Anda di halaman 1dari 89

MAKALAH HUBUNGAN GIZI DENGAN KECERDASAN

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Ilmu Gizi

Dosen Pengampu:
Agustina, S.K.M., M.Kes.
Cahya Kharin Herbawani, S.Keb, Bd.
Dwi Mutia Wenny, S.K.M., M.P.H.

Disusun oleh:

Kelas A Kelas C
Dabira Syifa Khairani (2010713062) Fahma Fadila Hanifa (2010713092)
Nida Sabila (2010713063) Fathiyah Aulia Mumtaz (2010713102)
Bunga Andriana (2010713069) Natasya Nazla Prasetyo (2010713103)
Febilla Dwinanda Riyanti (2010713073) Diva Annisa Muhayati (2010713142)
Deka Agustina (2010713075) Lintang Tyas Pramesti (2010713154)
Kelas B Kelas D
Irbah Syakirah W. (2010713036) Ahmad Mufazzal Marga (2010713002)
Meisya Angelia (2010713043) Regina Putri Cahyani S. (2010713068)
Fridya Syavina Putri (2010713078) Huwaydi Azzam Yusuf (2010713141)
Jasmine Wanasti F. (2010713082) Kazhima Alma Azzahra (2010713155)
Zafira Salsabila (2010713149) Rana Zahra Raniyah W. (2010713158)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“MAKALAH HUBUNGAN GIZI DENGAN KECERDASAN”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan
yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan analisis ini
dapat terselesaikan. Secara khusus, rasa terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Ibu Agustina, S.K.M., M.Kes., Cahya Kharin Herbawani, S.Keb, Bd., Dwi Mutia
Wenny, S.K.M., M.P.H. selaku dosen Mata Kuliah Dasar Ilmu Gizi, yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan semangat dalam penyusunan makalah ini.
2. Rekan-rekan Kesehatan Masyarakat dan UPN Veteran Jakarta yang telah membantu dan
memberikan dorongan sehingga tersusunnya laporan ini.
Penulis menyadari banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini, baik dari segi materi
maupun penyajiannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini. Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.

Bogor, 25 Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................I
DAFTAR ISI...........................................................................................................II
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................III
DAFTAR DIAGRAM...........................................................................................III
DAFTAR TABEL.................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................................2
D. Manfaat................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Anatomi Otak dan Tiga Bagian Utama Otak.......................................................................4
B. Situasi dan Kondisi Keadaan Gizi Saat Ini di Indonesia...................................................13
C. Dampak Kurang Gizi Pada Pertumbuhan Dan Perkembangan Otak Manusia..................15
D. Estimasi Dampak Masalah Gizi Terhadap Intelegensi dan Produktivitas........................21
E. Delapan Dimensi Kecerdasan Jamak.................................................................................37
F. Masa Emas dan Kritis Manusia.........................................................................................52
BAB III PENUTUP...............................................................................................71
A. Kesimpulan........................................................................................................................71
B. Saran..................................................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................73

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Anatomi Bagian Otak (Reece et al., 2011)...................................................................4
Gambar 2 Cerebrum (Otak Besar).................................................................................................5
Gambar 3 Cerebellum (Otak Kecil)...............................................................................................7
Gambar 4 Batang Otak..................................................................................................................8
Gambar 5 Limbic System............................................................................................................12

DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Kecenderungan Prevalensi Gizi Kurang, Pendek, Kurus, dan Gemuk Pada Balita,. 14
Diagram 2 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/U, Indonesia 2017..................................31
Diagram 3 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks TB/U, Indonesia 2017..................................32
Diagram 4 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/TB, Indonesia 2017...............................32
Diagram 5 Status Gizi Balita Indonesia (2013 - 2018)................................................................33

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi IQ...................................................................................................................48
Tabel 2 Tes WAIS........................................................................................................................49

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu gizi mempelajari kebutuhan makanan yang diperlukan untuk mempertahankan
kesehatan. Gizi yang baik mampu membangun sistem imun yang kuat dan dapat mencegah
penyakit, sehingga dapat membentuk kesehatan yang lebih baik. (Zarei, 2013). Masalah gizi
dapat terjadi pada semua usia, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok usia tertentu akan
mempengaruhi status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational
impact).
Sebagai pokok masalah di masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan
dan keterampilan serta tingkat pendapatan masyarakat. Asupan gizi mempunyai hubungan
dengan prestasi dengan atlet, dimana asupan gizi yang baik merupakan syarat utama untuk
memperoleh kondisi tubuh yang sebaik-baiknya dan untuk mencapai prestasi yang maksimal
(Sabar Surbakti, 2010).
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadibila tubuh memperoleh cukup zat-zat
gizi yang digunakan secara efisien (Almatsier, 2010:9). Berdasarkan data riset kesehatan
dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2007 dan 2010 secara konsisten
menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih di bawah Angka
Kecukupan Gizi (AKG).
Maulanaputri (2009) mengatakan bahwa faktorfaktor yang berhubungan dengan
prestasi belajar antara lain karakteristik orang tua (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan),
karakteristik siswa (usia, jenis kelamin, uang saku, dan status gizi), serta konsumsi makanan.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan prestasi belajar yaitu status gizi. Status gizi
dapat berhubungan dengan prestasi belajar karena status gizi dapat berhubungan dengan
konsentrasi belajar.
Status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang dan kemampuan
seseorang dalam menangkap pelajaran. Sehingga seseorang yang memiliki status gizi baik
akan memiliki daya tangkap yang lebih baik dan dapat memperoleh prestasi yang baik pula.
sekolahnya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki status gizi yang kurang akan berdampak
pada rendahnya kecerdasan.

1
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa faktor gizi sangat esensial bagi
pertumbuhan dan perkembangan otak. Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi
akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, kesehatan,
aktivitas anak, dan hal-hal lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi otak manusia beserta fungsinya ?
2. Bagaimana situasi dan kondisi keadaan gizi saat ini ?
3. Apa yang dimaksud dengan status gizi dan klasifikasinya ?
4. Apa saja dampak kurang gizi terhadap pertumbuhan otak ?
5. Apa yang dimaksud dengan estimasi, intelegensia, dan produktivitas ?
6. Apa saja dampak masalah gizi terhadap intelegensia dan produktivitas ?
7. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan jamak ?
8. Apa saja yang termasuk kedalam delapan kecerdasan jamak ?
9. Bagaimana masa emas dan kritis manusia ?

C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Ilmu
Gizi Kesehatan Masyarakat semester 2 dan menjawab rumusan masalah serta memberikan
informasi mengenai beberapa hal, yaitu :
a. Anatomi Otak Manusia, tiga bagian utama otak manusia dan fungsi
b. Situasi dan kondisi keadaan gizi
c. Dampak kurang gizi pada pertumbuhan otak
d. Estimasi dampak masalah gizi terhadap intelegensi dan produktivitas
e. Delapan Dimensi Kecerdasan Jamak
f. Masa Emas dan Kritis Pertumbuhan Manusia

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan wawasan baru kepada
para pembaca. Makalah ini juga dapat dijadikan sumber referensi bagi mahasiswa

2
khususnya dibidang ilmu kesehatan masyarakat mengenai hubungan gizi dengan
kecerdasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
Bagi mahasiswa, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat serta memperluas
wawasan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa kesehatan masyarakat untuk memahami
pembelajaran mengenai hubungan gizi dengan kecerdasan. Sedangkan, bagi dosen
makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dosen dalam kegiatan
pembelajaran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Otak dan Tiga Bagian Utama Otak


Otak merupakan bagian terpenting dalam tubuh makhluk hidup, terutama manusia.
Otak berada di dalam batok kepala dan terus terhubung menjadi saraf tulang belakang. Otak
manusia dewasa berukuran sekitar 1.300-1.400 gram (2% berat badan), terdiri lebih dari 100
miliyar sel saraf dan 1 triliun sel penyokong saraf. Otak membutuhkan membutuhkan 25%
kadar oksigen, dan mendapatkan 1,5% volume darah yang dipompa oleh jantung.

Gambar 1 Anatomi Bagian Otak (Reece et al., 2011)

Bagian utama dari organ ini adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil (Cerebellum),
dan batang otak (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017). Otak dapat bertambah besar, tetapi
tetap dalam tengkorak sehingga membentuk lekukan-lekukan. Semakin dalam lekukan
tersebut, maka semakin banyak informasi yang disimpan dan semakin cerdas pemilik otak
tersebut. (Sudibjo, 2015)
Otak memiliki julukan organ paling rumit dalam tubuh manusia ini adalah sumber
segala aktivitas yang dijalankan oleh manusia. Hanya sedikit dari fungsi tubuh yang tidak
dikoordinasikan oleh organ ini. Sedangkan sebagain besar kegiatan yang berlangsung dalam
tubuh manusia seperti pemikiran, emosi, bicara, detak jantung, pernafasan, dan ingatan
dikoordinasikan oleh otak. Kegiatan homeostatis tubuh, perilaku, dan gerakan dalam tubuh
juga merupakan salah satu bagian yang akan diatur karena otak memiliki tugas yaitu
mengatur dan mengkoordinasikan tubuh. (Zubaidillah, 2020)
Secara anatomi, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum (otak besar),
cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan limbic system (sistem limbik).

4
1. Cerebrum (Otak Besar)

Gambar 2 Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum merupakan bagian otak yang paling besar, kira-kira 80% dari berat
otak. Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, seperti
kepandaian, ingatan, kesadaran, dan pertimbangan. Bagian dalam cerebrum mengandung
sel-sel saraf berselubung (mielin) yang berperan dalam menyampaikan informasi antara
otak dan saraf tulang belakang. Cerebrum dibagi menjadi belahan bagian kanan dan
bagian kiri, belahan otak ini juga dikenal dengan hemisfer otak. Belahan otak kanan
berfungsi untuk mengontrol pergerakan di sisi kiri tubuh dan belahan otak kiri
mengontrol gerakan di sisi kanan tubuh (Ida Untari, SKM., 2012).
Otak besar mempunyai sepasang hemisfer yang dihubungkan oleh korpus
kalosum. Korpus kalosum merupakan saluran besar serabut saraf yang menghubungkan
otak kiri dan otak kanan. Jika korpus kalosum tidak terbentuk, maka dapat memengaruhi
fungsi kecerdasan sosial dan bahasa. Setiap hemisfer terbagi menjadi empat lobus, yaitu :
a. Lobus frontalis
Lobus ini terletak sejajar dengan tulang dahi. Fungsi dari lobus frontalis
adalah bertanggung jawab dalam mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa,
memori, belajar asosiatif, daya analisis, dan daya sintesis.
b. Lobus parietalis
Letak lobus parietal yaitu di belakang lobus frontal. Lobus parietal memiliki
fungsi yang berkaitan dengan membaca, persepsi, memori, menginterpretasikan
sensasi yang terjadi pada kulit, dan menerima rangsang peregangan pada otot.
c. Lobus temporalis

5
Letak dari lobus temporal adalah berada di sisi sebelah kiri dan kanan otak.
Lobus ini bertanggung jawab terhadap fungsi yang mengatur pendengaran,
penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan
auditorik serta visual.
d. Lobus oksipitalis
Lobus ini terletak di bagian belakang otak. Fungsi dari lobus okspitalis adalah
mengatur penglihatan primer, visuospasial, memori, dan bahasa.
Korteks serebri adalah bagian dari cerebrum yang merupakan jaringan terluar saraf.
Korteks serebri berbentuk lapisan tipis yang tersusun padat dan menyelimuti serebrum.dan
bertanggung jawab dalam pengendalian persepsi seseorang, gerakan sukarela, dan
bagaimana seseorang mempelajari suatu hal. Korteks ini memiliki sejumlah celah dan
kerutan, sehingga dapat menampung miliaran saraf. (Adrian, 2020)
Sama seperti bagian cerebrum lainnya, korteks serebri dibagi menjadi bagian kanan
dan bagian kiri. Bagian kiri dari korteks serebri berperan untuk menerima informasi dan
pengendalian gerakan dari tubuh bagian kanan dan sebaliknya. Dalam bagian korteks serebri
terdapat sebuah materi putih yang mengandung kelompok neurons atau inti basal yang
bertanggung jawab sebagai titik perencanaan dan pembelajaran urutan gerakan. Jika terjadi
kerusakan pada bagian-bagian cerebrum selama masa perkembangan janin dapat memicu
kelainan otak, yaitu kelainan yang ditimbulkan karena gangguan pada perintah transmisi
notorik menuju otot. (Reece et al., 2011)
2. Cerebellum (Otak Kecil)

Gambar 3 Cerebellum (Otak Kecil)

6
Otak kecil terletak di bagian bawah otak besar, tepat di bagian bawah lobus
oksipital. Meskipun berukuran kecil, otak ini memiliki struktur yang lebih kompleks dan
mengandung lebih banyak neuron dibandingkan dengan otak secara keseluruhan. Otak ini
memiliki peran penting dalam kehidupan yaitu diantaranya sebagai penyelaras gerakan
dan keseimbangan dari tubuh manusia proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar
berbahasa, dan proses atensi (Daulay, 2017).
Cerebellum mengandung dua lapisan, yaitu lapisan luar yang memiliki warna
kelabu dan lapisan dalam yang memiliki warna putih. Studi anatomi pada primata dan
studi MRI fungsional pada manusia mengungkapkan bahwa cerebellum terintegrasi
secara integral ke dalam jaringan saraf yang terdistribusi melalui sirkuit
cerebrocerebellar, dan merupakan lokasi yang tetap dari aktivasi berbagai tugas kognitif
tubuh manusia (Jacobs et al., 2018). Menurut Rohkamm (2004: 54) dalam (Amin, 2018)
menjelaskan struktur dan fungsi otak kecil terbagi pada tiga spesifikasi, yaitu :
a. Vestibulocerebellum (anrcheocerebellum)
Terdiri atas flocculonodular lobe dan lingula, bertanggung jawab untuk
mengontrol keseimbangan, otot aksial dan proksimal, irama pernafasan, pergerakan
kepala dan mata (stabilisasi pandangan).
b. Spinocerebellum (paleocerebellum)
Berfungsi dalam mengontrol otot-otot yang berkaitan dengan postur,
keseimbangan.
c. Pontocerebellum (neocerebellum)
Berfungsi untuk keseimbangan tubuh, kecepatan serta ketepatan pergerakan
tubuh dan perkataan.
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak merupakan bagian dari otak yang paling inferior dan primitif, bagian
ini berkesinambungan dengan sumsum tulang belakang dan diensefalon. Batang otak ini
menduduki bagian fossa kranii posterior tengkorak dengan wujud batang dan
menjembatani medulla spinalis yang sempit dengan otak depan yang lebih lebar. Batang
otak juga mengandung semua inti saraf kranial selain olfaktorius (I), optic (II), dan
sebagian dari saraf aksesori (XI) (Sciacca et al., 2019). Secara umum, fungsi batang otak
diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu :

7
a. Tempat persinggahan nukleus yang dilewati oleh jaras asendens dan desendens, serta
pengaturan fungsi motorik dan sensoris.
b. Memiliki peranan besar dalam sistem kesadaran, siklus tidur dan bangun tidur,
mengontrol sistem pernapasan dan kardiovaskuler, serta gerakan steriotipi.
c. Memiliki hubungan dengan aktivitas nervus kranialis seperti gerakan mata,
pendengaran, dan keseimbangan (Noback dalam Widyastuti et al., 2017)
Selain itu, batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu midbrain, pons, dan medulla
oblongata.

Gambar 4 Batang Otak

a. Midbrain/Mesensefalon
Midbrain atau mesensefalon merupakan bagian paling rostral dari batang otak
dan berada di atas pons serta berdampingan dengan thalamus. Bagian otak ini
memiliki ukuran dengan panjang sekiranya 0.8 inci. Mesensefalon berfungsi penting
dalam gerakan motorik, terutama gerakan mata, proses pendengaran, dan visual
(Kurkcuoglu, 2017).
Dalam otak tengah ini terdapat cairan sylvius otak yang terhubung dengan
bagian-bagian dari otak tengah dan dikelilingi oleh material abu-abu periaqueductal.
Materi abu-abu ini menyebar dari batas superior otak tengah dan berfungi sebagai
pengoordinasian nyeri, pengendalian respons emosi termasuk rasa takut dan cemas,
vokalisasi, dan pengendalian sistem kardiovaskular. (Sciacca et al., 2019)
b. Pons
Pons adalah bagian kecil dari otak yang memiliki ukuran panjang 2,5 cm.
Bagian pons berlokasi di anterior cerebellum dan mempertemukan medulla oblongata

8
dengan mesensefalon. Meskipun memiliki ukuran yang kecil, tetapi pons berperan
penting dalam tubuh manusia dan memiliki fungsi yang sangat vital.
Fungsi-fungsi pons antara lain pusat relay, sistem motorik, koordinasi gerakan
wajah, pengecapan, keseimbangan, pendengaran, dan lainnya. Peran utama dari pons
adalah sebagai jalan untuk memindahkan sinyal antara otak besar dan otak kecil,
mengoordinasikan kegiatan yang terjadi tanpa kesadaran manusia seperti sistem
pernafasan dan kesadaran, dan mengakomodasi untuk menyampaikan sinyal dari
saraf kranial yang keluar dari otak menuju wajah dan telinga. (Wahyuningsih &
Kusmiyati, 2017)
c. Medula Oblongata
Medula oblongata terhubung dengan pons di superior dan dengan medula
spinalis di inferior. Fungsinya antara lain mengendalikan pernapasan, irama jantung,
tekanan darah, dan menelan (Widyastuti et al., 2017). Medulla oblongata dapat
dikatakan sebagai sumsum penghubung yang secara langsung terhubung dengan
sumsum tulang belakang.
Medulla oblongata berlokasi di bagian batang otak paling bawah dan memiliki
ukuran dengan panjang sekiranya 2,5 cm. Struktur dari bagian batang otak ini dapat
terpisah menjadi dua lapis, yaitu lapisan dalam yang memiliki warna kelabu karena
mengandung banyak neuron dan lapisan luar yang mengandung neurit dan dendrit
dan berwarna putih. Medulla oblongata memanjang dari bagian pons hingga medulla
spinalis yang akhirnya akan berhenti di area foramen magnum tengkorak
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
Medulla oblongata menjalankan tugasnya bekerja sama dengan pons, kedua
bagian ini memiliki peran utama untuk menyampaikan informasi antara sistem saraf
tepi dengan mesensefalon dan otak depan. Selain itu, medulla oblongata juga
memiliki peran sebagai pusat pengendali dari beberapa fungsi homeostatis, termasuk
sistem respirasi, aktivitas jantung dan pembuluh darah, proses menelan, muntah, dan
sistem pencernaan. (Reece et al., 2011)
Dari berbagai bagian batang otak muncul 12 pasang saraf kranial. Beberapa dari
saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari
serabut sensorik dan motorik. Setiap saraf kranial dituliskan dengan angka romawi yang

9
disusun berdasarkan lokasinya, yaitu dari bagian depan otak sampai ke bagian belakang.
Berikut nama dan fungsi 12 pasang saraf kranial :
a. Saraf olfaktori
Saraf olfaktori mengirimkan rangsangan bau untuk indera penciuman
darihidung ke otak.
b. Saraf optic
Saraf optik adalah saraf sensorik yang melibatkan penglihatan dan merupakan
saraf eferen sensori khusus.
c. Saraf oculomotor
Saraf okulomotor memiliki dua fungsi motorik yang berbeda, yaitu fungsi otot
dan respons pupil.
1) Fungsi otot, memberikan fungsi motorik ke empat dari enam otot di sekitar mata.
Otot-otot ini membantu mata bergerak dan fokus pada objek.
2) Respon pupil, membantu mengontrol ukuran pupil saat merespons cahaya.
d. Saraf troklear
Saraf troklear mengontrol otot oblik superior mata, yakni otot yang
bertanggung jawab untuk gerakan mata ke bawah, ke luar, dan ke dalam.
e. Saraf trigeminal
Saraf trigeminal berperan dalam mengendalikan sensasi pada sebagian area
kepala dan wajah dan mengontrol otot-otot rahang yang digunakan untuk
mengunyah.
f. Saraf abdusen
Saraf abdusen bertanggung jawab mengoperasikan otot rektus lateral, otot ini
terlibat dalam gerakan mata ke luar. Misalnya, saat mata melihat ke samping.
Gangguan pada saraf ini dapat menyebabkan mata juling.
g. Saraf fasialis
Saraf fasialis berfungsi mengontrol ekspresi wajah, lidah, dan informasi dari
telinga. Kelumpuhan pada saraf ini dapat menyebabkan penyakit Bell’s palsy.
h. Saraf vestibulokoklear
Saraf vestibulokoklear memiliki fungsi sensorik yang melibatkan
pendengaran, keseimbangan, dan posisi tubuh.

