Anda di halaman 1dari 26

SUTTA PITAKA I

“KITAB UDANA (SERUAN INSPIRASI)”


Dosen Pengampu: Aryanto Firnadi, M.A.(B.Dh)

Disusun Oleh Kelompok 4:


Arya Karma (2021.22.0729)
Eka Merlin (2021.22.0735)
Heri Wijaya (2021.22.0740)
Kiki Febrianti (2021.22.0742)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA


SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA KERTARAJASA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tiratana (Buddha, Dhamma dan Saṅgha)
karena berkat pancaran cinta kasih dan limpahan berkah-Nya, kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Udana (Seruan Inspirasi)”
dengan baik dan tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas kelompok Sutta Pitaka I.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung memberi dukungan dan dorongan material. Oleh
karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih ini
kami tujukan kepada orang tua, dosen, serta pihak lain yang telah mendukung
proses pembuatan makalah ini.
Semoga berkat jasa kebajikan yang telah dilakukan dapat membuahkan
kebahagiaan dan semoga selalu dalam lindungan Tiratana. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kebaikan dan kesempurnaan penulisan di
masa mendatang. Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
dalam bidang Pengetahuan tentang Sutta Pitaka I.
Akhir kata sabbe sattā bhavantu sukhitattā, semoga semua makhluk
berbahagia.

Batu, 04 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan...................................................................................................2
1.4 Manfaat.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

2.1 Kitab Udana..........................................................................................3


2.1.1 Nilai Moral ..............................................................................6
2.1.2 Penerapan.................................................................................7
2.2 Pathamabodhi Sutta..............................................................................7
2.2.1 Nilai Moral...............................................................................8
2.2.2 Penerapan dalam Kehidupan....................................................9
2.3 Bahiya Sutta..........................................................................................9
2.3.1 Nilai Moral...............................................................................12
2.3.2 Penerapan dalam Kehidupan....................................................13
2.4 Meghiya Sutta.......................................................................................13
2.4.1 Nilai Moral...............................................................................17
2.4.2 Penerapan dalam Kehidupan....................................................18

BAB III PENUTUP.........................................................................................20

3.1 Kesimpulan...........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udana na memiliki dua arti, satu menunjukkan ekspresi vokal, dan
genre teks. Sebagai ekspresi vokal, itu dapat diterjemahkan secara kasar
sebagai "seruan," dan khususnya seruan yang spontan dan terinspirasi.
Sebagai genre teks, udana berarti gaya narasi yang dikembangkan dalam
upaya untuk berkomitmen dalam mengingat seruan yang diilhami Buddha,
bersama dengan laporan singkat tentang peristiwa yang mengilhami mereka.
Peran Udana dalam konteks Kanon Pali adalah untuk fokus pada nilai-nilai
dan prinsip-prinsip "makna" dalam arti yang lebih besar dari istilah yang
mendasari ajaran Buddha. Kitab Suci Udana memuat 80 kotbah, kebanyakan
kotbah-kotbah pendek, terbagi menjadi 8 bagian atau bab (vagga), dalam
makalah ini akan dibahas tiga sutta yaitu Pathambodhi sutta (U. 1:1-3),
Bahiya Sutta (U.1:10), dan Meghiya Sutta (U. IV, 4:1) (Thanissaro. 2021: 26-
60).
Pathamabodhi Sutta adalah seruan Buddha setelah merenungi dan
memberikan perhatian mendalam tentang paticcasamuppada baik dalam
urutan maju dan terbalik. Patticcasamuppada merupakan doktrin kausalitas
atau yang lebih popular disebut hukum sebab-akibat. Menurut konsep sebab-
akibat yang saling bergantungan ini dalam penerapannya secara luas
mencakup segala hal yang ada di alam semesta termasuk sebab-akibat
perbuatan atau hukum keteraturan moral (kammaniyama), sedangkan pada
penerapannya secara khusus adalah menyangkut kepribadian dan
kejiwaanmanusia yang terkenal dengan rumusan dua belas faktor rantai
kehidupan (Sutikyanto, 2013). Meghiya Sutta adalah kisah bhikkhu Meghiya
meminta izin kepada Buddha untuk bermeditasi di Rumpun Pohon Mangga
yang indah dan menyenangkan. Tetapi dalam latihannya Bhikkhu Meghiya
diliputi tiga macam pikiran yaitu pikiran jahat, pikiran nafsu indriya dan
pikiran kejam kemudian Buddha memberikan wejangan mengatasi kesulitan
bhikkhu Meghiya. Sedangkan Bahiya Sutta adalah kisah Bahiya, seorang
yang tidak memiliki pencapaian meditatif dan belum pernah sekalipun
mendengar ajaran Sang Buddha namun mampu secara sangat cepat mencapai

1
kesucian Arahat hanya dengan mendengar satu kali dan satu syair wejangan
dari Sang Buddha di Savatthi.
Makalah ini akan membahas secara mendalam tentang Kitab Udana,
Pathamabodhi Sutta, Bahiya Sutta dan Meghiya Sutta.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana munculnya Kitab Udana?


2. Mengapa Buddha merenungkan secara mendalam paticcasamuppada?
3. Bagaimana Bahiya dapat mencapai kesucaian Arahat hanya dengan
mendengar satu kali dan satu syait pendek dari Sang Buddha?
4. Mengapa Bhikkhu Meghiya tidak dapat melepaskan diri dari tiga pikiran
jahat?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah


ini sebagai berikut:
1. Mengetahui munculnya Kitab Udana?
2. Mengetahui mengapa Sang Buddha merenungi dengan mendalam
paticcasamupada?
3. Mengetahui bagaimana Bahiya dapat mencapai kesucaian Arahat hanya
dengan mendengar satu kali dan satu syair pendek dari Sang Buddha?
4. Mengetahui mengapa Bhikkhu Meghiya tidak dapat melepaskan diri dari
tiga pikiran jahat?

1.4 Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat baik
untuk penyusun makalah maupun pembaca makalah. diharapkan makalah ini
dapat membuat penyusun dan pembaca makalah memahami mengenai Udana,
diharapkan dari penyusunan makalah ini dapat membuat pembaca dan
penyusun makalah dapat mengimplementasikan makna dari seruan luhur
dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian agar penyusun dan pembaca dapat
menambah wawasan dengan mengetahui isi dari Udana.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kitab Udana


Udana (Kotbah-kotbah Inspirasi Buddha), merupakan salah satu
kitab yang terdapat di dalam kitab ketiga kelompok minor Khuddaka Nikaya,
Sutta Pitaka. seperti kitab suci Dhammapada dan Itivuttaka. Khuddaka
Nikaya merupakan termaksud ke dalam Kelompok minor, walaupun
demikian sebenarnya dalam Khuddaka Nikaya terdapat banyak teks atau
kotbah sang Buddha. Dinamakan Khuddaka Nikaya (Kelompok minor)
karena dalamnya berisi kumpulan berbagai teks yang sebagian besar tidak
tercakup dalam apa yang kita anggap sebagai empat koleksi utama (Nikaya).
Terdapat 80 (delapan puluh) kotbah dalam Kitab Suci Udana,
banyak terdapat kotbah-kotbah pendek, yang terbagi menjadi 8 bagian atau
(Vagga), berikut ini 80 sutta dalam kitab Udana;

No Vagga Sutta
1. Awakening (1) (Bodhi Sutta)
2. Awakening (2) (Bodhi Sutta)
3. Awakening (3) (Bodhi Sutta)
4. Overbearing (Huhunka Sutta)
Pathamabodhi 5. Brahmans (Br›hmana Sutta)
1
6. Maha Kassapa (Kassapa Sutta)
7. Aja (Aja Sutta)
8. Sangamaji Sutta
9. Ascetics (Jatila Sutta)
10. Bahiya (B›hiya Sutta)
2 Muccalinda 1. Muccalinda (Muccalinda Sutta)
2. Kings (Raja Sutta)
3. The Stick (Danda Sutta)
4. Veneration (Sakkara Sutta)
5. The Lay Follower (Up›saka Sutta)

4
6. The Pregnant Woman (Gabbhinin Sutta)
7. The Only Son (Ekaputta Sutta)
8. Suppavasa (Suppav›s› Sutta)
9. Vis›kh› (Vis›kh› Sutta)
10. Bhaddiya Kaligodha (Kaligodha Sutta)
1. Kamma (Kamma Sutta)
2. Nanda (Nanda Sutta)
3. Yasoja (Yasoja Sutta)
4. Sariputta (S›riputta Sutta)
5. Maha Moggallana (Kolita Sutta)
3 Nanda
6. Pilinda (Pilinda Sutta
7. Maha Kassapa (Kassapa Sutta)
8. Alms (Pinda Sutta)
9. Crafts (Sippa Sutta)
10. Surveying the World (Loka Sutta)
1. Meghiya (Meghiya Sutta)
2. High-strung (Uddhata Sutta)
3. The Cowherd (Gopala Sutta)
4. Moonlit (Juñha Sutta)
5. The Bull Elephant (Naga Sutta)
4 Meghiya 6. Pindola (Pindola Sutta)
7. Sariputta (Sariputta Sutta)
8. Sundarı (Sundarı Sutta)
9. Upasena Vangantaputta (Upasena
Vangantaputta Sutta)
10. S›riputta (S›riputta Sutta)
5 Sona the Elder 1. The King (Rajan Sutta)
2. Short-lived (Appayuka Sutta)
3. The Leper (Kutthi Sutta)
4. Boys (Kumara Sutta)
5. Uposatha (Uposatha Sutta)
6. Sona (Sona Sutta)

5
7. Revata (Revata Sutta)
8. Ananda (Ananda Sutta
9. Jeering (Sadhayamana Sutta)
10. Cula Panthaka (Panthaka Sutta
1. Relinquishment of the Life Force
(Ayusama-osajjana Sutta)
2. Seclusion (Patisalla Sutta)
3. It Was (Ahu Sutta)
4. Sectarians (1) (Tittha Sutta)
6 Blind form Birth 5. Sectarians (2) (Tittha Sutta)
6. Sectarians (3) (Tittha Sutta)
7. SubhÒti (SubhÒti Sutta)
8. The Courtesan (Ganika Sutta)
9. Rushing (Upati Sutta)
10. They Appear (Uppajjanti Sutta)
1. Bhaddiya (1) (Bhaddiya Sutta)
2. Bhaddiya (2) (Bhaddiya Sutta)
3. Attached to Sensual Pleasures (1)
(Kamesu Satta Sutta)
4. Attached to Sensual Pleasures (2)
(Kamesu Satta Sutta)
5. The Dwarf (Lakuntha Sutta
7 The minor section
6. The Ending of Craving (Tanhakhaya
Sutta)
7. The Ending of Objectification
(Papañcakhaya Sutta)
8. Kacc›yana (Kaccayana Sutta)
9. The Well (Udapana Sutta)
10. King Udena (Udena Sutta
8 Patali Village 1. Unbinding (1) (Nibbana Sutta)
2. Unbinding (2) (Nibbana Sutta)
3. Unbinding (3) (Nibbana Sutta)

6
4. Unbinding (4) (Nibbana Sutta)
5. Cunda (Cunda Sutta)
6. Patali Village (Pataligma Sutta)
7. A Fork in the Path (Dvidhapatha Sutta
8. Visakha (Visakha Sutta)
9. Dbba (1) (Dabba Sutta)
10. Dabba (2) (Dabba Sutta)
Tabel. 1: Kitab Udana (Tanissaro. 2013: 3-5)

Udana mengacu pada pertanyaan opini, yang dipaparkan dalam


bentuk syair yang diucapkan pada akhir percakapan dengan di dahului oleh
kata-kata: “Athakho Bhagava etam attham viditva tayam velayam imam
udanam udanesi” artinya” “Kemudian, karena menyadari pentingnya hal itu,
Sang Bhagava pada saat itu mengungkapkan kotbah inspirasi ini”. Jadi
Udana berarti kotbah inspirasi atau hikmah yang secara spontan timbul;
secara harafiah berarti “dihembuskan ke depan” (udanesi), melalui pengertian
atau kesadaran (viditva) terhadap pentingnya (etam attham) situasi atau
peristiwa yang menyebabkan hal itu (tayam velayam). Di sini Sang
Buddhalah yang mengucapkan kotbah-kotbah inspirasi tersebut walaupun
orang lain kadang-kadang juga turut menyampaikan inspirasinya yang
mendalam (Irlend. 1993. Kitab Suci Udana dalam Samaggiphala.com).

2.1.1 Nilai Moral

Dari Kitab Suci Udana banyak pelajaran yang dapat diambil.Di


satu sisi, dengan melihat jenis-jenis peristiwa yang mengilhami Sang
Buddha untuk muncul dengan seruan spontan, dan di sisi lain, dengan
mengidentifikasi nilai-nilai dari eskpresi seruan. Peristiwa macam apa
yang akan mengilhami orang yang terbangun untuk berseru. Ketika
mengurutkan peristiwa yang dijelaskan ke dalam kategori, ditemukan
dua hal ini; membangkitkan rasa pasada (keyakinan gembira) dalam
praktik dan pencapaian Dhamma, dan membangkitkan rasa samvega
(kecemasan) atas kelalaian yang tidak mempraktikkan Dhamma.

7
2.1.2 Penerapan

Kitab Suci Udana merupakan kitab berisi seruan ispirasi Sang


Buddha untuk membangkitkan rasa kayakinan kegembiraan dan
samvega dalam praktik Dhamma. Keyakinan merupakan landasan dasar
bagi umat Buddha dalam mempelajari dan mempraktikan Dhamma.
Dalam Angutara Nikaya III 206 dan 127, Sang Buddha keyakinan
merupakan kekayaan umat Buddha dan pepantasnya dikembangkan.
Praktik mengembangkan keyakinan dalam dilakukan yaitu, pertama,
pernyataan berlindung kepada Tiratana yaitu Buddha, Dhamma dan
Sangha. Pernyataan Kepada Tiranaa ini penting karena menegaskan
bahwa seseorang tersebut telah bersungguh-sungguh menerima
keyakinan dalam agama Buddha dan telah dilakukan seajk awal
kemunculan ajaran Buddha dan pada akhirnya menjadi sebuah tradisi
disebut wisudi upasaka-upasika. Kedua, pariati dan Patipati Dhamma
atau belajar dan praktik Dhamma merupakan kewajiban seseorang yang
telah menyatakan diri berlindung kepada Tiratana. Sang Buddha sangat
menganjurkan umatnya untuk giat belajar dan mempraktikan Dhamma
seperti yang tertuang dalam Kitab Suci Udana.

2.2 Pathamabodhi Sutta

Pathamabodhi Sutta merupakan sutta tentang perenungan mendalam


Sang Buddha pada Paticcasamuppada setelah tujuh hari pencapaian Bodhi di
Hutan Uruvela. Beliau dengan memberikan perhatian yang cermat pada
kemunculan bersama yang bergantung dalam urutan ke depan (mengarahkan
pikirannya secara menyeluruh pada kemunculan sebab dalam urutan maju dan
urutan terbalik, berikut ini isi perenungan Sang Buddha:

“Dari ketidaktahuan sebagai kondisi, maka muncullah bentukan-


bentukan. Dari bentukan-bentukan sebagai kondisi, maka
muncullah kesadaran. Dari kesadaran sebagai kondisi syarat,

8
maka muncullah nama & bentuk. Dari nama & bentuk sebagai
kondisi syarat, maka muncullah enam landasan indra. Dari enam
landasan indra sebagai kondisi, maka muncullah kontak. Dari
kontak sebagai kondisi syarat, maka muncullah perasaan. Dari
perasaan sebagai kondisi syarat, maka muncullah keinginan. Dari
keinginan sebagai kondisi syarat, maka muncullah
kemelekatan/makanan. Dari kemelekatan/makanan sebagai kondisi
syarat, maka muncullah pembentukan. Dari pembentukan sebagai
kondisi syarat, maka muncullah kelahiran. Dari kelahiran sebagai
kondisi syarat, kemudian penuaan & kematian, kesedihan,
ratapan, rasa sakit, penderitaan, dan keputusasaan mulai bekerja.
Demikianlah asal mula dari seluruh penderitaan dan tekanan.”
(Bhukkhu, 2012).

Setelah merenungi secara mendalam dan pentingnya menyadari sebab-


akbat saling bergantungan Sang Buddha mengucapkan seruan; “Saat
fenomena menjadi jelas kepada Brahmana—bersemangat, dalam jhāna
keraguannya hilang semua ketika dia membedakan sebuah fenomena dengan
penyebabnya”

2.2.1 Nilai Moral


Pathamabodhi Sutta mengacu dalam mengarahkan atau
merenungi perhatian mendalam tentang paticcasamuppada
(pikirannya secara menyeluruh) pada kemunculan sebab dalam urutan
maju dan urutan terbalik. Dalam hal ini merupakan doktrin kuasalitas,
atau dapat disebut hukum sebab-akibat. Secara luas segala yang ada
dalam alam semesta termasuk sebab-akibat perbuatan atau hukun
keteraturan moral (kammaniyama).
Dengan kata lain, segala hal atau setiap perbuatan akan
memunculkan sebuah sebab dan akibat dari perbuatan itu sendiri.
Adanya sebab akibat itu sendiri dapat mengendalikan segala perbuatan
yang baik maupun buruk yang dapat menimbulkan sebuah kamma.

