FORMULA WHO 75 dan MAKANAN FORMULA IKAN untuk ANAK GIZI BURUK
Disusun Oleh :
Golongan/Kelompok
D2
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................2
LAMPIRAN..................................................................................................................................20
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kemudahan kepada kami untuk dapat
menyelesaikan laporan praktikum ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan bisa
menyelesaikan laporan praktikum ini. Shalawat serta salam kami junjungkan kepada Nabi besar
kita Muhammad SAW.
Laporan praktikum ini disusun sebagai tugas akhir dalam praktikum Pengawasan Mutu
Makanan Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini masih banyak
kekurangan. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ratih Putri Darmayati, S.Gz, M.Si dan
Teknisi selaku dosen dan pembimbing dalam mata kuliah Pengawasan Mutu Makanan, yang
telah sabar membimbing kami untuk melakukan praktikum serta pembuatan laporan praktikum
ini.
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat untuk kedepannya. Kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan ini.
Kami siap menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian sehingga kami dapat menyusun
laporan praktikum yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
Penyusun
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
untuk berat badan < 7 kg atau makanan anak/makanan lunak untuk berat badan ≥ 7 kg . Pada
praktikum ini, anak diberikan makanan anak/makanan lunak 3 kali sehari karena berat
badannya ≥ 7 kg, selain itu juga diberikan sari buah 1-2 kali sehari. Modifikasi ini
diharapkan akan meningkatkan rasa, aroma, tekstur dan kenampakan, serta zat gizi yang
terkandung di dalamnya.
1.3 Tujuan
1. Untuk membuat formula WHO F75 dengan tepung?
2. Untuk melakukan perhitungan untuk menilai mutu gizi pangan yang dikonsumsi?
3. Untuk melakukan analisa organoleptik pada formula WHO?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi yang masih banyak di Indonesia, gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak balita, dimana pada periode dua tahun pertama kehidupan
seorang anak merupakan masa-masa kritis. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2013), prevalensi gizi buruk di Indonesia tahun 2007 (5,4%), tahun 2010 (4,9%), dan tahun
2013 (5,7%), sedangkan target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2014 sebesar
3,6%. Prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%sedangkan sasaran
Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi
buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai
2019. Secara langsung penyebab gizi buruk adalah asupan makanan yang diberikan masih
kurang. Apabila asupan makanan tidak diberikan dengan seimbang dengan kebutuhan tubuh
maka penyakit infeksi akan menyerang anak dan dapat mengganggu penyerapan asupan gizi.
Sedangkan penyebab kedua secara langsung dipengaruhi oleh tiga factor yaitu ketahanan pangan
keluarga, pola pengasuhan anak dimana peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak
sangat menentukan terhadap tumbuh kembang anak serta pelayanan kesehatan dan lingkungan
yang kurang memadai (Achmadi, 2013).
Anak yang mengalami Kurang Energi Kronis Protein (KEP) atau yang bisa juga disebut
dengan gizi buruk biasanya juga menderita kekurangan viamin A yang mana merupakan akibat
asupan zat gizi yang kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Murage, et al. tahun 2008 di Kenya
menunjukkan anak yang tidak diberi Vitamin A 75% lebih berisiko menderita underweight
dibanding yang diberikan Vitamin A (Murage, et al., 2012). Selain kekurangan vitamin A gizi
buruk juga menimbulkan penyakit seperti yang sudah dijelaskan di awal yaitu penyakit infeksi
yang dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah
terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu
hubungan timbal balik (Notoatmodjo, 2003). Salah satu cara untuk mengatasi gizi buruk dengan
tatalaksana pemberian PMT atau formula makanan. Dan formula makanan tersebut salah satunya
formula F75 yang diberikan pada fase stabilisasi. Fase stabilisai yaitu pemberian formula WHO
75 pada tahap awal di hari pertama sampai hari kedua.
6
2.2 Formula WHO F75
Formula WHO F75 adalah makanan cair yang mengandung 25 gram susu bubuk skim, 100 gram
gula pasir, 30 gram minyak sayur dan 20 ml larutan elektrolit dalam larutan 1000 ml (Depkes, 2007).
Formula WHO 75 ini diberikan pada Fase stabilisasi atau modifikasi larutan Formula WHO 75 ini
mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak,
terutama yang mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan
modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung. Formula WHO 75 ini diberikan pada
fase stabilisasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penurunan kadar gula darah
(hipoglikemia), pencegahan kekurangan cairan (dehidrasi), dan mudah di cerna.
Anak di bawah dua tahun (baduta) sangat membutuhkan protein untuk pertumbuhannya.
Alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein adalah melalui sumber protein hewani salah
satunya adalah ikan, karena proporsi protein diharapkan paling banyak diperoleh dari ikan.
Kebutuhan konsumsi ikan membutuhkan perhatian serius sejak umur dua tahun. Jika baduta
kekurangan protein yang didapatkan dari ikan, maka tubuhnya tidak akan mampu tumbuh dan
berkembang, dan hal tersebut akan mempengaruhi status gizi (Hartati, 2006).
Zat gizi utama untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sangat diperlukan bagi
seorang anak adalah protin. Ikan adalah salah satu sumber protein. Protein merupakan zat gizi
yang sangat penting karena yang paling erat hubungannya dengan pertumbuhan. Sumber protein
hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, kerang dan ikan. Akibat kekurangan protein, yaitu
kwashiorkor dan marasmus serta kejadian pendek. Konsumsi makanan bagi setiap orang
terutama anak harus selalu memenuhi kebutuhan. Konsumsi makanan yang kurang akan
menyebabkan ketidakseimbangan proses metabolisme di dalam tubuh. Dan menurut penelitian
masih besar tingkat konsumsi ikan dalam kategori rendah yaitu sebesar 78 responden (66,7%).
7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penatalaksanaan
DATA PENGAMATAN
10
3. Tabel Nilai Standar Bioavailibilitas
Kategori Standar Formula WHO Keterangan
SAA 100 11 Belum memenuhi
Mutu Cerna Min 85 97,21 Memenuhi
NPU Min 75 10,69 Belum memenuhi
PER 8,8 1.222 Memenuhi
PST 37,5 1.229 Memenuhi
11
Makanan Formula Ikan
1. Tabel Skor Asam Amino (SAA)
12
4 Jeruk nipis 0,8 88 70,4
Jumlah 27,3 2.624
13
BAB V
PEMBAHASAN
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena
defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi
dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di
Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif
dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Praktikum pertama membuat makanan formula WHO F75 merupakan formula yang
diperuntukkan bagi penatalaksanaan kasus Gizi buruk pada balita dan anak-anak. Pembuatan
Formula ini dibuat dengan modifikasi menggunakan tepung beras dan komposisi bahan lainnya
yaitu gula pasir, minyak kelapa,susu skim dan mineral mix yang dilarutkan dengan 1000 ml air.
Tepung beras dalam 100 gram bahan mengandung energi sebesar 365 kkal, protein 6 gram,
lemak 1,4 gram dan karbohidrat 80 gram.
Setelah membuat makanan formula selanjutnya dilakukan perhitungan yang meliputi
penilaian Skor asam amino (SAA), Mutu Cerna Teoritis (MCA) dan Mutu Organoleptik. Skor
asam amino (SAA) merupakan cara teoritis yang umum digunakan untuk pendekatan nilai
biologis (bioligis value) dari protein yang dikonsumsi. SAA menunjukkan bagian (proporsi)
asam –asam amino esesnsial yang dimanfaatkan oleh tubuh dibandingakn dengan yang diserap.
Sedangkan Mutu Cerna Teoritis (MC teoritis) merupakan cara teoritis untuk menghampiri atas
menaksir nilai mutu cerna yang dilakukan melalui penelitian bio-assay. Secara biologis dengan
menentukan kemampuan protein makanan membentuk protein tubuh.
Berdasarkan hasil praktikum menggunakan susu bubuk skim dengan berat 25 gram
mengandung 3,5 gram protein dan tepung beras dengan berat 35 gram mengandung 8 gram
protein. Total perhitungan Skor asam amino (SAA) dengan nilai terendah triptofan adalah 11
kemudian lisin adalah 14 dan nilai tertinggi trionin adalah 16. Sedangkan total hasil perhitungan
Mutu Cerna dan konsumsi protein yaitu 1.118 namun total konsumsi protein dari semua bahan
dalam pembuatan formula tersebut yaitu 11,5 gram. Sehingga didapatkan Nilai Standar
Bioavailibilitas Protein kategori SAA yaitu 11 sedangkan standarnya 100 sehingga belum
memenuhi standar yang ditentukan. Kemudian untuk mutu cerna protein (MC teoritis) hasil yang
didapat dari formula WHO adalah 97,21 dengan standart min 85 sehingga dapat dikatakan
14
memenuhi syarat yang telah ditentukan. Namun pada NPU dari formula WHO yaitu 10,69
dengan standar min 75 tidak memenuhi standar. Selain itu hasil formula WHO dari PER yaitu
1,22 dengan standar 8,8 dan hasil PST yaitu 1,22 dengan standar 37,5 juga masih belum
memenuhi standar.
Berdasarkan uji organoleptic terhadapt formula WHO F75 dengan modifikasi tepung
beras dengan tingkat kesukaan panelis yaitu untuk kategori warna dan kekentalan panelis
cenderung tidak suka. Hal ini dari segi warna cenderung putih kekuning yang kemungkinan
kenampakannya kurang menarik sedangkan dari kekentalannya formula tersebut encer.
Sedangkan untuk kategori rasa dan aroma, panelis sangat menyukainya. Hal ini karena formula
tersebut cenderung memiliki rasa maupun aroma yang khas dari susu bubuk skim.
Praktikum kedua membuat Makanan Formula Gizi Buruk dengan bahan utama ikan patin
dan pisang ambon. Pemberian makanan Formula Ikan sudah masuk pada tatalaksana Fase
Rehabilitas (minggu ke-2 sampai dengan 6 minggu), BB anak < 7 kg Formula WHO F100 dan
ASI ditambah makanan bayi atau makanan lumat dan sari buah dengan jumlah tidak terbatas dan
sering. BB anak ≥ 7 kg Formula WHO F100 atau modifikasi dan ASI ditambah makanan anak
atau makanan lunak dan buah.
Setelah membuat formula makanan selanjutnya dilakukan perhitungan yang sama seperti
acara praktikum pertama yaitu penilaian Skor asam amino (SAA), Mutu Cerna Teoritis (MCA)
dan Mutu Organoleptik. Bahan yang digunakan dalam pembuatan formula yang meliputi ikan
patin dengan berat 60 gram mengandung 17,7 protein, tepung beras dengan berat 45 gram
mengandung 8 gram protein, pisang ambon dengan berat 100 gram mengandung 0,8 protein dan
jeruk nipis dengan berat 50 gram mengandung 0,8 protein.
Berdasarkan total perhitungan Skor asam amino (SAA) dengan nilai terendah yaitu
triptofan; 8 selanjutnya lisin; 10 dan nilai tertinggi adalah trionin; 11. Kemudian total hasil
perhitungan Mutu Cerna dan konsumsi protein yaitu 2.624 sedangkan total konsumsi protein dari
semua bahan dalam pembuatan formula tersebut yaitu 27,3 gram. Sehingga dapat diketahui dari
Nilai Biovalibilitas Protein kategori SAA total Formula WHO yaitu 8 sedangkan nilai standarnya
100 sehingga masih belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Selanjutnya Mutu Cerna
Teoritis (MC teoritis) total formula WHO 96,11 dengan nilai standar min 85 sehingga dapat
dikatakan memenuhi standar karena hasilnya diatas nilai standar. Kemudian dari kategori NPU
formula WHO 7,68 dengan standar min 75, kategori PER formula WHO 1.387 dengan standar
15
8,8 dan kategori PST formula WHO 2.099 dengan standar 37,5 masih belum memenuhi standar
yang telah ditetapkan karena hasilnya dibawah nilai standar.
Hasil uji organoleptic berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap formula makanan
dengan ikan didapatkan hasilnya yaitu kategori warna skala 4 yang artinya panelis sangat
menyukainya karena penampakan warnanya adalah kuning cerah yang didapatkan dari hasil
pigmen buah pisang. Kemudian untuk kategori kekentalan skala 3 yang artinya agak suka.
Sedangkan kategori aroma dan rasa berskala 2 yanga artinya panelis tidak menyukainya hal ini
dikarenakan dari segi aroma khas ikan dan memiliki rasa yang asam karena mungkin pada saat
pengolahan terlalu banyak memasukkan perasan jeruk nipis dalam adonan.
16
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan Makanan Formula WHO F700 dan Makanan
Formula dengan Ikan yang ditujukan untuk balita Gizi Buruk didapatkan hasilnya yaitu:
1. Formula Makanan WHO F700 dengan nila biovalibilitas protein yang termasuk
memenuhi standar hanya kategori Mutu Cerna Teoritis yaitu 97,21 sedangkan untuk
kategori SAA (11), NPU (10,69), PER (1,222) dan PST (1,229) masih belum memenuhi
karena hasilnya dibawah nilai standar yang telah ditetapkan.
2. Formula Makanan WHO F700 berdasarkan hasill uji organoleptic yaitu kategori rasa dan
aroma berskala 4 yang artinya disukai panelis sedangkan kategori warna dan kekentalan
berskala 2 yang artinya tidak disukai oleh panelis.
3. Formula Makanan dengan Ikan nilai biovalibilitas protein yang termasuk memenuhi
standar hanya kategori Mutu Cerna Teoritis yaitu 96,11 sedangkan untuk kategori SAA
(8), NPU (7,68), PER (1,387) dan PST (2,099) masih belum memenuhi karena hasilnya
dibawah nilai standar yang telah ditetapkan.
4. Formula Makanan dengan Ikan berdasarkan hasil uji organoleptic dari kategori warna
berskala 4 (suka), kekentalan berskala 3 (agak suka) sedangkan kategori rasa dan aroma
berskala 2 (tidak suka).
6.2 Saran
Dalam praktikum ini sudah dilakukan dengan baik sesuai dengan BKPM.
17
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Kesehatan Dalam Kerangka Sustainable Development Goals
(SDGs). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Murage, E.W., Crispin, N., Katherine R., & Peninah, M. (2012). Vitamin A supplementation and
stunting levels among two year olds in Kenya: Evidence from the 2008-09 Kenya
demographic and health survey. International Journal of Child Health and Nutrition, 1,
135-147.
Sari, Lisa Permata.2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pada Anak Dengan Gizi Buruk Di Ruang Teratai Lantai 3 Selatan Rsup
Fatmawati.Universitas Indonesia : Depok.
Sutikno, B.E. 2014.Pemberian Diet Formula 75 Terhadap Berat Badan Anak Gizi Buruk pada
Asuhan Keperawatan An.N dengan Leukimia Limfoblastik Akut di Ruang Melati II RS
Dr.Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Kusuma
Husada Surakarta
18
DOKUMENTASI
19
20