1. Tujuan Praktikum
Mengamati pola radiasi antena dipole.
Menggambarkan diagram pola radiasi antena dipole secara vertikal
berdasarkan hasil pengukuran.
2. Teori Pendahuluan
Definisi antena dipole adalah sebuah RF antena yang dapat dibuat
sangat sederhana dengan menggunakan kawat. Antenna Dipole ditemukan
oleh fisikawan Jerman “Heinrich Hertz” sekitar 1886. Antena dipol termasuk
antena yang memiliki pola radiasi dengan jenis omnidirectional. Antena dipole
bisa terdiri hanya satu kawat (single wire), 2 kawat yang ujung-ujungnya
dihubungkan (two wire folded), bisa juga terdiri atas 3 kawat yang ujung-
ujungnya disambung (three wire folded).
2. Gain Antenna
Pancaran gelombang radio oleh antena makin jauh makin lemah,
melemahnya pancaran itu berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, jadi
pada jarak dua kali lipat kekuatannya menjadi 1/2 atau seperempatnya.
Angka tersebut masih belum memperhitungkan melemahnya pancaran
karena hambatan lingkungan dalam perjalanannya.
Kecuali sifat tersebut di atas, sifat lain dari antena adalah bahwa
kekuatan pancaran ke berbagai arah cenderung tidak sama. Pancaran
gelombang radio oleh antena vertikal mempunyai kekuatan yang sama ke
segala arah mata angin, pancaran semacam ini dinamakan omnidirectional.
Pada antena dipole, pancaran ke arah tegak lurus bentangannya besar sedang
pancaran ke samping kecil, pancaran semacam ini disebut bi-directional.
4. Setup Pengukuran
10
5. Langkah Percobaan
1. Menghubungkan sinyal generator pada antena dipole transmitter dengan
inputan frekuensi sebesar 150 MHz dan amplitude sebesar -30 dBm.
2. Menghubungkan antena dipole receiver pada Measuring Receiver yang telah
terhubung dengan Power Supply.
3. Memposisikan antena receiver pada posisi horizontal untuk melihat pola
radiasi E-Plane.
4. Menggeser pergerakan poros antena pada sudut 10º, 20º, 30º,...350º dan
mengamati level daya yang diterima antena pada setiap pergerakkan sudut.
5. Memasukkan data-data hasil pengamatan pada Excel untuk ditampilkan
bentuk dari pola radiasinya.
Level H-Plane
Sudut
(dBm)
0º -39
10 º -35
20 º -38
30 º -37
40 º -41
50 º -37
60 º -35
70 º -40
80 º -33
90 º -36
100 º -35
110 º -33
120 º -37
130 º -38
140 º -43
150 º -41
160 º -43
170 º -56
180 º -45
190 º -48
200 º -40
210 º -36
220 º -34
230 º -33
240 º -34
250 º -35
260 º -41
270 º -34
280 º -42
290 º -42
300 º -42
310 º -41
320 º -40
330 º -41
340 º -34
350 º -33
Pada pengukuran kali ini, dilakukan pengukuran pola radiasi antena dipole ½ λ. Frekuensi
c
kerja yang digunakan sebesar 150 MHz. Maka berdasarkan rumus ½ λ= didapat panjang
f
antena sebesar 1 meter. Dapat diketahui bentuk pola radiasi dari antena dipole 1/2 λ. Untuk
bidang E-Plane atau ketika antena diposisikan secara horizontal yaitu berbentuk angka 8.
Namun pola radiasi pada bidang E-Plane tidak berbentuk angka 8 sempurna, karena pada 1/4
λ tidak didapatkan level yang maksimum dan minimum, kesalahan ini terjadi karena
pengaruh tempat, peletakkan antena, pergerakan sudut pada porosnya, dan ketidakstabilan
antena ketika diukur pada alat ukur penerimanya, pantulan-pantulan yang terjadi.
7. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa pola
radiasi dari antena dipole1/2 λ yaitu memiliki jenis omnidirectional, yang
artinya pola pancaran sinyal ke segala arah dengan daya sama. Meskipun pada
praktikum, level daya yang dihasilkan tidak sepenuhnya sama, namun secara
umum dapat tergambar bahwa arah pancarannya diberikan ke segala arah.
Untuk bidang E-Plane, didapatkan hasil pola radiasi dengan bentuk angka 8.
Ketidakstabilan level pola radiasi bisa saja terjadi karena pengaruh
tempat, peletakkan antena, pergerakan sudut pada porosnya, dan
ketidakstabilan antena ketika diukur pada alat ukur penerimanya dan karena
pantulan-pantulan yang terjadi.