Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Reward dan Punishment Bidan

O
L
E
H

AURA PUTRI SALSABILA


1A
214210367

D III KEBIDANAN BUKITTINGGI


2021/2022
KATA PENGANTAR
 
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidaya
t-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah Konsep Kebidanan ini dengan judul “reward
dan punishment bidan” tepat pada waktunya.

Saya sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan tentunya sadar akan segala kekurangan d
alam pembuatan makalah ini dan saya akan sangat bangga apabila makalah yang saya susun i
ni mendapatkan saran maupun kritik yang bersifat membangun. Tidak lupa saya memohon m
aaf apabila makalah yang saya buat terdapat suatu kesalahan.

Semoga makalah ini dapat bermaanfaat dan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan b
agi para pembaca.

Bukittinggi, September 2021

Aura Putri Salsabila


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bidan sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat sentral dalam pelayanan
kesehatan dasar. Untuk menanggulangi tingginya angka kematian ibu dan angka kematian
bayi, sekalah kebidanan secara khusus didirikan pemerintah Hindia Belanda. Setelah kem
erdekaan, pemerintah Indonesia melalui depertemen kesehatan dan BKKBN terus mendor
ong pertumbuhan jumlah bidan. Menurut profil kedudukan dan peranan wanita 1995 baik
di kota maupun di desa, perempuan lebih memilih bidan dalam memeriksakan kesehatan
dan kehamilan mereka dari pada tenaga kesehatan yang lainnya. Menurut Profil
Kedudukan dan Peranan Wanita 1995 balk di kota maupun di desa, perempuan
lebih memilih bidan dalam memeriksakan kesehatan dan kehamilan mereka dari
pada tenaga kesehatan iainnya. Habsjah dan Aviatri (dalam Oey-Gardiner
1996:393) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1952 bidan sudah dikerahkan
untuk mengelola. Balai Kesehtan Ibu dan Anak. Ketika pada tahun 1968
puskesmas pertama kali diperkenalkan di Indonesia, Depkes mengeluarkan
peraturan bahwa tenaga puskesmas harus terdiri atas tenaga dokter, bidan, mantri,
dan perawat. Tetapi berbagai studi membuktikan bahwa banyak puskesmas yang
hanya memiliki bidan atau mantri sebagai satu-satunya tenaga kesehatan yang
setiap saat dapat dikunjungi oleh masyarakat. Bidan di Indonesia adalah ujung
tombak pelayanan kesehatan dasar.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugas di
desa yang sulit dijangkau, tugas bidan dirasakan terlalu banyak. Bidan tidak saja
bertugas melayani ibu hamil dan balita, mereka juga melayani pertolongan
kesehatan secara umum seperti menolong prang sakit, kecelakaan lalu lintas
sampai menindik dan menyunat bayi yang Baru lahir. Selain menangani aspek
klinis medis kebidanan dan umum, mereka juga menangani aspek administrasi
dan manajerial. Tugas administrasi yang dituntut oleh puskesmas sering
mengakibatkan tugas pokok menjadi terlantar.Puskesmas selalu meminta data diri
yang sulit diperoleh. Membina hubungan dengan dukun bayi dan anggota
masyarakat merupakan aspek sosial yang harus diperhatikan oleh seorang bidan.
Dalam banyak hal bidan merasakan bekal dan kemampuannya amat terbatas untuk
dapat menangani semua harapan masyarakat. Pendidikan lanjut baik berupa
kursus singkat maupun seminar sangat mereka harapkan untuk dapat memperoleh
bekal dalam menjalankan profesi mereka.
Hal tersebut mendorong penulis ini untuk mengetahui dan memahami
lebih mendalam bagaimana peran dan penghargaan yang diperoleh bidan dalam
menjalankan tugas mereka sebagai tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di
praktek sore mereka di rumah.