10
i. Saraf glosofaringeal
Saraf ini berhubungan dengan lidah, tenggorokan, dan salah satu dari kelenjar
ludah, yaitu kelenjar parotis.
j. Saraf vagus
Saraf vagus bertugas memasok serat saraf ke faring, laring di mana terdapat
pita suara, trakea, kerongkongan, paru-paru, jantung, usus halus, dan usus besar.
Saraf ini juga bertanggung jawab membawa informasi sensorik dari telinga, lidah,
faring, dan laring ke otak.
k. Saraf aksesori
Saraf aksesori adalah saraf motorik yang mengontrol otot-otot di leher. Otot-
otot ini dapat memutar, melenturkan, dan memanjangkan leher dan bahu.
l. Saraf hipoglosal
Saraf hipoglosal bertanggung jawab atas pergerakan sebagian besar otot di
lidah. (Noya, 2018) , (12 Cranial Nerves: Nerves, Functions & Diagram of
Locations, 2019)
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik adalah bagian otak yang melandasi korpus kalosum. Sistem limbik
terletak di bagian tengah otak dan secara harfiah diartikan sebagai perbatasan. Bagian
utama dari sistem limbik adalah hipothalamus dan struktur-struktur lain yang saling
berkaitan. Bagian otak ini merupakan sama dengan yang dimiliki hewan mamalia,
sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Sistem limbik memiliki beragam fungsi, antara lain mengendalikan emosi, rasa
haus, rasa lapar, seksualitas, pusat rasa senang, mengendalikan hormon, memelihara
homeostasis, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Sistem limbik disebut
sebagai otak emosi. Konsep emosi mencakup perasaan emosional subjektif dan suasana
hati. Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipothalamus, thalamus, dan hipokampus yang
memiliki peran sangat penting dan berhubungan langsung dengan sistem otonom
(Masters dalam Pudjono, 2016). Jika ada stimulus emosi negatif yang langsung masuk
dan diterima oleh sistem limbik, maka dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti
gangguan jantung, hipertensi maupun gangguan saluran cerna (Binus University, n.d.).

11
Gambar 5 Limbic System

a. Thalamus
Bagian ini terletak di antara korteks otak besar dan otak tengah manusia.
Thalamus memiliki fungsi untuk menyalurkan informasi yang masuk ke otak menuju
bagian-bagian lain di otak (Sudibjo, 2015).
b. Hipothalamus
Letak dari hipothalamus berada di otak bagian bawah, tepatnya dekat dengan
kelenjar pituitari. Bagian ini memiliki peranan dalam pusat rasa lapar, kenyang,
perilaku seksual, mengatur keseimbangan tubuh, suhu, tekanan darah, dan denyut
jantung (Sudibjo, 2015).
c. Amigdala
Amigdala adalah pusat integratif untuk emosi, perilaku emosional, dan
motivasi. Amigdala juga memiliki hubungan dengan area kortikal, dimana amigdala
bertanggung jawab untuk memproses informasi yang menenggelamkan emosi seperti
ketakutan dan kecemasan. Selain itu, amigdala juga memproses belajar, kontrol
motorik, kognisi, pengambilan keputusan, dan interaksi sosial (Gongora et al., 2019).
d. Hipokampus
Hipokampus merupakan sebuah struktur besar yang terletak di antara thalamus
dan korteks serebrum. Hipokampus menyimpan beberapa memori tertentu, bukan
seluruhnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa seseorang yang mengalami kerusakan
pada hipokampus akan kesulitan untuk menyimpan memori yang baru, tetapi memori
yang disimpan sebelum kerusakan terjadi tidak hilang (Kalat dalam Daulay, 2017).

12
B. Situasi dan Kondisi Keadaan Gizi Saat Ini di Indonesia
1. Permasalah Gizi Global
Dalam 20 tahun terakhir, baru pertama kalinya laporan utama UNICEF Status
Anak Dunia menyoroti isu anak, pangan, dan gizi serta menghadirkan sudut pandang
baru mengenai tantangan yang terus berubah dengan cepat. Permasalahan terletak pada
sistem pangan yang tidak bekerja dan gagal memberikan asupan makanan yang
dibutuhkan anak untuk tumbuh dengan sehat (UNICEF, 2019).
2. Permasalahan Gizi Nasional
Masa balita sering dinyatakan sebagai masa penting dalam rangka mendapatkan
sumber daya manusia yang berkualitas, pada periode 2 tahun pertama merupakan masa
emas untuk tumbuh kembang otak yang optimal. Gambaran keadaan gizi balita diawali
dengan cukup banyaknya bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Indonesia telah mengalami kemajuan dalam mencapai target stunting, tetapi masih
ada 30,8% anak yang usianya masih 5 tahun terkena dampaknya, lebih tinggi dari rata-rata
kawasan Asia (21,8%). Indonesia juga telah membuat beberapa kemajuan dalam mencapai
target pemborosan tetapi 10,2% anak di bawah usia 5 tahun masih terkena dan lebih tinggi
dari rata-rata wilayah Asia (9,1%). Prevalensi balita kegemukan di bawah usia 5 tahun
adalah 8,0% dan Indonesia sedang dalam 'on course' untuk mencegah angka tersebut
meningkat.
Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang terbatas dalam mencapai target
penyakit tidak menular yang terkait pada pola makan. Indonesia sendiri tidak menunjukkan
kemajuan dalam mencapai target obesitas, dengan perkiraan 8,9% wanita dewasa (berusia
18 tahun ke atas) dan 4,8% pria dewasa hidup dengan obesitas. Prevalensi obesitas di
Indonesia lebih tinggi dari rata-rata regional sebesar 8,7% untuk wanita, tetapi lebih rendah
dari rata-rata regional sebesar 6,0% untuk pria. Pada saat yang sama, diabetes diperkirakan
menyerang 8,0% wanita dewasa dan 7,4% pria dewasa (Global Nutrition Report, 2020).

13
Diagram 1 Kecenderungan Prevalensi Gizi Kurang, Pendek, Kurus, dan Gemuk Pada Balita,
Indonesia 2007, 2010, dan 2013
Berdasarkan Riskesdas 2007, 2010, 2013 terlihat adanya kecenderungan
meningkatnya prevalensi anak balita pendek-kurus, meningkatnya anak pendek-normal
(2,1%) dan normal gemuk (0,3%) dari tahun 2010. Sebaliknya, ada kecenderungan
penurunan prevalensi pendek-gemuk (0,8%), normal-kurus (1,5%) dan normal-normal
(0,5%) dari tahun 2010.

C. Dampak Kurang Gizi Pada Pertumbuhan Dan Perkembangan Otak Manusia


1. Pengertian Status Gizi
Ilmu gizi telah menetapkan kebutuhan makanan yang dibutuhkan untuk menjaga
kesehatan. Nutrisi yang baik dapat membangun sistem kekebalan yang kuat dan
mencegah penyakit, yang dapat meningkatkan kesehatan.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan anak, salah satunya kemampuan intelektual yang akan berdampak pada
prestasi belajar di sekolah (Dwi Noviyanti, 2015)

14
2. Klasifikasi Status Gizi
Berikut ini pengklasifikasian status gizi anak berdasarkan indeks masa tubuh
(Amil et al., 2020)
a. Sangat kurus
Sangat kurus dapat diartikan sesorang memiliki gizi yang sangat kurang.
Status gizi kurang merupakan suatu proses kurang makan ketika kebutuhan normal
terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut
hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat.
b. Status Gizi Kurus
Gizi kurus (under weight) terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau
lebih zat-zat nutrisi. Defisiensi nutrien tertentu juga menggangu perkembangan
kognitif, sebagai contoh keterkaitan antara defisiensi iodium dan ganguan
intelektual telah diketahui selama beberapa dasawarsa
c. Status Gizi Normal
Status gizi baik atau status gizi normal terjadi bila tubuh memperoleh cukup
zat-zat gizi secara cukup, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja memiliki risiko lebih kecil untuk
menghasilkan IQ yang lebih rendah.
d. Status Gizi Gemuk
Status gizi gemuk dapat diartikan sesorang tersebut kelebihan berat badan.
Kelebihan berat badan terjadi bila makanan yang dikonsumsi mengandung energi
melebih kebutuhan tubuh. Kelebihan energi tersebut akan disimpan tubuh sebagai
cadangan dalam bentuk lemak sehingga mengakibatkan seseorang menjadi lebih
gemuk. Kegemukan merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh
yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi
kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan atau meningkatkan
masalah kesehatan. Seseorang dianggap menderita kegemukan bila indeks massa
tubuh (IMT) >1 SD sampai dengan 2 SD.
e. Status Gizi Lebih/Obesitas

15
Kegemukan pada masa anak – anak di usia 4 sampai 12 tahun pola
pemberian makanan yang berlebih pada anaknya. Hal ini menyebabkan asupan gizi
yang berlebihan.
3. Hubungan Status Gizi dengan IQ
Status gizi memiliki hubungan dengan kecerdasan seseorang. Gizi kurang yang
di derita oleh sesorang pada masa periode dalam kandungan dan periode anak-anak
akan mengambat perkembangan kecerdasan. Anak yang menderita gizi kurang tingkat
berat memiliki otak yang lebih kecil daripada ukuran otak rata – rata, dan mempunyai
sel otak yang jumlahnya 15-20% lebih rendah dibandingkan dengan anak yang memiliki
gizi yang baik. Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap kemampuan
berfikir.
Pada RAPGN 2011-2015 dikemukakan hubungan antara pangan gizi dengan
pertumbuhan dan kecerdasan sebagi berikut. Konsumsi makanan yang beragam, bergizi
seimbang aman dapat mempengaruhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan
berkembang. Sejumlah penelitian mengatakan bahwa gizi tidak hanya penting bagi
petumbuhan fisik tapi berguna juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan prilaku,
motorik dan kecerdasan. Kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini,
menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik dan
gangguan perkembangan kognitif (Pratiwi, 2020)
4. Gizi Buruk
Anak yang mengalami gizi buruk biasanya terjadi sebelum usia 2 tahun yang
membuat pertumbuhan dan perkembangan otaknya menjadi terhambat lebih dulu
padahal saat itu adalah masa kritis untuk mendapatkan nutrisi terbaik karena otak yang
terbentuk akan digunakan seumur hidup, dan kondisi ini bersifat irreversible.
Diketahui 80 persen otak terbentuk saat ia berusia di bawah 2 tahun, sedangkan
saat berusia 6 tahun otak yang terbentuk sudah mencapai 95 persen dan sisanya yang 5
persen setelah ia berusia 6 tahun (Kerusakan Otak Akibat Gizi Buruk Lebih Bahaya dari
Obesitas, 2011)
Latar Belakang kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi
utama yang masih banyak ditemukan pada anak berusia dibawah lima tahun (balita),

16
meskipun selama PJP I sudah mengalami penurunan prevalensi yang mengesankan.
(Kodyat, 1993)
Kurang energi protein yang terjadi pada usia balita diketahui dapat mengganggu
pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan anak. Berbagai penelitian
yang telah dilakukan di beberapa negara mengungkapkan adanya hubungan erat antara
keadaan gizi pada periode pertumbuhan pesat dengan perkembangan otak. Penelitian
yang dilakukan di Bogor pada tahun 1960 terhadap 31 anak berumur 9 sampai 15 tahun
dimana 10 anak sebelumnya pernah menderita KEP menunjukkan bahwa keadaan gizi
kurang yang terjadi pada usia dini mengakibatkan hambatan pada perkembangan fisik
dan intelektual (Karyadi, Soewondo and Tjahjadi, 1971).
Pada tahun 1991—1992 telah diteliti anak balita yang selesai mengikuti paket
pemulihan gizi buruk pada 1—3 tahun sebelumnya untuk mempelajari status gizi dan
kesehatan mereka. Sebagai pembanding dipdii anak gizi baik berdasarkan indeks BBIU
yang merupakan tetangga sampel. Pembanding diketahui belum pernah menderita KEP
berdasarkan KMS yang dimilikinya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadi
perbaikan status gizi pada kelompok sampel akan tetapi umumnya mempunyai ukuran
tubuh lebih kecil daripada pembanding (Arnelia et al., 1992).
5. Dampak Kurang Gizi pada Pertumbuhan Otak masa hamil, bayi, balita
Kurang gizi sebagai salah satu bentuk malnutrisi sering dianggap sebagai
permasalahan daerah tertinggal. Ternyata, kondisi ini juga bisa terjadi di kota-kota besar
atau negara berkembang dan maju. WHO bahkan menyatakan bahwa malnutrisi terjadi
pada sekitar 792 juta orang di seluruh dunia dan sepertiganya adalah anak-anak.
a. Masa kehamilan
Kekurangan gizi pada masa dini perkembangan otak akan menghentikan
sintesis protein dan DNA yang dapat mengganggu pertumbuhan otak terganggu
sehingga sel-sel otak yang berukuran normal lebih sedikit. Dampaknya akan terlihat
pada struktur dan fungsi otak di masa mendatang yang berpengaruh pada intelektual
anak (Soetjiningsih, 2009).
b. Bayi
Kekurangan gizi pada anak dapat menyebabkan otak anak tidak tumbuh
optimal dan akan mengakibatkan gangguan motorik dan kecerdasan anak. Aktivitas

17
motorik membutuhkan ketersediaan energi yang cukup banyak. Tengkurap,
merangkak, berdiri, berjalan dan berlari melibatkan suatu mekanisme yang
mengeluarkan energi yang tinggi, sehingga anak yang menderita KEP (Kurang
Energi Protein) biasanya selalu terlambat dalam perkembangan motor milestone.
c. Balita
Otak yang berkembang cepat pada balita sangat rendah karena kekurangan
kandungan zat gizi dalam susunan menu makanannya. Seperti yang dikemukakan
Winick dan Noble dalam buku Gizi Tumbuh Kembang oleh Sugeng Wiyono bahwa
kekurangan zat gizi yang terjadi pada masa pembelahan sel akan mengakibatkan
berkurangnya ukuran sel otak secara maksimal yang dapat mengakibatkan
kebodohan pada anak dan hanya akan pulih kembali jika dilakukan perbaikan zat
gizi dalam susunan menu makanannya.
6. Nutrisi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Otak menurut (Gurnida, 2011)
Kecerdasan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, termasuk asupan
nutrisi. Faktor genetika sulit untuk dimodifikasi, sehingga faktor lingkungan
memainkan peran penting dalam meningkatkan kecerdasan. Salah satu bentuk
modifikasi dari faktor lingkungan tersebut adalah memberikan stimulasi yang sangat
berkelanjutan. Membutuhkan nutrisi yang baik dari dalam ke luar Dari rahim hingga
remaja sangat dibutuhkan, terutama untuk mencegah tumbuhnya bedak dan mengobati
penyakit yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan, dan keterampilan fisik
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Berikut pemaparan mengenai zat gizi yang
berperan dalam perkembangan otak:
a. AA (Arachidonic acid) dan DHA (Docosahexanoid acid). Zat gizi ini termasuk
golongan long chain polyunsaturated fatty acid (LC PUFA), yaitu golongan asam
lemak esensial yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didapat dari luar.
AA dan DHA dapat ditemukan dalam ASI, ikan tuna, salmon, makarel, sarden,
daging, telur. AA dan DHA sangat penting untuk pertumbuhan sistem saraf pusat
dan fungsi penglihatan. DHA berperan dalam pembentukan sel-sel saraf dan sinaps,
sedangkan AA berfungsi sebagai neurotransmitter (zat penghantar).
b. Asam lemak omega 3, 6, 9 penting untuk membentuk pembungkus saraf, demikian
pula sphyngomyelin. Asam lemak omega-3 memiliki efek anti peradangan dan

18
antipenggumpalan darah. Asam lemak omega-3 dapat ditemukan pada ikan
berlemak tinggi seperti salmon atau tuna, kacang walnut, biji kapok (flaxseeds), dan
sayuran berdaun hijau. Omega-6 walaupun memiliki efek proinflamasi atau
properadangan, tetapi juga menyimpan unsur anti peradangan. Asam lemak omega-
6 terkandung dalam minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari,
atau minyak canola. Dapat juga ditemukan pada sayuran berdaun, biji-bijian,
kacangkacangan, dan serealia. Asam lemak omega-9 adalah asam lemak terbanyak
yang dapat ditemukan di alam, sehingga sangat kecil kemungkinannya tubuh kita
dapat kekurangan asam lemak ini. Omega-9 terdapat dalam lemak hewan dan
minyak nabati, khususnya minyak zaitun.
c. Asam amino, membentuk struktur otak dan zat penghantar rangsang (zat
neurotransmitter) pada sambungan sel saraf. Sumber asam amino berkualitas tinggi
adalah protein hewani, misalnya daging sapi, daging ayam, telur, produk susu
(dairy product). Kacang kedelai adalah sumber asam amino dengan kualitas yang
hampir menyamai protein hewani. Protein nabati selain kedelai adalah sumber asam
amino kualitas nomor dua, misalnya alpukat, gandum, cokelat, biji labu, dan
kacang-kacangan, termasuk kacang hijau, kacang tanah, dan kacang polong. Buah,
sayur, dan gelatin adalah sumber asam amino berkualitas rendah yang berarti dapat
melakukan fungsi dasarnya, tetapi tidak untuk waktu yang lama.
d. Tirosin. Merupakan bahan baku pembuat neurotransmitter katekolamin
danserotonin yang memengaruhi pengendalian diri, pemusatan perhatian
(konsentrasi), emosi dan perilaku anak. Tirosin berfungsi pula sebagai obat
stimulan dan penenang yang efektif untuk meningkatkan kinerja mental dan fisik di
bawah tekanan, tanpa efek samping. Tirosin pertama kali di temukan dalam keju.
Tirosin terkandung dalam hati ayam, keju, alpukat, pisang, ragi, ikan dan daging
e. Triptofan merupakan bahan baku pembuat neurotransmitter katekolamin dan
serotonin yang mempengaruhi pengendalian diri, pemusatan perhatian
(konsentrasi), emosi dan perilaku anak. Triptofan terdapat pada telur, daging, susu
skim, pisang, susu, dan keju

19
f. Vitamin B. Vitamin B dapat membantu perkembangan otak dan mengaktifkan
fungsi otak yang pada akhirnya bisa meningkatkan memori. Makanan seperti telur,
daging dan bayam, memiliki jumlah Vitamin B kompleks yang tinggi.
g. Zat Besi. Zat besi adalah unsur penting dalam produksi dan pemeliharaan mielin
serta mempengaruhi aktivitas saraf. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan
rendahnya kecerdasan.
h. Yodium. Kekurangan yodium menyebabkan rendahnya kecerdasan. Yodium
berfungsi dalam pembentukan hormon di dalam kelenjar tiroid. Makanan sumber
Yodium adalah salmon, tuna, kerang, garam beryodium, rumput laut, dan susu.
i. Seng. Seng dibutuhkan untuk pembelahan dan kemampuan membran set-set otak.
Selain itu, zat seng berkaitan erat dengan pertumbuhan kecerdasan anak. Makanan
sumber seng adalah daging, kacang-kacangan, makanan taut, dan susu.
j. Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang dapat menghamba perkembangan
tahap pertama dari penyakit Alzeimer. Almond, sayuran berdaun hijau, minyak
bunga matahari dan hazelnut merupakan makanan yang memiliki kandungan
Vitamin E yang tinggi.
k. Sphingomyelin berperan dalam pembentukan myelin Fungsi myelin adalah
mempercepat impuls dari satu sel saraf ke yang lainnya, termasuk otot dan sel
target lain. Makanan yang mengandung sphingomyelin tinggi adalah ASI, susu sapi
dan kedelai

D. Estimasi Dampak Masalah Gizi Terhadap Intelegensi dan Produktivitas


1. Estimasi
Menurut KBBI Daring, Estimasi merupakan perkiraan, penilaian atau pendapat.
Estimasi merupakan keseluruhan proses yang menggunakan sebuah estimator untuk
menghasilkan sebuah estimate dari suatu parameter (Harinaldi, 2005). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa estimasi adalah proses menemukan estimasi atau perkiraan yang
merupakan nilai yang dapat digunakan untuk beberapa tujuan.
Estimasi merupakan suatu cara atau metode dimana kita dapat menggunakan
nilai sampel dalam memperkirakan nilai populasi (Maiti & Bidinger, 1981) . Estimasi
dampak masalah gizi terhadap intelegensi adalah anak-anak menjadi kurang

20
berkonsentrasi, memiliki daya ingat yang rendah dan memiliki IQ yang dibawah
dengan anak-anak yang berkecekupan gizi yang mengakibatkan anak-anak tersebut
kesulitan dalam mendapatkan informasi dari dunia luarnya. Sedangkan estimasi dampak
masalah gizi terhadap produktivitas adalah timbulnya rasa lemas, malas dan lesu serta
jika kekurangan gizi didiamkan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan
terserang infeksi berbagai penyakit. Keadaan gizi kurang dapat menghambat aktivitas
kerja yang akan menurunkan produktivitas kerja.
2. Masalah Gizi
Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi konsumsi zat gizi yang belum
mencukupi kebutuhan tubuh. Seseorang akan mempunyai status gizi baik, apabila
asupan gizi sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Asupan gizi yang kurang dalam
makanan, dapat menyebabkan kekurangan gizi, sebaliknya orang yang asupan gizinya
berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi status gizi adalah gambaran individu sebagai
akibat dari asupan gizi sehari-hari. (Par’i, 2017)
UNICEF menyebutkan bahwa kurang gizi disebabkan oleh penyebab langsung
dan penyebab tidak langsung. Yang termasuk penyebab langsung adalah asupan gizi
yang kurang dan infeksi. Sedangkan yang termasuk penyebab tidak langsung adalah
kurangnya ketersediaan makanan di rumah dan pola asuh anak yang jelek serta
pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang baik. Menurut teori lain menyebutkan
bahwa timbulnya masalah gizi dipengaruhi oleh ketidakseimbangan dari tiga faktor,
yaitu pejamu, agen, dan lingkungan.
Menurut (Kemenkes, 2012), perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah
terkendali; Masalah yang belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi yang
sudah meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi lain
yang juga mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah defisiensi vitamin D.
Masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan, yaitu Kekurangan Vitamin A pada
anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun.
Mengatasi masalah KVA dengan mendistribusikan kapsul vitamin A setiap 6 bulan dan
meningkatkan promosi asupan sumber nutrisi vitamin A. Sejak tahun 1994, pencegahan
GAKY mengharuskan semua garam yang beredar mengandung setidaknya 30 ppm

21
yodium. Masalah gizi ketiga yang dapat diatasi adalah anemia gizi pada anak usia 2-5
tahun. Prevalensi anemia pada anak menurun dari 51,5% (1995) menjadi 25,0% (2006)
dan 17,6% (2011).
Menkes menjelaskan bahwa masalah gizi yang belum selesai adalah masalah
gizi kurang dan pendek (stunting). Pada tahun 2010, prevalensi stunting pada anak-anak
adalah 35,6%, yang berarti 1 dari tiga anak kita cenderung kecil. Sedangkan prevalensi
gizi buruk menurun dari 31% (1989) menjadi 17,9% (2010). Pencapaian target MDG 1
yaitu menurunkan prevalensi gizi buruk hingga 15,5% pada tahun 2015 diharapkan
dapat tercapai melalui pencapaian tersebut.
Terakhir, masalah gizi yang mengancam kesehatan masyarakat (emerging)
adalah gizi lebih. Hal ini telah menjadi masalah yang lebih baru dalam beberapa tahun
terakhir dan menunjukkan peningkatan. Prevalensi gizi lebih pada anak-anak dan orang
dewasa meningkat hampir satu persen setiap tahun. Prevalensi gizi lebih pada anak-anak
dan orang dewasa masing-masing adalah 14,4% (2007) dan 21,7% (2010).
3. Intelegensi
a. Pengertian Intelegensi
Intelegensi dalam KBBI Daring merupakan daya reaksi atau penyesuaian
yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman baru,
membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk dipakai
apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru. Menurut KBBI Daring intelegensi
juga dapat berarti kecerdasan.
Intelegensi menurut H. H. Goddard dalam (Maulidiyah, 2015), merupakan
tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi secara langsung dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan
datang. Secara garis besar, intelegensi dapat diartikan sebagai suatu kapabilitas
seseorang untuk memecahkan sebuah masalah berdasarkan sebuah pengalaman dan
pengetahuan. Terdapat sembilan macam intelegensi, yaitu (i) intelegensi
keterampilan verbal; (ii) intelegensi keterampilan matematis; (iii) intelegensi
kemampuan ruang; (iv) intelegensi kemampuan musical; (v) intelegensi
kemampuan kinestetik tubuh; (vi) intelegensi keterampilan intrapersonal; (vii)

22
intelegensi keterampilan interpersonal; (viii) intelegensi keterampilan naturalis; dan
(ix) intelegensi emosional.
Menurut Cenik, dkk (2013) dalam (Yuliwianti, 2017), kecerdasan intelektual
merupakan kapabilitas manusia untuk menganalisis, menentukan hubungan sebab-
akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa, memvisualisasikan sesuatu
dan memahami sesuatu. Kecerdasan intelektual dapat berkembang dan didapatkan
melalui proses pembelajaran, jika kemampuan tersebut tidak dilatih, maka tidak
akan berkembang dan tidak akan ada perubahan. Kecerdasan intelektual dapat
diukur dengan menggunakan tes IQ dengan berbagai cara, yaitu psychoanaliysis,
neuroligis program, self programming, forgivennes, dan hipnotherapy. Terdapat
dua faktor yang dapat mempengaruhi IQ, yaitu faktor sosial-budaya yang mencakup
keluarga, lingkungan, dan latar belakang sosial ekonomi, serta faktor biologis yang
mencakup status gizi, paparan bahan kimia beracun dan zat lain, dan faktor genetik.
Istilah intelegensi ini sudah menjadi bahasa umum bagi masyarakat, hanya
saja sebagian masyarakat menamakannya kecerdasan, kecerdikan, kepandaian,
ketrampilan dan istilah lainnya yang pada prinsipnya bermakna sama. Menurut
(Edy Susanto, 2019) Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:
1) Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir
memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti pergaulan, sosial, tekhnis, perdagangan, pengaturan rumah
tangga dan belajar di sekolah.
2) Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya
berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut
“kemampuan intelektual” atau ”kemampuan akademik”.
Keadaan gizi kurang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak termasuk organ otak yang berhubungan dengan intelegensi atau kecerdasan.
Hal ini disebabkan karena gizi yang diperoleh dari makanan sehari-hari yang
kurang. Kekurangan gizi pada saat pertumbuhan, bisa berakibat berkurangnya
jumlah sel-sel otak dari jumlah yang normal. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi
kerja otak tersebut di kemudian hari.
b. Estimasi dampak masalah gizi terhadap intelegensi

23
1) Malnutrisi
(Almatzier, 2010) berpendapat status gizi memiliki hubungan dengan
kecerdasan seseorang. Gizi kurang yang di derita oleh sesorang pada masa
periode dalam kandungan dan periode anak-anak akan mengambat
perkembangan kecerdasan. Anak yang menderita gizi kurang tingkat berat
memiliki otak yang lebih kecil daripada ukuran otak rata – rata, dan
mempunyai sel otak yang jumlahnya 15-20% lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang memiliki gizi yang baik. Kurang gizi pada usia muda dapat
berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Kekurangan gizi dapat
menyebabkan terganguanya fungsi otak secara permanen.
Sedangkan (Aritonang, 2012) pada RAPGN 2011-2015 mengemukakan
hubungan antara pangan gizi dengan pertumbuhan dan kecerdasan sebagi
berikut. Konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang aman dapat
mempengaruhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang.
Sejumlah penelitian mengatakan bahwa gizi tidak hanya penting bagi
petumbuhan fisik tapi berguna juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan
prilaku, motorik dan kecerdasan. Kekurangan gizi pada masa kehamilan dan
anak usia dini, menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik,
perkembangan motorik dan gangguan perkembangan kognitif. (Yuliwianti,
2017)
(Pamularsih, 2009) berpendapat pengaruh makanan terhadap
perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi
yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan
perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan
berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi
menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan
ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi
ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia
(neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan anak. (Sari, 2010)
2) GAKY

24
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu
masalah gizi yang menjadi faktor penghambat pembangunan sumber daya
manusia karena dapat menyebabkan terganggunya perkembangan mental dan
kecerdasan terutama pada anak-anak (WHO, 1995, PAHO, 2001; Arisman,
2004; Fardiaz, 2005). Gangguan tersebut dapat berakibat pada rendahnya
prestasi belajar anak usia sekolah. Dari sejumlah 20 juta penduduk Indonesia
yang menderita GAKY diperkirakan dapat kehilangan 140 juta angka
kecerdasan atau IQ points (Tim GAKY Pusat, 2005). Lebih spesifik
Zimmermann (2003) menyebutkan dari hasil pemeriksaan ekskresi yodium
dalam urin (EYU) sebanyak 2 milyar individu di dunia menderita defisiensi
yodium dan 285 juta diantaranya adalah anak-anak usia sekolah (Mutalazimah
& Asyanti, 2009).
Defisiensi iodium pada anak umumnya disebabkan oleh kurangnya
asupan iodium ibu saat masa hamil yang dapat berpengaruh terhadap IQ
rendah. Defisiensi iodium ini sering disebut dengan Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (GAKI). Iodium diperlukan dalam pembentukan hormon
tiroksin (T4) di dalam kelenjar tiroid. Hormon tiroksin dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan otak. Defisiensi iodium yang berat selama
trimester pertama kehamilan akan mengakibatkan cacat yang menetap pada
otak. Sedangkan, defisiensi iodium ringan dapat memicu gangguan
perkembangan otak anak. Menurut Bleichrodt & Born (1994) dalam (Dewi,
n.d.), dampak dari kekurangan iodium pada anak yaitu hilangnya 13.5 poin
skor IQ.
3) Stunting
Stunting pada masa balita yang mengalami kegagalan pertumbuhan
akan menjadi stunting pada anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) (Arisman,
2009). Keadaan stunting dapat menyebabkan kerusakan struktural dan
fungsional otakselama pertumbuhan dan perkembangannya (Kar et al., 2008).
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak dalam jangka panjang pada
anak stunting akan menyebabkan perubahan metabolisme neurotransmitter
hingga perubahan anatomi otak (Ginting & Pandiangan, 2019). Apabila

25
stunting terjadi pada masa golden periode perkembangan otak (0-3 tahun),
maka berakibat pada perkembangan otak yang tidak baik, yang kemudian
membatasi kapasitas intelektual anak stunting menjadi rendah secara permanen
(Walker et al., 2007)
4) Anemia
Defisiensi zat besi atau anemia yang diderita seseorang ketika masa
anak-anak akan berdampak pada penurunan IQ anak. Anemia akan
menurunkan skor IQ sekitar 8 poin. Sedangkan, pemenuhan kebutuhan vitamin
C akan meningkatkan IQ sekitar 4 poin. (Purwanti, 2017)
Kondisi anemia dapat membuat anak memiliki nilai kecerdasan
intelektual yang lebih rendah (10-15 poin) serta kemampuan belajar yang
menurun dibandingkan dengan anak yang sehat atau normal (Kusmiyati et al.,
2013). Asian Development Bank (ADB) tahun 2012 menyatakan bahwa sekitar
22 juta anak di Indonesia terkena anemia, yang menyebabkan kehilangan angka
kecerdasan intelektual sebesar 5 sampai 15 poin, prestasi sekolah yang buruk,
dan kerugian potensi masa depan hingga 2,5%.
5) KEP
Protein merupakan salah satu makronutrien yang tentu kebutuhannya
harus tercukupi mengingat protein berkontribusi besar terhadap perkembangan
fungsi otak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karsin (2004)
dalam (Sari, 2010), menyatakan bahwa anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) mempunyai skor IQ yang lebih rendah yaitu 10-13 skor jika
dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami KEP. Kekurangan energi dan
protein dapat berdampak terhadap tidak optimalnya pertumbuhan otak anak
yang akan menyebabkan terganggunya motorik dan kecerdasan anak, serta
anak menjadi pasif dan tidak aktif.
KEP dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak. KEP
yang diderita pada masa dini perkembangan otak anak-anak akan mengurangi
sintesis protein DNA, dan mengakibatkan terdapatnya otak dengan jumlah sel
yang kurang walaupun besarnya otak itu normal. Sehingganya KEP dapat
mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak. Pada anak-anak, KEP dapat

26
menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi
dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier, 2009).
6) BBLR
Menurut penelitian Salma Asri Nova 2011 menunjukkan bahwa pada
anak dengan riwayat BBLR cenderung memiliki skor IQ < 90 dibandingkan
dengan anak dengan riwayat berat badan lahir cukup (BBLC). Rata-rata
perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC mencapai 11
angka.4 Pada umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang
lebih besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya
< 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4000 gram mencapai 10 angka. Studi
lain mencatat bahwa BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin (Keifer &
Effenberger, 1967).
Faktor kurangnya asupan gizi ibu saat hamil akan berpengaruh pada
bayi sejak masih berada di dalam kandungan. Kurangnya asupan gizi ibu saat
hamil cenderung berdampak pada berat badan lahir bayi yang rendah. Menurut
Center for Urban Epideiologic Studies New York, AS, membuktikan adanya
keterkaitan antara berat badan lahir bayi dengan kecerdasan intelegensi sang
anak (IQ). Sejumlah penelitian membuktikan bahwa anak dengan berat badan
lahir rendah cenderung mempunyai kesulitan dalam akademik jika
dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan cukup. Perbedaan
angka IQ bayi yang lahir dengan berat badan < 2500 gram dengan bayi yang
lahir dengan berat badan 4000 gram mempunyai rata-rata mencapai 10 angka.
(Ardi, 2016)
7) Kekurangan Vitamin B-6 dan Vitamin B-12
Vitamin B berperan dalam perkembangan otak dan membantu
meningkatkan memori. Kekurangan Vitamin B-12 dapat berdampak pada
kehilangan memori, rusaknya saraf, berubahnya suasana hati, dan
keterlambatan mental. Kekurangan Vitamin B-6 umumnya dihubungkan
dengan penurunan tingkat konsentrasi, serta hilangnya memori jangka pendek
(Gurnida, 2011). Vitamin B-12 umumnya dapat diperoleh dari sumber hewani,

27
seperti daging, ikan, telur, susu. Sedangkan, vitamin B-6 umumnya terdapat di
sayuran hijau, padi-padian, dan kacang-kacangan.
8) Obesitas
Beberapa peneliti di University of Florida telah menemukan hubungan
antara obesitas morbid (obesitas berat yang terancam kematian) pada balita
dengan skor IQ yang lebih rendah dan keterlambatan kognitif. Kelompok
kontrol memiliki rata-rata skor IQ sebesar 106, sedangkan kelompok anak
dengan obesitas morbid onset dini hanya memiliki rata-rata skor IQ sebesar 78
(Driscoll, 2006) (SARI, 2010).
Menurut Cohen (2010), kejadian obesitas berkaitan erat dengan fungsi
kognitif secara umum dan kemampuan mengingat. Mekanisme yang mendasari
hubungan antara obesitas dengan fungsi kognitif belum diketahui secara pasti
dan kemungkinan besar melibatkan banyak etiologi yang saling berinteraksi
satu sama lain. Namun demikian, diduga terdapat peranan dari mekanisme
vaskular dan metabolik yang memperbesar terjadinya penuaan otak dini
(premature brain aging).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa obesitas dapat menyebabkan
permasalahan lain seperti daya ingat, daya pikir dan juga daya analisis yang
melemah. Terdapat bukti yang meyakinkan mengenai hubungan antara
kegemukan dengan penurunan fungsi kognitif. Li Qiday, James & Zhang,
(2008) melakukan penelitian mengenai hubungan antara kegemukan dengan
penurunan performa kognitif secara umum. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan berat badan berhubungan dengan penurunan
memori jangka pendek dan koordinasi visuospasial pada anak serta
meningkatkan resiko demensia pada saat dewasa (Hartini & Dwi, 2014). Anak
yang obesitas berhubungan dengan kurangnya fungsi eksekutif, perhatian,
rotasi mental, matematika, dan prestasi serta membaca. Anak-anak yang
mengalami obesitas lebih buruk dalam control motorik kasar dan halus karena
tertundanya perkembangan motorik.
4. Produktivitas
a. Pengertian Produktivitas

28
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Produktivutas adalah
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu; daya produksi; keproduktifan. Definisi
produktivitas menurut Gordon K.C Chen adalah perbandingan antara output yang
diproduksi dengan unit sumber daya yang digunakan selama proses.
(Sutrisno, 2009) Istilah produktivitas mempunyai arti yang berbeda-beda
untuk setiap orang yang berbeda, dan penggunaannya disesuaikan dengan
kebutuhan pemakainya. Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan
antara keluaran ( barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan,
uang). Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu pembanding antara
hasil keluaran dan masukan. Sedangkan menurut pendapat Ardana (2012)
menyebutkan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap mental dan etika kerja, motivasi, gizi
dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja,
hubungan industrial pancasila (hubungan kerja yang sangat manusiawi),
teknologi, sarana produksi, manajemen, dan kesempatan berprestasi. John
Suprihanto (2002) mengatakan bahwa peningkatan produktivitas dipengaruhi
oleh: (1) pendidikan dan latihan ketrampilan, (2) gizi atau nutrisi dan kesehatan,
(3) bakat dan bawaan, (4) motivasi dan kemampuan, (5) kesempatan kerja, (6)
kesempatan manajemen, (7) kebijaksanaan pemerintah. (Utomo, 2012)
Produktivitas menurut Ervianto (2004) dalam (Ohoiulun, 2012),
merupakan perbandingan antara hasil yang berupa barang maupun jasa dengan
jumlah sumber daya yang dipakai, ataupun perbandingan antara hasil kerja
dengan jam kerja. Produktivitas kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satu di antaranya yaitu status gizi. Status gizi seseorang memiliki
keterkaitan terhadap indeks massa tubuh (IMT). Seseorang dengan IMT atau berat
badan normal cenderung akan lebih cekatan dalam beraktifitas sehingga
produktivitas kerja akan baik. Sedangkan, pada orang dengan berat badan berlebih
atau obesitas cenderung akan memiliki produktivitas yang rendah dikarenakan
mereka cenderung bergerak lamban dan kurang cekatan. Begitu pula dengan
orang yang kekurangan berat badan, produktivitas kerjanya akan menurun
dikarenakan kurangnya tenaga untuk bekerja.

29
b. Estimasi dampak masalah gizi terhadap produktivitas
1) Wasting
Berdasarkan (Puslitbang, 2001) Dalam hubungannya dengan
produktivitas kerja, seseorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan
memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik (Sugeng
Budiono, 2003:154). Seseorang yang kurus dengan kekurangan berat badan
tingkat berat maupun ringan, yaitu IMT < 17,0 dan IMT 17,0-18, 4 maka orang
tersebut akan kurang mampu bekerja keras, sedangkan orang yang gemuk atau
kelebihan berat badan , yaitu IMT 25,1-27,0 dan IMT > 27,0 maka orang
tersebut kurang gesit dan lamban dalam bekerja. Sedangkan orang yang
mempunyai berat badan normal dengan IMT 18,5-25,0 akan lebih lincah dalam
bekerja (Nugroho, 2007).
2) Anemia
Kurangnya asupan zat gizi merupakan faktor yang mengakibatkan
terjadinya anemia pada pekerja wanita, selain itu menstruasi yang dialami
wanita usia subur setiap bulan juga berpengaruh terhadap kadar hemoglobin
dan produktivitas pada pekerja. Anemia yang terjadi pada Wanita Usia Subur
(WUS) dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan dan performa kerja seperti
kelelahan dan penurunan kapasitas kerja. Wanita dengan keadaan anemia,
produktivitasnya lebih rendah jika dibandingkan dengan wanita yang tidak
anemia karena dapat terjadi penurunan kapasitas kerja pada penderita anemia,
artinya semakin rendah kadar hemoglobin maka akan menurunya produktivitas
kerja (Khasanah & Nindya, 2018).
3) KEP
Konsumsi pangan dan status gizi pekerja dinilai cukup penting dalam
upaya peningkatan produktivitas kerja. Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo
(2005) manusia yang kurang asupan energinya akan lemah baik daya tahan
tubuh, kegiatan pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya rendah
karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuh sehingga energi yang
dihasilkan lebih sedikit. Kurangnya asupan protein dalam tubuh juga akan

30
mengakibatkan tubuh menjadi lesu, kurang bergairah untuk melakukan
berbagai kegiatan dan kondisi tubuh yang demikian tentunya akan banyak
menimbulkan kerugian (peka akan macam-macam penyakit, kemalasan untuk
mencari nafkah, produktivitas kerja sangat lemah, dan lain-lain) (Astuti, 2017).
5. Status Gizi di Indonesia
Pemantauan gizi bertujuan untuk menyediakan informasi status gizi dan
indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan
untuk penyusunan perencanaan dan perumusan kebijakan gizi.

