Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS


GIZI KURANG PADA BALITA DI PUSKESMAS LARAT
KECAMATAN TANIMBAR UTARA

OLEH :

SAMUEL J G JADERA

12113201170087

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2022
LEMBARAN PENGESAHAN

Kami menyatakan menerima dan menyetujui proposal ini yang disusun Oleh Samuel

J G Jadera NPM :12113201170087, untuk diuji.

Ambon, 01 mei 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Z. Rehena, S.Pd., M.Kes G. C. Siahaya, STP,. M.Si


NIDN. 1299048001 NIDN. 1216018301

Mengetahui, Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi

Fakultas Kesehatan Kesehatan Masyarakat

B.Talarima, SKM., M.Kes G.V. Souisa,S,SI.,M.Kes


NIDN. 1207098501 NIDN. 1201128802

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus, atas segala rahmat
dan penyertaannya kepada penulis sehingga penyusunan proposal ini dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Kesehatan Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Kristen Indonesia
Maluku.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini tidak terlepas dari
segala kelemahan dan keterbatasan. Namun karena adanya bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan proposal ini dapat terselesaikan, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Z. Rehena, S.Pd.,
M.Kes selaku pembimbing I beserta G. C. Siahaya, STP,. M.Si selaku pembimbing
II yang telah meluangkan waktu tenaga dan pemikirannya dalam memberi
bimbingan kepada penulis dari awal hingga selesainya proposal ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. H. H. Hetharia, M.Th Selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku.
2. Wakil Rektor I,II,III dan IV Universitas Kristen Indonesia Maluku.
3. Dekan Fakultas Kesehatan B.Talarima, SKM., M.Kes.

4. Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia

Maluku.

5. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat G. V Souisa S.Si,.M. Kes.


6. Semua Staf Dosen dan Pegawai Administrasi Fakultas Kesehatan yang tidak dapat
saya sebut namanya satu persatu.
7. Mama, Papa serta Keluarga besar Jadera yang selalu mendoakan, memberikan
motivasi, serta dukungan finansial bagi penulis dalam menjalani proses perkuliahan
di UKIM.
8. Keluarga Besar PNC dan WARS yang selalu mendoakan, dan memberikan motivasi
bagi penulis.

ii
9. Teman-teman seperjuangan program studi kesehatan masyarakat angkatan ke-X tahun
2017 yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
10. Teman-teman Peminatan Gizi yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
11. Teman-teman Terbaik (Galatia, Devilia, Ravenska, Christien, Gresya, Tivani, Billy,
Dion, Glen, Marcelino dan Juvali) yang selalu memberikan semangat dan motivasi
bagi penulis.
Penulis menyadari proposal ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik demi perbaikan dan
kesempurnaan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca.

Ambon, 01 April 2022


Penulis

Samuel J G Jadera
12113201170087

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................I

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................I

KATA PENGANTAR..............................................................................................I

DAFTAR ISI.............................................................................................................IV

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................8

C. Tujuan Penelitian...........................................................................................8

D. Manfaat Penelitian.........................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................11

A. Tinjauan Umum Penyakit..............................................................................11

B. Tinjauan Umum Tentang Lansia....................................................................22

C. Tinjauan Umum Variabel...............................................................................28

D. Kerangka Konsep...........................................................................................38

E. Hipotesis Penelitian........................................................................................39

BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................40

A. Jenis Penelitian...............................................................................................40

B. Lokasi dan Waktu..........................................................................................40

iv
C. Populasi dan Sampel......................................................................................40

D. Variable Penelitian.........................................................................................42

E. Defenisi Operasional......................................................................................43

F. Instrumen Penelitian.......................................................................................46

G. Kriteria Penelitian..........................................................................................46

H. Pengumpulan Data.........................................................................................46

I. Pengolahan dan Analisis Data........................................................................47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................49

A. Hasil ..............................................................................................................49

B. Pembahasan ...................................................................................................61

BAB V PENUTUP ...................................................................................................67

A. Kesimpulan....................................................................................................67

B. Saran...............................................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................69

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi Kurang adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi

sangat kurus, disertai atau tidak edema pada kedua punggung kaki, berat

badan menurut panjang badan atau berat badan dibanding tinggi badan

kurang dari -3 standar deviasi dan/atau lingkar lengan atas kurang dari 11,5

cm pada Anak usia 6-59 bulan (Permenkes RI, 2019). Gizi kurang pada

balita akan berdampak pada balita yaitu dalam jangka pendek adalah

terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan

fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka

panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya

kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh

sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit

diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker,

stroke, dan disabilitas pada usia tua (Kemenkes, 2020).

Pembangunan kesehatan adalah investasi utama bagi pembangunan

sumber daya manusia Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, serta kemampuan

setiap orang untuk dapat berperilaku hidup yang sehat untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat

dapat dilihat dari berbagai faktor yang meliputi indikator umur harapan

1
hidup, angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat terutama

pada balita (Kemenkes RI, 2017).

Balita merupakan kelompok umur yang paling sering mengalami

masalah kekurangan gizi. Kebutuhan gizi untuk anak pada awal

kehidupannya merupakan hal yang sangat penting. Kekurangan gizi pada

masa balita berkaitan dengan perkembangan otak sehingga dapat

mempengaruhi kecerdasan anak dan berdampak pada kebutuhan kualitas

sumber daya manusia di masa mendatang (Diniyyah dkk, 2017).

Gizi kurang atau Underweight adalah kegagalan balita untuk

mencapai berat badan ideal, yang kemudian bisa mempengaruhi pertumbuhan

tinggi badan. Berdasarkan kesehatan dunia (WHO) memperikan sekitar 10%

anak-anak mengalami gizi kurang dengan z-score -3 dan < -2 yang memiliki

resiko kematian tiga kali lebih besar dari anak-anak gizi baik (Siscadarsih

dkk, 2020).

Berdasarkan tren persentase gizi buruk dan gizi kurang pada balita

usia 0-59. bulan di Indonesia sejak tahun 2013 sampai tahun 2019 secara

umum mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dimana pada tahun

2013 persentase balita gizi buruk dan gizi kurang usia 0-59 bulan yaitu 12,1%

menjadi 7,4% pada tahun 2019 atau turun sebesar 0,8% setiap tahunnya.

Berdasarkan hasil data surveilans gizi tahun 2020 pada kegiatan pemantauan

pertumbuhan yang di entry kedalam aplikasi e-PPBGM, baduta dengan

pengukuran indeks Berat Badan menurut Umur yang di entry sebanyak 49%

dari sasaran baduta yang ada. Dari sasaran baduta di entry tersebut

2
didapatkan sebanyak 58.425 (1,3%) baduta dengan berat badan sangat kurang

dan sebanyak 248.407 (5,4%) baduta dengan berat badan kurang. Provinsi

dengan persentase tertinggi gizi buruk dan gizi kurang pada baduta adalah

Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah

Provinsi Bali (Profil Kesehatan RI, 2020).

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi gizi kurang

tahun 2018 adalah 13,8%. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi

nasional 2013 (13,9%) terlihat meningkat pada tahun 2018 mengalami

penurunan sebesar 0,1% dari tahun 2013. Pada Provinsi Maluku gizi kurang

di tahun 2013 yaitu 17,8% sedangkan pada tahun 2018 mengalami penurunan

sebesar 0,3% dengan gizi kurang sebesar 17,5%. Data provinsi maluku

tenggara di tahun 2018 yaitu 13,8% dengan gizi kurang 19,9%

Puskesmas Larat memiliki 2 Kelurahan yaitu Kelurahan Ridol dan

Kelurahan Ritabel. Berdasarkan studi pendahuluan pengambilan data awal

yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 14 april 2022 di Puskesmas Larat

di peroleh data jumlah balita pada tahun 2018 sebanyak 238 dan balita yang

gizi kurang berjumlah 26 balita, pada tahun 2019 jumlah balita sebanyak 221

dan balita yang gizi kurang berjumlah 30 balita, pada tahun 2020 jumlah

balita sebanyak 236 dan balita yang gizi kurang berjumlah 42 balita, dan pada

tahun 2021 jumlah balita sebanyak 256 dan balita yang gizi kurang berjumlah

48 balita menurut kasus kanjungan Balita pada Puskesmas Larat.

Status gizi kurang pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang

dapat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan

3
berpikir. Ada beberapa factor yang berhubungan dengan status gizi buruk

pada balita antara lain adalah pengetahuan ibu tentang gizi anak. Tingkat

pengetahuan ibu merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab

terjadinya kekurangan gizi pada anak, karena Ibu adalah pengasuh terdekat

dan ibu juga yang menentukan makanan yang akan dikonsumsi oleh anak dan

anggota keluarga lainnya. Seorang ibu sebaiknya tahu tentang gizi seimbang

sehingga anak tidak mengalami gangguan seperti kekurangan gizi.

(Kuswanti, 2022).

Selain pengetahuan ibu, faktor pola asuh juga mempunyai hubungan

dengan kejadian gizi kurang pada balita. Pola asuh merupakan salah satu

indikator sosial dalam masyarakat karena melalui pola asuh sikap

tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah citra sosialnya.

Semakin tinggi pola asuh ibu akan semakin mudah dia memberikan

pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pola asuh ibu terhadap

balita diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Anwar,

2022).

Pendapatan keluarga juga mempunyai hubungan dengan kejadian gizi

kurang pada balita selain pengetahuan ibu dan pola asuh anak. Tingkat

pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

makanan yan dikonsumsi. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan

makanan tergantung pada besar kecilnya pendapatan, keluarga dengan

pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi

kebutuhan makananya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam

4
tubuh. Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan

dibeli dengan adanya tambahan uang (Kasumayanti, 2020).

Berdasarkan survei keluarga pada Kota Larat, maka pendapatan

masyarakat dari hasil berkebun dan hasil laut rata-rata diperkirakan berkisar

antara Rp. 100.000 – Rp.500.000/bulan (Rp. 1.200.000 –

Rp.6.000.000/tahun), bahkan ada yang kurang dari ini. Salah satu

karakteristik keluarga adalah tingkat pendapatan keluarga. Keluarga dengan

status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi pangan dan

gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi pada

anak balita

Berdasarkan uraian dan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan status

gizi kurang pada balita di Puskesmas Larat Kecamatan Tanimbar Utara”.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan pengetahuan ibu tentang gizi, pola asuh anak dan

pendapatan keluarga dengan status gizi pada balita di Puskesmas Larat

Kecamatan Tanimbar Utara ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

5
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi,

pola asuh anak dan pendapatan keluarga dengan status gizi kurang

pada balita di Puskesmas Larat Kecamatan Tanimbar Utara.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi

dengan status gizi kurang pada balita di Puskesmas Larat

Kecamatan Tanimbar Utara.

b) Untuk mengetahui hubungan pola asuh dengan dengan status

gizi kurang pada balita di Puskesmas Larat Kecamatan Tanimbar

Utara.

c) Untuk mengetahui hubungan pendapatan keluarga dengan

dengan status gizi kurang pada balita di Puskesmas Larat

Kecamatan Tanimbar Utara.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan pengetahuan dalam bidang

kesehatan masyarakat yang mana dapat bermanfaat bagi pembaca

2. Manfaat Praktis

a) Bagi institusi

1. Menjadi referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian lebih lanjut.

b) Bagi Masyarakat

6
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi

dan juga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat terlebih

khusus kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita tentang

bahaya penyakit gizi kurang pada balita sehingga masyarakat

(ibu-ibu) dapat lebih menjaga dan memperhatikan pola makan

anak agar tidak terkena gizi kurang ataupun gizi lebih.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Gizi Kurang Pada Balita

1) Defenisi Gizi Kurang Pada Balita

Gizi kurang adalah kondisi serius yang terjadi ketika asupan

makanan seseorang tidak sesuai dengan jumlah nutrisi yang

dibutuhkan. Nutrisi yang didapat bisa terlalu sedikit atau terlalu banyak.

Kondisi ini dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan seperti

stunting, gangguan mata, diabetes, dan penyakit jantung. Menurut

data Riset Kesehatan Dasar 2018, jumlah balita dengan gizi buruk di

Indonesia adalah sebanyak 3,9% dan gizi kurang adalah 13,8%. Gizi

kurang dapat disebabkan oleh pola makan yang kurang baik, status

ekonomi yang rendah, sulit medapatkan makanan, serta berbagai kondisi

medis dan kesehatan mental. Bila seseorang tidak mendapatkan nutrisi

dalam jumlah yang seimbang, malnutrisi dapat terjadi. Pasien obesitas

7
mungkin mengalami malnutrisi. Gejala gizi kurang dapat berupa rasa

lelah, pusing, dan penurunan berat badan. Gizi kurang juga dapat tidak

bergejala. Untuk menentukan penyebab gizi kurang, dokter dapat

melakukan tes darah dan penilaian nutrisi. Pengobatan gizi kurang

dilakukan dengan mengganti nutrisi yang kurang dan mengobati

penyebab yang mendasarinya (Kemenkes 2018).

Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan

zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Status gizi kurang

ditentukan berdasarkan indikator antropometri berat badan menurut

tinggi atau panjang badan (BB/TB) dengan z-skor BB/TB <-3 SD.

Status gizi kurang pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang dapat

menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir

(Alpin, 2021).

Masalah malnutrisi merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama pada negara-negara berkembang, masalah ini

mempengaruhi kondisi bayi, balita dan wanita usia produksi. Gizi

kurang dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi yang perlu lebih

diperhatikan yaitu pada kelompok bayi dan balita. Gizi kurang

memberikan kontribusi terhadap terjadinya mortalitas pada anak balita.

Salah satu penyebabnya adalah kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi

sehingga banyak balita mengidap gizi kurang. Masalah gizi disebabkan

oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu sama lain, terdiri

8
dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung

meliputi kurangnya ketersediaan pangan pada tingkat rumah tangga dan

penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung yaitu pola asuh

yang tidak memadai serta masih rendahnya akses pada kesehatan

lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat. Masalah sosial-

ekonomi juga turut memberikan andil, diantaranya adalah kemiskinan.

