Anda di halaman 1dari 129

i

SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

DAFTAR ISI

Daftar Isi i
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vii
Daftar Singkatan dan Akronim ix
Kata Pengantar xi

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
C. Lingkup 3
D. Dasar Hukum Penyusunan Panduan 4
E. Sistematika Penulisan 5

BAB II JENIS PEKERJAAN KONTRUKSI JALAN 7


A. Pengantar 7
B. Jenis Pekerjaan Konstruksi Jalan 11
B.1. Perkerasan Lentur 12
B.2. Perkerasan Kaku 29

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONTRUKSI JALAN 43


A. Pengantar 43
B. Persiapan Pengujian Fisik 45
C. Pengujian Fisik – Ketepatan Volume 52
C.1. Pengukuran Ketebalan 53
C.2. Pengukuran Panjang dan Lebar Pekerjaan 54
C.3. Pengakuan Volume atau Tonase 55
D. Pengujian Fisik – Ketepatan Mutu 57
D.1. Perkerasan Lentur 57
D.2. Perkerasan Kaku 61
E. Kesimpulan dan Rekomendasi 68

BAB IV CONTOH KASUS TEMUAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN KONTRUKSI JALAN 71


A. Pengantar 71
B. Contoh Kasus Kelebihan Pembayaran Harga Satuan Timpang 71

i
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

C. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Lapis Permukaan, Perkerasan


Lentur 75
D. Contoh Kasus Kekurangan Mutu Pekerjaan Perkerasan Beton Semen,
Perkerasan Kaku 78

BAB V PENUTUP 83
A. Pemberlakuan Suplemen 83
B. Pemutakhiran Suplemen 83
C. Pemantauan Suplemen 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Kendaraan Berdasarkan Fungsi Jalan

Tabel 2.2 Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku

Tabel 2.3 Toleransi Elevasi Pekerjaan LFA

Tabel 2.4 Faktor Pembayaran Harga Satuan untuk Ketebalan Kurang atau Diperbaiki pada
Pekerjaan Lapisan LFA

Tabel 2.5 Faktor Pembayaran Harga Satuan untuk Kepadatan Kurang atau diperbaiki pada
Pekerjaan Lapisan LFA

Tabel 2.6 Tebal Minimum dan Toleransi Tebal Per Jenis Campuran Aspal Panas

Tabel 2.7 Rentang Toleransi Komposisi JMF Campuran Aspal Panas

Tabel 2.8 Frekuensi Pengujian per Jenis Pengujian Campuran Aspal Panas

Tabel 2.9 Faktor Pemotongan Pembayaran Harga Satuan untuk Ketebalan Kurang atau
Diperbaiki pada Pekerjaan Campuran Aspal Panas

Tabel 2.10 Faktor Pemotongan Pembayaran Harga Satuan untuk Kepadatan Kurang atau
Diperbaiki pada Pekerjaan Campuran Aspal Panas

Tabel 2.11 Takaran Pemakaian Lapis Perekat

Tabel 2.12 Ketebalan Lapisan Fondasi CBK

Tabel 2.13 Toleransi Elevasi Lapisan Fondasi CBK

Tabel 2.14 Toleransi Ketebalan CBK

Tabel 2.15 Tipikal Ketebalan Pelat Beton

Tabel 2.16 Faktor Pemotongan Pembayaran Berdasarkan Ketebalan Pekerjaan Perkerasan


Beton Semen

Tabel 2.17 Pemotongan Pembayaran Berdasarkan Kekuatan Pekerjaan Perkerasan Beton


Semen

Tabel 3.1 Ketentuan Rasio L/D

Tabel 3.2 Faktor Koreksi Jika 1 < rasio L/D < dari 1,75

Tabel 4.1 Daftar Harga Satuan Timpang pada Syarat-Syarat Khusus Kontrak

Tabel 4.2 Perbandingan Volume pada Daftar Kuantitas dengan Volume Adendum

Tabel 4.3 Rincian Penagihan Realisasi Pekerjaan dengan Harga Satuan Timpang dengan
Penambahan Volume > 110%

iii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tabel 4.4 Penghitungan Ulang Pembayaran Pekerjaan dengan Harga Satuan Timpang
dengan Penambahan Volume > 110%

Tabel 4.5 Tebal Benda Uji Inti sesuai Pengujian Fisik yang Dituangkan dalam BA Pengujian
Fisik

Tabel 4.6 Pembacaan Hammer Test saat Pengujian Fisik Awal

Tabel 4.7 Nilai Kuat Lentur Benda Uji Inti Sesuai Hasil Laboratorium

iv
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Foto Jalan Tol Kayu Agung Palembang – Betung

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Jalan

Gambar 2.2 Distribusi Beban pada Perkerasan Lentur

Gambar 2.3 Distribusi Beban pada Perkerasan Kaku

Gambar 2.4 Tipikal Lapisan Perkerasan Lentur

Gambar 2.5 Tipikal Lapisan Tanah Dasar

Gambar 2.6 Tipikal Penampang Lapisan Permukaan Perkerasan Lentur Berupa Campuran
Aspal Panas

Gambar 2.7 Ilustrasi Titik Pengambilan Benda Uji Inti untuk Lapisan Permukaan,
Perkerasan Lentur

Gambar 2.8 Tipikal Pemasangan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat pada
Perkerasan Lentur Lataston/HRS

Gambar 2.9 Contoh Penyemprot Tangan Aspal

Gambar 2.10 Tipikal Lapisan Perkerasan Kaku

Gambar 2.11 Tampak Atas dan Samping JPCP

Gambar 2.12 Ruji dan Batang Pengikat pada JPCP

Gambar 2.13 Tulangan pada JRCP

Gambar 2.14 Tampak Atas dan Samping CRCP

Gambar 2.15 Kabel Baja Prategang

Gambar 2.16 Tampak Samping dan Potongan Melintang Baja Ulir

Gambar 3.1 Metode Pengambilan Sampel dan Jenis Pengujian Lapisan Perkerasan Lentur

Gambar 3.2 Metode Pengambilan Sampel dan Jenis Pengujian Lapisan Perkerasan Kaku

Gambar 3.3 Penggunaan Jangka Sorong untuk Mengukur Ketebalan

Gambar 3.4 Pengujian Densitas Tanah Dasar atau LFA di Lapangan dengan Sand-Cone

Gambar 3.5 Pelaksanaan Pengujian CBR di Lapangan

Gambar 3.6 Benda Uji Inti dan Proses Pengambilan dengan Alat Core Drill

v
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 3.7 Potongan Benda Uji dan Proses Pengambilan Benda Uji dengan Pemotong
Aspal

Gambar 3.8 Pengujian Kuat Lentur Beton Semen

Gambar 3.9 Posisi Memegang Alat Hammer Test saat Pengujian

Gambar 3.10 Contoh Penentuan Titik Uji Hammer Test/ Palu Pantul

Gambar 3.11 Tabel Hammer Rebound

Gambar 4.1 Contoh Kesepakatan Titik Pengambilan Benda Uji Inti

Gambar 4.2 Lokasi Pengambilan Benda Uji Inti pada Pengujian Fisik Lanjutan

vi
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Spesifikasi Gradasi dan Sifat-Sifat LFA Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga
2018 (revisi 2)
Tabel I.a Gradasi LFA dan Lapis Drainase
Gambar I Perbedaan Visualisasi Agregat
Tabel I.b Sifat-sifat LFA dan Lapis Drainase

Lampiran II Bahan Pembentuk Campuran Aspal Panas


Tabel II.a Ketentuan Agregat Kasar
Tabel II.b Ketentuan Agregat Halus
Tabel II.c Persentase Gradasi Agregat Gabungan
Tabel II.d Ketentuan untuk Aspal Keras
Tabel II.e Tipikal Dimensi Serat Selulosa

Lampiran III Sifat Campuran Aspal Panas


Tabel III.a Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Stone Matrix Asphalt (SMA)
Tabel III.b Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Lataston/HRS
Tabel III.c Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston/AC
Tabel III.d Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston/AC Modifikasi

Lampiran IV Jenis dan Bahan Perkerasan Beton Semen pada Perkerasan Kaku
Tabel IV.a Kadar Air Agregat Halus/Pasir
Tabel IV.b Ketentuan Mutu Baja Tulangan

Lampiran V Jenis dan Faktor Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur dan Kaku

Lampiran VI Prosedur Pemeriksaan Harga Satuan Timpang

Lampiran VII Penghitungan Contoh Kasus Lapisan Permukaan pada Perkerasan Lentur

Tabel VII.a Penghitungan Tabel Rerata dari Pengukuran 3 Sisi Benda Uji Inti
Tabel VII.b Analisis Terima atau Tidaknya Tebal dan Densitas Lapisan AC-WC Sesuai
Hasil Pengujian Fisik
Tabel VII.c. Penghitungan Tonase Lapisan AC-WC Diakui Sesuai Hasil Pengujian Fisik
Tabel VII.d Penghitungan Pemotongan Harga Satuan (HS) Berdasarkan Tebal dan
Densitas Diakui Sesuai Spesifikasi Kontrak dhi. Spesifikasi Umum Bina
Marga
Tabel VII.e Penghitungan Pembayaran yang Seharusnya Sesuai Tonase, Tebal dan
Densitas Diakui

vii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Lampiran VIII Penghitungan Contoh Kasus Kekurangan Mutu Pekerjaan Perkerasan Beton Semen
Tabel VIII.a. Perhitungan rata-rata Nilai Lenting Hasil Pengujian Fisik
Tabel VIII.b. Hasil Pengukuran Kuat Lenting (R) Rata-rata Terkoreksi dan Kuat Lentur
pada Pengecekan Fisik

viii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

AASHTO : The American Association of State Highway and Transportation Officials


AC : Asphalt Concrete
AHSP : Analisis Harga Satuan Pekerjaan
AMP : Asphalt Mixing Plant
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASTM : American Standard Testing and Material
BA : Berita Acara
BAHP : Berita Acara Hasil Pemeriksaan
BAPP : Berita Acara Penjelasan Pekerjaan
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
BPSDM : Pengembangan Sumber Daya Manusia
CBK : Campuran Beton Kurus
CBR : California Bearing Ratio
CRCP : Continuously Reinforced Concrete Pavement
DPA : Dokumen Pelaksanaan Anggaran
DPPA : Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran
GPS : Global Positioning System
HPS : Harga Perkiraan Sendiri
HRS : Hot Rolled Sheet
HS : Harga Satuan
ITSR : Indirect Tensile Strength Ratio
JMF : Job Mix Formula
JPCP : Joined unreinforced (Plain) Concrete Pavement
JRCP : Joined Reinforced Concrete Pavement
Juklak : Petunjuk Pelaksanaan
KemenPUPR : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
KPA : Kuasa Pengguna Anggaran
Laston : Lapis Aspal Beton
Lataston : Lapis Tipis Aspal Beton
LFA : Lapisan Fondasi Agregat
LKPP : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
LWD : Light Weight Deflectometer

ix
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

MC : Monthly Certificate
Mpa : Megapascal
NDT : Non-Destructive Test
PDTT : Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
PermenPU : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
PermenPUPR : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
PHO : Provisional Hand Over
PMD : Pemberdayaan Masyarakat Desa
PP : Peraturan Pemerintah
PPK : Pejabat Pembuat Komitmen
PPTK : Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
PSN : Proyek Strategis Nasional
PUPRPKP : Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
RMPK : Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Rumaja : Ruang manfaat jalan
Rumija : Ruang milik jalan
RUP : Rencana Umum Pengadaan
Ruwasja : Ruang pengawasan jalan
SE : Surat Edaran
SK : Surat Keputusan
SMA : Stone Matrix Asphalt
SNI : Standar Nasional Indonesia
SPI : Sistem Pengendalian Intern
SPKN : Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
SPM : Surat Perintah Membayar
SPPBJ : Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
SSUK : Syarat-Syarat Umum Kontrak
TA : Tahun Anggaran
UKPBJ : Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
UU : Undang-Undang
WC : Wearing Coarse

x
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Jalan
(Suplemen) ini. Suplemen merupakan level kelima dalam hierarki Perangkat Lunak, dan
bertujuan untuk memberikan acuan atau tuntunan dalam melakukan Pengujian Fisik.
Penyusunan Suplemen ini sendiri telah melalui serangkaian proses mulai dari pemahaman
literatur, diskusi dengan pihak regulator, praktisi, dan tentunya Pemeriksa BPK sebagai pihak
yang akan menjadi pengguna utama dari Suplemen.
Suplemen ini merupakan pelengkap dari Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi (P-002.0/XII.3.4/2021 yang disahkan pada 28 Januari 2021). Panduan
tersebut memberikan informasi mengenai pengendalian intern yang seharusnya dijalankan
oleh Pemerintah dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sedangkan suplemen ini secara
khusus memberikan informasi mengenai tata cara pengujian fisik pekerjaan konstruksi jalan
khususnya pengujian ketepatan volume dan mutu sesuai perencanaan.
Sebagaimana kita ketahui, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) membolehkan
Pemeriksa untuk menggunakan ahli manakala diperlukan, namun demikian, SPKN juga
mengamanatkan bahwa Pemeriksa harus memiliki bukti yang menjamin kualitas hasil
pekerjaan ahli. Oleh karena itu, Suplemen ini hadir untuk memberikan referensi kepada
Pemeriksa mengenai tata cara pengujian fisik sehingga walaupun pengujian fisik akan
dilakukan oleh ahli terkait, namun Pemeriksa tetap memiliki kendali atas kualitas pekerjaan
ahli.
Secara spesifik, Suplemen menyajikan gambaran pengendalian mutu yang dilakukan
Pemerintah beserta jajarannya, kemudian Suplemen menjelaskan prosedur pengujian fisik
yang terdiri dari metodologi pengambilan dan pengujian sampel untuk menguji ketepatan
volume dan mutu pekerjaan. Lebih lanjut, Suplemen mengelaborasi beberapa contoh kasus dan
analisis pemeriksaan pekerjaan konstruksi jalan untuk menjadi acuan Pemeriksa.
Terakhir, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian Suplemen, kepada Bapak Anggota I dan Ibu Anggota IV
atas arahannya dalam penyusunan Suplemen, serta tentunya rekan-rekan Pemeriksa yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa Suplemen ini belum
sempurna, sehingga kami mengharapkan adanya masukan-masukan yang membangun
sebagai bahan perbaikan berkelanjutan dari Suplemen.

Jakarta, 7 Oktober 2021

Kaditama Revbang
B. Dwita Pradana

xi
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

A.1. Pembangunan Jalan sebagai Proyek Strategis Nasional

01 Konektivitas antar wilayah merupakan faktor penting untuk mendorong Pembangunan


pertumbuhan ekonomi nasional, dan pembangunan infrastruktur jalan jalan dan
adalah salah satu upaya untuk mewujudkan konektivitas tersebut. pertumbuhan
Infrastruktur jalan sangat menunjang kegiatan distribusi logistik, mobilisasi ekonomi
manusia, dan aksesibilitas antar wilayah yang secara langsung berdampak
pada pertumbuhan ekonomi. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (KemenPUPR) mengindikasikan Produk Domestik
Bruto/PDB (Lapangan Usaha) mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,33%1
setiap tahunnya untuk setiap peningkatan sektor konstruksi sebesar 9,99%.
Selain itu, kemudahan akses jalan berkontribusi positif bagi transaksi
perdagangan dan perekonomian Indonesia, sehingga Indonesia bisa
bersaing secara kompetitif dalam memasarkan produknya.

02 Melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Pembangunan
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan jalan masuk
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Pemerintah mencanangkan dalam Proyek
sebanyak 201 Proyek dan 10 Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Strategis Nasional
untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam (PSN)
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Terkait Pembangunan Jalan, setidaknya terdapat 54 ruas jalan yang masuk
dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut yang terdiri dari
pembangunan jalan tol baru, fly over, maupun penambahan lingkup jalan tol.
Gambar 1.1 menunjukkan Ruas Jalan Tol Kayu Agung-Palembang sepanjang
42,5 km yang merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera sebagai
salah satu kegiatan PSN yang telah diresmikan tanggal 26 Januari 20212.
Karena pembangunan infrastruktur jalan menjadi salah satu kegiatan besar
bagi pemerintah, sehingga pemeriksaan terkait infrastruktur jalan menjadi
salah satu fokus pemeriksaan BPK.

1
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020, Informasi Statistik Infrastruktur PUPR 2020
2
https://finance.detik.com/infrastruktur/d-5349552/3-fakta-tol-kayu-agung-palembang-yang-baru-diresmikan-jokowi,
diakses pada tanggal 1 Maret 2021

1
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 1.1. Foto Jalan Tol Kayu Agung Palembang – Betung

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/26/11544581/resmikan-tol-kayu-
agung-palembang-jokowi-ini-untuk-membuka-lapangan-kerja, diakses tanggal 1 Maret
2021

A.2. Pemeriksaan Infrastruktur dalam Renstra BPK Tahun 2020-2024

03 Berdasarkan Christady (2015), terdapat beberapa faktor mempengaruhi Kerusakan jalan


kinerja struktur jalan, yaitu kelembaban, temperatur, dan cuaca. Faktor-
faktor tersebut berkontribusi terhadap penurunan umur layanan jalan.
Selain itu, kerusakan jalan juga mempengaruhi umur layanan jalan.
Penyebab cepatnya kerusakan jalan diantaranya adalah beban sumbu roda
yang melebihi daya dukung jalan seperti muatan yang melebihi kapasitas
angkut kendaraan, volume lalu lintas yang melebihi desain/rencana,
kecepatan lalu lintas yang tidak sesuai desain/rencana, dan tidak terdapat
drainase atau drainase yang tidak berfungsi. Kerusakan jalan dapat juga
dipengaruhi oleh kualitas hasil pekerjaan saat proses kontruksi.

04 Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2020 Pemeriksaan
– 2024 diantaranya menyatakan bahwa salah satu upaya yang akan infrastruktur
dilakukan BPK dalam menilai dan mendorong perbaikan terhadap dalam Renstra
program pembangunan pemerintah adalah dengan menyelaraskan tema BPK 2020-2024
pemeriksaan BPK dengan agenda pembangunan yang menjadi fokus
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah
(RPJMN/RPJMD) 2020–2024. Salah satu dari tujuh agenda pembangunan
nasional dalam RPJMN/RPJMD 2020–2024 adalah penguatan infrastruktur.
Adapun sasaran agenda penguatan infrastruktur tersebut adalah:
a. Meningkatnya konektivitas nasional;
b. Meningkatnya Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi;

2
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

c. Meningkatnya tata kelola dan pemanfaatan sumber daya air;


d. Terpenuhinya perumahan dan permukiman layak, aman, dan terjangkau
untuk rumah tangga; dan
e. Terpenuhinya kebutuhan energi nasional.

05 Agar BPK dapat mendorong perbaikan program pembangunan pemerintah, Strategi


BPK perlu meningkatkan kualitas pemeriksaan sesuai mandat, memenuhi pemeriksaan BPK
permintaan pemangku kepentingan, dan melaksanakan pemeriksaan yang dalam Renstra
memperhatikan isu publik secara strategis, antisipatif, dan responsif. BPK 2020-2024

06 Dengan banyaknya proyek pembangunan jalan yang menjadi fokus Penyusunan


pemerintah dalam PSN, Pemeriksa perlu untuk merancang dan memperkuat Suplemen
metodologi pemeriksaan agar dapat memenuhi standar sebagaimana Panduan
dipersyaratkan dalam SPKN. Oleh karena itu Direktorat Penelitian dan pemeriksaan
Pengembangan (Litbang) menyusun Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan
Konstruksi Jalan.

07 Suplemen ini diterbitkan untuk melengkapi Seri Panduan Pemeriksaan Hubungan antara
Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor P-002.0/XII.3.4/2021. Suplemen
Seri Panduan tersebut lebih menekankan pada pengujian tata kelola dalam Panduan dengan
pelaksanaan kontrak konstruksi. Namun demikian, Pemeriksa dituntut Panduan
untuk tetap memahami pengujian-pengujian fisik yang akan dilakukan, Pemeriksaan
meskipun pengujian tersebut dilakukan oleh Tenaga Ahli atau laboratorium. Kepatuhan
Oleh karena itu, Suplemen Panduan ini disusun untuk memberikan referensi Pelaksanaan
tata cara pengujian fisik, khususnya pada pekerjaan konstruksi jalan. Pekerjaan
Konstruksi

B. Tujuan

08 Suplemen Panduan ini merupakan level kelima dalam hierarki Perangkat Tujuan
Lunak yaitu sebagai acuan atau tuntunan dalam melakukan kegiatan penyusunan
Pemeriksaan namun tidak bersifat mengikat. Suplemen Panduan ini dapat Suplemen
menjadi salah satu acuan yang dapat dipergunakan Pemeriksa dalam Panduan
melaksanakan pengujian fisik atas pekerjaan konstruksi jalan yang
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

C. Lingkup

09 Suplemen Panduan ini menyajikan tata cara pengujian fisik pekerjaan Lingkup
konstruksi jalan khususnya ketepatan volume dan mutu sesuai perencanaan Suplemen
dan/atau pembayaran tanpa memperhatikan faktor eksternal seperti cuaca Panduan
dan kegiatan manusia pada jalan tersebut. Referensi utama yang
dipergunakan dalam penyusunan suplemen ini adalah Surat Edaran (SE) No.
16.1/SE/Db/2020 tentang Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 untuk Pekerjaan
Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2) yang dikeluarkan oleh Direktorat

3
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Jenderal (Dirjen) Bina Marga pada KemenPUPR. Sesuai Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PermenPUPR) No. 13 Tahun 2020
tentang Organisasi dan Tata Kerja KemenPUPR, Dirjen Bina Marga
menyelenggarakan fungsi penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang penyelenggaraan jalan dhi. dengan menerbitkan
Spesifikasi Umum Bina Marga sebagaimana disebutkan di atas. Perubahan
standar yang digunakan mengikuti perkembangan.

10 Suplemen Panduan ini disusun sejalan dengan SPKN, Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan
(Juklak) Pemeriksaan Kepatuhan, dan Seri Panduan Pemeriksaan perangkat lunak
Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Pemeriksaan atas lain
pelaksanaan kontrak konstruksi yang dilaksanakan dalam kerangka
pemeriksaan atas laporan keuangan dapat menggunakan panduan ini
sepanjang relevan.

D. Dasar Hukum Penyusunan Panduan

11 Dasar hukum penyusunan Suplemen Panduan adalah: Dasar hukum


penyusunan
a. Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
panduan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
b. UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4654);
c. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa
dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 45);
d. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1);
e. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyusunan Peraturan,
Instruksi, Surat Edaran, Keputusan, dan Pengumuman pada Badan
Pemeriksa Keuangan;
f. Keputusan BPK Nomor 9/K/I-XIII.2/8/2017 tentang Pedoman Penyusunan
dan Revisi Perangkat Lunak pada Badan Pemeriksa Keuangan; dan
g. Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/5/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemeriksaan Kepatuhan.

4
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

E. Sistematika Penulisan

12 Suplemen Panduan ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut: Sistematika


penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang, tujuan, lingkup, dasar
hukum penyusunan, dan sistematika penulisan suplemen.

Bab II : Jenis Pekerjaan Konstruksi Jalan


Bab ini menjabarkan jenis pekerjaan konstruksi jalan yang
terdiri dari Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) dan
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), termasuk pengendalian
mutu pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Bab III : Prosedur Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Jalan


Bab ini membahas tahapan prosedur pengujian fisik
pekerjaan konstruksi jalan, metodologi pengambilan dan
pengujian sampel untuk menguji ketepatan mutu dan
ketepatan volume pekerjaan.

Bab IV : Contoh Kasus Temuan Pemeriksaan Pekerjaan Konstruksi


Jalan
Bab ini mengulas beberapa contoh kasus dan analisis
pemeriksaan pekerjaan konstruksi jalan, termasuk teknis
penghitungan dalam membuat indikasi permasalahan.

Bab V : Penutup
Bab ini menjelaskan pemberlakuan suplemen, pemutakhiran
suplemen, serta pemantauan suplemen termasuk kontak
yang dapat dihubungi untuk menyampaikan masukan dan
pertanyaan terkait suplemen ini.

5
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

BAB II
JENIS PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

A. Pengantar

01 Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan adalah prasarana Definisi jalan
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

02 Sesuai peruntukannya, jalan dikelompokkan menjadi: Pengelompokan


jalan
a. Jalan umum, adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
termasuk jalan tol; dan
b. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri,
dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.

03 Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan menyebutkan Kegiatan
kegiatan pembangunan jalan meliputi: pembangunan jalan

a. Pemrograman dan penganggaran merupakan kegiatan penetapan


rencana tingkat kinerja yang akan dicapai, serta perkiraan biaya yang
diperlukan;
b. Perencanaan teknis merupakan kegiatan penyusunan rencana teknis
yang berisi gambaran produk yang ingin diwujudkan dengan
memperhatikan aspek lingkungan hidup. Perencanaan teknis jalan
sekurang-kurangnya memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1) ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan
jalan;
2) dimensi jalan;
3) muatan sumbu terberat, volume lalu lintas, dan kapasitas;
4) persyaratan geometrik jalan;
5) konstruksi jalan;
6) konstruksi bangunan pelengkap;
7) perlengkapan jalan;
8) ruang bebas; dan
9) kelestarian lingkungan hidup.
Rencana teknis jalan wajib memperhitungkan kebutuhan fasilitas
pejalan kaki dan penyandang cacat.

7
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

c. Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru, pelebaran


jalan, atau perbaikan alinemen3, jika pelaksanaan konstruksinya di atas
hak atas tanah orang;
d. Pelaksanaan konstruksi merupakan kegiatan fisik penanganan
jaringan jalan untuk memenuhi kebutuhan transportasi jalan, yang
dilaksanakan sesuai perencanaan teknis; dan
e. Pengoperasian dan pemeliharaan jalan merupakan kegiatan
penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan, dengan
memperhatikan keselamatan pengguna jalan.

04 Lebih lanjut, PP No. 34 Tahun 2006 mengatur bagian-bagian jalan meliputi: Bagian-bagian
jalan
a. Ruang manfaat jalan (Rumaja) terdiri dari badan jalan, saluran tepi
jalan, dan ambang pengamannya. Rumaja hanya diperuntukkan bagi
median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan,
trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-
gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya;
b. Ruang milik jalan (Rumija) diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan,
pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan; dan
c. Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) merupakan ruang tertentu di luar
ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi Penyelenggara Jalan,
eruntukannya bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan
konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.
Secara umum, bagian-bagian jalan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Bagian-Bagian Jalan

a = lajur lalu lintas,


b = bahu jalan ,
c = saluran tepi,
d = ambang pengaman ,
x = b+a+b = badan jalan

Sumber : Modul Ajar Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi dan Penghitungan
Kekurangan Volume dan Mutu, Balai Diklat BPK RI

3
Alinemen jalan terdiri dari alinemen vertikal dan alinemen horizontal yang menyatakan titik-titik yang
membentuk garis (lurus atau lengkung) sebagai proyeksi sumbu jalan. Ketepatan alinemen sangat penting bagi
faktor keselamatan jalan

8
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

05 Jalan umum dioperasikan setelah memenuhi persyaratan laik fungsi jalan Laik fungsi jalan
secara teknis dan administrative sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dan prosedur
Menteri terkait. Uji kelaikan fungsi jalan dilakukan secara berkala paling penetapan
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai kebutuhan untuk jalan yang sudah
beroperasi. Prosedur pengujian kelaikan fungsi jalan umum dilaksanakan
oleh tim uji laik fungsi yang dibentuk Penyelenggara Jalan yang terdiri dari
unsur penyelenggaraan jalan yaitu instansi yang menyelenggarakan
urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Sebagai contoh
Penyelenggara Jalan Nasional adalah Kementerian PUPR, dan
Penyelenggara Jalan Provinsi adalah Pemerintah Provinsi dhi. dinas
terkait sesuai struktur organisasi Pemerintah Provinsi. Penetapan laik
fungsi jalan suatu ruas dilakukan oleh Penyelenggara Jalan yang
bersangkutan berdasarkan rekomendasi oleh Tim Uji Laik Fungsi Jalan.

06 Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) No. 19 Persyaratan dan


Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan kriteria
Teknis Jalan, Persyaratan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan meliputi: perencanaan teknis
jalan
a. persyaratan teknis jalan:
1) kecepatan rencana;
2) lebar badan jalan;
3) kapasitas jalan;
4) jalan masuk;
5) persimpangan sebidang dan fasilitas berputar balik;
6) bangunan pelengkap jalan;
7) perlengkapan jalan;
8) penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya; dan
9) ketidakputusan jalan.
b. kriteria perencanaan teknis jalan:
1) fungsi jalan;
2) kelas jalan;
3) bagian-bagian jalan;
4) dimensi jalan;
5) muatan sumbu terberat, volume lalu lintas, dan kapasitas jalan;
6) persyaratan geometrik jalan;
7) konstruksi jalan;
8) konstruksi bangunan pelengkap jalan;
9) perlengkapan jalan;

9
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

10) kelestarian lingkungan hidup; dan


11) ruang bebas.
Selanjutnya pemerintah mengatur kriteria kendaraan untuk setiap jenis
jalan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kriteria Kendaraan Berdasarkan Fungsi Jalan
Batas Maksimal Dimensi
Kelas Batas Maksimal Muatan
Fungsi jalan Kendaraan (meter)
Jalan Sumbu (tonase)
Lebar Panjang Tinggi
I Arteri dan 2,5 18 4,2 10
Kolektor
II Arteri, 2,5 12 4,2 8
Kolektor,
Lokal, dan
Lingkungan
III Arteri, 2,1 9 3,5 8
Kolektor,
Lokal, dan
Lingkungan
Khusus Arteri 2,5 18 4,2 10
Sumber: Permen PU No. 19 Tahun 2011.

Catatan:
Berdasarkan UU Nomor 38 Tahun 2004, jalan arteri merupakan jalan umum yang dapat
digunakan oleh kendaraan angkutan. Adapun jalan kolektor adalah jalan umum yang
ditujukan untuk kendaraan angkutan pengumpul atau pembagi.

07 Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR telah beberapa kali Spesifikasi Umum
menerbitkan dan merevisi Spesifikasi Umum Bina Marga untuk Pekerjaan Bina Marga 2018
Konstruksi Jalan dan Jembatan. Pada saat penyusunan suplemen, (revisi 2)
Spesifikasi Umum Bina Marga yang terkini adalah Spesifikasi Umum Bina
Marga 2018 (revisi 2) sesuai SE No. 16.1/SE/Db/2020 tanggal 27 Oktober
2020, yang lampirannya mengatur rinci perihal spesifikasi teknis
pekerjaan jalan dan jembatan Bidang Bina Marga. Selanjutnya lampiran SE
No. 16.1/SE/Db/2020 disebut Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2).
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) merupakan acuan teknis bagi
penyelenggaraan jalan meliputi pekerjaan konstruksi, penerimaan,
pengukuran dan pembayaran hasil pekerjaan jalan dan jembatan. Acuan
teknis ini dipergunakan untuk pelaksanaan pekerjaan jalan, namun tidak
termasuk jalan bebas hambatan dan jalan tol. Dalam panduan ini perlu
ditekankan bahwa penjelasan sesuai Spesifikasi Umum Bina Marga 2018
(revisi 2) disajikan untuk memberikan gambaran pekerjaan jalan,
sementara pelaksanaan pemeriksaan tetap dilaksanakan untuk menguji
kesesuaian dengan kesepakatan kontrak.

10
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

B. Jenis Pekerjaan Konstruksi Jalan

08 Berdasarkan PermenPU No. 19 Tahun 2011, konstruksi jalan terdiri dari Kontruksi jalan dan
lapis penopang, tanah dasar, lapis fondasi, dan lapis penutup, yang harus perkerasan jalan
diperhitungkan untuk mampu melayani beban lalu lintas rencana.
Selanjutnya konstruksi jalan yang diperuntukkan bagi jalan lalu lintas yang
terletak di atas tanah dasar, pada umumnya terdiri dari lapis fondasi
bawah, fondasi atas, dan lapis penutup disebut perkerasan jalan.

09 Berdasarkan bahan pengikatnya, perkerasan jalan dapat dibedakan Jenis perkerasan


menjadi: jalan

a. perkerasan lentur atau disebut flexible pavement dengan bahan


pengikat utama berupa aspal; dan
b. perkerasan kaku atau disebut rigid pavement dengan bahan pengikat
utama berupa beton.

