Anda di halaman 1dari 28

TEORI KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5

1. SYURANTI A1A221244
2. NUR AINUN MARDIAH AS A1A221245
3. PUTRI HASANAH A1A221246
4. ARFIAH AINUL ROHMAH A1A221247
5. NOVIANTIKA LESTARI A1A221248
6. FITRIANI A1A221201
7. NURFAHIMA A1A221174

PROGRAM STUDY S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena

dengan berkat dan karunianyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah “Teori

Kepemimpinan dan Manajemen”

Penyusun mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak dan

kerjasama kelompok atas keberhasilan penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat digunakan secara efektif dan dapat menjadi

media untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan untuk memahami

makalah “Teori Kepemimpinan dan Manajemen”.

Makassar, 7 Maret 2022


Tim penyusun

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMPAN JUDUL .........................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan ........................................................................... 4

B. Pengembangan Teori Kepemimpinan ......................................................... 5

C. Pengertian Manajemen ................................................................................. 8

D. Prinsip-Prinsip Manajemen .......................................................................... 8

E. Langkah-Langkah dalam Pengembangan Kerja ....................................... 13

F. Pengembangan Teori Kepemimpinan ........................................................ 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 23

B. Saran .......................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai penting kepemimpinan (leadership) dalam organisasi sudah disadari

sejak permulaan sejarah.Kepemimpinan telah sejak lama menarik perhatian

para ilmuwan dan para praktisi, karena istilah kepemimpinan itu sendiri

disosialisasikan dengan orang-orang yang dinamis dan kuat yang umumnya

memimpin bala tentara, mengendalikan perusahaan besar dan menentukan

arah suatu organisasi baik perusahaan maupun Negara.

Istilah kepemimpinan sebelum dilakukan penelitian secara ilmiah banyak

dijumpai dalam cerita-cerita Epos, berisikan : ceria yang memuat tentang cara

individu-individu yang berkuasa dengan berbagai keberanian dan

kehebatannya sebagai pemimpin. Misalnya pemimpin armada perang,

pengendalian kerajaaan, pemimpin militer, politik, agama dan social.

Pemahaman tentang esensi kepemimpinan semakin diperkaya oleh

pengalaman banyak orang yang dalam perjalanan kariernya menekuni dan

memperoleh kesempatan menduduki jabatan sebagai pemimpin, baik tingkat

rendah, menengah maupun pada posisi puncak. Penggabungan pemahaman

secara teoritik dan empiris akan memberikan keyakinan yang semakin

mendalam betapa pentingnya peranan kepeminrpinan dalam suatu organisasi

untuk mencapai tujuan dan berbagai sasarannya.

Pemimpin adalah inti dari manajemen. berarti bahwa manajemen akan

tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat

dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang

1
yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan

mempengaruhi pendirian pendapat orang atau sekelompok orang tanpa

menanyakan alasannya.

Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana,

mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk

mencapai tujuan bersama (Panji Anogara). Kepemimpinan adalah kegiatan

mempengaruhi perilaku orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai

tujuan tertentu.

Manusia adalah makhluk sosial untuk bertahan hidup harus ada

sosialialisme atau berhubungan dengan manusia lain dan hal ini tak bisa

dihindari, mutlak dilakukan manusia apalagi pada masa sekarang ini.

Hubungan antar manusia dengan hubungan kemanusiaan sesungguhnya

mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam setiap bentuk hubungan,

hubungan antar manusia lebih mendominasi dari pada hubungan

kemanusiaan. Dalam pengertian hubungan antar manusia bukan hanya dalam

wujudnya saja, tetapi juga dari sifat-sifatnya, waktunya, cara bicaranya,

sikapnya, tingkah lakunya, pribadinya, dan berbagai macam aspek kejiwaan

yang yang ada pada diri manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Kepemimpinan ?


2. Bagaiamana pengembangan teori kepemimpinan ?
3. Apa yang dimaksud dengan manajemen ?
4. Apa saja prinsip-prinsip Manajemen ?

