menyikat gigi dimulai dari mengambil sikat gigi, mengambil pasta gigi, membuka
tutup pasta gigi, menekan tube pasta gigi di penutup pasta gigi, menyikat gigi
bagian depan, menyikat gigi bagian kiri, menyikat gigi bagian kanan, menyikat
bagian dalam atas depan, dan seterusnya.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

9. ANAK LAMBAN BELAJAR


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak lamban belajar:
- Fungsi pada kemampuan dibawah rata-rata kelas.
- Rata-rata prestasi belajar selalu rendah.
- Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-
teman seusianya.
- Daya tangkap terhadap pelajaran lambat.
- Butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas
akademik dan non akademik.
- Lebih suka berteman dengan anak yang berusia signifikan di bawahnya.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

a. Berkonsultasi ke psikolog.
b. Mengikuti asesmen atau tes IQ untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan
anak.
c. Orangtua, keluarga harus mengetahui apa saja yang sudah dipelajari anak di
sekolah dengan cara berkonsultasi pada guru kelas.
d. Orangtua atau keluarga membimbing dan mendampingi anak di rumah dalam
belajar, baik mengulang materi pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah, maupun
menyiapkan anak pada materi pelajaran baru yang akan dipelajari anak pada hari
berikutnya.
e. Orangtua, keluarga harus selalu menghargai hasil belajar yang diperoleh anak dari
sekolah.
f. Orangtua, keluarga harus selalu memotivasi anak supaya anak rajin belajar baik di
sekolah maupun di rumah.
g. Orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang sikap dan nilai berperilaku
yang baik.

10. ANAK DENGAN KESULITAN BELAJAR KHUSUS


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar khusus:


1. Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (disleksia) Ciri-ciri atau tanda-
tandanya sebagai berikut.
- Perkembangan kemampuan membaca lambat dan sering terjadi kesalahan dalam
membaca.
- Kemampuan memahami isi bacaan rendah.
- Dalam menulis sering terjadi huruf yang hilang dalam satu kata pada awal, tengah
atau akhir kata, atau sulit membedakan bentuk huruf atau angka yang hampir sama
seperti menulis huruf d menjadi b, begitu sebaliknya.
- Tidak mengindahkan tanda baca.
2. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia) Ciri-ciri atau tanda-
tandanya sebagai berikut.
- Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai.
- Sering salah menulis huruf b dengan p, v dengan u, p dengan q, angka 2 dengan 5,
6 dengan 9, dan sebagainya.
- Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca.
- Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang.
- Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
3. Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) Ciri-ciri atau tanda-
tandanya sebagai berikut.
- Sulit membedakan tanda-tanda +, -, x, :, =, - Sulit mengoperasikan
hitungan/bilangan.
- Sering salah membilang dengan urut.
- Sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan
8, dan sebagainya. - Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

1. Berkonsultasi pada psikolog.


2. Mengikuti asesmen atau tes IQ untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan
anak.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

3. Membantu anak membuat strategi belajar, atau minta bantuan pengajar remedial
untuk mengatasi kekurangannya dan membuat program cara pembelajaran di
rumah.
4. Orangtua, keluarga harus selalu mendampingi dan membimbing anak dalam
belajar di rumah, terutama mengoptimalkan kemampuan fisik motorik
(perencanaan gerak, orientasi kanan dan kiri, serta pembelajaran kinestetik).
5. Memberikan alat-alat bantu dan peraga, sehingga anak mampu menyentuh,
melihat, dan mendengar serta menghubungkan dengan konsep yang dipelajari
seperti huruf-huruf (untuk anak dengan kesulitan belajar membaca), angka-angka,
dan simbol-simbol +,-,:, dan x yang terbuat dari plastik (untuk anak dengan
kesulitan belajar matematika), dan menebalkan huruf-huruf yang sudah diberi titik-
titik (untuk anak dengan kesulitan belajar menulis).
6. Mendampingi anak ketika belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah.
7. Memberi pujian ketika anak berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik dan
benar, guna meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian anak dalam belajar.

11. ANAK DENGAN GANGGUAN KOMUNIKASI/WICARA

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan komunikasi/wicara:

- Anak tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan,


- Tidak bereaksi ketika mendengar bunyi yang terjadi di sekitarnya.
- Tidak pernah atau sangat jarang menangis.
- Tidak suka menatap wajah atau membalas tatapan ibunya ketika disusui.
- Kesulitan dalam mengisap, mengunyah, dan menelan saat makan dan minum.
- Belum mulai berbicara di usia sekitar 12 bulan.
- Perbendaharaan kata atau kalimat minim.
- Tidak mampu menyusun kalimat sederhana dan terkadang hanya menyebutkan
suku kata akhirnya saja.
- Ada kelainan organ wicara, misalnya celah pada bibir atau sumbing, dan kelainan
bentuk lidah.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Suka menyendiri atau tidak bergaul.


- Bicaranya sulit dimengerti.
- Menujukkan gejala terpaku pada sesuatu yang sulit untuk dialihkan (perseverasi)

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

1. Membawa anak kepada tenaga ahli yang berkaitan dengan kelainan si anak. Dari
tenaga ahli tersebut, orangtua, keluarga dapat mengetahui anak mereka masuk
kategori gangguan komunikasi/wicara jenis apa, apa penyebabnya, dan apa yang
harus dilakukan.
2. Sesering mungkin mengajak anak untuk bercerita, berkomunikasi dua arah (paralel
talk), memperbanyak latihan dengan menggunakan media visual/gambar.
3. Memberi kesempatan anak untuk melakukan sesuatu secara mandiri atau tidak
segera dibantu.
4. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki
anak.

12. ANAK DENGAN KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA


Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa:
- Memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata, kreatif, dan berkomitmen terhadap
tugas sangat tinggi.
- Memiliki kepekaan yang tinggi.
- Suka mendapat jawaban dari pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa” tentang
suatu hal.
- Mampu bekerja mandiri sejak kecil.
- Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
- Mempunyai minat yang luas, bervariasi, dan mendalam.
- Mempunyai daya ingat yang kuat dan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap
sesuatu hal.
- Mempunyai energi yang tinggi dalam berhubungan dan memberi respon baik
terhadap orangtua, guru, dan orang dewasa
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Suka berteman dengan anak yang berusia diatasnya.


- Suka mempelajari sesuatu yang baru dan mengerjakan tugas-tugas dengan baik
dan efisien.
- Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang
bersamaan, dan cepat mengaitkan satu hal dengan hal yang lain.
- Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau
bidang yang diminati.

Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan ciri-ciri atau
tanda-tanda di atas?

1. Orangtua, keluarga berkonsultasi kepada tenaga pendidik atau psikolog.


2. Menentukan sekolah yang memiliki kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
anak.
3. Orangtua, keluarga tidak boleh membedakan anak yang lain dengan anak cerdas
dan berbakat istimewa dalam memberikan perhatian dan kasih sayang.
4. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mempelajari hal-hal
baru, seperti mengembangkan potensi yang diminatinya, ide-ide yang digagasnya,
dan lain sebagainya.
5. Memberi kesempatan anak untuk bermain bersama teman sebayanya guna
meningkatkan kemampuan sosial dan emosinya.
6. Guna mengetahui perkembangan anak, orangtua, keluarga harus selalu
berkomunikasi dan melakukan evaluasi bersama-sama dengan guru, konselor, dan
pihak-pihak profesional yang menangani anak.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

E. Promosi Kenormalan pada Ibu dengan Berkubutuhan Khusus

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat


minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak
yang tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari mereka adalah anak tunagarahita. Anak
tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah ratarata yang ditandai oleh
keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam berinteraksi sosial. Anak tuna grahita atau
dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar
untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal. Frieda (2009)
mengemukakan bahwa anak yang berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami
keterbatasan fisik dan mental seperti sulit mendengar/ tuli, kelainan bicara, kelainan dalam
penglihatan, gangguan emosi yang serius dan kesulitan belajar. Salah satu anak berkebutuhan
khusus yakni anak tunagrahita.

