Anda di halaman 1dari 28

Continue Medical Education

Can You Diagnose and Treat These Patients With Liver


Abnormalities?
Pembimbing :
dr. Rachmad Aji, Sp.PD

Disusun oleh :
Alifah Nurul Islam G4A020060
Dian Ayu Febrianti G4A020091

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2022
Kasus 1

• Jason, Pria kulit putih 49 th. 


Peningkatan enzim hati pada
pemeriksaan 1 tahun sebelumnya,
dan semakin meningkat.
• Kolesterol total: 225 mg/dL
(n=<200 mg/dL)  rencana diet.
• Keluhan lain seperti gatal pada
malam hari hingga sulit tidur, dan
badan terasa mudah lelah.
• USG dan magnetic resonance
cholangiopancreatography
(MRCP)  tidak ditemukan Pada pasien dengan ↑ ALP terus-menerus yang tidak ditemukan
adanya kelainan (obstruksi adanya kelainan pada pencitraan, pengujian AMA adalah
saluran empedu) langkah berikutnya yang paling tepat.
Tes biokimia hati biasanya dilakukan, termasuk sebagai bagian dari
pemeriksaan fisik, dan dapat menunjukkan kelainan bahkan pada individu
tanpa gejala. Memahami pentingnya hasil abnormal dan bagaimana
menindaklanjutinya sangat penting untuk memastikan perawatan yang
tepat, terutama karena penyakit hati sering berkembang secara diam-
diam dan pasien mungkin tidak memiliki tanda atau gejala penyakit
yang mendasarinya sampai mereka mengalami komplikasi yang
mengancam jiwa. Beberapa pedoman telah diterbitkan untuk membantu
memandu dokter dalam evaluasi kimia hati yang abnormal.
—Diagnostic Testing in Patients
With Elevated Liver Enzymes
Serum Liver Test
ALT, AST, ALP, γ-glutamyltransferase, bilirubin, and albumin levels

Aminotransferase Albumin
AST & ALT ↑  Signal ↓ Serum Albumin 
Liver injury gang. Fungsi hati

ALP GGT Bilirubin


ALP ↑  cholestatic ↑ GGT  confirm ↑ ALP Marker  liver injury
liver disease dari hati bukan dari and hepatocellular
*kombinasi GGT ↑ tulang function
Follow-Up Testing
• Kimia hati abnormal >>  USG untuk singkirkan
obstruksi sal. Empedu, lesi jinak atau ganas,
atau adanya kelainan empedu.
• Dilatasi bilier  ekstrahepatik
• Nondilatasi bilier  intrahepatic (ALP ↑)
• MRCP bisa cek ekstra/intrahepatic
• ≠ ekstrahepatik  cek AMA, ANA, antibody
otot polos (cari penyakit hati autoimun)
Kasus 1 (cont)
• Jason mengatakan bahwa dia tidak merokok, tidak pernah konsumsi
obat-obatan terlarang, dan hanya minum sedikit alkohol di acara-
acara khusus, yang jumlahnya tidak lebih dari 5 kali per tahun.
• Panel penyakit hati autoimun positif untuk AMA pada 1:625 (kisaran
normal, <1:20 titer) tetapi tidak untuk autoantibodi lainnya.
• Elastografi transien juga dilakukan, yang menunjukkan skor fibrosis F2.
• Biopsi hati  area fibrosis yang meluas sampai saluran portal.
• Saluran empedu meradang, tetapi tidak ada fibrosis konsentris di
sekitarnya.
• Ada interface hepatitis ringan, dan granuloma portal kecil tunggal.
Berdasarkan temuan yang ada,
Diagnosis Jason  PBC
Primary Biliary Cholangitis (PBC)
 Penyakit autoimun hati yang langka
• 19 – 42 kasus per juta orang
• Prevelansi meningkat tiap tahun
 Sebutan Primary Biliary Cirrhosis--
2015.
• Tidak semua pasien datang dengan
sirosis, atau hanya berkembang menjadi
sirosis jangka pendek.
• Stigma sirosis  alcohol
• Diskriminasi klaim asuransi
Primary Biliary Cholangitis (PBC)
Epidemiologi Gejala
 Dulu >> wanita paruh baya kulit putih  Gejala khas PBC  Pruritus (gatal),
 Sekarang  siapa saja, pria, non-kulit dan kelelahan.
putih, usia muda.  Keluhan lain:
 Pria  penyakit lebih progresif dan • Nyeri perut atau rasa tidak nyaman
hasil lebih buruk, karena jarang di perut
terdiagnosa dengan tepat. • Malaise
 ↑ GGT  curiga peny. Hati terkait • Anoreksia, dan penurunan berat
alcohol >> pada pria. badan
• Nyeri atau ketidaknyamanan sendi
• Mulut kering
• Mata kering
• Kekeringan pada vagina
• Dyspareunia
Primary Biliary Cholangitis (PBC)