Diagram 2 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/U, Indonesia 2017


Sumber : Kementrian Kesehatan RI, Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, 2018
a. Sebanyak 3,8% balita mempunyai status gizi buruk dan 14,0% balita mempunyai
status gizi kurang
b. Persentase underweight/berat badan kurang/gizi kurang (gizi buruk + gizi kurang)
pada kelompok balita (17,8%) lebih tinggi dibandingkan kelompok baduta
(14,8%)

Diagram 3 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks TB/U, Indonesia 2017


Sumber : Kementrian Kesehatan RI, Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, 2018

31
a. Sebanyak 9,8% balita mempunyai status gizi sangat pendek dan 19,8% balita
mempunyai status gizi pendek.
b. Persentase stunting/pendek (sangat pendek + pendek) pada kelompok balita
(29,6%) lebih tinggi dibandingkan kelompok baduta (20,1%)

Diagram 4 Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks BB/TB, Indonesia 2017


Sumber : Kementrian Kesehatan RI, Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, 2018
a. Sebanyak 2,8% balita mempunyai status gizi sangat kurus dan 6,7% balita
mempunyai status gizi kurus
b. Persentase wasting/kurus (sangat kurus + kurus) pada kelompok balita (9,5%)
lebih rendah dibandingkan kelompok baduta (12,8%)

Diagram 5 Status Gizi Balita Indonesia (2013 - 2018)

(Sumber : https://kesmas.kemkes.go.id/konten/133/0/080613-pada-revolusi-industry-4.0-pilihannya-hanya-dua_-
beradaptasi-atau-ketinggalan)

32
Diaram batang diatas menunjukkan Status gizi balita di Indonesia pada
interval tahun 2013 – 2018. Diagram batang tersebut menunjukkan adanya
penurunan dari seluruh indeks masalah status gizi yaitu gizi kurang dan buruk,
pendek dan sangat pendek, kurus dan sangat kurus, serta gemuk pada tahun 2018.
Adapun menurut kriteria WHO gizi kurang dan buruk harus diturunkan menjadi <
10%, stunting harus diturunkan < 20%, Serta kurus dan sangat kurus harus
diturunkan < 5%. Jika hal tersebut dapat dihadapi maka akan terjadi percepatan
perbaikan gizi pada masyarakat.
6. Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik
Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik
bertujuan untuk meningkatkan dukungan semua sektor terkait dalam pelaksanaan
penerapan pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik yang komprehensif dan
terintegratif, dengan pendekatan perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat
untuk menurunkan kejadian penyakit tidak menular.
Sasaran dari strategi ini adalah penentu kebijakan lintas sektor terkait dan
lembaga legislatif di semua tingkat administrasi pemerintahan; masyarakat madani dan
Lembaga Swadaya Masyarakat; pengelola di tatanan sekolah, tempat umum, tempat
kerja dan fasilitas pelayanan kesehatan; pengusaha, terutama produsen makanan dan
minuman serta pengelola restoran; kelompok profesi bidang kesehatan, gizi, pangan,
olahraga, sosial, komunikasi dan lain-lain; media massa baik cetak maupun elektronik.
Kebijakan nasional di bidang pangan, meliputi penyediaan, distribusi dan
konsumsi sangat bekerja bersama dunia industri dan masyarakat madani, dikawal oleh
media massa, organisasi profesi dan perguruan tinggi. Dengan diterapkannya kegiatan
strategi nasional penerapan pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik diharapkan
berdampak pada penurunan faktor risiko dan kejadian PTM.
Prinsip dasar strategi nasional penerapan pola konsumsi makanan dan aktivitas
fisik yaitu:
a. Pendekatan Periode Emas Awal Kehidupan
Anak pendek mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita PTM pada
masa dewasa. Pendekatan ini berdampak pada optimalnya kesehatan dan gizi ibu

33
dan bayi sehingga menghasilkan generasi yang tumbuh sehat, cerdas dan produktif
yang pada akhirnya akan memberikan hasil investasi tinggi bagi bangsa.
b. Pendekatan Siklus Kehidupan
Anak berusia di bawah lima tahun, penduduk usia sekolah dan usia
produktif hingga usia lanjut perlu didorong untuk sepanjang kehidupan menerapkan
pedoman gizi seimbang dan melakukan aktifitas fisik cukup dan teratur untuk
mencegah PTM, dengan menyadari bahwa upaya pencegahan dan perubahan
perilaku membutuhkan waktu lama.
c. Pendekatan Berbasis Masyarakat
Pendidikan kesehatan dan peningkatan keterampilan yang memberikan
dampak positif bagi masyarakat perlu diupayakan terus menerus. Lingkungan yang
kondusif yang mendukung implementasi kegiatan tersebut sangat penting bagi
pemberdayaan keluarga dan masyarakat.
d. Intervensi yang Terintegrasi
Hal ini dilaksanakan bersama secara multi-sektor dan multi-disiplin pada
semua tingkat pemerintahan.yang merupakan prasyarat untuk penerapan strategi
yang implementatif agar didukung partisipasi aktif semua sektor terkait, baik dari
kalangan pemerintah maupun swasta, termasuk industri, LSM, serikat pekerja,
sekolah, perguruan tinggi, kelompok profesi dari bidang yang beragam dan media
massa.
Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik,
strategi pertama yaitu pemantapan hukum dan peraturan perundangan yang mendukung
penerapan pola konsumsi makanan beragam, bergizi seimbang dan aman, serta aktivitas
fisik cukup dan teratur. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Menyusun standar konsumsi gula, garam dan lemak
b. Menyusun standar konsumsi sayuran dan buah.
c. Menyusun pedoman pengaturan aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga baik,
benar, terukur dan teratur
d. Memperkuat peraturan perundangan yang mendukung produk makanan rendah
garam, rendah gula, rendah lemak jenuh, aktivitas fisik yang baik.

34
e. Membuat peraturan perundangan tentang penyediaan sarana dan prasarana
termasuk peralatan olahraga yang aman dan bermanfaat.
f. Memperkuat implementasi peraturan pencantuman kandungan gizi produk makanan
Strategi kedua adalah pendekatan kemitraan dan multi-sektor termasuk
penguatan mekanisme Jejaring Kerja Nasional Pengendalian PTM. Kegiatannya antara
lain:
a. Menggalang kesepakatan pemerintah dan mitra terkait lainnya dalam penerapan
strategi nasional pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik untuk pencegahan.
b. Memperkuat peran dan keberadaan jejaring kerja nasional pengendalian PTM.
c. Memperkuat peran jejaring kerja yang ada di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota
dalam upaya pengendalian PTM
d. Menyusun Rencana Aksi Nasional penerapan pola konsumsi makanan dan aktivitas
fisik untuk pencegahan PTM.
Strategi yang ketiga adalah peningkatan dan pengembangan sumber daya untuk
implementasi kegiatan/ aksi. Kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Mengembangkan pedoman nasional penerapan pola konsumsi makanan dan
aktivitas fisik di berbagai tatanan.
b. Meningkatkan kompetensi konselor, motivator, penyuluh, fasilitator, pelatih,
instruktur, pengawas, dan lain-lain untuk mendukung penerapan pola konsumsi
makanan dan aktivitas fisik.
c. Meningkatkan alokasi anggaran dan sarana untuk mendukung penerapan strategi
nasional pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik di semua tingkat baik sektor
pemerintah, swasta, organisasi non pemerintah dan media massa.
d. Peningkatan aksebilitas bahan makanan
e. Mengembangkan sumberdaya yang mendukung pembinaan aktivitas fisik massal
(senam massal, car free day, bike to work, fun bike, dan sebagainya) termasuk
pengawasan pusat kebugaran.
Strategi keempat adalah Pemusatan perhatian pada persamaan hak dan
menghilangkan disparitas antar kelompok masyarakat. Kegiatannya antara lain:
a. Memberi prioritas pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko PTM terutama
masyarakat miskin dan terpinggirkan.

35
b. Mengintegrasikan kegiatan pengendalian faktor risiko PTM
Strategi yang kelima yaitu Peningkatan intervensi berbasis bukti yang efektif
pada berbagai tatanan (rumah tangga, sekolah, tempat umum, tempat kerja dan fasilitas
pelayanan kesehatan). Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Melakukan identifikasi berbagai kajian intervensi yang terbukti cost efektif
b. Mengadvokasi pemangku kepentingan agar berpartisipasi dalam proses
c. Mengadopsi intervensi berbasis masyarakat sesuai kearifan lokal sosial budaya
setempat
Strategi keenam adalah Pelaksanaan riset operasional dan pengembangan
kebijakan dan strategi jangka panjang untuk kelestarian pencegahan PTM berbasis
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan yaitu:
a. Melakukan penelitian pola konsumsi makanan mayarakat Indonesia sebagai dasar
penetapan paparan zat gizi dan bahan tambahan pangan terutama yang terkait
dengan PTM
b. Melakukan penelitian penerapan pola konsumsi makanan beragam, bergizi
seimbang dan aman berdasarkan ketersediaan produk pangan daerah serta aktivitas
fisik
c. Melakukan penelitian tentang dampak perubahan perilaku konsumsi gula, garam,
lemak dan aktivitas fisik pada penurunan prevalensi PTM
d. Mengembangkan kegiatan percontohan terkait penerapan pola konsumsi makanan
dan aktivitas fisik di tatanan rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, dll

E. Delapan Dimensi Kecerdasan Jamak


1. Definisi Kecerdasan dan Jamak
Intelegence (kecerdasan) sering didefinisikan sebagai suatu kemampuan berpikir
dan bertindak dan menyelesaikan masalah (Elfiadi, 2017). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), definisi dari kecerdasan adalah sebagai perihal cerdas
(sebagai kata benda), atau kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian
dan ketajaman fikiran). Kecerdasan memiliki pengertian yang sangat luas. Para ahli
psikologis mengartikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk

36
memperoleh pengetahuan, menguasai dan mempraktekkannya dalam pemecahan suatu
masalah (Yani, 2011).
Teori multiple inteligensi atau kecerdasan majemuk ditemukan dan
dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang psikolog perkembangan dan professor
pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard Univercity, Amerika Serikat.
Kecerdasan, menurut paradigma multiple intelligences (Gardner, 1993), dapat
didefinisikan sebagai kemampuan yang mempunyai tiga komponen utama, yakni:
a. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata
sehari-hari
b. Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru yang dihadapi untuk
diselesaikan
c. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan
menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang (Musfiroh, 2014).
Definisi dari Jamak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah
bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak. Jamak merupakan sebuah
tata bahasa jumlah, yang mengacu pada lebih dari satu rujukan di dunia nyata. Adapun
kecerdasan jamak sendiri dapat didefinisikan sebagai kecerdasan yang jumlahnya lebih
dari satu atau yang dikenal dengan istilah Multiple Intellegence (MI), yang memiliki
arti bahwa setiap orang memiliki kecerdasan yang bermacam – macam dengan cara
pengembangan yang berbeda – beda. (Syaodih.E.2018).
2. Konsep Kecerdasan Jamak (Multiple Intelegences)
Dahulu kala Alfred Binet, seorang psikologis mendapat perintah langsung dari
raja agar membuat alat ukur kecerdasan. Akhirnya pada 1905, Binet dan koleganya
berhasil menciptakan tes kecerdasan pertama yang disampaikan bahwa alat itu dapat
mengukur secara objektif dan dinyatakan dalam satuan angka, yaitu nilai Inteligence
Quotient atau IQ. Binet dan koleganya melegitimasi bahwa kecerdasan seseorang
bersifat eugenic (turunan). Pernyataan Binet ini bertentangan dengan postulat Prof.
Kazua Murakami bahwa pengaruh genetika terhadap kecerdasan tidak bersifat mutlak
(Chatib, 2012).
Alfred Binet mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang terdiri dari
tiga komponen, yakni

37
a. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan
b. Kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau tindakan
c. Kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocritism.
Dalam teori uni faktor (teori yang tertua), Alfred Binet salah satu ahli psikologi
mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor
satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari
karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang.
Binet menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga
memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan
individu berdasar suatu kriteria tertentu. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup
cerdas atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk melakukan suatu
tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu
(Musfiroh, 2014).
Akhirnya, setelah mengkaji ulang pada 1983, Howard Gardner mendefinisi
ulang makna kecerdasan yang kemudian dikenal sebagai kecerdasan jamak (multiple
intelligence) (Chatib, 2012). Teori ini merupakan reaksi ketidaksetujuan Howard
Gardner terhadap pandangan yang telah berkembang sejak awal abad ke-20, bahwa
kecerdasan anak hanya ditentukan oleh skor tunggal sebagaimana diungkap oleh tes
inteligensi (Agustin, 2013).
Menurut Gardner, tes inteligensi hanya mengukur kemampuan anak dalam
bidang verbal-linguistik dan logis matematis yang hasilnya disimpulkan dalam skor,
karena itu skor tersebut tidak memadai untuk menentukan cerdas tidaknya anak.
Kemampuan-kemampuan tersebut mewakili berbagai cara anak dalam belajar dan
berinteraksi dengan diri dan lingkungannya. Gardner mengemukan alasan tentang
temuannya sebagai berikut:
a. Isolasi potensial oleh kerusakan otak. Misalnya, seseorang yang rusak ‘bagian’
depan otaknya, maka kecerdasan linguistiknya rusak, sehingga ia sukar berbicara,
membaca, dan menulis, namun ia masih bisa melakukan berbagai kegiatan lain.
b. Ada paling tidak tujuh daerah yang otonom dalam sistem otak dan masing-masing
mempengaruhi satu macam kecerdasan, Jika ada satu peringkat kecerdasan yang

38
sangat tinggi pada seseorang maka membuat orang itu lemah dalam beberapa
kecerdasan lainnya.
c. Berdasarkan penelitian berdasarkan fakta sejarah bahwa sejak zaman dahulu
manusia telah menggunakan kecerdasan jamak.
Dengan demikian, jika ada satu peringkat kecerdasan yang sangat tinggi pada
seseorang maka membuat orang itu lemah dalam beberapa kecerdasan lainnya.
Misalnya, seseorang yang tinggi logika matematikanya, lemah dalam berkomunikasi,
dan fungsi berbahasa. Alasan ini dijelaskan adalah dengan tujuan memberikan gagasan
Gardner tentang kecerdasan jamak dan hubungannya dengan keadaan fisiologis
manusia disertakan dengan keadaan fisiologis yang mengalami kerusakan akan
menghambat beberapa hal serta lebih menekankan bahwa manusia memiliki
kecerdasannya masing – masing dan tidak hanya di bidang akademik namun masih
banyak bidang lainnya. Jika mengalami kekurangan di satu bidang pasti juga memiliki
kelebihan di bidang lainnya. Adapun Gardner (Musfiroh, 2004) memaparkan beberapa
kelebihan teori Kecerdasan Jamak (Multiple Intelegences) sebagai berikut :
a. Memiliki dukungan riset multidisiplin yakni antropologi, psikologi kognitif,
psikologi perkembangan, psikometri, studi biografi, fisiologi hewan dan
neuroanatomi.
b. Apabila dibandingkan dengan teori kecerdasan lain, jumlah kecerdasan dalam
kecerdasan jamak beragam, sehingga akan tampak “keadilan” dalam menentukan
dominasi kecerdasan tertentu untuk tiap individu.
3. Karakteristik Kecerdasan Jamak
Kecerdasan jamak (multiple intelegences) memiliki karakteristik konsep sebagai
berikut : Gardner (Amstrong,1994).
a. Semua intelegensi itu berbeda-beda, tetapi semuanya sederajat.
b. Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama.
c. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap – tiap kecerdasan.
d. Semua kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerjasama untuk mewujudkan
aktivitas yang dilakukan individu.
e. Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan di seluruh/semua lintas kebudayaan di
seluruh dunia dan kelompok usia.

39
f. Saat seseorang dewasa, kecerdasan diekspresikan melalui rentang pencapaian
profesi dan hobi.
Gardner juga menuliskan teorinya (Multiple Intelligence) ini dalam buku yang
ramai dibicarakan oleh masyarakat umum pasa saat itu (1983) berjudul Frames of Mind
yang pada awalnya menyebutkan ada 7 kecerdasan dalam bukunya dan kemudian
beberapa tahun setelahnya menambahkan kecerdasan yang ke 8 yaitu kecerdasan
naturalis (Hermita et al., 2017). Secara umum deskripsi tentang 8 kecerdasan jamak
pada anak beserta indikatornya yang dicetuskan oleh Howard Gardner (Moleong, 2004)
diuraikan sebagai berikut:
a. Kecerdasan Linguistik / Verbal (Yaumi & Ibrahim, 2013)
Definisi Kecerdasan ini merupakan suatu kemampuan untuk
menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan ataupun tulisan.
kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan
menggunakan bahasa baik lisan maupun tulisan secara efektif
yang terdiri dari empat keterampilan, yakni: menulis, berbicara,
membaca, dan menyimak.
Kemampuan  Etorik (mempengaruhi orang lain untuk bertindak)
 Menemonik (menggunakan ahasa untuk mengingat informasi)
 Menjelaskan (menggunakan ahasa untuk menjelaskan)
 Meta Bahasa (menggunakan ahasa untuk membahasnya
sendiri)
Ciri – Ciri  Suka menyanyikan lagu – lagu sederhana, mengetahui
beberapa sajak serta menyenangi permainan dengan jari
jemari
 Senang berbicara di depan teman-teman sebayanya
 Suka bercerita dengan teman-teman sebaya atau anggota
keluarga
 Mengeja kata-kata dengan mudah dan tepat
 Mempelajari kata-kata baru dengan cepat, khususnya jika
berkaitan dengan pengalamannya sendiri

40
 Memiliki kosakata yang lebih banyak dan luas dari anak
seusianya
Cara Memberikan kesempatan pada anak untuk berbincang,
mengembangkan membacakan cerita, mengajaknya berbicara, bercerita dan
menyanyikan lagu anak (Hasanah, 2017).

b. Kecerdasan Logika-Matematika
Definisi suatu kemampuan yang berhubungan dengan konsep dasar
matematika yang meliputi: angka, pola, hubungan, dan
kemampuan berpikir logis serta sebagai kemampuan dasar dalam
memecahkan suatu masalah
Kemampuan  Kategorisasi
 Klasifikasi
 Inferensi
 Generalisasi Kalkulasi
 Tes Hipotesis
Ciri – Ciri  Memiliki kemampuan dalam mengolah angka atau kemahiran
menggunakan logika
 Tertarik memanipulasi lingkungan serta cenderung suka
menerapkan strategi coba-ralat
 Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap suatu peristiwa
atau pengalaman yang dialami
 Suka menyusun permainan yang sifatnya kategori dan hierarki
Cara mengajak anak untuk bermain catur, puzzle, computer dan
mengembangkan sempoa (Hasanah, 2017).

c. Kecerdasan Visual-Spasial
Definisi Kemampuan seseorang dalam membaca dan memaknai suatu
bentuk, gambar, ruang, garis, warna serta seni lukis.

41
Kemampuan  Memvisualisasikan
 Menggambarkan ide-ide visual dan spasial
 Secara tepat mengorientasikan diri sendiri ke dalam matriks
spasial.
Ciri – Ciri  Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan
bangunan
 Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan
ide secara visual dan spasial
 Memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek
itu ada pada sudut pandang yang berbeda
 Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan
sebuah objek
 Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai dan
menyusun unsur-unsur bangunan
 Dapat membentuk sesuatu yang memiliki makna bagi dirinya
Cara Mengajak anak mengamati gambar, video, foto, serta membuat
Mengembangkan prakarya dengan merangkai lego atau membuat origami.

d. Kecerdasan Kinestetik (bodily-kinestetic)


Definisi Kecerdasan kinestetik merupakan kemampuan dan keterampilan
dalam melakukan gerakan-gerakan olah tubuh secara
terkoordinasi, seperti berlari, menari, memanjat, melakukan
kegiatan seni, dan lain-lain.
Kemampuan  Koordinasi
 Keseimbangan
 Kekuatan
 Fleksibilitas
 Kecepatan
Ciri – Ciri  Menonjol dalam kemampuan olahraga dibandingkan dengan
teman-teman sebayanya.

42
 Cenderung suka bergerak, tidak bisa duduk diam berlama-
lama, mengetuk-ngetuk sesuatu, dan suka meniru gerak atau
tingkah laku yang menarik perhatiannya.
 Senang pada aktivitas yang mengandalkan kekuatan gerak,
seperti memanjat, berlari, melompat atau berguling.
 Cepat dan tangkas dalam menguasai tugas-tugas kerajinan
tangan seperti melipat, memotong, menggunting dan
mencocok.
 Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai dan
menyusun unsur-unsur bangunan
 Dapat membentuk sesuatu yang memiliki makna bagi dirinya
Cara Hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan ini
Mengembangkan yaitu dengan cara latihan senam, menari dan olahraga permainan.

e. Kecerdasan Musikal
Definisi Kecerdasan berirama-musik atau musikal adalah suatu
kecerdasan yang berhubungan dengan bidang musik. Menurut
Amstrong dalam (Sujiono, 2010:60), kecerdasan musikal ialah
kemampuan memahami aneka bentuk kegiatan musikal, dengan
cara persepsi (penikmat musik), membedakan (kritikus musik),
mengubah (komposer), dan mengekspresikan (penyanyi).
Kemampuan Memiliki kemampuan pemahaman musik baik pemahaman dari
atas ke bawah atau sebaliknya ataupun kedua-duanya (global
ataupun intuitif, ataupun dalam analitik dan teknikal).
Ciri – Ciri  Cepat menghafal lagu-lagu dan bersemangat ketika
dikenalkan kepadanya lagu
 Menikmati lagu dan menggerakan tubuh sesuai dengan irama
musik tersebut
 Mengetuk-ngetukkan benda ke meja pada saat menulis atau
menggambar
 Senang bermain alat musik atau bahkan bermusik dengan

43
benda-benda tak terpakai
 Senang bernyayi, bersenandung atau bersiul
 Sudah mengenali suara-suara yang ada disekitarnya seperti
suara sepeda motor, burung, gemercik air ataupun tiupan
angina
 Mudah mengenali suatu lagu hanya dengan mendengar nada-
nada pertama lagu tersebut
 Peka terhadap suarasuara di lingkungan sekitar
Cara Guru/orang tua memberikan fasilitas dan mengajarkannya dalam
mengembangkan bermain musik, seperti pianika, suling atau alat musik lainnya,
agar anak mampu memainkan alat musik dengan baik serta
bernyanyi bersama dalam berbagai ritme.

f. Kecerdasan Interpersonal
Definisi kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan seseorang
dalam memahami orang lain serta mampu menjalin hubungan
yang baik dengan orang lain.
Kemampuan  Memiliki kemampuan untuk membedakan hal-hal dari banyak
jenis tanda-tanda interpersonal
 Memiliki kemampuan untuk bereaksi secara efektif terhadap
tanda-tanda demikian secara pragmatik
Ciri – Ciri  Kemampuan berempati pada teman-temannya
 Mengorganisasi teman-temannya untuk melakukan tugas
 Mampu mengenali dan membaca pikiran orang lain
 Memiliki banyak teman dan mampu menjalin hubungan
dengan teman –temannya
 Cenderung mudah memahami perasaan orang lain
 Sering menjadi pemimpin di antara teman – temannya
 Memiliki perhatian yang besar kepada teman – temannya
sehingga acapkali mengetahui berita-berita di seputar mereka
Cara Cara mengembangkannya yaitu dengan komunikasi dan

44
mengembangkan berinteraksi dengan orang lain.

g. Kecerdasan Intrapersonal
Definisi Kecerdasan intrapersonal merupakan suatu kemampuan
seseorang dalam melakukan pemahaman terhadap dirinya sendiri
serta kemampuan menggambarkan atau menyadari kelebihan dan
kekurangan dalam dirinya.
Kemampuan  Kesadaran tentang perasaan dalam diri sendiri
 Intensi
 Motivasi
 Temperamen dan keinginan – keinginan
 Kemampuan untuk disiplin diri sendiri
 Pemahaman sendiri dan percaya diri.
Ciri – Ciri  Memperlihatkan sikap mandiri, memiliki kemauan yang
keras, penuh percaya diri dan memiliki tujuan tertentu
 Bersikap realistis terhadap kekuatan dan kelemahan diri
sendiri
 Tidak banyak mengalami masalah apabila harus belajar
sendiri
 Mampu belajar dari kegagalan dan memahami kelebihan serta
kelemahan diri sendiri
 Mampu menghargai diri sendiri dan memiliki kemampuan
untuk berkreasi dan berhubungan secara dekat
 Dapat dengan tepat mengekspresikan perasaan.
Cara Kemampuannya kian terasah saat ia diajak bermain peran,
mengembangkan motivasi serta sharing tentang cita-cita serta pandangan hidup.

h. Kecerdasan Naturalis
Definisi Kecerdasan naturalis adalah suatu kecintaan dan kemampuan
seseorang dalam memahami maupun melestarikan lingkungan
alam sekitar, seperti: mengenali fauna dan flora, menyukai

45
aktivitas tentang alam, cinta lingkungan dan aktivitas alam
lainnya.
Kemampuan  Kemampuan menanam sesuatu
 Memelihara dan melatih binatang.
 Kepekaan untuk dan mencintai bumi, sebagaimana keinginan
untuk memeliharanya dan melindungi sumber-sumber alam.
Ciri – Ciri  Cenderung menyukai alam terbuka, akrab dengan hewan
peliharaan, dan menghabiskan waktu dekat tempat-tempat
hewan; (gemar mengoleksi mainan binatang tiruan)
 Menikmati komunikasi dengan binatang peliharaan dan
memberi mereka makanan
 Memiliki perhatian yang relatif besar terhadap binatang,
tumbuhan dan alam
 Tidak takut memegang atau menyentuh binatang dan bahkan
cenderung ingin selalu dekat
 Memahami topik-topik tentang sistem kehidupan
 Terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri
Cara Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan ini
mengembangkan yaitu dengan mengajarkan anak menanam benih hingga
dipelihara saat menjadi tanaman, memelihara binatang, berkebun
serta pengamatan langsung terhadap alam semesta.

