Anda di halaman 1dari 89

FIRE & GAS SYSTEM

Arsyadi Hidayat

PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


MINYAK DAN GAS BUMI CEPU
2

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
3

➢ Proteksi kebakaran (fire


protection) adalah
merupakan aspek paling
utama dalam program
perlindungan (pencegahan)
kebakaran.
➢ Dengan memperbaiki tindakan
tidak aman (unsafe act) dan
kondisi lingkungan kerja,
maka penyebab terjadinya
kebakaran dapat dicegah.
1.2. Materi
4

➢Over view sistem,


➢Detector,
➢Manual call point,
➢Maintenance, dan
➢Troubleshooting.
1.3. Tujuan Pembelajaran
5

Setelah mengikuti mata diklat ini peserta diharapkan


mampu :
✓ menjelaskan tentang over view sistem
✓ menjelaskan tentang detector
✓ menjelaskan tentang manual call point
✓ menjelaskan tentang maintenance
✓ menjelaskan tentang troubleshooting
1.4. Pengetahuan Dasar yang diperlukan
6

Sebelum membaca modul ini, diharapkan pesera


diklat terlebih dahulu sudah memahami tentang
bahaya api dan kebakaran.
7

2. Over View Sistem


2.1 Definisi Kebakaran

Kebakaran dapat terjadi apabila


terdapat reaksi kimia berantai
dari tiga unsur penyebab
kebakaran berada bersama-sama
yang disebut sebagai fire
tetrahedron.

Gambar 2.1. Fire


Tetrahedron
9

• Campuran yang berada dibawah


LFL/LEL dikatakan terlalu “miskin”
untuk bisa terbakar (susah
terbakar).
• Di atas UFL, campuran ini
dikatakan terlalu “kaya” untuk bisa
terbakar (mudah terbakar).

Gambar 2.2. Explosive Range


2.2 Level Fire and Gas System (F&G)

Gambar 2.5. Hirarki Layer SIS

Basics of Safety and Layers of Protection


2.3 Filosofi Sistem
11

Gambar 2.6. Pola hubungan FGS dan ESD dalam Sistem SIS

Permasalahan FGS dalam ANSI/ISA S84.0.01-1996 adalah apakah penggunaan


peralatan mitigasi kebakaran haruslah menjadi bagian dari Safety
Instrumented Function (SIF).
2.4 Komponen Penyusun Fire Protection System
12

Fire protection yang dimaksud disini adalah Sistem yang


aktif memproteksi plant dimana biasanya dipasang
peralatan diantaranya :
•Smoke Detector
•Gas Detector
•Heat Detector
•Manual Alarm Call Point/Break Glass
2.5 Konfigirasi Fire Protection System
13

1. Tipe konvensional (Analog)

Gambar 2.7. Diagram Conventional fire system Gambar 2.8. Metode kabelan
14

2. Tipe Safety berbasis PLC


➢Digunakan pada industri berskala menengah hingga
besar.
➢Dengan level SIL 3-nya dan cepat dalam mendeteksi
alarm dan memicu sistem kontrol biasa ataupun
emergency shutdown.
➢Mampu dikembangkan menjadi integrated/ addressable
system karena dapat dikomunikasikan dengan berbagai
protocol mulai dari fieldbus, profibus, HART, modbus,
dllnya.
➢Terdiri atas tiga tipe yaitu rack redundant, network
redundant, dan dual redundant system.
15

Gambar 2.9. Aplikasi PLC pada fire and gas system


16

3. Tipe Addressable
• Banyak dipakai di industri.
• Secara umum penarikan kabel untuk sistem ini
termasuk sederhana dan mudah dipahami.
• Jika dalam implementasi di lapangan banyak
dijumpai kendala, maka hal itu biasanya disebabkan
oleh kurang matangnya desain, terutama dalam hal
penempatan module dan EOL resistor.
17

