Anda di halaman 1dari 10

GIZ334 PERCOBAAN MAKANAN

SEMESTER GENAP T.A. 2021/2022

PRAKTIKUM KE-1

PEMBENTUKAN TIM & PENENTUAN LATAR BELAKANG


PERMASALAHAN

Kelompok/Paralel: 5/P3

No. Nama NIM Kontribusi dalam praktikum Tanda


dan pembuatan laporan tangan
1 Nishfa Oktavia I14190071 Pendahuluan, metodologi 3.2,
Syabani hasil dan pembahasan 4.2,
kesimpulan
2 Maulidhani Sekar I14190072 Pendahuluan, metodologi 3.2,
Maharani hasil dan pembahasan 4.2
3 Elsa Shafira I14190079 Pendahuluan, metodologi 3.1,
hasil dan pembahasan 4.1
4 Sarah Ayu Aqila I14190080 Tujuan, metodologi 3.2, hasil
dan pembahasan 4.2, editor
Asisten Praktikum: 1) Egi Barnas Arifin (I14180067)
2) Nadya Fitriasih Nabiu (I1501202012)

2022
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
IPB UNIVERSITY
I PENDAHULUAN

Produk merupakan sebuah kunci dalam proses perekonomian, dimulai dari


perencanaan bauwan, meneruskan penawaran, hingga memberikan nilai bagi
pelanggan, tidak terkecuali pada bidang pangan. Pengembangan produk (product
development) makanan adalah sebuah strategi penjualan yang berkaitan erat
dengan proses produksi, baik membuat produk baru atau memformulasi produk
lama menjadi produk baru (brand new) sehingga memberikan kepuasan pada
pelanggan (Jasmani 2018). Pengembangan produk makanan sangat umum
dilakukan pada pangan fungsional karena memberikan manfaat bagi kesehatan
(Widyaningsih 2017). Proses pengembangan produk makanan baru meliputi
pengembangan ide produk yang orisinil dari hasil analisis presepsi dan peluang
pasar atau permasalahan yang ada, kemudian melakukan tahap perencanaan
(design) agar produk makanan dapat diproduksi dengan baik dan sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, selanjutnya melakukan pemasaran yang akan menjembatani
produksi kepada pelanggan (Rini 2013).
Pengembangan produk makanan baru dapat dilatarbelakangi oleh adanya
faktor eksternal untuk menghadapi persaingan pasar, tren kekinian yang terus
berkembang, dan perubahan selera konsumen. Hal tersebut mendorong
munculnya inovasi-inovasi terhadap pengembangan produk makanan baru agar
lebih diterima oleh konsumen (Kojo et al. 2019). Sebagai contoh, dari dahulu kita
sudah mengetahui adanya produk waffle dan croissant, tetapi sekarang
dikembangkan dan dipopulerkan menjadi produk croffle yang merupakan
gabungan dari kedua produk tersebut serta banyak diminati oleh konsumen.
Dalam konteks gizi, pengembangan suatu produk makanan baru biasanya
berlatar belakang atas masalah gizi yang terdapat pada suatu wilayah atau negara.
Pengembangan produk makanan kali ini difokuskan berdasarkan latar belakang
permasalahan gizi di Indonesia. Permasalahan gizi yang dimaksud merupakan
permasalahan gizi buruk ataupun gizi lebih. Berdasarkan laporan penelitian
SMERU mengenai tinjauan strategis ketahanan pangan dan gizi di Indonesia
tahun 20192020, Indonesia menghadapi tiga beban malnutrisi, yaitu gizi kurang
yang berdampingan dengan kelebihan gizi (overnutrition) dan defisiensi
mikronutrien. Masalah gizi tidak juga terlepas dari pola konsumsi dan gaya hidup
masyarakat baik di perkotaan atau di pedesaan. Masalah gizi tidak dapat
ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan medis saja namun
cenderung dipengaruhi oleh perilaku konsumsi dan gaya hidup masyarakat
(Suryani et al. 2020). Perilaku konsumsi modern seperti pemilihan makanan siap
saji yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang sehingga dapat
menyebabkan gizi kurang ataupun gizi berlebih. Oleh karena itu, perlu adanya
peningkatan mutu konsumsi pangan dengan mengembangkan produk makanan
baru yang mempertimbangkan aspek gizi dan kesehatan sebagai salah satu
alternatif pemecahan masalah pangan dan gizi di Indonesia.
II TUJUAN

Praktikum ini bertujuan menentukan latar belakang permasalahan gizi dan


pangan yang ada di masyarakat Indonesia yang akan digunakan sebagai dasar
untuk pengembangan produk makanan baru.