Munzayanah (2004) mengatakan anak cacat mental atau anak tunagrahita adalah anak
yang mengalami gangguan dalam perkembangan daya pikir serta kepribadiannya sehingga
mereka tidak mampu hidup dengan kekuatannya sendiri didalam masyarakat meskipun dengan
cara hidup yang sederhana. Tidak semua orang tua yang memiliki anak tunagrahita memiliki
sikap yang wajar. Anak tunagrahita biasanya suka diperlakukan berlebihan, segala keinginanya
dipenuhi, pekerjaanya selalu dibantu, atau ada juga sebaliknya, anak dibiarkan begitu saja berada
diluar jangkauan orang tua atau dikurung karena merasa malu oleh tetangga. Ada dua sikap yang
bertentangan yang sering dilakukan orang tua kepada anaknya yang pernah disadari oleh
orangtua itu sendiri yaitu orang tua sering memperlakukan anak tunagrahita dengan sikap over
protection atau sebaliknya bersikap menolak kehadiran anak tersebut (Sartinah, 2002).

Ada orang tua yang menerimanya sebagai takdir dan menerima keadaan anaknya dengan
sabar sehingga berusaha mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki oleh anaknya. Namun
sebagian orang tua merasa terpukul dengan keadaan anaknya, selain itu orang tua juga merasa
malu, rendah diri, merasa bersalah dan tidak bisa menerima kenyataan saat mengetahui anaknya
tunagrahita. Terutama seorang Ibu yang melahirkan anak tersebut akan lebih memiliki perasaan
terpukul. Purwandari (2005) menyatakan anak tunagrahita memerlukan perhatian khusus dari
orang tua berupa membantu anak tunagrahita agar timbul sikap percaya diri, mandiri, menjadi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

manusia yang produktif, memiliki kehidupan yang layak, dan aman terlindungi serta bahagia
lahir dan batin.

Penerimaan orang tua merupakan suatu efek psikologis dan perilaku dari orang tua pada
anaknya seperti rasa sayang, kelekatan, kepedulian, dukungan pengasuhan dimana orang tua
tersebut bisa merasakan dan mengekspresikan rasa sayang kepada anaknya menurut (Hurlock,
2001). Purwandari (2005) menambahkan bahwa lingkungan dan orang tua biasanya kurang
memahami kondisi anak tunagrahita yakni menyamakannya dengan anak normal. Orang tua dan
lingkungan diharapkan memahami anak tunagrahita dengan tidak terpaku pada tugas-tugas
perkembangan. Tugas-tugas perkembangan hanya dipakai sebagai pemicu, orangtualah yang
membantu seoptimal mungkin agar anak dapat melampaui setiap periode perkembangan dengan
alami sesuai keterbatasannya. Orang tua yang memiliki anak tunagrahita memiliki beban berat
dalam mengurus anak, karena anak tunagrahita memiliki kelemahan-kelemahan tersendiri dan
harus mendapat perhatian lebih yang berbeda dengan anak normal lainnya.

Selain itu, beban lain yang dirasakan orang tua yang memiliki anak tunagrahita biasanya
berasal dari lingkungan sosial. “Orang awam” yang tidak memiliki pengetahuan mengenai anak
tunagrahita akan memandang anak tunagrahita sebagai anak yang tidak normal dan acap kali
disepelekan. Penilaian-penilaian dari lingkungan ini akan mempengaruhi kejiwaan orang tua
anak tersebut.

Perasaan dan tingkah laku orang tua yang memiliki anak tunagrahita yaitu pertama,
perasaan kehilangan kepercayaan diri karena mempunyai anak yang tidak normal. Orang tua
menjadi cepat marah dan menyebabkan tingkah laku agresif. Pada permulaan, orang tua mampu
menyesuaikan diri namun akan terganggu lagi saat menghadapi peristiwa seperti anak memasuki
usia sekolah, meninggalkan sekolah, dan orang tua semakin tua sehingga tidak mampu lagi
memelihara anaknya. Kedua, kehilangan kepercayaan diri dalam mengasuh anaknya. Orang tua
merasa ada yang tidak beres dengan urusan keturunan, sehingga mendorong perasaan depresi
dan kurang mampu mengasuh anaknya. Ketiga, Ada perasaan kehilangan kepercayaan diri untuk
bergaul. Orang tua bingung dan malu, sehingga orang tua kurang suka bergaul dengan tetangga
dan lebih senang menyendiri (Somantri, 2006) Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

(Susenas) yang dilaksanakan Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, jumlah penyandang
disabilitas di Indonesia sebanyak 6.008.661 orang.

Dari jumlah tersebut sekitar 1.780.200 orang adalah penyandang disabilitas netra,
472.855 orang penyandang disabilitas rungu wicara,402.817 orang penyandang disabilitas
grahita/intelektual, 616.387 orang penyandang disabilitas tubuh. Kondisi ini diperkirakan akan
terus mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan
berbagai faktor lainnya yang memicu peningkatan jumlah penyandang cacat. Ada beberapa sikap
yang banyak dilihat pada keluarga yang mempunyai anak tidak normal antara lain : acceptence,
overprotectiveness, perfectionist dan rejection. Dalam penerimaan anak juga perilaku ibu
berbeda beda, salah satu faktor nya yaitu pendidikan, dimana pendidikan orang tua merupakan
pondasi dikemudian hari.

Semakin baik pendidikan orang tua maka peluang orientasi, peluang ketahanan dan
kekebalan tubuh juga semakin baik. (Wardhani, 2012). Subjek penelitian ini adalah anak
penyandang tunagrahita di SLB-E Negeri PTP Medan. Pemahaman masyarakat umum mengenai
anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak
berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari
mereka adalah anak tunagarahita.

Saran untuk ibu, bagi orang tua yang belum dapat menerima kondisi anak, agar dapat
mengubah pandangan dan perilaku negatif terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus jika
anak berkebutuhan khusus tidak memiliki kemampuan apapun. Orang tua perlu menggali lebih
banyak lagi pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus melalui buku, majalah atau media
elektronik. Saran untuk ibu lembaga, bagi ibu lembaga dapat mempelajari pola belajar yang baik
untuk dapat mengembangkan potensi serta kemampuan para anak didik. Saran untuk peneliti
selanjutnya, agar peneliti yang berniat mengangkat tema yang sama, dari hasil penelitian ini
nantinya dapat memberi gambaran bahwasanya ada faktor lain yang mempengaruhi penerimaan
pada ibu ataupun orang tua untuk penelitian selanjutnya, yaitu dukungan keluarga besar, faktor
ekonomi keluarga, latar belakang agama, sikap ahli yang mendiagnosa anak mereka, status
perkawinan, sikap masyarakat, usia orang tua, dan saran penunjang.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

F. Asuhan pada Perempuan Berkebutuhan Khusus

Asuhan kebidanan berkesinambungan dapat diberikan melalui model perawatan


berkelanjutan oleh bidan, yang mengikuti perempuan sepanjang masa kehamilan, kelahiran dan
masa pasca kelahiran, baik yang beresiko rendah maupun beresiko tinggi, dalam setting
pelayanan di komunitas, praktik mandiri bidan, maupun rumah sakit (Sandall, 2010). Guilliland
& Pairman (2010), menjelaskan bahwa asuhan kebidanan berkesinambungan adalah asuhan
kebidanan yang diberikan oleh bidan (dan tim nya) kepada perempuan sepanjang keseluruhan
pengalaman persalinannya.

Sandall (2018) menjelaskan bahwa asuhan kebidanan berkesinambungan yang dilakukan


oleh bidan setidaknya terdiri atas tiga elemen kunci: bidan koordinator, rekan bidan sebagai
pasangan bidan koordinator, dan tim bidan. Asuhan ini menitikberatkan pada hubungan satu-
satu, antara pasien dan pemberi asuhan, dengan harapan dapat terbangun “parnership” yang baik
dengan pasien, sehingga terbina hubungan saling percaya. Upaya tersebut dapat dimulai dari
kehamilan dan seterusnya (bersalin dan postpartum, serta masa menyusui), yang juga merupakan
waktu yang paling tepat untuk bidan bekerja bersama dengan perempuan untuk mendiskusikan
harapannya dan ketakutannya akan proses kelahiran dan proses menjadi ibu, serta membangun
kepercayaan dirinya.