9
Dengan pengendalian sebuah hukum sebab akibat tersebut seseorang
akan dapat mengendalikan atau mengontrol segala perbuatannya.
2.2.2 Penerapan dalam Kehidupan
Sedangkan dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari
seseorang akan lebih berhati-hati dalam segala perbuatannya. Adanya
hukum sebab akibat tersebut diperuntukan kepaada setiap seseorang
dalam mengendalikan segala perbuatannya. Menurut sebab-akibat
yang saling bergantungan dalam penerapannya secara luas atau hukum
keteraturan moral (kammaniyama), sedangkan pada penerapannya
secara khusus adalah menyangkut kepribadian dan kejiwaan manusia
yang dikenal dengan rumusan dua belas faktor rantai kehidupan.
Dalam mempraktikkan Pathamabodhi seseorang akan lebih
bermoral dan menjaga dalam setiap perbuatan maupun ucapannya.
Dengan kata lain seseorang akan terhindar segala sebab-akibat yang
buruk. Sebab-akibat itu sendiri juga mencerminkan segala perbuatan
manusia tersebut dalam kehidupannya. Jika seseorang tersebut banyak
melakukan perbuatan yang tidak baik akan memunculkan hukum atau
akibat yang buruk, begitu sebaliknya seseorang yang banyak
melakukan segala tindakan atau perbuatan yang baik akan
memunculkan akibat yang baik pula.

2.3 Bahiya Sutta

Bahiya Sutta merupakan isi dari Sutta No (U.1.10).

Demikian yang saya dengar, Pada suatu ketika Bhagava tinggal di


Savatthi, di Hutan Jeta, di Pertapaan Anathapindika. Kemudian pada waktu
itu Bahiya Daruciriya tinggal di Supparaka, di tepi Samudra, dihargai,
dihormati, dimuliakan, dipuja, dijunjung, memperoleh jubah, makanan
derma, tempat tinggal, dan sarana obat keadaan sakit. Kemudian ketika
Bahiya Daruciriya pergi kepenyendirian, ke penyunyian, perenungan
demikian muncul dalam pikirannya, “siapa pun yang menjadi yang layak di
dunia atau yang memasuki jalan yang layak, aku seorang dari mereka”

10
Kemudian dewa yang dahulunya saudara sedarah Bahiya Daruciriya,
merasa kasihan dan mengharapkan kesejahteraannya, dengan pikirannya
mengetahui perenungan dalam pikiran Bahiya Daruciriya, mendatangi Bahiya
Daruciriya; setelah mendekat, mengatakan ini kepada Bahiya Daruciriya,
“Bahiya engkau jelas bukan yang layak, bukan pula yang memasuki jalan
yang layak. Cara hidupmu ini tiada yang menjadikan yang layak atau yang
memasuki jalan yang layak.”

“Lalu siapa saat ini di dunia beserta dewa-dewanya yang menjadi layak
atau yang memasuki jalan yang layak?” “Bahiya, di negri utara ada kota
bernama Savatthi, disana Bhagava saat ini tinggal, yang layak, yang cerah
sempurna sejati. Bahiya, Bhagava ini sungguh yang layak, dan juga
membabarkan Dhamma untuk pencapaian yang layak.”

Kemudian Bahiya Daruciriya sangat tergugah oleh dewa itu, saat itu juga
berlalu dari Supparaka. Tinggal satu malam di tiap tempat, mendatangi
pertapaan Anathapindika, di Hutan Jeta, di Savatthi. Kemudian pada saat itu
banyak Bhikkhu yang sedang bersamadi jalan di tempat terbuka. Kemudian
Bahiya Daruciriya mendatangi Bhikkhu Bhikkhu tersebut, setelah mendekat,
ia mengatakan “Bhante, di manakah Bhagava berada saat ini, yang layak,
yang cerah sempurna sejati? Kami ingin menemui Bhagava yang layak, yang
cerah sempurna sejati.” “Bahiya, Bhagava pergi di antara rumah-rumah untuk
menyambut derma makanan.”

Kemudian Bahiya Daruciriya bergegas meninggalkan Hutan Jeta dan


setelah memasuki Savatthi, ia melihat Bhagava sedang berkeliling
menyambut derma makanan di Savatthi, anggun, meyakinkan, damai
indranya, damai pikirannya, mencapai kendali dan ketenangan tertinggi,
terkendali, terjaga, indra terkekang, muliawan. Setelah melihat, mendatangi
Bhagava; setelah mendekat, bersujud dengan kepala di kaki Bhagava,
kemudian ia mengatakan “Bhante, mohon Bhagava babarkan dhamma kepada
saya; mohon penempuh tuntas babarkan dhamma, yang demi kesejahteraan,
dan demi kebahagiaan saya untuk waktu yang lama.” Bhagava mengatakan

11
hal ini kepada Bahiya Daruciriya “Bahiya, saat ini bukan waktunya, kami
sedang pergi diantara rumah-rumah untuk menyambut derma makanan.”

Kedua kalinya Bahiya Daruciriya mengatakan hal ini kepada Bhagava,


“Bhante, namun sungguh sulit untuk mengetahui apa yang datang di antara
kehidupan Bhagava, atau apa yang datang diantara kehidupan saya. Bhante
mohon Bhagava babarkan dhamma kepadana saya; mohon penempuh tuntas
babarkan dhamma, yang demi kesehahteraan dan demi kebahagiaan saya
untuk waktu yang lama.” Kedua kalinya lalu Bhagava mengatakan ini kepada
Bahiya Daruciriya, “Bahiya, saat ini bukan waktunya, kami sedang pergi di
antara rumah -rumah untuk menyambut derma makanan.”

Ketiga kalinya lalu Bahiya Daruciriya mengatakan ini kepada Bhagava,


“Bhante, namun sungguh sulit mengetahui apa yang datang di antara
kehidupan bhagava, atau apa yang datang atau apa yang datang di antara
kehidupan Bhagava, atau apa yang datang di antara kehidupan saya. Bhante,
mohon Bhagava babarkan Dhamma kepada saya; mohon penempuh tuntas
babarkan Dhamma, yang demi kesejahteraan dan demi kebahagiaan saya
untuk waktu yang lama.”

“Bahiya, dari sini demikian hendaknya engkau berlatih, ‘Dalam yang


terlihat akan ada yang terlihat semata, dalam yang terdengar aka nada yang
terdengar semata, dalam yang terasa aka nada yang terasa semata, dalam yang
tersadari aka nada yang tersadari semata.’ Bahiya, demikian hendaknya
engkau berlatih. Bahiya, karena engkau dalam yang terlihat akan ada yang
terlihat semata, dalam yang terdengar akan ada yang terdengar semata, dalam
yang terasa akan ada yang terasa semata, dalam yang tersadari akan ada yang
tersadari semata; Bahiya, maka engkau tidak dengan itu; Bahiya, karena
engkau tidak dengan itu; Bahiya, maka engkau tidak di dalam itu; Bahiya,
karena engkau tidak di dalam itu; Bahiya, maka engkau tidak di sini, tidak di
sana, tidak di antara keduanya. Hanya ini akhir penderitaan.”

Kemudian melalui pembabaran dhamma singkat dari Bhagava ini,


pikiran Bahiya Daruciriya saat itu juga terbebas dari noda, tanpa
kemelekatan. Kemudian Bhagava, setelah menasihatinya Bahiya Daruciriya

12
dengan nasihat singkat ini, berlalu. Kemudian tak lama setelah Bhagava
berlalu, seekor sapi dan anak sapi muda menyerang Bahiya Daruciriya,
merenggut hidupnya.

Kemudian Bhagava, setelah berjalan menyambut derma makanan di


Savatthi, setelah makan, sekembali dari menyambut derma makanan, setelah
meninggalkan kota bersama dengan banyak Bhikkhu, melihat Bahiya
Daruciriya telah meninggal; setelah melihat, berkata kepada para
Bhikkhu,“Para bhikkhu, angkatlah jasad Bahiya Daruciriya; setelah
menaruhnya di tandu, bawalah, perabukanlah, dan bangunlah stupa untuknya.
Para Bhikkhu, sesame pelaku hidup luhur kalian telah meninggal.”

“Baiklah, Bhante” Bhikkhu-bhikkhu pun menyanggupi Bhagava, lalu


setelah menaruh jasad Bahiya Daruciriya di tandu, membawa, memerabukan,
dan membangun stupa untuknya, mendatangi Bhagava; setelah mendekat,
setelah bersujud kepada Bhagava, duduk di satu sisi. Duduk di satu sisi,
bhikkhu-bhikkhu kemudian mengatakan ini kepada Bhagava “Bhante, jasad
Bahiya Daruciriya telah di perabukan, dan stupa untuknya telah dibangun.
Kemana ia pergi, apa keadaan mendatangnya?” “Para Bhikkhu, Bahiya
Daruciriya adalah orang bijaksana yang menjalani Dhamma sesuai Dhamma;
dan tidak merepotkan aku dalam perkara Dhamma. Para Bhikkhu, Bahiya
Daruciriya telah padam akhir.” Kemudian Bhagava, mengetahui kebaikan ini,
pada waktu itu menyerukan seruan ini,

“Di tempat air, tanah, api, dan angin, tak punya pijakan; di sana
bintang tak bersinar, matahari tak memancar; di sana bulan tak
berpendar, kegelapan tak ditemukan di sana. Dan ketika orang bijak
mengetahui sendiri, dengan kebijaksanaan, Brahmana; maka dari
bentuk dan bukan bentuk, kebahagiaan dan penderitaan, ia terbebas.”

2.3.1 Nilai Moral


Bhagiya Sutta merupakan kisah dari Bhagiya, seorang yang
tidak memiliki pencapaian meditative dan belum pernah sekalipun
mendengar ajaran Sang Buddha nemun mampu seccara sangat cepat

13
mencapai kesucian Arahat hanya dengan mendengar satu kali dan satu
syair wejangan dari Sang Buddha di Savatthi.
Dengan adanya kisah Bhagiya tentu kita menyadari bahwa tidak
ada yang tidak mungkin dalam sebuah kehidupan jika kita bersungguh-
sungguh dalam segala sesuatunya. Dengan sebuah usaha dan
kesungguhan kita akan dapat mencapai sesuatunya yang mungkin
dengan akal sehat menolak untuk percaya. Kisah ini mencerminkan
kesungguhan dan perhatian yang disertai konsentrasi dalam memahami
Dhamma yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.
2.3.2 Penerapan dalam Kehidupan
Penerapan Bhagiya Sutta dapat kita lakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Segala perbuatan yang akan kita lakukan perlunya
kesungguhan atau keseriusan dalam melakukan hal tersebut. Dengan
begitu akan mencapai sesuatu yang menjadi sebuah tujuan setiap
perbuatan. Tidak hanya itu seseorang dapat melebihi tujuan atau diluar
ekspetasi yang akan dicapainya jika seseorang tersebut melakukannya
secara baik dan sungguh-sungguh.
Seperti contoh mahasiswa jika bermalas-malasan tentunya akan
sulit dalam mengerjakan sebuah tugas, bahkan dalam memahami teori
yang menjadi materi dalam salah satu mata kuliah atau lebih. Hal ini
menyebabkan mahasiswa tidak dapat menerima teori-teori yang
terkandung dalam mata kuliah tersebut menyebabkan seorang
mahasiswa yang tidak mempunyai kualitas diri. Sebaliknya dengan
mahasiswa yang bersemangat dan mempelajari teori-teori dalam setiap
materi dari mata kuliah akan lebih memahami dan menguasai dalam
setiap mata kuliah dan akan memudahkan mahasiswa dalam
menghadapi ujian maupun skripsi. Begitu juga mahasiswa yang telah
memahami setiap materi akan menjadikan mahasiswa tersebut
berkualias.
2.4 Meghiya Sutta
Meghiya Sutta merupakan isi dari Sutta No (U.4.1).