Gambar 2.10. Addressable Loop


2.6 Rangkuman
18

➢ Kebakaran dapat terjadi apabila terdapat tiga unsur penyebab


kebakaran berada bersama-sama yang disebut sebagai tetrahedron api,
yaitu bahan bakar (bahan yang dapat terbakar), Oksigen (O2), dan Panas
atau sumber api.
➢ Agar sistem dapat bekerja dengan baik, dibutuhkan perancangan sistem
proteksi secara matang dan tingkatan proteksi terhadap operasi plant
dibuat berlapis, sehingga apabila terjadi kegagalan pada satu tingkat,
maka masih ada tingkat lainnya yang siap mengambil alih untuk
memproteksi.
➢ Detector yang diperlukan sebagai proteksi terjadinya kebakaran
diantaranya adalah gas detector, smoke detector, dan heat detector. Dan
untuk memberitahukan kepada personil dan petugas perlu juga dipasang
manual call point.
➢ Ada beberapa tipe konfigurasi fire protection system, yaitu tipe
konvensional (Analog), tipe berbasis Safety PLC, dan Tipe Addressable,
dimana masing-masing tipe memanfaatkan teknologi yang berbeda-beda.
19

3. Detector
3.1 Gas Detector
20

Adalah merupakan suatu alat yang digunakan


untuk mendeteksi (mengetahui) keberadaan
gas. Umumnya, alat ini digunakan di tempat
yang rawan terjadi kebocoran gas, misalnya
di pabrik, lokasi pertambangan, dan kilang
minyak.
21

Fungsi Gas Detector :

1. Untuk menghentikan operasi alat apabila terjadi


kebocoran gas karena terhubung dengan protection
system.
2. Memberikan tanda peringatan berupa bunyi alarm atau
lampu yang menyala pada saat terjadi kebocoran gas.
22

3.1.1. Catalytic bead Gas Detector


• Menggunakan sebuah coil kawat platina berlapis metal oksida
sebagai katalisis.
• Adanya gas mengakibatkan, molekul akan membakar permukaan
sensor, dan menghasilkan perubahan temperatur yang
mempengaruhi nilai resistansi kawat platina.
• Rangkaian yang terhubung menghasilkan sinyal yang proporsional
terhadap konsentrasi gas.
• Sinyal output yang dihasilkan berupa sinyal analog 4-20 mA.
23

Alat ini bekerja berdasarkan prinsip kerja jembatan wheatstone.

Gambar 3.1. Catalytic Bead Sensor

Gambar 3.2. Wheatstone Bridge


24

3.1.2 Infra Red Gas Detector

➢ Memiliki metode pengukuran konsentrasi gas


berdasarkan absorpsi dari radiasi IR pada panjang
gelombang tertentu sebagai radiasi yang melewati
sejumlah volume gas tertentu.
➢ Diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu :
• open path detector, dan
• point combustible gas detector.
25

a. open path detector

Gambar 3.3. Open Path Infrared Gas Detection


26

Output konsentrasi gas open path detector dinyatakan dalam ppm•meter


atau LEL•meter (tingkat gas berbahaya).
27

Gambar 3.4. Evolusi kabut kebocoran Gas


28

a. Point Infra Red gas detector


✓ ada lintasan tetap antara sumber IR dan detektor IR.
✓ Dengan panjang jalur yang ditetapkan, Point IR Gas Detector
dapat memberikan pengukuran langsung konsentrasi gas dalam
persen Lower Explosive Limit (LEL).
✓ Jika konsentrasi gas hidrokarbon ataupun uap melampaui Lower
Explosive Limit (LEL) nya, maka gas akan tersulut dan menjadi
ledakan.
✓ Pada point IR detector, konsentrasi dari gas hidrokarbon diukur
melalui absorbsi infrared dari suatu sinar optical (sinar aktif).
29

Gambar 3.5. Point IR Gas Detector - Optical Scheme


30

3.1.3 Instalasi Gas Detector


a. Gas detector
Perangkat detektor gas mempunyai terminasi output yang dikenal
sebagai :
• Output Digital dan Relay : untuk koneksi ke relay, alarm, PLC
atau DCS.
• Output 4-20 mA : untuk koneksi ke PLC dan DCS dengan setting
High dan Low Alarm.
31

b. Converter Analog to Digital.

adalah alat yang mengubah dari satu besaran sinyal analog ke besaran
sinyal digital.

