Anda di halaman 1dari 4

TUGAS AGENDA 2 – DISHARMONIS

dr. Yulia Nursyah Putri – A14.4.31


199407202022032003

1. Anda diminta mengidentifikasi potensi disharmonis yang terjadi dalam artikel yang
berjudul: “Atasi Disharmonis Sosial di Wilayah Hutan, KLHK Luncurkan Simplik “ pada
halaman 38 s.d. 41 Modul Harmonis.
2. Analisis penyebabnya
3. Analisis bagaimana solusi yang dilakukan oleh entitas untuk mengatasi
permasalahan tersebut

1. Potensi Disharmonis
Berdasarkan modul Harmonis, beberapa potensi disharmonis /tantangan yang
muncul dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
a. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti perbedaan tujuan,
cara melakukan sesuatu, dan sebagainya.
b. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat mencapai tujuan.
c. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga menimbulkan
kebingungan bagi masyarakat.
d. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang tidak tegas atau
lemah.
e. Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan norma yang
berlaku.
f. Terjadi proses disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak
sehat, tindakan kontroversial, dan pertentangan (disharmonis)
g. Menguatnya etnosentrisme dalam masyarakat yaitu berupa perasaan kelompok
dimana kelompok merasa dirinya paling baik, paling benar, dan paling hebat
sehingga mengukur kelompok lain dengan norma kelompoknya sendiri. Sikap
etnosentrisme tidak hanya dalam kolompok suku, namun juga kelompok lain
seperti kelompok pelajar, partai politik, pendukung tim sepakbola dan
sebagainya.
h. Stereotip terhadap suatu kelompok,yaitu anggapan yang dimiliki terhadap suatu
kelompok yang bersifat tidak baik. Seperti anggapan suatu kelompok identik
dengan kekerasan, sifat suatu suku yang kasar, dan sebagainya.
Potensi disharmonis yang sering terjadi dalam kawasan hutan produksi
berhubungan dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPPHHK) yang didorong
persamaan dan kepentingan social. Ketidakseimbangan pengetahuan para pihak yaitu
masyarakat dan pemilik IUPPHHK juga menjadi potensi disharmoni di wilayah hutan.
Selain itu terjadi disharmoni pengaturan tatakelola kawasan hutan. Pengelolaan
di bidang kehutanan sangat tergantung dari bagaimana norma hukum administrasi yang
terkait dengan pengelolaan hutan itu sendiri. Misalnya saat ini masih terjadi penafsiran
hukum administrasi tentang hutan, kawasan hutan dan yang paling sering terjadi adalah
kerancuan norma/tidak harmonisnya norma/konflik norma yang terjadi di lapangan
yang diakibatkan tidak terkelolanya ketentuan peraturan perundangundangan di bidang
penataan ruang, pemerintah daerah dan undang-undang kehutanan itu sendiri.
Ketidakpastian areal kawasan hutan atau tatabatas hutan sering menimpa
pemilik izin usaha kehutanan dan masyarakat adat atau masyarakat lokal yang berdiam
dan memanfaatkan lahan dan sumber daya di dalam kawasan hutan. Patokan batas
hutan ini sering tidak jelas sehingga sulit di verifikasi. Sudah sejak lama permasalahan
kawasan hutan bukan terletak pada sumber daya yang ada di dalam hutan tetapi lebih
ke masalah tenurial. Tanah sering menjadi sumber dasar konflik diantara pemangku
kepentingan.
Adanya dualisme praktik administrasi pertanahan di Indonesia juga menjadi
potensi disharmonisasi. Dalam praktiknya di dalam kawasan hutan legalitas
pemanfaatan tanah adalah melalui izin Kementerian Kehutanan sedangkan di luar
kawasan hutan merupakan wewnang Badan Pertanahan Nasional. Hal ini berimplikasi
pada munculnya berbagai aturan dan regulasi bidang pertanian di dalam dan luar
kawasan hutan, termasuk munculnya permasalahan kepastian hukum pengakuan
penguasaan tanah oleh masyarakat.
Contoh disharomis yang sering terjadi seperti pemberian izin oleh penjabat
publik yang memasukan wilayah kelola rakyat dalam bidang produksi, ekstraksi, maupun
konservasi; penggunaan kekerasan dalam pengadaan tanah; eksklusi sekelompok
masyarakatdari wilayah kelolanya; dan adanya perlawanan rakyak dari eksklusi.

2. Penyebab Disharmonis
Para sosiolog berpendapat bahwa akar konflik yaitu adanya hubungan social,
ekonomi politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status
social, dan kekuasaan. Penyebab terjadinya konflik secara umum antara lain : (1) Adanya
perbedaan pendapat antara individu atau kelompok; (2) adanya perbedaan kepentingan
antara individu atau kelompok; (3) adanya perubahan social di dalam masyarakat; (4)
adanya perubahan nilai dan sistem yang berlaku.
Merujuk pada artikel “Atasi Disharmonis Sosial di Wilayah Hutan, KLHK
Luncurkan Simplik”, disharmonis social dalam kawasan hutan produksi masih marak
terjadi. Mulai dari oknum hingga masyarakat adat atau sekitar terlibat di dalam
disharmonis di dalam kawasan hutan produksi dengan pemegang izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK). Hal ini mengingat perubahan peruntukan,
fungsi dan penggunaan kawasan hutan masih sarat dengan polemik dan kontroversi,
baik menyangkut lemahnya instrument pengaturan (persoalan sinkronisasi dan
harmonisasi), belum diimplementasikannya prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup
dalam kebijakannya, persoalan tata ruang yaitu lemahnya keterpaduan kebijakan lintas
sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan, penyimpangan atau
pelanggaran di lapangan, ataupun penyalahgunaan wewenang dari pihak yang terlibat
dalam pengambilan keputusan.
Mispersepsi mengenai penguasaan hutan terutama status hutan negara. Hutan
Negara adalah hutan yang di atas tanahnya sudah tidak ada lagi hak atas tanah yang
berarti tidak ada konflik dengan masyarakat. Masalah yang timbul suatu hutan Negara
bisa saja diakui oleh Negara terlebih dahulu tanpa melibatkan masyarakat lokal yang
terlebih dahulu disana. Hal ini menyebabkan posisi kawasan hutan tersebut tidak
terlepas dari bayang-bayang konflik suatu hari nanti.
Selain itu dapat terjadi dikarenakan peraturan perundang-undangan yang
tumpah tindih atau salah diinterpretasikan berbeda atau sengaja dibuat tidak jelas
untuk membuka kemungkinan penyimpangan. Kondisi ini sering di manfaatkan untuk
kepentingan pribadi yang merugikan Negara.

3. Solusi yang dapat dilakukan utnuk mengatasi permasalahan tersebut


a. Merealisasikan Simplik sebagai sistem informasi untuk pemetaan konflik dan
resolusi konflik pada IUPHHK
b. Harmonisasi semua peraturan perundang-undanganyang menyangkut masalah
tanah dan sumber daya alam lainnya
c. melakukan identifikasi dan analisis kembali untuk pemutakhiran pemetaan
terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis dan tidak
harmonis dan tidak sinkron secara berkelanjutan sesuai dengan perubahan
lingkungan strategies terkait pengawasan di bidang LKH. Kemudian dilakukan
penyusun rencana tahunan untuk revisi peraturan perundang-undangan yang
tidak harmonis/sinkron berdasarkan hasil indentifikasi atau pemetaan terkini.
d. Penyelesaian sengketa yang mengedepankan perdamaian melalui musyawarah
dan bertujuan membangun kembali harmonisasi paska sengketa dalam
masyarakat
e. Pembentukan kebijakan terpadu dalam penguasaan tanah dan kawasan hutan
dan koordiasi kewenangan antara sector terkait dengan urusan penguasaan
tanah dan kawasan hutan.

Anda mungkin juga menyukai