III METODOLOGI

3.1 Pembentukan Tim Pengembangan Produk Makanan Baru


Pengembangan produk makanan baru tidak dapat dilakukan hanya dengan
satu individu, untuk itu membutuhkan tim. Tim atau organisasi dalam
pengembangan produk merupakan aspek penting dalam keberhasilan
pengembangan produk (Waluyo et al. 2021). Pembentukan tim dilakukan melalui
musyawarah pada Senin, 24 Januari 2022 dengan latar belakang yang sama, yaitu
mahasiswi Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB
University. Tim ini terdiri atas empat individu, yaitu Nishfa Oktavia Syabani,
Maulidhani Sekar Maharani, Elsa Shafira dan Sarah Ayu Aqila. Setiap anggota
dari tim ini memiliki tanggung jawab masing-masing berdasarkan dengan
musyawarah yang telah dilakukan. Berikut merupakan peran dan tanggung jawab
masing-masing anggota.
1. Ketua tim : Nishfa Oktavia Syabani
2. Penanggung jawab pengembangan produk dan uji prototype : Sarah
Ayu Aqila
3. Penanggung jawab desain kemasan, label dan informasi : Elsa Shafira
4. Penanggung jawab ide dan konsep produk : Maulidhani Sekar
Maharani

3.2 Penentuan Latar Belakang


Terdapat 3 (tiga) permasalahan gizi di Indonesia yang diangkat, yaitu
anemia, diabetes mellitus, dan osteoporosis. Anemia adalah suatu masalah
kesehatan yang sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Anemia
dapat terjadi pada semua kelompok umur dari balita hingga usia lanjut (Kemenkes
2018). Menurut Riskesdas (2013), prevalensi anemia mencapai 22,7% pada
perempuan usia ≥ 15 tahun, sedangkan prevalensi anemia pada ibu hamil
mencapai 37,1%. Sementara itu, hasil Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi
anemia pada ibu hamil meningkat menjadi 48,9%.
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit ganguan pada endokrin
yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin
mengalami kekurangan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO 2015), negara Indonesia menduduki posisi keempat
dengan penderita DM terbanyak setelah negara India, China dan Amerika Serikat,
dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa. WHO juga memperkirakan bahwa
angka tersebut akan terus meningkat dan mencapai 21,3 juta jiwa pada 2030
(Imelda 2019).
Prevalensi osteoporosis di Indonesia untuk wanita umur kurang dari 70
tahun sebanyak 1836%, sedangkan pada laki-laki sebanyak 2027%. Satu dari
tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau
keretakan tulang (Rachman 2010 dalam Amelia 2018). Berdasarkan catatan
osteoporosis National Osteoporosis Foundation sebesar 80% ditemukan pada
wanita. Hal ini disebabkan pria memiliki massa tulang yang lebih padat dan
proses demineralisasi yang lebih lambat daripada wanita. Ketidakseimbangan
reabsorpsi dan formasi tulang disebabkan oleh menopause pada wanita (Limbong
dan Fariani 2015). Faktor risiko osteoporosis di antaranya jika seseorang memiliki
IMT di bawah atau sama dengan 19, penderita gangguan makanan seperti
anoreksia dan bulimia, gaya hidup seperti merokok, mengonsumsi minuman
beralkohol dan bersoda secara berlebihan, penyakit malabsorpsi yaitu ketika usus
tidak mampu dalam menyerap nutrisi dari makanan seperti penyakit Celiac dan
Crohn.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembentukan Tim Pengembangan Produk Makanan Baru


Pengembangan produk makanan baru dilakukan secara tim atau organisasi
dimana sumber daya manusia menjadi aset penting yang menjamin produk
mampu bersaing dan berkembang. Tim memiliki definisi sebuah kumpulan
individu yang memiliki peran masing-masing dan saling berhubung satu sama lain
yang memiliki tujuan yang sama dan ingin dicapai. Pengembangan produk
makanan baru membutuhkan tahap mengumpulkan informasi yang akan lebih
mudah apabila dilakukan dengan tim (Lasmi et al. 2022). Pertimbangan lain
pengembangan produk makanan baru dilakukan secara tim adalah semakin
banyak SDM yang mumpuni, maka semakin banyak juga ide yang dihasilkan
(Waluyo et al. 2021). Kerjasama tim yang efektif dan menghasilkan kinerja yang
baik akan sejalan dengan tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang
dapat diterima oleh pelanggan (Lawasi dan Triatmanto 2017).
Setiap anggota memiliki peran yang penting dalam pengembangan produk
makanan baru. Tim yang terdiri atas 4 individu memiliki tanggung jawab masing-
masing yang terdiri atas ketua, sekertaris dan bendahara, penanggung jawab
pengembangan produk dan uji prototype, desain kemasan label dan informasi gizi,
serta ide dan konsep produk. Pembagian tanggung jawab tersebut dilakukan
secara musyawarah. Berikut disajikan carta organisasi tim pengembangan produk
makanan baru.

KETUA
Nishfa Oktavia Syabani

Sekretaris & Bendahara


Elsa Shafira

PJ Pengembangan & PJ Ide & Konsep Produk PJ Desain Kemasan


Prototype Maulidhani Sekar Putri & Label ING
Sarah Ayu Aqila Elsa Shafira
Gambar 4.1 Carta organisasi tim pengembangan produk makanan
Gambar 4.1 menyajikan carta organisasi yang telah dilakukan melalui
musyawarah. Setiap individu memiliki tupoksi yang berbeda, namun saling
melangkapi satu sama lain. Secara umum, keempat individu tersebut memiliki
tugas berupa discover, design, dan deploy. Discover memiliki tugas untuk
mengetahui permasalahan dan kebutuhan pelanggan yang kemudian diberikan
solusinya melalui pengembangan produk makanan baru, design bertugas dalam
menerjemahkan ide sehingga pelanggan mengetahuinya, dan deploy bertugas
dalam spesifikasi teknis pelaksanaan pengembangan produk (Waluyo et al. 2021).
Berikut merupakan rincian tugas dan tanggung jawab.
Tabel 4.1 Pembagian tugas dan tanggung jawab tim pengembangan produk
makanan
Nama Tanggung Jawab Tugas
Nishfa Oktavia Syabani Ketua Mengoordinasi dan
monitoring
pengembangan produk,
membuat dan mengambil
keputusan atau kebijakan
ketika sedang berdiskusi,
bersama sekertaris dan
bendahara merumuskan
administrasi dan
keuangan tim, serta
eksekutor.
Elsa Shafira Sekretaris dan Sekretaris bertugas dalam
Bendahara mengatur agenda,
PJ Desain Kemasan & mengurus dan menata
Label Informasi Nilai dokumen atau menjadi
Gizi notulis ketika sedang
berdiskusi.
Bendahara bertugas
dalam menyusun rencana
anggaran dan mengelola
keuangan tim.
PJ desain kemasan dan
label informasi nilai gizi
bertanggung jawab dalam
mendesain kemasan serta
label pangan produk
makanan baru, eksekutor.
Sarah Ayu Aqila PJ Pengembangan & Bertanggung jawab
Prototype dalam mengembangkan
produk serta pemasaran,
menganalisis
permasalahan dari
pelanggan, serta
manajemen risiko dari