10 Berdasarkan Christady (2015), fungsi utama perkerasan jalan adalah Fungsi perkerasan
menyebarkan beban roda kendaraan ke area permukaan tanah dasar yang
lebih luas dibandingkan luas kontak roda kendaraan dengan perkerasan
sehingga mengurangi tegangan maksimum pada tanah dasar. Pada
perkerasan lentur, daya dukung perkerasan bergantung pada ketebalan
dan kepadatan lapis fondasi dan lapis permukaannya. Sedangkan pada
perkerasan kaku, daya dukung utama struktur perkerasan diberikan oleh
mutu pelat beton. Selain itu, perkerasan kaku memiliki kemampuan untuk
mendistribusikan beban roda kendaraan ke area yang lebih relatif luas
disbanding perkerasan lentur. Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 menunjukkan
perbedaan distribusi beban roda kendaraan pada perkerasan lentur dan
perkerasan kaku.
Gambar 2.2. Distribusi Beban pada Perkerasan Lentur

Sumber: Christady (2015)

11
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 2.3. Distribusi Beban pada Perkerasan Kaku

Sumber: Christady (2015)

11 Selain pola penyebaran beban roda kendaraan ke lapisan dibawahnya, Perbedaan


terdapat beberapa perbedaan signifikan antara perkerasan lentur dan perkerasan lentur
perkerasan kaku. Tabel 2.2 menunjukkan beberapa perbedaan antara dan perkerasan
perkerasan lentur dan perkerasan kaku. kaku
Tabel 2.2. Perbedaan antara Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1 Digunakan untuk semua kelas jalan dan Kebanyakan digunakan untuk jalan
tingkat volume lalu-lintas kelas tinggi
2 Pengontrolan kualitas campuran lebih Pencampuran adukan beton mudah
rumit dikontrol
3 Umur rencana lebih pendek, yaitu 10 – Umur rencana dapat mencapai 20 -40
20 tahun tahun
4 Kurang tahan terhadap drainase buruk Lebih tahan terhadap drainase buruk
5 Biaya awal pembangunan lebih rendah Biaya awal pembangunan lebih tinggi
6 Biaya pemeliharaan lebih besar Biaya pemeliharaan kecil. Namun jika
terjadi kerusakan maka biaya
perbaikan lebih tinggi
7 Kekuatan perkerasan ditentukan oleh Kekuatan perkerasan lebih ditentukan
kerja sama setiap komponen lapis oleh kekuatan pelat beton
perkerasan
8 Tidak dibuat dalam panel-panel, Terdapat perkerasan yang dibuat
sehingga tidak ada sambungan dalam bentuk panel, sehingga
dibutuhkan sambungan-sambungan.
Sumber: Christady (2015)

B.1. Perkerasan Lentur

12 Perkerasan lentur yaitu perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai Definisi dan
bahan pengikat, yang merupakan campuran agregat batu pecah, pasir, karakteristik
material pengisi, dan aspal, yang dihamparkan dan dipadatkan (Christady, perkerasan lentur
2015). Perkerasan lentur dirancang untuk melendut (melengkung
kebawah) dan kembali ke posisi semula bersama-sama dengan tanah
dasar.

13 Terdapat beberapa keuntungan utama dalam pemakaian perkerasan Keuntungan utama


lentur, yaitu: perkerasan lentur

12
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

a. Permukaan perkerasan lentur, umumnya memberikan kualitas


layanan yang lebih nyaman, karena tidak bersambungan;
b. Perkerasan lentur tidak menimbulkan gangguan suara akibat kontak
roda kendaraan dengan permukaan aspal; dan
c. Perkerasan lentur bisa dengan cepat dibuka untuk lalu lintas, segera
setelah pemadatan selesai dan pendinginan aspal mencapai
keseimbangan dengan suhu sekitar.

14 Secara tipikal dari atas ke bawah, Perkerasan lentur terdiri atas lapisan- Lapisan
lapisan yang dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian (dapat dilihat pada perkerasan lentur
Gambar 2.4):
a. Lapisan penutup atau permukaan (surface course) berupa perkerasan
aspal;
b. Lapisan Fondasi Agregat Atas (LFA Atas atau base course);
c. Lapisan Fondasi Agregat Bawah (LFA Aawah atau sub-base course);
dan
d. Lapisan Tanah Dasar (sub-grade).
Dalam pelaksanaan konstruksi, komponen lapisan dan tebal setiap lapisan
pada perkerasan lentur sangat bergantung pada perencanaan dan jenis
pekerjaan yang hendak dilakukan. Sebagai contoh dalam jenis pekerjaan
peningkatan jalan, terkadang lapisan fondasi bawah dan/atau atas tidak
termasuk dalam lingkup pekerjaan, namun hanya perkerasan aspal
berupa pekerjaan overlay (lapis aspal tambahan).
Gambar 2.4. Tipikal Lapisan Perkerasan Lentur

Sumber : SE 04/SE/Db/2017

Tanah Dasar

15 Tanah sebagai pondasi yang secara langsung menerima beban roda Definisi lapisan
kendaraan dari lapis perkerasan yang di atasnya disebut tanah dasar tanah dasar
(Christady, 2015). Stabilitas tanah dasar akan mempengaruhi integritas
struktur perkerasan secara keseluruhan. Tanah dasar yang mengalami
tegangan berlebihan akan mengakibatkan deformasi permanen yang

13
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

berlebihan, sehingga permukaan perkerasaan di atasnya menjadi


bergelombang dan dapat menyebabkan kegagalan struktur permanen.

16 Sesuai Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), Penyiapan tanah Cakupan pekerjaan
dasar mencakup penyiapan, penggaruan, dan pemadatan permukaan penyiapan tanah
tanah dasar untuk dasar dari pekerjaan LFA bawah (sub-base) perkerasan dasar
di daerah galian. Tanah dasar mencakup seluruh lebar jalur lalu lintas dan
bahu jalan dan perlebaran setempat. Pekerjaan tanah dasar terdiri dari:
a. Galian minor atau penggaruan;
b. Pekerjaan timbunan minor;
c. Pembentukan dan pemadatan tanah;
d. Pengujian tanah; dan
e. Pemeliharaan permukaan yang disiapkan sampai bahan perkerasan
ditempatkan di atasnya.
Pekerjaan penyiapan tanah dasar harus segera diikuti oleh penghamparan
lapis fondasi bawah, jika tidak maka permukaan tanah dasar dapat menjadi
rusak.

17 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perkerasan jalan (perkerasan lentur Tipikal penyiapan


dan perkerasan kaku) diletakkan di atas tanah dasar yang berfungsi tanah dasar
sebagai fondasi dan penopang. Agar dapat menopang beban sesuai
rencana, tanah dasar harus memenuhi kriteria yang diatur dalam
spesifikasi kontrak. Apabila diperlukan, dapat dilakukan
treatment/perbaikan, yang salah satunya untuk meningkatkan stabilitas
dan daya dukung tanah dasar. Berdasarkan SE Dirjen Bina Marga No.
04/SE/Db/2017 perihal Penyampaian Manual Desain Perkerasan Jalan
Revisi 2017 di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga, lapisan tanah
dasar pada perkerasan jalan dapat berupa:
a. Permukaan tanah asli (at grade) yang dapat dilakukan pemadatan
untuk meningkatkan daya dukungnya atau lapis penopang sesuai
kebutuhan;
b. Permukaan tanah timbunan, apabila diperlukan penyesuaian elevasi
permukaan jalan yang lebih tinggi atau lapisan permukaan tanah asli
tidak memenuhi syarat spesifikasi. Tanah timbunan dapat berupa
timbunan biasa atau timbunan pilihan; dan
c. Permukaan tanah galian, apabila diperlukan penyesuaian elevasi
permukaan jalan yang lebih rendah atau lapisan permukaan tanah asli
tidak memenuhi syarat spesifikasi.
Penempatan tanah dasar pada perkerasan lentur dan kaku dapat dilihat
pada Gambar 2.5.

14
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 2.5. Tipikal Lapisan Tanah Dasar

Sumber: SE No. 04/SE/Db/2017

18 Berdasarkan SE No. 04/SE/Db/2017, tanah dasar perkerasan harus Persyaratan umum


memenuhi kriteria berikut: penyiapan tanah
dasar
a. Harus mempunyai nilai CBR4
rendaman rencana minimum. Nilai
minimum CBR tersebut mengacu Nilai minimum CBR yang
kepada spesifikasi teknis kontrak digunakan sebagai
atau, jika tidak disebutkan di dalam kriteria pemeriksaan
kontrak, sekurang-kurangnya adalah yang dicantumkan
sebesar 6%; dalam spesifikasi teknis
kontrak, atau sekurang-
b. Dibentuk dengan benar, sesuai kurangnya mempunyai
dengan bentuk geometrik jalan; CBR sebesar 6% jika tidak
c. Dipadatkan dengan baik pada disebutkan
ketebalan lapisan sesuai dengan
persyaratan;
d. Tidak peka terhadap perubahan
kadar air; dan
e. Mampu mendukung beban lalu lintas pelaksanaan konstruksi.

4
California Bearing Ratio (CBR) merupakan standar kekuatan material lapis tanah

15
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

19 Sesuai Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Toleransi


(revisi 2), Elevasi akhir setelah pemadatan permukaan tanah
Toleransi elevasi akhir tanah dasar tidak boleh lebih tinggi dari 2 dasar
permukaan tanah dasar cm atau lebih rendah 3 cm dari yang
yang dijadikan kriteria disyaratkan atau disetujui oleh Pengawas
pemeriksaan mengacu Pekerjaan. Selain itu, seluruh permukaan
kepada spesifikasi teknis akhir tanah dasar harus cukup rata dan
kontrak seragam serta memiliki kelandaian yang
cukup untuk menjamin pengaliran air
permukaan dan mempunyai kemiringan
melintang sesuai rancangan dengan
toleransi + 0,5%. Namun demikian kesepakatan toleransi elevasi adalah
sebagaimana yang dituangkan dalam kontrak.

20 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pengendali Pekerjaan melakukan Pengendalian mutu
pengendalian pekerjaan yang mencakup memeriksa dan menyetujui penyiapan tanah
Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK), menyetujui hasil dasar
pelaksanaan pengujian dan pemeriksaan mutu serta volume. Sementara
Pengawasan Pekerjaan memastikan proses pelaksanaan pekerjaan oleh
Penyedia sesuai ketentuan kontrak. Bentuk-bentuk kegiatan pengendalian
dan pengawasan pekerjaan konstruksi dapat dibaca lebih lanjut pada Seri
Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
Nomor P-002.0/XII.3.4/2021.
Lebih detailnya, Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) mengatur
petunjuk proses mencapai mutu yang disyaratkan dalam penerimaan mutu
suatu pekerjaan penyiapan tanah dasar. Dokumen pengendalian mutu
terkait pekerjaan tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Tahap persiapan kerja adalah pengajuan kesiapan kerja untuk seluruh
galian dan timbunan terkait pekerjaan tanah dasar; dan
b. Tahap pelaksanaan pekerjaan adalah dokumen tertulis setiap
selesainya suatu ruas pekerjaan dan sebelum penghamparan bahan
lain di atas tanah dasar yang terdiri dari:
1) hasil pengujian kepadatan;
2) hasil pengujian pengukuran permukaan; dan
3) data survei yang menunjukkan toleransi permukaan dipenuhi.
Untuk tanah dasar berupa tanah timbunan maka setiap lapisan timbunan
yang dihampar harus dipadatkan seperti yang disyaratkan, diuji
kepadatannya dan harus diterima oleh Pengawas Pekerjaan sebelum
pekerjaan berikutnya dihampar.

16
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Lapisan Fondasi Agregat (LFA)

21 Lapis Fondasi Agregat (LFA) untuk perkerasan lentur terdiri dari LFA Definisi pekerjaan
bawah dan LFA atas. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 lapis fondasi
(revisi 2), Pekerjaan LFA meliputi: agregat

a. pemasokan;
b. pemrosesan,
Pemrosesan harus meliputi, bila perlu, pemecahan, pengayakan,
pemisahan, pencampuran dan kegiatan lainnya yang perlu untuk
menghasilkan suatu bahan yang memenuhi ketentuan dari spesifikasi
umum Bina Marga atau spesifikasi kontrak.
c. pengangkutan;
d. penghamparan;
e. pembasahan;
f. pemadatan; dan
Pemadatan dilakukan pada agregat di atas permukaan yang telah
disiapkan dan telah diterima sesuai dengan spesifikasi teknis kontrak.
g. pemeliharaan lapis fondasi agregat atau lapis drainase yang telah
selesai sesuai dengan yang disyaratkan.

22 Spesifikasi agregat untuk lapis fondasi agregat telah diatur dalam Spesifikasi
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) yang merujuk pada Standar agregat pada LFA
Nasional Indonesia (SNI) 6388:2015 dan The American Association of State
Highway and Transportation Officials (AASHTO) M147-65 (2012). Secara
umum, kualitas LFA bawah dirancang lebih rendah dibandingkan LFA atas.
Namun dalam konstruksi perkerasan, spesifikasi agregat yang mengikat
diatur dalam spesifikasi teknis kontrak.
LFA tidak boleh ditempatkan, dihamparkan, atau dipadatkan sewaktu turun
hujan, dan pemadatan tidak boleh dilakukan segera setelah hujan atau bila
kadar air bahan jadi tidak berada dalam rentang yang diatur spesifikasi
kontrak.

23 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) mengatur lebih lanjut perihal Jenis LFA
empat jenis LFA yaitu :
a. LFA Kelas A yang pada umumnya digunakan sebagai LFA atas untuk
lapisan di bawah lapisan beraspal;
b. LFA Kelas B yang pada umumnya digunakan sebagai LFA bawah;
c. LFA Kelas C yang dapat digunakan untuk bahu jalan tanpa penutup
untuk Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) < 2000
kendaraan/hari; dan

17
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

d. LFA Kelas S yang dapat digunakan untuk bahu jalan tanpa penutup.
Selanjutnya LFA juga disyaratkan agar bebas bahan organik dan gumpalan
lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan setelah
dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan
pengayakan secara basah) dan memenuhi sifat-sifat yang disyaratkan
dalam spesifikasi teknis kontrak. Pengaturan spesifikasi gradasi dan sifat-
sifat LFA berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) dapat
dilihat pada Lampiran I, namun spesifikasi gradasi dan sifat-sifat LFA pada
pekerjaan tetap terikat spesifikasi yang disepakati dalam kontrak.

24 Dalam melaksanakan pekerjaan LFA, terdapat beberapa toleransi dimensi Toleransi dimensi
dan elevasi LFA, yaitu: dan elevasi LFA

a. Permukaan lapis akhir harus disetujui Pengawas Pekerjaan dengan


toleransi elevasi sebagaimana disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Toleransi Elevasi Pekerjaan LFA
Toleransi Elevasi Permukaan
Bahan dan Lapisan Fondasi Agregat relatif terhadap elevasi
rencana
LFA Kelas B digunakan sebagai LFA bawah + 0,00 cm
(hanya permukaan atas dari LFA bawah) -2,00 cm
Permukaan LFA Kelas A + 0,00 cm
-1,00 cm
Bahu Jalan tanpa Penutup Aspal dengan LFA + 1,50 cm
Kelas C atau Kelas S, dan Lapis Drainase -1,50 cm
Sumber : SE No. 16.1/SE/Db/2020

b. Permukaan LFA tidak boleh terdapat


ketidakrataan yang dapat menampung
air dan semua punggung (camber) Toleransi dimensi dan
permukaan harus sesuai dengan elevasi yang dijadikan
Gambar (dhi. spesifikasi teknis dalam kriteria pemeriksaan
kontrak); adalah yang
dicantumkan dalam
c. Tebal minimum LFA tidak boleh kurang
spesifikasi teknis
1,0 cm dari tebal sesuai Gambar (dhi.
kontrak
spesifikasi teknis dalam kontrak)
kecuali disetujui Pengawas Pekerjaan;
dan
d. Permukaan bahu jalan, termasuk setiap
perkerasan yang terhampar di atasnya,
tidak boleh lebih tinggi atau rendah 1,0 cm terhadap tepi jalur lalu lintas
yang bersebelahan.
Namun demikian perlu diperhatikan bahwa kesepakatan toleransi dimensi
dan elevasi kembali pada pengaturan yang tercantum dalam kontrak.

25 Untuk kontrak pekerjaan kontruksi jalan yang sudah mengadopsi Kompensasi


Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (Revisi 2), Pembayaran dapat ketebalan LFA
mempertimbangkan kompensasi kekurangan ketebalan pada LFA dengan

18
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

menambah ketebalan lapis di atasnya. Kompensasi ketebalan ini dapat


dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tambahan ketebalan pada lapisan atas untuk menutupi kekurangan
lapis LFA dibawahnya. Sebagai contoh, jika ketebalan lapis LFA bawah
kurang 1 cm dari gambar rencana, maka kompensasi dapat dilakukan
dengan menambah lapis di atas LFA tersebut minimum 1 cm; dan
b. Kekuatan lapisan tambahan yang akan mengkompensasi minimum
sama dengan kekuatan lapis LFA yang kurang.

26 Pengendalian mutu pada pekerjaan LFA terdiri dari pengendalian mutu Pengendalian mutu
kesiapan kerja, dan pengendalian mutu pada tahap pelaksanaan pekerjaan pekerjaan LFA
sebagai berikut:
a. Tahap persiapan kerja adalah sebagai berikut:
1) Pengajuan kesiapan kerja (Request for Work) sebelum pekerjaan
lapangan kepada Pengawas Pekerjaan yang dilengkapi dokumen
sebagai berikut:
a) Dokumen pendukung bahan agregat setiap penggunaan bahan
untuk pertama kalinya, untuk mendapatkan persetujuan
Pengawas Pekerjaan; dan
b) Dua contoh masing-masing 50 kg bahan, satu disimpan oleh
Pengawas Pekerjaan.
2) Pernyataan perihal asal dan komposisi setiap bahan yang
diusulkan untuk LFA, berikut hasil pengujian laboratorium yang
membuktikan bahwa sifat-sifat bahan telah sesuai spesifikasi
kontrak. Minimum 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang
diusulkan, yang dipilih untuk mewakili rentang mutu bahan yang
mungkin terdapat pada sumber bahan tersebut.
b. Tahap pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut:
1) Dokumen tertulis setelah selesainya setiap ruas pekerjaan dan
sebelum persetujuan diberikan untuk penghamparan bahan lain
di atas LFA atau Lapis Drainase;
2) Hasil pengujian kepadatan dan kadar air pada LFA sesuai
persyaratan;
3) Hasil pengujian pengukuran permukaan dan data hasil survei
pemeriksaan yang menyatakan bahwa toleransi yang disyaratkan
dalam gambar dhi spesifikasi teknis kontrak;
4) Pengujian ketidakseragaman bahan pekerjaan yaitu dengan:
i. lima pengujian gradasi;
ii. lima pengujian indeks plastisitas;
iii. satu penentuan kepadatan kering (SNI 1743:2008); dan
iv. pengujian CBR.

19
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Pengujian tersebut dilakukan setiap 1.000 m3 bahan pembangunan


jalan/penambahan lajur, atau setiap 500 m3 bahan untuk
pelebaran jalan (1000 m3 atau 500 m3 bahan yang dihamparkan
disebut segmen pekerjaan LFA);
5) Pengujian kepadatan dan air bahan LFA yang dipadatkan (SNI
2828:2011), serta keseragaman kepadatan dengan Light Weight
Deflectometer (LWD). Pengujian dilakukan sampai seluruh
kedalaman lapis pada lokasi yang ditentukan Pengawas
Pekerjaan, tetapi tidak boleh berselang lebih dari 100 m per lajur
pembangunan jalan/penambahan lajur, atau 50 m untuk
pelebaran jalan.

27 Spesifikasi Umum Bina Marga Pengendalian


2018 (revisi 2) mengatur pembayaran
Ada tidaknya pemotongan
pembayaran serta nilai faktor pengukuran pemotongan pekerjaan LFA
pemotongan pembayaran pembayaran pekerjaan LFA
pekerjaan LFA yang dijadikan sesuai ketebalan dan kepadatan
kriteria pemeriksaan adalah yang terpasang/aktual. Jika tebal
dicantumkan dalam spesifikasi minimum dan/atau densitas
teknis kontrak lapangan rata-rata suatu
segmen pekerjaan kurang dari
toleransi yang disyaratkan, maka
kekurangan ini harus diperbaiki
atau dapat diterima dengan Harga Satuan (HS) dikalikan faktor
pembayaran. Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 menyajikan faktor pembayaran HS
untuk kekurangan tebal dan kepadatan rata-rata untuk pekerjaan LFA
Bidang Bina Marga.
Bilamana ketebalan dan kepadatan LFA rata-rata kurang dari yang
disyaratkan, tetapi masih dalam batas toleransi, maka pembayaran
dilakukan dengan mengalikan HS dengan faktor pembayaran pada Tabel
2.4. dengan Tabel 2.5. Namun demikian, kesepakatan terkait pemotongan
adalah sebagaimana dicantumkan dalam kontrak (kecuali jika kontrak
menyatakan menggunakan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 revisi 2
sebagai kriteria)
Tabel 2.4. Faktor Pembayaran Harga Satuan untuk Ketebalan Kurang
atau Diperbaiki pada Pekerjaan Lapisan LFA
Faktor Pembayaran
Kekurangan Tebal
(% Harga Satuan)
0,00 – 1,00 cm 100%
> 1,00 – 2,00 cm 90% atau diperbaiki
> 2,00 – 3,00 cm 80% atau diperbaiki
> 3,00 cm harus diperbaiki

20
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tabel 2.5. Faktor Pembayaran Harga Satuan untuk Kepadatan Kurang atau
Diperbaiki pada Pekerjaan Lapisan LFA
Faktor Pembayaran
Kepadatan
(% Harga Satuan)
>100% 100%
99 - < 100% 90% atau diperbaiki
98 - < 99% 80% atau diperbaiki
97 - < 98% 70% atau diperbaiki
< 97% harus diperbaiki
Catatan:
Jika kontrak mempergunakan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) dan
hasil pemeriksaan menunjukkan kekurangan tebal dan/atau kekurangan
kepadatan tetapi masih dalam batas-batas toleransi, maka pembayaran dilakukan
dengan mengalikan HS dengan faktor pembayaran dan volume terpasang.

Realisasi Pembayaran = Faktor Pembayaran x HS x Volume Terpasang

Lapisan Permukaan Berupa Campuran Aspal Panas

28 Lapisan permukaan perkerasan lentur adalah berupa campuran aspal Defisini pekerjaan
yang pada umumnya berupa campuran beraspal panas (hot mix asphalt lapisan permukaan
concrete). Pekerjaan campuran beraspal panas mencakup pengadaan perkerasan lentur
bahan yang terdiri dari agregat, bahan aspal, bahan anti pengelupasan dan
bahan tambah atau stabilizer, yang dicampur secara panas di pusat
instalasi pencampuran serta menghampar dan memadatkan campuran
tersebut di atas LFA atau permukaan jalan yang telah disiapkan
(Spesifikasi Umum Bina Marga revisi 2, 2020). Dalam pekerjaan campuran
beraspal panas, satu segmen mewakili panjang hamparan yang dilapisi 1
kali produksi AMP dalam satu hari.

29 Jenis campuran aspal panas adalah sebagai berikut: Jenis campuran


aspal panas
a. Stone Matrix Asphalt (SMA) terdiri dari 3 jenis yaitu:
1) SMA Tipis dengan ukuran partikel agregat maksimum 12,5 mm;
2) SMA Halus, dengan ukuran partikel agregat maksimum 19 mm; dan
3) SMA Kasar dengan ukuran partikel agregat maksimum 25 mm.
b. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau Hot Rolled Sheet (HRS) dengan
ukuran partikel agregat maksimum 19 mm, terdiri dari 2 campuran
yaitu:
1) HRS Lapis Aus (HRS Wearing Coarse), HRS-WC; dan
2) HRS Fondasi (HRS-Base) yang mempunyai proporsi fraksi agregat
kasar lebih besar daripada HRS-WC.
3) Lapis Aspal Beton (Laston) atau Asphalt Concrete (AC) terdiri dari 3
jenis yaitu:

21
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

1) AC Lapis Aus (AC-WC) dengan ukuran partikel agregat maksimum


19 mm;
2) AC Lapis Antara (AC-BC) dengan ukuran partikel agregat
maksimum 25,4 mm; dan
3) AC Lapis Fondasi (AC-Base) dengan ukuran partikel agregat
maksimum 37,5 mm.
Urutan jenis dan tipikal penampang permukaan perkerasan lentur
berupa campuran aspal panas dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Tipikal Penampang Lapisan Permukaan Perkerasan Lentur


berupa Campuran Aspal Panas

Setiap campuran aspal panas terdiri dari bahan pembentuk berupa


agregat, aspal, bahan pengisi/filler, bahan anti pengelupasan, dan serat
selulosa (khusus untuk SMA). Penjelasan dan spesifikasi teknis setiap
bahan pembentuk dapat dilihat pada Lampiran II. Sementara sifat-sifat
campuran setiap jenis campuran aspal panas dapat dilihat pada Lampiran
III.
Dalam praktiknya, rencana komposisi jenis campuran aspal dicocokkan
dengan kondisi lingkungan dan beban lalu-lintas. Selanjutnya campuran
hanya bisa dihamparkan bila permukaan yang telah disiapkan dalam
keadaan kering dan diperkirakan tidak akan hujan.

30 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Toleransi


(revisi 2) menyatakan batas tebal Batas tebal toleransi campuran pekerjaan
toleransi dan nominal minimal aspal panas yang dijadikan campuran aspal
campuran aspal panas yang kriteria pemeriksaan adalah panas
dihamparkan dan rentang toleransi yang dicantumkan dalam
Job Mix Formula (JMF)5 spesifikasi teknis kontrak
sebagaimana disajikan pada Tabel

5
Job Mix Formula adalah formula campuran bahan-bahan pembentuk sehingga mencapai mutu yang
direncanakan/diharapkan

22
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

2.6, atau sebagaimana diatur dalam spesifikasi kontrak.


Tabel 2.6. Tebal Minimum dan Toleransi Tebal Per Jenis Campuran Aspal Panas
Tebal Nominal Toleransi
Jenis Campuran Simbol
minimum (cm) tebal (mm)
Stone Matrix Asphalt Tipis SMA Tipis 3,0 -2,0
Stone Matrix Asphalt Halus SMA Halus 4,0 -3,0
Stone Matrix Asphalt Kasar SMA Kasar 5,0 -3,0
Lataston Lapis Aus HRS-WC 3,0 -3,0
Lapis Pondasi HRS- Base 3,5 -3,0
Laston Lapis Aus AC-WC 4,0 -3,0
Lapis Antara AC-BC 6,0 -4,0
Lapis Pondasi AC-Base 7,5 -5,0

Tabel 2.7. Rentang Toleransi Komposisi JMF Campuran Aspal Panas


Toleransi Komposisi
Keterangan
Campuran
Agregat sama atau lebih besar dari 2,36 + 5% berat total agregat
mm
lolos ayakan 2,36 mm sampai + 3% berat total agregat
No. 50
lolos ayakan No. 100 dan + 2% berat total agregat
tertahan No. 200
lolos ayakan No. 200 + 1% berat total agregat
Kadar Aspal + 0,3% berat total agregat
Temperatur Bahan meninggalkan AMP dan -10 oC dari temperatur
Campuran dikirim ke tempat campuran beraspal di truk
penghamparan saat keluar dari AMP

Batas-batas toleransi yang disajikan pada tabel 2.6 dan 2.7 di atas
merupakan referensi yang bersifat umum. Adapun batas tebal toleransi
dan nominal minimal campuran aspal panas yang dihamparkan dan
rentang toleransi JMF yang dijadikan kriteria dalam pemeriksaan tetap
mengacu kepada spesifikasi teknis kontrak.
Catatan:
Jika kontrak mempergunakan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) dan
lapisan campuran aspal panas terhamparkan tidak memenuhi tebal yang
ditunjukkan pada gambar namun masih dalam batas toleransi Tabel 2.6., maka
kekurangan tebal lapisan campuran aspal panas bagian bawah dapat
dikompensasikan dengan kelebihan tebal lapisan di atasnya (Seksi 6.3.1.4).e)).

31 Dalam pelaksanaan pekerjaan lapisan permukaan berupa campuran aspal Pengendalian mutu
panas pada perkerasan lentur, terdapat beberapa kegiatan pengendalian pekerjaan lapisan
mutu yang perlu dilakukan. permukaan
campuran aspal
a. Tahap persiapan kerja adalah sebagai berikut:
panas
1) usulan metode kerja dan rumus campuran rancangan (Design Mix
Formula);
2) rencana jaminan mutu, untuk disetujui Pengawas Pekerjaan;
3) spesifikasi peralatan penghampar dan pembentuk harus
penghampar mekanis bermesin sendiri, untuk disetujui Pengawas
Pekerjaan;

23
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

4) spesifikasi alat pemadat roda baja, dan roda karet, untuk disetujui
Pengawas Pekerjaan;
5) laporan percobaan penghamparan;
6) spesifikasi dan kemampuan alat penghampar;
7) setiap bahan aspal yang diusulkan untuk digunakan, berikut
keterangan asal sumber dan data pengujian sifatnya;
8) contoh dari seluruh bahan yang disetujui untuk digunakan (yang
disimpan oleh Pengawas Pekerjaan selama masa kontrak,
termasuk agregat);
9) laporan tertulis yang menjelaskan sifat-sifat hasil pengujian dari
seluruh bahan, termasuk agregat;
10) laporan tertulis setiap pemasokan aspal beserta sifat-sifat bahan;
11) hasil pemeriksaan peralatan laboratorium dan pelaksanaan;
12) JMF dan data pengujiannya dalam bentuk laporan tertulis untuk
disetujui Pengawas Pekerjaan; dan
13) Asphalt Mixing Plant (AMP) yang digunakan Penyedia Jasa harus
memiliki sertifikat “laik operasi” dan sertifikat kalibrasi. Sertifikat
kalibrasi dikeluarkan Metrologi yang dibutuhkan adalah untuk
timbangan aspal, agregat dan bahan pengisi.
b. Tahap pelaksanaan pekerjaaan adalah sebagai berikut:
1) Setiap muatan truk yang meninggalkan pusat instalasi pencampur
aspal harus ditimbang dan dilengkapi tiket berat muatan truk. Untuk
setiap ruas pekerjaan yang diukur untuk pembayaran, jika berat
aktual yang terhampar (dihitung dari timbangan) kurang ataupun
lebih 5% dari berat yang dihitung dari ketebalan sesuai pengujian
benda uji inti, maka harus dievaluasi penyebabnya.
2) pengukuran pengujian permukaan;
3) laporan tertulis mengenai kepadatan dari campuran yang dihampar;
4) data pengujian laboratorium dan lapangan untuk pengendalian
harian takaran campuran dan mutu campuran, dalam bentuk
laporan tertulis;
5) catatan harian dari seluruh muatan truk yang ditimbang di alat
penimbang, termasuk tiket pengiriman campuran;
6) catatan tertulis mengenai pengukuran tebal lapisan dan dimensi
perkerasan;
7) pengujian untuk memeriksa toleransi kerataan, yang dilakukan
segera setelah pemadatan awal;
8) pengujian ulang untuk memeriksa toleransi kerataan, yang
dilakukan setelah penggilasan akhir; dan

24
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

9) pengujian rutin campuran dengan detail sesuai Tabel 2.8.


Tabel 2.8. Frekuensi Pengujian per Jenis Pengujian
Campuran Aspal Panas
Pengujian Frekuensi Pengujian
Gradasi dan Kadar Aspal Setiap 200 ton (min. 2 pengujian
per hari)
Kepadatan, stabilitas, pelelehan, Setiap 200 ton (min. 2 pengujian
Marshall Quotient,rongga dalam per hari)
campuran stabilitas Marshall Sisa atau
Indirect Tensile Strength Ratio (ITSR)
Rongga dalam campuran pada Setiap 3.000 ton
Kepadatan membal dan rasio
VCAmix/Vdrc (untuk SMA)
Campuran Rancangan (Mix Design) Setiap perubahan agregat/
Marshall rancangan

10) Pengujian ketebalan dan kepadatan campuran beraspal yang telah


dipadatkan dan dihamparkan, yang penghitungannya menggunakan
benda uji inti yang sama. Penyedia jasa berdasarkan petunjuk dari
Pengawas Pekerjaan mengukur tebal setiap lapisan campuran
dengan benda uji “inti” (core), yang paling sedikit diambil pada 2 titik
pengujian mewakili penampang melintang per lajur secara acak dan
jarak antar penampang melintang tidak lebih dari 100 m
sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Ilustrasi Titik Pengambilan Benda Uji Inti
untuk Lapisan Permukaan, Perkerasan Lentur

Kriteria Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (Rev. 2)

Benda Uji

Sumber: Modul Ajar Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi dan Penghitungan
Kekurangan Volume dan Mutu, Balai Diklat BPK RI).

Pada Gambar 2.7, setiap titik pengujian direpresentasikan oleh titik


berwarna hijau yang pada setiap 100 meter (Sta 0+100, Sta 0+200,
Sta 0+300, dan Sta 0+400) diambil 2 titik untuk masing-masing
lajur.

25
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

32 Spesifikasi Umum Bina Marga Pengendalian


2018 (revisi 2) mengatur pembayaran
Ada tidaknya pemotongan
pengukuran pemotongan pekerjaan
pembayaran serta nilai faktor
pembayaran pekerjaan campuran aspal
pemotongan pembayaran
campuran aspal panas pada panas
pekerjaan lapis permukaan
perkerasan lentur jika pekerjaan
berupa campuran aspal panas
yang dijadikan kriteria tidak memenuhi ketebalan
pemeriksaan adalah yang dan/atau kepadatan spesifikasi,
dicantumkan dalam spesifikasi dengan faktor pembayaran HS
teknis kontrak sebagaimana disajikan pada
Tabel 2.9 dan Tabel 2.10. atau
sebagaimana diatur dalam
spesifikasi kontrak.

Tabel 2.9. Faktor Pemotongan Pembayaran Harga Satuan untuk Ketebalan


Kurang atau Diperbaiki pada Pekerjaan Campuran Aspal Panas
Faktor Pembayaran
Kekurangan Tebal
(% Harga Diperbaiki)
0 – 1 x toleransi 100%
>1 – 2 kali toleransi 75% atau diperbaiki
>2 – 3 kali toleransi 55% atau diperbaiki
> 3 kali toleransi Harus diperbaiki

Tabel 2.10. Faktor Pemotongan Pembayaran Harga Satuan untuk Kepadatan


Kurang atau Diperbaiki pada Pekerjaan Campuran Aspal Panas
Faktor Pembayaran
Jenis Campuran Kepadatan
(% Harga Diperbaiki)
Campuran Beraspal ≥ 98% 100%
Lainnya 97 - < 98% 90% atau diperbaiki
96 - < 97% 80% atau diperbaiki
< 96% Harus diperbaiki
Lataston/HRS ≥ 97% 100%
96 - < 97% 90% atau diperbaiki
95 - < 96% 80% atau diperbaiki
< 95% Harus diperbaiki

Catatan:
Jika kontrak mempergunakan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) dan
hasil pemeriksaan menunjukkan kekurangan tebal dan/atau kekurangan
kepadatan tetapi masih dalam batas-batas toleransi, maka pembayaran dilakukan
dengan mengalikan HS dengan faktor pembayaran dan volume terpasang.

Realisasi Pembayaran = Faktor Pembayaran x HS x Volume Terpasang

Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat

33 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) mengatur cakupan Pekerjaan Definisi pekerjaan
Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat yaitu penyediaan dan lapis resap
penghamparan bahan aspal pada permukaan yang telah disiapkan

26
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

sebelumnya untuk pemasangan lapisan beraspal berikutnya dengan pengikat dan lapis
penjelasan sebagai berikut: perekat

a. Lapis Resap Pengikat harus dihamparkan di atas permukaan fondasi


tanpa bahan pengikat. Penghamparan Lapis Resap Pengikat dilakukan
dengan cara disemprotkan pada permukaan yang kering atau
mendekati kering.
b. Lapis Perekat harus dihamparkan di atas permukaan berbahan
pengikat seperti Lataston/HRS, Laston/AC, Lapis Fondasi Agregat
Semen dll. Penghamparan Lapis Perekat dilakukan dengan cara
disemprotkan pada permukaan yang benar-benar kering.
Tipikal Pemasangan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat
pada Perkerasan Lentur Lataston/HRS dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Tipikal Pemasangan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat
pada Perkerasan Lentur Lataston/HRS

34 Satuan pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat adalah Liter, Takaran volume
dengan takaran penyemprotan. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina lapis resap
Marga 2018 (revisi 2), takaran pemakaian Lapis Resap Pengikat dan Lapis pengikat dan lapis
Perekat berada dalam batas-batas berikut: perekat

a. Lapis Resap Pengikat dengan


takaran 0,4 s.d. 1,3 Liter (kadar Takaran pemakaian Lapis Resap
residu * 0,22 – 0,72 Liter) per m2; Pengikat dan Lapis Perekat yang
dan dijadikan kriteria pemeriksaan
adalah yang dicantumkan dalam
b. Lapis Perekat dengan takaran
spesifikasi teknis kontrak
yang disesuaikan dengan jenis
permukaan yang akan disemprot
dan jenis aspal yang akan dipakai
dengan tipikal takaran seperti pada Tabel 2.11. atau sebagaimana diatur
dalam spesifikasi kontrak.

27
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tabel 2.11. Takaran Pemakaian Lapis Perekat


Takaran (Liter/m2) pada
Permukaan Baru
Permukaan Porous Permukaan
Jenis Aspal atau Aspal atau
dan Terekspos Berbahan
Beton Lama yang
Cuaca Pengikat Semen
Licin
Aspal Cair 0,15 0,15 – 0,35 0,20 – 1,00
Aspal Emulsi 0,20 0,20 – 0,15 0,20 – 1,00
Aspal Emulsi 0,20 0,20 – 0,50 0,20 – 1,00
dimodifikasi Polimer
Kadar Residu* (Liter/m2)
Semua 0,12 0,12 – 0,21 0,12 – 0,60
Catatan: Takaran pemakaian Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat atas suatu pekerjaan
yang menjadi kriteria pemeriksaan tetap mengacu kepada kontrak.

35 Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) terdapat Pengendalian mutu
beberapa kegiatan pengendalian mutu dan pengujian di lapangan saat pekerjaan lapis
pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat dilaksanakan, yaitu: resap pengikat dan
lapis perekat
a. Tahap persiapan kerja adalah sebagai berikut:
1) Grafik penyemprotan (yang telah disetujui Pengawas Pekerjaan)
dan Buku Petunjuk Pelaksanaan yang melengkapi distributor
aspal. Grafik memperlihatkan (i) hubungan antara kecepatan dan
jumlah takaran pemakaian aspal, (ii) hubungan kecepatan pompa
dan jumlah nosel (sejenis pipa untuk mengontrol laju aliran
benda cair) yang digunakan, (iii) tinggi batang semprot dari
permukaan jalan dan kedudukan sudut horizontal dari nosel
semprot (untuk menjamin setiap lebar permukaan disemprot
oleh semburan tiga nosel); dan
2) Hasil pemeriksaan dan pengujian distributor aspal untuk menguji
kesesuaian dengan grafik penyemprotan sebelum pelaksanaan
pekerjaan penyemprotan.
b. Tahap pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut:
1) Contoh setiap aspal (sebanyak 5 Liter) dan sertifikatnya yang
disediakan pada setiap pengangkutan aspal ke lokasi pekerjaan;
2) Contoh setiap aspal (sebanyak 2 Liter) yang akan disemprotkan
dan diambil dari distributor aspal, yang masing-masing diambil
pada awal penyemprotan dan pada saat menjelang akhir
penyemprotan;
3) Laporan Pengawas Pekerjaan perihal percobaan lapangan untuk
mendapatkan takaran penyemprotan yang tepat;
4) Dokumen pengajuan dan persetujuan Pengawas Pekerjaan atas
Gradasi agregat penutup (blotter material);
a) Setiap 6 bulan atau setiap penyemprotan 150.000 Liter bahan
pelapis; dan
b) Setiap distributor aspal mengalami kerusakan atau
modifikasi.

28
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

5) Formulir catatan harian pelaksanaan penyemprotan termasuk


pemakaian aspal untuk setiap lintasan penyemprotan, dan
takaran pemakaian yang dicapai; serta toleransi takaran
pemakaian sebagaimana dikakulasi dengan persamaan berikut:

Toleransi takaran + (4% dari takaran 1% 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑖


= +
pemakaian yang diperintahkan) 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡

6) Dokumen persetujuan Pengawas Pekerjaan jika dilakukan


penyemprotan dengan hand sprayer (penyemprot tangan aspal ),
contoh penyemprot tangan aspal dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Contoh Penyemprot Tangan Aspal

Sumber : hantak.co.jp

7) Dokumen terkait perintah penghamparan lapisan berikutnya dari


Pengawas Pekerjaan setelah pelaksanaan lapis resap pengikat
dan lapis perekat, atau minimal 48 jam setelah penyemprotan
(namun rentang waktunya berbeda untuk Lapis Resap Pengikat
yang akan dilapisi Burtu atau Burda6 ). Penyemprotan kedua jenis
lapisan tersebut tidak boleh dilaksanakan pada waktu angin
kencang, hujan atau akan turun hujan. Frekuensi pemanasan
yang berlebihan atau pemanasan yang berulang pada temperatur
tinggi haruslah dihindari. Dan penyemprotan dapat dilakukan
mempergunakan alat penyapu mekanis dan atau kompresor,
distributor aspal, peralatan pemanas aspal dan peralatan untuk
menyebarkan kelebihan aspal. Jika penyemprotan dengan
distributor aspal tidak memungkinkan, maka Pengawas
Pekerjaan dapat menyetujui pemakaian hand sprayer.

B.2. Perkerasan Kaku

36 Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), perkerasan Definisi perkerasan
kaku (rigid pavement) adalah perkerasan yang terbuat dari beton semen kaku
yang terletak di atas lapis fondasi bawah beton kurus (lean mix concrete)

6
Burtu atau Laburan Aspal Satu Lapis adalah pekerjaan pelaburan satu aspal yang kemudian ditutup butiran
agregat. Burda atau Laburan Aspal Dua Lapis adalah pekerjaan pelaburan dua lapis aspal yang ditutup butiran
agregat

29
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

yang dilaksanakan sesuai dengan ketebalan dan bentuk penampang


melintang seperti yang ditunjukkan dalam gambar dalam kontrak.
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd T-14-
2003), perkerasan kaku dapat didefinisikan sebagai:
“struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung
(tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar,
tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal” (Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2003: 7).

37 SE No. 04/SE/Db/2017 menjelaskan bahwa penggunaan perkerasan kaku Keuntungan dan


mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian, antara lain: kerugian
perkerasan kaku
a. keuntungan:
1) struktur perkerasan lebih tipis kecuali untuk area tanah lunak;
2) pelaksanaan konstruksi dan pengendalian mutu lebih mudah;
3) biaya pemeliharaan lebih rendah jika mutu pelaksanaan baik;
4) pembuatan campuran lebih mudah; dan
5) umur rencana mencapai 40 tahun. Umur rencana ini lebih panjang
dibandingkan perkerasan lentur yang hanya 20 tahun.
b. kerugian:
1) biaya konstruksi lebih mahal untuk jalan dengan lalu lintas rendah;
2) rentan terhadap retak jika dilaksanakan di atas tanah lunak, atau
tanpa daya dukung yang memadai, atau tidak dilaksanakan dengan
baik (mutu pelaksanaan rendah); dan
3) umumnya, tingkat kenyamanan berkendara tidak sebaik
perkerasan lentur.

38 Perencanaan jalan di Indonesia mengaju kepada American Association of Perencanaan


State Highway and Transportation Official (AASHTO), khususnya AASHTO perkerasan kaku
(1993) tentang AASHTO Guide for Design of Pavement Structures.
Berdasarkan AASHTO (1993), terdapat beberapa hal penting untuk
diperhatikan dalam perencanaan perkerasan kaku yaitu:
a. kondisi lalu lintas baik sekarang maupun proyeksi pada masa yang
akan datang;
b. kondisi tanah dasar;
c. material konstruksi yang dipakai;
d. pengaruh lingkungan;
e. drainase;
f. biaya yang timbul selama masa manfaat perkerasan baik biaya
konstruksi, pemeliharaan maupun operasional;

30
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

g. desain bahu jalan; dan


h. tingkat reliabilitas perkerasan yang disyaratkan.

39 SE No. 04/SE/Db/2017 menjelaskan bahwa tipikal perkerasan kaku terdiri Jenis lapis
dari 4 lapis yaitu: perkerasan kaku
a. lapisan perkerasan beton semen;
b. lapis beton kurus;
c. lapis drainase agregat Kelas A; dan
d. lapisan tanah dasar (subgrade).
Secara umum, penampang lapisan perkerasan kaku dapat dilihat pada
Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Tipikal Lapisan Perkerasan Kaku

Sumber: Pd T-14-2003, diadaptasi.

Komponen lapisan dan tebal setiap lapisan pada perkerasan kaku sangat
bergantung pada perencanaan, yang kemudian dimasukkan ke dalam
syarat-syarat teknis setiap kontrak.

Tanah Dasar

40 Seperti pada perkerasan lentur, penyiapan tanah dasar mencakup Definisi penyiapan
penyiapan, penggaruan, dan pemadatan permukaan tanah dasar. Hal-hal tanah dasar
ini diatur utamanya dalam Bagian 6 dari SE 04/SE/Db/2017, serta seksi 3.1,
seksi 3.2, seksi 3.3 dan seksi 5.4 dari Spesifikasi Umum Bina Marga 2018
(revisi 2).
Pada panduan ini, persyaratan umum penyiapan tanah dasar, toleransi
permukaan, pengendalian mutu dan pengujian fisik penyiapan tanah dasar
merujuk pada bagian Tanah Dasar pada Perkerasan Lentur.

41 Perkerasan kaku tidak dianjurkan di kawasan gambut, dan jika terpaksa Kekhususan tanah
harus dilakukan di atas tanah lunak, maka diberi perlakuan tertentu dasar untuk
seperti penggalian dan penggantian seluruh tanah lunak, atau pemberian perkerasan kaku
lapis penopang. Perkerasan kaku di atas tanah lunak rentan terhadap
kerusakan dini seperti keretakan. Selain itu, pembangunan perkerasan
kaku di atas tanah lunak cenderung tidak efisien dikarenakan perlu adanya
perawatan berupa undersealing dan mud jacking pasca konstruksi.
Catatan: Undersealing adalah pengisian rongga yang terbentuk di bawah
perkerasan kaku dengan campuran tertentu sebelum permukaan perkerasan

31
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

kaku di atas rongga tersebut pecah atau retak. Sedangkan mud jacking adalah
penyuntikan bahan campuran tertentu ke bawah perkerasan kaku yang sudah
mengalami penurunan permukaan akibat adanya deformasi plastis tanah dasar.
Dengan mud jacking, permukaan perkerasan yang turun dapat kembali terangkat
ke level yang direncanakan.

Lapis Drainase Agregat Kelas A

42 Lapis drainase agregat kelas A merupakan sistem drainase yang dipasang Definisi dan
di bawah perkerasan dengan tujuan untuk menurunkan muka air tanah gambaran umum
atau mengalirkan air yang merembes melalui perkerasan. Lapisan ini pada lapis drainase
umumnya berupa Agregat Kelas A. Lapisan ini memiliki ketebalan 125 mm agregat Kelas A
untuk perkerasan kaku dengan lalu lintas sedang, dan 150 mm untuk lalu
lintas berat (SE No. 04/SE/Db/2017).
Pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), pekerjaan lapis fondasi
ini mengacu utamanya pada Seksi 5.1., Divisi 5. Penjelasan mengenai
definisi pekerjaan, lapis fondasi agregat, jenis bahan, gradasi, sifat-sifat,
toleransi dimensi dan elevasi, dokumen pengendalian mutu, pengujian fisik
dan penghitungan pemotongan pembayaran untuk lapisan drainase
agregat kelas A mengacu pada bagian Lapis Fondasi Agregat pada
Perkerasan Lentur.

Lapisan Fondasi Campuran Beton Kurus

43 Lapisan Fondasi Campuran Beton Kurus (CBK) atau Lean Mix Conrete Definisi
(CBK) digunakan sebagai lapisan subbase pada perkerasan kaku. Beton pekerjaan Lapisan
kurus tidak dipertimbangkan dalam penghitungan kekuatan struktur serta Fondasi CBK
harus terpisah dari pelat beton. Berdasarkan Pd T-14-2003, lapisan CBK
perlu diperlebar sampai dengan 60 cm dari batas terluar lapisan
permukaan. CBK umumnya terdiri dari campuran material berbutir dan
semen dengan kadar yang rendah.
Secara umum Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) mensyaratkan
kuat tekan untuk lapis fondasi bawah beton kurus pada umur 28 hari di
rentang 8 - 11 MPa. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pekerjaan dan
pemeriksaan, nilai kuat tekan yang dipakai untuk lapis CBK merujuk
kepada kontrak.
44 Berdasarkan SE No. 4/SE/Db/2017 ketebalan minimum lapisan fondasi Ketebalan
CBK adalah sebagai berikut: minimum Lapisan
Fondasi CBK
a. untuk lalu lintas berat, tebal CBK adalah minimal 100 mm; dan
b. jika tanah dasar mempunyai nilai CBR ˂ 2%, maka harus dipasang
pondasi bawah CBK setebal 150 mm.
Untuk lalu lintas rendah, SE No. 04/SE/Db/2017 tidak mensyaratkan adanya
lapisan fondasi CBK, akan tetapi SNI 8457:2017 memberikan petunjuk
mengenai tipikal ketebalannya sebagaimana pada Tabel 2.12.

32
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tabel 2.12. Ketebalan Lapisan Fondasi CBK


No. Uraian Tebal CBK Rujukan
1. Jalan Lokal dengan Lalu Lintas rendah 50 mm SNI 8457:2017
2. Jalan Kolektor dengan Lalu Lintas rendah 100 mm SNI 8457:2017
3. Jalan Khusus dengan Lalu Lintas rendah 100 mm SNI 8457:2017

Sebagai catatan tambahan, apabila nilai CBR tanah dasar ˂ 2% maka


harus dibuat pondasi bawah yang terbuat dari CBK setebal minimal 15 cm
(Pd T-14-2003).

45 Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) membatasi toleransi elevasi Toleransi ketebalan
Lapisan Fondasi CBK, baik elevasi kurang maupun elevasi lebih, dan elevasi Lapisan
maksimal 10 mm relatif terhadap elevasi rancangan. Kemudian, begitu Fondasi CBK
beton mengeras, permukaan Lapisan Fondasi CBK harus diuji dengan
memakai mistar lurus (straight-edges) sepanjang 3,0 m. Jika terdapat
kelebihan elevasi, maka dilakukan langkah-langkah sebagai pada Tabel
2.13.
Tabel 2.13. Toleransi Elevasi Lapisan Fondasi CBK
Ketentuan Elevasi Perlakuan
3 mm < Kelebihan elevasi ≤ 12,5 mm Diturunkan elevasinya dengan gurinda
sampai elevasinya tidak melampaui 3 mm
Kelebihan elevasi ˃ 12,5 mm Dibongkar dan diganti oleh Penyedia Jasa
atas biaya sendiri

Jika dilakukan pembongkaran, setiap lokasi atau ruas yang dibongkar


tidak boleh kurang dari 3,0 m panjangnya atau tidak boleh kurang dari
lebar lajur yang terkena pembongkaran. Bilamana diperlukan, setiap
bagian yang tersisa dari pembongkaran perkerasan beton dekat
sambungan yang panjangnya kurang dari 3,0 m, harus ikut dibongkar dan
diganti.
Selain toleransi elevasi juga diatur toleransi ketebalan CBK yaitu sebesar
5 mm. Dengan ketentuan sebagaimana Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Toleransi Ketebalan CBK
Ketentuan Toleransi Ketebalan Perlakuan
5 mm < Kekurangan Ketebalan ≤ 12,5 mm koreksi pembayaran
Kekurangan Ketebalan ˃ 12,5 mm pembongkaran

46 Secara umum, prosedur pengendalian mutu lapisan fondasi CBK identik Pengendalian mutu
dengan perkerasan beton semen. Kegiatan pengendalian mutu lapisan pekerjaan Lapisan
fondasi CBK secara spesifik menghasilkan dokumen yang dapat dianalisis Fondasi CBK
dalam proses pemeriksaan.
a. Tahap persiapan kerja adalah sebagai berikut:
1) data hasil pengujian atas seluruh bahan yang hendak digunakan
beserta sifat bahan-bahan tersebut; dan
2) dokumen rancangan campuran (mix design) yang disetujui
Pengawas Pekerjaan yang menunjukkan komposisi setiap bahan

33
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

pembentuk beton. Komposisi campuran tersebut dapat diubah


hanya jika terdapat persetujuan dari Pengawas Pekerjaan.
b. Tahap pelaksanaan kerja adalah sebagai berikut:
1) dokumen persetujuan tertulis dari Pengawas Pekerjaan jika
menggunakan bahan tambahan berupa Super Plasticizer/hing
range water reducer, dan sertifikat tertulis dari produsen jika bahan
tambahan merupakan hasil penggabungan 2 atau lebih bahan.
Dokumen persetujuan harus dilengkapi dokumen penilaian dan
pengujian lapangan yang memadai.
2) pengujian mutu CBK selama pekerjaan.
3) tiket kendaraan pengangkut campuran beton jika menggunakan
dump truck untuk mengangkut acuan bergerak (slip form) jika telah
disetujui Pengawas Pekerjaan;
4) dokumen hasil survei elevasi lapis fondasi bawah yang dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah pengecoran. Hasil survei lapis fondasi
bawah harus dijadikan dasar boleh-tidaknya memulai pekerjaan
lapis pekerjaan perkerasan beton semen;
5) dokumen hasil pengujian permukaan Lapisan Fondasi CBK dengan
memakai mistar lurus (straight-edge) sepanjang 3 m; dan
6) dokumen hasil pemeriksaan dan persetujuan pengawas atas
perbaikan dan pembongkaran lokasi yang keropos (jika ada).
Catatan:
Acuan bergerak adalah metode penghamparan, perataan, pemadatan, dan
pembentukan adukan beton semen menggunakan mesin khusus yang disebut
Slipform Concrete Paver.

Lapis Perkerasan Beton Semen

47 Lapisan perkerasan beton semen merupakan lapisan permukaan yang Definisi perkerasan
berfungsi sebagai penopang beban utama dalam perkerasan kaku. beton
Lapisan ini terdiri dari agregat sebagai bahan baku utama dengan semen
Portland atau semen hidraulik yang setara sebagai pengikatnya, dan
beberapa bahan lainnya. Jenis dan spesifikasi bahan pembentuk lapisan
perkerasan beton semen disajikan pada Lampiran IV. Selain itu juga
digunakan baja penahan (reinforcing steel), bahan penyalur beban, dan
bahan pengisi sambungan dalam perkerasan beton semen. Lapisan
perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan aspal.

48 Secara umum, ketebalan pelat beton ditentukan berdasarkan kondisi Tipikal ketebalan
tanah dasar, beban lalu lintas dan air (sesuai perencanaan). Dalam pelat beton pada
pemeriksaan, ketebalan pelat mengacu pada spesifikasi kontrak, namun perkerasan beton
SE No. 04/SE/Db/2017 telah memberikan petunjuk mengenai ketebalan semen
pelat beton semen sebagaimana pada Tabel 2.15.

34
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tabel 2.15. Tipikal Ketebalan Pelat Beton


Ketebalan
Beban Lalu Lintas Uraian
(mm)
Berat Kelompok sumbu kendaraan berat < 4.3 265
Kelompok sumbu kendaraan berat < 8.6 275
Kelompok sumbu kendaraan berat < 25.8 285
Kelompok sumbu kendaraan berat < 43 295
Kelompok sumbu kendaraan berat < 86 305
Rendah Akses terbatas hanya mobil penumpang dan
160-175
motor pada tanah lunak dengan lapis penopang
Dapat diakses truk pada tanah lunak dengan
180-200
lapis penopang
Akses terbatas hanya mobil penumpang dan
135 – 150
motor pada tanah dasar dipadatkan normal
Dapat diakses truk pada tanah dasar
160 - 175
dipadatkan normal

49 Selanjutnya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kategori


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017) perkerasan beton
mengategorikan perkerasan kaku menjadi: semen

a. Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan atau Joined


Unreinforced (plain) Concrete Pavement (JPCP).
Meskipun tanpa tulangan, JPCP dipasang ruji antar sambungan susut
pelat beton yang berfungsi untuk menyalurkan beban beton. Ketiadaan
tulangan pada JPCP menyebabkan pemuaian dan penyusutan diatasi
melalui sambungan. Jarak antar sambungan ini bermanfaat untuk
mencegah terbentuknya retak dalam pelat. Tampak atas dan samping
JPCP diilustrasikan pada Gambar 2.11. Sedangkan pasangan ruji antar
sambungan susut pelat beton dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11. Tampak Atas dan Samping JPCP

Sumber: BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017).

35
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 2.12. Ruji dan Batang Pengikat pada JPCP

Sumber: BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017).

b. Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan atau Joined Reinforced


Concrete Pavement (JRCP)
JRCP pada dasarnya sama dengan JPCP kecuali dalam hal ukuran pelat
dan adanya tulangan pada pelat. Penulangan pada perkerasan ini
ditujukan untuk "mengunci" retak agar tetap rapat, guna menjaga geser
sepanjang bidang retakan sebagai penyalur beban tetap berfungsi.
Gambar tulangan pada JRCP dapat dilihat pada Gambar 2. 13.
Gambar 2.13. Tulangan Pada JRCP

Sumber: BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017).

c. Perkerasan kaku menerus dengan tulangan atau Continuously


Reinforced Concrete Pavement (CRCP)
CRCP merupakan pelat beton dengan jumlah tulangan yang cukup
banyak (berkisar 0,6% sampai dengan 0,8% dari luas penampang
melintang beton), dan tanpa sambungan. Pada perkerasan ini, retak
rambut umum dijumpai. Akan tetapi retak tersebut “dipegang” oleh
tulangan yang ada sehingga agregat interlocking-nya serta penyaluran
gaya geser masih dapat terjadi. Tampak atas dan samping CRCP dapat
dilhat di Gambar 2.14.

36
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 2.14. Tampak Atas dan Samping CRCP

Sumber: BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017).

d. Perkerasan beton semen prategang atau prestresed concreted


pavement;
Perkerasan beton prategang adalah perkerasan kaku yang tegangan
tariknya dihilangkan atau dikurangi sampai batas tertentu dengan
pemberian gaya tekan permanen dan baja prategang (strand). Pada
perkerasan kaku ini, kuat tarik lentur beton ditingkatkan dengan
memberikan kabel-kabel baja prategang sebagaimana tampak pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Kabel Baja Prategang

Sumber: BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017).

e. Perkerasan beton semen pracetak


Dikarenakan pelat beton pada perkerasan ini terdiri dari panel-panel
yang telah dicetak, perkerasan beton semen pracetak memiliki
kelebihan dalam hal kualitas beton yang terjaga. Perkerasan beton
pracetak dapat dikategorikan menjadi:
1) perkerasan kaku pracetak tanpa tegangan; dan

37
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

2) perkerasan kaku pracetak dengan tegangan. Perkerasan ini terdiri


dari individual panel yang dicetak terlebih dahulu, diberi pratekan
dan dicetak selebar perkerasan jalan.
JPCP, JRCP, dan CRCP merupakan perkerasan kaku konvensional yang
perancangan dan rincian detail pada sambungan merupakan hal penting.

50 Dalam perkerasan beton semen umumnya dipakai bahan-bahan Bahan sambungan


sambungan berikut (Pd T-14-2003): perkerasan beton
semen
a. Bahan pengisi sambungan atau joint filler yang bersifat plastis dan
digunakan untuk mengisi celah sambungan muai agar celah tersebut
tidak terisi oleh benda asing;
b. Bahan penutup sambungan atau joint sealer yang bersifat plastis.
Bahan ini dipasang pada bagian atas dari sambungan untuk mencegah
masuknya benda asing ke dalam celah sambungan; dan
c. Ruji (dowel) yaitu sepotong baja polos lurus yang dipasang pada setiap
jenis sambungan melintang. Ruji berfungsi sebagai sistem penyalur
beban sehingga pelat beton yang berdampingan dapat bekerja sama
tanpa adanya penurunan yang signifikan.
Batang Pengikat atau tie bars yaitu baja ulir yang dipasang untuk mengikat
pelat pada sambungan memanjang. Tie bars berfungsi untuk menahan
agar pelat beton tidak bergerak secara horizontal. Contoh tampak samping
dan potongan melintang baja ulir untuk Batang Pengikat dapat dilihat pada
Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Tampak Samping dan Potongan Melintang Baja Ulir

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2017b)

51 Toleransi ketebalan dan elevasi pelat beton pada perkerasan beton semen Toleransi tebal dan
diatur dalam Divisi 5, Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2). Sama elevasi perkerasan
seperti lapisan fondasi CBK, toleransi elevasi baik elevasi kurang maupun beton semen
elevasi lebih untuk perkerasan beton semen adalah 10 mm relatif terhadap
elevasi rancangan. Toleransi ketebalan perkerasan beton semen adalah 5
mm, sama seperti lapisan fondasi CBK sebagaimana disajikan pada Tabel
2.13 dan Tabel 2.14.

38
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

52 Dokumen pengendalian mutu lapis perkerasan beton semen yang dapat Pengendalian mutu
dianalisis Pemeriksa terkait beberapa aktivitas pengendalian mutu atas perkerasan beton
volume dan kualitas pekerjaan adalah sebagai berikut: semen

a. Tahap persiapan kerja adalah sebagai berikut:


1) data hasil pengujian atas seluruh bahan yang hendak digunakan
beserta sifat bahan-bahan tersebut;
2) dokumen rancangan campuran (mix design) yang disetujui Pengawas
Pekerjaan yang menunjukkan komposisi setiap bahan pembentuk
beton. Komposisi campuran tersebut dapat diubah hanya jika
terdapat persetujuan dari Pengawas Pekerjaan; dan
3) hasil pengujian percobaan campuran beton (trial mix) di
laboratorium berdasarkan kuat tekan untuk umur 7 dan 28 hari, serta
umur-umur lain sesuai ketentuan Pengawas Pekerjaan.
b. Tahap pelaksanaan kerja adalah sebagai berikut:
1) penggunaan Bahan Tambahan
a) dokumen persetujuan tertulis dari Pengawas Pekerjaan jika
menggunakan bahan tambahan berupa Super Plasticizer/hing
range water reducer, dan sertifikat tertulis dari produsen jika
bahan tambahan merupakan hasil penggabungan 2 atau lebih
bahan. Dokumen persetujuan harus dilengkapi dokumen penilaian
dan pengujian lapangan yang memadai; dan
b) dokumen persetujuan Pengawas Pekerjaan untuk penggunaan
lebih dari selembar bahan pengisi sambungan.
2) kelecakan beton semen
Dokumen hasil pengukuran slump sesuai SNI 1972: 2008. Penentuan
kelecakan (workability) harus berdasar hasil dari pengukuran
tersebut.
3) pengujian mutu perkerasan beton
a) dokumen hasil pengujian benda uji balok untuk kuat lentur dan
benda uji silinder untuk kuat tekat yang diambil pada setiap lot
(50 m3 untuk beton yang dibentuk dengan acuan bergerak, dan
30 m3 untuk yang dibentuk dengan acuan tetap). Jumlah benda
uji disiapkan untuk pengujian pada umur 7 hari dan 28 hari.
b) dokumen hasil pengujian benda uji inti (core drill), bilamana hasil
pengujian dari 2 pasang benda uji balok di atas menunjukkan
bahwa kuat lentur tidak mencapai 90% dari yang disyaratkan,
Jumlah benda uji inti minimum sebanyak 4 benda uji, untuk
pengujian kuat tekan beton.
4) tiket kendaraan pengangkut campuran beton jika menggunakan
dump truck untuk mengangkut acuan bergerak (slip form) jika telah
disetujui Pengawas Pekerjaan;

39
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

5) dokumen persetujuan dari Pengawas Pekerjaan sebelum memulai


pekerjaan beton semen (surface course). Selain itu, pekerjaan
tersebut hanya dapat dimulai jika semua pekerjaan lapis fondasi
bawah, selongsong (ducting) dan beton pembatas antara jalan
dengan trotoar dan/atau median jalan (kerb) yang berdekatan sudah
selesai;
6) dokumen hasil survei elevasi atas perkerasan beton dan lapis
fondasi bawah yang dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
pengecoran. Hasil survei lapis fondasi bawah harus dijadikan dasar
boleh-tidaknya memulai pekerjaan lapis pekerjaan perkerasan
beton semen;
7) dokumen hasil pengujian permukaan perkerasan beton semen
dengan memakai mistar lurus (straight-edge) sepanjang 3 m;
8) dokumen hasil pemeriksaan dan persetujuan pengawas atas
perbaikan dan pembongkaran lokasi yang keropos (jika ada); dan
9) dokumen yang merinci hal-hal terkait instalasi, peralatan, dan
metode percobaan yang berkaitan dengan seluruh aspek pekerjaan
mencakup percobaan setiap tipe sambungan yang digunakan
sebelum dilakukan penghamparan. Percobaan dibuat sepanjang
minimal 30 m di luar lokasi pekerjaan. Hasil percobaan ini harus
disetujui oleh pengawas sebagai dasar percobaan permanen
sepanjang antara 150 m - 300 m di lokasi pekerjaan.
Dokumen izin dari pembukaan lalu lintas dari Pengawas Pekerjaan, tidak
boleh diterbitkan sebelum ada hasil pengujian terhadap benda uji yang
dicetak dan dirawat sesuai SNI 4810:2013. Hasil pengujian harus
menunjukkan kuat lentur di atas 90% dari kuat lentur minimum.