Bidan juga bekerja bersama keluarga dalam memberikan asuhan untuk mengatasi
ketakutan yang dirasakan perempuan dan mencegah terjadinya kesalahpahaman. Proses
pemecahan masalah dapat menjadi semakin mudah, karena setiap perempuan dapat
mengeksplorasi informasi dengan baik dan membuat keputusan terbaik untuk dirinya. Bidan dan
perempuan mempunyai waktu yang cukup untuk mendiskusikan tentang persalinan, nyeri dan
ketidaknyamanan, dampak terhadap lingkungan, dan ketidakpastian dan kerumitan yang
mungkin timbul. Jadi idelanya pada saat perempuan memasuki fase persalinan, dia mempunyai
kerelaan dan kepercayaan diri untuk membiarkan dan percaya pada tubuhnya menjalankan
proses persalinan. Model asuhan kebidanan berkesinambungan secara umum bertujuan untuk
meningkatkan kualitas asuhan berkelanjutan sepanjang siklus kehidupan. Sandall (2010),
menguraikan syarat asuhan berkesinambungan, yaitu:
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

(1) Kesinambungan manajemen, yaitu pendekatan pengaturan kasus yang konsisten dan
jelas, yang responsif dalam memenuhi kebutuhan klien. Manajemen juga melibatkan
komunikasi berdasarkan fakta dan penilaian dalam tim, institusi pendidikan, dan batasan
profesional kebidanan, serta antara pemberi pelayanan dan pasien. Manajer dalam asuhan
berkesinambungan adalah bidan. Asuhan kebidanan berkesinambungan dapat dilakukan
oleh 4 orang, dengan melibatkan mahasiswa kebidanan dan kader kesehatan.
(2) Kesinambungan informasi. Semua tim yang terlibat dalam pemberian asuhan mempunyai
informasi yang cukup tentang keadaan kliennya untuk dapat memberikan asuhan yang
tepat. Informasi untuk klien, difokuskan pada ketersediaan waktu untuk memberikan
informasi yang relevan (terkait asuhan yang diberikan). Semuanya penting, baik untuk
para manajer (bidan) dan pasien.
(3) Kesinambungan hubungan. Hubungan berarti “hubungan terapeutic” antara pasien dan
tenaga kesehatan, sepanjang waktu. Hubungan personal yang tetap terjaga sepanjang
waktu, dapat mempunyai efek yang baik pada pasien dan hasil asuhannya. Untuk
memenuhi kaidah ini, asuhan berkesinambungan hendaknya dilakukan oleh satu orang
tenaga kesehatan yang sama.

Bidan juga bekerja bersama keluarga dalam memberikan asuhan untuk mengatasi
ketakutan yang dirasakan perempuan dan mencegah terjadinya kesalahpahaman. Proses
pemecahan masalah dapat menjadi semakin mudah, karena setiap perempuan dapat
mengeksplorasi informasi dengan baik dan membuat keputusan terbaik untuk dirinya. Bidan dan
perempuan mempunyai waktu yang cukup untuk mendiskusikan tentang persalinan, nyeri dan
ketidaknyamanan, dampak terhadap lingkungan, dan ketidakpastian dan kerumitan yang
mungkin timbul. Jadi idelanya pada saat perempuan memasuki fase persalinan, dia mempunyai
kerelaan dan kepercayaan diri untuk membiarkan dan percaya pada tubuhnya menjalankan
proses persalinan.

Dalam kasus rujukan dari layanan primer ke sekunder yang terjadi selama proses
persalinan, bidan menyerahkan asuhannya kepada petugas yang berwenang, dan diutamakan
untuk tetap tinggal dan menemani perempuan selama persalinan di tempat rujukan. Perencanaan
tempat bersalin dan antisipasi tempat rujukan harus diperhatikan sebagai konsep yang penting,
yang dibicarakan selama asuhan kehamilan (Jonge,et.al., 2014). Pengalaman ibu dalam
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

pemberian asuhan kebidanan berkesinambungan bergantung pada konteks perawatan dan secara
signifikan lebih tinggi pada perempuan yang berada dalam kepemimpinan bidan dibandingkan
dengan perawatan yang dipimpin oleh dokter kandungan selama persalinan (Perdok, et.al.,
2018).

Untuk ibu dengan risiko komplikasi yang rendah, model asuhan kebidanan
berkesinambungan dapat meningkatkan kepuasan ibu selama perawatan antenatal, intrapartum
dan postpartum (Foster,et.al., 2016) Sehingga, hal ini dapat menjadi tantangan tersendiri bagi
profesi bidan untuk mempertahankan keberhasilan asuhan kebidanan berkesinambungan dalam
sistem yang terintegrasi.

Adapun pemahaman yang baik akan filosofi asuhan kebidanan merupakan suatu hal yang
fundamental dalam pelaksanaan asuhan kebidanan. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas asuhan yang dapat meningkatkan status kesehatan perempuan secara keseluruhan.

TUGAS

1. seseorang bekerja di bidang desain, namun orang tersebut ternyata tidak punya cukup
keahlian di bidang desain hal ini merupakan salah satu contoh bentuk kemiskinan dan
dibawah ini penyenyebab umum kemiskinan ada 4 ,kecuali
a. Individual explanation
b. Familial explanation
c. Subcultural explanation
d. Struktural explanation
e. Kemiskinan relatif
2. kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri.
Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala
hal, termasuk dalam bekerja. Merupakan pengertian dari
a. Individual Explanation
b. Individual Explanation
c. Familial Explanayion
d. Subcultural Explanation
e. Stuctural Explanation
3. Masalah sosial yang terjadi di masyarakat sangat beragam. Salah satu masalah sosial
yang ada di masyarakat ialah tingkat kriminalitas. Angka kejahatan yang tinggi terjadi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

salah satunya disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai
pekerjaan. Permasalahan tersebut dapat di atasi dengan cara

a. menambah jumlah anggota polisi


b. mengajarkan ilmu bela diri untuk mencegah terjadinya tindak
c. kejahatanmenghukum pelaku kejahatan dengan hukuman
d. maksimallapangan pekerjaan baru seluas-luasnya
e. memberikan penyuluhan kepada masyarakat
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MITR HUSADA MEDAN


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

RUBRIK SKALA PERSEPSI


No. Dokumen Halaman Tanggal Berlaku Revisi
FM-PM-I.IV.Pd2-05/05-18/03- 1-1 18 Oktober 2017 00
Asuhan Pada Perempuan danAnak Kondisi
Rentan
Nama Mahasiswa :
NPM :
Hari/ Tanggal :
Metode Pembelajaran :

Sangat Kurang
DEMENSI Sangat Baik Baik Cukup Kurang

SKOR Skor ≥79 (65-78) (56-64) (55 -41) <40


Kemapuan komunikasi
Penguasaan materi
Kemampuan menghadapi
pertanyaan
Penggunaan alat praga
presentasi
Ketepatan menyelesaikan
masalah

Nilai :

Dosen
1 Medan, .........................2020

2 Mahasiswa

( )
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

BAB 8

Asuhan Keberkelanjutan (Continuity Of Care pada


Ibu Berkebutuhan Khusus)
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

KEGIATAN BELAJAR VIII

I. PENDAHULUAN
Continuity of care merupakan hal yang mendasar dalam model praktik
kebidanan untuk memberikan asuhan yang holistik, membangun kemitraan yang
berkelanjutan untuk memberikan dukungan, dan membina hubungan saling
percaya antara bidan dengan klien (Astuti, dkk, 2017). Menurut Reproductive,
Maternal, Newborn, And Child Health (RMNCH). “Continuity Of Care” meliputi
pelayanan terpadu bagi ibu dan anak dari prakehamilan hingga persalinan, periode
postnatal dan masa kanak-kanak. Asuhan disediakan oleh keluarga dan
masyarakat melalui layanan rawat jalan, klinik, dan fasilitas kesehatan lainnya
(Astuti, dkk, 2017).
Komplikasi persalinan dengan kasus mempunyai riwayat SC, riwayat
vacuum ekstraksi, ibu dengan resiko tinggi (primi tua), kala II lama akibat
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

panggul sempit, KPD, hipertensi dan sungsang. Ada beberapa faktor penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh perdarahan 42%,
eklampsia 13%, abortus 11%, infeksi 10%, partus lama/persalinan macet 9%,
penyebab lain 15%, dan faktor tidak langsung kematian ibu karena kurangnya
pengetahuan, sosial ekonomi dan sosial budaya yang masih rendah, selain itu
faktor pendukung yaitu “4 Terlalu” terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak
dan terlalu sering hamil (WHO, 2015). Faktor penyebab kematian bayi tidak bisa
hanya satu. Untuk faktor geografis sendiri menentukan bagaimana cara mencapai
akses ke pusat kesehatan, bagaimana kesehatan lingkungan serta bagaimana
tingkat ekonomi masyarakat.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa mampu,


1. Mampu merancang asuhan keberkelanjutan (continuity of care pada ibu berkebutuhan
khusus)

URAIAN
MATERI
1.1 Konsep Dasar Continuity Of Care
a. Pengertian

Continuity of care merupakan hal yang mendasar dalam model praktik kebidanan untuk
memberikan asuhan yang holistik, membangun kemitraan yang berkelanjutan untuk memberikan
dukungan, dan membina hubungan saling percaya antara bidan dengan klien (Astuti, dkk, 2017).

Menurut Reproductive, Maternal, Newborn, And Child Health (RMNCH). “Continuity


Of Care” meliputi pelayanan terpadu bagi ibu dan anak dari prakehamilan hingga persalinan,
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

periode postnatal dan masa kanak-kanak. Asuhan disediakan oleh keluarga dan masyarakat
melalui layanan rawat jalan, klinik, dan fasilitas kesehatan lainnya (Astuti, dkk, 2017). 1.1.2
Dimensi Menurut WHO dalam Astuti (2017), dimensi pertama dari continuity of care yaitu
dimulai saat kehamilan, pra kehamilan, selama kehamilan, persalinan, serta hari-hari awal dan
tahun kehidupan.

Dimensi kedua dari Continuity of care yaitu tempat pelayanan yang menghubungkan
berbagai tingkat pelayanan mulai dari rumah, masyarakat, dan sarana kesehatan. Dengan
demikian bidan dapat memberikan asuhan secara berkesinambungan.

b. Tujuan

Menurut Saifuddin (2014), tujuan umum dilakukan asuhan kehamilan yang


berkesinambungan adalah sebagai berikut :

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh


kembang bayi.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.
3. Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara optimal.
7. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

c. Manfaat
Continuity of care dapat diberikan melalui tim bidan yang berbagi beban kasus,
yang bertujuan untuk memastikan bahwa ibu menerima semua asuhannya dari satu
bidan atau tim praktiknya. bidan dapat bekerja sama secara multi disiplin dalam
melakukan konsultasi dan rujukan dengan tenaga kesehatan lainnya (Astuti, dkk,
2017).
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

d. Dampak Tidak Dilakukan Asuhan Berkesinambungan


Dampak yang akan timbul jika tidak dilakukan asuhan kebidanan yang
berkesinambungan adalah dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada ibu
yang tidak ditangani sehingga menyebabkan penanganan yang terlambat terhadap
komplikasi dan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Komplikasi yang
dapat timbul pada kehamilan diantaranya meliputi anemia, hipertensi, perdarahan,
aborsi, oedema apda wajah dan kaki, dan lain-lain.
Komplikasi yang mungkin timbul pada persalinan meliputi distosia, inersia uteri,
presentasi bukan belakang kepala, prolap tali pusat, ketuban pecah dini (KPD), dan
lain-lain. Komplikasi yang mungkin timbul pada masa nifas meliputi, bendungan
ASI, dan lain-lain. Komplikasi yang mungkin timbul pada bayi baru lahir meliputi
berat badan lahir rendah (BBLR), asfiksia, kelainan kongenital, tetanus neonatorum,
dan lain-lain (Saifuddin, 2014).

1.2 Konsep Dasar Kehamilan


a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari: ovulasi
(pelepasan ovum), migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot,
nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta dan tumbuh kembang hasil
konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2014). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) (Saifuddin, 2014).

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (2008), kehamilan adalah


fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Jika dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester
ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2016).

b. Pertumbuhan Fetus Dalam Kandungan

Menurut Prawirohardjo (2016), pertumbuhan janin secara fisiologi adalah:

1. Perkembangan Konseptus Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi sangat


cepat yaitu zigot mengalami pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16 sel
blastomer), kemudian menjadi blastokis (terdapat cairan di tengah) yang mencapai
uterus, dan kemudian sel-sel mengelompok, berkembang menjadi embrio, setelah
minggu ke-10 hasil konsepsi disebut janin. Konseptus ialah semua jaringanminggu
ke-10 hasil konsepsi disebut janin. Konseptus ialah semua jaringan konsepsi yang
membagi diri menjadi berbagai jaringan embrio, korion, amnion, dan plasenta.
2. Embrio dan Janin Dalam beberapa jam setelah ovulasi akan terjadi fertilisasi di
ampula tuba. Oleh karena itu, sperma harus sudah ada disana sebelumnya. Berkat
kekuasaan Allah SWT, terjadilah fertilisasi ovum oleh sperma. Namun, konseptus
tersebut mungkin sempurna, mungkin tidak sempurna. Embrio akan berkembang
sejak usia 3 minggu hasil konsepsi. Secara klinik pada usia gestasi 4 minggu dengan
Ultrasonografi (USG) akan tampak sebagai kantong gestasi berdiameter 1 cm, tetapi
embrio belum tampak. Pada minggu ke-6 dari haid terakhir sampai usia konsepsi 4
minggu, embrio berukuran 2-3 cm. Pada saat itu akan tampak denyut jantung secara
Ultrasonografi (USG). Pada akhir minggu ke-8 usia gestasi sampai 6 minggu usia
embrio, embrio berukuran 22–24 mm, dimana akan tampak kepala yang relatif besar
dan tonjolan jari. Gangguan atau teratogen akan mempunyai dampak berat apabila
terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih pada minggu ke-3.

Berikut ini akan diungkapkan secara singkat hal-hal yang utama dalam perkembangan
organ dan fisiologi janin.

Perkembangan Fungsi Organ Janin


Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

- Usia 6 Minggu Pembentukan hidung, dagu, palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari
telah berbentuk, namun masih tergenggam dan Jantung telah terbentuk penuh.
- 7 Minggu Mata tampak pada muka, pembentukan alis dan lidah.
- 8 Minggu Mirip dengan manusia, mulai pembentukan genetalia eksterna, sirkulasi
melalui tali pusat dimulai, tulang mulai terbentuk.
- 9 Minggu Kepala meliputi separuh besar janin, terbentuk „muka‟ janin; kelopak
mata terbentuk namun tak akan membuka sampai 28 minggu.
- 13 - 16 Minggu Janin berukuran 15 cm, merupakan awal dari trimester ke-2. Kulit
janin transparan, telah mulai tumbuh lanugo (rambut janin). Janin bergerak aktif,
yaitu menghisap dan menelan air ketuban. Telah terbentuk meconium (faeses)
dalam usus. Jantung berdenyut 120 – 150/ menit.
- 17 - 24 Minggu Komponen mata terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh
diliputi oleh verniks caseosa (lemak). Janin mempunyai reflex.
- 25 - 28 Minggu Saat ini disebut permulaan trimester ke-3, dimana terdapat
perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi
tubuh, mata sudah membuka. Kelangsungan hidup pada periode ini sangat sulit
bila lahir.
- 29 - 32 Minggu Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan untuk hidup (50 – 70 %).
Tulang telah terbentuk sempurna, gerakan napas telah regular, suhu relatif stabil.
- 33 - 36 Minggu Berat janin 1500 – 2500 gram, lanugo (rambut janin) mulai
berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur. Janin akan dapat hidup tanpa
kesulitan.
- 38 - 40 Minggu Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan
meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih dalam batas
normal.

c. Tanda – Tanda Kehamilan

Menurut Manuaba (2010), untuk dapat menegakkan kehamilan ditetapkan dengan


melakukanpenilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan, yaitu sebagai
berikut :
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

