Anda di halaman 1dari 11

GIZ334 PERCOBAAN MAKANAN

SEMESTER GENAP T.A. 2021/2022

PRAKTIKUM KE-1
PEMBENTUKAN TIM DAN PENENTUAN LATAR
BELAKANG PERMASALAHAN

Kelompok/Paralel: 4/P3

Kontribusi
No. Nama NIM Tanda tangan
Laporan
1. Anny Nila I14190049 Kesimpulan, hasil
Syauqiyyah dan pembahasan
subbab 2, dan editor.
2. Afi Aninnas I14190050 Metodologi dan hasil
dan pembahasan
subbab 2.
3. Farras I14190054 Pendahuluan, hasil
Nabilah dan pembahasan
subbab 2.
4. Dzulfa I14190065 Hasil dan
Lathifah pembahasan subbab
Salsabila 1 dan 2.

Asisten Praktikum: 1) Egi Barnas Arifin (I14180067)


2) Nadya Fitriasih Nabiu (I1501202012)

2022
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
IPB UNIVERSITY
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan produk merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari
analisis persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahap produksi
penjualan dan pengiriman produk ke konsumen. Pengembangan produk makanan
baru artinya serangkaian kegiatan yang dimulai dari identifikasi peluang pasar
terkait bahan makanan yang belum pernah dibuat atau dikombinasikan
sebelumnya sebagai suatu inovasi produk yang memiliki nilai. Inovasi merupakan
sebuah pengenalan atau kombinasi baru dari cara yang ada atau kombinasi
keduanya dalam mengubah input menjadi output dengan teknolofi untuk
menghasilkan perubahan besar. Inovasi yang dianggap berhasil adalah yang
mampu memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang dihadapi konsumen
serta menciptakan nilai (Irawan 2018).
Pengembangan produk makanan baru biasanya dilatarbelakangi oleh tingkat
kebutuhan konsumen. Inovasi yang ada karena kebutuhan konsumen yang
meningkat dan beragam menyebabkan adanya pengembangan produk ini. Inovasi
biasanya datang dari divisi yang bertugas dalam pengembangan produk dalam
suatu organisasi atau perusahaan yang disebut tim RnD (Research and
Development). Tugas dari tim ini yaitu memastikan tujuan mampu dicapai oleh
perusahaan melalui pekerjaan fungsional yang berjangka panjang dan bersifat
proyek pada jangka waktu tertentu. Contohnya pada perusahaan Unilever
Indonesia memiliki tugas berupa Discover (mengetahui kebutuhan pelanggan),
Design (perwujudan ide ke produk), dan Deploy (pemasaran) oleh tim RnDnya.
Namun, kebutuhan konsumen seringkali terjadi perubahan akibat faktor berikut,
yaitu status kesehatan dan gizi, perubahan kondisi geografis, adanya bencana alam
dan sosial, kondisi ekonomi, serta taraf pendidikan dan pengetahuan (Waluyo et
al. 2021).
Pengembangan suatu produk makanan baru akibat kesehatan dan gizi
dipengaruhi oleh kondisi kebutuhan konsumen yang berubah sesuai dengan
permasalahan yang sedang dihadapinya. Kondisi ini lebih sering didasari dari
seorang ibu. Oleh karena itu, peran ibu sangat penting dan dibutuhkan dalam
pencegahan masalah-masalah terkait gizi kedepannya. Permasalahan gizi dapat
dialami sejak anak dalam kandungan hingga tumbuh dewasa, dipengaruhi oleh
asupan zat gizi yang kurang hingga berlebihan, contohnya yaitu berat bayi lahir
rendah, stunting, obesitas, hingga kematian akibat pemberian ASI dan
pendampingnya yang tidak memadai (Marlina et al. 2018)