4. Jenis-jenis tes kecerdasan


Inteligensi adalah perwujudan dari suatu daya dalam diri manusia, yang
mempengaruhi kemampuan seseorang di berbagai bidang. Sampai saat ini sudah banyak
tes inteligensi yang disusun oleh para ahli baik tes intelegensi untuk anak-anak maupun
orang dewasa, tes inteligensi yang disajikan secara individual maupun secara kelompok,
tes verbal dan tes performansi, dan tes inteligensi untuk orang cacat khusus misalnya
tuna rungu dan tuna netra (Nur’aeni, 2012). Beberapa bentuk tes inteligeni antara lain :
a. Tes inteligensi untuk anak-anak (tes Binet, WISC, WPPSI, CPM, CFIT skala 1 & 2,
dan TIKI dasar).

46
b. Tes inteligensi untuk remaja - dewasa (TIKI menengah, TIKI tinggi, WAIS, SPM,
APM, CFIT skala 3).
c. Tes inteligensi untuk tuna rungu (SON)
Hasil tes inteligensi pada umumnya berupa IQ (Intelligence Quotient), namun ada
juga tes inteligensi yang tidak menghasilkan IQ yaitu berupa tingkat/grade (Raven).
Istilah IQ pertama sekali dikemukakan pada tahun 1912 oleh William Stern, seorang
ahli psikologi berkebangsaan Jerman. Kemudian oleh Lewis Madison Terman istilah
tersebut digunakan secara resmi untuk hasil tes inteligensi Stanford Binet Intelligence
Scale di Amerika Serikat pada tahun 1916.. Adapun Penjelasan dari jenis tes kecerdasan
adalah sebagai berikut :
a. Stanford Binet Intelligence Scale Form L-M
Tes Binet dengan skala Stanford–Binet berisi materi berupa sebuah kotak
yang berisi berbagai macam mainan yang akan diperlihatkan pada anak-anak, dua
buah buku kecil yang berisi cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan yang
berfungsi untuk mencatat jawaban beserta skornya, dan sebuah petunjuk
pelaksanaan dalam pemberian tes. Pengelommpokkan tes-tes dalam skala Stanford–
Binet dilakukan menurut berbagai level usia, dimulai dari usia 2 tahun sampai
dengan usia dewasa. Meski begitu, dari masing-masing tes yang berisi soal-soal
tersebut memiliki taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda untuk setiap level
usianya. Skala Stanford–Binet dikenakan secara individual dan pemberi tes
memberikan soal-soalnya secara lisan. Meski begitu, skala ini tidak cocok untuk
dikenakan pada orang dewasa, sekalipun terdapat level usia dewasa dalam tesnya.
Hal ini karena level tersebut merupakan level intelektual dan hanya dimaksudkan
sebagai batas-batas dalam usia mental yang mungkin dicapai oleh anak-anak. Skala
Stanford-Binet versi terbaru diterbitkan pada tahun 1986 (Harjanti, 2020).
Perhitungan IQ pada hasil tes Stanford Binet Intelligence Scale Form L-
M,menurut William Stern menggunakan rasio antara MA dan CA, dengan rumus
IQ = (MA/CA) x 100. MA adalah mental age, CA adalah chronological age, 100
adalah angka konstan Terman dan Merril mengklasifikasikan inteligensi
berdasarkan standardisasi tes inteligensi Stanford Binet tahun 1937, sebagai berikut
Klasifikasi IQ

47
Very Superior 140 ke atas
Superior 120 -139
High Avarage 110 - 119
Normal or Avarage 100 - 109
Low Avarage 80 - 89
Borderline Defective 60 - 79
Mentally Defective 30 - 69
Tabel 1 Klasifikasi IQ

b. WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)


Tes inteligensi Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) adalah
salah satu tes yang sering dan umum digunakan di dunia psikologi serta sering
digunakan oleh para psikolog. Wechsler Intelligence Scale for Children
dikembangkan oleh David Wechsler yang mempublikasikannya pada tahun 1939,
dimana tes ini mengukur fungsi intelektual yang lebih global. Tes inteligensi WISC
digunakan untuk tes inteligensi pada anak usia 8-15 tahun. Tes WISC terdiri atas
tes verbal dan tes performance. Tes verbal terdiri atas materi perbendaharaan kata,
pengertian, informasi, hitungan, persamaan, rentangan angka. Sedangkan tes
performance terdiri atas mengatur gambar, melengkapi gambar, rancangan balok,
merakit objek, mazes dan simbol (Mudhar, M & Rafikayati, 2017).
c. WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale)
Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dikembangkan oleh David
Wechsler. Akibat rasa ketidakpuasan dengan batasan dari teori Stanford-Binet
dalam penggunaannya, khususnya dalam pengukuran kecerdasan untuk orang
dewasa sehingga dikembangkanlah tes ini. David Wechsler kemudian meluncurkan
tes kecerdasan baru yang dikenal sebagai Wechsler Adult Intelligence Scale
(WAIS) pada 1955. Tes ini digunakan oleh orang dewasa usia 16-75 tahun atau
lebih. Pelaksanaan tes ini dilakukan secara individu (Maarif et al., 2017). WAIS
menjadi alat tes yang paling populer karena paling banyak digunakan di dunia saat
ini. Tes ini semula bernama Wechsler Bellevue Intellegence Scale (WBIS). Tes
intelegensi ini memiliki enam subtes yang terkombinasikan dalam bentuk skala
pengukuran keterampilan verbal dan lima subtes membentuk suatu skala

48
pengukuran keterampilan tindakan (Rohmah, 2011). (Maarif et al., 2017)
menjelaskan materi tes WAIS terbagi menjadi 11 subtes. Ada pun sub-sub tes
tersebut terdiri atas:
Bentuk Verbal Bentuk Performance
Informasi Simbol Angka
Pemahaman Melengkapi Gambar
Hitungan Rancang Balok
Persamaan Mengatur Gambar
Rantang Angka Merakit Objek
Perbendaharaan Kata
Tabel 2 Tes WAIS

d. Raven Progressive Matrices (RPM) [Standart Progressive Matrices (SPM),


Coloured Progressive Matrices (CPM), dan Advanced Progressive Matrices
(APM)]
Tes Raven atau Raven Progressive Matrices (RPM) merupakan tes
inteligensi yang dapat disajikan secara kelompok maupun individual. Materi tes ini
berupa gambar dengan sebagian yang terpotong. Tugas subyek adalah mencari
potongan yang cocok untuk gambar tersebut dari alternatif potongan-potongan yang
sudah disediakan. Dari tes Raven tidak ditemukan IQ seseorang melainkan taraf
inteligensi yang dibagi dalam grade 1 sampai grade V yang ditentukan berdasar
persentil.
Pertama kali Raven menyusun Standart Progressive Matrices (SPM),
dapat dikenakan untuk semua umur. Karena kebutuhan tes untuk anak-anak disusun
Coloured Progressive Matrices (CPM) untuk anak-anak umur 5 – 11 tahun, CPM
juga dikenakan pada orang tua atau lanjut usia di atas 60 tahun dengan pendidikan
rendah atau menengah. Karena kebutuhan tes untuk orang-orang yang di atas
normal (superior) disusun Advanced Progressive Matrices (APM).
e. Culture Fair Intelligence Test (CFIT)
Culture Fair Intelligence Test (CFIT) merupakan salah satu tes inteligensi
yang sering digunakan oleh psikolog dan lembaga psikologi di Indonesia. Pertama

49
kali Tes inteligensi CFIT ini dikembangkan oleh Raymond B. Cattell pada tahun
1940. Dalam proses administrasinya, Tes CFIT relatif tidak memakan waktu yaitu
hanya sekitar 30 menit sehingga tes CFIT populer digunakan di kalangan praktisi
(Suwandi, 2015).
Menurut Cattell (dalam Suwandi, 2015) inteligensi terbagi menjadi 2
komponen, yaitu fluid dan crystallized intelligence. Fluid intelligence merupakan
kecerdasan yang berasal dari sifat bawaan lahir atau hereditas. Sedangkan
crystallized intelligence adalah kecerdasan yang sudah dipengaruhi oleh
lingkungan, misalnya kecerdasan yang didapat melalui proses pembelajaran di
sekolah. Tes ini dikembangkan sebagai tes non verbal untuk mengukur fluid
intelligence (Gf).
Tes CFIT memiliki tiga jenis skala, yaitu:
1) Skala 1 ditujukan untuk usia 4 sampai 8 tahun
2) Skala 2 ditujukan untuk usia 8 sampai 13 tahun
3) Skala 3 ditujukan untuk individu dengan kecerdasan di atas rata-rata.
Skala 2 dan 3 berbentuk paralel (A dan B) sehingga tes ini yang dapat
digunakan untuk pengetesan kembali. Umumnya tes-tes ini dapat diberikan pada
sekelompok individu secara kolektif, namun terkecuali beberapa subtes dari skala
1. Skala 1 memiliki delapan subtes, namun yang benar-benar adil secara budaya
hanya separuhnya (Suwandi, 2015). Terdapat kemiripan antara skala 2 dan 3 tes
CFIT, yang membedakan hanya tingkat kesukarannya.
Tes CFIT tidak menghasilkan skor IQ, melainkan hanya melihat kapasitas
dan kategori inteligensi seseorang. Tes ini dikembangkan sebagai tes non verbal
untuk mengukur fluid intelligence, yaitu kecerdasan yang berasal dari sifat bawaan
lahir atau hereditas (Harjanti, 2020).
f. TIU (Tes Inteligensi Umum)
Tes TIU yang disebut Tes Potensi Akademik atau juga Tes Bakat Skolastik
merupakan tes yang bertujuan untuk menilai kompetensi seseorang dalam hal
kemampuan verbal, kemampuan numerik, kemampuan logika, serta kemampuan
analisis. TIU merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan intelektual atau akademisi seseorang agar memenuhi standar yang

50
ditentukan oleh lembaga tertentu. Oleh karena itu, tes ini biasa digunakan tes masuk
pada saat kita ingin mendaftar sekolah kedinasan, perusahaan, peruguran tinggi, dan
lain-lain.
Tes ini sering terlihat jika kita mengikuti tes masuk CPNS, sekolah
kedinasan, perguruan tinggi, ataupun bekerja diperusahaan tertentu, karena tes ini
untuk mengukur kemampuan dasar yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan
seseorang jika dia bekerja dalam lingkungan tersebut (Harjanti, 2020).
g. Tes Inteligensi Kolektif Indonesia (TIKI)
Tes yang disusun di Indonesia ini merupakan kerjasama antara ahli
Indonesia dan Belanda, bertujuan untuk mengungkap inteligensi dengan standar
Indonesia. Tes ini terdiri dari tiga kelompok yaitu TIKI dasar untuk Sekolah Dasar
sampai SMP kelas II, TIKI menengah untuk siswa SMP kelas III dan SMA dan
TIKI tinggi untuk mahasiswa dan orang dewasa. Tes ini dapat diberikan secara
individual dan kelompok. Adapun materi tes TIKI adalah sebagai berikut
1) TIKI dasar (berhitung angka, gabungan bagian, eksklu si gambar, hubungan
kata, membandingkan gambar, labirin, berhitung huruf, mencari pola, eksklusi
kata, mencari segitiga).
2) TIKI menengah (berhitung angka, gabungan bagian, hubungan kata, eksklusi
gambar, berhitung soal, meneliti, membentuk benda, eksklusi kata, bayangan
cermin, berhitung huruf, membandingkan benda, pembentukan kata).
3) TIKI tinggi (berhitung angka, gabungan bagian, hubungan kata, abstraksi non
verbal, deret angka, meneliti, membentuk benda, eksklusi kata, bayangan
cermin, analogi kata, bentuk tersembunyi, pembentukan kata).
h. Snijders Oomen Non Verbal Scale (SON)
Tes inteligensi yang non verbal digunakan untuk usia 3 – 16 tahun, normal
dan tunarungu. SON dirancang sejak tahun 1939 – 1942, di Amsterdam, kemudian
dilakukan revisi-revisi. Versi pertama tes SON dikembangkan lebih dari tujuh
puluh tahun yang lalu oleh psikolog Nan Snijders Oomen, untuk mempelajari
fungsi kognitif anak-anak tunarungu. Tujuan dari rangkaian tes ini adalah untuk
mematahkan kesebelasan tes kinerja non-verbal pada waktu itu dan untuk
memperluas fungsi yang dapat diakses untuk penelitian kecerdasan non-verbal.

51
Tes ini disebut nonverbal karena dapat dilakukan tanpa harus
menggunakan bahasa tertulis atau lisan. Alat tes ini juga tidak hanya sebatas untuk
individu dalam kondisi normal namun juga dapat digunakan untuk individu dengan
disabilitas seperti tuna rungu. Alat tes ini dapat digunakan oleh individu dengan
tuna rungu dikarenakan tes SON berbentuk puzzle dan rangkaian gambar yang
perlu dicocokan dan peserta tidak dituntut untuk menjawab perintah yang diberikan
(Ningsih, 2020).

F. Masa Emas dan Kritis Manusia


1. Pengertian Masa Emas dan Kritis Manusia
Masa emas dan kritis pertumbuhan manusia sering disebut juga sebagai The
golden ages atau Window Of Opportunity adalah masa dimana otak mengalami
pertumbuhan dengan sangat pesat yang merupakan masa penting dalam fase
pertumbuhan manusia terutama bagi fase tumbuh kembang anak. Pada fase ini otak
manusia mengalami perkembangan yang pesat, kritis dan memiliki kemampuan dalam
menyerap informasi sebanyak 100% yang berdampak pada perkembangan intelegensi.
Adapun usia manusia yang berada pada masa emas dan kritis ini adalah pada rentang
usia usia 0-5. sehingga masa balita atau bayi usia 0 hingga anak usia 5 tahun adalah
masa keemasan, yakni masa tanam atau dimulainya pembentukan kepribadian dan
karakter seorang manusia. (Nugraheni et al., 2018)
Fase kritis adalah masa pertumbuhan anak dari usia 0-3 tahun. Disebut kritis
karena hampir semua komponen kognitif dibangun pada masa ini untuk membentuk
pondasi kecerdasan anak di kemudian hari. Otak kanan mengendalikan anggota tubuh
sebelah kiri. Aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan kreativitas dikendalikan
seperti emosi, musik, daya imajinasi dan kemampuan intuisi. Otak kiri mengendalikan
anggota tubuh bagian kanan. Aktivitas yang berhubungan dengan keteraturan, kerincian
dan kesistematisan, seperti kemampuan berhitung, menulis dan membaca.
Masa emas pertumbuhan dan perkembangan otak ini dibagi menjadi dua, yaitu
fase dalam kandungan atau sejak mulainya konsepsi sampai kelahiran, dan fase usia 0-3
tahun. Fase ini sangat penting diperhatikan oleh orang tua karena pada fase ini
pertumbuhan anak sangat pesat sehingga kita sebagai orang tua ataupun pengasuh anak

52
bisa membentuk karakter pada usia ini karena 80% otak anak bekerja pada masa ini,
oleh karena itu orang tua harus bisa mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak
pada masa golden age. Ada beberapa peneliti mengatakan juga yang mengatakan sekitar
50% kecerdaan orang dewasa mulai terbentuk di usia 4 tahun. Jika pada masa tersebut
anak tidak mendapat perhatian khusus tentu akan berdampak serius terhadap masalah
gizi kronis, seperti gangguan perkembangan otak, intelegansia (IQ) rendah, sistem imun
melemah, risiko penyakit diabetes, bahkan stunting.
2. Hal-hal yang Menjadi Perhatian di Masa Golden Age Anak
a. Perhatikan Perkembangan Motorik Halus 
Motorik halus pada anak meliputi keluwesan jari jemari anak pada saat
melakukan aktivitas halus. Pada anak TK aktivitas melatih motoric halus ini  seperti
misalnya melatih mengkancingkan baju, mewarnai, menulis atau mencoret-coret di
kertas menggunakan pensil, menalikan tali sepatu, meronce, melipat kertas,
menggunting, painting, dll. Motorik halus ini bermanfaat untuk kemampuan
menulis anak, kreatifitas dan keterampilan tangan anak. 
b. Perhatikan Perkembangan Motorik Kasar
Melatih motorik kasar pada masa golden age juga sangatlah penting, untuk
melatih motorik kasar ini bisa dilakukan dengan cara keterampilan memanjat,
berlari dan berenang melompat dan kegiatan olahraga lain. Melatih otot kasar
sangat peting untuk usia golden age agar anak bisa mengendalikan otot-otot besar.  
c. Perhatikan Perkembangan Kognitif 
Perhatikan perkembangan kognitif anak pada masa golden age.
Perkembangan kognitif adalah perkembangan anak untuk mengolah,
mengategorikan maupun mengklasifikasi sesuatu yang terlihat oleh panca
inderanya. Dalam melatih perkembangan kognitif ini peran orangtua  sekitar
sangatlah diperlukan. Seringlah mengajak anak mendatangi suatu tempat baru,
tempat hiburan, kebun binatang, pegunungan dan lain sebagainya kemudian anak
untuk menceritakan pengalaman apa yang dia dapatkan dan apa saja yang ia lihat
disana. Perkembangan kognitif ini sangat penting untuk masa depan anak, agar
anak bisa berfikir logis, berbahasa baik dan berperilaku menyenangkan dan
mencintai alam. 

53
d. Mengenali gangguan tumbuh kembang anak 
Terkadang, anak mengalami gangguan tumbuh kembang pada masa golden
age. Kenali dan lakukan perbaikan secepatnya dengan berkonsultasi kepada psikologi
atau dokter anak. Gangguan tumbuh kembang ini meliputi gangguan interaksi sosial,
gangguan bicara, gangguan motorik halus misalnya seperti susah memegang gunting,
gangguan motorik kasar misalnya tidak mampu berlari dan gangguan kognitif
misalnya seperti tidak bisa mengenali warna, pada usia TK. Sebaiknya orang tua
waspada dengan gangguan-gangguan ini karena sangat berpengaruh untuk
perkembangan anak di masa depannya. 
e. Mengenali Potensi Anak 
1) Linguistik : Pintar berbahasa, menulis dan berkomunikasi
2) Musical : Sangat tertarik pada music
3) Logical : Senang dengan permainan angka dan berhitung
4) Body kinestetik : Senang dan aktifitas olahraga fisik 
5) Visual Spasial : Berfikir Sistematis
6) Interpersonal : Memahami orang lain dan bisa berbagi dengan sekitar 
7) Natural : Mencintai alam dan mudah bergaul
8) Moral : Pandai mengatur emosi 
f. Mendukung Potensi Anak 
Dukung selalu potensi anak di usia golden age. Orang tua yang perhatian dan
memahami pentingnya masa golden age anak harus memiliki pemahaman akan
potensi anak agar potensi anak terarahkan dengan benar. Misalnya jika anak sangat
menyukai dan berminat dengan musik dukung ia untuk les musik atau misalnya anak
terlihat menonjol di bidnang linguistik, maka dukung anak untuk selalu berani
berbicara di depan orang banyak.   
3. Pentingnya perawatan dan pendidikan yang baik pada periode golden age
Carnegie Ask Force seorang ahli pendidikan menyebutkan antara lain sebagai
berikut: 
a. Perkembangan otak anak sebelum usia 1 tahun lebih cepat dan ekstensif dari yang
diketahui sebelumnya. Walaupun pembentukan sel otak telah lengkap sebelum anak
lahir tetapi kematangan otak terus berlangsung sesudah anak lahir.

54
b. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dari yang diketahui
sebelumnya. Gizi yang tidak layak pada masa kehamilan dan tahun pertama
kelahiran secara serius mempengaruhi perkembangan otrak anak dan dapat
menyebabkan kecacatan pada syaraf dan pada tingkah laku anak, seperti kesulitan
belajar atau keterbelakangan mental.
c. Pengaruh lingkungan awal pada perkembangan otak berdampak lama. Terdapat
bukti bahwa bayi yang diberi gizi yang baik, mainan dan teman bermain fungsi
otaknya lebih baik dari pada anak ynag tidak mendapatkan stimulasi lingkungan
yang baik.
d. Lingkungan tidak saja menyebabkan penambahan jumlah hubungan antar sel otak
tersebut terjadi. Proses pemerkayaan diri ini sangat besar terjadi di masa usia dini
dan diperluas oleh pengalaman sensorik anak dengan dunia luar. 
e. Stress pada usia dini dapat merusakkan secara permanent fungsi otak anak, cara
belajarnya dan memorinya. Penelitian sebelumnya menunjukkan anak yang
mengalami stress yang sangat besar dalam perkembangan kognitif, tingkah laku,
dan emosionalnya akan mengalami kesulitan di kemudian hari. Barnet, seorang ahli
pendidikan, pada tahun 1995 menyatakan bahwa penelitian terbaru secara jelas
memperlihatkan bahwa program pendidikan usia dini yang berkualitas tinggi serta
yang sesuai dengan perkembangan anak (Developmentally Appropriate) akan
menghasilkan efek positif secara jangka panjang maupun pendek pada
perkembangan kognitif dan sosial anak
4. Konsep dasar tumbuh kembang anak
a. Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu.
Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur
organ-organ tubuh pada otak. 
b. Perkembangan (development) adalah bertambahnya yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan
hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan menyangkut berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
juga perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi dan perkembangan prilaku

55
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan merupakan progresif,
terarah, dan terpadu/kohelen..Progresif mengandung arti bahwa perubahan yang
terjadi mempunyai arah tertentu dan cenderung maju ke depan, tidak mundur
kebelakang. Terarah dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang pasti
antara perubahan yang terjadi saat ini, sebelumnya dan berikutnya. 
5. Tahap tumbuh kembang anak berdasarkan periode waktunya
Periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK) yang sebutan lainnya window of
opportunities atau golden period, yaitu didasari oleh realita bahwa manusia mengalami
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat pada masa tersebut yaitu dari
janin hingga usia 2 tahun, yang mana tidak terjadi pada jenjang usia berikutnya.
(Rahayu et al., 2018). Status gizi sangat penting untuk dipenuhi pada 1000 HPK, karena
shal tersebut akan berpengaruh pada kualitas kesehatan, intelektual, kemampuan
motorik, sosial, dan kognitif serta produktivitas di masa yang akan datang. Dan
pemenuhan asupan gizi yang optimal pada masa tersebut akan mencegah penurunan
status gizi sejak dini, seperti masalah neurologis, penurunan kemampuan belajar,
peningkatan risiko drop out dari sekolah, penurunan produktivitas dan kemampuan
bekerja, penurunan pendapatan, penurunan kemampuan menyediakan makananan yang
bergizi dan penurunan kemampuan mengasuh anak. (Rahayu et al., 2018).
Tahap tumbuh kembang anak berdasarkan periode waktunya menurut
Hockenberry & Wilsaon, 2009 ; Wong, 2009 :
a. Prenatal Period 
Periode ini terbagi manjadi 3, yaitu periode germinal (konsepsi hingga dua
pekan di dalam kandungan), periode emb rionik (dua hingga delapan pekan), dan
periode fetal (delapan hingga empat puluh pekan).
b. Infancy Period 
Periode ini terbagi menjadi periode neonatal (Kelahiran hingga 27 atau 28
pekan), dan periode infant (satu hingga dua belas bulan)
c. Early Childhood
Periode ini menjadi du tahap, yaitu toddler (satu sampai tiga tahun) dan
prasekolah (tiga sampai enam tahun).
d. Middle Childhood

56
Periode ini merupakan periode tumbuh kembang ana usia enam hingga
sebelas tahun atau dua belas tahun. Periode ini sering juga disebut periode tumbuh
kembang usia anak sekolah.
e. Later Childhood
Periode ini berkembang ketika anak usia 11 hingga 18 tahun, yang terbagi
menjadi tahap prapubertas (sebelas hingga tiga belas tahun)
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut (Hockenberry &
Wilsaon, 2009), antara lain :
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena faktor
inilah yang menetukan sifat yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya.
Kondisi fisik seperti gambaran fisik, poster tubuh, dan masalah kesehatan dapat
diturunkan dan hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan intraksi
anak dengan lingkungannya. Begitu pula dengan karakter kepribadian yang
diyakini dapat diturunkan akan mempengaruhi perkembangan anak (Wong, 2009)
b. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan segala hal yang berasal dari luar diri anak.
Lingkungan turut berpengaruh pada tumbuh kembang anak karena lingkunganlah
yang turut menyediakan kebutuhan anak agar dapat tumbuh dan berkembang,
bahkan sejak dalam kandungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi :
1) Gizi ibu pada waktu hamil
Kenaikan berat badan wanita selama kehamilan harus mencapai sekitar
10-12 kg agar tidak terjadi BBLR.Untuk mencapai itu ibu hamil dianjurkan
untuk meningkatkan kalori yang dimakan dengan menambah 300 kkal/hari atau
sekitar satu porsi makan lebih banyak dari pada sebelum hamil.Suplemen zat
besi juga harus diberikan pada ibu hamil untuk mencegah anemia pada ibu,
yang berdampak negatif pada janin, seperti BBLR dan anemia pada bayi.
2) Obat-obatan, toksin, atau zat kimia
Pengaruh obat yang diberikan kepada ibu hamil terhadap janin sangat
tergantung pada umur kehamilan, jumlah obat, serta waktu dan lamanya
pemberian. Bila pada kehamilan trimester I (masa organogenesis) ibu minum

57
obat teratogenik, akan terjadi keguguran atau cacat bawaan. Beberapa obat
mempunyai efek sinergistik dengan obat lainnya mungkin akan mempunyai
efek teratogenik. Obat tertentu diberikan pada beberapa minggu terakhir
kehamilan atau pada waktu persalinan dapat mengetahui fungsi organ/sistem
enzim tertentu pada bayi baru lahir.
3) Endokrin
Bayi dari ibu penderita diabetes militus dapat menderita organomegali,
berat lahir di atas 4000 gram, hipertrofi dan hiperplasia sel beta parenkes janin,
dan gangguan metabolik pada neonatus. Diabetes yang tidak dipantau dengan
seksama sering menyebabkan janin mati dalam kandungan bahkan cacat
bawaan
4) Penyakit pada ibu
a) Infeksi : hampir semua infeksi berat yang diderita ibu pada waktu hamil
dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, atau BBLR. Beberapa
mikroorganisme tertentu dapat menyebabkan infeksi pada janin, gangguan
pertumbuhan janin, bahkan cacat bawaan.
b) Bukan infeksi : pada ibu yang menderita hipertensi yang tidak diobati,
mungkin terjadi retardasi pertumbuhan intrauteri dan lahir mati. Pada ibu
penderita goiterendemik, bayinya bisa menderita hipotiroid kongenital.
Fenilketouria pada ibu hamil yang tidak diobati akan mengakibatkan
keguguran, cacat bawaan, cedera otak pada janin yang tidak menderita
fenilketonuria.
5) Radiasi
Sebelum fase organogenesis, radiasi dengan dosis 10 rd dapat menyebabkan
kematian janin. Sebaiknya, hindari penyinaran waktu hamil muda karena dapat
mengakibatkan malformasi janin, seperti mikrosefali, spina fibida, dan
retardasi janin.
6) Imunitas
Antagonisme rhesus dan ABO sering mengakibatkan hydrops foetalis, bayi
lahir yaitu mati. Pada umumnya, kematian terjadi setelah plasenta terbentuk,
yaitu pada trimester II kehamilan. Penatalaksanaannya adalah melahirkan bayi

58
sebelum waktunya untuk menjaga jangan sampai terjadi hydrops foetalis, atau
melakukan tranfusi sel darah merah dan Rh negatif intraperioneal, agar janin
dapat tumuh sempurna dan mempunyai kemungkinan hidup lebih besar.
7) Anoreksia
Menurunnya oksigenasi janin karena ganggauan pada plasenta dan tali pusat
dapat mengakibatkan BBLR. Keadaan ini dapat terjadi pada ibu hamil dengan
hipertensi, kehamilan serotinus, kehamilan dengan penyakit jantung, ginjal,
asma, diabetes militus. Ibu yang menderita toksemia pada waktu hamil akan
melahirkan bayi KMK, prematur, atau terjadi kematian intrauterine
8) stres
Keadaan kejiwaan ibu selama hamil dapat mempengaruhi janin yang
dikandungnya. Suatu kehamilan sebaiknya adalah kehamilan yang benar-benar
dikehendaki.
7. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mempersiapkan generasi yang
berkualitas pada masa golden age yaitu
a. Memberikan ASI
Manfaat ASI Perkembangan psikomotorik lebih cepat, menunjang
perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif anak, kandungan taurine, DHA,
AA, Omega 6, dan kandungan lainnya yang terdapat dalam ASI sangat bagus untuk
tumbuh kembang anak. Selain itu, ASI juga dapat menguatkan hubungan antara ibu
dan anak.
b. Mengembangkan kepribadian anak
Menurut Selo Soemardjan, keluarga jaman sekarang seharusnya menganut
model symmetrical family atau keluarga yang seimbang, yang demokratis dimana
tanggung jawab pengasuhan anak jangan meluludibebankan pada ibunya. Hal ini
berarti bahwa ayah juga dapat menggantikan fungsi ibu dalam pengasuhan anak
usia dini. Disamping itu seyogyanya, tugas pengasuhan juga tidak mesti menjadi
tanggung jawab ibunya. Sehingga masalah keterpisahan antara anak dan orangtua
seyogyanya tidak mengganggu tumbuh kembangnya (Capecchi, 2014).
8. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Pertumbuhan anak

59
Terdapat lima tahap saat perubahan pertumbuhan dan perkembangan utama
manusia menurut Susan et al dalam Azijah & Adawiyah (2020) yaitu masa bayi,
masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa dan masa lanjut usia.
Adapun menurut DeLaune & Ladner dalam Azijah & Adawiyah (2020)
pertumbuhan merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif (dapat diukur) yang
meliputi perubahan ukuran tubuh dan bagiannya (jumlah sel, jaringan, struktur, dan
sistem). Tahap pertumbuhan yang paling cepat terjadi pada usia prenatal, bayi dan
usia remaja.
b. Perkembangan anak
1) Masa prenatal atau masa intrauterin 
Masa prenatal terbagi menjadi 3 periode yakni masa mudigah atau zigot
(sejak saat konsepsi hingga usia kehamilan 2 minggu), masa embrio (sejak usia
kehamilan 2 minggu hingga 8/12 minggu), dan masa janin atau fetus (sejak usia
kehamilan 9 atau 12 minggu hingga akhir kehamilan). masa fetus terbagi lagi
menjadi masa fetus dini (minggu ke-9 hingga trimester ke-2)dan masa fetus
lanjut (trimester ke-2 hingga akhir kehamilan). (Yuliantini, 2019)
2) Masa Bayi (infancy) usia 0 sampai 12 bulan 
Masa bayi yakni masa dimana anak sangat tergantung kepada orang
tuanya. Cukup besar daripada aktivitas yang baru dimulai pada masa ini
diantaranya seperti perkembangan bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi
sensorimotor dan pembelajaran sosial. Masa bayi terbagi menjadi 2 periode
yakni masa neonatal, (merupakan masa penyesuaian terhadap lingkungan luar
rahim ibu yang terbagi lagi manjadi masa neonatal dini yaitu 0-7 hari dan masa
neonatal lanjut yaitu 8-28 hari) serta masa pasca neonatal (merupakan masa
terjadinya proses perkembangan yang mengalami percepatan, yaitu 29 hari
hingga 12 bulan). (Yuliantini, 2019)
3) Masa Toddler 
Masa toddler dimulai pada usia 12-36 bulan yakni berlangsung pada
rentang waktu masa anak-anak  mulai berjalan sendiri sampai mereka berjalan
dan berlari dengan mudah, yaitu mendekati usia 12 hingga 36 bulan7. Pada
masa ini seorang anak mulai belajar menentukan arah perkembangan dirinya,

60
suatu fase yang mendasari derajat kesehatan, perkembangan emosional, derajat
pendidikan, kepercayan diri, kemampuan bersosialisasi, serta kemampuan diri
seorang anak dimasa mendatang. Dimana Kecepatan pertumbuhan mulai
menurun akan tetapi perkembangan motorik justru semakin cepat. Pertumbuhan
dan perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia anak akan berjalan sangat cepat pada tiga tahun
pertama kehidupan yang juga akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
Dan periode ini menjadi sangat penting dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan intelektual secara optimal. (Yuliantini, 2019)
4) Masa Pra Sekolah 
Masa pra sekolah berlangsung pada usia 5-6 tahun. Perkembangan anak
terjadi terutama pada sikap kemandirian dan sosialisasi. Pada usia ini pula
perkembangan motorik, bahasa, kreativitas, sosial, moral serta emosional anak
akan mulai terbentuk yang cenderung menetap sampai masa dewasa.
(Yuliantini, 2019)
5) Masa Sekolah 
Tahap terakhir perkembangan anak adalah terjadi pada usia 6-18/20
tahun. Masa ini terbagi menjadi dua yaitu masa pra remaja (usia 6-10 tahun)
dan masa remaja. Sementara masa remaja terdiri dari masa remaja dini dan
masa remaja lanjut yang berbeda rentang waktunya antara wanita dan pria.
Adapun masa remaja dini untuk wanita berusia 8-13 tahun dan pria 10-15
tahun, sedangkan masa remaja lanjut untuk wanita berusia 13-18 tahun dan pria
15- 20 tahun. (Yuliantini, 2019)
9. Kebutuhan Dasar Anak untuk Tumbuh Kembang
Adapun kebutuhan dasar anak menurut Saidah dan Dewi (2020) adalah berikut:
a. Kebutuhan Fisik-Biomedik (asuh)
1) Pangan atau gizi merupakan kebutuhan terpenting.
2) Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau sakit, dil.
3) Papan/pemukiman yang layak.
4) Personal hygiene, sanitasi lingkungan.

61
5) Sandang.
6) Kesegaran jasmani, rekreasi
b. Kebutuhan emosi/kasih sayang (asih)
Hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak
menjadi syarat mutlak untuk menjamin terjadinya tumbuh kembang yang selaras baik
fisik, mental, maupun psikososial pada tahun pertama kehidupan. Kehadira serta
peranan ibu/pengganti ibu sejak dini dan selanggeng mungkin akan menjamin rasa
aman bagi bayinya. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui kontak fisik (kulit/mata)
dan psikis sedini mungkin, seperti dengan menyusui bayi sesegera mungkin segera
setelah lahir. Sebaliknya, kurangnya kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama
kehidupan akan berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak baik fisik,
mental maupun sosial emosi yang disebut Sindrom Deprivasi Maternal. Maka dari
itu, penting adanya kasih sayang dari orang tua (ayah-ibu) yakni akan menciptakan
yang erat (bonding) serta kepercayaan dasar (basic trust).
c. Kebutuhan Stimulasi Mental (asah)
Stimulasi mental adalah cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) mengembangkan perkembangan
mental kemandirian, psikososial seperti kecerdasan, ketrampilan, kreativitas, agama,
kepribadian, moral-etika, produktivitas, dan sebagainya.
10. Tugas perkembangan Menurut (Siswono, 2008) dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu : 
a. Bayi umur 0-3 Bulan 
Tugas perkembangan (ketermpilan yang harus dicapai) : 
1) Dapat menggerakan kaki sama mudahnya. 
2) Dapat bereaksi melihat kearah sumber cahaya. 
3) Mengoceh dan bereaksi terhadap suara. 
4) Bereaksi senyum terhadap ajakan
b. Bayi Umur 3-6 Bulan 
Tugas perkembangan (ketermpilan yang harus dicapai) : 
1) Menegakkan kepala saat telungkup. 
2) Meraih benda yang terjangkau. 

62
3) Menengok kearah sumber suara. 
4) Mencari benda yang dipindahkan. 
c. Bayi umur 6-9 Bulan 
Tugas perkembangan (keterampilan yang harus dicapai) : 
1) Ketika didudukan dapat bertahan dengan kepala tegak 
2) Memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain. 
3) Tertawa/berteriak melihat benda menarik. 
4) Makan biskuit tanpa dibantu. 
d. Bayi umur 9-12 Bulan 
Tugas perkembangan (ketermpilan yang harus dicapai) : 
1) Berjalan dengan berpegangan. 
2) Dapat meraup bendabenda kecil. 
3) Mengatakan dua suku kata yang sama. 
4) Bereaksi terhadap permainan “Ciluk baa”
e. Bayi umur 12-18 Bulan 
Tugas perkembangan (ketermpilan yang harus dicapai) : 
1) Berjalan sendiri tidak jauh. 
2) Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk. 
3) Mengungkap keinginan secara sederhana. 
4) Minum sendiri dari gelas tidak tumpah. 
f. Bayi umur 18-24 Bulan 
Tugas perkembangan (ketermpilan yang harus dicapai) : 
1) Berjalan mundur sedikitnya 5 langkah 
2) Mencorat-coret dengan alat tulis. 
3) Menunjukkan bagian tubuh dan menyebutkan namanya.
4) Meniru melakukan pekerjaan rumah tangga 
g. Bayi umur 2-4 tahun 
Tugas perkembangan (ketermpilan yang harus dicapai) : 
1) Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan, setidaknya dua hitungan. 
2) Meniru membuat garis lurus. 
3) Menyatakan keinginan setidaknya dengan dua kata. 

63
4) Melepas pakaian sendiri. 
h. Bayi umur 4-5 tahun 
1) Dapat memghafal hari ± hari dalam seminggu 
2) Pandai berbicara
11. Upaya yang dilakukan oleh Orang Tua
Lingkup
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
perkembangan
3 bulan 3-6 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan
Motorik kasar  Berusaha  Tengkurep  Tengkurep  Berjalan dan
mengangkat dgn dada bolak balik berpegangan
kepala saat diangkat dan tanpa bantuan  Bertepuk
ditelungkup kedua tangan  Mengambil tangan
kan menopang benda yang
 Menoleh ke  Duduk terjangkau
kanan dan dengan  Merangkak ke
kiri bantuan segala arah
 Berguling  Mengangkat  Duduk tanpa
miring ke kedua kaki bantuan
kanan dan saat  Berdiri
kiri terlentang berpegangan
 Kepala tegak
ketika duduk
dengan
bantuan
Motorik halus  Memiliki  Memegang  Memegang  Memasukkan
refleks benda dengan benda dengan benda ke
menggengg lima jari ibu jari dan jari mulut
am jari  Memainkan telunjuk  Menggaruk
ketika benda dengan  Meremas kepala
telapka tangan  Memindahkan  Memegang
tangannya  Meraih benda benda dari satu benda kecil

64
disentuh di depannya tangan ke atau tipis
 Memainkan tangan yang seperti
jari tangan lain potongan
dan kaki biskuit
 Memasukka
n jari ke
dalam
mulut
Kognitif  Mengenali  Memperhatik  Mengamati  Memahami
(Mengenali wajah orang an benda berbagai benda perintah
lingkungan di terdekat yang ada di yang bergerak sederhana
sekitarnya)  Mengenali hadanpannya
suara orang  Mendengarka
terdekat n suara-suara
di sekitarnya,
ingin tahu
lebih dalam
dengan benda
yang
dipegangnya
Menunjukkan  Memperhat  Mengulurkan  Mengulurkan  Memberi
reaksi atas ikan benda kedua tangan kedua tangan reaksi
rangsangan bergerak untuk untuk menoleh saat
atau meminta, meminta, namanya
suara/maina misalkan misalkan dipanggil
n yang seperti : seperti :  Menocba
menggantu digendong, digendong, mencari
ng di atas dipeluk dan dipeluk dan benda yang
tempat tidur dipangku dipangku disembunyik
n
 Mencoba

65
membuka/me
nutup
gelas/cangkir
Sosial  Menatap  Merespon  Menempelkan  Menyatakan
emosional dan dengan kepala bila keinginan
tersenyum gerakan merasa dengan
 Menangis tangan dan nyaman dalam berbagai
untuk kaki pelukan atau gerakan
mengespres  Menangis meronta jika tubuh dan
ikan apabila  tidak merasa kurang ungkapan
ketidaknya mendapatkan nyaman kata-kata
manan. apa yang sederhana
Seperti: diinginkan  Meniru cara
BAK, BAB  Merespon untuk
dan dengan menyatakan
lingkungan menangis/ perasaan.
panas menggerakan Seperti : cara
tubuh pada memeluk dan
orang yang mencium
belum
dikenal

12. Cara Melakukan stimimulasi terhadap anak Menurut Suherman, 2008 cara
melakukan stimulasi pada anak adalah sebagai berikut :
a. Bayi Umur 0-3 bulan 
1) Bergaul dan mandiri, ajaklah bayi anda berbicara dengan lembut, dibuai,
dipeluk, dinyanyikan lagu. 
2) Bicara, bahasa kecerdasan, ajaklah bayi anda berbicara, mendengarkan berbagai
suara (suara radio, burung, dan lainlain). 
3) Gerak kasar : latihlah bayi anda mengangkat kepala pada posisi telungkup dan
memperhatikan benda bergerak. 

66
4) Gerak halus : latihlah bayi anda mengangkat benda kecil.
b. Bayi umur 3-6 Bulan 
1) Bergaul dan mandiri, latihlah bayi anda mencari sumber suara. 
2) Bicara bahasa kecerdasan, latihlah bayi anda menirukan suara/bunyi/kata. 
3) Gerak kasar : latihlah bayi anda menyangga leher dengan kuat. 
4) Gerak halus : latihlah bayi anda meraup benda kecil.
c. Bayi umur 6-9 Bulan 
1) Gerak kasar : latihlah bayi anda berjalan dengan berpegangan. 
2) Gerak halus : latihlah bayi anda memasukkan dan mengeluarkan benda dari
wadah. 
3) Berbicara, bahasa dan kecerdasan, latihlah anak menirukan kata. 
4) Bergaul dan mandiri, ajak anak anda bermain dengan orang lain.
d. Bayi umur 9-12 
1) Gerak Kasar : latih anak berjalan sendiri
2) Gerak Halus :Ajak anak menggelindingkan bola
3) Berbicara, bahasa dan kecerdasan 
- Latih anak menirukan kata 
- Kenalkan dengan kata-kata baru sambil menunjukan gambarnya 
4) Bergaul dan mandiri, ajak anak mengikuti kegiatan keluarga, misal makan
Bersama
e. Bayi umur 12-18 Bulan 
1) Gerak Kasar : naik turun lantai 
2) Gerak Halus : bermain dengan anak melempar dan menangkap bola besar
ataupun kecil. 
3) Bicara, bahasa dan kecerdasan : latih anak menunjuk dan menyebutkan bagaian
tubuh. d) Bergaul dan berbicara : beri kesempatan pada anak untuk melepaskan
baju sendiri.
f. Bayi umur 18-24 
1) Gerak kasar : latih anak melompat dengan satu kaki. 
2) Gerak halus : latih anak menggambar bulatan, Garis segitiga dan gambar wajah. 
3) Berbicara, bahasa dan kecerdasan : latih anak mengikuti perintah. 

67
4) Bergaul dan mandiri, latih anak agar mau ditinggalkan untuk sementara waktu
g. Bayi umur 2-4 Tahun 
1) Gerak kasar, latih anak melompat dengan satu kaki. 
2) Gerak halus, latih anak bermain menumpuk balok. 
3) Berbicara, bahasa dan kecerdasan dengan latih anak mengenal bentuk dan
warna. 
4) Bergaul dan mandiri, latih anak mencuci tangan/kaki dan mengeringkan sendiri.
h. Bayi umur 4-5 Tahun 
1) Melompat dan menari, latih anak untuk melompat dan menari 
2) Pandai berbicara, latih anak untuk berbicara dengan tepat 
3) Dapat menyebut hari-hari, latih anak untuk bisa menghafal hari-hari dalam
seminggu.
Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi/ balita, setiap
hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan usia perkembangan kemampuannya,
dilakukan oleh keluarga terutama ibu atau ibu pengganti (Suherman, 2008). Stimulasi
hendaknya dilaksanakan pada saat suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara
pengasuh dan bayi/balita. Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-buru,
memaksakan kehendak pengasuh, tidak memperhatikan minat balita, atau bayi sedang
mengantuk, bosan atau bermain yang lain. Pengasuh yang sering, marah, bosan, sebal,
maka tanpa disadari pengasuh malah memberikan rangsang emosional yang negatif.
Karena prinsipnya semua ucapan, sikap dan perbuatan merupakan stimulasi yang
direkam, diingat dan ditiru atau justru menimbulkan ketakutan bagi bayi/ balita
(Kusnandi Rusmi, 2010).
13. Tips untuk mengembangkan otak anak pada usia dini, antara lain: 
a. Selalu memberikan umpan balik, sehingga proses belajar anak tidak terputus. 
b. Lakukan pembiasaan terhadap pola hidup yang baik dengan cara pengulangan secara
terus menerus agar anak menjadi lebih terampil melakukan sesuatu. 
c. Memberikan perhatian ekstra pada saat window of opportunity agar tidak kehilangan
waktu prima untuk menstimulasi otak anak. 
d. Mengembangkan pengalaman yang kaya bahasa. Penguasaan bahasa yang baik akan
menunjukkan tingkat kecerdasan seseoran. 

68
e. Minimalisir kegiatan menonton televisi, kegiatan ini sangat tidak menunjang
perkembangan otak anak terutama sekali pada usia yang sangat dini. 
f. Berikan kesempatan berinteraks sehingga anak mempunyai pengalaman yang luas
dan memiliki fleksibilitas yang tinggi. 
g. Mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi.
h. Cukup tidur.
i. Terhindar dari suasana tegang 
j. Menyediakan waktu untuk berefleksi 
k. Melatih anak untuk menarik nafas dalam – dalam
l. Banyak minum air putih
m. Memnggunakan warna–warna terang seperti kuning, merah, orange.
n. Mengajak anak bernyanyi.
o. Sering mengajak anak tertawa. 
p. Melatih keteraturan dalam melakukan kegiatan. 
q. Memberikan aroma suasana yang menstimulasi kewaspadaan seperti peppermint dan
kayu manis. 
r. Pandai mengaitkan perasaan dan pikiran anak.

69
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Status gizi memiliki hubungan dengan kecerdasan seseorang. Gizi kurang yang di
derita oleh sesorang pada masa periode dalam kandungan dan periode anak-anak akan
mengambat perkembangan kecerdasan. Anak yang menderita gizi kurang tingkat berat
memiliki otak yang lebih kecil daripada ukuran otak rata – rata, dan mempunyai sel otak
yang jumlahnya 15-20% lebih rendah dibandingkan dengan anak yang memiliki gizi yang
baik. Kekurangan gizi dapat berpengaruh terhadap kemampuan berfikir dan terganguanya
fungsi otak secara permanen.
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Ketika otak
mendapatkan suplai nutrisi yang baik, maka akan meningkatkan kecerdasan seseorang. Gizi
memiliki peranan penting untuk pertumbuhan otak sejak manusia berada di dalam
kandungan, semakin banyak ibu hamil yang mencukupi gizi dengan baik, semakin banyak
pula terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga ibu hamil diharuskan
memakan-makanan yang bergizi dan beragam untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi
dan pertumbuhan otak janin yang dikandung. Zat gizi yang berfungsi secara spesifik dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan otak antaralain: karbohirat, protein, asam
lemak omega 3, DHA, AA, vitamin B1, B5, B6 dan B12, asam folat, mineral seperti zink,
kalsium, iodium. Intelegensi seseorang dapat dikur dengan menjalani tes intelegensi, hasil
tes inteligensi pada umumnya berupa IQ (Intelligence Quotient), namun ada juga tes
inteligensi yang tidak menghasilkan IQ yaitu berupa tingkat/grade (Raven).
Pembentukan sumber daya manusia yang kompeten dipengaruhi oleh beberapa
faktor utama, salah satunya adalah kesehatan. Demi terealisasikannya kemajuan dan
perkembangan karakteristik bangsa yang optimal, aspek kesehatan harus mendapatkan
perlakuan dan perhatian yang khusus. Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan
kesehatan dan kesejahteraan anak di masa depan dapat diwujudkan dengan peningkatan
status gizi. Anak yang mengalami kekurangan gizi pada masa 1000 HPK akan mengalami
masalah neurologis, penurunan kemampuan belajar, peningkatan risiko drop out dari

70
sekolah, penurunan produktivitas dan kemampuan bekerja, penurunan pendapatan,
penurunan kemampuan menyediakan makananan yang bergizi dan penurunan kemampuan
mengasuh anak. Selanjutnya akan menghasilkan penularan kurang gizi dan kemiskinan pada
generasi selanjutnya.

B. Saran
Dengan adanya makalah mengenai hubungan status gizi dengan kecerdasan ini, kami
sebagai para penyusun makalah mengharapkan agar masyarakat memahami dan peduli akan
pentingnya pemenuhan asupan gizi yang baik sejak masa kehamilan dan 1000 hari masa
kehidupan (golden period). Karena hal tersebut sangat memengaruhi kualitas hidup seorang
anak di masa depan. Kemudian kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
kesalahan serta jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya, serta
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun tentang pembahasan
makalah diatas.

71
Daftar Pustaka

12 Cranial Nerves: Nerves, Functions &amp; Diagram of Locations. (2019).


https://www.healthline.com/health/12-cranial-nerves#vi-abducens-nerve
Adrian, dr. K. (2020). Mengenal Bagian Otak dan Fungsinya Bagi Tubuh - Alodokter.
https://www.alodokter.com/mengenal-bagian-otak-dan-fungsinya-bagi-tubuh
Amin, M. S. (2018). Perbedaan struktur otak dan perilaku belajar antara pria dan wanita;
Eksplanasi dalam sudut pandang neuro sains dan filsafat. Jurnal Filsafat Indonesia, 1(1), 38-
43.
Daulay, N.-. (2017). Struktur Otak dan Keberfungsiannya pada Anak dengan Gangguan
Spektrum Autis: Kajian Neuropsikologi. Buletin Psikologi, 25(1), 11–25.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.25163
Ida Untari, SKM., M. K. (2012). Kesehatan Otak Modal Dasar Hasilkan SDM Andal.
08(September), 1–7.
Kurkcuoglu, A. (2017). Mesencephalon; Midbrain. Human Anatomy - Reviews and Medical
Advances. https://doi.org/10.5772/intechopen.68767
Noya, dr. A. B. I. (2018). Mengenali Susunan Saraf Kranial dan Fungsinya - Alodokter.
https://www.alodokter.com/mengenali-susunan-saraf-kranial-dan-fungsinya
Reece, Urry, Cain, Wasserman, Minorsky, & Jackson. (2011). Neurons, synapses and
Signaling. In Campbell Biology (pp. 1099–1100). http://hs-
pleasantvilleschools.enschool.org/ourpages/auto/2017/9/5/43061442/Campbell CH 48-50.pdf
Sciacca, S., Lynch, J., Davagnanam, I., & Barker, R. (2019). Midbrain, pons, and medulla:
Anatomy and syndromes. Radiographics, 39(4), 1110–1125.
https://doi.org/10.1148/rg.2019180126
Sudibjo. (2015). Anatomi otak. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9).
Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi Fisiologi.
http://marefateadyan.nashriyat.ir/node/150
Widyastuti, K., Ayu, M., & Dwitasari, D. (2017). Neurofisiologi batang otak. Ilmu Penyakit
Saraf, 1–55.

72
Zubaidillah, M. H. (2020). Kecerdasaran Suprarasional: Konsep Uli al-Abshâr, Uli an-Nuhâ
dan Uli al-Albâb dalam Alquran Perspektif Jalaluddin. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan
Dan Kemasyarakatan, 14(2), 199. https://doi.org/10.35931/aq.v14i2.392

Prof. Dr. Azrul Azwar, M. (. (n.d.). KECENDERUNGAN MASALAH GIZI DAN


TANTANGAN DI MASA DATANG.
Report, G. N. (2020). he burden of malnutrition at a glance. Retrieved from
Globalnutritionreport.Org: https://globalnutritionreport.org/resources/nutrition-profiles/asia/
south-eastern-asia/indonesia/
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017). Penilaian Status Gizi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (n.d.). Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. InfoDATIN.
UNICEF. (2019). Status Anak Dunia 2019. Retrieved from Unicef.Org.:
https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anak-dunia-2019

Amil, B. et al. (2020) ‘Permenkes Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak’,
Journal of Chemical Information and Modeling, 21(1), pp. 1–9. Available at:
https://doi.org/10.1016/j.tmaid.2020.101607%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.ijsu.2020.02.034%0Ahttps://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/cjag.12228%0Ahttps://
doi.org/10.1016/j.ssci.2020.104773%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.04.011%0Ahttps://
doi.o.
Arnelia et al. (1992) ‘Keragaan Anak Balita Pasca Pemulihan Gizi Buruk’, 15, pp. 29–37.
Available at: https://media.neliti.com/media/publications/161768-ID-keragaan-anak-balita-
pasca-pemulihan-giz.pdf (Accessed: 29 April 2021).
Dwi Noviyanti, R. (2015) ‘Hubungan Status Gizi terhadap Nilai Ujian Nasional Siswa SDN
Margomulyo III Bojonegoro’.
Gurnida, D. A. (2011) Nutrisi bagi Perkembangan Otak.
Karyadi, D., Soewondo, S. and Tjahjadi, H. (1971) ‘Keadaan Gizi Kurang dan Beberapa Aspek
Fungsi Otak’, Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research).
Kerusakan Otak Akibat Gizi Buruk Lebih Bahaya dari Obesitas (2011). Available at:

73
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-1763909/kerusakan-otak-akibat-gizi-buruk-lebih-
bahaya-dari-obesitas (Accessed: 29 April 2021).
Kodyat, B. A. (1993) ‘Program UPGK Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Sumberdaya
Manusia dan Masyarakat Indonesia’.
Pratiwi, I. G. (2020) ‘Edukasi Tentang Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dalam Pencegahan Dini
Stunting’, Jurnal Pengabdian Masyarakat Sasambo, 1(2), p. 62. doi: 10.32807/jpms.v1i2.476.
Soetjiningsih (2009) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Available at:
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=917212# (Accessed: 29 April 2021).

Agung, I. G. A. A. (n.d.). Pengaruh Perbaikan Gizi Kesehatan Terhadap Produktivitas Kerja.


Fakultas MIPA Universitas Hindu Indonesia ABSTRACT, 4(1).
Amin, M. S. (2018). Perbedaan Struktur Otak dan Perilaku Belajar Antara Pria dan Wanita;
Eksplanasi dalam Sudut Pandang Neuro Sains dan Filsafat. Jurnal Filsafat Indonesia, 1(1).
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/13973
Ardi, N. M. S. M. (2016). HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT INTELEGENSI
PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Universitas Udayana.
Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Buku Kedokteran EGC. In EGC.
Arti kata estimasi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (n.d.). Retrieved March 24,
2021, from https://kbbi.web.id/estimasi
Arti kata intelegensi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (n.d.). Retrieved March
24, 2021, from https://kbbi.web.id/intelegensi
Arti kata produktivitas - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. (n.d.). Retrieved March
24, 2021, from https://kbbi.web.id/produktivitas
Astuti, P. (2017). Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein dan Status Gizi Dengan
Produktifitas Kerja Pada Tenaga Kerja Wanita Bagian Finishing 3 PT Hanil Indonesia
Nepen Teras Boyolali. Jurnal Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1–
24.
Capecchi, D. (2014). The Golden Age. History of Mechanism and Machine Science, 25, 223–
301. https://doi.org/10.1007/978-3-319-04840-6_5
Dewi, Y. L. R. (n.d.). HUBUNGAN IODIUM DAN KECERDASAN. 139–144.
Djokosujono, K. (2014). Peran Gizi dan Perkembangan Kognitif Anak. Kesmas, Jurnal

74
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014, 8, 337–338.
Edy Susanto, M. (2019). Intelegensi. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
Elfiadi. (2017). Kecerdasan jamak pada anak usia dini. Itqan, 8(2), 35–52.
Ernawati, A. (2020). Gambaran Penyebab Balita Stunting di Desa Lokus Stunting Kabupaten
Pati. Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 16(2), 77–
94. https://doi.org/10.33658/jl.v16i2.194
Fahrial, A. S., 2014. Malnutrisi. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi Vi ed. s.l.: Interna
Publishing.
Fajar, K. Al. (2020). 4 Dampak Obesitas Terhadap Kesehatan Otak. Hello Sehat.
Ginting, K. P., & Pandiangan, A. (2019). Tingkat Kecerdasan Intelegensi Anak Stunting. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 47–52. https://doi.org/10.37287/jppp.v1i1.25
Gurnida, D. A. (2011). Revolusi Kecerdasan - Nutrisi bagi Perkembangan Otak. 2–6.
Harinaldi. (2005). Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains (L. Simarmata (ed.)). Penerbit
Erlangga.
Hartini, S., & Dwi, W. B. (2014). Analisis Pengaruh Berat Badan Lebih Terhadap Penurunan
Fungsi Memori Jangka Pendek Padaanak Umur 8 – 12 Tahun Di Sd Cahaya Nur Kabupaten
Kudus. STIKES Cendekia Utama Kudus.
Herta Masthalina, Taufiqurrahman, & Irianto. (2007). PENGARUH GIZI BURUK PADA ANAK
UMUR 2 TAHUN KE BAWAH DAN STIMULUS LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT
KECERDASAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KOTA MATARAM PROPINSI NTB. 1–15.
Jamaris, M. (2014). Pengembangan Instrumen Baku Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini.
PARAMETER: Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 25(2), 123–137.
https://doi.org/10.21009/parameter.252.08
Kar, B. R., Rao, S. L., & Chandramouli, B. A. (2008). Behavioral and Brain Functions
malnutrition. Behavioral and Brain Functions.
Keifer, G., & Effenberger, F. (1967). Pengaruh Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) Pada Anak Usia Sekolah Dasar 7-11 Tahun Di
SDN Patran Kabupaten Sleman Tahun 2019. Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952.
Kemenkes (2012). Ada Tiga Kelompok Permasalahan Gizi di Indonesia - Sehat Negeriku, 2012.

75
Available at: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20121121/286362/
menkes-ada-tiga-kelompok-permasalahan-gizi-di-indonesia/ (Accessed: 30 April 2021).
KEMENKES. (2014). Kecerdasan Erat Kaitannya Dengan Asupan Gizi. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Strategi Nasioinal Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan
Aktivitas Fisik. Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Kementerian
Kesehatan RI.
Khasanah, U., & Nindya, T. S. (2018). Hubungan Antara Kadar Hemoglobin dan Status Gizi
dengan Produktivitas Pekerja Wanita di Bagian Percetakan dan Pengemasan di UD X
Sidoarjo. Amerta Nutrition, 2(1), 83. https://doi.org/10.20473/amnt.v2i1.2018.83-89
Kusmiyati, Y., Meilani, N., & Ismail, S. (2013). Kadar Hemoglobin dan Kecerdasan Intelektual
Anak Hemoglobin Level and Intelligence Quotient of Children. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, 8(3), 115–118.
Maiti, & Bidinger. (1981). maiti. Journal of Chemical Information and Modeling.
Maulidiyah, E. (2015). STUDI KORELASI ANTARA KECERDASAN IQ (INTELLEGENCE
QUOTIEN) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIEN) TERHADAP PRESTASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO. In UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Merryana Adriani, W., 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group..
Mutalazimah, & Asyanti, S. (2009). Status Yodium dan Fungsi Kognitif Anak Sekolah Dasar di
SDN Kiyaran I Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, 10(1), 50–60.
Ningtyas, F. W., Sulistiyani, Yusi, L., & Rohmawati, N. (2020). Gizi Dalam Daur Kehidupan.
UPT Percetakan & Penerbitan Universitas Jember.
Nugroho, V. A. (2007). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Produktivitas Tenaga Kerja
Wanita Di Pt. Java Tobacco Gembongan Kartasura. 54.
Ohoiulun, S. S. S. (2012). STUDI LAPANGAN PRODUKTIVITAS TUKANG PADA
PEKERJAAN PASANGAN BATA RINGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE RATED
ACTIVITY SAMPLING. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

76
Par’i, H. M. (2017). Metode Penilaian Status Gizi. In Penilaian Status Gizi.
Pritasari, Damayanti, D., & Lestari, N. T. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Purwanti, R. (2017). Asupan Zat Gizi Dan Perkembangan Kognitif Balita Di Wilayah Puskesmas
Bugangan Kota Semarang. Darussalam Nutrition Journal, 1(2), 2.
https://doi.org/10.21111/dnj.v1i2.1340
Republik, K. K., 2018. Situasi balita pendek. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian.
Sari, P. N. (2010). Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence
Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar ditinjau dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua
dan Tingkat Pendidikaan Ibu. Uns, 60. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/17470/
MzMzMTk%3D/Hubungan-Status-Gizi-Dengan-Tingkat-Kecerdasan-Intelektual-
Intelligence-Quotient-Iq-Pada-Anak-Usia-Sekolah-Dasar-Ditinjau-Dari-Status-Sosial-E
SARI, P. N. (2010). Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence
Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar ditinjau dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua
dan Tingkat Pendidikaan Ibu. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 60.
Sugeng, H. M., Tarigan, R., & Sari, N. M. (2019). Gambaran Tumbuh Kembang Anak pada
Periode Emas Usia 0-24 Bulan di Posyandu Wilayah Kecamatan Jatinangor. Jsk, 4(3), 96–
101.
Susilowati, 2016. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Bandung: PT Refika Aditama.
UNICEF. (2012). Ringkasan Kajian Gizi. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan-Kemenkes RI.
Utomo, J. (2012). 5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Pengertian produktivitas . 1, 5–12.
Walker, S. P., Chang, S. M., Powell, C. A., Simonoff, E., & Grantham-McGregor, S. M. (2007).
Early childhood stunting is associated with poor psychological functioning in late
adolescence and effects are reduced by psychosocial stimulation. Journal of Nutrition.
https://doi.org/10.1093/jn/137.11.2464
Yuliwianti, A. A. (2017). Hubungan Status Gizi Dengan Kecerdasan Intelektual Pada Anak
Sekolah Dasar Intelektual Pada Anak Sekolah Dasar Di Sd Kanisius Pugeran Tahun 2016.