1. Tanda Dugaan Kehamilan


a. Amenorea
Pada wanita hamil terjadi konsepsi dan nidasi yang menyebabkan tidak
terjadi pembentukan Folikel de graff dan ovulasi . Hal ini menyebabkan
terjadinya amenorea pada seorang wanita yang sedang hamil. Dengan
mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dengan perhitungan Neagle
dapat ditentukan hari perkiraan lahir (HPL) yaitu dengan menambah tujuh
pada hari, mengurangi tiga pada bulan, dan menambah satu pada tahun.

b. Mual dan Muntah


Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam lambung
yang berlebihan. Mual dan Muntah pada pagi hari disebut morning sickness.
Dalam batas yang fisiologis keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan
muntah nafsu makan berkurang.
c. Ngidam
Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang
demikian disebut ngidam.
d. Sinkope atau pingsan
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan
iskema susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan. Keadaan
ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu.
e. Payudara Tegang
Pengaruh hormon estrogen, progesteron, dan somatomamotrofin
menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. Payudara
membesar dan tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama
pada hamil pertama.
f. Sering Miksi (Sering BAK)
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh dan
sering miksi. Pada triwulan kedua, gejala ini sudah menghilang.
g. Konstipasi atau Obstipasi
Pengaruh hormon progesteron dapat menghambat peristaltik usus,
menyebabkan kesulitan untuk buang air besar
h. Pigmentasi Kulit
Terdapat pigmentasi kulit disekitar pipi (cloasma gravidarum). Pada dinding
perut terdapat striae albican, striae livide dan linea nigra semakin menghitam.
Pada sekitar payudara terdapat hiperpigmintasi pada bagian areola mammae,
puting susu makin menonjol.
i. Epulis
Hipertrofi gusi yang disebut epuils, dapat terjadi saat kehamilan.

j. Varices
Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron terjadi penampakan
pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat.
Penampakan pembuluh darah terjadi pada sekitar genetalia, kaki, betis, dan
payudara. Penampakan pembuluh darah ini menghilang setelah persalinan.

2. Tanda Tidak Pasti Kehamilan


a. Perut Membesar
b. Pada pemeriksaan dalam di temui :
1) Tanda Hegar yaitu perubahan pada rahim menjadi lebih panjang dan lunak
sehingga seolah-olah kedua jari dapat saling bersentuhan.
2) Tanda Chadwicks yaitu vagina dan vulva mengalami peningkatan
pembuluh darah sehingga makin tampak dan kebiru-biruan karena
pengaruh estrogen.
3) Tanda Piscaceks yaitu adanya pelunakan dan pembesaran pada unilateral
pada tempat implantasi (rahim).
4) Tanda Braxton Hicks yaitu adanya kontraksi pada rahim yang disebabkan
karena adanya rangsangan pada uterus.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

c. Pemeriksaan test kehamilan positif.


3. Tanda Pasti Kehamilan
a. Gerakan janin dalam rahim
b. Terlihat dan teraba gerakan janin, teraba bagian-bagian janin.
c. Denyut jantung janin didengar dengan stetoskop Laenec, alat Kardiotografi,
dan Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi.

A. Kebutuhan Dasar Ibu Hamil


Menurut Prawirohardjo (2016), kebutuhan dasar ibu hamil adalah:
1. Nutrisi yang adekuat
a. Kalori, jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah
2.500 kalori
b. Protein, jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per hari.
c. Kalsium, kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari.
d. Asam Folat, selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam folat bagi
pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400
mikrogram per hari.
e. Zat besi, untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan asupan
zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari terutama setelah trimester
kedua. Bila tidak ditemukan anemia pemberian zat besi per minggu cukup
adekuat.
2. Perawatan payudara
Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat segera
berfungsi dengan baik. Pengurutan payudara untuk mengeluarkan sekresi dan
membuka duktus dan sinus laktiferus, sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan benar
karena pengurutan yang salah dapat menimbulkan kontraksi pada rahim sehingga
terjadi kondisi seperti pada uji kesejahteraan janin menggunakan uterotonika.
Basuhan lembut setiap hari pada areola dan puting susu akan dapat mengurangi
retak dan lecet pada area tersebut. Untuk sekresi yang mengering pada puting susu,
lakukan pembersihan dengan menggunakan campuran gliserin dan alkohol. Karena
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

payudara menegang, sensitif, dan menjadi lebih berat, maka sebaiknya gunakan
penopang payudara yang sesuai brassiere.
3. Perawatan gigi
Dibutuhkan dua kali pemeriksaan gigi selama kehamilan, yaitu pada trimester
pertama dan ketiga. Pada trimester pertama terkait dengan hiperemesis dan ptialisme
(produksi liur yang berlebihan) sehingga kebersihan rongga mulut harus selalu
terjaga. Sementara itu, pada trimester ketiga, terkait dengan adanya kebutuhan
kalsium untuk pertumbuhan janin sehingga perlu diketahui apakah terdapat pengaruh
yang merugikan pada gigi ibu hamil. Dianjurkan untuk selalu menyikat gigi setelah
makan karena ibu hamil sangat rentan terhadap terjadinya carries dan gingivitis.
4. Kebersihan tubuh dan pakaian Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan.
Perubahan anatomik pada perut, area genetalia / lipat paha, dan payudara
menyebabkan lipatan-lipatan kulit menjadi lebih lembab dan mudah terinvestasi oleh
mikroorganisme. Sebaiknya gunakan pancuran atau gayung pada saat mandi.
Gunakan pakaian yang longgar, bersih dan nyaman dan hindarkan sepatu hak tinggi
dan alas kaki yang keras serta korset penahan perut.
5. Olahraga
Terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik atau mental, pada
persalinan cepat, aman dan spontan. Jenis olah tubuh yang paling sesuai untuk ibu
hamil, disesuaikan dengan banyaknya perubahan fisik seperti pada organ genital,
perut kian membesar dan lain-lain. Dengan mengikuti senam hamil secara teratur dan
intesif, ibu hamil dapat menjaga kesehatan tubuh dan janin yang dikandungnya secara
optimal.
6. Istirahat
Dengan adanya perubahan fisik ibu hamil, salah satunya beban berat pada perut
sehingga terjadi perubahan sikap tubuh, tidak jarang ibu akan mengalami kelelahan,
oleh karena itu istirahat dan tidur sangat penting untuk ibu hamil. Pada trimester akhir
kehamilan sering diiringi dengan bertambahnya ukuran janin, sehingga terkadang ibu
kesulitan untuk menentukan posisi yang paling baik dan nyaman untuk tidur. Posisi
tidur yang nyaman dan dianjurkan pada ibu hamil adalah miring ke kiri, kaki lurus,
kaki kanan sedikit menekuk dan ganjal dengan menggunakan bantal dan untuk
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

mengurangi rasa nyeri pada perut, ganjal dengan bantal pada perut bawah sebelah
kiri.
7. Aktifitas Senam hamil bertujuan mempersiapkan dan melatih otot-otot sehingga dapat
dimanfaatkan untuk berfungsi secara optimal dalam persalinan normal. Senam hamil
dimulai pada usia kehamilan sekitar 24-28 minggu. Beberapa aktivitas yang dianggap
sebagai senam hamil yaitu jalan-jalan saat hamil terutama pagi hari(Manuaba, 2012).
Jangan melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan kerja fisik yang
dapat menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Saifuddin, 2010).
B. Keluhan Ringan Dan Penanganan Dalam Kehamilan
Menurut Medforth (2012), gangguan minor pada kehamilan adalah serangkaian
gejala yang di alami secara umum yang dikaitkan dengan efek hormonal kehamilan dan
akibat pembesaran uterus saat janin tumbuh selama kehamilan.
Kondisi umum ini tidak menimbulkan risiko serius pada 24 ibu, tetapi gangguan
ini terasa tidak menyenangkan dan dapat mempengaruhi kesenangan ibu terhadap
kehamilan secara menyeluruh. Menurut Medforth (2012), keluhan ringan dalam
kehamilan dan penanganannya adalah sebagai berikut :
1. Mual Mual dan muntah lazim terjadi dalam kehamilan, dengan sekitar 50% wanita
hamil mengalami mual ringan saat bangun tidur sampai mual di sepanjang hari
dengan sedikit muntah, selama pertengahan pertama kehamilan. Bagi banyak wanita,
gejala berkurang setelah minggu ke-12 sampai ke-14 kehamilan, bersamaan dengan
kemampuan plasenta mengambil alih dukungan untuk perkembangan embrio. Alasan
mual tidak di ketahui tetapi dikaitan dengan peningkatan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (HCG), hipoglikemi, peningkatan kebutuhan metabolic, efek
progesteron pada sistem pencernaan.
Saran kepada wanita harus terdiri atas :
a. Makan sesuatu sebelum bangun tidur
b. Sediakan selalu makanan ringan di tempat tidur
c. Bangun dari tempat tidur secara perlahan
d. Makan dan minum sedikit tapi sering pada siang hari
e. Beristirahat dipertengahan siang hari
f. Makan biscuit tanpa rasa, sepotong kecil buah, roti panggang kering atau yoghurt.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

g. Hindari alkohol, kafein dan makanan pedas atau berlemak


h. Jahe dalam bentuk teh atau tablet untuk mengurangi mual
i. Makan sedikit tapi sering sebelum tidur malam.