1.2  Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah
1.2.1 Apa saja reward dan sanksi dalam profesi bidan?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja reward dan sanksi dalam profesi bidan.
1.4  Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah
1.4.1 Manfaat khusus
Setelah mengetahui reward dan sanksi dalam profesi bidan, mahasiswa
memiliki acuan dalam melakukan segala tindakan dalam pelayanan
kebidanan.
1.4.2 Manfaat umum
Dengan adanya makalah ini semoga bidan – bidan mengetahui apa saja
reward dan sanksi dalam profesi bidan.
Bab 2
Pembahasan
            Penghargaan adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu
yang diberikan baik oleh perorangan ataupun suatu lembaga. Bidan sebagai suatu
profesi tenaga kesehatan harus bisa mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Karena inilah bidan memang sudah seharusnya mendapat penghargaan baik dari
pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan yang diberikan kepada bidan tidak
hanya berupa imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian
kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Dengan adanya penghargaan seperti yang disebutkan diatas, akan
mendorong bidan untuk meningkatkan kinerja mereka sebagai tenaga kesehatan untuk
masyarakat. Mereka juga akan lebih giat  untuk mengasah dan mengembangkan
kemampuan dan potensi mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu standar
profesi bidan.
Menurut Gibson (1987) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
seseorang termasuk bidan,antara lain:
a.       Faktor individu : kemampuan,keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman,
tingkat sosial, dan demografi seseorang.
b.      Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
c.       Faktor organisasi : struktur organisasi,besar pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan.
Tujuan dari adanya sistem penghargaan antara lain :
a.       Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam
kelompok setinggi-tingginya.
b.      Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan
hasil kerja melalui prestasi pribadi.
c.       Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya
tentang pekerjaan sehingga terbuka jalur komunitas dua arah antara
pimpinan dan staf.

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, hak adalah kewenangan


untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan tertentu.
Sebagai suatu profesi, bidan memiliki organisasi profesi yaitu Ikatan Bidan Indonesia
atau disingkat IBI yang mengatur hak dan kewajiban serta penghargaan dan sanksi
bagi bidan. Setiap bidan yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan berhak dan
wajib menjadi anggota IBI.

2.1 Hak bidan :


2.1.1 Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
2.1.2 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap
tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
2.1.3  Bidan berhak menolak keinginan pasien atau klien dan keluarga yang
bertentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
2.1.4 Bidan berhak atas privasi atau kedirian dan menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan baik oleh pasien,keluarga ataupun profesi lain.
2.1.5 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan maupun pelatihan.
2.1.6 Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir
dan jabatan yang sesuai.
2.1.7  Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

2.2 Wewenang bidan :


2.2.1 Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan untuk mendekatkan
pelayanan kegawatandaruratan obstetrik dan neonatal.
2.2.2 Bidan harus melaksanakan tugas kewenagan sesuai standar profesi,
memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai bidan, mematuhi dan
melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya dan bertanggung jawab
atas pelayanan yang diberikan dengan mengutamakan keselamatan ibu dan
bayi.
2.2.3 Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada
masa pranikah termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan,
nifas, menyusui, dan masa antara kehamilan. Dan masih banyak lagi.

Dalam lingkup IBI, setiap anggota memiliki beberapa hak tertentu sesuai dengan
kedudukannya, yaitu:
 Anggota Biasa

a.       Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.


b.      Berhak mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
c.       Berhak memilih dan dipilih.
Anggota Luar Bisaa
a.       Dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan organisasi.
b.       Dapat mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
Anggota Kehormatan
Dapat mengemukakan pendapat,saran,dan usul untuk kepentingan organisasi.

2.3 Penghargaan Bagi Mahasiswa Bidan


             Bagi mahasisiwa DIII kebidanan yang berprestasi akan mendapatkan
penghargaan berupa beasiswa dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS) setiap 4 bulan sekali selama 3 tahun
pendidikan kebidanan. Penghargaan juga diberikan kepada bidan yang berprestasi
(bidan teladan). Selain itu, bidan juga dapat diberi beasiswa. Bidan sebagai petugas
kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan hukum.
Masalah dapat diselesaikan dengan hukum , tetapi belum tentu dapat diselesaikan
berdasarkan prinsip dan nilai etik.

2.4 Sanksi
            Tidak hanya memberikan penghargaan bagi bidan yang mampu melaksanakan
prakteknya sesuai kode etik dan standar profesi bidan, Setiap penyimpangan baik itu
disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh dewan audit khusus yang telah dibentuk
oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan di kabupaten tersebut. Dan bila terbukti
melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan tersebut akan mendapat
sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya.  Sanksi adalah
imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan
oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik
dan hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang
melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka
akan diberikan sanksi sesuai dengan Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Dalam organisasi profesi kebidanan
terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota
(MPA) yang memiliki tugas :
a.       Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus
pusat.
b.      Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala
c.       Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
d.      Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya ditentukan
pengurus.

MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan


berkoordinasi dengan pengurus inti dalam organogram IBI tingkat nasional.
MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah
pelik yang sedang dihadapi, khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan
dan pembelaan anggota.
            MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi anggota
yang mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum.
Kepengurusan MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan
anggota. MPA tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada pengurus
pusat IBI dan pada kongres nasional IBI. MPA tingkat provinsi melaporkan
pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat provinsi (pengurus daerah).
            Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan dan
pembinaan serta pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya kesalahan
atau kelalaian bidan dalam memberikan pelayanan. Etika profesi adalah norma-norma
yang berlaku bagi bidan dalam memberikan pelayanan profesi seperti yang tercantum
dalam kode etik bidan.
Anggota MPEB dan MPA, adalah:
a.       Mantan pengurus IBI yang potensial.
b.      Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek dan
perubahan serta pelaksanaan kode etik bidan, pembelaan anggota, dan hal yang
menyangkut hak serta perlindungan anggota.
c.       Anggota yang berminat dibidang hukum.

Keberadaan MPEB bertujuan untuk:


a.       Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan bidan.
b.      Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap
Kode Etik Bidan Indonesia.
c.       Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
d.      Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan pelayanan.

Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB
sementara, atau bisa juga berupa denda.
Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan misalnya :
a.       Bidan melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan
karena termasuk tindakan kriminal.
b.      Bidan tidak melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature,
bidan ingin melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas tidak boleh dilakukan, dan
harus dirujuk. Karena ini sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu jika
dilakukan oleh bidan itu sendiri,persalinan akan membahayakan ibu dan bayi yang
dikandungnya.
2.4.1 Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat disebabkan oleh banyak
faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan, faktor ekonomi, rutinitas,dan
juga perubahan hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk dapat mencegah
terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan atau garansi akan
keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada informed consent,
mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk  penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan
oleh bidan yang telah masuk ke pengadilan, semua tergantung kepada
pertimbangan hakim yang menangani kasus tersebut untuk menentukan apakah
kasus yang ditanganinya termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah si
pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga
melakukan malpraktek etik (melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik
belum tentu merupakan malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan
malpraktek etik atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal tersebut
dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut.
Sedangkan apabila seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan
ke muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan
penilaian apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila
menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi
bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib
memberikan bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan
atau gugatan di pengadilan

2.5  KODE ETIK BIDAN


Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus dipatuhi 
oleh setiap anggota profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang
apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan
juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di
dalam masyarakat. Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan
komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan
praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.       Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena
itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia
luar. Dari segi ini kkode etik juga disebut kode kehormatan.
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritual atau mental.
Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode etik umumnya
menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang
merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang
ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para
anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga bertujuan untuk pengabdian profesi tertentu,
sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan
ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi
selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang
pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara
dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas bahwa tujuan
suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta
meningkatkan mutu organisasi profesi.
Penetapan Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para
anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode etik
bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam
kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam
rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan
disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam
berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang
semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.

2.5.1 Yang dapat dilakukan dalam kode etika menuntun atau panduan untuk
disiplin profesi:

 Menuntun tingkah laku

Menawarkan suatu kerangka kerja yang dapat meningkat kapasitas dalam

Pengambilan keputusan moral yang efektif.

2.5.2 Yang tidak dapat dilakukan:

Tidak dapat menjamin etika praktek atau pengambilan keputusan.

Tidak dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak berguna.

Tidak dapat dipindahkan dari tanggung jawab bidan.

Tidak dapat menjamin kasus tertentu merupakan yang benar

2.5.3 Persyaratan kode etik:

Keterlibatan dan pemikiran penting (waktu dan alasan moral).

Kemampuan (kapasitas dan kemauan) mengambil keputusan.

Keterlibatan menjadi contoh moral yang baik.

2.5.4 Dimensi Kode Etik    :


a.       Anggota profesi dan Klien atau Pasien.

Anggota profesi dan sistem kesehatan.

Anggota profesi dan profesi kesehatan

Anggota profesi dan sesama anggota profesi

2.5.5 Prinsip Kode Etik :


a.       Menghargai otonomi
Melakukan tindakan yang benar

Mencegah tindakan yang dapat merugikan.

Memberlakukan manusia dengan adil.

Menjelaskan dengan benar.

Menepati janji yang telah disepakati.

Menjaga kerahasiaan

2.5.6 Secara Umum Kode Etik Bidan Berisi :


a.       Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
·         Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra
bidan.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman
pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien,
keluarga dan masyarakat.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang
sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
·         Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
b.      Kewajiban bidan terhadap tugasnya
·         Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap
klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi
yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
·         Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk
keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
·         Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan
atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan
atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.
d.      Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
·         Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya
untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati
baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
e.       Kewajiban bidan terhadap profesinya
·         Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
·         Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan
kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
·         Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
f.       Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
·         Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik.
·         Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
g.      Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuanketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya
dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
·         Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu
jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.

Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan


mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

2.6 Jabatan Fungsional Bidan


            Selain penghargaan dan sanksi, bidan juga patut mendapat jabatan fungsional
dan jabatan struktural. Seperti yang dijelaskan pada materi di atas mengenai jabatan
fungsional bidan, jabatan fungsional didapat oleh seorang bidan melalui pendidikan
formal seperti D III dan SI berupa ijasah, sedangkan non formal berasal dari pelatihan
atau penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh pemerintah atau organisasi bidan
berupa sertifikat.
Bidan memiliki jabatan fungsional sesuai dengan fungsi bidan yaitu pelaksana,
pengelola, pendidik, dan peneliti. Dalam menduduki jabatan ini,bidan juga berhak
smenerima tunjangan fungsional sesuai dengan kedudukannya.
Sedangkan jabatan struktural bidan dilihat berdasarkan dimana bidan tersebut bekerja.
Tunjangan berasal dari tempat dimana dia bekerja seperti di Puskesmas dan Rumah
Sakit.

Jabatan dapat ditinjau dari 2 aspek, yaitu jabatan struktural dan fungsional.
·         Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam struktur dan diatur
berjenjang dalam suatu organisasi
·         Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya
yang vital dalam kehidupan rmasyarakat dan Negara.
           
Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan
fungsional juga berorientasi kualitatif. Seseorang memiliki jabatan fungsional berhak
mendapatkan tunjangan fungsional. Jabatan bidan merupakan jabatan fungsional
professional sehingga berhak mendapat tunjangan fungsional.
Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan karir struktural. Jabatan
fungsional sebagai bidan bisa didapat melalui pendidikan berkelanjutan ,baik secara
formal maupun nonformal, yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan
professional bidan dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana, pendidik,
pengelola, dan peneliti.
Sedangkan jabatan sturkturalnya bergantung dimana bidan tersebut bertugas,misalnya
di rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya. Karir ini dapat dicapai oleh bidan di
setiap tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan  sesuai dengan tingkat kemampuan,
kesempatan, dan kebijakan yang ada.

PERMENKES RI No.1464/MENKES/PER/X/2010
BAB     VI
PENCATATAN DAN  PELAPORAN
Pasal   20
1)      Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2)      Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas
wilayah tempat praktik.
3)     Dikecualikan dari ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) untu bidan yang
bekerja di fasilitas pelaynan kesehatan.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Bidan merupakan salah satu profesi bidang kesehatan yang memiliki tugas yang
berat dan harus dipertanggung jawabkan. Membantu persalinan adalah salah satu
tugas berat bidan. Karena berhubungan dengan nyawa bayi dan ibunya. Jadi bidan
berhak dan berkewajiban untuk mendapat penghargaan.
Penghargaan bagi bidan adalah bentuk apresiasi yang diberikan kepada bidan tidak
hanya berupa imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian
kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Sedangkan sanksi bagi bidan adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa
pembebanan atau penderitaan yang ditentukan oleh hukum aturan yang
berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan hak/kewajiban
bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi.

3.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan


dan ketrampilan, maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi
pengembangan penulisan selanjutnya. Dan untuk senantiasa mencari tahu lebih dalam
dan memperbaharui pengetahuan mengenai ilmu kebidanan khususnya mengenai
Konsep Kebidanan karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang dari waktu ke
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Kumala, Popy, dr. 2007. Manajemen Pelayanan Primer. Jakarta: EGC

Mufdilah,dkk.2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika

Mustika, Sofyan dkk. (2003). 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan.
      
Jakarta: PP IBI

Purwandari, Atik. A.Md.Keb.,SKM. 2008. Konsep Kebidanan: Sejarah dan


     
Profesionalisme. Jakarta: EGC

     Simatupang, Juliana, Erna. (2008). Manajemen Kebidanan. Jakarta: EGC

     Soepardan, Suryani, Hajjah. (2006). Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC

Sujianti, S.ST (2009). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Yogjakarta: Numed

http://www.waspada.co.id/index.php/templates/index.php?
     
option=com_content&view=article&id=58965:audit-maternal-
perinatal&catid=25:artikel&Itemid=44

Anda mungkin juga menyukai