Diagnosis Overlapping PBC dan AIH


● ANA (+) terkait dengan penyakit hati
● Diagnosis PBC dapat ditegakkan bila autoimun lainnya  AIH (Autoimun
pasien memenuhi 2 dari 3 kriteria Hepatitis)
berikut: ● Temuan khas biopsy AIH (interface
hepatitis, infiltrasi sel plasma)  ada
1. Bukti biokimia kolestasis (↑ ALP)
pada PBC
2. AMA (+) ● ALT ↑, interface hepatitis sedang-
3. Bukti histologis kolangitis destruktif berat, ↑ kadar ANA dan IgG (khas
nonsupuratif dan destruksi duktus AIH)
biliaris interlobularis
● Jika hanya ALP ↑ secara nyata  ≠
Overlapping
Treating PBC in the First Line

• Gold standart treatment  Ursodiol


(UDCA)
• Asam empedu sekunder alami yang diberikan
secara oral.
• Di AS  tablet 250 mg, 300 mg, dan 500 mg.
• Dosis orang dewasa : 13 - 15 mg/kg/hari.
Treating PBC in the First Line
Penting!! +++
● Ada obat-obatan yang umum ● Penggunaan UDCA telah terbukti
digunakan namun mengganggu manjur.
penyerapan UDCA. ● Dosis optimal, perbaikan dalam
 Antasida berbasis aluminium dan tes hati serum dan karakteristik
agen pengikat asam empedu histologis ditemukan.
(cholestyramine dan colestipol) ● Menunda perkembangan sirosis
 Mempengaruhi metabolisme lipid, dan mengurangi kebutuhan untuk
(estrogen, kontrasepsi oral, dan transplantasi hati.
clofibrate) ↑ sekresi kolesterol hati
 mendorong pembentukan batu
empedu.
Monitoring
• Jason harus menjalani tes
hati setiap 3 hingga 6
bulan untuk memastikan
tingkat ALP-nya cukup
menurun, yang penting
untuk meningkatkan hasil.
• Dia juga harus secara
teratur diskrining untuk
penyakit sistemik yang
umumnya terkait dengan
PBC, termasuk penyakit
tulang metabolik, penyakit
tiroid, hiperlipidemia, dan
defisiensi vitamin yang larut
dalam lemak.
Monitoring
Pemantauan berkelanjutan untuk komplikasi hati dan berbagai kondisi sistemik terkait

Metabolic Bone
Disease Hyperlipidemia
Resiko ↑  pemberian Penggunaan statin
vitamin D dan/atau (atorvastatin, simvastatin)
kalsium  resiko rendah

Hypothyroidism Vaccination
↑ Kelelahan. Diberikan sedini mungkin.
*anti hepatitis A dan B
diutamakan
CONCLUSIONS CASE 1
 Jason dengan baik menggunakan UDCA.
 Selama 6 bulan pengawasan, tingkat ALP-nya
normal menjadi 95 U/L, lanjut pemantauan 1
tahun.
 Skrining setelah diagnosis  tidak menunjukkan
adanya penyakit sistemik terkait.
 Jason memahami bahwa PBC adalah kondisi
seumur hidup yang memerlukan pemantauan
dan pengobatan berkelanjutan.
 Ia juga memahami bahwa ia akan memerlukan
pemeriksaan berkelanjutan untuk berbagai
penyakit sistemik yang terkait dengan PBC.
Kasus 2

• Francine, perempuan hispanik 37


th, dengan PBC dan diterapi UDCA
14 mg/kg per hari
• Toleransi tata laksana baik,
medikasi menurunkan ALP dari
685 U/L  160 U/L (6 bulan
kemudian)
• Pemeriksaan saat ini:
 ALP ↑
 Total bilirubin ↑
 Transient elastography: X
perburukan fibrosis (tetap F3)
 Gatal-gatal ringan, X kelelahan
Prognosis PBC

• Pada kasus: Risiko ↑ untuk


transpantasi hepar
 ALP ↑ (>1.67 x ULN)
 Total bilirubin ↑
 Sugestif perburukan penyakit
 Usia muda
 Hispanic
 FR penyakit yang lebih agresif
Kasus 2 (cont)
Pasien meminum UDCA seperti yang telah diresepkan

Tx: UDCA + OCA (Obeticholic Acid)


Hanya ↑ dosis UDCA tidak bermakna
OCA (Obeticholic Acid)
 Lini kedua PBC  + UDCA atau  Mekanisme: antagonis farnesoid X
monoterapi (pada pasien yang tidak receptor (↓ transport bile acid keluar
mentoleransi UDCA) hepatosit)
 Modified bile acid  POISE trial:
 Indikasi:  OCA vs Placebo (primary end-
 Sirosis hepar (-) point): ALP < 1.67xULN + reduksi
≥15% dari awal + normal bilirubin
 Sirosis kompensata & hipertensi
portal (-) pada bulan ke-12
 Kontra indikasi:  OCA jangka panjang (3 th) 
perbaikan atau stabilisasi fibrosis,
 Sirosis dekompensata ductal injury, dan morfologi kolagen
 Kejadian dekompensata  Sedang diteliti: Kemampuan u/
 Sirosis kompensata + hipertensi prolong transplant-free survival
portal (ascites, GOV, dan ↓ komplikasi dari hipertensi
trombositopenia persisten) portal
 Obstruksi bilier total
OCA (Obeticholic Acid)
• Real-world Italian Study
 42.9% mencapai end point POISE dlm 12 bulan
 29.5% pasien sirosis mencapai end point POISE
dlm 12 bulan  >> toleraritas ↓ & ↑ diskontinuitas tx
 ↓ ALT dalam 6 bulan: PBC overlap AIH > PBC
• Real-World Canadian Study
 18% mencapai end point POISE dlm 12 bulan
 43% tercapai dalam 19 bulan  4 pasien tidak
mengikuti liver testing pada bulan ke-11 – 13
 ↓ signifikan GGT, ALT, AST, Immunoglobulin M
• Real-world Spain and Portugal Study
 29.5% mencapai kriteria POISE
 ↓ skor GLOBE-PBC & UK-PBC signifikan dari awal
OCA (Obeticholic Acid)
 Dosis awal 5 mg/hari dalam 3 bulan  Tanda klinis dekompensasi hepar,
awal sirosis kompensata, tanda
 >3 bulan ↑ dosis max 10 mg/hari hipertensi portal
 Pada pasien dengan ↓ ALP atau  ESO signifikan pada hepar selama
total bilirubin yang tidak adekuat pengobatan
 Kontraindikasi  risiko  ESO:
dekompensasi hepar & liver failure   Pruritus >> (onset baru atau
liver transplant perburukan)  risiko berhenti
 Kerusakan sedang atau berat hepar pengobatan >
(Child-Pugh B atau C)  >10% lainnya
 Episode dekompensasi  Nasofaringitis
 Monitor:  Cephalgia
 Respon biokimia  Kelelahan
 Toleransi obat  Mual
 Progresi PBC  Diare
Kasus 2 (cont)
● Tx: + OCA 5mg/hari
Tatalaksana
 ditoleransi baik
 ALP ↓ hingga 190 U/L (N: 30-120
U/L) ● Tata laksana pruritus pada
 Bilirubin ↓ hingga 1 mg/dL (N: 0.3 pasien?
mg/dL – 1.2 mg/dL)
 + Cholestyramine
● Setelah 3 bulan, dosis OCA dinaikan
hingga 10 mg/hari
 Follow up:
• Pruritus memburuk  sulit tidur
• Enzim hepar dan total bilirubin
normal
Tatalaksana Pruritus
 Peningkatan dosis OCA hingga 10
mg/hari selama masih aman
 Tx pruritus (salah satu):
• Farmakologi (antihistamin atau  PBC: substansi pruritogenic
bile acid binding resin) dihasilkan di hepar  diekskresi di
• ↓ dosis hingga 5 mg pada hari empedu  akumulasi pada jaringan
tertentu pada 5 mg/hari akibat cholestasis
intoleran; atau 5 mg/hari pada  Tx Farmakologi: menghilangkan
10 mg/ hari intoleran substansi pruritogenic
• Interupsi temporer OCA ≥ 2
minggu  mulai kembali dengan
dosis yang diturunkan (dititrasi
sesuai toleransi dan respon
biokimiawi)
American Association for Study of Liver Diseases
(AASLD)
 Lini utama: Cholestyramine (bile acid-binding agent)
• ESO: konstipasi, dyspepsia, kembung, (insuffisiensi
renal) hiperkloremik metabolic asidosis
• Mempengaruhi efikasi OCA  dikonsumsi ≥ 4 jam
post OCA
• Dosis: 4 – 16 g per hari
 Lini ke-2: Rifampicin (enzyme inducers  inhibisi
uptake bile acids oleh hepatosit)
• Kadang menjadi lini utama (tidak menginterfensi
OCA)
• Risiko rendah toksisitas hepar ketika durasinya
singkat
• Monitor darah lengkap, fungsi hepar
• X bersamaan dengan Serotonin Reuptake Inhibitor
• Lini ke-3: Opioid antagonis (naltrexone)  pruritus dimediasi oleh reseptor
opioid
• ESO: withdrawal reaction (takikardi, hipertensi, nyeri perut, goose bumps,
mimpi buruk, dan depersonalisasi); chronic pain syndrome (jangka
panjang)
• Severe pruritus  risiko ↑ withdrawal reaction
• Administrasi: PO atau IV
• PO: ¼ tablet (1 tab 50 mg) & ditingkatkan ¼ tiap 3-7 hari hingga mencapai
50 mg
• Lini ke-4: selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
• Sertraline 75 mg/dL – 100 mg/dL
• Paroxetine
• Hipotesa: jalur seretogenik mempengaruhi persepsi gatal

o Clinical Trial: seladelpar, elafibranor, bezafibrate


o Penelitian mekanisme aksi baru: Inhibisi reabsopsi ileal bile salt
Kasus 2 (cont)

• Pasien memulai Cholestyramine 4 g/hari 


ditoleransi baik, masih ada pruritus residual 
dosis ↑ 4 g 2 x sehari
• Dosis Cholestyramine 4g 2 x sehari  dapat
melanjutkan OCA 10 mg/hari
THANKS!
Do you have any
questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai