Anda di halaman 1dari 5

KESULTANAN ACEH DARUSSALAM

Latar belakang pendiri


Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496 yang dinobatkan
nya pada tanggal 8 September 1507.Ali Mughayat Syah merupakan bangsawan Pidie yang
memilih untuk mendirikan kerajaan baru di wilayah Kerajaan Lamuri.
Pada awalnya kerajaan ini berdiri pada wilayah Kerajaan Lamuri,kerajaan yang telah berdiri
sebelumnya,namun setelah berkembang cukup pesat,mereka kemudian menundukan dan
menaklukann beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Dan
diikuti dengan wilayah Pasai dan Aru pada tahun 1524 yang menjadi bagian dari kedaulatan
Kesultanan Aceh.Penyatuan beberapa wilayah kerajaan bertujuan agar Kerajaan Aceh
mendapatkan kekuatan baru dikarenakan oleh kekuatan Barat (Portugis) yang telah tiba di
Malaka. Hal itu mendorong Sultan Ali Mughayat Syah untuk menyusun kekuatan dengan
menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bawah payung Kerajaan Aceh. Untuk membangun
kerajaan yang besar dan kokoh, Sultan Ali Mughayat Syah membentuk angkatan darat dan laut
yang kuat. Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan
Aceh.

Dengan bergabungnya kerajaan kerajaan kecil di tanah Sumatera, Portugis diburu kemanapun
mereka bertapak. di Daya, Pedir, Samudera Pasai, Aru, hingga Malaka, kolonialis Portugis
dihentikan ambisinya oleh Kesultanan Aceh. Kehebatan Kesultanan Aceh tidak lepas dari
kemampuan kepemimpinan seorang Ali Mughayat Syah bersama saudaranya Sultan Ibrahim
yang dikenal sebagai penghancur pasukan Portugis di Kesultanan Samudera Pasai tahun 1524
Masehi
Sultan berpengaruh yang memimpin Kerajaan Aceh
a. Sultan Ali Mughayat Syah sebagai raja pertama di Kerajaan Aceh. Dia memerintah pada tahun
1514-1538 M.
b. Sultan Salahudin. Masa pemerintahan mulai 1530-1537 M,merupakan anak dari Sultan Ali
Mughayat Syah
c. Sultan Alaudin Syah. Masa pemerintahan pada tahun 1537-1568 M,merupakan saudara dari
Ali Mughayat Syah
d. Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575 M),juga merupakan cucu dari sultan Ali Mughayat
Syah
e. Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M),pemimpin kerajaan Aceh pada saat kejayaan
f.Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M),menantu dari Sultan Iskandar Muda

Kesultanan Aceh yang membangun wilayahnya yang kurang lebih seperti luas Provinsi Aceh
saat ini. Pada masa Sultan berikutnya, luas Aceh bertambah menjangkau tanah semenanjung
Melayu. Pada masa awal Kesultanan Aceh didirikan tahun 1507, tidak banyak bukti benda yang
bisa diidentifikasi saat ini. Tetapi, sejarah mencatat bahwa tinggalan terbaik dari Kesultanan
Aceh era awal adalah kawasan permukiman bernama Achen yang ketika menjadi kerajaan
menjelma menjadi pusat Kesultanan Aceh bernama Bandar Aceh Darussalam 

Struktur pemerintahan Kerajaan Aceh


Pemerintahan Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan / Sultanah yang berperan sebagai raja dan
penguasas. Sultan/Sultanah diangkat maupun diturunkan atas persetujuan oleh tiga Panglima
Sagoe dan Teuku Kadi Malikul Adil (Mufti Agung kerajaan). Sultan baru sah jika telah
membayar "Jiname Aceh" (maskawin Aceh), yaitu emas murni 32 kati, uang tunai seribu enam
ratus ringgit, beberapa puluh ekor kerbau dan beberapa gunca padi. Lambang kekuasaan tertinggi
yang dipegang Sultan dilambangkan dengan dua cara yaitu keris dan cap. Tanpa kedua lambang
kekuasaan,tidak akan ada pegawai kerajaan yang mengakui Sultan sebagai
pimpinan.Tanpa keris tidak ada pegawai yang dapat mengaku bertugas melaksanakan perintah
Sultan, sedangkan tanpa cap tidak ada peraturan yang mempunyai kekuatan hukum.
Selain itu terdapat juga badan pemerintahan Kerjaan Aceh yang terdiri dari

 Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Sultan sendiri, yang aggotanya
terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. Lembaga ini bertugas membuat
rencana dan penelitian.
 Balai Majlis Mahkamah Rakyat, yaitu lembaga yang dipimpin oleh Kadli Malikul
Adil, yang beranggotakan tujuh puluh tiga orang semacam Dewan Perwakilan Rakyat
sekarang.
 Balai Gading, yaitu Lembaga yang dipimpin Orang Kaya Laksamana Seri Perdana
Menteri; kira-kira Dewan Menteri atau Kabinet kalau sekarang, termasuk sembilan
anggota Majlis Mahkamah Rakyat yang diangkat.
 Balai Furdhah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal ekonomi, yang dipimpin oleh
seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka semacam Departemen
Perdagangan.
 Balai Laksamana, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang, yang
dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Laksamana Amirul Harb semacam
Departemen Pertahanan.
 Balai Majlis Mahkamah, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal
kehakiman/pengadilan, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Seri Raja
Panglima Wazir Mizan semacam Departemen Kehakiman.
 Balai Baitul Mal, yaitu lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan
perbendaharaan negara, yang dipimpin oleh seorang wazir yang bergelar Orang Kaya
Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Dirham semacam Departemen Keuangan.
Selain badan pemerintahan,terdapat juga pejabat tinggi negri :

 Syahbandar, pengurus masalah perdagangan di pelabuhan


 Teuku Kadhi Malikul Adil, semacam hakim tinggi.
 Wazir Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu pejabat yang mengurus segala
Hulubalang(pemimpin rakyat) kira-kira Menteri Dalam Negeri.
 Wazir Seri Maharaja Gurah, yaitu pejabat yang mengurus urusan hasil-hasil dan
pengembangan hutan; kira-kira Menteri Kehutanan.
 Teuku Keurukon Katibul Muluk, yaitu pejabat yang mengurus urusan sekretariat
negara termasuk penulis resmi surat kesultanan semacam Sekretaris Negara
Masa Kejayaan
Sebelum masa kekuasaan  Alaiddin Riayat Syah Sayyid,Sultan selalu dikendalikan oleh
orangkaya atau hulubalang,Banyak Sultan yang terbunuh dan tergulingkan kekuasaan nya oleh
rakyat nya.Namun, setelah raja-raja dan orangkaya menawarkan mahkota kepada Alaiddin
Riayat Syah Sayyid pada 1589. Ia segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan menumpas
orangkaya yang berlawanan dengannya sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa tunggal
Kesultanan Aceh yang dampaknya dirasakan pada sultan berikutnya.
Kesultanan Aceh mengalami kejayaan masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa
kepemimpinan Sultan Iskandar Muda pada 1607 - 1636. Pada masa kepemimpinannya, Aceh
menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada tahun 1629, kesultanan Aceh
melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah
kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh
atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Tetapi sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun
pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.
Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda)
didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul
Hamid. Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki
Selim II, Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I. Semua ini dilakukan untuk
memperkuat posisi kekuasaan Aceh
Masa Kemunduran dan Keruntuhan
Penyebab utama keruntuhan Aceh dikarenakan oleh Perang Aceh dengan Belanda yang tidak
dapat dimenangkan Kerajaan Aceh.Hal tersebut disebabkan oleh Semakin menguatnya
kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah
Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam
pangkuan penjajahan Belanda dan Kemunduran Kesultanan Aceh yang juga disebabkan oleh
beberapa faktor, di antaranya ialah

1. Perebutan tahta diantara pewaris tahta kerajaan.


2. Tidak adanya raja-raja besar yang bisa mengendalikan wilayah aceh yang besar menggantikan
Iskandar Muda yang wafat pada tahun 1636. Kemunduran semakin terlihat setelah meninggalnya
Iskandar Tsani pada tahun 1641 yang menggantikan raja sebelumnya Iskandar Muda
3. Timbul pertikaian antara golongan bangsawan dan golongan ulama yang berlangsung hingga
berkepanjangan. Pertikaian internal kerajaan ini melemahkan kerajaan aceh. Pertikaian ini
sendiri terjadi karena masalah perbedaan aliran agama (antara syiah dan sunnah wal jamaah)
4. Karena lebih sibuk dengan persoalan internal banyak daerah-daerah kekuasaan yang
melepaskan diri seperti johor, perlak, minang kabau, siak dan pahang. Banyak wilayah yang
memilih memerdekakan diri dengan dibantu oleh pihak belanda dengan harapan memperoleh
keutungan dalam bidang perdagangan yang lebih besar.

Kehidupan Ekonomi

Perekonomian
Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya:

1. Minyak tanah dari Deli,


2. Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,
3. Kapur dari Singkil,
4. Kapur Barus dan menyan dari Barus.
5. Emas di pantai barat,
6. Sutera di Banda Aceh.
Selain itu di ibu kota juga banyak terdapat pandai emas, tembaga, dan suasa yang mengolah
barang mentah menjadi barang jadi. Sedang Pidie merupakan lumbung beras bagi kesultanan.
Namun di antara semua yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor adalah lada.
Kehidupan Agama
Kehidupan masyarakat Aceh diatur berdasarkan hukum Islam. Kehidupan keagamaan
masyarakat Aceh tidak lepas dari peran golongan ulama. Golongan ulama di Aceh memiliki
peran penting dalam masyarakat. Selain itu, Kerajaan Aceh sangat memperhatikan
perkembangan pendidikan. Kerajaan Acehmemiliki sistem pendidikan berjenjang sebagai
berikut.
a. Meunasah, yaitu jenjang pendidikan setingkat sekolah dasar (ibtidaiyah). Dalam tingkat ini
siswadiajarkan keterampilan membaca huruf Arab, ilmu agama dalam bahasa Melayu, akhlak,
dan sejarah Islam.
b. Rangkang, yaitu jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah pertama (tsanawiyah).
Dalam tingkat ini siswa diajarkan keterampilan bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung,
hisab, dan βikih.
c. Dayah, yaitu jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah atas (aliyah). Dalam jenjang ini
siswa diajarkan ilmu βikih, tauhid, akhlak, ilmu pasti, dan bahasa Arab tingkat lanjut. Dayah
didirikan
d. Dayah Teuku Cik, yaitu jenjang pendidikan setingkat perguruan tinggi. Dalam Dayah Teuku
Cik diajarkan ilmu tafsir, hadis, sastra Arab,sejarah, filsafat, dan ilmu falak.
Kehidupan Sosial dan Budaya
Tatanan masyarakat Kerajaan Aceh dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan bangsawan
bergelar Teuku dan golongan ulama bergelar tengku. Darussalam juga mewariskan beberapa
peninggalan berupa bangunan bersejarah yang masih dapat disaksikan hingga saat ini. Selain
masjid raya Baiturrahman di Banda Aceh, bangunan peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam
antara lain benteng Indrapatra, masjid Indrapuri, Pinto Khop,dan Gunongan.

Anda mungkin juga menyukai