Kemiskinan merupakan alasan tidak tercukupinya asupan gizi serta

ketidakmampuan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Selain itu, faktor

biologi dan lingkungan juga ikut berpengaruh ( Budiantara 2017).

Periode 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) merupakan periode

yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa

ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak buruk

yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam

jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,

gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh.

Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan

adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi

untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan

pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta

kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya

produktivitas ekonomi. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status

gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U).

9
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan bahwa

persentase gizi kurang pada balita usia 0-59 bulan di Indonesia adalah

3,9%. Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan hasil Pemantauan Status

Gizi (PSG) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tahun

2017, yaitu persentase gizi kurang pada balita usia 0-59 bulan sebesar

3,8%. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi kurang pada balita usia

0-59 bulan tahun 2017 adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),

sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Provinsi Bali.5,6

Kondisi gizi kurang dan buruk pada balita di Indonesia masih berada di

atas ambang batas kecukupan gizi yang ditetapkan Badan Kesehatan

Dunia (WHO). Pada kategori kekurangan gizi menurut indeks berat

badan per usia, angkanya mencapai 17%. Padahal ambang batas angka

kekurangan gizi WHO itu 10%.4 ( Setiningrum 2017).

2) Klasifikasi Gizi Buruk Pada Balita

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3,

yaitu:

a) Marasmus

Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak

cukup. Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan.

Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajah

seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah

makan, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga

10
tampak jelas dan pantat kendur dan keriput (baggy pant)

(Karismatika. 2018)

b) Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein

yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau

tinggi namun asupan protein yang inadekuat (Liansyah TM, 2017).

Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah :

1. Rambut berubah 12 menjadi warna kemerahan atau abu-abu,

menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi

lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi

dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau

protein.

2. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat,

Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit), terjadi

pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah sehingga

balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan

oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki selera

yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan

(Liansyah TM, 2017).

3. Marasmus-Kwashiorkor

Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan

kwashiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung

protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita

11
berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-

tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan

kulit serta kelainan biokimia (Liansyah TM, 2017).

Table 2.1 Klasifikasi Gizi Pada Balita

Klasifikasi Status Gizi Klinis Antropometri

Tampak sangat kurus dan atau

Gizi Buruk edema pada kedua punggung <-3 SD

kaki sampai seluruh tubuh

Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD samapi <-2 SD

Gizi Baik Tampak sehat -2 SD sampai 2 SD

Gizi Lebih Tampak gemuk >2 SD

Sumber: Standar status gizi menurut WHO-NCHS- the Indonesian Public Health

2019

Indikator status gizi berdasar indeks Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut

sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama

(singkat). Misal terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan

(kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Penentuan

klasifikasi status gizi dapat dilakukan dengan memperhatikan tanda

klinis anak balita dan indeks BB/TB(PB) dengan menggunakan standar

deviasi (SD) ( Kemenkes 2018).

3) Etiologi Gizi kurang pada balita

12
Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makanan

sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein (Dewi dkk

2019). Penyebab kurang gizi dapat bersifat primer, yaitu apabila

kebutuhan individu yang sehat akan protein, energi, atau keduanya,

tidak dipenuhi oleh makanan yang adekuat, atau sekunder, akibat

adanya penyakit yang dapat menyebabkan asupan kurang optimal,

gangguan penyerapan, dan peningkatan kebutuhan karena terjadi

kehilangan zat gizi atau keadaan stres (Dewi dkk 2019). Asupan

makanan yang kadar proteinnya kurang dari kebutuhan tubuh,

mengakibatkan kekurangan asam amino esensial yang diperlukan dalam

pertumbuhan dan perbaikan sel. Apabila kebutuhan zat gizi akan protein

tidak tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan makanan yang

ada, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian

cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika

kondisi ini terjadi dalam waktu lama, cadangan itu akan habis dan akan

menyebabkan kelainan pada jaringan, dan proses selanjutnya dalam

tubuh akan menunjukkan manifestasi Kurang Energi Protein

(KEP) berat yang biasa disebut kwashiorkor (kekurangan protein)

ataupun marasmus (kekurangan energi) (Dewi dkk 2019).

4) Komplikasi gizi kurang pada balita

Menurut Bagan Tatalaksana Anak Gizi kurang dari Kementerian

Kesehatan RI, berikut gejala gizi buruk yang umum pada anak-anak

13
1. Gizi buruk tanpa komplikasi

Gizi buruk pada anak tanpa komplikasi memiliki berbagai gejala

seperti:

a) Terlihat sangat kurus dengan kulit yang kering

b) Mengalami edema atau pembengkakan, paling tidak pada

kedua punggung tangan atau pun kaki

c) Memiliki baggy pants atau kulit pantat keriput

d) Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang

dari -3SD

e) LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan

f) Nafsu makan baik

g) Sel iga terlihat dengan jelas

h) Tidak disertai dengan komplikasi medis

i) Gizi kurang dengan komplikasi

Sementara itu, gizi buruk pada anak dengan komplikasi ditandai

dengan berbagai gejala seperti:

a) Terlihat sangat kurus.

b) Edema atau pembengkakan pada seluruh tubuh.

c) Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang

dari -3 SD

d) LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan

14
e) Memiliki satu atau lebih komplikasi medis seperti

anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,

demam tinggi, dan penurunan kesadaran.

5) Factor resiko Gizi kurang pada balita

Faktor risiko gizi kurang antara lain :

a) Asupan makanan

Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor,

antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak

cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola

makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah

air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Setiap

gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat

4 kalori. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam

keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan

50% dari karbohidrat. Kelebihan kalori yang menetap setiap hari

sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram

dalam seminggu (Panjaitan 2018).

Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan

misalnya pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan

pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal ini

dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah

berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat

15
memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur

dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita

harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,

menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan

jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang

dikehendaki. Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki

pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang kurang

beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi

hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.

Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola

makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung

unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan

pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan

buah (Panjaitan 2018).

b) Status sosial ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat

sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk

memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.

Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur

status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat

pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak

dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu

rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan

16
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.

Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah

kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan

ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan

yang kurang bergizi, bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga (Panjaitan 2018).

c) Pendidikan ibu

Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang

kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai

setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan

pangan yang bergizi merupakan factor penting dalam masalah

kurang gizi. Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya

kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan

yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang

mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam

kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi

ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya

mempengaruhi kuantitas. dan kualitas konsumsi pangan yang

merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak

balita (Wahyuni 2018).

Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat

mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu

17
berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak. Tingkat

pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk

menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-

hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk

mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang

diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan Negara

(Wahyuni 2018)

d) Penyakit penyerta

Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat

rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit

tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak (Pratyaningrum

2017). Penyakit-penyakit tersebut adalah:

1. Diare persisten :

sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau

lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau

berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan

dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal.

Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare

berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive

enteropathi dan penyakit Blind loop.

2. Tuberkulosis :

18
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang

dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ

tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial

oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap

ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam

hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok

umur, baik di paru maupun di luar paru.

3. HIV AIDS :

HIV merupakan singkatan dari ’human

immunodeficiencyvirus’. HIV merupakan retrovirus

yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia

(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages–

komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan

menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi

virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem

kekebalan yang terus- menerus, yang akan

mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem

kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak

dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan

penyakit- penyakit. Penyakit tersebut di atas dapat

memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan

makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi

19
esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara

kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi

buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk

akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan

terhadap penyakit

4. Pengetahuan ibu

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam

penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya

pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu

berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.

Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan

keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga

akan lebih banyak membeli barang karena pengaruh

kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan

gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu

menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan

sehari-hari (Pratyaningrum 2017).

5. Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan

berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang

masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab

terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.

20
Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37

minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak

mempunyai uterus yang dapat menahan janin, gangguan

selama kehamilan, dan lepasnya plasenta yang lebih

cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ

dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk

bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda

umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang

berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik.

Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat

kurang matangnya organ karena premature

(Pratyaningrum 2017).

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat

disebabkan oleh bayi lahir kecil untuk masa kehamilan

yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat

berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh

keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi

lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat

dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan

disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan faktor

utama yang disebabkan oleh BBLR. Gizi buruk dapat

terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat

anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

21
terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini

menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga

asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi

berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk

(Pratyaningrum 2017).

6. Kelengkapan imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau

kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat

memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga

bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita

tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit

lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita

penting untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi

merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan

terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi

imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif

adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah

dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh

memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif

adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar

antibodi dalam tubuh meningkat (Rumiasih 2018).

Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang

disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau

22
kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi

pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat

kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal

untuk melanjutkan pembangunan negara. Kelompok

yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah

bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap

penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum

sebaik dengan orang dewasa (Rumiasih 2018)

7. Asi

Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air

susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam

bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI

eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode

1997-2003 yang cukup memprihatinkan yaitu bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah.9 Sebanyak

86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula,

makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu

formula. Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di

seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi

sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur

dua tahun (Adrianny 2018).

23
Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang

sangat bermanfaat antara lain oleh karena

praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi

kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat

antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan

psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu

merupakan makanan alam atau natural, ideal, fisiologis,

nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar

dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang

lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan

pertumbuhan bayi. Selain ASI mengandung gizi yang

cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat

kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi.

Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak

rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung

terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI disesuaikan

dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat

terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan

tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu

formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya,

bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu

formula tidak steril, bayi akan rawan diare (Adrianny

2018).

24
6) Penatalaksanaan

Agar anak tidak mengalami kurang gizi maka orang tua harus

berusaha keras untuk memenuhi nutrisi yang seimbang. Masa

pertumbuhan anak sangat bergantung kepada apa yang ia makan. Lebih

baik mencegah dari pada mengobati, Pencegahan gizi buruk harus

dilakukan sedari dini. Dalam hal ini, keluarga merupakan pondasi kuat

agar gizi buruk tidak dialami oleh generasi berikut (Kemenkes 2018).

a. Pencegahan Gizi kurang pada Balita

Untuk pencegahan gizi buruk tersebut dapat dimulai dengan cara-

cara berikut ini:

1) Memaksimalkan pemberian ASI eksklusif

2) Orang tua khususnya ibu harus terampil menyesuaikan menu

MPASI bagi anak yang sudah tidak bergantung pada ASI

3) Mencari tau penyebab dan gejala awal gizi buruk

4) Meningkatkan pemahaman tentang asupan nutrisi dari makanan

dan minuman yang dikonsumsi anak

5) Rutin periksa kesehatan di Posyandu atau Puskesmas, terutama

mengukur tinggi dan berat badan anak

6) Jika memungkinkan, sediakan pula makanan tambahan dan

suplemen gizi agar tumbuh kembang anak semakin optimal

b. Pengobatan Gizi kurang pada Balita

25
Diagnosis yang tepat pada masalah balita gizi buruk penting

untuk mencegah konsekuensi yang lebih berat pada masa

mendatang. Ketika diketahui ada tanda gizi buruk, sebaiknya balita

segera dibawa ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pengobatan

balita gizi buruk bisa dilakukan sendiri di rumah jika masih pada

tahap awal. Bila sudah terlalu berat, masalah gizi itu mesti ditangani

di rumah sakit. Pengobatan gizi buruk di rumah antara lain

dilakukan dengan:

1) Konsumsi makanan bernutrisi dalam interval tertentu

2) Pastikan anak mengikuti pola makan diet seimbang

3) Mematuhi anjuran diet dari dokter

4) Minum air sekurangnya 1,5 liter per hari

Sedangkan pengobatan di rumah sakit membutuhkan obat-

obatan dan suplemen bagi balita. Bila balita tak bisa makan sendiri,

diperlukan infus. Selain itu, perawatan dan pengawasan secara

intensif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan pada kasus gizi buruk

balita yang lebih parah. Untuk mencegah masalah gizi ini, para

orang tua diharapkan menerapkan pola makan diet seimbang pada

anak dan memastikan layanan dasar mereka tercukupi (Kemenkes

2018).

26
B. Tinjauan Umum Tentang Balita

1. Defenisi Balita

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai

dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan

disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya

lebih banyak dengan kualitas yang tinggi. Akan tetapi, balita termasuk

kelompok yang rawan gizi serta mudah menderita kelainan gizi karena

kekurangan makanan yang dibutuhkan. Konsumsi makanan memegang

peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak sehingga

konsumsi makanan berpengaruh besar terhadap status gizi anak untuk

mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak (Ariani, 2017).

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun

atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Balita

adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak pra sekolah

(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua

untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik, namun

kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting

dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan

pasa masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan

perkembangan anak pada periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di

usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah

27
terulang kembali, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan

(Ariani, 2017). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2018)

menjelaskan balita merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan

dan perkembangan yang pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan

setiap individu berbeda-beda, bisa cepat maupun lambat tergantung dari

beberapa faktor, yaitu nutrisi, lingkungan dan sosial ekonomi keluarga.

2. Karakteristik Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di

bawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga

tahun yang yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun

sampai lima tahun yang dikenal dengan usia pra sekolah (Febrianty 2020).

Menurut karakterisik, balita terbagi dalam dua kategori, yaitu anak

usia 1-3 tahun (batita) dan anak usia pra sekolah. Anak usia 1-3 tahun

merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang

disediakan oleh ibunya Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa

usia pra sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar.

Pola makan yang diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi

sering karena perut balita masih kecil sehingga tidak mampu menerima

jumlah makanan dalam sekali makan, sedangkan pada usia pra sekolah anak

menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang

disukainya. Pada usia ini, anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau

28
bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam

perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes

sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap ajakan. Pada masa ini

berat badan anak cenderung mengalami penurunan, ini terjadi akibat dari

aktifitas yang mulai banyak maupun penolakan terhadap makanan

(Febrianty 2020).

3. Defenisi Tumbuh kembang

Banyak orang-orang menggunakan istilah “tumbuh” dan “kembang”

secara masing-masing atau bahkan ditukar-tukar (Soetjiningsih, 2016).

Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang lengkap dari peralihan

biokimia, marfologi, dan fisiologi yang terbentuk semenjak konsepsi

sampai maturitas/dewasa (Soetjiningsih, 2016). Sebenarnya istilah tumbuh

kembang mencakup 2 keadaan yang karakternya berbeda, akan tetapi saling

berhubungan dan rumit dipisahkan (Soetjiningsih, 2016), yaitu

pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut :

a) Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif,

yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ,

maupun individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik,

akan tetapi juga meliputi ukuran dan struktur organ tubuh dan otak.

Sebagai contoh, anak mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk

belajar, mengingat, dan mempergunakan akalnya adalah hasil dari

pertumbuhan otak. Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun

29
mental. Pertumbuhan fisik boleh diperhitungkan dengan ukuran

panjang (cm, meter), ukuran berat (gram, pound, kilogram), umur

tulang dan tanda-tanda seks sekunder (Soetjiningsih2016).

b) Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif dan kualitatif. Bertambahnya keahlian (skill) struktur dan

fungsi organ yang lebih kompleks, dalam sistem atau pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai pengaruh dari proses

pematangan adalah definisi dari perkembangan. Perkembangan

menyangkut metode pembedaan sel tubuh, jaringan tubuh, organ

tubuh, dan sistem organ yang berkembang secara sempurna

sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga

perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi, dan perkembangan

perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat, terarah, dan

terpadu/koheren. Progresif berisi arti maka perubahan atau

perkembangan yang timbul mempunyai tujuan khusus dan mengarah

maju atau tumbuh ke depan dan tidak akan kembali mundur ke

belakang (Soetjiningsih, 2016).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Secara umum terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anak menurut (Soetjiningsih, 2016), yaitu :

a) Faktor genetic

30
Faktor genetik merupakan bekal dasar dan memiliki

kedudukan pertama untuk memperoleh hasil akhir proses tumbuh

kembang anak. Pertumbuhan ditandai oleh kekuatan atau

ketangguhan dan kecepatan atau kecekapan pembelahan, status

sensitivitas jaringan yang akan rangsangan, umur pubertas, dan

berakhirnya pertumbuhan tulang. Faktor bawaan yang normal dan

patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa merupakan faktor

genetik (Soetjiningsih 2016).

b) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan komponen yang sangat memastikan

berhasil tidaknya potensi atau kemampuan genetic (Soetjiningsih,

2016). Lingkungan yang baik atau bermutu akan memungkinkan

tercapainya potensi genetic, sedangkan lingkungan yang tidak baik

akan menghambatnya (Soetjiningsih, 2016). Lingkungan ini

merupakan lingkungan biofisikopsikososial yang mempengaruhi

seseorang setiap hari, sejak dari konsepsi sampai ujung jiwanya

(Soetjiningsih, 2016). Faktor lingkungan poscanatal yang

berpengaruh terhadap tumbuh kembang terdiri dari (Soetjiningsih,

2016):

1) Lingkungan biologis terdiri dari ras/suku bangsa, jenis

kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kerentanan

terhadap penyakit, kondisi kesehatan kronis, fungsi

metabolisme dan hormon.

31
2) Faktor fisik terdiri dari cuaca, musim, keadaan geografis

suatu daerah, sanitasi, keadaan rumah, dan radiasi.

3) Faktor psikososial terdiri dari stimulasi, motivasi belajar,

ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress,

sekolah, cinta dan kasih sayang, dan kualitas interaksi anak

dan orang tua.

4) Faktor adat dan istiadat terdiri dari pekerjaan dan pendapatan

keluarga, Pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, jenis

kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga,

kepribadian ibu dan ayah, pola pengasuhan, adat istiadat,

norma dan tabu, agama, urbanisasi, dan kehidupan politik.

A. Tinjauan Umum Tentang Variabel

1. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

a) Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keigintahuan

melalui proses sensories, terutama pada mata dan telinga terhadap

objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang terpenting

dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior (Donsu,

2017). Pengetahuan ibu tentang gizi balita secara tidak langsung

akan menentukan status gizi balita. Hal ini dikarenakan ibu yang

menjadi penanggung jawab dalam keluarga tentang pemberian

makan keluarga, terutama anak. Jadi semakin baik pengetahuan ibu,

32
maka pemberian makan akan baik pula sehingga status gizi anak

juga baik.

b) Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Fitriani, 2015 berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan

di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin mudah orang tersebut untuk

menerima informasi. Pendidikan tinggi seseorang akan

mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun media

massa. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin

banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di

pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh pada

pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu

objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek

negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang

terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari

33
objek yang diketahui akan menumbuhkan sikap positif

terhadap objek tersebut.

2) Media Massa/Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun non formal dapat memberikan pengetahuan jangka

pendek (immediate impact), sehingga menghasilkan

perubahan dan peningkatan pengetahuan. Kemajuan

teknologi menyediakan bermacam-macam media massa yang

dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang

informasi baru. Sarana komunikasi seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain pempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang.

3) Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang

tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau

tidak. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi

pengetahuan seseorang.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

individu baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

34
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu yang berada pada lingkungan

tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya interaksi timbal

balik yang akan direspon sebagai pengetahuan.

5) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi

ataupun pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

6) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Bertambahnya usia akan semakin berkembang

pola pikir dan daya tangkap seseorang sehingga pengetahuan

yang diperoleh akan semakin banyak.

c) Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut nursalam 2016 pengetahuan seseorang dapat

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1) Pengetahuan baik : 76%-100%

2) Pengetahuan cukup : 56%-75%

3) Pengetahuan kurang :<56%

d) Hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian gizi kurang pada balita

Berdasarkan Hasil penelitian dari Dari (Nurmalisa dkk,

2019) hasil uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dan pendidikan ibu terhadap status gizi balita.

35
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ibu yang

berpendidikan tinggi memiliki status gizi balita baik yaitu 73,2 %,

sedangkan ibu yang berpenegtahuan baik memiliki status gizi balita

baik yaitu 75,0 %. Oleh karena itu ibu yang mempunyai

pengetahuan kurang akan beresiko 4 kali mempunyai balita dengan

status gizi kurang dibandingkan dengan ibu yang memiliki

pengetahuan baik terhadap status gizi balita, sedangkan ibu yang

berpendidikan rendah akan lebih beresiko 3 kali mempunyai balita

dengan status gizi kurang dibandingkan dengan ibu yang

berpendidikan tinggi terhadap status gizi balita.

Faktor yang dapat mempengaruhi status gizi pada balita

adalah asupan makanan pada anak dan penyakit infeksi yang

merupakan penyebab langsung, sedangkan penyebab tidak

langsungnya adalah persediaan makanan dirumah, pengetahuan,

pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan

lingkungan serta kemiskinan. Pengetahuan dalam penelitian ini

adalah pemahaman ibu balita tentang kebutuhan gizi balita meliputi

pengertian zat gizi, macam-macam, manfaat dan tanda kekurangan

gizi. Secara proporsi menunjukkan ibu berpengetahuan baik

mayoritas memiliki balita dengan gizi baik yaitu 83,01% lebih

banyak dibandingkan ibu dengan pengetahuan kurang yaitu 54,76%

(Susilowati & Himawati, 2017).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wati

36
& Subagyo (2018) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak

balita. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak

balita yang memiliki status gizi tidak normal ibunya berpendidikan

rendah (50%). Hal ini menunjukkan bahwa peran seorang ibu sangat

penting dalam kesehatan dan pertumbuhan anaknya. Seorang anak

dari ibu yang mempunyai latar belakang berpendidikan tinggi maka

akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh dan mudah

menerima wawasan yang lebih luas mengenai gizi.

2. Pola Asuh

Pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan

waktu, perhatian dan dukungan dalam memnuhi kebutuhan fisik,

mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam anggota

keluarga lainnya. Lebih lanjut pola asuh dimanifestasikan dalam

beberapa hal yaitu perhatian atau dukungan untuk wanita seperti

pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asuhan

makanan selama hamil, pemmberian ASI dan makanan pendamping

anak, persiapan dan penyimpanan makanan pada anak (Purba dkk,

2019).

Pola pengasuhan berkaitan dengan kemampuan keluarga untuk

menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik maupun mental

37
sosial. Faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan

pengetahuan dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi tingkat

ketahanan keluarga, maka semakin baik pola pengasuhan anak dan

keluarga dan semakin banyak memanfaatkan pelayanan keshatan yang

ada (Purba dkk, 2019).

Pemberian pola asuh juga dipengaruhi oleh posisi anak dalam

keluarga yang memiliki jumlah anak dari satu. Anak pertama akan

mendapatkan perhatian yang lebih karena belum ada saudara yang lain

sehingga perhatian orangtua cenderung menjadi tergantung dengan

orangtua. Anak tengah biasanya mendapat perhatian yang kurang dari

orangtuanya. Namun anak terakhir mendapatkkan perhatian penuh oleh

seluruh anggota. Hal ini dapat mengakibatkan pencapaian pertumbuhan

dan perkembangan anak kurang maksimal. Pola asuh kepada anak

diharapkan dapat disesuaikan dengan tahap pertumbuhan dan

perkembangannya tanpa mengesampingkan aspek psikologis anak. Pola

asuh yang baik perlu didukung oleh pengetahuan yang baik untuk

menjadi dasar bersikap dan bertindak yang dapat menunjang

pertumbuhan perkembangan balita secara optimal sedangkan Pola asuh

yang tidak baik merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah gizi

(Purba dkk, 2019).

Pola pengasuhan merupakan salah satu aspek yang mendorong

status gizi. pola pengasuhan yang terdapat hubungannya pada status gizi

anak adalah pola asuh makan meliputi pemberian makanan sesuai umur,

38
kepekaan ibu mengetahui saat anak ingin makan (waktu makan), upaya

dalam menciptakan nafsu makan anak dll. Kecukupan gizi anak dapat

dipengaruhi usia sehingga semakin beranjak usia anak, maka semakin

bertambah jumlah kebutuhan gizi yang diperlukan. Ibu perlu menguasai

makanan kesukaan anak dan kebiasaan makan anaknya. Tahun pertama

aktivitas anak merupakan dasar untuk menentukan kebiasaan untuk

tahun berikutnya termasuk kebiasaan makan. (Khaeriyah dkk, 2020).

a. Tujuan Pola Asuh

Menurut Purba dkk, 2020 tujuan pola asuh terbagi atas dua bagian

yaitu:

1) menumbuhkan kebiasaan yang baik

2) memberi kenangan kepada anak bahwa orangtua mengajarkan

yang baik pada anak nya.

b. Bentuk Pola Asuh

Menurut Hurlock (dalam Makagingge, 2019) pola asuh orang tua

dibedakan atas:

1) Pola Asuh Otoriter yaitu pola asuh yang mendasarkan pada aturan

yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah

laku sesuai dengan keinginan orang tua.

2) Pola Asuh Demokratis Pola asuh yang ditandai sikap orang tua

yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan

kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol.

39
3) Pola Asuh Permisif Pola asuh orang tua yang memberikan

kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan

sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah

pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.

c. Aspek pola asuh

Menurut Baumrind (dalam Makagingge, 2019), terdapat empat

aspek perilaku orangtua dalam praktek pengasuhan terhadap

anaknya. Keempat aspek tersebut adalah:

1) Parental control (kendali orangtua). Kendali orangtua adalah

bagaimana tingkah laku orangtua menerima dan menghadapi

tingkah laku anaknya yang dinilai tidak sesuai dengan pola

tingkah laku yang diharapkan orangtua.

2) Parental Maturity Demands (tuntutan terhadap tingkah laku yang

matang). Tuntutan terhadap tingkah laku yang matang adalah

bagaimana tingkah laku orangtua dalam mendorong kemandirian

anak dan mendorong supaya anak memiliki rasa tanggung jawab

terhadap segala tindakannya;

3) Parent-Child Communication (komunikasi antara orangtua dan

anak). Komunikasi antara orangtua dan anak adalah bagaimana

usaha orangtua dalam menciptakan komunikasi verbal dengan

anaknya, mencakup hal-hal yang berhubungan dengan diri anak,

sekolah dan teman-temannya.

40
4) Parental Nuturance (cara pengasuhan atau pemeliharaan

orangtua terhadap anak).Cara pengasuhan atau pemeliharaan

orangtua terhadap anak adalah bagaimana ungkapan orangtua

dalam menunjukkan kasih sayang, perhatian terhadap anak, dan

bagaimana cara memberikan dorongan kepada anaknya

d. Hubungan pola asuh dengan gizi kurang

Hubungan pola asuh dengan kejadian gizi buruk berdasarkan

hasil penelitian dari Khaeriyah dkk, 2020 diketahui bahwa ibu

yang memberikan pola asuh kurang berisiko mendapat anak

dengan gizi kurang dan gizi buruk dibandingkan ibu yang

memberikan pola asuh yang baik. Hasil analisis statistik

didapatkan angka kolerasi p value = 0,001 yang memperlihat kan

adanya hubungan yang berarti antara pola asuh ibu dengan

kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Beruntung Raya Banjarmasin sehingga hipotesis

diterima. Prevalence Ratio dari tabel ini adalah 2,641 hal ini

menunjukan kalau ibu yang menyandang pola asuh kurang

berisiko 2,641 kali lebih besar menyandang balita dengan gizi

kurang dan gizi buruk dari pada ibu yang memiliki pola asuh

baik.

Berdasarkan hasil penelitian dari idris dkk, 2020

menunjukan bahwa proporsi responden yang pola asuh kurang baik

dan mengalami status gizi buruk dan gizi kurang sebesar 46,8%

41
lebih besar di bandingkan dengan pola asuh baik sebesar 9,3%. %.

Uji Chi Square menunjukan p value = 0,000 (p value < 0,05). Hal

tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan pola asuh dengan

kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Hasil uji statistic

menunjukan Prevalensi Rasio (PR) 5,032 artinya responden dengan

pola asuh kurang baik cenderung terkena gizi buruk dan gizi kurang

pada balita 5,032 kali lebih besar dibandingkan dengan responden

yang pola asuhnya baik. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan

pola asuh dengan kejadian gizi buruk dan gizi kurang di wilayah

kerja Puskesmas Sungai Durian. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian oleh Hossain, et al (2020) di Kanti Rumah Sakit Anak dan

Rumah Sakit Memorial Siddhi dan Pusat Kesehatan Umum dari

Nepal bahwa terdapat hubungan pola asuh dengan status gizi (p

value = 0,036), dalam penelitian ini menyatakan bahwa pemberian

frekuensi asupan makanan > 3 kali lebih kecil kemungkinan untuk

mengalami malnutrisi berat.

3. Pendapatan keluarga

Pendapatan merupakan total banyaknya penghasilan baik dalam

bentuk uang atau barang yang dihasilkan seseorang atau suatu bangsa dalam

periode tertentu (Ardhianto, 2016). Sedangkan pendapatan rumah tangga

adalah pendapatan yang dihasilkan dari seluruh anggota keluarga yang

bekerja. Pendapatan rumah tangga menentukan tingkat konsumsi secara

42
seunit kecil atau dalam keseluruhan ekonomi. Dalam menentukan kualitas

dan kuantitas hidangan keluarga, factor yang sangat penting adalah

pendapatan, semakin tinggi pendapatan yang diperoleh maka akan lebih

besar pula persentase dari pendapatan digunakan untuk membeli bahan

makanan yang lebih bernutrisi dan bervariasi (Suwandi, 2018).

Umumnya jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan

cenderung ikut bervariasi.Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis

pangan apa yang akan dibeli dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi

penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut

dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis bahan

pangan lainnya. jadi penghasilan merupakan factor penting bagi kualitas

dan kuantitas antara penghasilan dan gizi jelas ada hubungan yang

menguntungkan. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan

kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan

status gizi yang berlawanan hampir universal. Pendapatan yang rendah

dapat mempengaruhi banyak halsepertipola konsumsi makanan kurang

bergizi, pemeliharaan kesehatan dsb (Kasumayanti, 2020).

a. Macam-Macam Pendapatan

1) Pendapatan berupa (uang)

Semua pendapatan yang diperoleh dalam bentuk uang dan

biasanya diterima sebagai balas jasa. Pendapatan dalam bentuk

uang biasanya didapatkan dari pekerjaan pokok maupun

pekerjaan sampingan.

43
2) Pendapatan berupa barang

Pendapatan yang diperoleh dalam bentuk barang adalah semua

pendapatan yang bersifat reguler namun tidak selalu berupa

balas jasa, diterima dalam bentuk beras, pengobatan,

transportasi, dan rekreasi (Nurannisa Sri, 2021).

b. Hubungan pendapatan keluarga dengan gizi kurang

Berdasarkan hasil penelitian dari Rahmah, 2020 didapatkan

nilai p value=0.000 yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna

antara penghasilan keluarga dengan kejadian gizi kurang dan gizi

buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya. Nilai

Prevalence rate yang didapat dari penelitian ini yaitu 10,222 hal ini

membuktikan bahwa balita dari keluarga yang tidak mampu berisiko

10,222 kali lebih besar mengalami gizi kurang dan gizi buruk

dibandingkan

balita dari keluarga yang mampu.

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin di amati atau di ukur melalui penelitian yang dilakukan

(Notoatmojo, 2014).

Pengetahuan ibu
tentang gizi

Pola asuh Kejadian gizi kurang


pada balita

44
Pendapatan keluarga 2.1 kerangka konsep

Keterangan :

: variabel Independen

: hubungan

: variable Dependen

C. Hipotesis Penelitian

1) Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian gizi kurang

pada balita di wilayah kerja puskesmas

b. Ada hubungan pola asuh dengan kejadian gizi kurang pada balita di

wilayah kerja puskesmas

c. Ada hubungan pendapantan keluarga dengan kejadian gizi kurang pada

balita di wilayah kerja puskesmas

2) Hipotesis Null (Ho)

a. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian gizi

kurang pada balita di wilayah kerja puskesmas

b. Tidak ada hubungan pola asuh dengan kejadian gizi kurang pada balita di

wilayah kerja puskesmas

c. Tidak ada hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian gizi kurang

pada balita di wilayah kerja puskesma

45
BAB III

METODE PENELITIAN

a) Jenis Penelitian

Jenis penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan proses penelitian. Jenis penelitian yang digunakan untuk

penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan

penelitian observasional analitik dan desain penelitian Cross-sectional,

untuk menghubungkan variabel independen dan variabel dependen

diidentifikasi pada satuan waktu (Nursalam 2016). Pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara langsung dibantu oleh panduan kuesioner

yang diisi oleh peneliti.

b) Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada Wilayah Kerja Puskesmas Larat

Kecamatan Tanimbar Utara

2) Waktu

Penelitian Ini dilakukan pada bulan agustus 2022

c) Populasi dan Sampel

1) Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan oleh peneliti. Untuk itu populasi dalam penelitian ini

46
adalah balita di peskesmas larat yang berjumlah 304 balita.

2) Sampel

Sampel didefenisikan sebagai bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki populasi. Terdapat dua syarat yang harus

dipenuhi dalam menetapkan sampel yaitu, pertama respresentatif dimana

sampel dapat mewakili populasi yang ada dan yang kedua sampel harus

cukup banyak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 75

balita dengan gizi kurang pada wilayah kerja puskesmas larat.

Untuk menghitung jumlah sampel minimal, penelitiani

menggunakan Rumus Slovin karena jumlah populasi sudah diketahui

sebelumnya yaitu sebagai berikut :

N
n=
1 + Nd²
Dimana :

n : Jumlah Sampel

N : JumlahPopulasi

d²: Batas Toleransi Kesalahan (10/atau 0,1)

Sehingga sampel yang diperoleh adalah :

304
n=
1 + 304 (0,01)2

304
n=
1 + 3,04

304
n=
4,04
n = 75,24

47
n = 75 Sampel

d) Kriteria Penelitian

Kriteria subyek penelitian yang dilakukan agar karakteristik

sampel tidak menyimpang dari populasinya:

1. Kriteria Inklusi

Balita yang menderita gizi kurang dan menjalani perawatan di

Puskesmas

a) Balita yang berusia 0-59 bulan

b) Balita dan ibu yang berkunjung pada saat kegiatan puskesmas.

c) Balita yang ibunya bersedia menjadi responden

2. Kriteria Eksklusi

a) Balita dalam keadaan sakit.

b) Balita yang tidak dianjurkan

e) Variabel Penelitian

1) Variable Independen

Variabel in dependen dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu

tentang gizi, pola asuh dan pendapatan keluarga.

2) Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian gizi buruk pada

balita.

48
f) Defenisi Opereasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan

cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan

ditentukan karakteristiknya

Table 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Kriteria Objektif Skala


Variable Dependen
1 Gizi Kurang Anak yang telah menginjak usia di Timbagan 1. Ya: jika (Z-score -3 Ordinal
SD s/d <-2 SD)
atas satu tahun dan di bawah lima
tahun yang mengalami kekurangan 2. Tidak: jika (Z-score -2
S s/d 2 SD)
atau ketidakseimbangan zat gizi yang
di perlukan untuk pertumbuhan,
aktivitas berpikir dan semua hal yang
berhubungan dengan kehidupan
Variable Independen
2 Pengetahuan Seberapa mengerti dan seberapa Kuesioner 1. Baik: jawaban benar Nominal
≥ 70%
ibu banyak dan benar ibu balita terpapar
informasi dan mengetahui tentang hal- 2. Kurang: jawaban
benar <70%
hal yang berkaitan dengan gizi kurang
3 Pendapatan pendapatan rumah tangga adalah Kuesioner Tinggi jika pendapatan Nominal
keluarga pendapatan yang dihasilkan dari >500.000 perbulan

49
seluruh anggota keluarga yang Rendah jika pendapatan
bekerja. Pendapatan rumah tangga <500.000 perbulan
menentukan tingkat konsumsi secara
seunit kecil atau dalam keseluruhan
ekonomi
4 Pola Asuh Pola asuh adalah kemampuan keluarga Kuesioner 1. Baik: jawaban benar Ordinal
≥ 70%
untuk menyediakan waktu, perhatian
dan dukungan dalam memnuhi 2. Kurang: jawaban
benar <70%
kebutuhan fisik, mental dan sosial dari
anak yang sedang tumbuh dalam
anggota keluarga

g) Instrument Penelitian

Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah lembar

kuesioner yang terdiri dari kuesioner data identitas responden, dan

kuesioner tentang hubungan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, dan

pola asuh

Kriteria subyek penelitian yang dilakukan agar karakteristik sampel

tidak menyimpang dari populasinya:

1. Kriteria Inklusi

Balita yang menderita gizi kurang menjalani perawatan di

Puskesmas

d) Ibu balita dibawah 5 tahun.

e) Balita dan ibu yang berkunjung pada saat kegiatan puskesmas.

 Kriteria Eksklusi

50
a) Balita yang tidak menderita gizi kurang.

H. Pengumpulan Data

1) Data Primer

Data primer diproleh dengan cara kuesioner yang telah disediakan,

kuesioner tersebut diisi oleh responden.

2) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang diambil dari puskesmas.

I. Pengolahan dan Analisis Data

1) Pengolahan data

a) Editing. Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk

melihat kebenaran pengisian lembar observasi

b) Coding. Peneliti melakukan pemberian kode pada untuk

mempermudah mengolah data, semua variabel dibri kode.

c) Entria dalah suatu proses memasukan data kedalam computer untuk

selanjutnya dilakukan analisa data dengan mnggunakan program

kompter

d) Tabulating adalah kegiatan memasukan data hasil penelitian

keadaan tabel kemudian diolah menggunakan computer dengan

program SPSS 20.

51
2) Analisa Data

Analisa dilakukan terhadap variabel dan hasil penelitian.Analisa ini

menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel.Analisa

univariat dilakukan untuk mengetahui frekuensi dan masing-masing

yang diteliti. Dalam penelitian ini setelah melewati tahapan screening

sampai dengan ekstraksi data maka analisa dapat dilakukan dengan

menggabungkan semua data yang memenuhi persyaratan inklusi

menggunakan teknik baik secara kuantitatif, kualitatif atau keduanya.

52
DAFTAR PUSTAKA

Alpin, A. (2021). Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Buruk Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Tawanga Kabupaten
KonaweKemenkes. (2020). Kemenkes Tingkatkan Status Gizi
Masyarakat. Jakarta
Anwar, Rosihan. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
Di Desa Penggalaman Kecamatan Martapura Barat. Jurnal Skala
Kesehatan
Ariani, 2017, Ilmu GIzi, Yogyakarta, Nuha Medika
Dewi DK, Azizah A dan Widodo E. Perbandingan Metode Regresi Berganda ,
Spatial Autoregressive dan Spatial Error Model terhadap Gizi Buruk
di Indonesia Tahun 2017. Pros M5. 2019
Dewi RK dan Budiantara IN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Gizi
Buruk di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik
Spline. J Sains dan Seni. (2017)
E Kusumawati 2019. Hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi balita
di desa tambang wilayah kerja puskesmas tambang kabupaten
Kampar tahun 2019
Ina Kuswanti. 2022. Hubungan pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi
seimbang dengan perilaku pencegahan stunting pada balita.
Karismatika. 2018 Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi
Buruk Balita di Kota Medan.
Kemenkes 2018 Gizi kurang Anak: Gejala, Penyebab, Solusi, dan Pencegahan
Kemenkes RI, 2018. Tanda dan Gejala Gizi Buruk

53
Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017.
2018
Liansyah TM, 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada
anak dan balita
Mila Karmila 2018. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku social anak
(studi kasus pada anak usia 3-4 tahun)
Nurmaliza, N., & Herlina, S. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan
Ibu terhadap Status Gizi Balita.
Panjaitan A, Susiana. Regresi Linier Berganda dan Spatial Durbin Model untuk
Panjaitan A, Susiana. Regresi Linier Berganda dan Spatial Durbin Model untuk
Mengidentifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk
Balita di Kota Medan. Karismatika. 2018
Pratnyaningrum N, Yasin H dan Hoyyi A. 2017 Pemodelan Persentase Balita
Gizi Buruk di Jawa Tengah dengan Pendekatan Geographically
Weighted Regression Principal Components Analysis
Rully Adrianny 2018, Hubungan pemberian asih ekslusif dengan kejadian
status gizi kurang pada baita umur 1-5 tahun
Rumiasih 2018. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk
pada Anak Balita di Kabupaten Magelang[karya tulis
ilmiah].Semarang:Universitas Diponegoro
Setiyaningrum E. Tumbuh Kembang Anak Usia 0-12 Tahun. 2017
Wahyuni II dan Mahmudah M. Random Effect Model pada Regresi Panel
untuk Pemodelan Kasus Gizi Buruk Balita di Jawa Timur Tahun
2013–2016. J Biometrika dan Kependud. 2018
WHO-NHCH, 2019. Klasifikasi standart status gizi pada balita
Yeni Febrianty. 2020. Gambaran status ekonomi keluarga tentang status gizi
pada balita di kecamatan rumbai pesisir kota pekan baru.

54

Anda mungkin juga menyukai