Disusun Oleh:
Golongan / Kelompok : D2
Anggota Kelompok :
1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................3
LAMPIRAN..................................................................................................................................16
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kemudahan kepada kami untuk dapat
menyelesaikan laporan praktikum ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan bisa
menyelesaikan laporan praktikum ini. Shalawat serta salam kami junjungkan kepada Nabi besar
kita Muhammad SAW.
Laporan praktikum ini disusun sebagai tugas akhir dalam praktikum Pengembangan
Formula Makanan, Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini masih banyak
kekurangan. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Rindiani, MP dan Teknisi selaku dosen
dan pembimbing dalam mata kuliah Pengembangan Formula Makanan, yang telah sabar
membimbing kami untuk melakukan praktikum serta pembuatan laporan praktikum ini.
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat untuk kedepannya. Kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan ini. Kami
siap menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian sehingga kami dapat menyusun laporan
praktikum yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada suatu penelitian seringkali dibandingkan pengaruh berbagai perlakuan dan diukur
berbagai variabel yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan
(memilih) perlakuan yang terbaik. Tentunya tidak adil kalau apabila dari berbagai variabel tersebut
hanya ada satu atau dua variabel yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
perlakuan terbaik. Sebelum melakukan penelitian, tentunya sudah dipertimbangkan mengapa
variabel-variabel tersebut tersebut akan diukur. Oleh karena itu, seharusnya semua variabel
diikutsertakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan tidak akan sulit kalau secara
kebetulan hasil pengukuran yang terbaik terkumpul semuanya pada perlakuan tertentu. Tetapi
kenyataannya tidak selalu demikian, masing-masing perlakuan bisa saja memiliki kelemahan pada
variabel tertentu dan kelebihan pada variabel yang lain.
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan volume sel darah merah atau kadar
hemoglobin (Hb) yang rendah dibandingkan dengan angka kisaran normalnya sesuai usia tertentu.
Batasan anemia yang ditetapkan World Health Organization untuk bayi usia 6 bulan sampai 6
tahun apabila kadar Hb £ 11 g/dL, nilai ini sesuai dengan kadar hematokrit (Ht) 32% dan nilai
volume eritrosit rata-rata (VER) sebesar 72 fL. Pertumbuhan yang cepat, pola makan yang tidak
adekuat, infeksi, perdarahan saluran cerna, malabsorpsi, ibu hamil yang mengalami anemia, berat
lahir rendah dan usia kelahiran kurang bulan, merupakan penyebab anemia defisiensi besi. Faktor
lain yang juga turut berperan adalah jenis makanan, pola asuh, serta budaya dan cara pandang
masyarakat terhadap kesehatan ibu dan anak.
Ratnadi dan Soetjiningsih melaporkan angka kejadian anemia defisiensi besi pada bayi
yang diberi air susu ibu (ASI) sebesar 18,9%, bayi usia 4-6 bulan sebesar 6% dan usia 9-12 bulan
sebesar 65%.10 Sedangkan prevalensi anemia defisiensi besi pada anak usia pra sekolah di
Indonesia diperkirakan sebesar 55,5%.9 Hadler dkk, di Brazil, melaporkan prevalensi anemia pada
bayi sebesar 60,9% dan 87% diantaranya merupakan anemia defisiensi besi.11 Pizarro dkk,
menemukan angka kejadian defisiensi besi pada bayi yang diberi susu sapi yang tidak difortifikasi
dengan zat besi sebesar 20,2%, sedangkan bayi yang mendapat ASI 4,7%, dan bayi yang mendapat
susu formula yang telah difortifikasi dengan zat besi sebesar 0,6%.12 Prevalensi anemia di Inggris
4
dilaporkan sebesar 25-40% pada anak usia 6-24 bulan dengan tingkat sosial ekonomi rendah.
Prevalensi ini dikatakan tidak berbeda jauh dengan prevalensi di negara berkembang.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menentukan ranking urutan pentingnya variable terhadap mutu
produk
2. Mahasiswa mampu menghitung bobot variable
3. Mahasiswa mampu menghitung bobot normal
4. Mahasiswa mampu menghitung nilai efektifitas
5. Mahasiswa mampu menentukan perlakuan terbaik suatu penelitian pangan
1.4 Manfaat
1. Dapat menentukan ranking urutan pentingnya variable terhadap mutu produk
2. Mahasiswa mampu menghitung bobot variable
3. Mahasiswa mampu menghitung bobot normal
4. Mahasiswa mampu menghitung nilai efektifitas
5. Mahasiswa mampu menentukan perlakuan terbaik suatu penelitian pangan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sosis
Sosis atau sausage awalnya berasal dari kata Latin ”salsus” yang berarti menggiling dengan
garam. Istilah tersebut sesuai dengan tujuan awal pembuatan sosis yaitu untuk mengawetkan
daging segar. Sosis adalah daging cincang atau daging giling yang diberikan sedikit pengawet
berupa garam lalu ditambahkan bahan-bahan lainnya seperti bumbu-bumbu, bahan pengikat, dan
air yang kemudian dibentuk dengan ukuran yang sama dengan menggunakan casing sehingga
membentuk silinder (Essien, 2003). Sosis merupakan produk makanan yang diperoleh dari
campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati
dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan
dimasukkan ke dalam selubung sosis (SNI 01-3820-1995).
2.2 Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh.
oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal
sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat
pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai
nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit
degeneratif. Tempe juga dipercaya dapat mencegah anemia, penyakit ini banyak diderita wanita,
sebab kodrat wanita yang harus mengalami haid, hamil serta menyusui bayi. Penyakit anemia ini
dapat menyerang wanita yang malas makan, karena takut gemuk, sehingga persediaan dan
produksi sel-sel darah merah dalam tubuh menurun. Tempe dapat berperan sebagai pemasok
mineral, vitamin B12 (yang terdapat pada pangan hewani), dan zat besi yang sangat dibutuhkan
dalam pembentukan sel darah merah.
6
mempunyai proporsi absorbsi yang rendah dibandingkan dengan zat besi yang berasal dari sumber
pangan hewani (heme), seperti: daging, telur, dan ikan. Menurut World Health Organization
(WHO), kekurangan zat besi sebagai salah satu dari sepuluh masalah kesehatan yang paling serius.
7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
8
3.3 Prosedur Kerja
9
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil Kuisioner
No Absen Kadar Fe Warna Tekstur Rasa Aroma Total
1 5 4 2 1 3 -
2 2 1 3 5 4 -
3 2 1 4 5 3 -
4 5 1 2 4 3 -
5 5 4 2 3 1 -
6 3 1 2 4 5 -
7 4 3 1 5 2
8 3 1 4 5 2 -
9 5 4 2 3 1 -
10 5 2 3 4 1 -
11 5 3 4 2 1 -
12 2 3 1 5 4 -
13 1 3 2 5 4 -
14 3 2 4 5 1 -
15 1 2 4 5 3 -
16 4 1 2 3 5
17 4 2 3 5 1 -
18 1 4 2 3 5 -
19 4 1 2 5 3 -
20 4 2 3 5 1 -
21 5 2 3 4 1 -
22 4 2 3 5 1 -
23 3 4 2 5 1 -
24 5 3 2 4 1 -
25 5 4 3 2 1 -
26 1 3 4 5 2 -
27 5 3 2 4 1 -
28 1 3 2 5 4 -
29 1 2 3 4 5 -
30 1 5 4 3 2 -
31 5 3 4 2 1 -
TOTAL 3.35 2.55 2.71 4.03 2.35 -
URUTAN II IV III I V -
Bobot Variabel 0.83246618 0.632354 0.672377 1 0.584327 3.721524
10
Kadar Fe Warna Tekstur Rasa Aroma Total
11
4.4 Perlakuan Terbaik
Rata-rata
Perlakuan Warna Tekstur Rasa Aroma
(mg)
A1 1,03 3,99 3,99 4,51 4,66
A2 1,93 4 4,06 4,41 4,51
A3 3,23 4,06 3,99 4,14 4,2
A4 5,43 3,93 3,79 3,71 3,54
A5 7,07 3,55 3,81 3,25 2,74
A6 9,49 3,4 3,76 2,21 2,23
12
BAB V
PEMBAHASAN
Tempe merupakan salah satu ptotein nabati yang sering dikonsumsi oleh masyarakat,
bahkan masyarakat biasanya selalu ada lauk tempe di meja makannya. Tempe termasuk lauk nabati
yang tinggi akan protein. Tempe dilakukan fortifikasi karena tempe memungkinkan sebagai
alternatif makanan untuk difortifikasi dengan zat besi, karena tempe sebagai sumber protein,
sedangkan protein dan zat besi diperlukan dalam pembentukan kadar hemoglobin. Menurut
Astuti (1996), protein tempe tergolong mudah dicerna sehingga protein dapat digunakan
untuk membentuk hemoglobin bersama dengan besi atau senyawa lain. Pada tempe terdapat zat
besi akan tetapi dilakukannya fortifikasi pada tempe supaya meningkatkan kandungan zat besi
pada tempe. Dengan dilakukan fortifikasi tempe dapat membantu dalam upaya program
penanggulangan anemia defisiensi zat besi.
Dari hasil analisis data perlakuan terbaik didapatkan bahwasannya untuk mengetahui
perlakuan terbaik awalnya dengan meminta pendapat mengenai ranking tentang pentingnya
peranan variabel-variabel terhadap mutu produk dengan menggunakan daftar isian (kuesioner).
Kemudian setelah itu dilakukan penghitungan ranking untuk mengetahui urutan ranking 1 sampai
5 dengan cara mengjumlahkan hasil dari daftar isian pentingnya peranan variabel lalu dirata-rata.
Selanjutnya dlakukan menghitung bobot variabel dari hasil ranking tersebut. Bobot variabel
diketahui kemudian menghitung bobot normal dengan cara membagi bobot masing-masing
variabel dengan jumlah bobot variabel. Setelah itu menghitung nilai efektifitas dengan cara nilai
perlakuan dikurangi nilai terjelek dibagi nilai terbaik dikurangi nilai terjelek. Nilai efektifitas
sudah diketahui langkah selanjutnya menghitung nilai hasil.
Dari langkah-langkah yang sudah dilakukan untuk mengetahui nilai hasil yang terbaik
dapat diketahui nilai terbaik pada perlakuan A2 dan nilai terjelek pada perlakuan A6. Sedangkan
variabel warna yang terbaik pada perlakuan A3 dan variabel warna yang terjelek pada perlakuan
A6. Untuk variabel tekstur yang terbaik pada perlakuan A2 dan variabel tekstur terjelek pada
perlakuan A6. Variabel rasa yang terbaik pada perlakuan A1 dan variabel rasa yang terjelek pada
perlakuan A6. Dan variabel aroma yang terbaik pada perlakuan A1 dan variabel aroma yang
terjelek pada perlakuan A6.
13
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas telah diketahui bahwasannya nilai hasil perlakuan yang
terbaik pada perlakuan A2 dan perlakuan yang terjelak pada perlakuan A6. Namun jika dilihat dari
variabel-variabel terbaik tidak selalu perlakuan A2 yang terbaik. Seperti halnya pada variabel
warna yang terbaik pada perlakuan A3 dan variabel warna yang terjelek adalah A6. Variabel
tekstur yang terbaik pada perlakuan A2 dan variabel tekstur terjelek pada perlakuan A6. Variabel
rasa yang terbaik pada perlakuan A1 dan variabel rasa yang terjelek pada perlakuan A6. Sedangkan
variabel aroma yang terbaik pada perlakuan A1 dan variabel aroma yang terjelek pada perlakuan
A6.
14
DAFTAR PUSTAKA
Astuti R, Aminah S, Syamsianah A. 2014. Komposisi Zat Gizi Tempe Yang Difortifikasi Zat Besi
dan Vitamin A Pada Tempe Mentah dan Matang. Semarang: AGRITECH, Vol. 34, No. 2. Diakses
pada tanggal 28 April 2019.
Rini Sekartini, Soedjatmiko, Corry Wawolumaya, Irene Yuniar, Rismala Dewi, Nycane, Imam D,
Imam N, Adam. 2005. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Usia Prevalensi Anemia
Defisiensi Besi pada Bayi Usia 4 – 12 Bulan 4 – 12 Bulan 4 – 12 Bulan di Kecamatan Matraman
dan di Kecamatan Matraman dan Sekitarnya, Jakarta Timur Sekitarnya, Jakarta Timur. [Serial
Online] diakses pada https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/861/795
World Health Organization (WHO). Micronutrient Deficiency. USA: World Health Organization;
2013.hlm. 1-2.
15