Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN REFLEKSI KASUS KOMPREHENSIF

Nama : Himatul Mahmudah


NIM : 20174011167
RS : RSU PKU Delanggu

I. Rangkuman pengalaman
Hari Selasa, 28 Mei 2019 pukul 14.30, Seorang wanita berumur 39 tahun
menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten
terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang
yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin
intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan
nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun pasien tampak
bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun
meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Sehingga
oleh dokter IGD tidak menuruti permintaan apsien untuk menambah dosis obat
analgesic yang diberikan.
II. Perasaan terhadap pengalaman
Menurut saya, kasus ini menarik karena merupakan salah satu contoh masalah
dilema etik (ethical dilemma). Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif
yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang
benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung
pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
III. Evaluasi
Bagaimana seharusnya sikap dokter jika dihadapkan dengan situasi seperti kasus
di atas?

IV. Analisis/pembahasan
Peresepan obat oleh dokter adalah salah satu langkah penting dalam pemberian
terapi obat yang rasional kepada pasien. Berdasar Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 resep adalah permintaan tertulis
dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. 8
Penulis resep adalah dokter, dokter gigi (terbatas pada pengobatan gigi dan mulut)
dan dokter hewan(terbatas pada pengobatan pada hewan/ pasien hanya hewan).
Penerima resep adalah apoteker pengelola apotek yang bila berhalangan tugasnya
dapat digantikan Apoteker Pendamping/Apoteker Pengganti atau Asisten Apoteker
Kepala di bawah pengawasan dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek.
Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat Benzodiazepines atau
disebut juga Minor Transquillizer dimana golongan ini merupakan obat yang paling
umum digunakan sebagai anti ansietas.  dan anti panik yang efektif digunakan untuk
mengurangi rangsangan abnormal pada otak, menghambat neurotransmitter asam
gama-aminobutirat (GABA) dalam otak sehingga menyebabkan efek penenang.
Alprazolam memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 12 – 15 jam dan efek sedasi
(mengantuk) lebih pendek dibanding Benzodiazepines lainnya, sehingga tidak akan
terlalu mengganggu aktivitas. Menurut UU Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika, Alprazolam termasuk dalam Psikotropika golongan IV, yakni
mempunyai potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan, dapat digunakan
untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter.
Praktek kedokteran merupakan bidang yang riskan untuk terjadinya pemakluman
yang salah. Ada satu hipotesis mengapa dokter jaga IGD tersebut meresepkan
Alprazolam secara mudah kepada Ny. R, yakni kemungkinan karena dokter jaga
sungkan untuk menolak karena ia merupakan pegawai baru di rumah sakit tersebut.
Sesuai KODEKI yang tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 Pasal 2
yakni “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi yang tertinggi” serta Pasal 3 yakni “Dalam melakukan
pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi” seharusnya sudah
jelas bahwa peresepan psikotropika secara bebas bukanlah merupakan tindakan yang
tepat. Sebaiknya seorang dokter selalu menjunjung tinggi idealisme profesi sehingga
tindakan peresepan secara bebas bisa dihindarkan. Penanaman etika kedokteran dan
hukum kesehatan pada saat masa pembelajaran akan membantu penerapannya kelak
ketika seorang dokter praktek.

Kesimpulan dan rencana tindak lanjut


- Alprazolam merupakan obat psikotropika golongan IV
- Peresepan secara bebas sebuah obat psikotropika tanpa memeriksa terlebih
dahulu subjek yang akan meminum obat tersebut bukanlah tindakan yang
tepat.
- Penanaman nilai etika kedokteran harus lebih diberikan agar kelak dalam
prakteknya seorang dokter senantiasa menjunjung tinggi idealisme profesi
serta menjaga kemandirian profesinya.