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah membentuk tim dan merumuskan
pembagian tugas antaranggota tim pengembangan produk makanan baru.
Kemudian, tim akan mementukan latar belakang permasalahan gizi dan pangan
yang ada di masyarakat Indonesia yang akan digunakan sebagai dasar untuk
pengembangan produk makanan baru. Permasalahan-permasalahan yang ditemui
perlu untuk didiskusikan bersama dalam tim dan dijabarkan dengan detil sebagai
landasan bagi langkah selanjutnya.
II METODOLOGI

2.1 Pembentukan tim


Tim pengembangan produk perlu dibentuk supaya dapat membangun kerja
sama dalam menghasilkan produk yang diinginkan. Tim yang dibentuk harus
menyesuaikan potensi dan minat setiap anggotanya. Hal ini dilakukan agar
tercipta lingkungan yang kondusif dan nyaman sehingga setiap anggota dapat
memaksimalkan kemampuannya. Lingkungan yang kondusif juga dapat
membangkitkan suasana yang produktif untuk pengembangan ide agar berhasil
membuat suatu produk makanan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tim
yang baik umumnya memiliki beberapa kriteria, diantaranya saling mempercayai
dan saling mendukung antaranggota, selalu menjaga komunikasi antar anggota,
saling menghargai perbedaan antar anggota, memiliki tujuan bersama yang jelas,
dan siap untuk berdiskusi memecahkan masalah bersama. Selain itu, kunci
keberhasilan dalam tim adalah menjalankan tugas dengan bertanggung jawab.
Pembagian jabatan dalam tim dilakukan melalui proses musyawarah yang
kemudian hasilnya disepakati oleh seluruh anggota kelompok. Jabatan yang
dibentuk dalam tim terdiri dari CEO (Chief Executive Officer), COO (Chief
Operating Officer), CMO (Chief Marketing Officer), dan CFO (Chief Financial
Officer). Jabatan-jabatan tersebut mempunyai tugas dan kewenangan yang
berbeda selama proses pengembangan produk makanan baru. Berikut merupakan
carta organisasi yang telah dibentuk.

CEO

COO CMO CFO

Gambar 1 Carta organisasi

2.2 Penentuan latar belakang permasalahan pangan dan gizi di Indonesia


Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu masalah gizi di
Indonesia. Berdasarkan hasil kajian terhadap upaya pencegahan dan pengendalian
BBLR, prevalensi BBLR di Indonesia yaitu sebesar 5%-11%. BBLR merupakan
kondisi ketika bayi lahir dengan berat badan badan kurang dari 2500 gram. World
Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa sebanyak 60 hingga 80% dari
Angka Kematian Bayi (AKB) yang terjadi, disebabkan oleh BBLR (WHO 2018).
Kondisi BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan
mortalitas daripada bayi yang lahir dengan berat badan normal (Novitasari et al.
2020).
Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang ada di Indonesia,
khususnya di kalangan remaja. Obesitas dapat diartikan sebagai kondisi kelebihan
berat badan akibat tertimbunnya lemak (Telisa et al. 2020). Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi obesitas pada remaja usia 16-18 tahun
sebanyak 1,6%, meningkat menjadi 4% pada tahun 2018 (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 2018). Kejadian obesitas pada remaja merupakan
masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa (Mokolensang et
al. 2016). Peningkatan prevalensi obesitas pada remaja disertai dengan terjadinya
pergeseran pola makan yang komposisinya mengandung tinggi lemak, kolesterol,
tetapi rendah serat seperti konsumsi fast food dan soft drink (Telisa et al. 2020).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia menyatakan bahwa penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun
mengonsumsi serat hanya sebanyak 10,5 gram per hari, jauh lebih rendah dari
kecukupan sebesar 25-30 gram perhari (Jahari 2000).
Permasalahan gizi lainnya di Indonesia adalah rendahnya pemberian ASI
eksklusif bagi bayi. Cakupan ASI eksklusif di negara Indonesia yaitu sebesar
35,73% dan belum memenuhi target WHO, yaitu sebesar 50% (Prasetyono 2009).
ASI merupakan salah satu kebutuhan bayi yang harus dipenuhi oleh ibu selama
bayi baru lahir hingga setidaknya bayi berusia enam bulan (Nasution et al. 2016).
ASI memiliki peranan penting dalam pembentukan daya tahan tubuh bayi.
Pemberian ASI secara eksklusif setara dengan menyelamatkan 804.000 anak dari
kematian di tahun 2011 (WHO 2014). Pemberian ASI yang tidak eksklusif kerap
dikaitkan dengan masalah kesehatan yang terjadi pada anak. Salah satu dampak
dari pemberian ASI yang tidak eksklusif adalah meningkatkan risiko stunting atau
kondisi tinggi badan seorang anak yang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi
badan anak lain seusianya. ASI yang diberikan selama kurang dari enam bulan
dapat meningkatkan risiko stunting karena bayi menjadi lebih rentan terkena
infeksi atau diare (Anugerahani dan Kartasurya 2012).