53 Spesifikasi Umum Bina Pengendalian


Marga 2018 (revisi 2) pembayaran
mengatur penghitungan Ada tidaknya pemotongan pembayaran pekerjaan
pemotongan pembayaran serta nilai faktor pemotongan pembayaran perkerasan beton
pekerjaan perkerasan pekerjaan perkerasan beton semen yang semen
beton semen berdasarkan dijadikan kriteria pemeriksaan adalah
yang dicantumkan dalam spesifikasi
ketebalan dan kuat lentur
teknis kontrak
terpasang. Jika tebal rata-
rata ketebalan kurang > 5
mm, tetapi tidak lebih
besar dari 12,5 mm, maka dilakukan pemotongan pembayaran sesuai Tabel
2.16 atau sebagaimana diatur dalam spesifikasi kontrak.
Tabel 2.16. Faktor Pemotongan Pembayaran Berdasarkan Ketebalan
Pekerjaan Perkerasan Beton Semen
No. Kekurangan Ketebalan Rata-Rata Faktor Pembayaran
1. 0 mm - 5 mm 100%
2. 6 mm - 8 mm 80%
3. 9 mm – 10 mm 72%
4. 11 mm – 12,5 mm 68%
5. Lebih besar dari 12,5 mm diperbaiki

40
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Jika kuat lentur perkerasan beton semen di usia 28 hari dalam setiap lot
tidak tercapai, akan tetapi tidak ditemukan permasalahan spesifikasi pada
aspek lain, pembayaran dapat dilakukan pemotongan pembayaran sesuai
tabel 2.17.
Tabel 2.17. Pemotongan Pembayaran Berdasarkan Kekuatan
Pekerjaan Perkerasan Beton Semen
No Kekurangan Kekuatan Rata-Rata Faktor Pembayaran
1. Kuat lentur < 90% Diperbaiki
2. 90% ≤ kuat lentur < 100% Harga Satuan dikalikan Faktor Pembayaran
sebesar 100% - 4% x penurunan setiap 0,1 MPa

Catatan:
Jika kontrak mempergunakan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) dan
hasil pemeriksaan menunjukkan kekuatan dan ketebalan perkerasan beton
semen rata-rata kurang dari yang disyaratkan tetapi masih dalam batas-batas
toleransi, maka pembayaran dilakukan dengan mengalikan HS dengan faktor
pembayaran dan volume terpasang.

Realisasi Pembayaran = Faktor Pembayaran x HS x Volume Terpasang

41
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

BAB III
PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

A. Pengantar

01 Pengujian fisik pada pemeriksaan pekerjaan konstruksi jalan identik Metode


dengan pengambilan benda uji/sampel di lapangan. Namun demikian pengambilan dan
pengujian fisik ini harus dilakukan berdasarkan hasil pengujian Sistem pengujian benda uji
Pengendalian Intern (SPI) yang memadai sehingga ada indikasi yang kuat
bahwa fisik jalan tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana diatur dalam
kontrak. Pengujian SPI dapat dilakukan salah satunya dengan menguji
pengendalian mutu yang dilaksanakan oleh penyedia.
Secara umum, apabila bagian konstruksi jalan yang akan diuji telah
tertutup lapisan di atasnya (misal untuk lapisan tanah dasar dan LFA),
maka metode pengambilan sampel dapat dilakukan dengan pembuatan
test pit. Sedangkan pada bagian lapakar oaisan permukaan perkerasan
lentur dan perkerasan kaku dan dilakukan dengan pengambilan benda uji
inti. Sementara metode pengambilan sampel untuk setiap lapisan
perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan
Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Metode Pengambilan Sampel dan Jenis Pengujian


Lapisan Perkerasan Lentur

43
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 3.2. Metode Pengambilan Sampel dan Jenis Pengujian


Lapisan Perkerasan Kaku

02 Pemeriksa memilih lapisan yang diuji serta metode pengujian dengan Pemilihan metode
mempertimbangkan risiko pemeriksaan, materialitas dan pekerjaan dan jenis pengujian
utama dari kontrak konstruksi jalan yang diperiksa. Risiko pemeriksaan
berkaitan dengan pertimbangan profesional pemeriksa dengan
memperhatikan beberapa hal seperti kondisi kerusakan jalan sesuai
penampakan jalan saat akan diperiksa. Jenis-jenis kerusakan jalan dan
faktor penyebab kerusakan dapat dilihat pada Lampiran V. Selain itu
Pemilihan metode disesuaikan dengan kondisi, ketentuan/standar yang
berlaku, praktik terbaik yang menjadi pedoman, yang kemudian disepakati
dalam BA Kesepakatan Pengujian Fisik.

Contoh 1
Hasil pemeriksaan perkerasan lentur di Provinsi AX selama 2 tahun
terakhir menunjukkan bahwa sudah tidak ada perbedaan volume pada
lapisan permukaan (risiko ketidaktepatan volume sangat rendah).
Sehingga pemeriksa langsung menentukan pengujian fisik untuk
mengidentifikasi ketepatan volume LFA sebagai fokus pemeriksaan.

Contoh 2
Kunjungan awal ke lokasi pekerjaan perkerasan kaku menunjukkan
kerusakan sambungan (joint spalling) perkerasan beton semen.
Kerusakan tersebut merupakan indikasi awal kualitas perkerasan
beton semen yang buruk, sehingga pemeriksa menentukan pengujian
fisik untuk mengidentifikasi ketepatan mutu perkerasan beton semen
yang diawali dengan hammer test.

44
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

B. Persiapan Pengujian Fisik

03 Pengujian fisik dapat dilakukan walaupun sudah dilakukan pengujian mutu Perlunya pengujian
oleh PPK atau Penyedia yang sudah dituangkan dalam back up data fisik
(quantity dan quality). Hal tersebut karena adanya kemungkinan perbedaan
antara benda uji yang dibuat langsung sebelum dipasang di lapangan,
dengan benda uji yang diambil dari konstruksi terpasang. Persiapan dan
pelaksanaan pengujian fisik tetap memperhatikan pertimbangan
profesional Pemeriksa.
Pertimbangan profesional Pemeriksa juga perlu dipergunakan untuk
menentukan perlu tidaknya melibatkan Tenaga Ahli untuk menguji
pekerjaan yang tidak terlihat, atau cukup dengan analisis dokumen dan
data yang bersumber dari pihak ke-3 dan entitas

04 Pemeriksa melakukan persiapan pengujian fisik berupa pengumpulan dan Langkah-langkah


analisis data awal dengan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan
pengujian fisik
a. Pemeriksa harus memperoleh informasi yang lengkap mengenai
paket yang akan diperiksa baik dari dokumen-dokumen terkait
maupun dari wawancara/ ekspose oleh entitas yang diperiksa;
1) Pemeriksa melakukan koordinasi awal dengan Pelaksana dan
Pengendali Pekerjaan dimulai semenjak entry meeting,
dilanjutkan dengan permintaan data maupun permintaan ekspose
perihal pekerjaan konstruksi yang menjadi objek pemeriksaan.
Melalui kegiatan ekspose, Pemeriksa dapat mempercepat
pemahaman perihal pelaksanaan konstruksi, sehingga
mempermudah pemilihan sampel;
2) Pemeriksa melakukan diskusi awal ataupun ekspose dengan
entitas yang diperiksa terkait proyek konstruksi yang diperiksa
(jika diperlukan untuk memahami gambaran umum konstruksi);
3) Pemeriksa mempelajari dan melakukan reviu/analisis awal
dokumen terkait;
4) Pemeriksa memastikan jenis kontrak pekerjaan (lumpsum atau
harga satuan) untuk menentukan metode pemeriksaan. Untuk
kontrak lumpsum, kriteria utama pemeriksaannya adalah gambar
dan spesifikasi (harga dan lingkup yang tetap). Output tidak bisa
diterima jika tidak sesuai dengan gambar/spesifikasi dan hal
tersebut menjadi risiko yang harus ditanggung Penyedia. Namun
Pemeriksa perlu berhati-hati untuk menilai ketidaksesuaian
output tersebut dengan mempertimbangkan:
a) ketentuan yang ada pada kontrak, jika kontrak menyatakan
bahwa ketidaksesuaian dengan spesifikasi tidak dapat dibayar
maka Pemeriksa mengikuti aturan kontrak; dan
b) signifikansi permasalahan, apakah output yang tidak sesuai
spesifikasi berdampak signifikan seperti pada pekerjaan

45
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

struktur atau tidak berdampak signifikan seperti pada


pekerjaan nonstruktur. Jika hasil pekerjaan tidak sesuai
dengan output yang disepakati, maka penetapan total loss
harus berdasarkan pertimbangan ahli.
Namun demikian, jika terjadi perubahan desain, maka kontrak
lumpsum dapat diuji dengan metode pengujian kontrak harga
satuan.
b. Pemeriksa harus memiliki gambaran mengenai efektivitas SPI atas
paket pekerjaan yang akan diperiksa. Pengujian SPI mengacu pada PP
No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
sebagaimana diuraikan pada Seri Panduan Pemeriksaan Kepatuhan
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor P-002.0/XII.3.4/2021;

Contoh:

1. PPK atau KPA belum sepenuhnya melakukan proses verifikasi


hasil pelaksanaan pekerjaan baik dalam hal pekerjaan fisik,
pekerjaan jasa Konsultansi supervisi maupun pekerjaan
swakelola. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
pengendalian belum secara efektif dapat mencegah risiko
terjadinya kelebihan pembayaran sebagai akibat
ketidaksesuaian pelaksanaan pekerjaan baik dari sisi volume
pekerjaan, spesifikasi/kualifikasi, dan metodologi;

2. PPK atau KPA mendasarkan kepercayaannya kepada hasil


pekerjaan Konsultan Supervisi dan Pengawas Teknik dalam hal
menilai kesesuaian pelaksanaan pekerjaan, tanpa melakukan
proses evaluasi atas apa yang dilaporkan; dan

3. Secara khusus terjadi penerbitan Surat Perintah Membayar


(SPM) oleh Kepala Dinas XYZ berdasarkan pengajuan tagihan
yang disetujui oleh KPA, padahal tagihan pembayaran tersebut
tidak didasarkan atas serah terima hasil pekerjaan yang
pertama (PHO), karena belum dilaksanakan.

c. Pemeriksa menggunakan pertimbangan profesional dalam


menentukan paket yang akan diuji fisik berdasarkan hasil analisis SPI
dan indikasi permasalahan yang ditemukan;
d. Pemeriksa menyusun rencana teknis pelaksanaan pengujian fisik,
termasuk alokasi waktu pengujian fisik, metode pengujian fisik, jadwal
dan lokasi pengujian fisik, serta apakah melibatkan Tenaga Ahli atau
tidak. Selanjutnya Pemeriksa menyepakati teknis pengujian fisik

46
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

dengan pihak-pihak terkait di dalam Berita Acara (BA) Kesepakatan


Pengujian Fisik; dan
e. Pemeriksa memastikan peralatan yang dibutuhkan untuk pengujian
fisik telah lengkap dan bisa dipakai saat pengujian fisik seperti jangka
sorong, meteran atau laser meter, alat bor, pemotong aspal, linggis,
Global Positioning System (GPS) atau peralatan lainnya.

05 Sebagai gambaran, berikut dokumen yang dapat dimintakan kepada Pengumpulan data
Pengendali Pekerjaan dan juga Pengawas Pekerjaan untuk kemudian awal pemeriksaan
dianalisis lebih lanjut:
a. Dokumen umum, seperti:
1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/Dokumen Perubahan
Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
2) Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan;
3) Surat Keputusan (SK) Pelaksana Kegiatan;
4) Laporan pengadaan/pemilihan penyedia dari Unit Kerja Pengadaan
Barang/Jasa (UKPBJ);
5) Rencana Umum Pengadaan (RUP);
6) Peta Lokasi Kegiatan;
7) Dokumen Harga Satuan Daerah atau sejenisnya; dan
8) Dan lain-lain dokumen yang diperlukan.
b. Dokumen khusus, seperti:
1) Kontrak dan dokumen yang menjadi bagian tidak terpisah dengan
kontrak (adendum, pokok perjanjian, dokumen penawaran berikut
metode kerja serta daftar kuantitas dan harga, syarat-syarat
khusus kontrak, Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), gambar-
gambar seperti gambar perencanaan, shop drawing, dan as built
drawing; serta dokumen lainnya seperti surat jaminan, Surat
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), Berita Acara Hasil
Pemeriksaan (BAHP), Berita Acara Penjelasan Pekerjaan (BAPP)
atau Aanwijzing), dll.;
2) RMPK yang disetujui Pengendali Pekerjaan, dan dokumen terkait
pelaksanaannya. Jika pekerjaan tidak mempunyai dokumen RMPK,
Pemeriksa dapat mengindentifikasi dan meminta dokumen
pengendalian mutu seperti Laporan Uji Mutu, Job Mix Design, JMF,
dan Uji Mutu Material, dll.;
3) Laporan-laporan, seperti Laporan harian, Laporan Mingguan, dan
Laporan Bulanan, serta foto dan dokumen lain sebagai
kelengkapannya; dan
4) Dokumen Pembayaran atau disebut Monthly Certificate (MC) dan
dokumen pembayaran termin, termasuk pendukung yang
melampirinya seperti BA Pemeriksaan Pekerjaan, Back Up Data
Perhitungan Kuantitas (Back Up Quantity) dan Perhitungan Kualitas
(Back Up Quality).
Terkait dokumen-dokumen tersebut, Pemeriksa perlu memastikan

47
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

keabsahan dokumen yang diterima sebelum diuji lebih lanjut.

06 Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas dokumen awal yang diminta dan Analisis dokumen
diterima. Dokumen awal tersebut mencakup pula dokumen pengendalian awal
mutu yang dibuat Pengendali Pekerjaan, Pelaksana maupun Pengawas
Pekerjaan pada saat pekerjaan berlangsung. Diharapkan hasil
pemeriksaan dokumen dapat menunjukkan efektivitas SPI yang dilakukan
Pengendali Pekerjaan, termasuk indikasi permasalahan yang perlu
ditindaklanjuti dengan Pengujian Fisik.

07 Analisis dokumen yang dapat dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian Contoh analisis
fisik lapangan, antara lain: dokumen awal

a. Melakukan pengujian kelengkapan kontrak, apakah kontrak telah


menerapkan kaidah-kaidah semestinya sesuai Permen PUPR No. 14
Tahun 2020 atau Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) No.9 Tahun 2018. Pemeriksa mengevaluasi apakah
kontrak telah mengatur prosedur pengendalian mutu selama
pelaksanaan, kriteria penerimaan pekerjaan, serta langkah-langkah apa
yang harus diambil jika terjadi kekurangan volume/kualitas. Apabila
kontrak tidak mengatur secara jelas ketentuan-ketentuan tersebut,
maka Pemeriksa membuat temuan terkait ketidaklengkapan kontrak.
Catatan:
Pada kondisi ini, Selanjutnya Pemeriksa dapat melakukan pengujian fisik terkait
volume dan mutu dengan mempergunakan kriteria yang lebih tinggi, misalnya
Spesifikasi Umum Bina Marga (revisi 2).
b. Melakukan pengujian aritmatika, yaitu menguji perhitungan (perkalian,
penjumlahan), pada perhitungan kuantitas dan harga item pekerjaan
pada kontrak;
c. Memastikan tidak ada item pekerjaan sama dengan harga satuan yang
berbeda;
d. Memastikan tidak ada item-item pekerjaan ganda, termasuk pekerjaan
yang sudah masuk ke pembentuk Harga Satuan item pekerjaan namun
juga terdapat harga satuan terpisah atas pekerjaan tersebut;
e. Membandingkan harga satuan bahan/material sebagai pembentuk
harga satuan pekerjaan pada kontrak dengan Harga Satuan Daerah yang
berlaku;
f. Membandingkan as-built drawing dengan dokumen pembayaran
(termasuk back up quantity dan quality), untuk memastikan volume dan
mutu sebenarnya yang terpasang, sehingga perlu untuk dilakukan
pengujian fisik;
g. Mempelajari komponen pembentuk Analisis Harga Satuan
Pekerjaan/AHSP (metode kerja, bahan, tenaga kerja dan alat) untuk
nanti dievaluasi/dibandingkan dengan realisasi di lapangan. Sebagai
catatan, Pemeriksa dapat melakukan evaluasi atas AHSP minimal
apabila ditemui salah satu kondisi berikut:
1) Terdapat indikasi awal kecurangan;

48
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

2) Terjadi pengurangan terhadap kuantitas, kualitas, dan pemenuhan


spesifikasi; dan
3) Terjadi perubahan penggunaan material atau cara kerja yang
menyebabkan perbedaan harga yang material (misalnya terdapat
pekerjaan galian dan timbunan jalan yang kemudian tidak dibuang
ke lokasi sebagaimana diperjanjikan dalam kontrak).
Selain itu, Pemeriksa memastikan adanya kesepakatan dengan entitas
tentang apa yang bisa dievaluasi dalam AHSP. Kesepakatan ini menjadi
hal utama yang harus diperhatikan sebelum melakukan analisis lebih
lanjut.
h. Dan lain-lain

Contoh hasil analisis dokumen awal yang dapat dilakukan Pemeriksa:

Contoh 1

Pengguna jasa dhi. entitas yang diperiksa telah melakukan


pembayaran sesuai penghitungan Back Up Data. Namun, jika
perbandingan penghitungan Back Up Data dengan as built drawing
menunjukkan ketidaksesuaian seperti volume pada Back Up Data
lebih besar dari as build drawing (kelebihan pembayaran), sehingga
perlu dilakukan pengujian fisik untuk memperoleh ukuran terpasang
sebenarnya.

Contoh 2

Pemeriksa membandingkan spesifikasi kontrak dengan dokumen


terkait pengendalian mutu berupa Job Mix Formula, dokumen hasil
pengujian rutin campuran, serta dokumen pengujian ketebalan dan
kepadatan hamparan. Jika diperoleh indikasi bahwa
kepadatan/densitas lebih kecil daripada spesifikasi kontrak, maka
perlu dipertimbangkan secara profesional untuk dilakukan pengujian
fisik termasuk mengambil benda uji inti untuk selanjutnya dilakukan
pengukuran kepadatan/densitas di laboratorium.

08 Item pekerjaan yang diuji, metode pengambilan sampel, metode pengujian BA Kesepakatan
sampel, jumlah sampel, titik pengambilan sampel, formula konversi hasil Pengujian Fisik
pengujian mutu, dll. harus dituangkan dalam BA Kesepakatan Pengujian
Fisik yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang terkait. BA Kesepakatan
Pengujian Fisik dapat dilihat pada Lampiran 4.5., Seri Panduan
Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor P-
002.0/XII.3.4/2021.

49
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

09 Salah satu informasi yang harus disepakati dalam Kesepakatan Pengujian Penentuan jumlah
Fisik adalah lokasi dan jumlah benda uji yang diambil. Penentuan jumlah benda uji
titik uji dan atau benda uji dapat ditentukan dengan pendekatan:
a. SNI 03-6868-2002 tentang tata cara pengambilan contoh uji secara
acak untuk bahan konstruksi memberikan pendekatan akar pangkat tiga
dari V ( 3√V) untuk menentukan jumlah titik pengambilan benda uji. V
dapat berupa satuan panjang atau lebar untuk pekerjaan satuan volume
dalam m2, atau volume dalam m3 untuk pekerjaan yang volume
satuannya m3. Jika jarak antar titik pengambilan benda uji cukup jauh,
maka Pemeriksa bisa melakukan penambahan titik pengambilan benda
uji sesuai dengan hasil pengujian fisik sementara.

Contoh
Panjang jalan sesuai kontrak adalah 30 km, dan pemeriksa
memutuskan menguji 10 km (10.000 m) dari STA 0 + 100 s.d. STA 10
+ 100, sehingga diperoleh titik uji sebanyak 22 titik (pembulatan
keatas dari 3√10.000 m). Dengan panjang 10.000 m, dan jumlah titik
uji 22 titik maka jarak antar titik adalah 450 m maka Pemeriksa
dapat menambahkan klausul penambahan titik uji pada BA
Kesepakatan Pengujian Fisik sesuai hasil pengukuran saat
pengujian fisik.
Kemudian, jika tebal benda uji pada titik kedua sesuai kesepakatan
dhi. STA 0 + 550 kurang dari spesifikasi kontrak (misalnya tebal LFA
sesuai spesifikasi kontrak adalah 20 cm, namun pengukuran benda
uji menunjukkan tebal 16 cm), maka dilakukan penambahan
pengambilan benda uji di STA 0 + 450 (mundur 100 m). Jika rata-
rata tebal benda uji dari STA 0+550 dengan benda uji STA 0 + 450
menunjukkan kesesuaian spesifikasi (misalnya tebal LFA 20,3 cm),
maka titik pengujian maju ke titik ketiga sesuai kesepakatan yaitu
STA 0 + 1000. Namun jika tebal rata-rata pada kedua titik kurang
dari spesifikasi kontrak, maka dilakukan penambahan benda uji di
STA 0 +350 (mundur lagi 100 m).

b. Pendekatan metode sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak (termasuk


prosedur pengujian saat Provisional Hand Over/PHO)
1). Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), jumlah
pengambilan benda uji inti (core drill) untuk mengukur ketebalan
pekerjaan lapis permukaan perkerasan lentur berupa campuran
aspal panas adalah paling sedikit harus diambil dua titik pengujian
yang mewakili per penampang melintang per lajur secara acak
dengan jarak memanjang antar penampang melintang yang
diperiksa tidak lebih dari 100 m.;

50
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

2). Benda uji inti (core drill) campuran aspal panas dapat digunakan
langsung untuk uji kepadatan/densitas di laboratorium;
3). Jumlah pengambilan benda uji inti (core drill) untuk menguji kuat
tekan (yang kemudian dapat dikonversi menjadi kuat lentur)
perkerasan beton semen disesuaikan dengan spesifikasi kontrak.
Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), pengujian
mutu pada saat pelaksanaan pekerjaan dilakukan pada setiap lot
yaitu 50 m3 untuk beton dari acuan gerak atau 30 m3 untuk beton dari
acuan tetap. Sehingga Pemeriksa menguji kuat tekan perkerasan
beton semen sesuai spesifikasi yaitu 1 titik uji mewakili 50 atau 30
m3 beton;
4). STA/Titik pengambilan benda uji inti (core drill) untuk menguji kuat
tekan perkerasan beton semen juga dapat dijadikan titik pengujian
ketebalan pekerjaan perkerasan beton semen;
5). Penentuan titik uji dan jumlah pengujian CBR Tanah Dasar dan
Agregat disesuaikan dengan spesifikasi kontrak misalnya lot
pekerjaan. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi
2) menyebutkan bahwa satu segmen agregat dan tanah dasar
adalah 1000 m3 untuk pembangunan jalan atau 500 m3 untuk
pelebaran jalan. Sehingga Pemeriksa menguji CBR pekerjaan LFA
dan tanah dasar sesuai spesifikasi yaitu titik uji mewakili 1000 atau
500 m3 agregat atau tanah; dan
6). Penentuan titik uji dan jumlah pengujian kepadatan/densitas
pekerjaan tanah dasar dan LFA disesuaikan dengan spesifikasi
kontrak. Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2)
menyebutkan bahwa pengujian kepadatan/densitas LFA tidak boleh
berselang lebih dari 100 m per lajur. Sehingga Pemeriksa menguji
kepadatan/ densitas tanah dasar dan LFA sesuai spesifikasi yaitu
per 100 m.
c. Jika kontrak tidak mengatur jumlah sampel yang perlu diambil saat
pengendalian mutu maupun PHO, maka Pemeriksa dapat mengambil
minimum sampel sejumlah akar pangkat tiga dari V ( 3√V) atau panjang
ruas jalan yang diuji. Jika hasil pengujian atas sampel tersebut
terdapat permasalahan sampel perlu ditambah sesuai Spesifikasi
Umum Bina Marga berlaku (misalnya dua benda uji per penampang
melintang dengan jarak tidak lebih dari 100 m); dan
d. Penentuan jumlah benda uji dan lokasi titik dapat dilakukan
berdasarkan pertimbangan profesional pemeriksa yang kemudian
disepakati dalam BA Kesepakatan Pengujian Fisik. Namun jumlah titik
yang diambil tetap harus memperhatikan kecukupan benda uji sesuai
spesifikasi pada kontrak. Jika Pemeriksa mendapatkan dukungan
Tenaga Ahli, maka Pemeriksa dapat mempertimbangkan masukan
perihal kecukupan benda uji dari Tenaga Ahli sebagai salah satu
pertimbangan profesional.

51
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

10 Dalam menentukan waktu pengujian fisik, pemeriksa dapat Waktu pelaksanaan


mempertimbangkan waktu selesainya penghamparan pekerjaan pengujian fisik
konstruksi jalan sebagai berikut:
a. Untuk jalan aspal tidak ada ketentuan baku mengenai kapan waktu
yang paling tepat untuk melakukan pengujian fisik. Secara best
practice, pengujian fisik jalan aspal dapat dilakukan sejak satu hari
setelah aspal dihampar dan dipadatkan.
b. Untuk jalan beton, sesuai dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018
(revisi 2), waktu yang paling tepat untuk melakukan pengujian fisik (uji
kuat tekan) adalah minimum pada hari ke-14 setelah terpasang (pada
saat kekuatan beton mencapai 85%). Pada hari ke-28 kekuatan beton
akan mencapai kekuatan optimum.
Namun perlu diperhatikan tidak semua pekerjaan konstruksi jalan
mengikuti Spesifikasi Umum yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bina
Marga. Pemeriksa perlu menyesuaikan dengan peraturan yang dijadikan
kriteria, sebagaimana dicantumkan dalam spesifikasi kontrak.

C. Pengujian Fisik - Ketepatan Volume

11 Pengujian ketepatan volume terpasang dilakukan dengan melakukan Satuan volume


pengukuran dimensi yang terdiri dari panjang, lebar, dan ketebalan. Dalam pekerjaan
melakukan perhitungan volume pekerjaan, perlu diperhatikan satuan yang
digunakan. Misalnya untuk pembayaran campuran beraspal panas satuan
yang digunakan adalah tonase terpasang sehingga nilai dimensi hasil
pengujian fisik di lapangan harus dikalikan dengan nilai densitas.
Catatan:

1. Pengujian densitas campuran beraspal panas dilakukan jika terdapat indikasi


berdasarkan pengujian dokumen pengendalian mutu, atau indikasi visual pada
benda uji inti yang sudah diambil, seperti benda uji inti berongga, atau air
mengalir dari benda uji. Jika pengujian densitas dianggap tidak perlu dilakukan,
maka penghitungan volume campuran beraspal panas mempergunakan data
yang disediakan entitas serta penyedia; dan
2. Pada saat pengujian fisik, pemeriksa mencatat di dalam Berita Acara (BA)
Pengujian Fisik hasil pengujian ketebalan terpasang setiap sisi benda uji sesuai
dengan yang terbaca pada jangka sorong. Adapun jika ketebalan terpasang
melebihi ketebalan yang tercantum pada spesifikasi kontrak, maka pembulatan
kebawah (sesuai spesifikasi kontrak) dilakukan pada saat menghitung ketebalan
rata-rata (disebut tebal yang diterima). Metode penghitungan yang sama juga
dilakukan untuk ketebalan LFA dan tanah dasar, serta lebar dan panjang jalan.
Contoh penghitungan dapat dilihat di contoh kasus pada Bab IV.

52
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

C.1. Pengukuran Ketebalan

Tanah Dasar, LFA, Lapis Drainase Agregat A, dan CBK

12 Pengukuran ketebalan Tanah dasar, LFA, Lapis Drainase Agregat A, dan Pengukuran
CBK terpasang dilakukan dengan membuat test pit yang bersifat merusak. ketebalan tanah
Jika sebelumnya pemeriksa telah membuat test pit untuk pengujian mutu, dasar, LFA, lapis
maka pengukuran ketebalan dapat dilakukan pada lubang yang sama. drainase agregat A,
dan CBK
Untuk menghindari destructive test pada perkerasan lentur dan
perkerasan kaku, pengujian ketebalan Tanah dasar, LFA, Lapis Drainase
Agregat A, dan CBK dapat pula dilakukan dengan pembuatan galian di
samping jalan pada STA dan sisi jalan yang sudah disepakati. Namun, tidak
ada standar dimensi gali samping yang dibuat. Pembuatan galian samping
disesuaikan dengan kebutuhan pemeriksaan sehingga dapat dilakukan
pengukuran ketebalan pada STA tersebut.

Lapisan Permukaan Berupa Campuran Aspal Panas

13 Untuk pekerjaan lapisan permukaan berupa campuran aspal panas yang Pengukuran
sudah dihamparkan, Pemeriksa mengukur tebal benda uji inti yang diambil ketebalan
di lapangan untuk mengetahui tebal jalan terpasang. campuran aspal
panas
Pengujian ketebalan pada benda uji inti perkerasan lentur minimal pada
tiga sisi yang berbeda dengan menggunakan jangka sorong untuk
mendapatkan hasil yang mewakili, sehingga diperoleh tebal terpasang
berupa tebal rerata atas tebal tiga sisi tersebut dengan contoh pengukuran
pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Penggunaan Jangka Sorong untuk Mengukur Ketebalan

Foto Oleh: Dedy Purbolaksito, Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur

53
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Lapisan Permukaan Berupa Perkerasan Beton Semen

14 Untuk melakukan pengukuran ketebalan perkerasan beton semen, Pengukuran


Pemeriksa dapat mengambil benda uji inti (destructive test) di lapangan ketebalan
dan mengukur ketebalan dengan jangka sorong untuk mengetahui tebal perkerasan beton
jalan terpasang. Pengukuran tebal benda uji inti untuk perkerasan beton semen
semen dapat diukur dengan prosedur sesuai American Standard Testing
and Material (ASTM) C174/C174M tentang Standard Test Method for
Measuring Thickness of Concrete Elements Using Drilled Concrete Cores,
atau SNI 03-6969-2003 tentang metode pengujian untuk pengukuran
panjang beton inti hasil pengeboran, atau dengan standar prosedur
pengujian yang disepakati para pihak sebagaimana tertuang dalam BA
Kesepakatan. Berdasarkan SNI 03-6969-2003, dilakukan sebanyak 9
pengukuran yang terdiri dari satu pengukuran pada posisi tengah, dan 8
pengukuran pada sisi-sisi benda uji, sehingga diperoleh tebal terpasang
berupa tebal rerata atas tebal sembilan sisi tersebut

C.2. Pengukuran Panjang dan Lebar Pekerjaan

15 Pengukuran panjang dan lebar terpasang pada pekerjaan perkerasan kaku Pengukuran
maupun pada perkerasan lentur dapat dilakukan dengan menggunakan panjang dan lebar
alat pengukur meter. terpasang

a. Pengukuran Panjang Jalan


Pengukuran panjang jalan dilakukan antar STA yang sama dengan
pengambilan benda uji inti ataupun pengukuran tebal LFA dan tanah
dasar. Panjang tersebut mewakili ruas jalan yang diuji pada pengujian
fisik, yang hasil pengukurannya dipergunakan dalam penghitungan
volume terpasang. Pengukuran jalan antar STA dapat dilakukan dengan
menggunakan meteran tali ataupun meteran roda sesuai dengan
panjang terpasang saat pengujian fisik.
Jika diperlukan pengukuran panjang semua ruas jalan sesuai kontrak,
maka Pemeriksa dapat memperkirakan panjang jalan dengan
menggunakan tracking GPS. GPS dinyalakan, Pemeriksa mengambil titik
pada STA awal dan menyusuri sepanjang ruas jalan hingga mencapai
STA akhir, lalu mengambil titik pada STA akhir. Data tracking GPS
kemudian dibaca dan dianalisis untuk memperoleh perkiraan panjang
jalan terpasang.
b. Pengukuran Lebar Jalan
Pengukuran lebar jalan dilakukan pada STA yang sama dengan
pengambilan benda uji inti ataupun pengukuran tebal LFA dan tanah
dasar. Pengukuran dilakukan tegak lurus dengan sumbu jalan, dari dua
sisi terluar perkerasan pada STA tersebut. Pengukuran jalan dapat
dilakukan dengan menggunakan meteran tali ataupun meteran roda
maupun laser meter dengan analisis sebagai berikut:

54
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

1) Apabila hasil pengukuran lebar jalan aspal atau perkerasan beton


semen lebih besar dari lebar desain, maka luas pekerjaan yang
diakui adalah lebar berdasarkan back up data dikalikan panjang jalan
terpasang (hasil pengujian fisik); dan
2) Apabila hasil pengukuran lebar jalan aspal atau perkerasan beton
semen lebih kecil dari lebar desain, maka luas pekerjaan yang diakui
adalah lebar terpasang (hasil pengujian fisik) dikalikan panjang jalan
terpasang (hasil pengujian fisik).

C.3. Pengakuan Volume atau Tonase

16 Setelah melakukan pengukuran dimensi, Pemeriksa melakukan Tahapan pengujian


perhitungan atas volume pekerjaan yang diakui. Hasil penghitungan ketepatan volume
volume yang diakui sesuai hasil pengujian fisik harus didiskusikan dengan
para pihak dan dituangkan dalam risalah hasil pembahasan hasil
penghitungan pemeriksaan. Berikut adalah analisis penghitungan volume
yang diakui :
1) Apabila hasil pengukuran ketebalan (tebal terpasang) lapisan
permukaan campuran aspal, perkerasan beton semen, LFA dan tanah
dasar lebih besar dari ketebalan desain, maka volume yang diakui
adalah berdasarkan tebal pada Back Up Data dikalikan luas pekerjaan
yang diakui. Pembayaran yang seharusnya dilakukan sesuai dengan
volume yang diakui;
2) Apabila hasil pengukuran ketebalan (tebal terpasang) lapisan
permukaan campuran aspal, perkerasan beton semen, LFA dan tanah
dasar lebih kecil dari ketebalan desain, namun masih dalam batas
toleransi yang ditetapkan dalam spesifikasi kontrak, maka volume
yang diakui adalah tebal terpasang (hasil pengujian fisik) dikalikan
luas pekerjaan yang diakui. Pembayaran yang seharusnya dilakukan
sesuai dengan volume yang diakui;
3) Apabila hasil pengukuran ketebalan (tebal terpasang) lapisan
permukaan campuran aspal, perkerasan beton semen, LFA dan tanah
dasar lebih kecil dari ketebalan desain dan selisihnya sudah melebihi
batas toleransi yang ditetapkan dalam spesifikasi kontrak, maka
pembayaran mengacu pada spesifikasi teknis kontrak. Jika
spesifikasi teknis kontrak menggunakan Spesifikasi Umum Bina
Marga 2018 (revisi 2), pembayaran dapat mengacu pada Spesifikasi
Bina Marga tersebut, yaitu diperbaiki oleh pelaksana pekerjaan.
4) Hitung luas pekerjaan yang diakui dengan penghitungan sebagai
berikut:

Luas diakui = lebar yang diakui x panjang jalan terpasang

55
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

5) Hitung volume/tonase pekerjaan yang diakui dengan penghitungan


sebagai berikut:
a) Volume LFA, tanah dasar, campuran aspal panas, dan perkerasan
beton semen

Volume yang diakui = tebal diakui x luas pekerjaan yang diakui

b) Tonase yang diakui lapis permukaan berupa campuran aspal


panas

Tonase yang diakui = volume yang diakui x kepadatan/densitas terpasang*

Catatan; Apabila Pemeriksa tidak melakukan pengujian


kepadatan/densitas di laboratorium, maka Pemeriksa dapat
mempertimbangkan nilai densitas dalam JMF ataupun Back Up Data.
Jika terdapat perbedaan antara densitas pada JMF dan Back Up Data,
pemeriksa dapat terlebih dahulu melakukan wawancara konfirmasi
dengan PPK, Pengawas Pekerjaan, dan atau Pelaksana Pekerjaan untuk
mendapatkan konfirmasi densitas yang lebih dapat diyakini validitasnya.

c) Volume Terpasang Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat


Pengujian fisik pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis
Perekat dilakukan untuk mengetahui jumlah Liter residu
terpasang yang dihamparkan. Dengan mengukur luas jalan dalam
satuan m2 (panjang x lebar), dan mendapatkan realisasi takaran
pemakaian (sesuai formulir catatan harian atau spesifikasi
kontrak), maka akan diperoleh total volume Lapis Resap Pengikat
dan Lapis Perekat yang dipergunakan/terpasang.
6) Penghitungan kelebihan pembayaran yang didiskusikan dengan para
pihak dan dituangkan dalam risalah hasil pembahasan hasil
penghitungan pemeriksaan.

Kelebihan pembayaran = (Volume Pembayaran – volume yang diakui) x HS*


atau
Kelebihan pembayaran = (Tonase Pembayaran –tonase yang diakui) x HS*

Catatan ;

1. Apabila terdapat pemotongan pembayaran HS yang disebabkan


ketidaksesuai tebal, kepadatan/densitas ataupun kuat lentur sesuai dengan
spesifikasi kontrak, maka HS yang dipergunakan adalah HS yang telah
dikalikan dengan faktor pemotongan pembayaran; dan
2. Kekurangan volume pada satu ruas/segmen pekerjaan tidak dapat
dikompensasi dengan kelebihan volume pada ruas/segmen pekerjaan yang
lain.

56
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

17 Khusus untuk pekerjaan tanah dasar, terdapat pekerjaan berupa galian Galian dan
dan timbunan. Pengujian fisik untuk galian dan timbunan dapat mengacu timbunan Tanah
pada Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Sumber Daya Air. Dasar

18 Selain itu, pengujian ketepatan pembesian di dalam perkerasan beton Pembesian rigid
semen (rigid pavement) dapat mengacu pada Suplemen Pengujian Fisik pavement
Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung yaitu menggunakan Rebar
Scanning.

D. Pengujian Fisik - Ketepatan Mutu

19 Pemeriksa melakukan pengujian mutu pekerjaan konstruksi jalan dengan Pengujian fisik –
menggunakan Tenaga Ahli yang memiliki akreditasi izin ketepatan mutu
praktek/laboratorium independen yang sedapat mungkin sudah
terakreditasi. Pemeriksa menguji sampel yang diambil bersama-sama
oleh Pemeriksa, Pelaksana Pekerjaan, PPK, dan Pengawas Pekerjaan atau
oleh Tenaga Ahli tersebut. Pengujian kualitas untuk pekerjaan konstruksi
jalan meliputi pengujian kepadatan (densitas), CBR, kuat lentur dan
elevasi.
Sebagai catatan, Pemeriksa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
memilih laboratorium untuk menghindari permasalahan terkait
profesionalisme, independensi maupun integritas laboratorium yang
dipilih.

D.1. Perkerasan Lentur

Tanah Dasar dan LFA

20 Untuk pekerjaan penyiapan Tanah Dasar dan LFA, Pemeriksa dapat Pengujian mutu
menguji kualitas hasil pekerjaan berupa nilai CBR lapangan dan kepadatan tanah dasar dan
(densitas) lapangan. Pengujian tanah dasar yang telah tertutup lapisan LFA – perkerasan
perkerasan dapat dilakukan dengan membuat test pit berupa lubang uji lentur
badan jalan agar dapat meng-akses lapisan di bawah perkerasan s.d.
tanah dasar. Namun demikian, test pit merupakan test yang bersifat
merusak (destructive test), sehingga Pemeriksa melalui pertimbangan
profesional memperhatikan risiko kerusakan yang akan terjadi dan adanya
indikasi permasalahan yang kuat (cost-benefit analysis). Pengujian
kuantitas berupa volume hasil pekerjaan dapat dilakukan apabila terdapat
pekerjaan galian dan/atau timbunan pada penyiapan tanah dasar. Dalam
penentuan lokasi test pit, sebaiknya berdasarkan saran/masukan Tenaga
Ahli yang dilibatkan dalam pemeriksaan.
Selanjutnya Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) menyebutkan
bahwa setiap lubang pada pekerjaan akhir yang timbul akibat pengujian
atau lainnya harus secepatnya ditutup kembali dan dipadatkan sampai

57
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

mencapai kepadatan dan toleransi permukaan yang disyaratkan gambar


atau spesifikasi kontrak.

21 Pengujian kepadatan/densitas tanah dan agregat di lapangan dapat Pengujian


dilakukan sesuai prosedur SNI 2828:2011 perihal Metode Uji densitas tanah kepadatan tanah
di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir (sand-cone) ataupun dengan dan agregat
standar prosedur pengujian lain yang disepakati para pihak di dalam BA
Kesepakatan yang dibuat sebelum dilakukan pengujian fisik.
Pengujian dengan SNI 2828:2011 dibatasi untuk pengujian tanah yang
mengandung partikel berbutir dengan diameter tidak lebih dari 50 mm.
Sebelum melakukan penghitungan kepadatan di lapangan, perlu dilakukan
persiapan di laboratorium untuk mendapatkan faktor koreksi konus dan
berat ini pasir. Gambar 3.4 menunjukkan proses pengujian kepadatan
dengan metode sand-cone di lapangan.
Gambar 3.4. Pengujian Densitas Tanah Dasar atau LFA di Lapangan dengan Sand-Cone

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=n5tHz8ncj1g

22 CBR merupakan standar kekuatan material lapis tanah, dan lapis fondasi Pengujian CBR
yang pengujiannya dapat dilakukan sesuai SNI 1738:2011 tentang cara uji tanah dan agregat
CBR lapangan ataupun dengan standar prosedur pengujian lain yang
disepakati para pihak di dalam BA Kesepakatan Pengujian Fisik. Dalam
perencanaan perkerasan jalan, Nilai CBR dipergunakan sebagai salah satu
parameter menghitung tebal perkerasan maupun lapis tambah perkerasan.
CBR lapangan adalah nilai perbandingan tegangan penetrasi suatu lapisan/
tanah dengan tegangan penetrasi bahan standar (dinyatakan dalam %).
Pengujian CBR lapangan dilakukan dengan menggunakan truk sebagai
penahan beban penetrasi, dan penghitungannya harus dilengkapi data kadar
air dan kepadatan. Pengujian CBR harus dilakukan pada areal datar/rata
agar beban yang bekerja dapat didistribusikan secara merata. Jika area
pengujian tidak rata, maka areal harus ditambahkan lapisan pasir halus
sampai dengan ketebalan 3 – 6 mm. Selanjutnya pengujian kadar air dan
kepadatan dilakukan pada jarak 100 mm – 150 mm dari titik penetrasi.

58
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Teknis pelaksanaan pengujian CBR seperti pada Gambar 3.5.


Gambar 3.5. Pelaksanaan Pengujian CBR di Lapangan

Sumber: Lampiran SNI 1738:2011

Lapisan Permukaan berupa Campuran Beraspal Panas

23 Jika melakukan pemeriksaan saat pekerjaan masih dilakukan, pemeriksa Pengujian mutu
dapat menguji kualitas bahan campuran yang diproses di AMP. Namun, jika campuran beraspal
pekerjaan lapisan permukaan berupa campuran aspal panas sudah selesai panas – perkerasan
dihamparkan, pengujian kualitas berupa densitas/kepadatan campuran lentur
aspal dapat dilakukan dengan melibatkan laboratorium independen
(sedapat mungkin terakreditasi) dengan menggunakan benda uji inti yang
sama dengan pengukuran tebal.
Sebagai catatan, pengujian kepadatan memerlukan biaya pemeriksaan yang
cukup besar. Sehingga, sebelum diputuskan untuk melakukan pengujian
tersebut, Pemeriksa perlu dipertimbangkan hasil pengujian SPI seperti
kecukupan pengendalian mutu yang dilaksanakan selama proses
pekerjaan. Selain itu diperlukan pertimbangan profesional misalnya indikasi
kekurangan mutu yang ditunjukkan dari tampak visual benda uji (benda uji
inti berongga, atau air mengucur deras dari benda uji). Untuk meyakinkan
hal ini, Pemeriksa juga dapat menggunakan pendapat dari Tenaga Ahli
Kemudian, seluruh lubang yang terbentuk pada saat proses pengambilan
sampel harus segera ditutup dengan bahan campuran beraspal oleh
Penyedia Jasa dan dipadatkan hingga kepadatan maupun kerataan
permukaan sesuai dengan toleransi spesifikasi kontrak.

24 Pengujian kepadatan/densitas campuran aspal dilakukan sesuai SNI 03- Pengujian


6757-2002 tentang metode pengujian berat jenis nyata campuran beraspal kepadatan
dipadatkan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh, ataupun campuran beraspal
dengan standar prosedur pengujian lain yang disepakati dalam BA panas- perkerasan
Kesepakatan Pengujian Fisik. SNI 03-6757-2002 menyebutkan lentur
kepadatan/densitas sebagai berat jenis. Metode pengujian sesuai SNI 03-

59
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

6757-2002 dapat digunakan untuk sampel campuran beraspal dipadatkan,


namun tidak dapat digunakan untuk sampel yang mengandung rongga
udara dan/atau menyerap air lebih besar 2% terhadap volume yang
ditentukan SNI tersebut. Selain digunakan sebagai persyaratan teknis aspal,
kepadatan/densitas aspal dipergunakan untuk mengonversi berat
campuran aspal ke volume campuran aspal, ataupun sebaliknya.

25 Sebagai contoh pada prosedur pengujian kepadatan campuran aspal sesuai Sumber benda uji
SNI 03-6757-2002, terdapat ketentuan ukuran benda uji yaitu sebagai untuk pengujian
berikut: kepadatan
campuran beraspal
a. berbentuk silinder sebagai hasil pemadatan atau hasil pemboran;
panas- perkerasan
b. bila hasil pemotongan, panjang setiap sisinya paling sedikit sama atau
lentur
4x lebih besar dari ukuran agregat terbesar; dan
c. tebal benda uji paling sedikit 1,5x ukuran agregat terbesar.
Gambar 3.6. Benda Uji Inti dan Proses Pengambilan
dengan Alat Core Drill

Foto oleh : I Nyoman Tonic Umbara, Perwakilan Provinsi Bali

Gambar 3.7. Potongan Benda Uji dan Proses Pengambilan Benda Uji
dengan Pemotong Aspal

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=iacPTqyALF0

60
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Benda uji dari perkerasan harus diambil dengan bor, gergaji bermata intan
dan atau bermata karborondum atau dengan cara lain yang sesuai. Contoh
pengambilan benda uji inti (core drill) dengan pemboran dapat dilihat pada
Gambar 3.6, dan pengambilan aspal dengan menggunakan alat pemotong
aspal dapat dilihat pada Gambar 3.7.

26 Prosedur penanganan sampel sesuai SNI 03-6757-2002 adalah sebagai Prosedur


berikut: penanganan benda
uji kepadatan
a. selama dan setelah pengambilan sampel, benda uji harus diperlakukan
campuran beraspal
dengan hati-hati, untuk menghindari lekukan atau retakan. Selain itu
panas- perkerasan
benda uji harus disimpan di tempat yang dingin;
lentur
b. benda uji harus bebas dari benda asing seperti bahan leburan aspal,
lapis resap pengikat, bahan fondasi, tanah, kertas dan lainnya; dan
c. bila diperlukan benda uji harus dipisahkan dari lapis perkerasan lain,
menggunakan gergaji atau peralatan lain yang sesuai.

D.2. Perkerasan Kaku

Tanah Dasar dan Lapis Drainase Agregat Kelas A

27 Sama seperti pengujian pada perkerasan lentur, pengujian kualitas tanah Pengujian mutu
dasar dan Lapis Drainase Agregat Kelas A pada perkerasan kaku dilakukan tanah dasar dan
melalui pengujian kepadatan lapangan dengan membuat test pit. Metode lapis drainase –
pelaksanaan pengujian kepadatan pada perkerasan kaku mengacu pada perkerasan kaku
metode pengujian mutu tanah dasar dan LFA pada perkerasan lentur

CBK

28 Pada umumnya, pengujian kualitas pada CBK tidak dilakukan sebab CBK Pengujian mutu
tidak diperhitungkan dalam kekuatan struktur perkerasan kaku. Akan tetapi, CBK – perkerasan
jika berdasarkan pertimbangan profesional Pemeriksa menganggap perlu kaku
melakukan pemeriksaan kualitas, maka dapat dilakukan uji kuat tekan.
Pengujian kuat tekan CBK dilakukan dengan menguji benda uji inti di
laboratorium. Pengambilan benda uji dapat dilakukan sesuai sesuai SNI
2492: 2018. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan
pengambilan benda inti adalah sebagai berikut:
a. Sampel tidak boleh diambil sampai beton cukup kuat untuk dipindahkan
tanpa mengganggu letakan antara mortar dan agregat kasar;
b. Sampel yang cacat tidak dapat digunakan kecuali bagian yang cacat
dihilangkan dan panjang spesimen uji tersebut memenuhi syarat
minimum rasio panjang: diameter yang telah dikaping7 antara 1,9 dan 2,1.
Sampel beton yang cacat dan rusak dan tidak digunakan harus dilaporkan
berikut alasannya;

7
Kaping berfungsi sebagai lapisan untuk meratakan sisi atas silinder sehingga lebih maksimal kuat tekannya dengan
melapisi benda uji silinder dengan belerang minimal di salah satu sisi atas atau bawah.

61
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

c. Beton inti harus dibor tegak lurus permukaan dan berjarak minimum 150
mm (6 inci) dari tepi ujung;
d. Untuk pengujian kuat tekan, diameter sampel beton uji adalah minimum
94 mm. Akan tetapi, apabila tidak mungkin mendapatkan beton inti
dengan rasio panjang terhadap diameter (L/D) minimum 1,0, diameter
beton inti lebih kecil dari 94 mm (3,70 inci) tidak dilarang;
e. Simpan beton inti dalam kantong plastik tertutup atau wadah yang tidak
menyerap air minimum 5 hari sejak terakhir dibasahi, kecuali ditentukan
lain;
f. Ujung spesimen beton inti yang akan diuji tekanan harus rata, dan tegak
lurus terhadap sumbu longitudinal sesuai ASTM C39/C39M. Jika perlu,
potong ujung beton inti sebelum dikaping dengan kemiringan permukaan
ujung tidak lebih dari 5 mm dan ketegaklurusan permukaan ujung
terhadap sumbu longitudinal tidak boleh menyimpang dari 1:8 diameter
beton inti rata-rata dalam mm; dan
g. Uji spesimen dalam waktu 7 hari setelah pengambilan sampel, kecuali
ditentukan lain.

Lapis Permukaan Perkerasan Beton Semen

29 Untuk pekerjaan lapis perkerasan beton semen, Pemeriksa dapat menguji Pengujian mutu
kuat lentur. pengujian kuat lentur dapat diawali dengan melakukan hammer lapis permukaan
test (non-destructive test/NDT) dan dilanjutkan dengan pengambilan benda perkerasan beton
uji inti (jika diperlukan) untuk dilakukan pengujian dan penghitungan kuat semen –
lentur oleh Tenaga Ahli/Laboratorium yang ditunjuk. perkerasan kaku

30 Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), standar mutu Kuat lentur beton
perkerasan beton semen yang digunakan adalah kuat lentur dengan cara saat pekerjaan
pengujian sesuai SNI 4431:2011 tentang cara uji kuat lentur beton normal
dengan dua titik pembebanan. Pada pemeriksaan, pengujian dapat
menggunakan SNI 4431:2011 ataupun standar prosedur pengujian lain yang
disepakati dalam kontrak untuk mengukur kuat lentur beton.
Untuk menguji kuat lentur sesuai SNI 4431:2011, benda uji harus dicetak
sesuai SNI 4810:2013 (ukuran lebar 15 cm, tinggi 15 cm, dan panjang 53 cm)
dengan mengambil campuran beton semen sebelum dihamparkan, bentuk
benda uji kuat lentur dapat dilihat pada Gambar 3.8.

62
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 3.8. Pengujian Kuat Lentur Beton Semen

Sumber: Gerung dan Wallah (2012), diadabtasi.

31 Pemeriksa tidak dapat langsung melakukan pengujian kuat lentur jika Kuat lentur dan
pemeriksaan dilakukan saat pekerjaan perkerasan beton semen sudah kuat tekan beton
terhampar (post audit). Sehingga perlu dilakukan prosedur pengujian kuat setelah pekerjaan
tekan dan penghitungan dari kuat tekan ke kuat lentur sebagai berikut: selesai

a. Uji prediksi kuat tekan dhi. kuat tekan beton dengan alat hammer test
(NDT);
b. Analisis hasil pengujian kuat tekan beton untuk memutuskan perlu atau
tidaknya Destructive Test dengan pertimbangan sebagai berikut:
1) Hitung nilai 80% kuat tekan beton rencana (fc’); dan
2) Jika kuat tekan beton hasil uji hammer test < 80% kuat tekan beton
beton rencana, dan/atau Tenaga Ahli/Laboratorium independen
menyarankan destructive test untuk dapat memberikan kesimpulan
yang memadai, maka Pemeriksa melanjutkan pengujian dengan
metode Destructive Test melalui pengambilan dan pengujian benda
uji inti (core drill); dan
c. Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan benda uji inti oleh laboratorium,
Pemeriksa mengkonversi kuat tekan tersebut menjadi kuat lentur
dengan formula yang telah disepakati dengan entitas.

32 Hammer test (pengujian palu pantul) merupakan NDT dengan tingkat Definisi hammer
ketidakpastian yang tinggi sehingga tidak dapat dijadikan dasar penerimaan test
atau penolakan pekerjaan perkerasan beton semen. Hasil pengujian palu
pantul hanya menggambarkan kondisi permukaan beton, berupa perkiraan
kekuatan suatu elemen. Pengujian palu pantul dapat dilakukan sesuai
prosedur pada SNI ASTM C805:2012 tentang metode uji angka palu pantul
beton keras.

63
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

33 Pengujian palu pantul harus dilakukan dengan alat yang sudah dikalibrasi Benda uji hammer
pada benda uji yang memenuhi kriteria sebagai berikut: test

a. Beton memiliki tebal minimum 10 mm dan menyatu dengan struktur


dengan diameter bidang uji minimum adalah 150 mm;
b. Benda uji yang lebih kecil harus diletakkan pada tumpuan kaku;
c. Hindari pengujian pada daerah yang menunjukkan adanya keropos,
permukaan beralur (scaling), permukaan kasar atau daerah dengan
porositas yang tinggi;
d. Hasil pengujian tidak dapat dibandingkan jika beton menggunakan
bahan bekisting yang berbeda;
e. Bila memungkinkan pengujian pada pelat lantai sebaiknya dilakukan
pada permukaan bagian bawah untuk memperoleh permukaan benda
uji yang berhubungan langsung dengan cetakan;
f. Jangan menguji beton yang membeku; dan
g. Pengujian tidak diizinkan apabila di bawah permukaan beton terdapat
batang tulangan dengan selimut kurang dari 20 mm.

34 Pengujian hammer test idealnya dilakukan oleh Tenaga Ahli yang ditunjuk Prosedur hammer
dan disaksikan Pemeriksa serta para pihak. Jika benda uji telah disiapkan, test
maka dapat dilakukan pengujian sebagai berikut:
a. Pegang alat dengan kokoh sehingga posisi hulu palu tegak lurus dengan
permukaan beton yang diuji, lihat posisi memegang alat pada Gambar
3.9.
Gambar 3.9. Posisi Memegang Alat Hammer Test saat Pengujian

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=VO_cPMux6Ys

b. Tekan alat secara perlahan ke arah permukaan uji sampai palu pantul
menumbuk hulu palu;

64
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

c. Setelah tumbukan tahan tekanan pada alat dan apabila perlu tekan
tombol pada sisi alat untuk mengunci hulu palu pada posisinya;
d. Baca dan catat angka pantul pada skala untuk angka yang terdekat;
e. Pada setiap daerah pengujian, ambil 10 titik pengujian dengan jarak
minimum antar titik adalah 25 mm, dengan gambaran penentuan titik
pengujian pada Gambar 3.10.; dan
f. Periksa permukaan beton setelah tumbukan, batalkan bacaan jika
ditemukan pecahan atau bagian yang hancur pada permukaan beton
karena terdapat rongga udara.
Gambar 3.10. Contoh Penentuan Titik Hammer Test/Palu Pantul

Sumber :https://www.youtube.com/watch?v=VO_cPMux6Ys

Keterangan: titik orange adalah titik pengujian untuk mendapatkan nilai lenting R (rebound)

35 Nilai keluaran uji palu pantul adalah nilai lenting R (rebound) kemudian Nilai keluaran
diinterpretasikan menjadi kuat tekan karakteristik beton, dengan proses hammer test
sebagai berikut:
a. konversikan nilai lenting R (rebound) menjadi kuat tekan beton kubus
Pembacaan hasil pengujian hammer test menggunakan tabel Hammer
Rebound sesuai dengan tipe dan spesifikasi palu pantul yang
digunakan. Tabel ini pada umumnya dikeluarkan oleh pabrikan palu
pantul yang dipakai atau terdapat pada petunjuk penggunaan palu
pantul yang digunakan, yang mencakup tiga posisi pengujian A, B, dan
C, yaitu yang disajikan pada Gambar 3.11.
Sebagai contoh, jika alat pada posisi horizontal dan hammer rebound
(R) menunjukkan nilai lenting R sebesar 30 maka nilai kuat tekan hasil
hammer test adalah sekitar 24 N/mm2.

65
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 3.11. Tabel Hammer Rebound

b. hitung kuat tekan rata-rata hasil pengujian dari sekian banyak titik uji;
c. hitung simpangan baku (standard deviation); dan
d. hitung kuat tekan karakteristik beton berdasarkan hammer test.

36 Pemeriksa mempergunakan SNI 2492: 2018 perihal metode pengambilan Uji kuat tekan
dan pengujian inti beton hasil pemboran dan balok beton hasil pemotongan benda uji inti beton
(atau dengan standar prosedur pengujian yang disepakati) untuk melakukan semen
destructive test beton. Namun, Pengujian benda uji inti beton dengan SNI
2491:2018 menghasilkan informasi nilai kuat tekan beton yang selanjutnya
dapat dikorelasikan secara praktis/dihitung menjadi kuat lentur beton.
Berdasarkan Pd t-14-2003, Kuat tekan hasil pengujian benda uji inti dapat
dikorelasikan ke kuat lentur beton 28 hari dengan formula sebagai berikut
𝒇𝒄𝒇 = 𝒌 𝐱 √𝐟𝐜 ′ dalam Mpa, atau 𝒇𝒄𝒇 = 𝟑, 𝟏𝟑 𝒙 𝒌 𝐱 √𝐟𝐜 ′ dalam kg/cm2
Keterangan,
fcf = Kuat lentur beton 28 hari
fc’ = Kuat tekan beton 28 hari (kg/cm2) atau rata-rata hasil
pengujian benda inti
K = Konstanta: 0,7 untuk agregat tidak pecah dan 0,75 untuk
agregat pecah

Penggunaan formula korelasi antara kuat tekan dengan kuat lentur


yang digunakan dalam pemeriksaan harus disepakati terlebih dahulu
dalam BA Kesepakatan Pengujian Fisik.

37 Meskipun pengambilan dan pengujian benda uji inti perkerasan beton Hal-hal yang perlu
semen dilakukan oleh Tenaga Ahli/Laboratorium yang ditunjuk, ada baiknya dipertimbangkan

66
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Pemeriksa juga memahami beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan
proses pengambilan benda uji inti. benda uji inti beton

Berdasarkan SNI 2492:2018, hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam


pengambilan benda uji inti untuk perkerasan beton semen, yaitu:
a. Kekuatan beton inti tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas bahan
pembentuk beton, akan tetapi juga oleh lokasi beton dalam elemen
struktur dan orientasi beton inti relatif terhadap bidang horizontal. Selain
itu, faktor kelembaban juga dapat mempengaruhi kekuatan beton. Oleh
karena itu, faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam
perencanaan lokasi pengambilan spesimen dan dalam membandingkan
hasil uji kekuatan;
b. Nilai kuat tekan beton inti umumnya lebih kecil dibandingkan dengan nilai
kuat tekan benda uji beton yang dicetak, dirawat, dan diuji di laboratorium
pada umur yang sama;
c. Kekuatan tekan beton inti juga sangat dipengaruhi oleh rasio panjang
terhadap diameter beton inti yang diuji (L/D). Rasio ini harus
dipertimbangkan dalam mempersiapkan spesimen beton inti dan
mengevaluasi hasil-hasil uji;
d. Sampel tidak boleh diambil sebelum cukup kuat untuk dipindahkan tanpa
mengganggu letakan antara mortar dan agregat kasar. Secara umum,
tidak disarankan untuk mengambil spesimen beton inti sebelum beton
tersebut berumur 14 hari; dan
e. Sampel yang telah rusak selama pemindahan tidak boleh digunakan
kecuali bagian yang rusak dibuang dengan syarat panjang spesimen uji
yang tersisa masih memenuhi rasio minimal panjang terhadap diameter
(L/D); dan
f. Beton inti yang mengandung tulangan maupun logam, atau bahan lainnya
sebisa mungkin tidak digunakan untuk pengujian kekuatan beton karena
benda-benda tersebut akan mempengaruhi nilai hasil pengujian. Akan
tetapi, jika tidak memungkinkan untuk mengambil beton inti yang bebas
tulangan atau logam lainnya, maka ukuran, bentuk, dan lokasi tulangan
ataupun logam harus didokumentasikan dalam laporan pengujian.

38 Jika beton inti diambil untuk pengujian pengukuran kekuatannya, maka: Benda uji inti beton
untuk pengujian
a. Beton inti harus dibor tegak lurus permukaan;
kekuatan
b. Jarak antara titik pengeboran minimum 150 mm dari sambungan atau
tepi ujung;
c. Diameter spesimen beton inti untuk menentukan kekuatan tekan
minimum harus 94 mm [3,70 inci] atau minimum dua kali ukuran nominal
maksimum agregat kasar, ambil yang terbesar. Akan tetapi, Jika tidak
memungkinkan, diameter beton inti lebih kecil dari 94 mm tidak dilarang
tetapi harus dilaporkan alasannya;

67
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

d. Spesimen beton inti yang hendak diuji harus memenuhi ketentuan rasio
panjang dan diameter (L/D) sebagaimana pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Ketentuan Rasio L/D
Rasio Panjang dan Diameter
No. Uraian
(L/D)
1. 1,9 ≤ L/D ≤ 2,1 kali kondisi Ideal
2. 1,75 < L/D < 1,9 tidak perlukan faktor koreksi
3. L/D > 2,1 potong panjang sampel sehingga rasio L/D-
nya berada di rentang 1,9 sampai dengan 2,1
4. L/D < 1,75 harus dilakukan koreksi nilai kuat tekan
5. L/D < 1 setelah dikaping, atau tidak boleh diuji
L/D < 0.95 sebelum dikaping

e. Jika 1 < rasio L/D < dari 1,75, maka dilakukan koreksi atas hasil pengujian
kekuatan mengacu pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Faktor Koreksi Jika 1 < rasio L/D < dari 1,75
No. Rasio L/D Faktor Koreksi
1. 1,75 0,98
2. 1,50 0,96
3. 1,25 0,93
4. 1,00 0,87

39 Sebelum dilakukan pengujian, spesimen beton uji inti harus dikondisikan Pengkondisian
sehingga perbedaan antara nilai kuat hasil pengujian dan kekuatan beton di benda uji inti
lapangan dapat diminimalkan. Pengkondisian-pengkondisian yang perkerasan beton
diperlukan adalah, diantaranya: semen

a. Pengkondisian kelembaban dengan detail pengkondisian diuraikan pada


bagian 7.3. SNI 2492-2018;
b. Pengkondisian ujung beton uji inti. Ujung beton uji inti harus dikondisikan
agar permukaannya rata, dan tegak lurus terhadap sumbu longitudinal.
Penyimpangan ketegaklurusan permukaan ujung terhadap sumbu
longitudinal tidak boleh melebihi 1:8 d (dalam milimeter), dimana d
adalah diameter beton inti. Selain itu, kemiringan beton inti juga harus
dihindari. Jika ada, kemiringan permukaan ujung tidak boleh lebih dari 5
mm. Adapun detail pengkondisian terdapat pada bagian 7.4. SNI 2492-
2018; dan
c. Kaping, dengan detail pengkondisian diuraikan pada bagian 7.6. dan 7.7
SNI 2492-2018.

E. Kesimpulan dan Rekomendasi

40 Hasil pengujian fisik hanya terbatas mewakili ruas/panjang jalan yang diuji, Kesimpulan
bukan sepanjang ruas pekerjaan pada kontrak. Walaupun hasil pengujian
fisik hanya mewakili ruas yg diuji, namun sesuai SPKN, kesimpulan
diberikan secara populasi atas kepatuhan entitas dalam melaksanakan tata
kelola pelaksanaan kontrak konstruksi yang dapat diperoleh dengan

68
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

menguji SPI entitas dalam melaksanakan kontrak konstruksi. Untuk itu,


salah satunya, Pemeriksa dapat membuat lingkup pemeriksaan yang lebih
manageable agar mampu meyakini kesimpulan atas keseluruhan populasi
yang diuji.

Contoh 1
Panjang jalan perkerasan lentur sesuai kontrak adalah 3 km, namun
pengujian tebal lapis permukaan berupa campuran aspal dilakukan
dengan mengukur tebal benda uji inti yang diambil pada STA 0 + 150
s.d. STA 1 + 250 (panjang 1,1 km). Sehingga jika terdapat ketidaktepatan
volume berdasarkan pengujian benda uji inti tersebut, kelebihan
pembayaran dihitung dari volume yang dibayar untuk ruas sepanjang
1,1 km (STA 0 + 150 s.d. STA 1 + 250) dibandingkan volume aktual sesuai
pengujian fisik.

Contoh 2
Panjang jalan perkerasan lentur sesuai kontrak adalah 3 km terdiri
dari lapis pemukaan dan LFA. Pengujian kepadatan LFA dilakukan pada
STA 0+750, dan berdasarkan laporan harian pekerjaan, STA tersebut
mewakili 1.000 m3 bahan yang dihamparkan mulai dari STA 0+650 s.d.
STA 1 + 200 (sesuai Back Up Data). Sehingga jika terdapat
ketidaktepatan mutu, maka kelebihan pembayarannya diperhitungkan
untuk ruas pekerjaan STA 0+650 s.d. STA 1+200 (550 m) saja.

41 Pemeriksa menilai apakah temuan perihal ketidakpatuhan entitas terhadap Pengaruh ke


peraturan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi berdampak material Laporan Keuangan
terhadap kewajaran penyajian akun-akun terkait dalam laporan keuangan
entitas yang diperiksa.

42 Rekomendasi hasil pemeriksaan meliputi rekomendasi perbaikan tata Perumusan


kelola dan rekomendasi pengembalian/perbaikan jalan/total loss. rekomendasi
Rekomendasi perbaikan tata kelola diperlukan untuk mencegah terjadinya
temuan berulang. Kondisi yang perlu dipertimbangkan untuk
merekomendasikan pengembalian/perbaikan jalan/total loss adalah:
a. Asas manfaat, apakah rekomendasi perbaikan lebih bermanfaat
dibanding rekomendasi pengembalian. Pemeriksa memastikan
rekomendasi tersebut tepat untuk menjamin mutu hasil pekerjaan.
Pemeriksa dapat menggunakan pendapat Ahli dalam menyusun
rekomendasi yang tepat. Namun, Pemeriksa dapat memberikan
rekomendasi secara langsung untuk perbaikan yang bersifat minor
misalnya cat marka jalan kurang rapi:

69
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

b. Umur teknis pekerjaan, apakah dengan rekomendasi perbaikan


pemeriksa yakin bahwa konstruksi memiliki umur layanan sesuai
dengan yang direncanakan (dikembalikan ke umur rencana awal);
c. Efektivitas perbaikan, apakah pemeriksa yakin mengenai efektivitas
tindak lanjut perbaikan dalam mencapai hasil yang diharapkan;
d. Feasibility perbaikan, apakah perbaikan masih mungkin dilakukan
(misal pekerjaan masih berlangsung, pekerjaan masih dalam masa
pemeliharaan, atau pekerjaan sudah selesai namun masih mungkin
untuk dilakukan perbaikan). Untuk pekerjaan yang telah selesai cukup
lama, Pemeriksa dapat mempertimbangkan pengembalian; dan
e. Rekomendasi perbaikan harus disertai beberapa langkah tambahan
yang harus dipenuhi entitas yaitu kajian tim ahli (misal pusjatan,
universitas, dan pengawalan serta evaluasi dari Inspektorat).
Rekomendasi pengembalian diberikan jika Pemeriksa tidak meyakini tindak
lanjutnya efektif, sementara penetapkan total loss perlu didukung dengan
pendapat ahli (atau Penilai Ahli sesuai UU Jasa Konstruksi Pasal 61).

70
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

BAB IV
CONTOH KASUS TEMUAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

A. Pengantar

01 Bab ini menyajikan beberapa contoh Temuan Pemeriksaan Terkait Prosedur pengujian
pemeriksaan pekerjaan konstruksi jalan. Pemeriksa dapat menggunakan fisik
metode penghitungan lainnya menyesuaikan dengan kondisi di lapangan.

B. Contoh Kasus Kelebihan Pembayaran Harga Satuan Timpang

02 Harga satuan timpang adalah harga satuan penawaran yang melebihi 110% Pengertian harga
(seratus sepuluh persen) dari harga satuan Harga Perkiraan Sendiri satuan timpang
(HPS), dan dinyatakan - timpang berdasarkan hasil klarifikasi. Temuan
harga satuan timpang dapat dianalisis pada Kontrak Harga Satuan serta
Kontrak Gabungan Lumpsum dan Harga Satuan.

03 Pengujian kewajaran harga satuan timpang terhadap harga pasar menjadi Prosedur
poin utama dalam menganalisis harga satuan timpang. Flowchart pada pemeriksaan
Lampiran VI menunjukkan prosedur pemeriksaan jika terdapat indikasi
harga satuan timpang pada suatu kontrak konstruksi.
Sebagai catatan, klarifikasi harga satuan timpang merupakan kewajiban
Pokja, sesuai Permen PUPR No. 14 Tahun 2020. Pemeriksa bukan
melakukan klarifikasi atas Harga Satuan Timpang, melainkan melakukan
pemeriksaan (audit) atas harga satuan timpang sesuai dengan SPKN dan
diamanahkan UU 15 Tahun 2016 Tentang BPK. Oleh itu, jika dalam proses
pemeriksaan Pemeriksa memandang perlu untuk mengumpulkan bukti
audit dan/atau menjalankan prosedur audit terkait harga satuan timpang,
SPKN menegaskan bahwa perolehan bukti audit tersebut masih dalam
lingkup wewenang pemeriksa selama dilaksanakan sesuai dengan SPKN.
Pertimbangan untuk melakukan pengujian atas harga satuan timpang
dapat didasarkan pada indikasi permasalahan seperti Pokja tidak
menjalankan kewajiban untuk melakukan klarifikasi.

04 Dalam analisis harga satuan timpang kontrak konstruksi, kriteria utama Kriteria harga
yang digunakan sesuai dengan Perpres No. 16 Tahun 2018 dan satuan timpang
perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (saat
ini yang berlaku adalah Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
Lampiran (Paragraf 2.3.2.9) Peraturan LKPP menyebutkan bahwa SSUK
terkait perubahan/penambahan volume pekerjaan dalam pekerjaan
Konstruksi dan Jasa Konsultansi Konstruksi mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi Jasa

71
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Konstruksi (saat ini yang berlaku adalah Permen PUPR 14/2020 tentang
Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi).

05 Lampiran Standar Pemilihan Secara Elektronik, Pengadaan Pekerjaan Resume kriteria


Konstruksi, Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 menyatakan bahwa: harga satuan
timpang pada
a. metode tender, pascakualifikasi, satu file, sistem harga terendah,
PermenPUPR No.14
kontrak gabungan lumpsum dan Harga Satuan
Tahun 2020
1) BAB III, Paragraf 29.14.a.2) perihal Evaluasi harga menyatakan bahwa
“Dalam hal bagian pekerjaan harga satuan maka harga satuan
penawaran yang nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh
persen) dari harga satuan yang tercantum dalam HPS, dilakukan
klarifikasi dengan ketentuan:
a) apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan/sesuai dengan harga
pasar maka harga satuan tersebut dinyatakan tidak timpang;
b) apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan
tersebut dinyatakan timpang maka harga satuan timpang hanya
berlaku untuk volume sesuai dengan Daftar Kuantitas dan Harga;
dan
c) Pokja Pemilihan menyampaikan daftar harga satuan timpang
kepada PPK dalam bentuk berita acara klarifikasi harga satuan
timpang.
2) BAB IX, Bagian I, Pasal 4 Ayat (1) perihal dokumen kontrak
menyatakan bahwa “kelengkapan dokumen-dokumen berikut
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak dipisahkan dari
kontrak ini terdiri dari adendum kontrak (apabila ada), Surat
Perjanjian, Surat Penawaran, Daftar Kuantitas/Keluaran dan Harga,
Syarat-Syarat Umum Kontrak, Syarat-Syarat Khusus Kontrak
beserta lampirannya berupa lampiran A (daftar harga satuan
timpang, subpenyedia, personel manajerial, dan peralatan utama)…”
3) BAB IX, Bagian II, Paragraf 38.2 menyatakan bahwa “apabila kuantitas
mata pembayaran utama yang akan dilaksanakan berubah akibat
perubahan pekerjaan lebih dari 10% (sepuluh persen) dari kuantitas
awal, maka pembayaran volume selanjutnya dengan menggunakan
harga satuan yang disesuaikan dengan negosiasi”
b. BAB IX, Bagian II, Paragraf 38.3 menyatakan bahwa “apabila dari hasil
evaluasi penawaran terdapat harga satuan timpang, maka harga satuan
tersebut hanya berlaku untuk kuantitas pekerjaan yang tercantum
dalam Dokumen Pemilihan. Untuk kuantitas pekerjaan tambahan
digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi”

06 Pada Tahun Anggaran (TA) 2017, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Kondisi
Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPRPKP) Kabupaten SL
melakukan kegiatan Pembangunan Bendungan D.I. Madapuhi dengan
APBD sebagai sumber dananya, dengan informasi umum sebagai berikut:
Kontrak : 11/06.SDA/DPUPRKP-KS/IV/2017

72
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tanggal Kontrak : 5 April 2017


Nilai Kontrak : Rp5.797.850.002,00.
Adendum I : No. 11a/06.SDA/DPUPRKP-KS /IV/2017 tanggal
8 Juni 2017 tentang pekerjaan tambah kurang
(CCO) dengan nilai kontrak tetap.
Adendum II : No. 11c/06.SDA/DPUPRKP-KS /IV/2017 tanggal
13 November 2017 tentang pekerjaan Tambah
kurang (CCO) dengan nilai kontrak tetap
BA Serah Terima /PHO : No.50/BA-PHO/06.SDA/DPUPPRPKP-KS/2017
Tanggal Serah Terima : 22 November 2017
Realisasi Pembayaran : Rp5.797.850.002,00
(4x pembayaran)
Berita Acara : 26/01.SDA/DPUPRKP-KS/III/2017 tanggal 21
Klarifikasi Maret 2017 menyebutkan terdapat 6 pekerjaan
Harga Satuan Timpang dengan Harga Satuan Timpang. BA Klarifikasi
menyatakan bahwa apabila dalam
pelaksanaan pekerjaan nanti terjadi
perubahan volume maka Harga Satuan
Pekerjaan akan diperhitungkan
kembali/dinegosiasikan (lihat Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Daftar Harga Satuan Timpang pada Syarat-Syarat Khusus Kontrak
Harga
No. Mata Harga % Harga
Satuan
Pemba- Uraian Pekerjaan Satuan Kuantitas Satuan Penawaran
Penawaran
yaran HPS (Rp) Terhadap HPS
(Rp)
DIVISI 2 DRAINASE
2.1. Galian Selokan Drainase & m3 115,24 31,090.50 60,094.15 193.29%
Saluran Air
DIVISI 3 PEKERJAAN TANAH DAN GEOSINTETIK
3.1 Tanah Galian Biasa m3 50,62 44,562.00 67,982.25 152.56%
3.2. Timbunan Tanah Kembali m3 20,36 26,120.00 39,847.50 152.56%
3.2. Timbunan Tanah Dipadatkan m3 220,00 42,840.00 180,530.72 421.41%
DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL
6.1.(2)(a) Lapis Perekat - Aspal Liter 7.938,00 11,110.13 13,472.14 121.26%
6.3.9. Aditif Anti Pengelupasan kg 6.533,00 65,000.00 75,000.00 115.38%

07 Hasil pemeriksaan atas dokumen kontrak dan realisasi pembayaran Temuan


diketahui bahwa: pemeriksaan

a. Perbandingan HPS dan Harga Penawaran menunjukkan bahwa terdapat


harga penawaran atas 6 uraian pekerjaan yang > 110% nilai HPS, dan
semua pekerjaan tersebut telah dijelaskan dalam BA Klarifikasi Harga
Satuan Timpang dan dimasukkan dalam Daftar Harga Satuan Timpang
(Tabel 4.1);
b. Dokumen Adendum ketiga kontrak, menunjukkan bahwa dari 6
pekerjaan dengan Harga Satuan Timpang, terdapat penambahan volume
yang > 110% dari Daftar Kuantitas dan Harga kontrak, yaitu 5 pekerjaan
sebagai pada Tabel 4.2.

73
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Tabel 4.2. Perbandingan Volume pada Daftar Kuantitas


dengan Volume Adendum
%
No. Mata Perbandingan
Volume Volume
Pemba- Uraian Pekerjaan Satuan Volume Daftar
Awal Adendum
yaran Kuantitas vs
Adendum
DIVISI 2 DRAINASE
2.1. Galian Selokan Drainase & Saluran Air m3 115,24 162,35 140.88%
DIVISI 3 PEKERJAAN TANAH DAN GEOSINTETIK
3.1 Tanah Galian Biasa m3 50,62 144,11 284.69%
3.2. Timbunan Tanah Kembali m 3
20,36 75,65 371.56%
3.2. Timbunan Tanah Dipadatkan m 3
220,00 777,12 353.24%
DIVISI 6 PERKERASAN ASPAL
6.1.(2)(a) Lapis Perekat - Aspal Liter 7.938,00 9.526,66 120.01%
6.3.9. Aditif Anti Pengelupasan Kg 6.533,00 6.650,00 101.79%

c. Wawancara PPK menunjukkan bahwa telah dilakukan negosiasi harga


satuan kelima item pekerjaan tersebut, sesuai dengan BA Negosiasi No.
07/01.SDA/DPUPRKP-KS/VI/2017 tanggal 1 Juni 2017 yang menyebutkan
bahwa harga satuan untuk penambahan volume pekerjaan dengan harga
satuan timpang dikembalikan ke harga satuan sesuai HPS.
d. Dokumen pembayaran menunjukkan realisasi 100% dari nilai kontrak,
namun rincian penghitungan menunjukkan bahwa penghitungan
pembayaran pekerjaan yang mengalami penambahan volume masih ada
yang menggunakan harga satuan timpang (sebagian lagi telah
menggunakan harga negosiasi) dengan total pembayaran sebesar
Rp243.914.288,73 rincian pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Rincian Penagihan Realisasi Pekerjaan dengan Harga Satuan Timpang
dengan Penambahan Volume > 110%
Volume Realisasi Pembayaran
Uraian Pekerjaan Daftar
Kuantitas Volume Harga Satuan Nilai

(1) (2) (3) (4) (5) = (3 x 4)


Galian Selokan 115,24 145,30 60.094,15 8.731.679,99
Drainase & Saluran Air 17,05 31.090,50 530.093,02
Tanah Galian Biasa 50,62 106,30 67.982,25 7.226.513,17
37,81 44.562,00 1.684.889,22
Timbunan Tanah 20,36 42,63 39.847,50 1.698.698,92
Kembali 33,02 26.120,00 862.482,40
Timbunan Tanah 220,00 462,00 180.530,72 83.405.192,64
Dipadatkan 315,12 42.840,00 13.499.740,80
Lapis Perekat-Aspal 7.938,00 8.650,50 13.472,14 116.540.747,07
876,16 11.110,13 9.734.251,50
Jumlah 243.914.288,73

e. Sesuai kriteria, Pemeriksa menghitung ulang pembayaran yang


seharusnya diberikan kepada Penyedia Jasa karena Harga Satuan
Penawaran hanya bisa diberikan pada volume sesuai Daftar Kuantitas

74
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

penawaran/kontrak awal yaitu sebesar Rp206.428.601,70 (rincian pada


Tabel 4.4). Sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar
Rp37.485.687,03 (Rp243.914.288,73 - Rp206.428.601,70)

Tabel 4.4. Penghitungan Ulang Pembayaran Pekerjaan dengan Harga Satuan Timpang
dengan Penambahan Volume > 110%
Penghitungan BPK
Uraian Pekerjaan Volume Harga Satuan/HS (Rp)
Nilai (Rp)
Nilai Keterangan Nilai Keterangan
Galian Selokan 115,24 awal 60.094,15 penawaran 6.925.249,84
Drainase & Saluran Air 47,11 penambahan 31.090,50 negosiasi 1.464.673,45
Tanah Galian Biasa 50,62 awal 67.982,25 penawaran 3.441.261,49
93,49 penambahan 44.562,00 negosiasi 4.166.101,38
Timbunan Tanah 20,36 awal 39.847,50 penawaran 811.295,10
Kembali 55,29 penambahan 26.120,00 negosiasi 1.444.174.80
Timbunan Tanah 220,00 awal 180.530,72 penawaran 39.716.758,40
Dipadatkan 557,12 penambahan 42.840,00 negosiasi 23.867.020,80
Lapis Perekat-Aspal 7.938,00 awal 13.472,14 penawaran 106.941.847,32
1.588,66 penambahan 11.110,13 negosiasi 17.650.219,12
Jumlah 206.428.601,70

C. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Lapis Permukaan, Perkerasan Lentur

08 Pada Tahun Anggaran 2018 dilakukan pekerjaan Pengaspalan Jalan Desa Kondisi
Mekar Kecamatan Pela – Kabupaten AA dengan nomor kontrak
28/KONT/BM-PNK/DPU-PR/Fis/2018 senilai total Rp8.330.600.000,00. Dari
kontrak tersebut diketahui bahwa ketebalan rencana untuk pekerjaan AC-
BC adalah 0.06 m (6 cm) dengan lebar 4 m. Harga satuan untuk pekerjaan
AC – BC adalah senilai Rp1.872.357,41 per ton. Adapun ringkasan pekerjaan
adalah sebagai berikut:
Kegiatan : Peningkatan Jalan
Pekerjaan : Pengaspalan Jalan,
Desa Mekar
Kecamatan Pela – Kabupaten AA
Nomor Kontrak : 25/KONT/BM-PNK/DPU-
PR/Fis/2018
Tanggal Kontrak : 24 Juli 2018
Nilai Kontrak : Rp8.330.600.000,00
Harga Satuan Pekerjaan AC-BC : Rp1.872.357,41 / ton
Tebal Rencana : 0.06 m (6,00 cm)
Lebar Jalan Rencana : 4m
Densitas JMF : 2.30 ton/m3
Toleransi Tebal : 0.005 m (5,00 mm)

75
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

09 Kriteria pemeriksaan mendasarkan pada Spesifikasi Umum dan Kriteria


Spesifikasi Khusus yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kontrak.
Contoh kasus kekurangan volume berikut menggunakan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018 (revisi 2).

10 Berdasarkan BA Kesepakatan Pengujian Fisik ditentukan bahwa dilakukan: BA Kesepakatan


Pengujian Fisik
a. Pengambilan sampel benda uji inti dengan diameter 4” untuk
mengukur ketebalan lapisan AC-BC;
b. Jarak pengambilan per sampel penampang melintang yaitu 50 meter,
dari STA 1+ 450 s.d. 1+ 730, disamakan dengan prosedur pengujian saat
PHO;
c. Titik pengambilan sampel dilaksanakan zig-zag untuk setiap jarak 50
meter, dan 1 titik mewakili penampang tersebut:
Gambar 4.1. Contoh Kesepakatan Titik Pengambilan Benda Uji Inti

Lebar 1
(R), 2 m

Lebar 2
(L), 2 m

STA STA STA STA STA dst….


1+ 450 1+ 500 1+ 550 1+ 600 1+ 650

d. Tebal benda sampel diambil dari tebal rerata 3 sisi yang diukur dengan
jangka sorong; dan
e. Pada setiap titik pengambilan benda uji inti, juga dilakukan pengukuran
lebar jalan.
Catatan: berdasarkan analisis awal, dokumen pengujian campuran saat
pekerjaan menunjukkan indikasi nilai kepadatan/densitas yang tidak
sesuai dengan spesifikasi kontrak, sehingga direncanakan juga untuk
melakukan pengujian kepadatan/densitas di laboratorium yang ditunjuk.
11 Pada saat pengujian fisik, dilakukan pengukuran lebar jalan Hasil pengujian
terpasang/aktual pada setiap STA pengambilan benda uji inti. Selain itu fisik
juga dilakukan pengukuran tinggi atau tebal benda uji inti yang
merepresentasikan tebal jalan pada STA tersebut dengan rincian sebagai
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Tebal Benda Uji Inti sesuai Pengujian Fisik
yang Dituangkan dalam BA Pengujian Fisik
Hasil Pengujian Fisik (mm)
Right (R)/ Lebar Jalan
No STATION
Left (L) (m) Tebal Sisi 1 Tebal Sisi 2 Tebal Sisi 3

1 1 + 450 L 4,00 60 61 59
2 1 + 500 R 4,00 59 59 62
3 1 + 550 L 4,00 60 61 59
4 1 + 600 R 4,00 41 44 41

76
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Hasil Pengujian Fisik (mm)


Right (R)/ Lebar Jalan
No STATION
Left (L) (m) Tebal Sisi 1 Tebal Sisi 2 Tebal Sisi 3

5 1 + 650 L 4,00 52 53 51
6 1 + 700 R 4,00 53 54 52
7 1 + 750 L 4,00 56 54 55
8 1 + 800 R 4,00 54 56 55
9 1 + 850 L 4,00 28 30 32
10 1 + 900 R 4,00 33 32 31
11 1 + 950 L 4,00 35 35 38
12 2 + 0 R 4,00 58 60 59
13 2 + 50 L 4,00 56 54 55
14 2 + 100 R 4,00 61 60 59
15 2 + 150 L 4,00 58 62 60
16 2 + 200 R 4,00 73 69 71
17 2 + 250 L 4,00 66 64 65
18 2 + 300 R 4,00 58 52 52
19 2 + 350 L 4,00 55 52 52
20 2 + 400 R 4,00 24 25 26
21 2 + 450 L 4,00 24 27 24
22 2 + 500 R 4,00 51 49 50
23 2 + 550 L 4,00 54 56 55
24 2 + 600 R 4,00 58 62 60
25 2 + 650 L 4,00 61 59 63
26 2 + 700 R 4,00 54 58 56
27 2 + 730 L 4,00 58 60 62

12 Berdasarkan Back Up Data diketahui bahwa untuk STA 1+450 s.d. 2+730 Temuan
(1.280 meter), telah dibayar sebesar Rp1.322.932.851,61 (Rp1.872.357,41/ton pemeriksaan
x 706,56 ton).

Volume (m3) = panjang (m) x lebar (m) x tebal (m)


= 1.208 m x 4 m x 0,06
= 307,2 m3

Volume (tonase) = Volume (m3) x densitas


= 307,20 m3 x 2,30 ton/m3
= 706,56 ton

Berdasarkan hasil pengujian fisik diketahui bahwa:


a. Lebar jalan terpasang pada setiap titik pengambilan benda uji inti
adalah 4 meter, sesuai dengan lebar jalan rencana;
b. Tebal rerata jalan pada setiap titik diperoleh dengan menghitung rata-
rata dari pengukuran 3 sisi benda uji inti yang diambil. Penghitungan
tebal rerata pada Tabel VII.a, Lampiran VII;
c. Benda uji inti telah dilakukan pengujian kepadatan/densitas di
laboratorium, sehingga diketahui kepadatan/densitas terpasangnya;

77
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

d. Analisis tebal dan kepadatan/densitas terpasang yang bisa diakui


sesuai dengan spesifikasi kontrak menunjukkan bahwa terdapat
bagian pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi. Rincian analisis pada
Tabel VII.b, Lampiran VII;
e. Penghitungan volume dan tonase lapisan permukaan terpasang
menunjukkan bahwa tonase terpasang adalah 601,128 ton (lebih kecil
dari tonase yang dibayar sebesar 706,56 ton. Rincian penghitungan
pada Tabel VII.c, Lampiran VII;
f. Analisis pemotongan HS untuk tebal dan densitas terpasang yang
kurang dari spesifikasi kontrak. Persentase pemotongan HS dilakukan
sesuai spesifikasi kontrak, atau Spesifikasi Umum Bina Marga yang
berlaku seperti disajikan pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10., dengan rincian
penghitungan pada Tabel VII.d, Lampiran VII;
g. Penghitungan total pembayaran yang seharusnya dilakukan sesuai
volume, tebal dan densitas terpasang adalah sebesar Rp472.511.392,61.
Rincian penghitungan pada Tabel VII.e, Lampiran VII; dan
h. Sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp850.421.459,00
(Rp1.322.932.851,61 - Rp472.511.392,61).

D. Contoh Kasus Kekurangan Mutu Pekerjaan Perkerasan Beton Semen, Perkerasan


Kaku

13 Pada Tahun Anggaran (TA) 2018, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten KJ Kondisi
melakukan kegiatan peningkatan jalan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(PMD) berupa jalan beton/rigid pavement dengan sumber pendanaan
APBD, dengan informasi umum sebagai berikut:
Kontrak : 81/SPK/BM/DPUPR-KJ/APBD/2018
Tanggal Kontrak : 12 Nopember 2018
Nilai Kontrak : Rp4.463.358.000,00
Adendum I : 81a/SPK/BM/DPUPR-KJ/APBDP/2018
tanggal 6 Desember 2018 tentang
perubahan komposisi volume dengan nilai
kontrak tetap dan waktu penyelesaian
tetap.
Adendum II : 81b/SPK/BM/DPUPR-KJ/APBDP/2018
tanggal 19 Desember 2018 tentang
kesempatan kepada Penyedia Jasa untuk
menyelesaikan Pekerjaan selama 50 hari
(21 Desember 2018 sd 08 Februari 2019)
dan atas keterlambatan tersebut akan
dikenakan denda keterlambatan.
BA Serah Terima /PHO : No.36/BA-PHO/BM/DPUPR-KJ/12/2018
yang menyebutkan sisa pekerjaan yang
belum dikerjakan direncanakan
dilaksanakan pada APBD Tahun 2019.
Tanggal Serah Terima : 21 Desember 2018
Realisasi Pembayaran : Rp2.301.978.000,00 (51,58% x
Rp4.463.358.000,00)

78
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

14 Kriteria pemeriksaan mendasarkan pada Spesifikasi Umum dan Kriteria


Spesifikasi Khusus yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kontrak.
Contoh kasus kekurangan volume berikut menggunakan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018 (revisi 2).

15 Untuk mendapatkan gambaran awal kualitas hasil pekerjaan jalan dengan Persiapan
item Beton Mutu Sedang fc’ sebesar 25 Mpa, Pemeriksa bersama pemeriksaan
Inspektorat, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK), Penyedia Jasa dan Konsultan Pengawas pada tanggal 18
Februari 2019 melakukan pemeriksaan secara visual. Berdasarkan hasil
pengamatan visual, dan berdasarkan pertimbangan profesional,
Pemeriksa memutuskan untuk melakukan pengujian kualitas secara Non-
Destructive Test (NDT) -Hammer Test.

16 Berdasarkan BA Kesepakatan Pengujian Fisik awal disepakati bahwa BA Kesepakatan


dilakukan: Pengujian Fisik
awal
a. Dilakukan pengujian perkiraan kuat tekan dengan hammer test, dan
jumlah titik pengujian adalah 10 pada setiap bidang uji;
b. Pengujian dilaksanakan oleh Tenaga Ahli dari Universitas BTH. Tenaga
Ahli secara independen dapat memutuskan STA dan bidang uji untuk
mendapatkan hasil yang memadai;
c. Keluaran Hammer test adalah kuat lenting (R) untuk dilakukan
penghitungan R rata-rata pembacaan. Sebagai catatan, jika terdapat
nilai pembacaan yang berbeda sebanyak 5 satuan dari rata-rata maka
nilai yang berbeda tersebut tidak diperhitungkan. Selain itu, jika
terdapat lebih dari 2 nilai bacaan yang tidak diperhitungkan maka
seluruh hasil pembacaan tidak dapat digunakan; dan
d. Kuat Lenting (R) dikonversi ke kuat tekan beton karakteristik benda uji
kubus (K) dan kuat tekan benda uji silinder (fc’). Jika hasil hammer test
berupa kuat tekan benda uji silinder (fc’) < 80% kuat tekan beton
rencana, maka akan dilanjutkan Destructive test berupa pengujian
benda uji inti (core drill) dengan metode dan sampel yang disepakati
kemudian

17 Hasil pengujian fisik menginformasikan titik dan bidang uji Hammer test Hasil pengujian
dan Nilai lenting pada masing-masing titik. Pengujian Hammer Test fisik
dilakukan pada 30 bidang uji, dari STA 0 + 010 s.d. STA 0+440, dan terdapat
beberapa pembacaan nilai lenting yang berbeda sebanyak 5 satuan atau
lebih sehingga tidak diperhitungkan, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Pembacaan Hammer Test saat Pengujian Fisik Awal
Posisi Nilai Lenting (R) Pengujian Ke-
No STA
(L/R) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0+010 L 33 33 33 33 33 32 33 32 33 32
2 0+200 R 31 28 31 30 32 31 28 30 31 28
3 0+200 L 22 28 34 26 28 26 28 32 32 32
4 0+215 L 22 22 22 20 20 22 22 22 23 28

79
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Posisi Nilai Lenting (R) Pengujian Ke-


No STA
(L/R) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 0+215 R 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
6 0+220 R 22 20 22 20 20 20 22 20 20 22
7 0+220 L 22 22 22 20 20 20 20 22 22 23
8 0+225 L 23 25 22 22 22 22 23 23 22 25
9 0+225 R 28 25 22 28 25 25 28 28 28 30
10 0+230 R 28 28 28 30 28 28 32 25 25 34
11 0+230 L 28 25 25 25 28 22 22 23 23 23
12 0+235 L 28 25 25 25 23 25 25 25 25
13 0+235 R 25 26 25 25 23 20 25 25
14 0+240 R 28 23 30 25 28 28 28 28 28 25
15 0+240 L 23 22 23 22 22 23 22 23 22 22
16 0+245 L 22 22 22 22 20 22 20 22 22 20
17 0+250 L 25 28 30 28 28 28 28 30 28 30
18 0+255 L 28 28 40 40 36 38 36 36 28
19 0+265 L 20 23 22 22 25 22 23 20 22 25
20 0+275 L 28 32 28 28 28 32 30 26 32 28
21 0+285 L 28 30 26 25 28 25 25 25 25 25
22 0+295 R 28 26 28 30 26 26 28 26 28 26
23 0+305 L 32 32 35 32 35 32 30 34 34 30
24 0+315 R 22 22 22 25 22 22 25 25 20 22
25 0+325 R 25 22 25 22 25 22 22 22 22 22
26 0+335 R 28 35 28 28 28 30 30 28 28 26
27 0+350 L 38 38 34 40 38 38 38 35 35 36
28 0+400 R 28 28 25 26 30 28 35 30 28 32
29 0+415 L 25 25 32 28 25 25 28 26 28 30
30 0+440 R 23 25 23 25 25 23 25 25 23 25

18 Berdasarkan pengujian fisik awal berupa Hammer test yang dilakukan Indikasi temuan
oleh tenaga ahli dari Universitas BTH, diperoleh hasil sebagai berikut: pemeriksaan

a. Menghitung R rata-rata pada setiap bidang uji berdasarkan kuat lenting


(R) sebagaimana pada Tabel 4.6 yang kemudian dihitung R rata-rata,
rincian pada Tabel VIII.a, Lampiran VIII;
b. Setelah diperoleh nilai R maksimal, R minimal, dan R rata-rata hasil
pembacaan lenting palu, selanjutnya dilakukan penyesuaian
berdasarkan nilai koreksi alat dan koreksi arah pukulan sehingga
diperoleh R rata-rata terkoreksi. Nilai R rata-rata terkoreksi
selanjutnya dikonversi menjadi perkiraan nilai kuat tekan beton
terpasang dengan menggunakan tabel rebound (tabel rebound yang
digunakan disesuai dengan tipe palu beton yang dipergunakan, contoh
tabel lenting dapat dilihat pada Gambar 3.9). Penghitungan dapat dilihat
pada Tabel VIII.b, Lampiran VIII dengan nilai Kuat Tekan rata yang
diperoleh adalah 362, 07 kg/cm2.

80
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

c. Hitung simpangan baku (standard deviation) atas kuat tekan rata-rata

Keterangan:
σ i = Kuat tekan pada STA i,
σ av = rata-rata kuat tekan
n = jumlah sampel
Penghitungan standar deviasi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus Excel (stddev) sehingga diperoleh nilai standar
deviasi sebesar 88,37.
d. Hitung kuat tekan beton kubus (K) berdasarkan hammer test
Kuat tekan beton kubus (K) = σ av – (SD x 1,645)
= 362,07– (88,37 x 1,645)
= 216,69
e. Hitung kuat tekan benda uji silinder (fc’) berdasarkan nilai hitung kuat
tekan beton kubus (K)
Kuat tekan benda uji silinder (fc’) = (0,83 x K) /10
= (0,83 x 216,69)/10
= 17,986 Mpa
i. Selanjutnya hitung nilai dari 80% kuat tekan beton rencana (kontrak).
Dalam kasus ini diketahui bahwa nilai kuat tekan beton rencana adalah
sebesar 25 MPa, sehingga:
80% 𝑥 25 𝑀𝑃𝑎 = 20 𝑀𝑃𝑎
f. Hasil perhitungan hammer test menunjukkan bahwa fc’ hasil hammer
test sebesar 17,986 Mpa, dimana nilai tersebut lebih kecil dari 80% kuat
tekan beton rencana sebesar 20 MPa. Sehingga disarankan pengujian
lebih lanjut berupa pengambilan benda uji inti (core drill) oleh Tenaga
Ahli.

19 Berdasarkan hasil pengujian fisik awal, dibuat kembali BA Kesepakatan BA Kesepakatan


Pengujian Fisik untuk pengambilan benda uji inti sebagai berikut: Pengujian Fisik
lanjutan
a. Pengambilan benda uji inti zig-zag dari STA 0+100 s.d. 0+600, dengan
jarak pengambilan adalah 100 m, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2.

81
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Gambar 4.2. Lokasi Pengambilan Benda Uji Inti pada Pengujian Fisik Lanjutan

STA STA STA STA dst….


1+ 100 1+ 200 1+ 300 1+ 400

Catatan :
ilustrasi jarak antara benda uji inti ini dibuat sesuai kesepakatan dengan
entitas saat pemeriksaan. Pemeriksa dapat mempergunakan referensi lain
untuk menentukan jarak antara benda uji seperti Spesifikasi Umum Bina
Marga (revisi 2) perihal pengujian mutu beton, sesuai kesepakatan bersama
dengan entitas
b. Pengambilan dan pengujian benda uji inti dilaksanakan oleh Tenaga Ahli
dari Universitas BTH sehingga diketahui kuat tekan beton terpasang
hasil pengujian untuk kemudian didapatkan nilai kuat lentur empiris
(konversi) benda uji inti yang mewakili ruas jalan yang diperiksa; dan
c. Benda uji inti diambil dengan mesin core drill dengan mata core drill
berdiameter 4”, disesuaikan dengan diameter agregat terbesar pada
campuran beton semen.

20 Berdasarkan pengujian laboratorium atas benda uji inti yang diambil, Temuan
diperoleh nilai kuat tekan benda uji yang selanjutnya dari perhitungan pemeriksaan
empiris diperoleh nilai kuat lentur yang mewakili kuat lentur benda uji usia
28 hari sebesar 2,584 Megapascal/Mpa (rincian pada Tabel 4.7). Diperoleh
nilai kuat lentur hasil pengujian benda uji inti yang lebih kecil dibandingkan
spesifikasi kontrak sebesar 3,100 MPa (rincian pada Tabel 4.7), yaitu
sebesar 83,33% kuat lentur rencana (2,584 MPa/ 3,100 MPa) yang lebih
kecil dari 90% kuat lentur rencana. Dengan demikian, pekerjaan tersebut
harus diperbaiki dan jika tidak diperbaiki dapat diperhitungkan total loss
senilai pekerjaan yaitu Rp2.301.978.000,00.
Tabel 4.7. Nilai Kuat Lentur Benda Uji Inti Sesuai Hasil Laboratorium
No. Kuat Tekan Kuat Lentur
Berat Umur
Benda STA Hasil Uji Lab
(Gram) Hari Kn Kg/cm2
Uji (Konversi) Mpa
1 0+100R 3.897 >28 63 79.46 1.681
2 0+200R 3.984 >28 97 122.34 2.148
3 0+300R 4.056 >28 174 219.01 2.841
4 0+400R 4.198 >28 189 237.43 2.955
5 0+500R 4.201 >28 191 239.95 2.976
6 0+600R 4.187 >28 185 231.41 2.905
Rata-Rata 2.584

82
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

BAB V
PENUTUP

A. Pemberlakuan Suplemen

01 Suplemen ini berlaku untuk pengujian fisik pekerjaan konstruksi jalan Pemberlakuan
sejak suplemen ini ditetapkan. Penerapan lebih awal dari tanggal efektif suplemen
pemberlakuan diizinkan.

B. Pemutakhiran Suplemen

02 Agar Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Jalan ini dapat Pemutakhiran
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan fungsinya, suplemen ini perlu suplemen
dievaluasi, disempurnakan, atau dimutakhirkan sesuai dengan kebutuhan
dan/atau untuk merespon perubahan kebijakan yang berlaku.

C. Pemantauan Suplemen

03 Suplemen ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai dengan Pemantauan
perubahan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, dan suplemen
kondisi lain. Pemantauan suplemen akan dilakukan oleh Direktorat
Litbang.

Masukan atau pertanyaan terkait suplemen ini dapat disampaikan kepada: Kontak

Subdirektorat Litbang PDTT Subdirektorat


Litbang PDTT
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Ditama Revbang
Lantai II Gedung Arsip BPK RI
Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210
Telp. (021) 25549000 ext. 3311
Faks. (021) 5705372
Email: subditlitbangpdtt@bpk.go.id

83
DAFTAR PUSTAKA

Publikasian
AASHTO, 1993, AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, Washington.
Badan Standardisasi Nasional, 1997, Metode Pengujian Kuat Tekan Elemen Struktur Beton
Dengan alat Palu Beton Tipe N dan NR.
Badan Standardisasi Nasional, 2012, Metode Uji angka Pantul Beton Keras (ASTM C 805-02).
Badan Standardisasi Nasional, 2017, Rancangan Tebal Jalan Beton Untuk Lalu Lintas Rendah.
Badan Standardisasi Nasional, 2017b, Baja Tulangan Beton.
Badan Standardisasi Nasional, 2018, Metode Pengambilan dan Pengujian Inti Beton Hasil
Pemboran dan Balok Beton Hasil Pemotongan.
Chrtistady, Hary Hardiyatmo, 2015, Gadjah Mada University Press, Perancanangan Perkerasan
Jalan & Penyelidikan Tanah.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2003, Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan
Jalan Beton.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2004, Pd T-05-2004-B Pelaksanaan
Perkerasan Jalan Beton Semen.
Gerung, Larry M.N., dan M.D.J. Sumajouw Wallah, 2020, Uji Tarik Beton Mutu Tinggi, Jurnal
Ilmiah Media Engineering Vol. 2 No. 4, November 2012: 267-278.
KemenPUPR, 2017, Modul 1 Konsep Dasar dan Kontruksi Perkerasan Kaku Diklat Perkerasan
Kaku 2017.
KemenPUPR, 2020, Informasi Statistik Infrastruktur PUPR 2020 (https://data.pu.go.id/buku-
informasi-statistik-infrastruktur-pupr-tahun-2020).
Proceq SA, 2002, Concrete Test Hammer N/NR – L/LR, Zurich.
Susanto, Hendra dan Hediana Makmur, 2013, Auditing Proyek-Proyek Konstruksi, ANDI
Yogyakarta.

Peraturan
Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan.
PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor 19 Tahun 2011 tentang Persyaratan
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
KemenPUPR, 2015, Surat Edaran No. 21/SE/M/2015 tentang Pedoman Pengukuran Ketebalan
Selimut Beton Dengan covermeter elektromagnetik.
KemenPUPR, 2017, Surat Edaran Nomor 04/SE/Db/2017 tentang Penyampaian Manual Desain
Perkerasan Jalan Revisi 2017 di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga.
KemenPUPR, 2020, Surat Edaran Nomor 16.1/SE/Db/2020 tentang Spesifikasi Umum Bina
Marga 2018 untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2).
Lampiran I

Spesifikasi Gradasi dan Sifat-Sifat LFA


Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2)

Tabel I.a. Gradasi LFA dan Lapis Drainase


Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
LFA Jalan Tanpa Penutup
Lapis
ASTM (mm) Lapis Permukaan
Kelas A Kelas B Kelas S LFA Drainase
Agregat
2” 50,0 100
1 ½” 37,5 100 88 – 95 100 100
1” 25,0 79 – 85 70 – 85 77 – 89 100 71 – 87
3/4” 19,0 100 58 – 74
1/2” 12,5 68 – 91 44 – 60
3/8” 9,5 44 – 58 30 – 65 41 – 66 34 – 50
No. 4 4,75 29 – 44 25 – 55 26 – 54 50 – 78 46 – 70 19 – 31
No. 8 2,36 37 – 67 34 - 54 8 – 16
No. 10 2,0 17 – 30 15 – 40 15 – 42
No. 16 1,18 0–4
No. 40 0.425 7 – 17 8 – 20 7 – 26 13 – 35 13 – 35
No. 200 0,075 2-8 2-8 4 -16 8 – 15 3 - 12

Gambar I. Perbedaan Visualisasi Agregat

Tabel I.b. Sifat-sifat LFA dan Lapis Drainase


LFA Jalan Tanpa Penutup
Lapis Lapis
Sifat- sifat
Kelas A Kelas B Kelas S Permukaan LFA Drainase
Agregat
Abrasi dari Agregat Kasar 0 – 40% 0 – 40% 0 – 40% Maks. 40 Maks. 50 0 – 40%
(SNI 2417: 2008)
Butiran pecah, tertahan 95/901) 55/502) 55/502) 95/901) - 80/753)
ayakan No. 4 (SNI 7619 : 2012)
Batas cair (SNI 1967 : 2008) 0 - 25 0 - 35 0 – 35 Maks. 25 Maks. 40 -
Indeks Plastisitas (SNI 1966 : 0 – 6% 4 – 10% 4 – 15% 6 – 10% 6 – 15% -
2008)
LFA Jalan Tanpa Penutup
Lapis Lapis
Sifat- sifat
Kelas A Kelas B Kelas S Permukaan LFA Drainase
Agregat
Hasil kali Indeks Plastisitas Maks 25 - - - - -
dengan % Lolos Ayakan No.
200
Gumpalan Lempung dan 0 – 5% 0 – 5% 0 – 5% - - 0 – 5%
Butiran-butiran Mudah Pecah
(SNI 4141:2015)
Gumpalan Lempung dan Maks 5% Maks 5%
Butiran-butiran Mudah Pecah
(SNI 03 4141:1996)
CBR rendaman (SNI 1744 : Min 90% Min Min 50% Min. 80% Min. 30% -
2012) 60%
Perbandingan Persen Lolos Maks Maks - Maks 2/3 - -
Ayakan No. 200 dan No. 40 2/3 2/3
Koefisien Keseragaman: Cv = - - - - - -
D60 /D10
Catatan:
1)
95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar
mempunyai muka bidang pecah dan atau lebih;
2)
55/50 menunjukkan bahwa 55% agregat kasar mempunyai muda bidang pecah satu atau lebih dan 50% agregat kasar
mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih;
3)
80/75 menunjukkan bahwa 80% agregat kasar mempunyai muda bidang pecah satu atau lebih dan 75% agregat kasar
mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
Lampiran II
Bahan Pembentuk Campuran Aspal Panas

Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2), campuran aspal panas mempunyai
bahan pembentuk sebagai berikut:
1. Agregat terdiri dari agregat kasar dan halus yang berat jenisnya (specific gravity) tidak boleh
lebih dari 0,2.
a. Agregat Kasar yaitu yang tertahan ayakan No. 4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah
dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan tidak dikehendaki
lainnya, dengan ketentuan seperti disajikan pada Tabel berikut:
Tabel II.a. Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Metode Pengujian Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap Natrium SNI 3407 : 2008 Maks 12%
Sulfat
Magnesium Maks 18%
Sulfat
Abrasi dengan mesin Campuran AC 100 putaran SNI 2417 : 2008 Maks 16%
Los Angeles Modifikasi dan SMA 500 putaran Maks 30%
Semua jenis 100 putaran Maks 8%
campuran beraspal 500 putaran Maks 40%
bergradasi lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439 : 2011 Min. 95%
Butir pecah pada Agregat Kasar SMA SNI 7619 : 2012 100/90 *)
Lainnya 95/90 **)
Partikel Pipih dan Lonjong SMA ASTM D4791 0-10 Maks 5%
Lainnya Perbandingan 1 : 5 Maks 10%
Material lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117: 2012 Maks 1%

b. Agregat halus harus terdiri dari pasir atau hasil pengayakan yang lolos ayakan No. 4 (4,75
mm) yang merupakan bahan bersih, keras, dan bebas dari lempung atau bahan tidak
dikehendaki lainnya, dengan ketentuan seperti disajikan pada Tabel berikut:
Tabel II.b. Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Metode Pengujian Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03 – 4428 ,- 1997 Min 50%
Uji Kadar Rongga Tanpa Pemadatan SNI 03 – 6877 – 2002 Min 45%
Gumpalan Lempung dan Butir-butir SNI 03 – 4141 – 1996 Maks 1%
Mudah Pecah dalam Agregat
Agregat Lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117: 2012 Maks 10%

c. Gradasi Agregat gabungan ditunjukkan dalam % terhadap berat agregat dan bahan pengisi,
dengan tipikal gradasi seperti yang disajikan pada Tabel berikut:
Tabel II.c. Persentase Gradasi Agregat Gabungan
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat
SMA Lataston/HRS Laston/AC
ASTM (mm)
Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base
1 ½” 37,5 100
1” 25,0 100 100 90-100
3/4” 19,0 100 90–100 100 100 100 90-100 76-90
1/2” 12,5 100 90-100 50-88 90-100 90-100 90-100 75-90 60-78
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat
SMA Lataston/HRS Laston/AC
ASTM (mm)
Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base
3/8” 9,5 70-95 50-80 25-60 75-85 65-90 77-90 66-82 52-71
No. 4 4,75 30-50 20-35 20-28 53-69 46-64 35-54
No. 8 2,36 20-30 16-24 16-24 50-72 35-55 22-53 30-49 23-41
No. 16 1,18 14-21 21-40 18-38 13-30
No. 30 0,600 12-18 35-60 15-35 14-30 12-28 10-22
No. 50 0.300 10-15 9-22 7-20 6-15
No. 100 0,150 6-15 5-13 4-10
No. 200 0,075 8-12 8-11 8-11 2-9 2-9 4-9 4-8 3-7

2. Bahan aspal yang dicampurkan dengan agregat sehingga menghasilkan campuran beraspal
sehingga mempunyai sifat seperti yang disyaratkan spesifikasi kontrak. Aspal modifikasi
termasuk jenis aspal yang bisa dijadikan bahan campuran aspal panas, namun proses
pembuatannya harus mendapatkan lisensi dari pabrik pembuat aspal tersebut. Tabel berikut
menunjukkan tipikal ketentuan untuk aspal keras, termasuk untuk aspal modifikasi.
Tabel II.d. Ketentuan untuk Aspal Keras
Tipe II Aspal Modifikasi
Tipe I Aspal
No Jenis Pengujian Metode Pengujian Elastomer Sintesis
Pen.60-70
PG 70 PG 76
1 Penetrasi pada 25oC (0,1 mm) SNI 2456-2011 60-70 Dilaporkan 1)
2 Temperatur yang menghasilkan SNI 06-6442-2000 - 70 76
Geser Dinamis (G*/sinδ) pada
isolasi 10 rad/detik ≥ 1,0 kPa (oC)
3 Viskositas Kinematis 135oC (cSt) (3) ASTM D2170-10 ≥ 300 ≤ 3000
4 Titik Lembek (oC) SNI 2434:2011 ≥48 Dilaporkan 2)
5 Daktilitas pada 25oC (cm) SNI 2432:2011 ≥100 -
6 Titik Nyala (oC) SNI 2433:2011 ≥232 ≥230
7 Kelarutan dalam trichloroethylene AASHTO T44-14 ≥99 ≥99
(%)
8 Berat jenis SNI 2441:2011 ≥1,0 -
9 Stabilitas Penyimpanan: ASTM D5976-00 Part 6.1. - ≤ 2,2
Perbedaan titik lembek dan
SNI 2434:2011
10 Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤2 -
Pengujian residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002)
11 Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤ 0,8 ≤ 0,8
12 Temperatur yang menghasilkan SNI 06-6442-2000 - 70 76
Geser Dinamis (G*/sinδ) pada
isolasi 10 rad/detik ≥ 2,2 kPa (oC)
13 Penetrasi pada 25oC (% semula) SNI 2456:2011 ≥ 54 ≥ 54
14 Daktilitas pada 25oC (cm) SNI 2432:2011 ≥ 50 ≥ 50 ≥ 25
Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada temperatur 100oC dan tekanan 2,1 MPa
15 Temperatur yang menghasilkan SNI 05-6442-2000 - 31 34
Geser Dinamis (G*/sinδ) pada
isolasi 10 rad/detik ≤ 5000 kPa (oC)

3. Bahan pengisi (filler) dapat berupa debu batu kapur atau debu kapur padam atau debu kapur
magnesium atau dolomit yang sesuai AASHTO M303-89 (2014), atau semen atau debu terbang
(fly ash) yang sumbernya disetujui Pengawas Pekerjaan. Bahan pengisi yang ditambahkan
untuk semen harus dalam rentang 1-2% terhadap berat total agregat, dan untuk bahan pengisi
lainnya dalam rentang 1 -3% terhadap berat total agregat. Khusus untuk SMA, tidak dibatasi
kadarnya tetapi tidak boleh menggunakan semen.
4. Bahan Anti Pengelupasan yang hanya digunakan jika stabilitas Marshall Sisa atau nilai Indirect
Tensile Strength Ratio (ITSR) campuran beraspal sebelum ditambah bahan anti pengelupasan
lebih besar dari yang disyaratkan. Bahan anti pengelupasan harus ditambahkan dalam bentuk
cairan di timbangan AMP.
5. Serat selulosa yang ditambahkan ke dalam campuran SMA, sekitar 0,3% terhadap total
campuran, dengan tipikal dimensi serat yang disajikan pada Tabel berikut:
Tabel II.e. Tipikal Dimensi Serat Selulosa
Pengujian Satuan Persyaratan
Panjang serat mm 3,6
Lolos ayakan No. 20 % 85 + 10
Lolos ayakan No. 40 % 40 + 10
Lolos ayakan No. 140 % 30 + 10
pH 7,5 + 1,0
Penyerapan Minyak 7,5 + 1,0 kali berat selulosa
Kadar Air % Maks. 5
Lampiran III

Sifat Campuran Aspal Panas

Dalam merencanakan campuran aspal panas, rancangan campuran harus memenuhi sifat-sifat
campuran sebagaimana diatur dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (revisi 2) ataupun
spesifikasi kontrak.
Tabel III.a. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Stone Matrix Asphalt (SMA)
SMA SMA Modifikasi
Sifat-Sifat Campuran
Tipis, Halus & Kasar Tipis, Halus & Kasar
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (%)(4) Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 17
Rasio VCAmix/VCAdrc (1) <1
Draindown pada temperatur Maks. 0,3
produksi, % berat dalam campuran
(waktu 1 jam) (2)
Stabilitas Marshall (kg) Min. 600 750
Pelelehan (mm) Min. 2
Msks 4,5
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah Min. 90
perendaman selama 24 jam, 60oC (5)
Stabilitas Dinamis (lintasan/mm (7)) Min. 2500 3000

Tabel III.b. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Lataston/HRS


Lataston
Sifat-Sifat Campuran
Lapis Aus Lapis Fondasi
Kadar aspal efektif (%) Min. 5,9 5,5
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (%)(4) Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 17 17
Rongga terisi aspal (%) Min. 68
Stabilitas Marshall (kg) Min. 600
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman Min. 90
selama 24 jam, 60oC (5)
Tabel III.c. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston/AC
Laston
Sifat-Sifat Campuran Lapis
Lapis Aus Fondasi
Antara
Jumlah tumbukan per bidang 75 112 (3)
Rasio partikel lolos ayakan 0,075mm Min. 0,6
dengan kadar aspal efektif Maks. 1,6
Rongga dalam campuran (%)(4) Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800 (3)
Pelelehan (mm) Min. 2 3
Maks. 4 6 (3)
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah Min. 90
perendaman selama 24 jam, 60oC (5)
Rongga dalam campuran (%) pada Min. 2
Kepadatan Membal (refusal) (6)

Tabel III.d. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston/AC Modifikasi


Laston
Sifat-Sifat Campuran Lapis
Lapis Aus Fondasi
Antara
Jumlah tumbukan per bidang 75 112 (3)
Rasio partikel lolos ayakan 0,075mm Min. 0,6
dengan kadar aspal efektif Maks. 1,6
Rongga dalam campuran (%)(4) Min. 3,0
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 2250 (3)
Pelelehan (mm) Min. 2 3
Maks. 4 6 (3)
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah Min. 90
perendaman selama 24 jam, 60oC (5)
Rongga dalam campuran (%) pada Min. 2
Kepadatan Membal (refusal) (6)
Stabilitas Dinamis, lintasan/mm (7) Min. 2500
Catatan:
1)
Penentuan VCAmix dan VCAdrc sesuai AASHTO R46-08 (2012).
2)
Pengujian draindown sesuai AASHTO T305-14.
4)
Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis Maksimum Agregat.
5)
Pengawas Pekerjaan dapat atau menyetujui AASHTO T283-14 sebagai alternatif pengujian kepekaan terhadap kadar air.
6)
Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), disarankan menggunakan penumbuk bergetar (vibratory hammer) yang
pecahnya butiran agregat dalam campuran dapat dihindari. Jika digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang
harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 inci dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 inci.
7)
Pengujian wheel tracking machine (WTM) harus dilakukan pada temperatur 60oC. Prosedur pengujian harus mengikuti prosedur
pada Technical Guideline for Pavement Design and Construction, Japan Road Association (JRA 2005).
Lampiran IV

Jenis dan Bahan Perkerasan Beton Semen pada Perkerasan Kaku

Bahan-bahan yang digunakan dalam perkerasan beton semen adalah:


1. Agregat
Agregat adalah kerikil hasil disintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh
dari industri pecahan batu (SNI 03-2834-1993). Untuk pekerjaan beton semen, agregat yang
digunakan harus bersih, keras, dan kuat. Mutu agregat diatur dalam SNI 8321:2016 tentang
spesifikasi agregat beton (ASTM C33/C33M-13, IDT). Secara umum agregat dikalsifikasi
berdasarkan ukurannya yaitu:
a. agregat halus yang mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm; dan
b. agregat kasar yang mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai dengan 40 mm.

Agregat halus yang digunakan dalam campuran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. maksimum agregat halus adalah ≤ 1/3 tebal pelat atau ≤ ¾ jarak bersih antar tulangan;
b. agregat halus/pasir harus diperiksa kadar airnya dengan ketentuan:
Tabel IV.a. Kadar Air Agregat Halus/Pasir
Uraian Pengujian Kadar Air Perlakuan
Berdasarkan Volume >5% Dikoreksi
Berdasarkan Berat >3%

c. Mempunyai ukuran yang lebih kecil dari ayakan ASTM No. 4 (4,75 mm);
d. Minimal terdiri dari 50% pasir alam (terhadap berat);
e. Jika dua jenis agregat halus dicampur, maka pencampuran harus mengacu pada Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018 (Revisi 2); dan
f. Agregat kasar untuk perkerasan beton harus memenuhi SNI 8321:2016 dan Pasal 7.1.2.3 dan
Pasal 5.3.2.3) dari Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (Revisi 2).
2. Semen
Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton semen harus sesuai dengan SNI 15-2049-2015.
Semen yang boleh digunakan ialah semen Portland tipe I, II, III, IV, dan V atau semen portland
pozzolan cement sesuai SNI 0302: 2014.
Dalam satu penghamparan, hanya boleh digunakan satu tipe dan satu merek semen, kecuali
diizinkan oleh Pengawas Pekerjaan (Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 (Revisi 2) hal: 7-8).
3. Air
Air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, bebas dari bahan merugikan
(contohnya minyak, garam dan gula). Pengujian air harus dilakukan sebelum pencampuran
dengan mengacu kepada SNI 7974:2016.
4. Baja Tulangan (Opsional)
Jika perkerasan menggunakan baja tulangan, maka baja tulangan berikut tidak diizinkan untuk
dipakai dalam perkerasan:
a. Panjang batang, ketebalan dan bengkokan melebihi toleransi yang disyaratkan SNI 03-6816-
2002;
b. Bengkokan atau tekukan yang tidak ditunjukkan pada gambar atau gambar kerja akhir (shop
drawing);
c. Batang dengan penampang yang mengecil karena karat yang berlebih atau sebab lain.
Jika terdapat perubahan ukuran baja maka perubahan tersebut harus secara jelas disahkan
oleh Pengawas Pekerjaan. selain itu, baja tulangan harus dibengkokkan secara dingin. Apabila
dibengkokkan secara panas maka tindakan pengamanan harus dilakukan agar sifat asli baja
tidak terlalu banyak berubah. Selain hal-hal di atas, baja tulangan harus memiliki mutu sesuai
dengan tabel berikut:
Tabel IV.b. Ketentuan Mutu Baja Tulangan
Uji Tarik
Kelas Baja Kuat Tarik
Kuat Luluh/Leleh (YS) Regangan dalam 200 mm
Tulangan (TS)
Mpa MPa %
BjTP 280 Min. 280 Maks. 405 Min. 350 11 (d ≤ 10 mm)
12 (d ≥ 12 mm)
BjTS 280 Min. 280 Maks. 405 Min. 350 11 (d ≤ 10 mm)
12 (d ≥ 13 mm)
BjTS 420A Min 420 Maks. 545 Min. 525 9 (d ≤ 19 mm)
8 (22 ≤ d ≤ 25 mm)
7 (d ≥ 29 mm)
BjTS 420B Min 420 Maks. 545 Min. 525 14 (d ≤ 19 mm)
12 (22 ≤ d ≤ 36 mm)
10 (d > 36 mm)
BjTS 520 Min.520 Maks.645 Min.650 7 (d ≤ 25 mm)
6 (d ≥ 29 mm)
BjTS 550 Min.550 Maks.675 Min.687,5 7 (d ≤ 25 mm)
6 (d ≥ 29 mm)
BjTS 700 Min.700 Maks.825 Min.805 7 (d ≤ 25 mm)
6 (d ≥ 29 mm)

5. Serat Baja (Opsional)


Serat baja (steel-fibre) dapat digunakan untuk meningkatkan kuat tarik lentur beton dan
mengendalikan retak pada pelat. Serat baja khususnya digunakan pada titik-titik daerah yang
memerlukan beton dengan bentuk tidak lazim.
Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar sebagai angker
dan/atau diberi sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal, serat dengan
panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masing-masing
sebanyak 75 dan 45 kg/m³.
Lampiran V

Jenis dan Faktor Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur dan Kaku

Pemahaman jenis kerusakan perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat membantu Pemeriksa
untuk mengenali penyebab kerusakan, sehingga Pemeriksa memiliki tambahan informasi sebelum
menentukan jenis lapisan yang diuji dan metode yang dipergunakan. Berbagai jenis kerusakan
perkerasan/jalan dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu:
1. beban lalu lintas yang berlebihan;
2. kondisi tanah dasar (subgrade) yang tidak stabil, sebagai akibat pelaksanaan pekerjaan yang
kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasar yang memang jelek;
3. kondisi lapisan fondasi yang kurang baik, lunak atau mudah mampat;
4. kondisi lingkungan yaitu termasuk suhu udara dan curah hujan yang tinggi;
5. material struktur perkerasan dan pengolahan yang kurang baik;
6. penurunan akibat pembangunan utilitas dibawah perkerasan;
7. drainase yang buruk, sehingga berakibat naiknya air ke lapisan perkerasan akibat kapilaritas;
8. kadar aspal alam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh akibat pembekuan
dan pencairan es;
9. dalam perkerasan lentur, kelelahan (fatigue) dari perkerasan, pemadatan, atau geseran yang
berkembang pada tanah dasar, lapis fondasi agregat bawah, lapis fondasi agregat atas, dan
lapis permukaan; dan
10. dalam perkerasan kaku, kondisi beton yang menburuk dikarenakan penurunan mutu beton
akibat material yang tidak awet, proses beku-cair, reaksi agregat alkali, dan lainnya.

A. Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur


1. Deformasi berupa perubahan permukaan jalan dari profil aslinya, kerusakan ini
menunjukkan kerusakan struktur perkerasan. Beberapa tipe deformasi perkerasan lentur
adalah sebagai berikut:
a) Bergelombang atau keriting adalah kerusakan sebagai akibat terjadinya deformasi
plastis yang menghasilkan
gelombang-gelombang melintang
atau tegak lurus arah perkerasan
aspal.
Penyebab:
1) Beban lalu lintas disertai tidak
stabilnya lapis permukaan atau
lapis fondasi. Lapis permukaan
tidak stabil dapat disebabkan
campuran aspal yang buruk
(terlalu tinggi kadar aspal, terlalu
banyaknya agregat halus, agregat
Bergelombang/keriting berbentuk bulat dan licin, atau
terlalu lunaknya semen aspal; dan
2) Kadar air dalam lapis fondasi terlalu tinggi, sehingga tidak stabil.
b) Alur adalah turunnya perkerasan ke arah memanjang jalan pada lintasan roda
kendaraan.
Penyebab:
1) Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga akibat beban lalu
lintas lapis fondasi kembali memadat;
2) Pemadatan tanah dasar buruk atau tidak seragam, sehingga lapis perkerasan di
atasnya mengalami deformasi;
3) Tanah dasar lemah atau lapis fondasi atas kurang tebal, pemadatan kurang atau
terjadi pelemahan akibat infiltrasi air. Kualitas aspal rendah, ditandai dengan gerakan
arah lateral dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda; dan
4) Gerakan lateral dari satu atau lebih komponen pembentuk lapisan perkerasan (lapis
fondasi atau tanah dasar) yang kurang padat.

Bentuk alur yang disebabkan


lemahnya lapisan aspal

Bentuk alur yang disebabkan


lemahnya lapis fondasi
(subgrade)

c) Amblas adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area tertentu yang mungkin
diikuti dengan retakan. Penurunan ditandai dengan adanya genangan air pada
permukaan perkerasan.
Penyebab;
1) Beban lalu lintas berlebih; dan
2) Penurunan sbagian perkerasan akibat lapisan dibawah yang mengalami penurunan.
d) Sungkur adalah perpindahan permanen secara local dan memanjang dari permukaan
perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Sungkur terjadi pada perkerasan
aspal yang berbatasan dengan perkerasan beton semen.
Penyebab:
1) Stabilitas campuran aspal rendah
yang disebabkan tingginya kadar
aspal, terlalu banyaknya agregat
halus, agregat berbentuk bulat dan
licin, atau terlalu lunaknya semen
aspal;
2) Kadar air dalam lapis fondasi terlalu
tinggi;
Sungkur
3) Ikatan antara lapisan perkerasan
tidak bagus; dan
4) Tebal perkerasan kurang.
e) Mengembang adalah gerakan ke atas pada titik tertentu perkerasan akibat
pengembangan tanah dasar atau struktur perkerasan dengan areal yang luas.
Penyebab:
1) Mengembangnya material lapisan di bawah
perkerasan atau tanah dasar; dan
2) Tanah dasar perkerasan mengembang,
bila kadar air naik yang terjadi jika tanah dasar
berupa lempung yang mudah mengembang.

Mengembang

f) Benjol dan turun adalah gerakan atau perpindahan ke atas (benjol) atau ke bawah
(turun) yang bersifat lokal dan kecil
Penyebab:
1) Tekukan atau penggembungan dari
perkerasan pelat beton di bagian bawah
yang diberi lapisan dengan aspal;
2) Kenaikan pembekuan es; dan
3) Infiltrasi dan penumpukan material
dalam retakan yang dipengaruhi beban
lalu lintas. Benjol

2. Retak yang terjadi karena tegangan tarik yang terjadi pada aspal melebihi tarik maksimum
yang dapat ditahan perkerasan aspal tersebut. Retak pada perkerasan lentur dapat
dibedakan menjadi:
a) Retak memanjang tunggal maupun berderet yang sejajar atau bercabang.
Penyebab:
1) Kurangnya gesek internal dalam lapis fondasi atau tanah dasar (kurang stabil), yang
mengakibatkan perubahan volume lapis pondasi maupun tanah dasar; dan
2) Perubahan suhu atau kurangnya pemadatan perkerasan permukaan (aspal).
b) Retak melintang tunggal (tidak bersambungan satu sama lain)
Penyebab:
1) Penyusutan bahan pengikat pada lapis fondasi dan tanah-dasar;
2) Kegagalan struktur lapis fondasi; dan
3) Pengaruh suhu atau kurangnya pemadatan.
c) Retak diagonal berupa retakan tidak bersambungan satu sama lain yang arahnya
diagonal terhadap perkerasan.
Penyebab:
1) Menunjukkan retak susut atau sambungan pada lapisan dibawahnya seperti pondasi
rekat, dan lapis pondasi aspal (asphalt base);
2) Penurunan timbunan dibawah lapis permukaan;
3) Desakan akar pohon; dan
4) Pemasangan bangunan layanan umum.
d) Retak berkelok-kelok yang tidak saling berhubungan, pola tidak beraturan, dan arahnya
bervariasi.
1) Penyusutan material dibawah material rekat atau material berbutir halus lainnya;
2) Pelunakan tanah di pinggir perkerasan akibat kenaikan kelembaban, atau terjadi
beda penurunan timbunan, galian, atau struktur; dan
3) Pengaruh akar tanaman.
e) Retak reflektif sambungan yang terjadi pada perkerasan aspal yang dihamparkan di atas
perkerasan beton semen.
Penyebab:
1) Gerakan vertikal atau horizontal pada lapisan di bawah lapis tambahan yang
diakibatkan perubahan suhu atau kadar air;
2) Gerakan lapis fondasi; dan
3) Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.
f) Retak kulit buaya yaitu retak yang berbentuk jaringan dari bidang bersegi banyak
menyerupai kulit buaya.
Penyebab:
1) Daya dukung tanah dasar rendah;
2) Bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air, karena air tanah naik; dan
3) Lapis pondasi atau lapis aus terlalu getas.
g) Retak blok yang berbentuk blok-blok retak yang saling bersambungan dan dapat
membentuk sudut atau pojok yang tajam.
Penyebab:
1) Penyusutan volume campuran aspal yang
mempunyai kadar agregat halus tinggi dan agregat
mudah menyerap;
2) Sambungan dalam lapisan beton yang berada
di bawahnya; dan
3) Retak akibat kelelahan (fatigue) dalam lapisan
Retak blok aus aspal.

h) Retak slip yaitu retak dengan berbentuk bulan sabit.


Penyebab:
1) kurangnya ikatan lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya yang disebabkan
tidak digunakan lapis rekat pondasi atau lapis perekat pada lapisan dibawahnya;
2) campuran aspal terlalu banyak mengandung pasir;
3) kurangnya pemadatan perkerasan; dan
4) lapis aus terlalu tipis.
3. Kerusakan di pinggir perkerasan berupa retak
pinggir dan jalur/bahu turun yang disebabkan:
a) lebar perkerasan kurang;
b) drainase kurang baik;
c) kembang susut tanah disekitar jalan;
d) adanya pohon di dekat pinggir perkerasan;
e) bahu jalan dibangun dari bahan yang kurang
tahan terhadap erosi dan abrasi; dan
Kerusakan di pinggir
f) enambahan lapis permukaan tanpa diikuti penambahan permukaan bahu jalan.
4. Kerusakan tekstur permukaan yang merupakan kehilangan material perkerasan secara
berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke arah bawah, terdiri dari:
a) Butiran agregat lepas dari permukaan
perkerasan.
Penyebab:
1) campuran material aspal lapis permukaan
kurang baik;
2) melemahnya bahan pengikat dan/atau
batuan;
3) pemadatan kurang baik karena dilakukan Butiran agregat lepas
pada musim hujan; dan
4) agregat yang digunakan mudah menyerap
air.
b) Bleeding yaitu keluarnya aspal dari lapis permukaan
Penyebab :
1) pemakaian aspal yang terlalu tinggi pada lapis permukaan; dan
2) kadar udara dalam campuran aspal terlalu rendah.

B. Jenis Kerusakan Perkerasan Kaku


1. Deformasi berupa perubahan permukaan jalan dari profil aslinya berupa
a) Pemompaan (Pumping) yaitu
terpompanya butiran halus pasir,
lempung, dan/atau lanau bersama air
disepanjang celah sambungan dan
pinggir perkerasan.
Penyebab : beban lalu lintas yang
mengurangi dukungan tanah-dasar di
bawah pelat beton.

Pumping

b) Blow-up/Blucking berupa tekukan pada lapisan perkerasan beton semen.


Penyebab: sambungan berisi material keras sehingga menghambat pemuaian pelat
beton.
c) Penurunan/patahan berupa perbedaan elevasi dua plat pada sambungan.
Penyebab:
1) dukungan tanah dasar dan lapis fondasi buruk;
2) hilangnya butiran halus material lapis fondasi
yang disebabkan pumping; dan
3) perubahan volume tanah dasar.

Patahan
d) Punch out yaitu pecah pada beberapa bagian kecil perkerasan beton yang diiringi
tenggelamnya pecahan pelat beton.
Penyebab:
Punch Out
1) perkerasan beton semen terlalu tipis; dan
2) pengecoran beton buruk (mutu beton).

e) Rocking yaitu gerakan turun naik pada sambungan atau retak akibat beban lalu lintas.
Penyebab:
1) pemadatan yang buruk pada lapis fondasi;
2) tanah dasar buruk; dan
3) hilangnya butiran halus pada lapis pondasi bawah atau tanah dasar akibat
pemompaan.
2. Retak dengan alur retak seperti retak pada perkerasan lentur.
Penyebab:
a) kekuatan (mutu) beton dan tebal beton Retak
kurang;
b) beban kendaraan berlebihan;
c) kehilangan daya dukung tanah dasar yang
diakibatkan pemompaan;
d) rasio lebar pelat beton terhadap panjang
tidak benar (sambungan terlalu jauh);
e) sambungan tidak cukup dalam, atau
buruknya sambungan; dan
f) sambungan tidak tertutup dengan baik
sehingga dimasuki air, sehingga menghambat pemuaian.
3. Bahu/Pinggir turun yaitu penurunan bahu jalan terhadap permukaan perkerasan beton
semen
Penyebab:
a) beda penurunan antara bahu jalan dan perkerasan;
b) erosi bahu jalan;
c) tebal rencana bahu jalan tidak tepat; dan
d) pemadatan bahu jalan atau drainase tidak baik.
4. Disintegrasi adalah terurainya pelat beton ke dalam bagian-bagian kecil yang jika tidak
segera diperbaiki dapat menyebabkan kerusakan total, terdiri dari:
a) Scaling/map cracking/crazing berupa jaringan retak dangkal, halus atau retak rambut
yang hanya muncul pada permukaan perkerasan beton semen.
Penyebab:
1) pencampuran adukan beton buruk; dan
2) pengeringan/perawatan beton kurang baik.
b) Gompal/spalling pada sambungan dan sudut yang pecah.
Penyebab:
1) penutup sambungan yang buruk sehingga Spalling
masuknya material keras ke dalam
sambungan yang kemudian menghalangi
pemuaian; dan
2) dowel yang digunakan untuk alat transfer
beban memotong sambungan ekspansi,
tidak diletakkan dalam posisi sejajar
dengan sumbu dan permukaan
perkerasan.
c) Agregat licin yaitu tergosoknya partikel agregat di permukaan beton semen sehingga
permukaan menjadi licin.
Penyebab:
1) kualitas agregat pada campuran beton semen tidak bagus; dan
2) pengecoran beton semen kurang baik.
5. Lubang yaitu kerusakan berbentuk cekungan akibat penurunan permukaan perkerasan
beton, dan tidak memperlihatkan pecahan pada sudut.
Penyebab:
a) penempatan dowel yang terlalu dekat dengan permukaan; dan
b) retakan atau kerusakan lain yang tidak segera ditutup.
6. Gerakan tanah pondasi yang menyebabkan kemiringan permukaan beton semen yang diikuti
retakan yang mengarah pada titik tertentu.
Penyebab : tanah dasar yang tidak stabil.
Lampiran VI

Prosedur Pemeriksaan Harga Satuan Timpang


Lampiran VII

Penghitungan Contoh Kasus Lapisan Permukaan pada Perkerasan Lentur

Tabel VII.a. Penghitungan Tabel Rerata dari Pengukuran 3 Sisi Benda Uji Inti
Right (R)/ Hasil Pengujian Fisik (mm) Tebal rerata
No STATION
Left (L) Tebal Sisi 1 Tebal Sisi 2 Tebal Sisi 3 (mm) (m)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 1 + 450 L 60 61 59 60,000 0,060
2 1 + 500 R 59 59 62 60,000 0,060
3 1 + 550 L 60 61 59 60,000 0,060
4 1 + 600 R 41 44 41 42,000 0,042
5 1 + 650 L 52 53 51 52,000 0,052
6 1 + 700 R 53 54 52 53,000 0,053
7 1 + 750 L 56 54 55 55,000 0,055
8 1 + 800 R 54 56 55 55,000 0,055
9 1 + 850 L 28 30 32 30,000 0,030
10 1 + 900 R 33 32 31 32,000 0,032
11 1 + 950 L 35 35 38 36,000 0,036
12 2 + 0 R 58 60 59 59,000 0,059
13 2 + 50 L 56 54 55 55,000 0,055
14 2 + 100 R 61 60 59 60,000 0,060
15 2 + 150 L 58 62 60 60,000 0,060
16 2 + 200 R 73 69 71 71,000 0,071
17 2 + 250 L 66 64 65 65,000 0,065
18 2 + 300 R 58 52 52 54,000 0,054
19 2 + 350 L 55 52 52 53,000 0,053
20 2 + 400 R 24 25 26 25,000 0,025
21 2 + 450 L 24 27 24 25,000 0,025
22 2 + 500 R 51 49 50 50,000 0,050
23 2 + 550 L 54 56 55 55,000 0,055
24 2 + 600 R 58 62 60 60,000 0,060
25 2 + 650 L 61 59 63 61,000 0,061
26 2 + 700 R 54 58 56 56,000 0,056
27 2 + 730 L 58 60 62 60,000 0,060
Keterangan :
Kolom (4), (5), (6) = tebal benda uji inti sesuai hasil pengujian fisik, sesuai Tabel 4.5
Kolom 7 = (Kolom 4 + Kolom 5 + Kolom 6)/3
Kolom 8 = (Kolom 7) /1000
Tabel VII.b. Analisis Terima atau Tidaknya Tebal dan Densitas Lapisan AC-WC Sesuai Hasil Pengujian Fisik
PENGUJIAN FISIK
Cek
Tebal Tebal Densitas Densitas
No Station Tebal Cek Tebal Densitas Densitas
Aktual Rerata Aktual Aktual
Rerata vs Aktual Diakui
Rerata Diterima Rerata Diakui
(m) Toleransi (kg/m3) vs Toleransi
(m) (m) (kg/m3) (kg/m3)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 1 + 450 0,060 2,300
0,060 0,060 OK 2,300 2,300 OK
2 1 + 500 0,060 2,300
0,060 0,060 OK 2,277 2,277 OK
3 1 + 550 0,060 2,254
0,051 0,051 NOT OK 2,254 2,254 OK
4 1 + 600 0,042 2,254
0,047 0,047 NOT OK 2,277 2,277 OK
5 1 + 650 0,052 2,300
0,053 0,053 NOT OK 2,300 2,300 OK
6 1 + 700 0,053 2,300
0,054 0,054 NOT OK 2,213 2,213 NOT OK
7 1 + 750 0,055 2,125
0,055 0,055 OK 2,188 2,188 NOT OK
8 1 + 800 0,055 2,250
0,043 0,043 NOT OK 2,275 2,275 OK
9 1 + 850 0,030 2,300
0,031 0,031 NOT OK 2,300 2,300 OK
10 1 + 900 0,032 2,300
0,034 0,034 NOT OK 2,300 2,300 OK
11 1 + 950 0,036 2,300
0,048 0,048 NOT OK 2,300 2,300 OK
12 2 + 0 0,059 2,300
0,057 0,057 OK 2,300 2,300 OK
13 2 + 50 0,055 2,300
0,058 0,058 OK 2,150 2,150 NOT OK
14 2 + 100 0,060 2,000
0,060 0,060 OK 2,050 2,050 NOT OK
15 2 + 150 0,060 2,100
0,066 0,060 OK 2,250 2,250 NOT OK
16 2 + 200 0,071 2,400
0,068 0,060 OK 2,450 2,300 OK
17 2 + 250 0,065 2,500
0,060 0,060 OK 2,350 2,300 OK
18 2 + 300 0,054 2,200
0,054 0,054 NOT OK 2,250 2,250 NOT OK
19 2 + 350 0,053 2,300
0,039 0,039 NOT OK 2,300 2,300 OK
20 2 + 400 0,025 2,300
PENGUJIAN FISIK
Cek
Tebal Tebal Densitas Densitas
No Station Tebal Cek Tebal Densitas Densitas
Aktual Rerata Aktual Aktual
Rerata vs Aktual Diakui
Rerata Diterima Rerata Diakui
(m) Toleransi (kg/m3) vs Toleransi
(m) (m) (kg/m3) (kg/m3)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
0,025 0,025 NOT OK 2,250 2,250 NOT OK
21 2 + 450 0,025 2,200
0,038 0,038 NOT OK 2,200 2,200 NOT OK
22 2 + 500 0,050 2,200
0,053 0,053 NOT OK 2,150 2,150 NOT OK
23 2 + 550 0,055 2,100
0,058 0,058 OK 2,200 2,200 NOT OK
24 2 + 600 0,060 2,300
0,060 0,060 OK 2,300 2,300 OK
25 2 + 650 0,061 2,300
0,059 0,059 OK 2,100 2,100 NOT OK
26 2 + 700 0,056 1,900
0,058 0,058 OK 1,900 1,900 NOT OK
27 2 + 730 0,060
Keterangan:
Kolom 3 = rata-rata tebal pengukuran sesuai Kolom (8) Tabel VII.a.
Kolom 4 = (tebal benda uji inti pada STA awal + tebal benda uji inti pada STA akhir)/2
Kolom 5 = Kolom 4 = tebal pekerjaan yang diterima sesuai hasil pengujian fisik
Kolom 6 = Pengecekan apakah pekerjaan sesuai spesifikasi (OK) atau tidak sesuai spesifikasi (NOT OKE) sesuai Tabel 2.6. (Toleransi
Ketebalan) dan Tabel 2.9 (Pemotongan pembayaran atas tebal aktual) yang dijadikan spesifikasi kontrak, atau dhi.
Spesifikasi umum Bina Marga. NOT OKE berarti pekerjaan pada rentang STA tersebut dilakukan penyesuaian HS atau harus
diperbaiki
Kolom 7 = Nilai densitas sesuai pengujian oleh Laboratorium atau Tenaga Ahli terhadap benda uji inti yang diambil saat pengujian fisik
Kolom 8 = (densitas benda uji inti pada station awal + densitas benda uji inti pada station akhir)/2
Kolom 9 = Kolom 8 = densitas pekerjaan yang diterima sesuai hasil pengujian fisik dhi, pengujian laboratorium
Kolom 10 = Pengecekan apakah pekerjaan bisa diterima (OK) atau tidak diterima (NOT OKE) sesuai Tabel 2.10. (Pemotongan
pembayaran atas densitas aktual) yang dijadikan spesifikasi kontrak, atau dhi. Spesifikasi umum Bina Marga. NOT OKE
berarti pekerjaan pada rentang STA tersebut dilakukan penyesuaian HS atau harus diperbaiki
Tabel VII.c. Penghitungan Tonase Lapisan AC-WC Diakui Sesuai Hasil Pengujian Fisik
PENGUJIAN FISIK
Lebar
No Station Panjang Lebar Tonase
Aktual Tebal Rerata Volume Densitas Aktual
Aktual Aktual Diakui
Rerata Diakui (m) (m3) Diakui (kg/m3)
(m) (m) (ton)
(m)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 1 + 450 4 2,300
50 4 0,060 12,000 27,600
2 1 + 500 4 2,300
50 4 0,060 12,000 27,600
3 1 + 550 4 2,254
50 4 0,051 10,200 23,460
4 1 + 600 4 2,254
50 4 0,047 9,400 21,620
5 1 + 650 4 2,300
50 4 0,053 10,500 24,150
6 1 + 700 4 2,300
50 4 0,054 10,800 24,840
7 1 + 750 4 2,125
50 4 0,055 11,000 25,300
8 1 + 800 4 2,250
50 4 0,043 8,500 19,550
9 1 + 850 4 2,300
50 4 0,031 6,200 14,260
10 1 + 900 4 2,300
50 4 0,034 6,800 15,640
11 1 + 950 4 2,300
50 4 0,048 9,500 21,850
12 2 + 0 4 2,300
50 4 0,057 11,400 26,220
13 2 + 50 4 2,300
50 4 0,058 11,500 26,450
14 2 + 100 4 2,000
50 4 0,060 12,000 27,600
15 2 + 150 4 2,100
50 4 0,060 12,000 27,600
16 2 + 200 4 2,400
50 4 0,060 12,000 27,600
17 2 + 250 4 2,500
50 4 0,060 11,900 27,370
18 2 + 300 4 2,200
50 4 0,054 10,700 24,610
19 2 + 350 4 2,300
50 4 0,039 7,800 17,940
20 2 + 400 4 2,300
50 4 0,025 5,000 11,500
21 2 + 450 4 2,200
PENGUJIAN FISIK
Lebar
No Station Panjang Lebar Tonase
Aktual Tebal Rerata Volume Densitas Aktual
Aktual Aktual Diakui
Rerata Diakui (m) (m3) Diakui (kg/m3)
(m) (m) (ton)
(m)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
50 4 0,038 7,500 17,250
22 2 + 500 4 2,200
50 4 0,053 10,500 24,150
23 2 + 550 4 2,100
50 4 0,058 11,500 26,450
24 2 + 600 4 2,300
50 4 0,060 12,000 27,600
25 2 + 650 4 2,300
50 4 0,059 11,700 26,910
26 2 + 700 4 1,900
30 4 0,058 6,960 16,008
27 2 + 730 4
4
Jumlah 1.280 261,360 601,128
Keterangan:
Kolom 3 = rentang panjang jalan pada 2 titik sampel (STA akhir – STA akhir) sesuai hasil pengujian fisik pada station kolom (2)
Kolom 4 = lebar jalan sesuai hasil pengujian fisik pada STA pada kolom (2)
Kolom 5 = (lebar STA awal + lebar STA akhir) /2
Kolom 6 = Kolom (5) pada Tabel VII.b
Kolom 7 = Kolom (3) x Kolom (5) x Kolom (6)
Kolom 8 = Kolom (9) pada Tabel VII.b
Tonase = Kolom (7) x Kolom (8)
Tabel VII.d. Penghitungan Pemotongan Harga Satuan (HS) Berdasarkan Tebal dan Densitas Diakui Sesuai
Spesifikasi Kontrak dhi. Spesifikasi Umum Bina Marga
Pengujian Fisik Pemotongan Pembayaran HS
Cek
Tebal Densitas Densitas
No Station Cek Tebal
Rerata Aktual Kurang HS Kurang HS
vs Diakui
diakui Diakui Tebal Densitas Diperhitungkan
Toleransi vs
(m) (kg/m3)
Toleransi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 1 + 450
0,060 OK 2,300 OK 1 1 1.872.357,41
2 1 + 500
0,060 OK 2,277 OK 1 1 1.872.357,41
3 1 + 550
0,051 NOT OK 2,254 OK 0.75 1 1.404.268,06
4 1 + 600
0,047 NOT OK 2,277 OK 0.55 1 1.029.796,58
5 1 + 650
0,053 NOT OK 2,300 OK 0.75 1 1.404.268,06
6 1 + 700
0,054 NOT OK 2,213 NOT OK 0.75 0.8 1.123.414,45
7 1 + 750
0,055 OK 2,188 NOT OK 1 0 -
8 1 + 800
0,043 NOT OK 2,275 OK 0 1 -
9 1 + 850
0,031 NOT OK 2,300 OK 0 1 -
10 1 + 900
0,034 NOT OK 2,300 OK 0 1 -
11 1 + 950
0,048 NOT OK 2,300 OK 0.55 1 1.029.796,58
12 2 + 0
0,057 OK 2,300 OK 1 1 1.872.357,41
13 2 + 50
0,058 OK 2,150 NOT OK 1 0 -
14 2 + 100
0,060 OK 2,050 NOT OK 1 0 -
15 2 + 150
0,060 OK 2,250 NOT OK 1 0.9 1.685.121,67
16 2 + 200
0,060 OK 2,300 OK 1 1 1.872.357,41
17 2 + 250
0,060 OK 2,300 OK 1 1 1.872.357,41
18 2 + 300
0,054 NOT OK 2,250 NOT OK 0.75 0.9 1.263.841,25
19 2 + 350
0,039 NOT OK 2,300 OK 0 1 -
20 2 + 400
Pengujian Fisik Pemotongan Pembayaran HS
Cek
Tebal Densitas Densitas
No Station Cek Tebal
Rerata Aktual Kurang HS Kurang HS
vs Diakui
diakui Diakui Tebal Densitas Diperhitungkan
Toleransi vs
(m) (kg/m3)
Toleransi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
0,025 NOT OK 2,250 NOT OK 0 0.9 -
21 2 + 450
0,038 NOT OK 2,200 NOT OK 0 0 -
22 2 + 500
0,053 NOT OK 2,150 NOT OK 0.75 0 -
23 2 + 550
0,058 OK 2,200 NOT OK 0 0 -
24 2 + 600
0,060 OK 2,300 OK 0 1 -
25 2 + 650
0,059 OK 2,100 NOT OK 0 0 -
26 2 + 700
0,058 OK 1,900 NOT OK 0 0 -
27 2 + 730
Keterangan:
Kolom 7 = persentase pemotongan HS berdasarkan tebal aktual (sesuai spesifikasi kontrak dhi. Tabel 2.9)
Kolom 8 = persentase pemotongan HS berdasarkan densitas aktual (sesuai spesifikasi kontrak dhi. Tabel 2.10)
Kolom 9 = (Kolom 7) x (Kolom 8) x HS Pekerjaan AC-WC (Rp1.872.357,41 / ton)
Tabel VII.e. Penghitungan Pembayaran yang Seharusnya Sesuai Tonase, Tebal dan Densitas Diakui
Penghitungan BPK
No Station Tonase Pengujian HS
Seharusnya Dibayarkan
Fisik yang Diakui Diperhitungkan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 1 + 450
27,600 1.872.357,41 51.677.064,52
2 1 + 500
27,600 1.872.35,41 51.677.064,52
3 1 + 550
23,460 1.404.268,06 32.944.128,63
4 1 + 600
21,620 1.029.796,58 22.264.201,96
5 1 + 650
24,150 1.404.268,06 33.913.073,59
6 1 + 700
24,840 1.123.414,45 27.905.614,84
7 1 + 750
25,300 - -
8 1 + 800
19,550 - -
9 1 + 850
14,260 - -
10 1 + 900
15,640 - -
11 1 + 950
21,850 1.029.796,58 22.501.055,17
12 2 + 0
26,220 1.872.357,41 49.093.211,29
13 2 + 50
26,450 - -
14 2 + 100
27,600 - -
15 2 + 150
27,600 1.685.121,67 46.509.358,06
16 2 + 200
27,600 1.872.357,41 51.677.064,52
17 2 + 250
27,370 1.872.357,41 51.246.422,31
18 2 + 300
24,610 1.263.841,25 31.103.133,21
19 2 + 350
17,940 - -
20 2 + 400
11,500 - -
21 2 + 450
Penghitungan BPK
No Station Tonase Pengujian HS
Seharusnya Dibayarkan
Fisik yang Diakui Diperhitungkan
(1) (2) (3) (4) (5)
17,250 - -
22 2 + 500
24,150 - -
23 2 + 550
26,450 - -
24 2 + 600
27,600 - -
25 2 + 650
26,910 - -
26 2 + 700
16,008 - -
27 2 + 730

Jumlah 601,128 472.511.392,61


Keterangan:
Kolom 3 = tonase aktual sesuai penghitungan Tabel VII.c
Kolom 4 = HS yang digunakan sesuai penghitungan Tabel VII.c
Kolom 5 = (Kolom 3) x (Kolom 4)
Lampiran VIII

Penghitungan Contoh Kasus Kekurangan Mutu Pekerjaan Perkerasan Beton Semen

Tabel VIII.a. Perhitungan rata-rata Nilai Lenting Hasil Pengujian Fisik


Posisi Nilai Lenting (R) Pengujian Ke- R
No STA
(L/R) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
1 0+010 L 33 33 33 33 33 32 33 32 33 32 33
2 0+200 R 31 28 31 30 32 31 28 30 31 28 30
3 0+200 L 22 28 34 26 28 26 28 32 32 32 29
4 0+215 L 22 22 22 20 20 22 22 22 23 28 22
5 0+215 R 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
6 0+220 R 22 20 22 20 20 20 22 20 20 22 21
7 0+220 L 22 22 22 20 20 20 20 22 22 23 21
8 0+225 L 23 25 22 22 22 22 23 23 22 25 23
9 0+225 R 28 25 22 28 25 25 28 28 28 30 27
10 0+230 R 28 28 28 30 28 28 32 25 25 34 29
11 0+230 L 28 25 25 25 28 22 22 23 23 23 24
12 0+235 L 28 25 25 25 23 25 25 25 25 25
13 0+235 R 25 26 25 25 23 20 25 25 24
14 0+240 R 28 23 30 25 28 28 28 28 28 25 27
15 0+240 L 23 22 23 22 22 23 22 23 22 22 22
16 0+245 L 22 22 22 22 20 22 20 22 22 20 21
17 0+250 L 25 28 30 28 28 28 28 30 28 30 28
18 0+255 L 28 28 40 40 36 38 36 36 28 34
19 0+265 L 20 23 22 22 25 22 23 20 22 25 22
20 0+275 L 28 32 28 28 28 32 30 26 32 28 29
21 0+285 L 28 30 26 25 28 25 25 25 25 25 26
22 0+295 R 28 26 28 30 26 26 28 26 28 26 27
23 0+305 L 32 32 35 32 35 32 30 34 34 30 33
24 0+315 R 22 22 22 25 22 22 25 25 20 22 23
25 0+325 R 25 22 25 22 25 22 22 22 22 22 23
26 0+335 R 28 35 28 28 28 30 30 28 28 26 29
27 0+350 L 38 38 34 40 38 38 38 35 35 36 37
28 0+400 R 28 28 25 26 30 28 35 30 28 32 29
29 0+415 L 25 25 32 28 25 25 28 26 28 30 27
30 0+440 R 23 25 23 25 25 23 25 25 23 25 24
Tabel VIII.b. Hasil Pengukuran Kuat Lenting (R) Rata-rata Terkoreksi dan Kuat Lentur pada Pengecekan
Fisik
R Rata-
R Angka
Posisi Rata Koreksi Non- R Rata-Rata Kuat Tekan
No STA Rata- Koreksi
(L/C/R) Koreksi Horizontal Terkoreksi kg/cm2 (σ)
rata Alat
Alat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 0+010 L 33 1.132 37.02 2.76 39.78 489.60
2 0+200 R 30 1.132 33.96 2.89 36.85 428.40
3 0+200 L 29 1.132 32.60 2.95 35.55 408.00
4 0+215 L 22 1.132 25.24 3.22 28.46 285.60
5 0+215 R 20 1.132 22.64 3.31 25.95 244.80
6 0+220 R 21 1.132 23.55 3.28 26.83 244.80
7 0+220 L 21 1.132 24.11 3.26 27.37 271.32
8 0+225 L 23 1.132 25.92 3.2 29.12 290.70
9 0+225 R 27 1.132 30.22 3.04 33.26 387.60
10 0+230 R 29 1.132 32.38 2.96 35.34 348.84
11 0+230 L 24 1.132 27.62 3.14 30.76 322.32
12 0+235 L 25 1.132 28.43 3.11 31.54 336.60
13 0+235 R 24 1.132 27.45 3.14 30.59 316.20
14 0+240 R 27 1.132 30.68 3.02 33.70 377.40
15 0+240 L 22 1.132 25.36 3.22 28.58 285.60
16 0+245 L 21 1.132 24.22 3.26 27.48 273.36
17 0+250 L 28 1.132 32.04 2.97 35.01 397.80
18 0+255 L 34 1.132 38.99 2.67 41.66 591.60
19 0+265 L 22 1.132 25.36 3.22 28.58 285.60
20 0+275 L 29 1.132 33.05 2.93 35.98 408.00
21 0+285 L 26 1.132 29.66 3.06 32.72 357.00
22 0+295 R 27 1.132 30.79 3.02 33.81 371.28
23 0+305 L 33 1.132 36.90 2.76 39.66 489.60
24 0+315 R 23 1.132 25.70 3.21 28.91 285.50
25 0+325 R 23 1.132 25.92 3.2 29.12 293.76
26 0+335 R 29 1.132 32.71 2.94 35.65 401.88
27 0+350 L 37 1.132 41.88 2.54 44.42 571.20
28 0+400 R 29 1.132 32.83 2.94 35.77 405.95
29 0+415 L 27 1.132 30.79 3.02 33.81 371.28
30 0+440 R 24 1.132 27.39 3.15 30.54 320.28
Rata-rata 362.07
Keterangan:
Kolom 6 = (Kolom 4) x (Kolom 5)
Kolom 8 = (Kolom 6) + (Kolom 7)
Kolom 9 = kuat tekan berdasarkan diagram konversi (sesuai alat palu pantul yang dipergunakan)

Anda mungkin juga menyukai