V. Referensi
Amir Amri, 2013, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

KASUS 3
Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan Euthanasia Pasif KASUS :Seorang
wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminaldengan metastase yang
telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi.Wanita tersebut mengalami nyeri tulang
yang hebat dimana sudah tidak dapat lagidiatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal
itu ditunjukkan denganadanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita
itumengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering memintadiberikan obat
analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukanpenambahan dosis pemberian
obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawatdisimpulkan bahwa penambahan obat analgesik
dapat mempercepat kematianklien.Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema
etik (ethical dilemma).Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yangmemuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan
tidakmemuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untukmembuat
keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yangrasional dan bukan
emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyakdiutarakan dan pada dasarnya
menggunakan kerangka proses keperawatan /pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson &
Thompson, 1985).Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai
berikut :Mengembangkan data dasarMengidentifikasi konflikMembuat tindakan alternatif
tentang rangkaian tindakan yang direncanakan danmempertimbangkan hasil akhir atau
konsekuensi tindakan tersebut
 
Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepatMendefinisikan kewajiban perawatMembuat
keputusanPEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK
 1. Mengembangkan data dasar :a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan
perawatb.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk
memberikanpenambahan dosis morphin. c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak
membahayakan diri kliend. Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan
penambahan dosismorphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga
klienkecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :Penderitaan klien dengan kanker payudara
yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin
yang telah ditetapkan.Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi
keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri.Konflik
yang terjadi adalah :a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian
klien.b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.3.Tindakan
alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dankonsekuensi tindakan tersebuta.
Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis
obat pengurangnyeri.Konsekuensi :1)Tidak mempercepat kematian klien
2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebutb. Tidak menuruti keinginan klien,
dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian pasien2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada
nyerinya (meningkatkanambang nyeri)3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri
tidak terpenuhic. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering
danapabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saattertentu misalnya
pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.Konsekuensi :1) Risiko mempercepat kematian
klien sedikit dapat dikurangi2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri
sehingga ia dapatcukup beristirahat.3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.4) Kecemasan
pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.4. Menentukan siapa pengambil keputusan
yang tepat :Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena
dokterlahyang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal
iniperlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yangdapat
ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dankeluarga klien dalam
membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalumendampingi pasien dan terlibat langsung
dalam asuhan keperawatan yang dapatmengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan
mekanisme koping klien,mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan
lain-lain.5. Mendefinisikan kewajiban perawata.Memfasilitasi klien dalam manajemen
nyerib.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang
nyeric.Mengoptimalkan sistem dukungan
 
d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadapmasalah yang
sedang dihadapie.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esasesuai dengan keyakinannya6. Membuat keputusanDalam kasus di atas terdapat dua tindakan
yang memiliki risiko dan konsekuensimasing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu
mempertimbangkanpendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun
upayaalternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen
nyeri(relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasiefektifitasnya.
Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakantidak efektif
maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan danklien/ keluarganya
akan dilaksanakan.DISKUSI :Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi
penderitaan klien namundapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri
disebutsebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang,
karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien.Sedangkan euthanasia
pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit danpenderitaan klien namun membiarkannya dapat
berdampak pada kondisi klien yanglebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat
kematian klien.Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh
petugaskesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun haltersebut
tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu.Upaya untuk mengurangi
penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepatkematiannya, namun tujuan utama
dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeridan penderitaan klien.PRINSIP LEGAL DAN
ETIK :Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi aktif atau pasif.
Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk menyebabkankematian seseorang.
Euthanasia pasif merupakan tindakan mengurangi ketetapandosis pengobatan, penghilangan
pengobatan sama sekali atau tindakan pendukungkehidupan lainnya yang dapat mempercepat
kematian seseorang. Batas keduatindakan tersebut kabur bahkan seringkali merupakan yang
tidak relevan.
Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda,diperbolehkan
untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangipenderitaan nyeri klien sekalipun
hal tersebut memiliki efek sekunder untukmempercepat kematiannya.Prinsip kemanfaatan
(beneficence) dan tidak merugikan orang lain (nonmaleficence) dapat dipertimbangkan dalam
kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klienmerupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan
dosis yangmempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak
melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi rasa nyeri yang dapatmembahayakan klien, dan
tidak mempercepat kematian klien merupakan tindakanyang tepat (doing good).DAFTAR
PUSTAKA:Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J, (2004), Fundamentals of
NursingConcepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line Taylor C.,
Lilies C., & Lemone P. (1997), Fundamentals of Nursing, Philadelphia :Lippincott

Anda mungkin juga menyukai