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pembentukan tim pengembangan produk makanan baru


Tim pengembangan produk makanan baru terdiri dari CEO (Chief
Executive Officer), COO (Chief Operating Officer), CMO (Chief Marketing
Officer), dan CFO (Chief Financial Officer). Pembagian struktur organisasi
disesuaikan dengan minat dan bakat dari masing masing anggota. Setiap anggota
memiliki tugas dan peran masing-masing dalam mengembangkan produk
makanan baru. Berikut merupakan tabel yang menyajikan uraian tugas
berdasarkan struktur organisasi.
Tabel 1 Pembagian tugas dan tanggung jawab
Nama
No NIM Jabatan Uraian Tugas
Lengkap
1 Anny Nila I14190049 CEO CEO bertanggung jawab secara
Syauqiyyah (Chief keseluruhan, membentuk visi dan
Executive misi, merancang dan menyusun
Officer) strategi untuk keberlangsungan
produk dari berbagai evaluasi
keputusan yang telah diambil
serta memperhatikan faktor
internal dan eksternal yang dapat
memengaruhi kinerja anggota tim.
Tabel 1 Pembagian tugas dan tanggung jawab (lanjutan)
Nama
No NIM Jabatan Uraian Tugas
Lengkap
2 Afi Aninnas I14190050 CMO CMO memiliki tanggung jawab
(Chief untuk mengawasi perencanaan,
Marketing pengembangan, dan pelaksanaan
Officer) inisiatif pemasaran dan
periklanan.
3 Farras I14190054 CFO CFO bertugas mengelola
Nabilah (Chief keuangan perusahaan yang
Financial meliputi financial planning,
Officer) capital budgeting, financial
analysis, serta pengadaan
kebutuhan barang
4 Dzulfa I14190065 COO COO bertanggung jawab atas
Lathifah (Chief keberlangsungan kegiatan pra
Salsabila Operating produksi hingga kegiatan
Officer) distribusi produk
Pengembangan produk makanan baru sebaiknya dikerjakan dengan
membentuk tim karena akan terasa berat jika dilakukan sendiri. Pembentukan tim
membuat produk menjadi lebih matang karena merupakan kesatuan dari berbagai
ide yang telah dipikirkan oleh tiap anggota. Suatu tim akan efektif jika terjadi
kerja sama tim yang baik. Kerja sama tim yang baik didapat dari bentuk kerja
dalam kelompok yang harus diorganisasi dan dikelola dengan baik pula, hingga
visi dan misi tim tercapai. Tim beranggotakan orang-orang yang memiliki
keahlian yang berbeda-beda dan dikoordinasikan untuk bekerjasama. Menurut
Kusuma dan Sutanto (2018), terjadi saling ketergantungan yang kuat antar
anggota untuk mencapai sebuah tujuan atau untuk menyelesaikan sebuah tugas.
Tim pengembangan produk terdiri dari empat orang pengurus.
Pengembangan produk makanan baru akan meliputi beberapa proses sehingga
perlu adanya pembagian peran dan tanggung jawab sesuai dengan karakteristik
dan potensi dari setiap anggota. Peran dan tanggung jawab tersebut antara lain
CEO (Chief Executive Officer), COO (Chief Operating Officer), CMO (Chief
Marketing Officer), dan CFO (Chief Financial Officer). Setiap orang memiliki
kewajibannya masing-masing seperti merencanakan, menjalankan, hingga
mengevaluasi aktivitas yang telah dilakukan. Hal tersebut dilakukan demi
tercapainya tujuan melalui peran dan kemampuan masing-masing.

4.2 Penetuan latar belakang permasalahan gizi dan pangan di Indonesia


Indonesia saat ini menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan
pangan dan gizi. Fakta ini mendorong masyarakat, khususnya para ahli, untuk
menciptakan inovasi terkait penyelesaian masalah-masalah tersebut salah satunya
dengan membuat suatu inovasi produk pangan. Hasil diskusi yang dilakukan
menunjukkan masalah pangan dan gizi yang melatar belakangi inovasi produk
pangan kami adalah BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), obesitas, dan rendahnya
pemberian ASI eksklusif. BBLR menjadi salah satu permasalahan gizi di
Indonesia. Bayi yang terlahir BBLR memiliki peluang meninggal 35 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan berat badan lahir >2.500 gram (Aghadiati 2020).
Rendahnya asupan gizi dan status gizi ibu hamil selama kehamilan dapat
mengakibatkan berbagai dampak bagi ibu dan janin. Kebutuhan asupan
makronutrien dan mikronutrien pada ibu hamil meningkat. Mikronutrien yang
dibutuhkan saat kehamilan diantaranya adalah asam folat yang berfungsi untuk
perkembangan sistem saraf (Rahayu et al. 2019). Berdasarkan penelitian Gernand
et al. (2016) yang dilakukan di Asia Selatan, ditemukan sekitar 12% - 26% ibu
hamil mengalami kekurangan asam folat. Dampak dari kekurangan asam folat
pada saat hamil dapat menyebabkan anemia, abortus, Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), anemia pada bayi, prematur, kematian perinatal, dan Neural Tube Defect
(NTD) (Rahayu et al. 2019). Kebutuhan asam folat bagi ibu hamil adalah
sebanyak 600 µg setiap hari. Selama kehamilan kebutuhan asam folat meningkat
karena bolus, pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan
kekurangan asam folat mengalami peningkatan risiko berbagai kegagalan
reproduksi, termasuk cacat bawaan dan malformations.
Selain itu, vitamin D sebagai mikronutrien juga berperan selama kehamilan.
Pada masa ini, vitamin D memegang peran utama sebagai immunomodulator
(meningkatkan fungsi sistem imunitas). Defisiensi vitamin D dipercaya
berhubungan dengan berbagai komplikasi kehamilan seperti preeklamsia dan
diabetes mellitus gestasional, serta hasil luaran kehamilan yang kurang optimal,
seperti persalinan preterm, bayi berat lahir rendah, bahkan dalam jangka panjang
mempengaruhi neurodevelopment pada anak. Ibu hamil dengan defisiensi vitamin
D (<12 ng/mL) lebih berisiko memiliki anak dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), lingkar kepala lebih kecil, bayi kecil masa kehamilan, dan kelahiran
prematur dibanding ibu hamil dengan kadar vitamin D >12 ng/mL (Astuti dan
Adyani 2020). Kekurangan vitamin D selama kehamilan berkaitan dengan
gangguan metabolisme kalsium pada janin, yaitu berupa hipokalsemia pada bayi
baru lahir, hipoplasia email gigi bayi, dan osteomalasia pada ibu. Perlunya
pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya vitamin D selama kehamilan, serta
diharapkan ibu hamil memenuhi kebutuhan vitamin D yang cukup agar ibu tidak
mengalami defisiensi vitamin D dalam membantu kerja kalsium pada ibu hamil
trimester III, sehingga kecukupan vitamin D dapat membantu kenaikan berat bayi
lahir (Putri et al. 2019).
Permasalahan gizi di Indonesia lainnya ialah obesitas. Obesitas merupakan
suatu kondisi ketika terjadi penumpukan lemak berlebih di dalam tubuh. Obesitas
diketahui menjadi salah satu faktor risiko munculnya berbagai penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung dan stroke (Sofa 2018). Salah satu kelompok
umur yang berisiko mengalami obesitas adalah usia remaja. Berdasarkan United
Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2012, negara Indonesia menempati
urutan kedua setelah Singapura dengan jumlah remaja obesitas terbesar yaitu
12,2% (Sugiatmi 2017). Obesitas pada remaja perlu mendapat perhatian khusus
karena 80% berpeluang untuk mengalami obesitas pada saat dewasa. Remaja yang
mengalami obesitas sepanjang hidupnya akan berisiko lebih tinggi untuk
mengalami beberapa penyakit serius seperti kardiovaskuler, stroke, diabetes,
asma, dan beberapa jenis kanker (Suryaputra 2012). Faktor penyebab obesitas
pada remaja bersifat multifaktorial, salah satunya kebiasaan makan yang
berpengaruh pada pola konsumsi makan dan asupan zat gizi (Febry 2013).
Menurut Oktaviani et al. (2015), proporsi obesitas lebih tinggi pada remaja yang
sering mengonsumsi fast food. Tingkat konsumsi fast food pada remaja saat ini
tergolong tinggi dengan rata-rata konsumsi sebanyak 3 sampai 4 kali dalam
sebulan. Fast food atau junk food identik dengan makanan yang tinggi kalori dan
rendah mikronutrien serta serat (Ashakiran dan Deepthi 2012). Rendahnya asupan
serat juga dijelaskan dalam penelitian Maharani (2017) pada remaja Kota
Bengkulu, bahwa kecukupan asupan serat yaitu hanya sebesar 57,2%. Konsumsi
serat dapat mencegah terjadinya obesitas karena memperpanjang rasa kenyang
dan mengubah pengeluaran hormon ghrelin di usus. Serat tidak dicerna oleh
enzim pencernaan sehingga tidak memproduksi energi yang dapat memicu berat
badan lebih atau obesitas (Almatsier 2002). Mengacu pada hal tersebut, upaya
peningkatan pangan kaya serat diharapkan mampu mengurangi risiko dan
mengatasi kejadian obesitas di kalangan remaja.
Permasalahan lain yang melatar belakang produk kami adalah rendahnya
pemberian ASI ekslusif. Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar 1,5 juta bayi meninggal
setiap tahun karena tidak disusui (Zukhrina dan Martina 2018). ASI (Air Susu
Ibu) merupakan sumber nutrisi yang baik bagi bayi. Pemberian ASI eksklusif
wajib diberikan sampai bayi berumur enam bulan. Namun, banyak ibu menyusui
yang kurang produksi ASI-nya (Ulyana et al. 2019). ASI eksklusif yakni
pemberian ASI saja kepada bayi tanpa makanan tambahan apapun kecuali obat
dan vitamin direkomendasikan oleh organisasi kesehatan dunia yaitu World
Health Organization (WHO) untuk diberikan kepada bayi sampai berumur 6
bulan. Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 jumlah ibu yang
menyusui mencapai 42%. Pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu
cepat dari waktunya ditambah lagi dengan makanan yang rendah zat gizi dan
energi atau tidak higienis dapat mengakibatkan kekurangan gizi pada anak, dan
anak akan terkontaminasi organisme asing yang mengakibatkan imunitas anak
lebih rendah dari anak yang diberikan ASI Eksklusif (Kementerian Kesehatan RI
Badan Penelitian dan Pengembangan 2018). Indonesia berada pada peringkat ke
terbawah dari 51 negara yang ikut pada penilaian status kebijakan dan program
pemberian makan bayi dan anak (Infant Young Child Feeding) (Prasetyaningati
2018). Hal ini berarti pemberian ASI ekslusif masih rendah, padahal dengan
memberikan ASI Eklusif dan Makanan Pendamping ASI yang benar dapat
mengurangi kekurangan gizi, gizi buruk dan stunting pada anak. Oleh karena itu
tim kami tertarik untuk mengembangkan suatu produk pangan yang berperan
menjadi ASI booster untuk meningkatkan program ASI ekslusif di Indonesia.

IV KESIMPULAN

Pembentukan tim yang terdiri dari empat orang memiliki masing-masing


tugas dan tanggungjawab diantaranya Anny Nila Syauqiyyah sebagai CEO (Chief
Executive Officer) yang bertanggung jawab secara keseluruhan, Afi Aninnas
sebagai CMO (Chief Marketing Officer) yang memiliki tanggung jawab untuk
mengawasi perencanaan daam periklanan, Farras Nabilah sebagai CFO (Chief
Financial Officer) yang mengelola keuangan perusahaan, Dzulfa Lathifah
Salsabila sebagai COO (Chief Operating Officer) yang bertanggung jawab atas
keberlangsungan kegiatan pra produksi. Latar belakang permasalahan gizi dan
pangan yang digunakan sebagai dasar pengembangan produk makanan baru
adalah rendahnya pemberian ASI ekslusif. Pemberian ASI eksklusif yang rendah
akibat kekurangan produksi ASI padahal dengan memberikan ASI Eklusif dan
Makanan Pendamping ASI yang benar dapat mengurangi kekurangan gizi, gizi
buruk dan stunting pada anak. Oleh karena itu tim kami tertarik untuk
mengembangkan suatu produk pangan yang berperan menjadi ASI booster untuk
meningkatkan program ASI ekslusif di Indonesia.

V DAFTAR PUSTAKA

Aghadiati F. 2020. Hubungan asupan asam folat, zat besi, dan status ekonomi
keluarga dengan berat bayi lahir. Jurnal Kesehatan Terpadu (Integrated
Health Journal). 11 (1) : 1-7.
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Anugerahani HS, Kartasurya MI. 2012. Faktor risiko kejadian stunting pada anak
usia 12-36 bulan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Journal Of Nutrition
College.1(1).
Ashakiran and Deepthi R. 2012. Fast food and their impact on health. Journal of
Krishna Institute of Medical Science University. 1(2):7-15.
Astuti Y, Adyani K. 2020. Vitamin D dalam kehamilan (literature review). Jurnal
Ilmiah PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery,
Environment, Dentist). 15(3): 508-512.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Febry D. 2013. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Ilmu Kesehatan. Yogyakarta(ID): Graha
Ilmu.
Gernand AD, Schulze KJ, Stewart CP, Jr KPW, Christian P. 2016. Micronutrient
deficiencies in pregnancy worldwide: health effects and prevention. Nature
Reviews Endocrinology. 12(5): 274-289.
Irawan AP. 2018. Perancangan dan Pengembangan Produk Manufaktur. Jakarta
(ID): Penerbit Andi.
Jahari A. 2000. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pangan dan Gizi 2006-2010.
Jakarta (ID): Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama
Riset Kesehatan Dasar. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan RI.
Kusuma LP, Sutanto JE. 2018. Peran kerjasama tim dan semangat kerja terhadap
kinerja karyawan zolid agung perkasa. Jurnal Manajemen dan Start-Up
Bisnis. 3 (4) : 417-424.
Maharani et al. 2017. Aktivitas fisik, pengetahuan gizi, asupan energi, asupan
serat dan status gizi lebih pada remaja. J Media Kesehatan. 10(2):167–172.
Marlina PWN, Maulianti RR, Fernandez MMY. 2018. Pengembangan biskuit
MPASI berbahan dasar berbagai macam tepung sebagai produk inovasi
MPASI. Media Gizi Mikro Indonesia. 10(1): 27-38.
Mokolensang OG, Manampiring AE, F.2016. Hubungan pola makan dan obesitas
pada remaja di Kota Bitung. Jurnal EBiomedik. 4(1).
Nasution SI, Liputo NI, Mahdawaty. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pola pemberian asi eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bungus
tahun 2014. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(3).
Novitasari A, Hutami MS, Pristya TYR. 2020. Pencegahan dan pengendalian
BBLR di Indonesia: systematic review. Indonesian Journal of Health
Development. 2(3): 175-182.
Oktaviani MA, Tursilowati S, Mintarsih SNKA. 2015. Hubungan kebiasaan
konsumsi fast food dan pengetahuan gizi terhadap obesitas pada siswa SMP
Nasima Semarang. J Ris Gizi. 3(2):24–33.
Prasetyaningati D. 2018. Hubungan faktor kesehatan ibu postpartum dengan
penyapihan dini di desa sidorejo kecamatan pare kabupaten kediri. Journal of
STIKES Insan Cendekia Medika Jombang. 16(1): 24-30.
Prasetyono DS. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan
Kemanfaatan-kemanfaatannya. Jogjakarta (ID): DIVA Press.
Putri NI, Lipoeto NI, Rita RS, Aji AS. 2019. Hubungan kadar vitamin D pada ibu
hamil dengan berat bayi lahir di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten
Solok. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 19(1): 61-64.
Rahayu S, Gumilang L, Astuti S, Nirmala SA, Judistiani RTD. 2019. Survei
asupan asam folat dan seng pada ibu hamil di Jawa Barat. Jurnal Kesehatan
Vokasional. 4(3) : 161-168.
Sofa IM. 2018. Kejadian obesitas, obesitas sentral, dan kelebihan lemak viseral
pada lansia wanita. Jurnal Amerta Nutr. 228-236.
Sugiatmi. 2017. Faktor determinan obesitas pada siswa sekolah menengah atas di
Tangerang Selatan, Indonesia. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 14(1).
Suryaputra, Kartika, Nadhiroh, Siti Rahayu. 2012. Perbedaan pola makan dan
aktivitas fisik antara remaja obesitas dengan non obesitas. Makara Seri
Kesehatan. 16(1): 45-50.
Telisa I, Hartati Y, Haripamilu AD. 2020. Faktor risiko terjadinya obesitas pada
remaja SMA. Faletehan Health Journal. 7(3):124-131.
Ulyana D, Ratnasari H, Nikmah IS, dan Wijayanti R. 2019. Formulasi nutrasutikal
coklat (Theobroma cacao L.) dan daun katuk (Sauropus androgynus) sebagai
asi booster. Jurnal Famasi Indonesia. 14(2): 1536-1539.
Waluyo E, Perdana AW, Ma’rifat TN, Andriani RD, Sabarisman I. 2021. Inovasi
dan Pengembangan Produk Pangan. Malang(ID): Universitas Brawijaya
Press.
[WHO]. World Health Organization. 2014. Global Nutrition Targets 2025
Breastfeeding Policy Brief. Geneva: Department of Nutrition for Health and
Development.WHO.
[WHO]. World Health Organization. 2018. Global Nutrition Targets 2025: Low
birth weight policy brief. WHO.
Zukhrina Y dan Martina. 2018. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kelancaran pemeberian asi pada ibu menyusui di wilayah kerja puskesmas
ingin jaya kabupaten aceh besar tahun 2018. Jurnal Aceh Medika. 2(2): 247-
254.

Anda mungkin juga menyukai