2. Konstipasi
Konstipasi adalah gangguan minor yang lain pada kehamilan yang menyerang
sistem pencernaan. Wanita yang mengalami konstipasi sebelum kehamilan dapat
merasa bahwa kondisi ini menjadi lebih bermasalah saat mereka hamil. Konstipasi di
sebabkan karena kerja progesteron, yang mengurangi mortalitas sistem pencernaan
(juga di kaitkan dengan mual di awal kehamilan). Konstipasi juga di sebabkan oleh
pergeseran usus akibat pertumbuhan uterus atau akibat efek samping dari terapi fe
peroral.
Jika memungkinkan, yang terbaik adalah meredakan konstipasi dengan cara
alamiah sebelum memberikan medikasi selama kehamilan, dan saran yang diberikan
oleh bidan harus merefleksikan hal berikut:
a. Makan makanan yang mengandung serat tinggi, seperti roti gandum utuh, sereal,
dan buah prem.
b. Minum ekstra cairan, jus buah, atau the herbal. Cairan ini harus berjumlah 2
liter/hari, dan jumlahnya lebih besar jika suhu sedang panas.
c. Makan makanan secara teratur
d. Makan lima porsi buah dan sayur/hari
e. Lakukan olahraga ringan, 20-30 menit, 3x/minggu
f. Laksafatif ringan, seperti laktulosa 15 ml 2 x 1 dapat di resepkan jika saran di atas
tidak meredakan gejala.

3. Indigesti dan nyeri ulu hati


Selama kehamilan, 30-50% wanita mengalami indigesti atau nyeri ulu hati.
Ketidaknyamanan disebabkan oleh refluks asam dari lambung melalui sfingter
esophagus akibat efek relaksasi progesterone. Pada kehamilan lanjut, uterus yang
membesar menggeser lambung, meningkatkan tekanan intragastrik, yang membuat
refluks asam lebih cenderung terjadi saat ibu berbaring datar.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Saran mencakup :
a. Makan beberapa makanan kecil dalam sehari
b. Hindari kopi, alkohol, dan makanan pedas
c. Jangan mengkombinasikan makanan padat dengan cairan, tetapi minum cairan
secara terpisah dari makanan
d. Tidur dengan tambahan bahntal di malam hari untuk meninggikan kepala dan
dada hingga lebih tinggi dari lambung
e. Minum antasida yang berbahan dasar kalium atau kaliummagnesium untuk
meredakan gejala
f. Gunakan pakaian yang longgar sehingga tidak ada tekanan yang tidak perlu di
area abdomen.

4. Varises vena dan hemoroid


Varises vena di sebabkan oleh kelemahan katub di vena yang mengembalikan
darah ke jantung dari ekstremitas bawah sehingga varises vena dapat terjadi di
tungkai, vulva, atau rektum (hemoroid). Selama kehamilan, ekstra volume darah yang
bersirkulasi meningkatkan tekanan di dinding pembuluh darah dan progesterone
merelaksasi dinding pembuluh darah. Berat dari uterus yang terus tumbuh
menciptakan tekanan balik pada pembuluh darah panggul dan tungkai. Konstipasi
memperburuk hemoroid.
Tanda gejala:
a. Tungkai terasa nyeri dan berat
b. Sensasi seperti tertusuk di tungkai dan vulva
c. Permukaan vena mengalami dilatasi di vulva atau tungkai
d. Vulva dapat membengkak dan terasa sangat nyeri
e. Ketidaknyamanan dan rasa gatal di sekitar anus
Saran:
a. Hindari konstipasi dan mengejan di toilet
b. Hindari berdiri untuk periode waktu yang lama
c. Hindari pakaian yang ketat
d. Jangan duduk dengan menyilangkan kaki
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

5. Nyeri Punggung
Sampai dengan 90% wanita dapat mengalami nyeri punggung selama kehamilan
sehingga menempatkan nyeri punggung sebagai gangguan minor yang paling sering
terjadi pada kehamilan. Obesitas, riwayat masalah punggung, dan paritas yang lebih
besar meningkatkan kecenderungan terjadi nyeri punggung.
a. Selama kehamilan, ligament menjadi lebih lunak dalam pengaruh relaksin dan
meregang untuk mempersiapkan tubuh untuk persalinan.
b. Hal tersebut terutama di fokuskan pada sendi panggul dan ligament yang menjadi
lebih fleksibel untuk mengakomodasi bayi saat pelahiran
c. Efek dapat menempatkan ketegangan pada sendi panggul dan punggung bawah,
yang dapat menyebabkan nyeri punggung.
d. Saat bayi tumbuh, lengkung di spina lumbalis dapat meningkat karena abdomen
di dorong ke depan dan ini juga dapat menyebabkan nyeri punggung. Saran
berikut dapat diberikan kepada wanita untuk meredakan nyeri punggung:
1) Hindari mengangkat benda berat dan gunakan teknik mengangkat barang yang
baik, yaitu menekuk lutut dan mempertahankan punggung tetap lurus saat
mengangkat, atau mengambil sesuatu dari lantai. Wanita harus hati-hati saat
mengangkat anak yang berat.
2) Berat benda yang berat harus di pegang di dekat tubuh
3) Setiap permukaan kerja yang di gunakan harus cukup tinggi untuk mencegah
tubuh tidak bungkuk
4) Saat membawa beban berat seperti barang belanjaan, berat badan harus
diseimbangkan dengan sama di kedua sisi tubuh.
5) Ajari cara duduk dan berdiri dengan tulang belakang berada dalam posisi
netral sehingga postur tubuh dapat di pertahankan
6) Kasur yang keras dapat memberikan topangan yang lebih baik selama tidur,
penggunaan papan dapat membuat kasur yang empuk menjadi lebih
menopang
7) Istirahat sebanyak mungkin saat kehamilan mengalami kemajuan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

8) Jika nyeri punggung sangat nyeri dan melelahkan, wanita dapat di rujuk ke
fisioterapi obstetrik untuk meminta saran tentang topangan lumbal dan latihan
fisik yang bermanfaat

6. Sering berkemih
Sebagian besar wanita mengalami sering berkemih di awal kehamilan. Desakan
untuk mengosongkan kandung kemih, bahkan dalam jumlah urine yang sedikit,
selama siang dan malam hari di sebabkan oleh tekanan dari uterus yang membesar
pada kandung kemih.
a. Yakinkan wanita bahwa ini normal karena produksi urine di ginjal meningkat
selama hamil
b. Gejala ini secara umum membaik pada minggu ke-14 saat pertumbuhan uterus
keluar dari panggul
c. Sarankan mereka untuk tidak meminum cairan jumlah besar sebelum tidur.
Tidak ada terapi yang di butuhkan untuk hanya mengatasi sering berkemih
tetapi jika berkemih menjadi nyeri, infeksi kemih harus di pastikan tidak
terjadi. Gejala dapat terjadi kembali selama 4 minggu terakhir kehamilan, saat
bagian presentasi janin memasuki pelvis dan menciptakan tekanan pada
kandung kemih sehingga mengurangi kapasitas keseluruhan.

1.2 Konsep Dasar Persalinan

a. Pengertian
Persalinan Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin
turun ke dalam jalan lahir. Proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
(Prawirohardjo, 2016). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-
KR, 2017).

b. Bentuk Persalinan
Menurut Manuaba (2014), bentuk persalinan menurut definisi adalah sebagia berikut :
1. Persalinan spontan. Bila persalinannya seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu
sendiri.
2. Persalinan buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3. Persalinan anjuran (partus presipitatus)

c. Tanda Gejala
Persalinan Menurut Mochtar (2015), Tanda- tanda inpartu adalah:
1. Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan
kecil pada serviks.
3. Kadang-kadang, ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada pembukaan.

Menurut Affandi (2017), tanda dan gejala inpartu adalah sebagai berikut:

a. Penipisan dan pembukaan serviks.


b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam
10 menit).
c. Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina.

d. Deteksi Dini Masa Persalinan

Persalinan tidak selalu berjalan dengan normal. Oleh karena itu pada saat
memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin, penolong harus waspada terhadap
masalah yang mungkin terjadi. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk membantu
memantau kemajuan persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik adalah
lembar penapisan, lembar observasi dan pertograf. Partograf dapat dipakai untuk
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

memberikan peringatan awal bahwa suatu persalinan berlangsung lama, adanya gawat
ibu dan janin, serta perlunya rujukan. Partograf adalah alat bantu untuk membuat
keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan penatalaksanaan persalinan (JNPK-KR,
2017).
Seluruh informasi ibu, kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam,
kontraksi uterus, kondisi ibu, obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium,
keputusan klinik dan asuhan yang diberikan dicatat secara rinci di lembar penapisan,
lembar observasi dan partograf.
e. Proses Persalinan (Kala I, II, III, dan IV)
Menurut JNPK-KR dalamAsuhan Persalinan Normal (2017) ada 4 kala dalam
persalinan, adalah : ada 4 kala dalam persalinan, adalah sebagai berikut:
1. Kala I Persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
a. Fase Laten
1) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap.
2) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
3) Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b. Fase Aktif
1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
2) Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida)
atau lebih dari 1cm hingga 2 cm (multipara).
3) Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

2. Kala II Persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.
Tanda dan gejala kala dua persalinan adalah:
a. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/atau vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah. Tanda pasti kala II
ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah pembukaan serviks telah
lengkap, atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

3. Kala III Persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
a. Lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
1) Tanda-tanda lepasnya plasenta
2) Perubahan bentuk dan tinggi fundus
3) Tali pusat memanjang
4) Semburan darah mendadak dan singkat
b. Manajemen Aktif Kala III (MAK III) terdiri dari tiga langkah utama yaitu:
1) Pemberian suntikan Oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3) Masase fundus uteri Keuntungan dari manajemen aktif kala III yaitu
persalinan kala III lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah, dan
mengurangi kejadian retensio plasenta.

4. Kala IV Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu. Observasi
yang di lakukan pada kala IV adalah:
a. Tingkatkan kesadaran
b. Pemeriksaan tanda – tanda vital, tekanan darah, nadi dan pernafasan, tali pusat,
kontraksi uterus, Perdarahan dikatakan normal jika tidak melebihi 500 cc. Rata-
rata perdarahan normal adalah 250 cc
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

c. Pengkajian dan penjahitan setiap laserasi atau episiotomi.

1.3 Konsep Dasar Nifas


b. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira 6 minggu (Syaifuddin, 2009).Masa nifas atau puerperium
dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari)
setelah itu (Prawirohardjo, 2016). Masa nifas (puerperium) adalah masa
pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti prahamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2015).

c. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


Menurut Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia (2017), kebutuhan dasar
pada ibu nifas yaitu sebagai berikut :
1. Nutrisi dan cairan
Pada masa nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi tambahan kalori
sebesar 500 kal/hari, menu makanan gizi seimbang yaitu cukup protein,
mineral dan vitamin. Ibu nifas dianjurkan untuk minum air minimal 3
liter/hari, mengkonsumsi suplemen zat besi minimal selama 3 bulan
postpartum. Segera setelah melahirkan, ibu mengkonsumsi suplemen
vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU.
2. Mobilisasi
Ibu nifas normal dianjurkan untuk melakukan gerakan meski di tempat
tidur dengan miring kanan atau kiri pada posisi tidur, dan lebih banyak
berjalan. Namun pada ibu nifas dengan komplikasi seperti anemia,
penyakit jantung, demam dan keadaan lain yang masih membutuhkan
istirahat tidak dianjurkan untuk melakukan mobilisasi.
3. Eliminasi
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Segera setelah persalinan, ibu nifas dianjurkan untuk buang air kecil
karena kandung kemih yang penuh dapat menggangu kontraksi uterus, dan
menimbulkan komplikasi yang lain misalnya infeksi. Bidan harus dapat
mengidentifikasi dengan baik penyebab yang terjadi apabila dalam waktu
>4 jam, ibu nifas belum buang air kecil.
4. Kebersihan diri
Ibu nifas dianjurkan untuk menjaga kebersihan dirinya dengan
membiasakan mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir
sebelum dan sesudah membersihkan bagian genetalianya, mengganti
pembalut minimal 2 kali/ hari atau saat pembalut mulai tampak kotor dan
basah serta menggunakan pakaian dalam yang bersih.
5. Istirahat
Pada umumnya ibu nifas akan mengalami kelelahan setelah proses
persalinan. Motivasi keluarga untuk dapat membantu meringankan
pekerjaan rutin ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat dengan baik. Ibu
dianjurkan untuk dapat beristirahat pada siang hari sekitar 2 jam dan di
malam hari sekitar 7-8 jam.
6. Seksual
Hubungan seksual sebiknya dilakukan setelah masa nifas berakhir yaitu
setelah 6 minggu postpartum. Mengingat bahwa pada masa 6 minggu
postpartum masih terjadi proses pemulihan pada organ reproduksi wanita
khususnya pemulihan pada daerah serviks yang baru menutup sempurna
pada 6 minggu postpartum.
d. Tanda Bahaya Nifas
Menurut Prawirohardjo (2016), tanda bahaya masa nifas yaitu:
1. Perdarahan pasca persalinan
Perdarahan pasca persalinanadalah komplikasi yang terjadi pada
tenggang waktu di antara persalinan dan masa pascapersalinan. Faktor
predisposisi antara lain adalah anemia, penyebab perdarahan paling sering
adalah atonia uteri serta retensio placenta, penyebab lain kadangkadang
adalah laserasi serviksatau vagina, ruptura uteri dan iversi uteri.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Manajemen aktif kala III adalah upaya pencegahan perdarahan pasca


persalinan yang didiskusikan secara komprehensif oleh WHO. Bila
placenta masih terdapat di dalam rahim atau keluar secara tidak lengkap
pada jam pertama setelah persalinan, harus segera di lakukan placenta
manual untuk melahirkan placenta.
Pengosongan kandung kencing mungkin dapat membantu
terjadinya kontraksi. Bila perdarahan tidak segera berhenti, terdapat
perdarahan yang segar yang menetap. Atau terjadi perubahanpada keadaan
umum ibu, harus segera di lakukan pemberian cairan secara intravenadan
transportasi ke fasilitas kesehatan yang sesuai bila tidak memungkinkan
pengobatan secara efektif.
2. Infeksi
Infeksi nifas seperti sepsis, masih merupakan penyebab utama
kematian ibu di negara berkembang. Demam merupakan salah satu gejala
yang paling mudah di kenali. Pemberian antibiotika merupakan tindakan
utama dan upaya pencegahan dengan persalinan yang bersih dan aman
masih merupakan upaya utama. Faktor predisposisinya infeksi genetal
pada masa nifas di sebabkan oleh persalinan macet, ketuban pecah dini
dan pemeriksaan dalam yang terlalu sering.
3. Eklamsia (kejang)
Eklamsia adalah penyebab penting ketiga ibu di seluruh dunia. Ibu
dengan persalinan yang di ikuti oleh eklamsia atau preeklamsia berat,
harus di rawat inap. Pengobatan terpilih menggunakan magnesium sulfat
(MgSO4). Komplikasi pascapersalinan lain yang sering di jumpai
termasuk infeksi saluran kemih, retensio urin, atau inkontinensia. Banyak
ibu mengalami nyeri pada daerah perineum dan vulka selama beberapa
minggu, terutama apabila terdapat kerusakan jaringan atau episiotomi
pada persalinan kala II. Perinium ibu harus di perhatikan secara teratur
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
4. Defiensi vitamin dan mineral
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

Defiensi vitamin dan mineral adalah kelainan yang terjadi sebagai


akibat kekurangan iodin, kekurangan vitamin A serta anemia defisiensi Fe.
Defisiensiterjadi terutama di sebabkan intake yang kurang, gangguan
penyerapan. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan makan makanan
yang sesuai, penggunaan obat suplemen selama kehamilan, menyusui dan
pada masa bayi serta anak-anak.
1.4 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir
a. Pengertian
Bayi Baru Lahir normal adalah bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan 37 – 42
minggu dengan berat lahir 2500 – 4000 gram. (Runjati,2018)

b. Tanda-tanda BBL Normal


Menurut Runjati (2018), bayi baru lahir normal mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Dilahirkan pada usia kehamilan 37 – 42 minggu
2. Berat badan lahir 2500 – 4000 gram
3. Panjang badan 48 – 52 cm
4. Lingkar kepala 33 – 35 cm
5. Lingkar dada 30 – 38 cm
6. Frekuensi jantung 120 – 160 denyut/menit
7. Pernafasan 40- 60 kali/menit
8. Kulit kemerahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
9. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
10. Kuku agak panjang (melewati jari) dan lemas
11. Genetalia: Labia mayora sudah menutupi labia minora (perempuan), kedua testis
sudah turun kedalam skrotum (laki – laki)
12. Refleks bayi sudah terbentuk dengan baik
13. Bayi berkemih dalam 24 jam pertama
14. Pengeluaran mekoneum dalam 24 jam pertama. Menurut Mochtar (2015),Klasifikasi
klinik nilai APGAR adalah:
a. Nilai 7-10 : bayi normal
b. Nilai 4-6 : bayi asfiksia ringan-sedang
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

c. Nilai 0-3 : bayi asfiksia berat

c. Standar Asuhan BBL


1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Depkes RI (2012), standar pelayanan
minimal untuk bayi baru lahir adalah:
a. Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
1) Tujuan Menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya
pernafasan serta mencegah hipotermi, hipokglikemia dan infeksi.
2) Pernyataan Standar Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir
untuk memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia
sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau
merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah dan
menangani hipotermia.
2. Kebijakan Pelayanan Menurut Depkes RI (2012), kebijakan pelayanan bayi baru
lahir adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama
dengan ibunya atau rawat gabung. Asuhan bayi baru lahir meliputi:
1) Pencegahan infeksi (PI).
2) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi.
3) Pemotongan dan perawatan tali pusat.
4) Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
5) Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam.
6) Kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
b. Pemberian ASI eksklusif, pemeriksaan bayi baru lahir, antibiotika dosis
tunggal, pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata, pemberian
imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan, pencegahan
perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di paha kiri.
c. Pencegahan infeksi, BBL sangat rentan terjadi infeksi, sehingga perlu
diperhatikan hal-hal dalam perawatannya : Cuci tangan sebelum dan setelah
kontak dengan bayi, pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi
yang belum dimandikan, pastikan semua peralatan (gunting, benang tali pusat)
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

telah di DTT. Jika menggunakan bola karet penghisap, pastikan dalam


keadaan bersih.
d. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi. Periksa ulang
pernafasan, bersihkan darah/lendir dari wajah bayi dengan kain bersih dan
kering/kassa, sambil menilai pernafasan secara cepat, letakkan bayi dengan
handuk di atas perut ibu, membersihkan jalan nafas, hangat, kontak antara
kulit bayi dengan kulit ibu sesegera mungkin.
e. Pemotongan dan perawatan tali pusat. Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu
stabil, ikat atau jepit tali pusat.
f. Waktu pemeriksaan bayi baru lahir: bayi baru lahir sebelum usia 6 jam, usia
6-48 jam, usia 3-7 hari, minggu ke 2 pasca lahir.
g. Pemeriksaan Fisik.
h. Imunisasi mencegah penyakit TBC, Hepatitis, Polio, Difteri, Pertusis, Tetanus
dan Campak. Bayi baru lahir dan neonatus harus diimunisasi lengkap sebelum
berusia 1 tahun. Timbang BB bayi baru lahir dan neonatus sebulan sekali
sejak usia 1 bulan sampai 5 tahun di posyandu. Cara menjaga kesehatan bayi
yaitu amati pertumbuhan bayi baru lahir dan neonatus secara teratur.
i. Kunjungan neonatal adalah pelayanan kesehatan kepada neonatus sedikitnya 3
kali yaitu :
1) Kunjungan neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah
lahir.
2) Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 - 7 hari.
3) Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 - 28 hari.
j. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan. Konseling terhadap ibu dan
keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah. Pemeriksaan tanda bahaya
seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan
masalah pemberian ASI. Pelayanan yang diberikan mengacu pada pedoman
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Pemeriksaan menggunakan
pendekatan MTBM.
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

k. Asuhan 6 - 48 jam setelah bayi lahir


1) Timbang berat badan bayi. Bandingkan berat badan dengan berat badan
lahir.
2) Jaga selalu kehangatan bayi.
3) Perhatikan intake dan output bayi.
4) Kaji apakah bayi menyusu dengan baik atau tidak.
5) Komunikasikan kepada orang tua bayi caranya merawat tali pusat.
6) Dokumentasikan.
l. Minggu pertama setelah bayi lahir
1) Timbang berat badan bayi. Bandingkan dengan berat badan saat ini
dengan berat badan saat bayi lahir.
2) Jaga selalu kehangatan bayi.
3) Perhatikan intake dan output bayi.
4) Kaji apakah bayi menyusu dengan baik atau tidak.
5) Dokumentasikan jadwal kunjungan neonatal.
m. Minggu kedua setelah bayi lahir
1) Timbang berat badan bayi. Bandingkan dengan berat badan saat ini
dengan berat badan saat bayi lahir.
2) Jaga selalu kehangatan bayi.
3) Perhatikan intake dan output bayi.
4) Kaji apakah bayi menyusu dengan baik atau tidak.
5) Dokumentasikan.
n. Tanyakan pada ibu apakah terdapat penyulit pada bayinya
1) Amatilah bahwa urine dan feses normal.
2) Periksalah alat kelamin dengan kebersihannya.
3) Periksa tali pusat.
4) Periksa tanda vital bayi.
5) Periksalah kemungkinan infeksi mata.
6) Tatalaksana kunjungan rumah bayi baru lahir oleh bidan diantaranya :
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

a) Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah sampai tali


pusat lepas, bila mungkin selama satu minggu pertama
sesudah bayi lahir.
b) Kartu anak (buku KIA) harus diisi lengkap dan kelahiran
bayi harus didaftar atau dibawa ke puskesmas.
c) Bidan hendaknya meneliti apakah petugas yang melayani
persalinan sudah memberikan perhatian terhadap semua hal
pada tiap kunjungan rumah
d) Form pencatatan (buku KIA, formulir BBL, formulir
register kohort bayi).
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan
Bahan Ajar Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan 2020
Anak dengan Kondisi Rentan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MITR HUSADA MEDAN


PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA

RUBRIK SKALA PERSEPSI


No. Dokumen Halaman Tanggal Berlaku Revisi
FM-PM-I.IV.Pd2-05/05-18/03- 1-1 18 Oktober 2017 00
Asuhan Pada Remaja dan Perimenopause
Nama Mahasiswa :
NPM :
Hari/ Tanggal :
Metode Pembelajaran :

Sangat Kurang
DEMENSI Sangat Baik Baik Cukup Kurang

SKOR Skor ≥79 (65-78) (56-64) (55 -41) <40


Kemapuan komunikasi
Penguasaan materi
Kemampuan menghadapi
pertanyaan
Penggunaan alat praga
presentasi
Ketepatan menyelesaikan
masalah

Nilai :

Dosen
1 Medan, .........................2020

2 Mahasiswa

( )

Anda mungkin juga menyukai