Tabel 4.1 Pembagian tugas dan tanggung jawab tim pengembangan produk
makanan (lanjutan)
Nama Tanggung Jawab Tugas
Sarah Ayu Aqila PJ Pengembangan & pengembangan produk,
Prototype eksekutor.
Maulidhani Sekar Putri PJ Ide & Konsep Produk Mencari produk yang
dapat dijadikan solusi
atas permasalahan
pelanggan, mencari
manfaat dan kelebihan
dari produk makanan,
merancang formula
produk, serta eksekutor.
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa tim terbagi atas ketua, sekertaris
dan bendahara (sekben), penanggung jawab desain kemasan dan label informasi
nilai gizi, pengembangan dan prototype, serta ide dan konsep produk. Setiap tugas
memberikan kontribusi penting dalam keberhasilan pengembangan produk
makanan baru. Ketua memiliki peran sebagai kepala dari tim pengembangan
produk makanan baru dan mempunyai tanggung jawab dalam menjalankan
operasional pengembangan produk. Sekertaris dan bendahara bekerja sama dalam
merancang administrasi guna mengefisienkan pengembangan produk makanan
baru dan bertanggung jawab kepada ketua (Wilianto 2020). Tujuan dari produk
makanan baru akan tersampaikan kepada pelanggan apabila desain yang disajikan
mudah dipahami atau memiliki bahasa yang digunakan sehari-hari. Desain
kemasan serta label informasi nilai gizi sangat penting, khususnya produk
makanan baru dan harus sesuai dengan peraturan dan pelabelan kemasan pangan
yang berlaku.
Penanggung jawab pengembangan produk dan prototype sangat penting
guna mengefisienkan kinerja tim dan menghemat waktu dalam pengembangan
produk, juga memberikan skema kebutuhan pelanggan dan manajemen risiko dari
suatu pengembangan produk (Purnomo 2017). Ide dan konsep produk sangat
diperlukan dalam pengembangan produk makanan baru agar dapat memberikan
solusi permasalahan dan kepuasan pelanggan. Ide dan konsep produk yang baik
disertai dengan eksekusi yang baik dapat menghasilkan produk makanan baru
yang dapat diterima pelanggan. Pengembangan ide dan konsep umumnya
didapatkan melalui diskusi tim yang selanjutnya dilakukan perancangan tingkat
sistem, perancangan rinci, pengujian dan perbaikan, serta peluncuran produk
(Mardiana dan Puspitasari 2018).