77
Agustin, M. (2013). Mengenali dan Mengembangkan Potensi Kecerdasan Jamak Aanak Sejak
Dini Sebagai Tonggak Awal Melahirkan Generasi Emas. Dosen Prodi PGPAUD Sekolah
Pascasarjana UPI, 4, 114–118.
Chatib, M. (2012). Sekolah Anak-Anak Juara : Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan
Berkeadilan (I. Subrata (ed.)). Mizan Pustaka.
Hermita, N., Hamid, R., Adiputra, M. J., & Samsudin, A. (2017). Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Jamak di SD (M. P. DR. Mubiar Agustin (ed.)). DEEPUBLISH.
Ningsih, N. P. (2020). Tugas Psikodiagnostik IV (Intelegensi).
Nur’aeni. (2012). TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Pustaka Pelajar: Universitas
Muhammadiyah (UM) Purwokerto Press, 173.
Nurhardini, D. (2017). Studi Pendahuluan : Uji Validitas Konstruk Culture Fair Intelegency Test
(CFIT) Dengan Metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) di PUSDIKBANG SDM PERUM
PERHUTANI MADIUN. 1–14.
Yaumi, M., & Ibrahim, N. (2013). Pembelajaran berbasis kecerdasan jamak. Jakarta: Kencana.
Zakiah, F. (2013). Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Pemahaman Akuntansi. Studi Empiris Mahasiswa Jurusan Akuntansi Angkatan Tahun
2009 Di Universitas Jember, 8–10. /citations?view_op=view_citation&continue=/scholar%3Fhl
%3Dpt-BR%26as_sdt%3D0,5%26scilib
%3D1&citilm=1&citation_for_view=wS0xi2wAAAAJ:2osOgNQ5qMEC&hl=pt-BR&oi=p
Elfiadi. (2017). Kecerdasan jamak pada anak usia dini. Itqan, 8(2), 35–52.
Harjanti, F. (2020). Psikodiagnostik iv inteligensi. 37.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/SYAHNUR/PD_IV/PD4-DIKTAT.pdf
Hasanah, U. (2017). Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini. ThufuLA: Jurnal
Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 4(1), 1. https://doi.org/10.21043/thufula.v4i1.1938
Indriawati, D. (2012). TERHADAP KESULITAN BELAJAR ANAK USIA DINI ( Studi Korelasi Pada
Siswa SDN Guntur 08 dan SDN Guntur 09 , Kecamatan Setiabudi , Jakarta Selatan , tahun 2012
) DEWI INDRIAWATI PAUD PPS Universitas Negeri Jakarta Jl . Rawamangun Muka , Jakarta
Timur , E-mail.
Maarif, V., Widodo, A. E., & Wibowo, D. Y. (2017). Aplikasi Tes IQ Berbasis Android. IJSE –
Indonesian Journal on Software Engineering ISSN, 3(2), 2461–2690.
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/ijse/article/view/2820

78
Mudhar, M & Rafikayati, A. (2017). Analisis kebutuhan pengembangan alat tes intelegensi wechsler
intelligence scale for children (WISC) untuk anak tunarungu. In Seminar Nasional Bimbingan
Konseling Universitas Ahmad Dahlan. 132–139.
http://seminar.uad.ac.id/index.php/snbkuad/article/viewFile/69/73
Musfiroh, T. (2014). Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Hakikat Kecerdasan Majemuk (Multiple
Intelegences), 1–60. http://repository.ut.ac.id/4713/2/PAUD4404-TM.pdf
Purwanto. (2010). Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,
16(4), 477. https://doi.org/10.24832/jpnk.v16i4.479
Situmorang, D. A. (2011). KORELASI AKTIVITAS BELAJAR DI KELAS DAN INTELEGENSI SISWA
DENGAN PRESTASI BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS VIII SMP BUDYA WACANA
YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 PADA POKOK BAHASAN GETARAN DAN
GELOMBANG. 18.
Suwandi, B. (2015). Uji measurement invariance pada culture fair intelligence test menggunakan
pendekatan multiple-group confirmatory factor analysis. 156.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/46117
Lebond, B. (2017, December 7). Mengenal Golden Age atau Masa Tumbuh Kembang Anak. PsyLine
- Psikologi Online - It's Time for a Better You. https://psyline.id/mengenal-golden-age-masa-
tumbuh-kembang-anak
Golden age (Masa Emas Anak), Periode Pertumbuhan Krusial. (2020, September 10). Informasi
Kehamilan dan Keuangan bagi Ibu Hamil - RuangMom. https://www.ruangmom.com/golden-
age.html
Parandy, L. M. (2013, March 10). Periode Emas Dan Kritis Pada Anak. KOMPASIANA.
https://www.kompasiana.com/lamema/552be4bf6ea83461538b45ba/periode-emas-dan-kritis-
pada-anak
Fase Tumbuh Kembang Anak. (2016, February 23). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/586/fase-tumbuh-
kembang-anak
Kertamuda, M. A. (2015). Golden Age : Strategi Sukses Membentuk Karakter Emas pada Anak Sejak
Usia Dini. Elex Media Komputindo.
Budi Sutomo, S., & Anggraini, D. Y. (2010). Menu Sehat Alami untuk Batita & Balita. DeMedia.

79
Vinayastri, A. (2015). Pengaruh Pola Asuh (Parenting) Orang-Tua Terhadap Perkembangan Otak
Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah WIDYA , 3, 33-42.
Nursyamsi N. L. (n.d.). Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Perkembangan Anak Usia 0-5
Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Lawawoi Kecamatan Wattangpulu Kabupaten
Sidrap. https://media.neliti.com/media/publications/286117-tingkat-pengetahuan-ibu-tentang-
stimulas-e8c187c8.pdf
Uce, L. (n.d.). The Golden Age : Masa Efektif Merancang Kualitas Anak. https://www.jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/viewFile/1322/982
Agung, I. G. A. A. (2008). PENGARUH PERBAIKAN GIZI KESEHATAN TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA. https://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/view/2973/2131
Ardi, N. M. S. M. (2016). HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT INTELEGENSI PADA
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA [Universitas Udayana].
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1492161015-3-BAB II.pdf
Ariati, N. N. (2013). Gizi Dan Produktifitas Kerja. Jurnal Skala Husada, 10(2), 214–218.
http://www.poltekkes-denpasar.ac.id/files/JSH/V10N2/Ni Nengah Ariati1 JSH V10N2.pdf
Amirullah, A., Andreas Putra, A. T., & Daud Al Kahar, A. A. (2020). Deskripsi Status Gizi Anak
Usia 3 Sampai 5 Tahun Pada Masa Covid-19. Murhum : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
1(1), 16–27. https://doi.org/10.37985/murhum.v1i1.3
Binus University. (n.d.). Limbic System. https://digitalasset.binus.ac.id/wp-content/uploads/temp/-
196647083.pdf
Daulay, N.-. (2017). Struktur Otak dan Keberfungsiannya pada Anak dengan Gangguan Spektrum
Autis: Kajian Neuropsikologi. Buletin Psikologi, 25(1), 11–25.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.25163
Dewi, Y. L. R. (n.d.). HUBUNGAN IODIUM DAN KECERDASAN. 139–144.
https://media.neliti.com/media/publications/170297-ID-none.pdf
Dwitasari, M. A. D., & Widyastuti, K. (2017). Neuroanatomi Batang Otak. 1–38.
Elvanita, L. Y., Noviawati, S. A., & Margono. (2019) Hubungan Tingkat Stimulasi Dengan
Perkembangan Nak Usia Toddler Di Wilayah Kerja Puskesmas Dlingo II Bantul Tahun
2019. skripsi thesis. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Galler, J. R., Bringas-Vega, M. L., Tang, Q., Rabinowitz, A. G., Musa, K. I., Chai, W. J., Omar, H.,
Abdul Rahman, M. R., Abd Hamid, A. I., Abdullah, J. M., & Valdés-Sosa, P. A. (2021).

80
Neurodevelopmental effects of childhood malnutrition: A neuroimaging perspective.
NeuroImage, 231, 117828. https://doi.org/10.1016/j.neuroimage.2021.117828
Global Nutrition Report, T. (n.d.). The Burden of Malnutrition at A Glance.
https://globalnutritionreport.org/resources/nutrition-profiles/asia/south-eastern-asia/indonesia/
Gongora, M., Teixeira, S., Martins, L., Marinho, V., Velasques, B., Moares, L., Nicoliche, E., Bastos,
V. H., Nunes, M. K., Cartier, C., Nascimento, V., Vicente, R., Silva, L. W. D. G., Carvalho, M.
R., Giacomo, J. D., Junqueira, J., Santos, F., Cagy, M., Oliveira, T., … Ribeiro, P. (2019).
Neurobiological Evidences, Functional and Emotional Aspects Associated With The Amygdala:
From “What Is It?” to “What’s To Be Done?” Neuropsychiatry, 9(3).
https://www.researchgate.net/publication/334950221
Gurnida, D. A. (2011). Revolusi Kecerdasan - Nutrisi bagi Perkembangan Otak. 2–6.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/11/Pustaka_Unpad_Revolusi_-
Kecerdasan.pdf
Hanafi. (2016). Pemilihan Profesi berdasarkan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence).
Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman, 3(1), 1–20.
Hidayat, S., & Nur, L. (2018). Nilai Karakter, Berpikir Kritis dan Psikomotorik Anak Usia
Dini. Jurnal Ilmiah Visi, 13(1), 29-35.
Kurkcuoglu, A. (2017). Mesencephalon; Midbrain. Human Anatomy - Reviews and Medical
Advances. https://doi.org/10.5772/intechopen.68767
Pudjono, M. (2016). Dasar-Dasar Fisiologis Emosi. Buletin Psikologi, 3(2), 41–48.
https://doi.org/10.22146/bpsi.13396
Sudibjo. (2015). Anatomi otak. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9).
Widyastuti, K., Ayu, M., & Dwitasari, D. (2017). Neurofisiologi batang otak. Ilmu Penyakit Saraf, 1–
55.
Jacobs, H. I. L., Hopkins, D. A., Mayrhofer, H. C., Bruner, E., Van Leeuwen, F. W., Raaijmakers, W.,
& Schmahmann, J. D. (2018). The cerebellum in Alzheimer’s disease: Evaluating its role in
cognitive decline. Brain, 141(1), 37–47. https://doi.org/10.1093/brain/awx194
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kualitas manusia ditentukan pada 1000 hari pertama
kehidupannya. Artikel publikasi, 2017. www.kemenkes.go.id 
Maulidiyah, E. (2015). STUDI KORELASI ANTARA KECERDASAN IQ (INTELLEGENCE
QUOTIEN) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIEN) TERHADAP PRESTASI BELAJAR

81
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO. In UIN Sunan
Ampel Surabaya. http://digilib.uinsby.ac.id/6812/5/Bab 2.pdf
Melva, F. D. (2013). Omega-6. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1), 26–31.
Musfiroh, T. (2014). Modul Perkuliahan Hakikat Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences).
Universitas Terbuka.
Ningtyias, F. W., & Yusi, L. (2020). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jember: UPT Percetakan &
Penerbitan Universitas Jember
Nugraheni, H., Wivatini, T., & Wiradon, I. (2018). Kesehatan Masyarakat dalam Determinan Sosial
Budaya. Yogyakarta: Deepublish.
Ohoiulun, S. S. S. (2012). STUDI LAPANGAN PRODUKTIVITAS TUKANG PADA PEKERJAAN
PASANGAN BATA RINGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE RATED ACTIVITY
SAMPLING [Universitas Atma Jaya Yogyakarta]. http://e-journal.uajy.ac.id/1130/
Purwanti, R. (2017). Asupan Zat Gizi Dan Perkembangan Kognitif Balita Di Wilayah Puskesmas
Bugangan Kota Semarang. Darussalam Nutrition Journal, 1(2), 2.
https://doi.org/10.21111/dnj.v1i2.1340
Purnamasari, N. (2021). Pola asuh anak dan asupan gizi pasca melahirkan.
Pusat Data dan Informasi, K. K. R. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0ahUKEwiW1IDZ7_7OAhUJq48KHQDjC0
kQFggoMAE&url=http%3A%2F%2Frepository.rsu.edu.sd%3A8080%2Fjspui%2Fbitstream
%2F123456789%2F521%2F1%2F1.%2520AN%2520INTRODUCTION%2520TO
%2520ENGLISH%2520STYLIS
Putri, N. K. A. W. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA SINGAKERTA, KECAMATAN UBUD,
GIANYAR TAHUN 2019 [Politeknik Kesehatan Denpasar]. http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/3875/
Raharjo, A. T. (2010). Hubungan antara Multiple Intelligence dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI
di SMA Negeri 10 Malang. Jurnal Psikologi, 5(2), 311–322. 
Rahayu, A., Rahman, F., & Lenie, M. (2018). Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Yogyakarta: CV
Mine

82
Ramlah, R., & Marlina, R. (2018). Implementasi Teknik Visual Thinking Berbasis Pengoptimalan
Fungsi Otak Kanan Dalam Pencapaian Komunikasi Matematis Siswa Smp. Sigma, 2(2), 50-58
Reece, Urry, Cain, Wasserman, Minorsky, & Jackson. (2011). Neurons, synapses and Signaling. In
Campbell Biology (pp. 1099–1100).
http://hs-pleasantvilleschools.enschool.org/ourpages/auto/2017/9/5/43061442/Campbell CH 48-
50.pdf
Rohmah, U. (2011). Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan. Cendekia: Jurnal
Kependidikan dan Kemasyarakatan, 9(1), 125–139.
Saidah, H., & Dewi, R. K. (2020). “Feeding Rule” Sebagai Pedoman Penatalaksanaan Kesulitan
Makan Pada Balita. Ahlimedia Book.
Sakti, S. A. (2020). Pengaruh Stunting pada Tumbuh Kembang Anak Periode Golden Age |
Biormatika : Jurnal ilmiah fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Jurnal Ilmiah Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 6(1), 169–175.
Sari, P. N. (2010). Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence
Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar ditinjau dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua dan
Tingkat Pendidikaan Ibu. Uns, 60. https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/17470/MzMzMTk
%3D/Hubungan-Status-Gizi-Dengan-Tingkat-Kecerdasan-Intelektual-Intelligence-Quotient-Iq-
Pada-Anak-Usia-Sekolah-Dasar-Ditinjau-Dari-Status-Sosial-E
Sciacca, S., Lynch, J., Davagnanam, I., & Barker, R. (2019). Midbrain, pons, and medulla: Anatomy
and syndromes. Radiographics, 39(4), 1110–1125. https://doi.org/10.1148/rg.2019180126
Siregar, R. (2021). PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP KURANG GIZI PADA DI
KOMPLEK VETERAN PERCUT SEI TUAN. Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of
Midwifery).
Soewono, R., Gernowo, R., Sasongko, P. S. (2014). Sistem Pakar Identifikasi Modalitas Belajar
Siswa dengan Implementasi Algoritma C4.5. Jurnal Sistem Informasi Bisnis, Majalah
Kedokteran Bandung, 4(1), 20–27.
Syarifah. (2019). Konsep Kecerdasan Majemuk Howard Gardner. Jurnal Ilmiah Sustainable, 2(2),
154–175.
UNICEF. (2019). Status Anak Dunia 2019. https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anak-dunia-
2019

83
UNICEF. (2020). Angka Masalah Gizi Pada Anak Di Indonesia Akibat Covid-19 Dapat Meningkat
Tajam. Unicef Indonesia. https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/angka-masalah-
gizi-pada-anak-di-indonesia-akibat-covid-19-dapat-meningkat-tajam

UNICEF, WHO, & World Bank. (2020). Levels and trends in child malnutrition: Key findings of the
2020 Edition of the Joint Child Malnutrition Estimates. Geneva: WHO, 24(2), 1–16.
Wahyuningsih, H. P., & Kusmiyati, Y. (2017). Anatomi Fisiologi.
http://marefateadyan.nashriyat.ir/node/150
Yaco, N., & Abidin, U. W. (2018). HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR
PADA SISWA DI SMK NEGERI 1 POLEWALI KECAMATAN POLEWALI KABUPATEN
POLEWALI MANDAR. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4.
Yuliantini, E. L., & Arum, N. S. (2019). Hubungan Tingkat Stimulasi Dengan Perkembangan Nak
Usia Toddler Di Wilayah Kerja Puskesmas Dlingo Ii Bantul Tahun 2019 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Yuliwianti, A. A. (2017). Hubungan Status Gizi Dengan Kecerdasan Intelektual Pada Anak Sekolah
Dasar Intelektual Pada Anak Sekolah Dasar Di Sd Kanisius Pugeran Tahun 2016.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1549/1/Skripsi.pdf
Zubaidillah, M. H. (2020). Kecerdasaran Suprarasional: Konsep Uli al-Abshâr, Uli an-Nuhâ dan Uli
al-Albâb dalam Alquran Perspektif Jalaluddin. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan
Kemasyarakatan, 14(2), 199. https://doi.org/10.35931/aq.v14i2.392
Budi Setiawan, Bambang, “Pengasuhan Anak dan Peran Penitipan Anak”, Bulletin Padu, Edisi
Perdana, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas Jakarta, 2002.
Syarief, Hidayat, ”Pengembangan Anak Dini Usia: Memerlukan Keutuhan”, Bulletin Padu, Edisi
Perdana, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas Jakarta, 2002.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak RI (2016).

Amin, M. S. (2018). Perbedaan Struktur Otak dan Perilaku Belajar Antara Pria dan Wanita;
Eksplanasi dalam Sudut Pandang Neuro Sains dan Filsafat. Jurnal Filsafat Indonesia, 1(1).
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JFI/article/view/13973
Capecchi, D. (2014). The Golden Age. History of Mechanism and Machine Science, 25, 223–301.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-04840-6_5

84
Djokosujono, K. (2014). Peran Gizi dan Perkembangan Kognitif Anak. Kesmas, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014, 8, 337–338.
Elfiadi. (2017). Kecerdasan jamak pada anak usia dini. Itqan, 8(2), 35–52.
Fajar, K. Al. (2020). 4 Dampak Obesitas Terhadap Kesehatan Otak. Hello Sehat.
Harinaldi. (2005). Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains (L. Simarmata (ed.)). Penerbit Erlangga.
Herta Masthalina, Taufiqurrahman, & Irianto. (2007). PENGARUH GIZI BURUK PADA ANAK
UMUR 2 TAHUN KE BAWAH DAN STIMULUS LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT
KECERDASAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KOTA MATARAM PROPINSI NTB. 1–15.
Jamaris, M. (2014). Pengembangan Instrumen Baku Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini.
PARAMETER: Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 25(2), 123–137.
https://doi.org/10.21009/parameter.252.08
KEMENKES. (2014). Kecerdasan Erat Kaitannya Dengan Asupan Gizi. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Maiti, & Bidinger. (1981). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Ningtyas, F. W., Sulistiyani, Yusi, L., & Rohmawati, N. (2020). Gizi Dalam Daur Kehidupan. UPT
Percetakan & Penerbitan Universitas Jember.
Pritasari, Damayanti, D., & Lestari, N. T. (2017). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Sari, P. N. (2010). Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence
Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar ditinjau dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua dan
Tingkat Pendidikaan Ibu. Uns, 60.
Sugeng, H. M., Tarigan, R., & Sari, N. M. (2019). Gambaran Tumbuh Kembang Anak pada Periode
Emas Usia 0-24 Bulan di Posyandu Wilayah Kecamatan Jatinangor. Jsk, 4(3), 96–101.
Yuliwianti, A. A. (2017). Hubungan Status Gizi Dengan Kecerdasan Intelektual Pada Anak Sekolah
Dasar Intelektual Pada Anak Sekolah Dasar Di Sd Kanisius Pugeran Tahun 2016.

85

Anda mungkin juga menyukai