Gambar 3.6. Perangkat Converter


32

c. Perangkat Main Control Fire Alarm (MCFA)

➢ terhubung dengan beberapa modul sensor yang


mendeteksi sinyal trigger dari detektor baik gas
detector, smoke detektor atau heat detektor dan
beberapa sinyal input dari waterflow, valve tamper,
supression control panel, temperatur dan lainnya.
➢ merupakan unit pusat pengendali dimana semua
input dan output pengontrolan ada dalam panel
MCFA, dimana perintah sistem fire alarm ada dalam
MCFA.
33

Gambar 3.7. Perangkat MCFA

Gambar 3.8. Diagram Instalasi MCFA


34

Setting High dan Low Alarm Gas Detektor :


➢ dengan sistem lama berupa setting potensiometer, ataupun
➢ dengan menggunakan program utility yang membantu proses
penyetingan kondisi high alarm dan low alarm.

Gambar 3.9. Diagram Instalasi gas detector


35

3.1.4 Testing Gas Detector


● Bertujuan untuk memastikan gas detektor beroperasi dengan
aman dan akurat.
● untuk memverifikasi sensor yang tepat dan operasi alarm adalah
dengan melakukan bump test.
● Bump test adalah proses memaparkan secara singkat sensor yang
dipasang ke konsentrasi yang diharapkan dari gas kalibrasi yang
lebih besar dari set point alarm.
● Bump test bertujuan untuk memeriksa sensor dan fungsionalitas
alarm tetapi tidak mengukur keakuratan sensor
36

Langkah-langkah melakukan testing detector :


• Nol kan detektor
• Hubungkan calibration cup (B) ke tabung gas
kalibrasi (E) dengan menggunakan tubing (C)
• Buka valve (D) dan atur laju aliran 0,5 hingga
1 L/Min. atau 1 hingga 2 L/Min.
• Setelah pengukuran distabilkan (sekitar 2
menit), baca disply (A)
• Jika nilai yang diharapkan tidak sesuai,
lanjutkan dengan kalibrasi
• Tutup valve (D) dan lepas calibration cup (B),
tunggu hingga pengukuran kembali ke nol
Gambar 3.10. Checking gas sensitivity dan atur ulang alarm pada controller
• Tunggu hingga sensitivitas gas pada controller
kembali nol.
37

3.1.5 Monitoring Gas Detector

● Interval kalibrasi setiap sensor dilakukan pada 30 hari


pertama setelah pemasangan, bertujuan untuk
mengamati seberapa baik adaptasi sensor terhadap
lingkungan.
● Kegiatan kalibrasi adalah dengan melakukan seting
pembacaan “Zero” dan “Span”.
38

a. Kalibrasi “Zero”
➢ Menggunakan nitrogen murni atau udara sintetis murni
untuk menetapkan titik nol.
➢ Agar lebih realistis dan praktis untuk nol sensor
menggunakan udara di sekitar sensor ketika area
tersebut dianggap bersih.
39

Gambar 3.11. Kalibrator sensor gas


40

b. Kalibrasi “Span”

• Untuk mencapai akurasi terbaik dengan menggunakan


campuran gas target yang seimbang pada udara lingkungan.
• Botol-botol portabel tersedia dalam dua kategori berbeda,
yaitu tekanan rendah dan tekanan tinggi.
✓Botol bertekanan rendah berdinding tipis dan ringan yang
biasanya tidak dapat dikembalikan dan disposable.
✓Botol bertekanan berdinding tebal dengan tekanan 2000
psi.
41

Gambar 3.12. Low and high pressure assembly


42

Untuk menghitung volume gas bertekanan dalam silinder :

Dimana :
Vmix = volume campuran gas
V = volume silinder
P = tekanan dalam silinder
Pa = tekanan atmosfir
43

Contoh :

jika volume botol digunakan 440 cc (V). Diasumsikan bahwa tekanan


botol 1200 psi. Maka volume gas campuran pada tekanan atmospher
adalah :

Jika laju aliran gas kalibrasi adalah 1000 cc per menit dan
dibutuhkan kira-kira satu menit per sensor, maka gas dapat
digunakan pada silinder tunggal sekitar 27,8 kali.
3.2 Smoke Detector
44

Ada dua tipe smoke detector, yaitu :


1. 2-Wire smoke detector.
Tipe 2-Wire tegangan ini disupply dari panel Fire bersamaan
dengan sinyal, sehingga hanya menggunakan 2 kabel saja.