4.2 Penentuan Latar Belakang Permasalahan Gizi dan Pangan di Indonesia


Anemia juga merupakan suatu kondisi kadar hemoglobin dalam darah
kurang dari kadar normal. Hemoglobin tersebut merupakan salah satu komponen
pada sel darah merah yang berupa protein dan mengandung zat besi (Fitriany dan
Saputri 2018). Seseorang yang mengalami defisiensi zat besi dapat memengaruhi
proses sintesis hemoglobin karena besi termasuk bagian dari molekul hemoglobin.
Apabila kadar zat besi berkurang, maka proses sintesis hemoglobin akan
berkurang dan menyebabkan turunnya kadar hemoglobin (Nurbadriyah 2019).
Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel di
dalam tubuh. Tubuh memerlukan oksigen untuk tetap menjalankan fungsinya.
Apabila jaringan tubuh, terutama jaringan otak dan otot mengalami kekurangan
oksigen, maka akan terjadi penurunan konsentrasi dan kebugaran tubuh
(Kemenkes 2018).
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin
yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin
mengalami kekurangan. Diabetes Melitus (DM) ditandai dengan kadar glukosa
darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau
lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126
mg/dl (Hestiana 2017). Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia.
Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan
suatu negara (Imelda 2019).
WHO (2015) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang
menempati peringkat keempat dengan penderita DM terbanyak di dunia setelah
India, China dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa.
WHO juga memperkirakan angka tersebut akan terus meningkat dan mencapai
angka 21,3 juta jiwa pada 2030. Peningkatan penderita DM dapat terjadi seiring
dengan bertambahnya usia, khususnya pada usia lebih dari 4560 tahun, karena
pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses
penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel pankreas dalam
memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat
penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya
resistensi terhadap insulin (Imelda 2019).
Osteoporosis merupakan suatu penyakit tulang sistematik yang ditandai
oleh menurunnya kekuatan tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah
patah (International Osteoporosis Foundation (IOF) 2020). Osteoporosis ditandai
dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur
jaringan tulang yang mengakibatkan kekuatan tulang yang menurun dan
kerapuhan tulang yang semakin tinggi sehingga tulang mudah patah (Syafra et al.
2020). Tulang normal mengandung dan membutuhkan zat gizi seperti protein,
kolagen, dan kalsium. Apabila tulang kekurangan zat gizi tersebut maka akan
mengalami keropos sehingga rentan mengalami fraktur (Limbong dan Syahrul
2015). Berdasarkan World Health Organization (WHO), kriteria mengenai tingkat
keparahan keropos tulang dinilai berdasarkan T-score. T-score didapatkan saat
pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density). Apabila T-score -2,5 maka
digolongkan osteoporosis, dibawah -1,0 dinamakan osteopenia atau massa tulang
rendah dan antara -1 sampai +1 tergolong normal (WHO 2004).
Prevalensi osteoporosis di Indonesia pada perempuan usia 5070 tahun
dan usia >70 tahun berturut-turut 23% dan 53% (IOF 2013). Prevalensi
osteoporosis di Indonesia untuk wanita umur kurang dari 70 tahun sebanyak
1836%, sedangkan pada laki-laki sebanyak 2027%. Satu dari tiga perempuan
dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang
(Rachman 2010 dalam Amelia 2018). Berdasarkan catatan osteoporosis National
Osteoporosis Foundation sebesar 80% ditemukan pada wanita. Hal ini disebabkan
pria memiliki massa tulang yang lebih padat dan proses demineralisasi yang lebih
lambat daripada wanita. Ketidakseimbangan reabsorpsi dan formasi tulang
disebabkan oleh menopause pada wanita (Limbong dan Fariani 2015). Faktor
risiko osteoporosis diantaranya jika seseorang memiliki IMT di bawah atau sama
dengan 19, penderita gangguan makanan seperti anoreksia dan bulimia, gaya
hidup seperti merokok, mengonsumsi minuman beralkohol dan bersoda secara
berlebihan, penyakit malabsorpsi yaitu ketika usus tidak mampu dalam menyerap
nutrisi dari makanan seperti penyakit Celiac dan Crohn.
Berdasarkan ketiga permasalahan tersebut, kami sepakat untuk fokus pada
permasalahan anemia. Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi
anemia di dunia berkisar 4088%. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi
anemia pada remaja sebesar 34% yang berarti 34 dari 10 remaja menderita
anemia. Wanita terutama remaja putri lebih rentan terhadap anemia dan karena
remaja putri merupakan calon ibu maka saat tidak mencukupi kebutuhan Fe di
masa remaja, ini akan berdampak ke masa dan generasi selanjutnya.
Penanggulangan anemia pada remaja putri diantara melalui pemberian tablet
tambah darah (TTD) yang diberikan selama 1 bulan, setiap 1 tablet dikonsumsi
selama 1 minggu. Kepatuhan mengonsumsi tablet tambah darah memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia (Putri et al. 2017). Namun,
berdasarkan angka 80,9% remaja putri yang mendapatkan TTD, konsumsi remaja
putri ≥ 52 butir hanya 1,4%, sedangkan ≤ 52 butir sebesar 98,6% yang berarti
kepatuhan konsumsi TTD diantara remaja putri masih tergolong rendah (Amir dan
Djokosujono 2019). Oleh karena itu, kami memilih untuk fokus pada
permasalahan anemia dan berusaha untuk mengambangkan produk makanan
sebagai alternatif tablet tambah darah yang meningkatkan konsumsi zat besi.
Produk pangan yang kami rencanakan diberikan untuk remaja putri
berusia 1024 tahun (BKKBN). Produk pangan ini bertujuan untuk meningkatkan
konsumsi Fe pada remaja putri berusia 10-24 tahun dan menjadi alternatif pangan
dari tablet tambah darah (TTD) atau suplementasi dalam bentuk makanan/produk
yang mudah diterima oleh remaja dalam mengatasi permasalahan anemia.
Pemilihan target konsumen remaja putri didasarkan pada kecenderungan perilaku
konsumsi remaja. Kebiasaan konsumsi makan remaja cenderung dipengaruhi oleh
teman sebaya, dan orang-orang terdekat dan lingkungan serta mudah mengikuti
alur zaman seperti mode dan tren yang sedang berkembang di masyarakat.
Pengaruh tren ini membuat remaja mempunyai ragam makanan apa yang
dikonsumsi (Suhada dan Asthiningsih 2019). Oleh karena itu, pengembangan
produk pada remaja putri berusia 1024 tahun merupakan pilihan yang tepat
untuk memperbaiki permasalahan anemia dan rentang umur tersebut sesuai
dengan target pemasaran produk kami yang masih tergolong kekinian atau
mengikuti zaman.

V KESIMPULAN
Latar belakang permasalahan gizi dan pangan yang ada di masyarakat
Indonesia yang akan dibahas lebih lanjut oleh kelompok kami yaitu terkait
masalah anemia dengan sasaran remaja usia 10– 24 tahun yang akan menjadi
landasan dalam pengembangan produk makanan baru kelompok kami.

VI DAFTAR PUSTAKA

Amelia W. 2018. Hubungan pengetahuan dan konsumsi susu pada wanita


pralansia dengan upaya pencegahan osteoporosis di Baturaja tahun 2018.
Jurnal ‘Aisyiyah Medika. 2.
Amir N, Djokosujono K. 2019. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi
tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri di Indonesia: literature review.
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 15(2): 119 – 129.
Arif S, Isdijoso W, Fatah AR, Tamyis AR .2020. Tinjauan strategis ketahanan
pangan dan gizi di Indonesia. Jakarta: SMERU Research Instituate.
Hestiana DW. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam
pengelolaan diet pada pasien rawat jalan diabetes mellitus tipe 2 di Kota
Semarang. JHE (Journal of Health Education). 2(2): 137 – 145.
Imelda SI. 2019. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes melitus di
Puskesmas Harapan Raya tahun 2018. Scientia Journal. 8(1): 28 – 39.
Jasmani. 2018. Pengaruh promosi dan pengembangan produk terhadap
peningkatan hasil penjualan. Jurnal Semarak. 1(3): 142 – 157.
Kemenkes RI. 2018. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan
RI.
Lasmi A, Bayhaqi H, Suhairi. 2022. Membangun Kerjasama tim yang efektif
dalam organisasi. Da’watuna: Journal of Communication and Islamic
Broadcasting 2. 2(1): 35 – 45.
Lawasi ES, Triatmanto B. 2017. Pengaruh komunikasi motivasi dan Kerjasama
tim terhadap peningkatan kinerja karyawan. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan. 4(1): 981 – 991.
Limbong EA, Syahrul F. 2015. Rasio resiko osteoporosis menurut indeks masa
tubuh, paritas, dan konsumsi kafein. Jurnal Berkala Epidemiologi. 3(2):194
– 204.
Mardiana C, Puspitasari R. 2018. Pengembangan desain produk unggulan IKM di
Kabupaten Malang Jawa Timur yang berdaya saing tinggi. Jurnal Terob 1.
4(3): 261 – 275.
Purnomo D. 2017. Model prototyping pada pengembangan system informasi.
Jurnal Informatika Merdeka Pasuruan. 2(2): 54 – 61.
Putri RD, Simanjuntak BY, Kusdalinah. 2017. Pengetahuan gizi, pola makan, dan
kepatuhan konsumsi tablet tambah darah dengan kejadian anemia remaja
putri. Jurnal Kesehatan. 8(3): 404 – 409.
Rachman I. 2010. Penyakit Osteoporosis.
Rini ES. 2013. Peran pengembangan produk dalam meningkatkan penjualan.
Jurnal Ekonom. 16(1): 30 – 39.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Hasil Utama Riskesdas 2013. Jakarta
(ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
____________________________. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta
(ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Suhada R, Asthiningsih NWW. 2019. Hubungan teman sebaya dengan kebiasaan
konsumsi makanan cepat saji (fast food) pada siswa-siswi kelas XI di SMA
Negeri Samarinda. Borneo Student Research. 1(1): 38 – 45.
Suryani IS, Sulastri M, Hasrinurhidayat. 2020. Hubungan konsumsi junk food
dengan status gizi pada remaja di sekolah menengah pertama “S”. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan. 4(1): 79 – 84.
Syafira I, Razia BS, Tri NU. 2020. Analisis faktor yang memengaruhi
osteoporosis pada ibu menopause di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat.
Jurnal Jumantik. 5(1): 65 – 77.
Waluyo E, Perdana AQ, Yahya, Ma’rifat TN, Andriani RD, Sabarisman I. 2021.
Inovasi dan Pengembangan Produk Pangan. Malang (ID): UB Press.
[WHO] World Health Organization. 2004. WHO scientific group on the
assessment of osteoporosis at primary health. 5 – 7. World Health
Organization.
_______________________________. 2015. The Global Prevalance of Anemia
in 2011. Geneva: World Health Organization.
Widyaningsih TD, Wijayanti N, Nugrahini NIP. 2017. Pangan Fungsional.
Malang (ID): Universitas Brawijaya Media.
Wilianto 2020. Implementasi strategi pemasaran melalui sosial media dan review
produk pada marketplace shopee pada perusahaan mini grosir mall. Journal
UIB. 1(1): 287 – 297.

Anda mungkin juga menyukai