14
Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Bhagava tinggal di
Calika, di Pegunungan Calika. Kemudian pada waktu itu Ayasma
Meghiya adalah pendamping Bhagava. Kemudian Ayasma Meghiya
mendatangi Bhagava; setelah mendekat, setelah bersujud kepada Bhagava,
berdiri di satu sisi. Berdiri di satu sisi, Ayasma Meghiya lalu mengatakan
ini kepada Bhagava, “Bhante, saya ingin memasuki Desa Jantu untuk
menyambut derma makanan.” “Meghiya, kini waktunya untuk yang
engkau pikirkan.”
Kemudian Ayasma Meghiya mendatangi Bhagava; setelah
mendekat, setelah bersujud kepada Bhagava, duduk di satu sisi. Duduk di
satu sisi, Ayasma Meghiya lalu mengatakan ini kepada Bhagava, “Bhante,
begini, saya, setelah berpakaian pada waktu pagi, membawa mangkuk dan
jubah, memasuki Desa Jantu untuk menyambut derma makanan. Setelah
berkeliling menyambut derma makanan di Desa Jantu, setelah makan,
sekembali dari menyambut derma makan, mendatangi sungai Kimikala.
Bhante, ketika berjalan-jalan di teppi Sungai Kimikala, berkeliling, saya
lalu melihat hutan mangga yang elok, indah, dan menyenangkan. Setelah
melihat, ini terjadi pada saya, ‘Hutan mangga ini sungguh elok, indah, dan
menyenangkan. Ini sungguh layak untuk berjuang bagi anak keluarga
baik-baik yang ingin berjuang. Jika Bhagava bisa mengijinkan aku, aku
akan datang ke hutan mangga ini untuk berjuang.’ Bhante, jika Bhagava
mengizinkan saya, saya akan pergi ke hutan mangga itu untuk berjuang.”
Dikatakan demikian, Bhagava mengatakan ini kepada Ayasma Meghiya,
“Meghiya, sekarang tunggulah. Sekarang kita sendirian, sampai bhikkhu
lain siapa pun datang.”
Kedua kalinya lalu Ayasma Meghiya mengatakan ini kepada
Bhagava, “Bhante, Bhagava tiada apapun yang harus dilakukan lebih
lanjut, tiada laku untuk ditingkatkan. Bhante, namun saya ada yang harus
dilakukan lebih lanjut, ada laku untuk ditingkatkan. Jika Bhagava
mengizinkan saya, saya akan pergi ke hutan mangga itu untuk berjuang.”
Kedua kalinya lalu Bhagava mengatakan ini kepada Ayasma Meghiya,

15
“Meghiya, sekarang tunggulah. Sekarang kita sendirian, sampai bhikkhu
lain siapa pun datang.”
Ketiga kalinya lalu Ayasma Meghiya mengatakan ini kepada
Bhagava, “Bhante, Bhagava tiada apa pun yang harus dilakukan lebih
lanjut, tiada laku untuk ditingkatkan. Bhante, namun saya ada yang harus
dilakukan lebih lanjut, ada laku untuk ditingkatkan. Jika Bhagava
mengizinkan saya, saya akan pergi ke hutan mangga itu untuk berjuang.”
“Meghiya, karena engkau berkata mengenai berjuang, bagaimana aku bisa
berkata? Meghiya, kini waktunya untuk yang engkau pikirkan.”
Kemudian Ayasma Meghiya bangkit dari duduk, setelah bersujud
kepada Bhagava, mengitar ke kanan menghormat, mendatangi hutan
mangga itu; setelah mendekat, memasuki hutan mangga itu, duduk
berdiam sepanjang hari di kaki pohon tertentu. Kemudian ketika Ayasma
Meghiya berdiam di hutan mangga itu, kebanyakan terlanda tiga
pemikiran buruk dan jahat, yaitu pemikiran kesenangan indriawi,
pemikiran niat buruk, pemikiran menyakiti.”
Kemudian Ayasma Meghiya pada waktu sore keluar dari
penyepian, mendatangi Bhagava; setelah mendekat, setelah bersujud
kepada Bhagava, duduk di satu sisi. Duduk di satu sisi, Ayasma Meghiya
lalu mengatakan ini kepada Bhagava, “Bhante, begini, ketika saya berdiam
di hutan mangga itu, kebanyakan terlanda tiga pemikiran buruk dan jahat,
yaitu pemikiran kesenangan indrawi, pemikiran niat buruk, pemikiran
menyakiti. Bhante, ini terjadi kepada saya, ‘Oh, sungguh menakjubkan;
Oh sungguh mengagumkan. Sungguh karena keyakinan, aku
meninggalkan kehidupan rumah menuju tanpa rumah. Akan tetapi di cecar
oleh tiga pemikiran buruk dan jahat ini, yaitu, oleh pemikiran kesenangan
indriawi, oleh pemikiran niat buruk, oleh pemikiran menyakiti”.
“Meghiya, bila keterbebasan pikiran tak matang, lima hal
membawa kematangan. Apakah yang lima ini?” Meghiya, begini, bhikkhu
bermitra bajik, bersahabat bajik, berkawan bajik. Meghiya bila
keterbebasan pikiran tak matang, ini hal pertama yang membawa
kematangan.

16
Meghiya, selanjutnya bhikkhu menjaga sila, hidup terkekang dan
terkendali dalam Peraturan Petapa, sempurna dalam perilaku dan
menerima derma, melihat bahaya sekecil apapun untuk dihindari, berlatih
aturan Latihan yang telah di terima. Meghiya, bila keterbebasan pikiran
tak matang, ini hal kedua yang membawa kematangan.
Meghiya, selanjutnya bhikkhu memperoleh sesuai keinginan,
memperoleh tanpa ke pelikan, memperoleh tanpa kesulitan pembicaraan
sedemikian rupa, pembicaraan mengenai pertapaan keras yang berguna
membuka pikiran ini, membawa semata pada kejemuan, ketaknafsuan,
penghentian, ketentraman, pemahaman penuh, kecerahan sempurna,
kepadaman, yaitu, pembicaraan mengenai tak banyak keinginan, rasa
cukup, penyunyian, tak bercampur, pengerahan daya, sila, keheningan,
kebijaksanaan, keterbebasan, pengetahuan, dan pendangan keterbebasan.
Meghiya, bila keterbebasan pikiran tidak matang, ini hal ketiga yang
membawa kematangan.
Meghiya, selanjutnya bhikkhu yang hidup mengerahkan daya
untuk meninggalkan sifat buruk, meningkatkan sifat baik, bertekad,
berusaha gigih, tak menyerah mengembangkan sifat baik. Meghiya, bila
keterbebasan pikiran tak matang, ini hal keempat yang membawa
kematangan.
Meghiya, selanjutnya bhikkhu menjadi bijaksana, memiliki
kebijaksanaan kemunculan dan keberlaluan, yang suciwan tembusi,
menuju pengakhiran duka sejati. Meghiya, bila keterbebasan pikiran tak
matang, ini hal kelima yang membawa kematangan. Meghiya, bila
keterbebasan pikiran tak matang, lima hal ini membawa kematangan.
Meghiya, bhikkhu bermitra bajik, bersahabat bajik, berkawan bajik
ini bisa dipastikan akan menjaga sila, akan hidup terkekang dan terkendali
dalam Peraturan Petapa, akan sempurna dalam perilaku dan menerima
derma, akan melihat bahaya sekecil apapun untuk dihindari, akan berlatih
aturan Latihan yang telah diterima.
Meghiya, bhikkhu bermitra bajik, bersahabat bajik, berkawan
bajik, ini bisa dipastikan akan memperoleh sesuai keinginan, memperoleh

17
tanpa kepelikan, memperoleh tanpa kesulitan, pembicaraan sedemikian
rupa, pembicaraan mengenai pembicaraan pertapaan keras yang berguna
membuka pikrian ini, membawa semata pada kejemuan, ketaknafsuan,
penghentian, ketenteraman, pemahaman penuh, kecerahan sempurna,
kepadaman, yaitu pembicaraan mengenai tak banyak keinginan, rasa
cukup, penyunyian, tak bercampur, pengerahan daya, sila, keheningan,
kebijaksanaan, keterbebasan, pengetahuan dan pandangan keterbebasan.
Meghiya, bhikkhu bermitra bajik, bersahabat bajik, berkawan bajik
ini bisa dipastikan akan hidup mengerahkan daya untuk, meninggalkan
sifat buruk, meningkatkan sifat baik, bertekad, berusaha gigih, tak
menyerah mengembangkan sifat baik.
Meghiya, bhikkhu bermitra bajik, bersahabat bajik, berkawan bajik
ini bisa dipastikan akan menjadi bijaksana, memiliki kebijaksanaan
kemunculan dan keberlaluan, yang suciwan tembusi, menuju pengakhiran
duka sejati.
Meghiya, lalu bhikkhu setelah menegakkan lima hal ini, dengan ini
empat hal lebih lanjut hendaknya dikembangkan; pencerapan
ketakmenarikan hendaknya dikembangkan untuk meninggalkan
keserakahan; kasih sayang hendaknya dikembangkan untuk meninggalkan
niat buruk; penyadaran napas masuk-keluar hendaknya dikembangkan
untuk memotong pemikiran, pencerapan ketaktetapan hendaknya
dikembangkan untuk mencabut keangkuhan ‘aku’. Meghiya, ketika
mencerap ketaktetapan, pencerapan ketanpadirian ditegakkan; mencerap
ketanpadirian, mencabut keangkuhan ‘aku’, meraih kepadaman pada
kehidupan ini juga”
Kemudian Bhagava, mengetahui kebaikan ini, pada waktu itu
menyerukan seruan ini,
“Pemikiran rendah, pemikiran tinggi, menyertai cetusan pikiran.
Belum memahami pemikiran pikiran ini, pikiran berayun berlari ke
sana kemari. Dan telah memahami pemikiran pikiran ini, yang giat,
mengekang, berpenyadaran. Pada yang menyertai cetusan pikiran, yang
cerah meninggalkan semua ini.”

2.4.1 Nilai Moral

18
Meghiya Sutta merupakan kisah dari seorang Bhikkhu yang
bernama Meghiya meminta izin kepada Buddha untuk bermeditasi di
Rumpun Pohon Mangga yang indah dan menyenangkan. Tetapi
dalam latihannya Bhikkhu Meghiya diliputi tiga macam pikiran yaitu
pikiran jahat, pikiran nafsu indriya, dan pikiran kejam. Kemudian
Buddha memberikan wejangan mengatasi kesulitan Bhikkhu
Meghiya. yang hidup mengerahkan daya untuk meninggalkan sifat
buruk, meningkatkan sifat baik, bertekad, berusaha gigih, tak
menyerah mengembangkan sifat baik.
Manusia merupakan makhluk yang sempurna selain dibekali
sebuah nafsu manusia juga mempunyai sebuah pikiran yang
membedakan dengan makhluk yang lainnya. Oleh karenanya
manusia dapat menggunakan akal pikirannya dalam bertindak tapi
juga dapat bertindak dengan nafsu dan tanpa akal. Seperti kita
ketahui nafsu adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan
baik itu nafsu yang mengarah pada amarah ataupun yang mengarah
pada kesenangan saja.
Maka dari hal tersebut perlunya menyadari bahwa tidak
semua keinginan harus diwujudkan dengan begitu saja tanpa pikiran
yang disertai akal sehat, karena jika tidak disertai pikiran jernih dan
akal sehat hal itu akan menimbulkan sebuah masalah yang berakibat
pada diri sendiri. Berbagai nafsu dan pikiran yang tidak terarah akan
mengakibatkan seseorang kesulitan dalam mengendalikan diri
sendiri.
2.4.2 Penerapan dalam Kehidupan
Kehidupan manusia yang cenderung terus berkembang tidak
lepas dengan berbagai nafsu keinginan yang menjadikan banyaknya
juga faktor keinginan yang muncul. Hal ini perlu pengendalian diri
dalam mengendalikan sebuah setiap keinginan-keinginan yang
muncul. Dengan pengendalian tersebut akan menghindari berbagai
nafsu-nafsu lainnya yang muncul.

19
Dalam Meghiya Sutta disebutkan dari kisah Bhikkhu
Meghiya terdaapat tiga nafsu yang muncul dalam meditasinya yaitu
nafsu indriya salah satunya indriya mata yang menginginkan sebuah
penampakan atau pemandangan yang indah untuk memanjakan
indriya mata atau dalam menyenangkan dalam waktu sesaat,
sedangkan pikiran jahat merugikan orang lain, seperti memfitnah
seseorang demi kepuasan batin diri sendiri tidak hanya itu seseorang
cenderung berpikiran kejam terhadap orang lain yang sebenarnya
belum tau tentang kebenarannya. Dan yang terakhir adalah pikiran
kejam, dalam hal ini dapat menimbulkan sebuah tindakan yang tidak
baik, seperti tindakan criminal yang akan membahayakan orang lain
maupun diri sendiri. Jika seseorang telah dikendalikan oleh
pikirannya akan sulit mengendalikan dirinya. Maka dengan itu
seseorang harus menghindari pikiran-pikiran yang mengakibatkan
kesenangan sesaat. Dengan begitu seseorang akan lebih
menggunkaan pikiran yang jernih dan akal sehat dalam setiap pikiran
apapun itu maupun dalam perbuatannya. Dengan begitu seseorang
akan mengerahkan daya untuk meninggalkan sifat buruk,
meningkatkan sifat baik, bertekad, berusaha gigih, tak menyerah
mengembangkan sifat baik.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1) Udana (Kotbah-kotbah Inspirasi Buddha), merupakan salah satu kitab
yang terdapat di dalam kitab ketiga kelompok minor Khuddaka
Nikaya, Sutta Pitaka. seperti kitab suci Dhammapada dan Itivuttaka.
Khuddaka Nikaya merupakan termaksud ke dalam Kelompok minor,
walaupun demikian sebenarnya dalam Khuddaka Nikaya terdapat
banyak teks atau kotbah sang Buddha. Dinamakan Khuddaka Nikaya
(Kelompok minor) karena dalamnya berisi kumpulan berbagai teks
yang sebagian besar tidak tercakup dalam apa yang kita anggap
sebagai empat koleksi utama (Nikaya). Jadi Udana berarti kotbah
inspirasi atau hikmah yang secara spontan timbul; secara harafiah
berarti “dihembuskan ke depan” (udanesi), melalui pengertian atau
kesadaran (viditva) terhadap pentingnya (etam attham) situasi atau
peristiwa yang menyebabkan hal itu (tayam velayam). Di sini Sang
Buddhalah yang mengucapkan kotbah-kotbah inspirasi tersebut
walaupun orang lain kadang-kadang juga turut menyampaikan
inspirasinya yang mendalam.
2) Pathamabodhi Sutta merupakan sutta tentang perenungan mendalam
Sang Buddha pada Paticcasamuppada setelah tujuh hari pencapaian
Bodhi di Hutan Uruvela. Beliau dengan memberikan perhatian yang
cermat pada kemunculan bersama yang bergantung dalam urutan ke
depan (mengarahkan pikirannya secara menyeluruh pada kemunculan
sebab dalam urutan maju dan urutan terbalik, berikut ini isi
perenungan Sang Buddha. Setelah merenungi secara mendalam dan
pentingnya menyadari sebab-akbat saling bergantungan Sang Buddha
mengucapkan seruan; “Saat fenomena menjadi jelas kepada
Brahmana—bersemangat, dalam jhāna keraguannya hilang semua
ketika dia membedakan sebuah fenomena dengan penyebabnya”

21
3) Melalui pembabaran dhamma singkat dari Bhagava, pikiran Bahiya
Daruciriya saat itu juga terbebas dari noda, tanpa kemelekatan.
Kemudian Bhagava, setelah menasihatinya Bahiya Daruciriya dengan
nasihat singkat ini, berlalu. Kemudian tak lama setelah Bhagava
berlalu, seekor sapi dan anak sapi muda menyerang Bahiya
Daruciriya, merenggut hidupnya.
4) “Meghiya, bhikkhu setelah menegakkan lima hal, dengan empat hal
lebih lanjut hendaknya dikembangkan; pencerapan ketakmenarikan
hendaknya dikembangkan untuk meninggalkan keserakahan; kasih
sayang hendaknya dikembangkan untuk meninggalkan niat buruk;
penyadaran napas masuk-keluar hendaknya dikembangkan untuk
memotong pemikiran, pencerapan ketaktetapan hendaknya
dikembangkan untuk mencabut keangkuhan ‘aku’. Meghiya, ketika
mencerap ketaktetapan, pencerapan ketanpadirian ditegakkan;
mencerap ketanpadirian, mencabut keangkuhan ‘aku’, meraih
kepadaman pada kehidupan ini juga”

22
DAFTAR PUSTAKA

Sutikyanto. 2013. Implikasi Konsep Kausalitas Buddhis dalam Bidang Moral.


Tesis: Universitas Gadjah Mada.
Anggraini, Lanny., Cintiawati, Wena. 1995. Kitab Suci Udana. Yogyakarta:
Vidyasena. https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/kitab-suci-udana/.
Thanissaro, Bhikkhu. 2013. Meghiya Sutta About Meghiya.
http://www.buddhismtoday.com/english/texts/khuddaka/udana/ud4-1.html.
Bhukkhu, T. (2012). Udana.

23

Anda mungkin juga menyukai