Gambar 3.13. 2-Wire Smoke Detector Wiring Diagram


45

2. 4-Wire smoke detector.


Tipe 4-Wire (12 VDC), maka tegangan plus minus 12 VDC-nya
disupply dari panel alarm biasa sementara sinyalnya disalurkan
pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150 m2 untuk
ketinggian plafon 4 m.

Gambar 3.14. 4-Wire Smoke Detector Wiring Diagram


46

Ada 2 (dua) jenis Smoke Detector, yaitu :

1.Ionization Smoke Detector


➢ bekerjanya berdasarkan tumbukan partikel asap dengan unsur
radioaktif di dalam ruang detektor (smoke chamber).
➢ terdiri dari ruang deteksi dan rangkaian kontak elektronik.
➢ untuk pendeteksian awal pada ruangan yang berisi bahan-
bahan yang mudah terbakar seperti ruang computer, arsip, dan
sebagainya,
47

Gambar 3.16. Ionization Smoke Detector


48

2. Photoelectric Type Smoke Detector (Optical)


✓ bekerjanya berdasarkan pembiasan cahaya lampu LED di dalam
ruangan detector karena adanya asap yang masuk dengan
kepadatan tertentu.
✓ Smoke Optical (Photoelectric) lebih baik untuk mendeteksi asap
dari kobaran api kecil, sehingga cocok untuk hallway (lorong)
dan tempat-tempat yang rata.
✓ Secara umum, detektor asap jenis photoelectric smoke detector
lebih cocok digunakan untuk mendeteksi timbulnya api yang
tidak terlalu besar dan penyebaran api yang lambat.
49

Gambar 3.17. Photoelectric Smoke Detector


50

3.2.1 Instalasi smoke detector


Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam memasang smoke detector:
•Pada area yang diperkirakan banyak terjadi
kebakaran dibanding kepulan asap,
•Pada ruangan yang didominasi oleh kepulan asap.
51

Kode Warna Kabel :

Warna kawat mengacu dari panel alarm:


•Red = Positive (+) loop out
•Black = Negative (-) loop out
•Blue = Positive (+) loop return
•Brown = Negative (-) loop return

Gambar 3.18. Tipe kawat 4-conductor


52

Gambar 3.20. 2-wire wiring diagram installation


53

Gambar 3.21. 4-wire wiring diagram installation


54

End-of-Line Supervision
➢ pasangan kabel biru & coklat memiliki penghubung end-of-line
resistor (EOLR) yang sama seperti detector 2-wire.
➢ Resistor berfungsi untuk memverifikasi bahwa kabel detektor
asap tidak putus.
➢ Ada dua cara untuk mentransfer EOL, yaitu seri dan paralel.
Kedua cara memiliki metode penggunaan dan instalasi sendiri.
➢ Nilai EOL yang diperlukan terdapat di dalam user's manual.
55

Power Supervision Relay

Gambar 3.22. Power supervision relay

✓ End of Line Relay, atau End of Line Power Supervision Relay (EOLR-1)
adalah merupakan perangkat sederhana yang menutup ketika menerima
12 Volt DC power.
✓ Jika daya hilang, maka relay terbuka.
56

3.2.2 Testing smoke detector


• Pengecekan smoke detector menggunakan smoke checker yang memiliki
konsentrasi aerosol dan disemprotkan dengan jarak 30 cm dari detector.
• Lamanya waktu akumulasi asap di chamber tergantung dari angin yang
terdapat di dalam ruangan.

Gambar 3.23. Penggunaan aerosol smoke checker


57

✓ Uji setiap smoke detector untuk memverifikasi bahwa masih


dalam kisaran sensitivitasnya, kalau tidak maka perlu
dikalibrasi.
✓ Detektor dengan sensitivitas 0,25 persen/kaki atau lebih di luar
kisaran sensitivitas yang diijinkan harus dibersihkan dan
dikalibrasi ulang atau diganti.
✓ Durasi semprotan, jarak antara detektor dan aerosol test, sudut
debit, dan kondisi lingkungan yang berbeda dapat menghasilkan
hasil acak.
✓ Banyaknya aerosol akan meninggalkan residu berminyak yang
dapat menarik debu atau kotoran dan akan menghasilkan
gangguan alarm.
58

3.2.3 Monitoring smoke detector


➢ Untuk memastikan bahwa setiap detektor tetap dalam kondisi
yang baik dan tidak ada perubahan yang akan mempengaruhi
kinerja detector, maka perlu dilakukan inspeksi visual duakali
setahun.
➢ Jika sensitivitas detektor di luar spesifikasi, bersihkan detektor
dan tes ulang.
➢ Jika batery hampir habis, maka alarm akan berbuyi.
➢ Penggantian batery sesuai rekomendasi pabrik.
3.3 Heat Detector
59

➢ Berfungsi untuk mendeteksi peningkatan suhu


ruangan secara drastis pada suatu ruangan.
➢ Berhubung dengan fire control panel.
➢ Ada dua jenis heat detector, yaitu ROR heat detector
dan fixed heat detector.
60

Cara Kerja Heat Detector Rate Of Rise (ROR) :

• Jika suhu naik, kontak 'B' pada strip


bimetal respons dengan cepat menutup
kontak 'C' dari sebagai akibat sinyal
alarm yang dihasilkan oleh sirkuit alarm
antara titik ‘A’ dan ‘D’.
• Jika suhu ruang sudah terpenuhi, maka
kontak 'E' menutup kearah 'F' sehingga
alarm akan berbunyi.

Gambar 3.25. Rate Of Rise Heat Detector


61

Cara Kerja Fixed Heat detector :

▪ adalah pendeteksi panas yang digunakan pada ruangan-ruangan


dengan memiliki suhu relatif tinggi.
▪ bereaksi terhadap panas yang lebih dari 68O C.
▪ sangat cocok digunakan pada ruangan seperti ruang mesin,
basement, dan lainnya
▪ area efektif detektor adalah 30 m2 (pada ketinggian plafon 4m)
atau 15m2 (untuk ketinggian plafon antara 4 - 8m).
▪ Sifat kontaknya adalah NO (Normally Open).
62

Gambar 3.26. Fixed head detector dan cara kerjanya


63

3.3.1 Instalasi Heat Detector

✓ Area deteksi sensor bisa mencapai 50 m2 untuk ketinggian


plafon 4m. Sedangkan untuk plafon lebih tinggi, area deteksinya
berkurang menjadi 30 m2.
✓ Ketinggian pemasangan max. hendaknya tidak melebihi 8 m.
✓ ROR banyak digunakan karena bekerja berdasarkan kenaikan
temperatur secara cepat di satu ruangan kendati masih berupa
hembusan panas.
✓ Umumnya pada titik 55O C – 63O C, sensor sudah aktif dan
membunyikan alarm kebakaran.
64

3.3.2 Testing Heat Detector


Pengecekan detektor panas dilakukan menggunakan hair dryer atau heater,
bisa dikombinasikan dengan heat detector yang lainnya.

