Anda di halaman 1dari 6

Membangun Kerjasama Tim

Oleh:
Bahril Hidayat

Jumat, 15 Mei 2009


Pelatihan Ini Diselenggarakan Atas Kerjasama Magister Profesi Psikologi
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan PT. Perkebunan Nusantara
(PTPN) V, Bagian Umum
Kebun Sei Pagar, Kabupaten Kampar
Pekanbaru-Riau
Organisasi dan Potensi Konflik di Dalamnya

Organisasi merupakan suatu sistem terdiri dari


komponen-komponen (subsistem) yang saling
berkaitan atau saling tergantung (inter
dependence) satu sama lain dan dalam proses
kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast
dan Rosenzweigh, 1974). Sub-subsistem yang
saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai
(goals and values subsystem), aspek teknis atau
pelaksanaan (technical subsystem), manajerial
(managerial subsystem), psikososial
(psychosocial subsystem), dan subsistem struktur
(structural subsystem).

Dalam proses interaksi antara suatu subsistem


dengan subsistem lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan
antara individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu
maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya
ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan
kepentingan, komunikasi yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan
inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana konflik.

Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling tergantung itu
harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian
tujuan organisasi. Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson, et al. (1997:437), selain dapat
menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini
terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-
sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain.

Sebuah organisasi tidak akan berjalan


dengan baik kalau di dalamnya tidak ada
pemimpin sebagai orang yang bertanggung
jawab atas organisasi tersebut, dan
pemimpin itu tidak akan maksimal dalam
melaksanakan tugasnya tampa adanya
bawahan (karyawan) yang selalu
berintraksi dan membantunya. Adanya
pemimpin dan bawahan (karyawan)
tersebut adalah suatu bukti bahwa
organisasi dan struktur saling berkaitan.
Oleh karena itu, istilah struktur digunakan
dalam artian yang mencakup: ukuran
(organisasi), derajat spesialisasi yang
diberikan kepada anggota kepada
organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan
organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan. Dan sebagai tolak ukur, dalam penelitian
menunjukkan bahwa ukuran organisasi dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik struktur. Makin besar organisasi, dan makin terspesialisasi
kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

Jadi, konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak sesuaian atau
perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam ukuran (organisasi),
derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah
kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan
sistem imbalan yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun

2
pengaruh negatif . Namun secara umum Konflik Hirarki (Sruktur) adalah konflik yang terjadi di
berbagai tingkatan organisasi.

Konflik dapat menyebabkan orang memperhatikan bidang-bidang problem pada sebuah


organisasi, dan hal tersebut dapat menyebabkan dicapainya tujuan orgnisatoris secara efektif.
Akan tetapi, apabila suatu organisasi dengan kaku menolak adanya perubahan, maka situasi
konflik yang terjadi, tidak akan reda. Tempramen interaksi akan meningkat dan setiap dan
konflik yang baru yang terjadi akan makin menghancurkan sub unit organisasi yang
bersangkutan.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin kaku struktur dan kultur organisasi yang
bersangkutan, maka makin tidak menguntungkan konflik yang terjadi. Lebih jauh lagi, dalam
sesuatu konflik, komunikasi antara subunit dapat menyusut sehingga dengan demikian masing-
masing sub unit tidak dapat membuat keputusan-keputusan yang sehat. Berkaitan dengan hal
itu, bagian terpenting dari sebuah organisasi adalah tim-tim yang bekerja sama di dalam
organisasi tersebut untuk mencapai tujuan yang disepakati.

Pembahasan tentang Kerjasama Tim (Teamwork)


Istilah tim merujuk kepada suatu kelompok yang
bekerja sama untuk mencapai suatu misi atau
tujuan tertentu. Tim memiliki bentuk, misi, dan
durasi yang beragam. Karolyn J. Snyder and
Robert H. Anderson (1986) mengidentifikasi dua
tipe team, yaitu tim permanen dan tim sementara.
Tim Permanen mengkhususkan dalam fungsi
tertentu yang dilakukan secara berkelanjutan.
Sedangkan, Tim Sementara merupakan team
yang diorganisasikan hanya untuk kepentingan dan
tujuan jangka pendek yang kemudian dapat
dibubarkan kembali, setelah pekerjaan selesai.
Biasanya bertugas menangani proyek yang bersifat
sementara.

Dengan mengutip pemikiran Cunningham &


Gresso, Oswald (1996) mengemukakan dua faktor
esensial dalam suatu team yang dapat semakin memantapkan budaya team (culture team), yaitu
bonding (ikatan) dan cohesiveness (kesatupaduan). Bonding akan memastikan bahwa anggota
team memiliki komitmen yang kuat, misalnya terhadap waktu, pengetahuan, keterampilan dan
energi untuk mencapai tujuan tim. Tim yang terikat akan lebih antusias, loyal kepada organisasi
dan tim itu sendiri. Para anggota dapat memulai proses pengikatan ini pada saat pertemuan
(rapat) pertama kali, mereka menentukan tujuan, peran, dan tanggung-jawab individu dan
kelompok. Cohesiveness (kesatupaduan) didefinsikan oleh Cunningham dan Gresso sebagai
rasa kebersamaan dalam kelompok yang ditandai oleh adanya rasa memiliki dan keterkaitan di
antara sesama anggota.

Langkah awal untuk membentuk sebuah tim yang baik adalah setiap anggota terlebih dahulu
harus memahami tujuan dan misi team secara jelas. Setiap anggota seharusnya mampu
menjawab pertanyaan Mengapa saya berada di sini, demikian dikemukakan oleh Margot
Helphand (1994). Berikutnya, menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing anggota.

3
Tim yang Baik
Yadi Haryadi mengetengahkan tentang ciri-ciri ketua dan anggota tim yang baik. Keutamaan
sebuah tim terletak pada dua aspek, yaitu ketua tim dan anggota tim. Ciri-ciri ketua tim yang
baik adalah sebagai berikut.

a. Bekerja sesuai konsensus.


b. Berbagi secara terbuka dan secara otentik
dalam hal perasaan, opini, pendapat,
pemikiran, dan persepsi seluruh anggota tim
terhadap masalah dan kondisi.
c. Memberi kesempatan anggota dalam proses
pengambilan keputusan
d. Memberi kepercayaan penuh dan dukungan
yang nyata terhadap anggota Tim
e. Mengakui masalah yang terjadi sebagai
tanggung jawabnya ketimbang menyalahkan
orang lain
f. Pada waktu mendengarkan pendapat orang
lain, berupaya untuk mendengar dan
menginterpretasikan pendapat orang dari
sudut pandang yang lain
g. Berupaya mempengaruhi anggota dengan
cara mengikutsertakan mereka dalam
berbagai isu.

Sedangkan ciri-ciri anggota team yang baik adalah sebagai berikut.

a. Memberi semangat pada anggota Tim yang lain untuk berkembang


b. Respek dan toleran terhadap pendapat berbeda dari orang lain
c. Mengakui dan bekerja melalui konflik secara terbuka
d. Mempertimbangkan dan menggunakan ide dan saran dari orang lain
e. Membuka diri terhadap masukan (feedback) atas perilaku dirinya
f. Mengerti dan bertekad memenuhi tujuan dari Tim
g. Tidak memposisikan diri dalam posisi menang atau kalah terhadap anggota Tim yang
lain dalam melakukan kegiatan
h. Memiliki kemampuan untuk mengerti apa yang terjadi dalam Tim.

Berikut ini juga berisi sumber-sumber yang dapat menolong individu dalam mengembangkan
kerja tim di kelompok.

 Kerja tim yang yang menggunakan keterampilan serta bakat berbeda yang dimiliki
dalam kelompok (perbedaan yang terbuka).
 Pendelegasian tugas secara efektif untuk memberi wewenang kepada anggota tim.
 Memproses tim, yaitu memahami bagaimana sebuah tim akan berjalan melalui tahap-
tahap perkembangan yang berbeda.
 Mempertahankan kerja tim yang bagus- petunjuk mengatasi konflik.
 Peran dalam tim- memahami bagaimana pribadi-pribadi yang berbeda bertingkah laku
dalam tim.
 Pelajaran dari sekumpulan Angsa dengan formasi V- pelajaran luar biasa tentang kerja
tim dari alam.

4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kegagalan Tim

Larry Lozette mengemukakan tentang


faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kegagalan tim, yaitu sebagai berikut.

(1) anggota tidak memahami tujuan dan


misi tim,
(2) anggota tidak memahami peran dan
tanggung jawab yang dipikulnya,
(3) anggota tidak memahami bagaimana
mengerjakan tugas atau bagaimana
bekerja sebagai bagian dari suatu tim,
dan
(4) anggota menolak peran dan tanggung
jawabnya.

Alasan Pentingnya tentang Kerjasama Tim

Terdapat beberapa alasan pentingnya penerapan konsep


team work di dalam organisasi diantaranya :
(1) dengan berusaha melibatkan setiap orang dalam proses
pengambilan keputusan, maka diharapkan setiap orang
akan dapat lebih bertanggung jawab dalam
mengimplementasikan setiap keputusan yang diambil,
(2) setiap orang dapat saling belajar tentang berbagai
pemikiran inovatif dari orang lain secara terus menerus,
(3) informasi dan tindakan akan lebih baik jika datang dari
sebuah kelompok dengan sumber dan keterampilan yang
beragam,
(4) memungkinkan terjadinya peningkatan karena setiap kesalahan yang terjadi akan dapat
diketahui dan dikoreksi, dan
(5) adanya keberanian mengambil resiko karena adanya kekuatan kolektif dari kelompok.

5
REFERENSI

Gibson, James L. et al. (1977). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani.
Jakarta: Binarupa Aksara.

Lubis, B. H., & Nashori, F. (2002). Dialektika psikologi dan pandangan Islam. Unri Press.

Mastembroek,. W. F. G. (1986). Penanganan Konflik, Dan Pertumbuhan Organisasi. PT: UI-


Pres: Jakarta.

Terry. G. R, Rue. L. W. (1991). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Winardi. J. (2001). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Yadi Haryadi (tt). Team Work. (Bahan Presentasi Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah)

M. Asrori. Collaborative Teamwork Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk


Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa Bekerja secara Kolaboratif dalam Tim.

Anda mungkin juga menyukai