2
C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian kepemimpinan


2. Mengetahui pengembangan teori kepemimpinan
3. Mengetahui pengertian manajemen
4. Mengetahui prinsip-prinsip Manajemen

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh para peneliti
biasanya bersifat induvidual yang paling menarik perhatian mereka, sehingga
definisinyapun sangat relatif dan bervariasi. Stogdill (1974:259) bahkan
menyimpulkan bahwa "terdapat hampir sama banyaknya definisi dengan
jumlah orang yang mendefinisikan kepeminpinan". Untuk memperoleh
kemantapan dalam merumuskan pengertian kepemimpinan, berikut ini
disajikan beberapa definisi kepemimpinan menurut beberapa ahli sebagai
berikut:
a. Ordway Tead (1935: 20) "Leadership is the activity of influencing people
to cooperate toward some goal which come to find desirable"
(Kepemimpinan adalah aktivitas mem-pengaruhi orang-orang agar mau
bekerjasama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan).
b. G.L. Freeman & E.K. Taylor (1950:40) "Leadership is ability to create
group action toward an organizational ob.y'ecfiveness and cooperation
from e ach induvidu al." (Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
menciptakan kegiatan kelompok dalam kerjasama untuk mencapai tujuan
organisasi.
c. John D. Piffner & Robert Presthus (1967:88) "Leadership is the aft of
coordinating and motivating induviduals and groups to achieve desired
ends." (Kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memotivasi
induvidu-irrduvidu serta kelompokkelompok untuk mencapai tujuan yang
diiginkan.
d. R. Tannenbaum, dkk. (1961:288) "Leadership as interpersonal influence,
exercised in situation and directed through the communication process,
toward the attainment of a specific goal or goals" (Kepemimpinan suatu
aktivitas saling mempengaruhi antar pribadi, dalam situasi yang terarah,
melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan atau tujuantujuan
khusus.

4
e. Harold Koontz & Cyrill O'Donnell (1976:557) 'Leaderships is the art of
inducing subordinates to accomplish their assignment with zeal and
confidence,, (Kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan penuh semangat )

Dari bermacam-macam pendapat yang mengemukakan pengertian


kepemimpinan, agar tidak membingungkan pengertiannya, maka diambil
kesepakatan berdasarkan banyaknya rumusan yang dikemukakan. Blancard
merumuskan bahwa inti pengertian kepemimpinan sebagian besar
menjelaskan sebagai: group in efforts to ward goal achievement in a given
situation- (Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan_kegiatan
seseorang atau kelompok). Dalam pengertian tersebut hal penting yang perlu
mendapat tekanan adalah bahwa di dalam kepemimpinan terdapat aktivitas
mempengaruhi dan saling mempengaruhi. perbedaan mempengaruhi dan
saling mempengaruhi terdapat pada arah pengaruh yakni bersifat searah,
sedangkan saring mempengaruhi bersifat timbal barik. Di dalam realita
sebenarnya pengertian mempengaruhi terkandung pula pengertian timbal
balik

Kepemimpinan (leadership) telah didefenisikan dengan berbagai cara


yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Stoner merumuskan
kepemimpinan menejerial sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya. Kepemimpinan dalam menajemen adalah sub fungsi
ke dua dari actuating. Dengan demikian kepemimpinan pada umumnya
adalah apa yang harus dipunyai, dijalankan atau dipergunakan oleh setiap
orang yang berkedudukan sebagai pemimpin.
B. Pengembangan Teori Kepemimpinan
Dalam perkembangannya, studi tentang kepemimpinan berkembang
sejalan dengan kemajuan zaman yang dikategorikan Yukl (2005:12) menjadi
lima pendekatan yaitu antara lain :

5
1. Teori Genetik (Genetic Theory).
Penjelasan kepemimpinan yang paling lama adalah teori
kepemimpinan “genetic” dengan ungkapan yang sangat populer waktu itu
yakni “a leader is born, not made”. Seorang dilahirkan dengan membawa
sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat-sifat utama
seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.
2. Teori Sifat (Trait Theory).
Sesuai dengan namanya, maka teori ini mengemukakan bahwa
efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kehebatan karakter
pemimpin. “Trait” atau sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian,
keunggulan fisik dan kemampuan social. Penganut teori ini yakin dengan
memiliki keunggulan karakter di atas, maka seseorang akan memiliki
kualitas kepemimpinan yang baik dan dapat menjadi pemimpin yang
efektif. Karakter yang harus dimiliki oleh seseorang menurut Judith R.
Gordon mencakup kemampuan yang istimewa dalam
a. Kemampuan Intelektual
b. Kematangan Pribadi
c. Pendidikan
d. Status Sosial dan Ekonomi
e. “Human Relations”
f. Motivasi Intrinsik dan
g. Dorongan untuk maju (achievement drive).
3. Teori Perilaku (The Behavioral Theory).
Mengacu pada keterbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan
melalui teori “trait”, para peneliti pada era Perang Dunia ke II sampai era
di awal tahun 1950-an mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti
“behavior” atau perilaku seorang pemimpin sebagai cara untuk
meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Fokus pembahasan teori
kepemimpinan pada periode ini beralih dari siapa yang memiliki
kemampuan memimpin ke bagaimana perilaku seseorang untuk
memimpin secara efektif.

6
4. Situasional Leadership.
Pengembangan teori situasional merupakan penyempurnaan dan
kekurangan teori-teori sebelumnya dalam meramalkan kepemimpinan
yang paling efektif. Dalam “situational leadership” pemimpin yang efektif
akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang
efektif dan menerapkannya secara tepat. Seorang pemimpin yang efektif
dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan
kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Empat dimensi situasi
yakni kemampuan manajerial, karakter organisasi, karakter pekerjaan dan
karakter pekerja. Keempatnya secara dinamis akan memberikan pengaruh
terhadap efektivitas kepemimpinan seorang
5. Transformational Leadership.
Pemikiran terakhir mengenai kepemimpinan yang efektif
disampaikan oleh sekelompok ahli yang mencoba “menghidupkan”
kembali teori “trait” atau sifat-sifat utama yang dimiliki seseorang agar dia
bisa menjadi pemimpin. Robert House menyampaikan teori kepemimpinan
dengan menyarankan bahwa kepemimpinan yang efektif mempergunakan
dominasi, memiliki keyakinan diri, mempengaruhi dan menampilkan
moralitas yang tinggi untuk meningkatkan kadar kharismatiknya
(Ivancevich, dkk, 2008:213)
Dengan mengandalkan kharisma, seorang pemimpin yang
“transformational” selalu menantang bawahannya untuk melahirkan karya-
karya yang istimewa. Langkah yang dilaksanakan pada umumnya adalah
dengan membicarakan dengan pengikutnya, bagaimana sangat pentingnya
kinerja mereka, bagaimana bangga dan yakinnya mereka sebagai anggota
kelompok dan bagaimana istimewanya kelompok sehingga dapat
menghasilkan karya yang inovatif serta luar biasa.
Menurut pencetus teori ini, pemimpin “transformational” adalah
sangat efektif karena memadukan dua teori yakni teori “behavioral” dan
“situational” dengan kelebihan masing-masing. Atau, memadukan pola
perilaku yang berorientasi pada manusia atau pada produksi (employee or

7
production-oriented) dengan penelaahan situasi ditambah dengan kekuatan
kharismatik yang dimilikinya. Tipe pemimpin transformational ini sesuai
untuk organisasi yang dinamis, yang mementingkan perubahan dan
inovasi serta bersaing ketat dengan perusahaan-perusahaan lain dalam
ruang lingkup internasional. Syarat utama keberhasilannya adalah adanya
seorang pemimpin yang memiliki kharisma. (Ivancevich, 2008:214)
C. Pengertian Manajemen
Menurut Hasibun (2012:50) “Manajemen adalah ilmu (sekumpulan
pengetahuan yang sistematis, telah dikumpulkan dan diterima secara umum
dengan suatu objek atau objek tertentu) dan seni (suatu kreativitas, pribadi
yang kuat disertai keterampilan) mengatur memanfaatkan SDM dan sumber
daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Menurut Assauri (20128)”Manajemen adalah proses mengkordinasikan
aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif
dengan melalui orang lain”.
Menurut Griffin (2012:43) “Manajemen adalah sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber
daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien.
Penjelasan defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian,
proses pengarahan dari pemberian fasilitas-fasilitas pada pekerjaan orang-
orang yang diorganisasikan di dalam organisasi tersebut. Manajemen juga
merupakan kegiatan yang dilandasi ilmu dan seni untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dengan bantuan orang lain didalam pencapaian tujuan
organisasi atau kelompok, dan juga merupakan suatu proses rangkaian
kegiatan agar pelaksanaan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.
D. Prinsip-Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip manajemen adalah dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti
dari keberhasilan sebuah manajemen.

8
Menurut Henry Fayol. seorang industrialis asal Perancis, prinsip-prinsip
dalam manajemen sebaiknya bersifat lentur dalam arti bahwa perlu di
pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang
berubah. Prinsip - prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari
sebagai berikut :
1. Pembagian kerja (Division of work)
Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan
keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu,
dalam penempatan karyawan harus menggunakan prinsip the right man in
the right place. Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional
subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.
Dengan adanya prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (the
right man in the right place) akan memberikan jaminan terhadap
kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja. Pembagian kerja yang baik
merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam
pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin
menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena
itu, seorang manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian
kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-
prinsip lainnya.
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
Setiap karyawan dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan
pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban.
Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Setiap pekerjaan harus
dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang.
Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula
pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan
suatu usaha bukan terletak pada karyawan, tetapi terletak pada puncak
pimpinannya karena yang mempunyai wewemang terbesar adalah manajer
puncak. oleh karena itu, apabila manajer puncak tidak mempunyai

9
keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada padanya
merupakan bumerang.
3. Disiplin (Discipline)
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan
wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka
disiplin akan hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat
menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri sehingga mempunyai
tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan wewenang yang ada
padanya
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan
prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan
dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung
jawab sesuai dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah yang datang
dari manajer lain kepada serorang karyawan akan merusak jalannya
wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya,
karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan
bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan tergantung
pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi
adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh
karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat wewenang
untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui
batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan.
Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas
dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta
kesatuan perintah.
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri

10
Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada
kepentingan organisasi. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang
sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar sehingga tujuan
dapat tercapai dengan baik. Setiap karyawan dapat mengabdikan
kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki
kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada
berhasil-tidaknya kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan
pribadi kepada kepentingan organisasi dapat terwujud, apabila setiap
karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang
tinggi.
7. Penggajian pegawai
Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang
menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang
diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap
tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan
ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam prinsip
penggajian harus dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat bekerja
dengan tenang. Sistem penggajian harus diperhitungkan agar
menimbulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan
berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar. Prinsip more pay
for more prestige (upaya lebih untuk prestasi lebih), dan prinsip upah sama
untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada perbedaan
akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan
menimbulkan tindakan tidak disiplin
8. Pemusatan (Centralization)
Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung
jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak ada orang
yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak. Pemusatan
bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang,
melainkan untuk menghindari kesimpangsiurang wewenang dan tanggung

11
jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas
pelimpahan wewenang (delegation of authority)
9. Hirarki (tingkatan)
Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila
pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan
hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer
puncak dan seterusnya berurutan ke bawah. dengan adanya hirarki ini,
maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung
jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.
10. Ketertiban (Order)
Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama
karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan
kacau atau tegang. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud
apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai
disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat
dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
11. Keadilan dan kejujuran
Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait
dengan moral karyawan dan tidak dapat dipisahkan. Keadilan dan
kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena atasan memiliki
wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan
menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan
keadilan dan kejujuran pada bawahannya.
12. Stabilitas kondisi karyawan
Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-
baiknya agar segala pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan
karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya
ketertiban dalam kegiatan.
Manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya memiliki
keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila keinginannya tidak terpenuhi,

12
perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan goncangan
dalam bekerja.
13. Prakarsa (Inisiative)
Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya
pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang
berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-beiknya. Jadi dalam
prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan
pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap prakarsa yang datang dari
karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif) mengandung arti
menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh
penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan
salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu, seorang
manajer yang bijak akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa
yang dilahirkan karyawannya.
14. Semangat kesatuan dan semangat korps
Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib
sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik.
semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai
kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan
karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer yang memiliki
kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de
corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang
kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan
membawa bencana.
E. Langkah-Langkah dalam Pengembangan Kerja
1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
Kebutuhan pelatihan dapat muncul karena adanya tuntutan yang akan
dihadapi di masa depan atau juga dari masalah yang muncul saat ini
karena ada yang tidak beres. Analisis terlebih dahulu masalah pelatihan
kemudian tentukan prioritas apakah masalah tersebut mendesak ataukah
penting. Ada tiga analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan, Yaitu:

13
a. Analisis Organisasi
Menganalisa tujuan organisasi, sumber daya yang ada, dan
lingkungan organisasi yang sesuai dengan kenyataan. Dalam
menganalisis organisasi perlu diperhatikan pertanyaan “ where is
training and development needed and where is it likely to be
successful within an organization?”. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengadakan survei sikap pegawai terhadap kepuasan
kerja, persepsi pegawai, dan sikap pegawai dalam administrasi.
Disamping itu, analisis organisasi dapat menggunakan turnover ,
absensi, kartu pelatihan, daftar kemajuan pegawai, dan data
perencanaan pegawai(Nurdin, 2019).
b. Analisis pekerjaan dan tugas.
Analisis pekerjaan dan tugas merupakan dasar untuk
mengembangkan program job-training. Sebagaimana program
pelatihan analisis job, dimaksudkan untuk membantu pegawai
meningkatkan pengetahuan, skill, dan sikap terhadap suatu
pekerjaan.
c. Analisis pegawai
Analisis pegawai difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan
pelatihan bagi pegawai yang bekerja pada job-nya. Kebutuhan
pelatihan pegawai dapat dianalisis secara individu maupun
kelompok. Analisa kebutuhan individu dari pelatihan dapat
dilakukan dengan cara observasi oleh supervisor, evaluasi
keterampilan, kartu kontrol kualitas, dan tes keterampilan pegawai.
Analisa kebutuhan kelompok dapat dipresiksi dengan
pertimbangan informal dan observasi oleh supervisor maupun
manager.
2. Menetapkan Tujuan dan Sasaran Pelatihan atau Pengembangan
Sasaran pelatihan adalah perilaku yang diharapkan dari para peserta.
Sasaran harus menspesifikasi kemampuan peserta untuk melakukan
pekerjaan tertentu, dengan tingkat kemampuan tertentu pada kondisi

14
tertentu. menyatakan tujuan rancangan yang dibuat dipakai sebagai
panduan dan acuan kegiatan dalam menjelaskan tentang hal-hal yang
hendak dicapai oleh sistem tersebut(Septian et al., 2019). Tujuan ini dibagi
dalam tiga bagian kawasan yaitu:
a. Kognitif, berorientasi pada penambahan kemampuan peserta.
b. Afektif, berhubungan dengan sikap (attitude), minat, sistem, nilai
dan emosi.
c. Psikomotorik, berorientasi pada keterampilan peserta sehingga
terampil dalam suatu kegiatan tertentu.
Sasaran dapat digunakan untuk mengidentifikasi outcomes dari sebuah
proses pembelajaran yang ingin dilakukan (mengidentifikasi kompetensi),
memberikan arah bagi pengembangan materi atau content pembelajaran
(memberi batasan dan urutan materi yang sesuai dengan outcomes yang
ingin dicapai), dan untuk menentukan bagaimana kegiatan pelatihan dapat
berlangsung dengan efektif.
3. Menetapkan Kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
Jika sebagaian besar trainee menunjukkan adanya penguasaan, maka dapat
disimpulkan proses pelatihan efektif. Untuk mengetahui adanya
penguasaan yang meningkat, sebelum pelatihan dilakukan ujian tentang
taraf penguasaan trainee (pre-test), dan dibandingkan dengan hasil ujian
yang diberikan setelah pelatihan diberikan, kemudian dihitung taraf
kontribusinya.
4. Memilih Metode Pelatihan/Pengembangan
Pada saat memilih rancangan metode dan media yang digunakan harus
diperhatikan keterampilan trainer dan sumber daya yang perusahaan
miliki(Sri Rachmawati, 2020). Berikut metode yang dapat digunakan
dalam program ini:
a. Self Learning
Self learning merupakan pelatihan yang menggunakan modul,
video tape atau kaset, sehinga karyawan dapat mempelajarinya
sendiri.

15
b. On the Job Training
On The Job Training merupakan pelatihan dimana para peserta
latihan langsung bekerja di tempat untuk belajar dan meniru
suatu pekerjaan di bawah bimbingan seorang pengawas.
c. Lecture (ceramah atau kuliah)
Metode Lecture (ceramah atau kuliah) merupakan suatu metode
tradisonal karena hanya pelatih yang berperan aktif sedangkan
peserta pengembangan bersikap pasif.
d. Task Assignment
Metode Task Assigment adalah metode yang dilakukan dengan
cara meminta karyawan untuk melakukan tugas sesuai dengan
perintah dengan batas waktu tertentu.
e. Project Assignment
Project Assigment adalah metode metode pelatihan dimana
karyawan diminta untuk membuat suatu project yang dikerjakan
secara berkelompok.
f. Job Rotation
Metode Job Rotation adalah metode yang dilakukan dimana
peserta pelatihan ditugaskan untuk berpindah dari satu bagian ke
bagian pekerjaan yang lain dalam satu perusahaan, dengan
interval yang terencana, sehingga diperoleh pengalaman kerja.
g. Coaching
Coaching adalah proses membimbing bawahan dalam team, dan
proses bagaimana pemimpin mengembangkan kesadaran diri
anggota/bawahan dengan melakukan tatap muka, untuk masalah
kinerja berkaitan keterampilan / kompetensi teknik, keterampilan
managerial (soft skill).
h. Counseling
Proses membantu bawahan untuk urusan yang terkait dengan
pemahaman diri bawahan, penerimaan diri dan pertumbuhan

16
emosi, pengenalan karakter, masalah sikap, mental, kepribadian,
attitude, masalah keluarga, keuangan dll.
i. Confrence (Rapat)
Pada metode confrence (Rapat) Pelatih memberikan suatu
makalah tertentu dan peserta pengembangan ikut serta
berpastisipasi dalam memecahkan makalah tersebut. Mereka
harus mengemukakan ide dan sarannya untuk didiskusikan serta
diterapkan kesimpulanya pada metode konferensi pelatih dan
yang dilatih sama-sama berperan aktif serta dilaksanakan dengan
komunikasi dua arah.
5. Seminar atau Workshop
Seminar atau workshop merupakan pelatihan dimana para karyawan
diminta untuk memberikan penilaian terhadap topik yang diseminarkan
oleh orang lain dan bertujuan untuk melatih kecakapan dalam memberikan
komentar.
6. Case Study & Case Analysis
Case study & Case Analysis adalah metode pelatihan dimana karyawan
diminta untuk menganalisa suatu masalah dan memberikan solusi yang
terbaik dari masalah tersebut(Nurjaman et al., 2020).
7. Laboratory Traning
Laboratory Training merupakan pelatihan dengan kelompok diskusi yang
tak beraturan dan dimana masing-masing orang mengungkapkan
perasaannya terhadap orang lain, sehingga saling mengerti satu sama lain.
8. Action Plan
Action plan merupakan metode pelatihan dimana karyawan diminta
mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atas hasil
temuan mereka.
9. Mengadakan percobaan (try out) dan Revisi.
Setelah kebutuhan pelatihan, sasaran pelatihan ditetapkan, kriteria
keberhasilan dan alat ukurnya dikembangkan, bahan untuk latihan dan
metode latihan disusun dan ditetapkan maka langkah berikutnya adalah

17
melakukan uji coba paket penelitian. Uji coba rancangan pelatihan
dilakukan dengan menyajikan kepada beberapa orang yang bisa mewakili.
Melalui uji coba kita dapat mengetahui keterlaksanaan dan manfaat modul
dalam kegiatan pelatihan sebelum modul tersebut siap diproduksi atau
digunakan secara umum. Uji coba juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kelemahan yang masih ada, apakah sudah dirumuskan
dengan jelas dan tepat, apakah bahannya telah relevan dan metode
pelatihannya sesuai serta dapat dilaksanakan oleh trainer, mengetahui
efisiensi waktu belajar pada tiap-tiap sesi, alur pelatihan, kesesuaian
pemahaman partisipan terhadap tujuan dari tiap-tiap sesi dan
penggunaannya, efektivitas modul dalam membantu peserta untuk
mencapai kompetensi yang harus dimiliki dan mengenai program
pelatihan secara keseluruhan dari partisipan(Halisa, 2020).
10. Mengimplementasikan dan Mengevaluasi
Setelah memperbaiki kekurangan pada rancangan pelatihan, maka
rancangan tersebut dapat diterapkan kepada karyawan. Secara garis besar,
dalam penyelenggaraan pelatihan ada dua hal penting yang perlu
dilakukan oleh “Panitia Penyelenggara”, yaitu Tahap Persiapan dan Tahap
Pelaksanaan Pelatihan.

F. Manajemen Hubungan Antar Manusia

Hubungan antar manusia adalah kemampuan mengenali sifat, tingkah


laku, pribadi seseorang. Ruang lingkup hubungan antar manusia dalam arti
luas adalah interaksi antar seseorang dengan orang lain dalam suatu
kehidupan untuk memperoleh kepuasan hati. Dalam hal ini berusaha mencoba
menemukan, mengidentifikasi masalah dan membahasannya untuk mencari
pemecahannya. Hubungan antar manusia yang merupakan pelaksanaan
ketrampilan dimana seseorang belajar menghubungkan diri dengan
lingkungan sosialnya. Sedangkan menurut Hugo Cabot dan Joseph A Kahl
(1967), hubungan antar manusia adalah suatu sosiologi kongrit karena

18
meneliti situasi kehidupan, khususnya masalah “interaksi” dengan pengaruh
psikologisnya. Hubungan antar manusia dalam arti luas adalah menemukan,
mengidentifikasi masalah, dan membahasnya untuk mencari
pemecahan(Mahdayeni et al., 2019).
Hubungan antar manusia melibatkan individu secara utuh baik dan
secara fisik maupun psikologis. Proses psikologis sangat dominan
mendasari hubungan antar manusia dan merupakan faktor utama yang
dalam proses internalisasi, antara lain imitasi, sugesti, identifikasi, dan
simpati.
1. Faktor imitasi
Imitasi atau tiruan adalah keadaan seseorang yang mengikuti
sesuatu diluar dirinya. Sebelum mengikuti satu hal, ia harus memenuhi
syarat sebagai berikut:

a. Minat perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan


diimitasi
b. Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi
c. Seorang meniru suatu pandangan atau tingkah laku karena akan
memperoleh penghargaan social yang tinggi.

Dari syarat diatas, imitasi merupakan proses hubungan antar


manusia yang menerangkan tentang mengapa dan bagaimana dapat
terjadi keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku.
2. Faktor sugesti
Sugesti adalah proses seorang individu menerima cara
pandang atau pedoman tingkah laku orang lain tanpa kritik terlebih
dahulu.

Persyaratan untuk memudahkan terjadinya sugesti pada


seseorang adalah sebagai berikut:

a. Hambatan berfikir, karena rangsangan emosional, proses sugesti

19
yang terjadi pada orang tersebut secara langsung menerima tanpa
mempertimbangkan terlebih dahulu segala pengaruh atau
pandangan orang lain(Nurjaman et al., 2020).
b. Pikiran terpecah-pecah (disasosiasi), orang yang sedang
mengalami pemikiran yang terpecah-pecah, mudah terjadi sugesti.
c. Otoritas atau prestise, proses sugesti cenderung terjadi pada
orang- orang yang sikapnya menerima pandangan tertentu dari
seseorang yang memiliki keahlian tertentu sehingga dianggap
otoritas dalam keahlian tersebut atau dari seseorang yang
mempunyai prestise sosial yang tinggi.
d. Mayoritas orang akan mudah menerima pandangan ketika
pandangan tersebut disokong oleh mayoritas atau sebagian besar
golongan atau masyarakat. Penerimaan pandangan itu terjadi
tanpa pertimbangan lebih lanjut.
e. Kepercayaan penuh penerima sikap atau pandangan tanpa
pertimbangan lebih lanjut dikarenakan pandangan tersebut sudah
ada pada diri individu yang bersangkutan.

3. Faktor identifikasi
Preses identifikasi berlangsung secara sadar (dengan sendiri)
irrasional, berdasarkan perasaan, dan berkembang bahwa identifikasi
beerguna untuk melengkapi system norma dan citra-citra.

4. Faktor simpati
Simpati adalah persaan tertarik seseorang terhadap orang lain
yang timbul atas dasar penilaian perasaan dorongan utama yang
memunculkan simpati adalah rasa ingin mengerti dan bekerja sama
dengan orang lain.

Salah satu cara seseorang melakukan hubungan antar


manusia adalah dengan menggunakan komunikasi antara individu atau
komunikasi interpersonal. Agar hubungan antar manusia berjalan

20
dengan baik, salah satunya dapat ditunjang dengan menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik. Berikut adalah factor-faktor yang
menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik:
1. Rasa percaya (Trust)
Percaya adalah mengandalkan perilaku orang untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam
situasi yang penuh resiko (Giffin, 1967). Sejak tahap pertama dalam
hubungan interpersonal sampai tahap akhir, “percaya” menentukan
efektifitas komunikasi. Bila klien sudah percaya kepada kita, maka
klien akan lebih mudah terbuka kepada kita. Hal ini akan membuka
saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan
komunikasi, serta

memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya.


Hilangnya kepercayaan kepada orang lain akan menghambat
perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Ada tiga factor
yang dapat menumbuhkan sikap percaya dan mengembangkan
komunikasi yang didasari sikap saling percaya, yaitu :
a. Menerima
Adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa
menilai dan berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap
yang melihat orang lain sebagai manusia sebagai individu yang
dihargai.

Menerima berarti tidak menilai pribadi orang berdasarkan


perilakunya yang tidak kita senanginya. Betapun jeleknya
perilakunya menurut persepsi kita, kita tetap berkomunikasi
dengan dia sebagai personal, bukan ssebagai objek. Sikap
menerima tidak

semudah apa yang kita katakan. Kita cenderung menilai dan


sukar menerima.

21
b. Empati
Merupakan factor kedua yang menumbuhkan sikap percaya diri
orang lain. Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang
tidak emosional. Berempati artinya membayangkan diri kita pada
kejadian yang menimpa orang lain.
c. Kejujuran
Merupakan faktor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya diri.

Kita akan menaruh percaya pada orang yang terbuka, atau tidak
mempunyai pretense yang dibuwat-buwat. Kejujuran
menyebabkan perilaku kita dapat diduga (predictable). Ini
mendorong orang lain percaya kepada kita.
2. Sikap sportif
Sikap sportif adalah sikap yang mengurangi sikap melindungi
diri dalam komunikasi yang terjadi dalam hubungan antar manusia.
Orang bersikap defensive bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak
empati.

Sudah jelas dengan sikap defensive, komunikasi interpersonal akan


gagal karena orang defensive akan lebih banyak melindungi diri dari
ancaman yang ditanggapi dalam situasi komunikasi ketimbang
memahami pesan orang lain.
3. Sikap terbuka (open mindedness)
Sikap terbuka amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan
komunikasi interpersonal yang efektif. Untuk memahami orang yang
mempunyai sikap terbuka harus mengidentifikasi dahulu orang.

22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kepemimpinan (leadership) telah didefenisikan dengan berbagai cara yang
berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Stoner merumuskan
kepemimpinan menejerial sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya. Kepemimpinan dalam menajemen adalah sub fungsi
ke dua dari actuating. Dengan demikian kepemimpinan pada umumnya
adalah apa yang harus dipunyai, dijalankan atau dipergunakan oleh setiap
orang yang berkedudukan sebagai pemimpin.
Dalam perkembangannya, studi tentang kepemimpinan berkembang
sejalan dengan kemajuan zaman yang dikategorikan Yukl (2005:12) menjadi
lima pendekatan yaitu : (1) pendekatan ciri, (2) pendekatan perilaku; (3)
pendekatan kekuatan pengaruh; (4) pendekaan situasional; dan (5)
pendekatan integrative.
Manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, pengendalian, proses pengarahan dari pemberian fasilitas-
fasilitas pada pekerjaan orang-orang yang diorganisasikan di dalam
organisasi tersebut. Manajemen juga merupakan kegiatan yang dilandasi ilmu
dan seni untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan bantuan orang
lain didalam pencapaian tujuan organisasi atau kelompok, dan juga
merupakan suatu proses rangkaian kegiatan agar pelaksanaan pekerjaan dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.
B. SARAN
Penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahannya,
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi penyempurnaan makalah ini.

23
Daftar Pustaka
Asrinah,dkk. 2010. Konsep kebidanan. Graha Ilmu : Yogyakarta. Hal. 109 BPJS
di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah EGC
Ivancevich, John, M, Konopaske, & Matteson. 2008. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Kotler Philip dan Amstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen : Jakarta : Jilid 1
Edisi Kedelapan, Alih Bahasa Oleh Damos Sihombing, MBA., Penerbit
Erlangga.
Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi ke 5. Jakarta : Indeks
Halisa, N. N. (2020). Peran Manajemen Sumber Daya Manusia “Sistem
Rekrutmen, Seleksi, Kompetensi dan Pelatihan” Terhadap Keunggulan
Kompetitif: Literature Review. ADI Bisnis Digital Interdisiplin Jurnal, 1(2
Desember), 14–22. https://doi.org/10.34306/abdi.v1i2.168
Mahdayeni, M., Alhaddad, M. R., & Saleh, A. S. (2019). Manusia dan
Kebudayaan (Manusia dan Sejarah Kebudayaan, Manusia dalam
Keanekaragaman Budaya dan Peradaban, Manusia dan Sumber
Penghidupan). Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 7(2), 154–165.
https://doi.org/10.30603/tjmpi.v7i2.1125
Nurdin, E. (2019). Pengembangan Lembar Kerja Berbasis Pendekatan
Terbimbing untuk Memfasilitasi Kemampuan Representasi Matematis
Mahasiswa. Suska Journal of Mathematics Education, 5(2), 111.
https://doi.org/10.24014/sjme.v5i2.7304
Nurjaman, K., Mustajam, A., Syaifuddin, S., Lubis, Y., & Abadi, Y. (2020).
Meningkatkan Kinerja Perusahaan Dengan Menerapkan Konsep Manajemen
Sumber Daya Manusia Strategik Dalam Menyongsong Persaingan Global.
Komitmen: Jurnal Ilmiah Manajemen, 1(2), 73–82.
https://doi.org/10.15575/jim.v1i2.10403
Septian, R., Irianto, S., & Andriani, A. (2019). Pengembangan Lembar Kerja
Peserta Didik (Lkpd) Matematika Berbasis Model Realistic Mathematics

24
Education. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 5(1), 59–67.
https://doi.org/10.31949/educatio.v5i1.56
Sri Rachmawati, A. (2020). Manajemen Sistem Peyelenggaraan Makanan Pada
Bagian Proses Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kebidanan Di Blud
Rumah Sakit Umum Kota Banjar Tahun 2021. 16(1), 119–126.

25

Anda mungkin juga menyukai