Gambar 3. 27. Heat detector tester


65

3.3.3 Monitoring Heat Detector


Untuk mempertahankan sistem pendeteksian gas, maka
setiap alat harus :
• diperiksa (fisik, keausan, kerusakan, retakan, kerusakan
instalasi air, dan pastikan tidak ada penumpukan debu di
luar atau di dalam enklosur),
• diuji singkat pada semua sensor,
• dilakukan kalibrasi (bila diperlukan),
• dicatat hasilnya dalam log pemeliharaan.
3.4 Rangkuman
66

➢ Detector adalah peralatan yang digunakan untuk


mendeteksi adanya suatu obyek, yang namanya disesuaikan
dengan obyek yang dideteksi (gas detector, smoke detector,
heat detector).
➢ Ada dua macam gas detector, yaitu : Catalytic bed dan
Infra Red Gas Detector.
➢ Ada dua tipe smoke detector, yaitu : 2-Wire smoke detector
dan 4-Wire smoke detector.
➢ Ada dua macam heat detector, yaitu : Detector Rate Of
Rise (ROR) dan Fixed Heat detector.
67

4. Manual Call Point


4.1 Fungsi dan Kelengkapan Manual Call Point
68

4.1.1 Fungsi Manual Call Point

berfungsi untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran (Fire


Bell) secara manual dengan cara memecahkan kaca atau
plastik transparan di bagian pintu.

Gambar 4.1. Simbol Manual Call Point


Gambar 4. 2. Manul Call Point
69

4.1.2 Kelengkapan Manual Call Point

a. Fire Bell

b. Indicator lamp
4.2 Instalasi Manual Call Point
70

✓ Aspek yang harus diperhatikan adalah soal lokasi


penempatannya.
✓ Terbaik jika unit ini diletakkan di lokasi yang :
▪ sering terlihat oleh banyak orang,
▪ terlewati oleh orang saat berlarian ke luar
bangunan,
▪ mudah dijangkau.
71

Gambar 4. 5. Instalasi Manual Call Point


4.3 Testing Manual Call Point
72

➢ Testing Manual Call Point (MCP) dilakukan setiap


minggu.
➢ Selama tes, alarm tidak boleh beroperasi terlalu lama
sehingga ada perbedaan yang siap antara tes dan
gerakan yang tidak direncanakan.
➢ Ketika sistem terhubung ke pusat penerimaan alarm,
pusat harus diberitahu sebelum pengujian.
4.4 Monitoring Manual Call Point
73

➢Monitoring bertujuan untuk memantau dan memastikan


alarm kebakaran dapat beroperasi jika ada kondisi
darurat kebakaran, diperlukan tes alarm kebakaran
mingguan.
➢Dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab atas
alarm kebakaran dengan memeriksa apakah lampu daya
di panel kontrol alarm kebakaran menyala.
4.5 Rangkuman
74

• Manual call point (Emergency Break Glass) adalah peralatan


fire and gas system yang berfungsi untuk mengaktifkan sirine
tanda kebakaran (Fire Bell) secara manual dengan cara
memecahkan kaca atau plastik transparan di bagian tengah
depannya (pintu).
• Manual call point terdiri dari : MCP, Indicator Lamp, dan Fire
Bell.
• Hal-hal yang harus diperhatikan pada instalasi adalah soal
lokasi penempatannya :
✓sering terlihat oleh banyak orang,
✓terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan,
✓mudah dijangkau.
75

5. Maintenance
5.1 Inspeksi Visual Berkala
76

➢adalah pemeriksaan visual peralatan untuk memverifikasi


bahwa tidak ada yang berubah dari desain awal dan instalasi
yang akan mempengaruhi kinerjanya.
➢melakukan pemeriksaan dan mencari sejumlah kondisi yang
mungkin memengaruhi kemampuan sistem ketika terjadi
kondisi bahaya.
➢harus mempertimbangkan apakah modifikasi bangunan atau
perubahan hunian akan berdampak.
➢Standar minimum untuk inspeksi visual berkala ini dapat
ditemukan pada Tabel 14.3.1 Visual Inspection Frequencies
of the National Fire Alarm and Signaling Code (NFPA 72).
Tabel 5.1. Visual Inspection Frequencies
77
5.2 Pengujian Berkala (Periodic Testing)
78

➢Bertujuan untuk memvalidasi fungsionalitas dari fire protection


system.
➢Pengujian dilakukan dengan mengoperasikan setiap komponen
sistem untuk memastikan berfungsi jika terjadi keadaan darurat
yang sebenarnya.
➢Berdasarkan NFPA 72, Bab 10, tentang Inspeksi, dan Persyaratan
Pengujian dapat dibagi menjadi tiga tes :
1. Visual Inspection
2. Smoke entry testing
3. Calibrated Sensitivity Testing
5.3 Inhibit safety devices/by passing critical protection
79

➢ Dilakukan pada keperluan pekerjaan perawatan atau pengujian


peralatan, agar tidak mengaktifkan komponen safety yang terkait
dengan sistem tersebut.
➢ Menempatkan sistem dalam by pass harus disesuaikan dengan SOP
yang ada, karena terbatas pada periode waktu tertentu.
➢ Pelaksanaan by pass pada pekerjaan pemeliharaan, pengujian atau
perbaikan terhadap alarm kebakaran harus seijin supervisor.
➢ Pada pekerjaan yang menghasilkan debu harus diambil tindakan
untuk mengendalikan sejumlah debu, asap, uap, dll.
➢ Pekerjaan Panas tidak diperbolehkan dikerjakan di dalam gedung-
gedung yang memiliki gangguan alarm kebakaran atau sprinkle
system.
80
5.4 Rangkuman
81

➢ Maintenance adalah pekerjaan yang diperlukan untuk menjaga


fire system beroperasi dengan benar.
➢ Persyaratan pemeliharaan preventif ada yang mengharuskan
penggantiannya pada 5 tahun sejak tanggal pembuatan.
➢ Pengujian dilakukan dengan mengoperasikan setiap komponen
sistem untuk memastikannya berfungsi sebagaimana diperlukan
dalam kasus kejadian darurat yang sebenarnya.
➢ Untuk keperluan pekerjaan perawatan atau pengujian peralatan
perlu dilakukan inhibit safety devices/by passing critical
protection, agar tidak mengaktifkan komponen safety yang
terkait dengan sistem tersebut.
82

6. Troubleshooting
83

➢ Trouble adalah kondisi di mana sistem alarm kebakaran


beroperasi dalam mode terdegradasi karena kegagalan
peralatan, kegagalan sirkuit, kondisi kesalahan atau
kesalahan operasional.
➢ Setiap pabrikan mengeluarkan troubleshooting guide
yang berbada-beda.
Rangkuman
84

✓ Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi hebat dan berantai yang disertai
timbulnya panas san terjadi apabila terdapat ketiga unsur penyebab
kebakaran berada bersama-sama yang disebut sebagai tetrahedron api
✓ Untuk memadamkan peristiwa kebakaran adalah dengan cara memutus
salah satu unsur segitiga api yang menujang kebakaran.
✓ Agar sistem dapat bekerja dengan baik, pada saat perancangan dibuat
berlapis.
✓ Untuk memproteksi terjadinya kebakaran, maka perlu adanya detector
diantaranya adalah gas detector, smoke detector, dan heat detector.
✓ Untuk keperluan pekerjaan perawatan atau pengujian peralatan perlu
dilakukan inhibit safety devices/by passing critical protection, agar tidak
mengaktifkan komponen safety yang terkait dengan sistem tersebut.
85

7. Penutup
7.1 Kesimpulan
86

➢ Proteksi kebakaran (fire protection) adalah merupakan


aspek paling utama dalam program perlindungan dan
pencegahan bahaya kebakaran.
➢ Salah satu penyebab utama terjadinya kebakaran pada
berbagai industri adalah tindakan tidak aman atau
kondisi lingkungan yang tidak aman.
➢ Agas system dapat bekerja dengan baik, perlu
diadakan tindakan maintenance dan pengetesan sesuai
dengan yang disyaratkan oleh pabrikan.
7.2 Evaluasi
87

Untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan


peserta pelatihan dalam menyerap pengetahuan
yang disajikan, maka disetiap akhir bab yang
berkaitan dengan isi mata pelatihan diberikan
ujian dan ini sekaligus dijadikan evaluasi kinerja
peserta.
7.3 Tindak Lanjut
88

Setelah mempelajari materi ini, peserta


pelatihan akan melakukan kegiatan praktek di
workshop atau OJT.
89

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai