Anda di halaman 1dari 151

SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

i
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

DAFTAR ISI

Daftar Isi i
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vii
Daftar Singkatan dan Akronim ix
Kata Pengantar xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Lingkup 2
D. Dasar Hukum Penyusunan Suplemen 3
E. Sistematika Penulisan 4
BAB II JENIS PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG 5
A. Pengantar 5
B. Jenis Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung 8
BAB III PENGENDALIAN MUTU PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG 21
A. Pengantar 21
B. Persyaratan Pekerjaan Struktur Beton 21
C. Pengujian Mutu Pekerjaan Struktur Beton 35
BAB IV PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 41
GEDUNG
A. Pengantar 41
B. Persiapan Pengujian Fisik 41
C. Pengujian Fisik – Ketepatan Volume 47
D. Pengujian Fisik – Ketepatan Mutu 57
E. Kesimpulan dan Rekomendasi 69
BAB V CONTOH KASUS TEMUAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI 71
BANGUNAN GEDUNG
A. Pengantar 71
B. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Pembesian Beton 71
C. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Arsitektur 73
D. Contoh Kasus Selisih Harga Satuan Timpang 76

i
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB VI PENUTUP 79
A. Pemberlakuan Suplemen 79
B. Pemutakhiran Suplemen 79
C. Pemantauan Suplemen 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi untuk Material Sementisius


Tabel 3.2 Batasan Nilai fc’
Tabel 3.3 Persyaratan untuk Beton Berdasarkan Kelas Paparan
Tabel 3.4 Tulangan Ulir Nonprategang
Tabel 3.5 Tulangan Spiral Polos Nonprategang
Tabel 3.6 Strand, Kawat, dan Batang Tulangan Prategang
Tabel 3.7 Ukuran Baja Tulangan Beton Polos
Tabel 3.8 Ukuran Baja Tulangan Beton Sirip/ Ulir
Tabel 3.9 Toleransi Diameter Baja Tulangan
Tabel 3.10 Toleransi Berat Baja Tulangan
Tabel 3.11 Ketebalan Selimut Beton untuk Komponen Struktur Beton Nonprategang yang
Dicor di Tempat
Tabel 3.12 Ketebalan Selimut Beton untuk Komponen Struktur Beton Prategang yang Dicor
di Tempat
Tabel 3.13 Ketebalan Selimut Beton untuk Beton Pracetak Nonprategang dan Prategang yang
Diproduksi pada Kondisi Pabrik
Tabel 3.14 Tulangan Nonprategang dengan Coating
Tabel 3.15 Contoh Perhitungan Rata-rata Spesimen
Tabel 4.1 Perhitungan Volume Berat Tulangan dan Sengkang
Tabel 4.2 Volume Rangka Atap, Parabung, dan Nok Pinggir
Tabel 4.3 Volume Pasangan Dinding, Plesteran, Acian, dan Pelat Lantai
Tabel 4.4 Nilai Estimasi Homogenitas Beton
Tabel 4.5 Ketentuan Rasio L/D
Tabel 4.6 Faktor Koreksi jika 1 < Rasio L/D < dari 1,75
Tabel 4.7 Perbandingan Kekuatan Tekan Beton pada Berbagai Benda Uji
Tabel 4.8 Eurocode 2–EN 1991-1-1 Concrete Strength Classes and Properties
Tabel 5.1 Kurang Volume Pekerjaan Pembesian
Tabel 5.2 Kurang Volume Pekerjaan ACP
Tabel 5.3 Kurang Volume Pekerjaan Granito, Batu Andesit, dan Stepnozing

Tabel 5.4 Selisih Harga Satuan Timpang Addendum Kontrak dengan HPS

iii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Pondasi Lajur Batu Kali


Gambar 2.2 Contoh Pondasi Plat (Foot Plate)
Gambar 2.3 Contoh Pondasi Plat Menerus
Gambar 2.4 Contoh Pondasi Sumuran
Gambar 2.5 Contoh Pondasi Rakit
Gambar 2.6 Contoh Pondasi Tiang Pancang
Gambar 2.7 Contoh Pondasi Bore Pile
Gambar 2.8 Contoh Sloof
Gambar 2.9 Contoh Kolom Utama
Gambar 2.10 Contoh Kolom Praktis
Gambar 2.11 Contoh Plat Lantai
Gambar 2.12 Contoh Balok
Gambar 2.13 Contoh Rangka Atap Baja Ringan
Gambar 2.14 Contoh Pekerjaaan Struktur Baja
Gambar 2.15 Contoh Pekerjaan Lanskap
Gambar 3.1 Contoh Beton Tulangan Nonprategang
Gambar 3.2 Contoh Beton Tulangan Prategang
Gambar 3.3 Sampel Pengujian Mutu Beton
Gambar 3.4 Pengujian Benda Uji
Gambar 4.1 Tulangan dan Sengkang
Gambar 4.2 Gambar Rumah
Gambar 4.3 Penggunaan Laser Meter
Gambar 4.4 Rebar Scanning dan Penggunaannya
Gambar 4.5 Ground Penetrating Radar dan Penggunaannya
Gambar 4.6 Waterpass dan Bagiannya
Gambar 4.7 Theodolite dan Bagiannya
Gambar 4.8 Total Station dan Bagiannya
Gambar 4.9 Contoh Hammer Test
Gambar 4.10 Posisi Alat Hammer Test
Gambar 4.11 Tabel Hammer Rebound
Gambar 4.12 Contoh Penggunaan UPV
Gambar 4.13 Prinsip Kerja UPV
Gambar 4.14 Cara Penggunaan UPV

v
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 4.15 Contoh Pengambilan Sampel dengan Core Drill


Gambar 4.16 Contoh Segregasi Beton

vi
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkodean dan Lingkup Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung

Lampiran 2 Contoh Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Pekerjaan Beton

Lampiran 3 Pengendalian Mutu Pekerjaan Nonstruktur

Lampiran 4 Kategori dan Kelas Paparan

Lampiran 5 Contoh Perhitungan Sampel Minimum Pengujian Beton

Lampiran 6 Contoh Langkah-Langkah Pemeriksaan Bangunan Gedung

Lampiran 7 Contoh Perhitungan dengan Hammer Test

Lampiran 8 Rincian Perhitungan Kurang Volume Pekerjaan Pembesian

Lampiran 9 Pasangan Dinding Mihrab Kiri Kanan

Lampiran 10 Pasangan Ruang Imam

Lampiran 11 Pasangan Kaca Patri

Lampiran 12 Pasangan Lantai Granito Tangga Utama

Lampiran 13 Pasangan Lantai Granito

Lampiran 14 Rincian Selisih Harga Satuan Timpang Pembangunan SMAN BM

vii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

ACI : American Concrete Institute


ACP : Alluminium Composite Panel
AHSP : Analisa Harga Satuan Pekerjaan
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
ASTM : American Society for Testing and Material
BA : Berita Acara
Badiklat PKN : Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara
BAHP : Berita Acara Hasil Pemeriksaan
BAPP : Berita Acara Penjelasan Pekerjaan
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
COVID-19 : Corona Virus Disease 19
CPT : Cone Penetrometer Test
dhi. : Dalam hal ini
dll. : Dan lain-lain
DPA : Dokumen Pelaksanaan Anggaran
DPPA : Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran
DT : Destructive Test
GPR : Ground Penetrating Radar
GRC : Glass Reinforced Concrete
HPS : Harga Perkiraan Sendiri
Juklak : Petunjuk Pelaksanaan
KPA : Kuasa Pengguna Anggaran
MC : Monthly Certificate
MPa : Mega Pascal
NDT : Non-destructive Test
PBI : Peraturan Beton Indonesia
PDTT : Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
PerLKPP : Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
PHO : Provisional Hand Over
PP : Peraturan Pemerintah
PPK : Pejabat Pembuat Komitmen

ix
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

PSN : Proyek Strategis Nasional


PU : Pekerjaan Umum
PUPR : Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Pusjatan : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
RAB : Rencana Anggaran Belanja
Renstra : Rencana Strategis
RPJMN/D : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah
RPMK : Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi
RUP : Rencana Umum Pengadaan
SK : Surat Keputusan
SLF : Sertifikat Laik Fungsi
SNI : Standar Nasional Indonesia
SPI : Sistem Pengendalian Intern
SPKN : Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
SPPBJ : Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
SSUK : Syarat-Syarat Umum Kontrak
SSKK : Syarat-Syarat Khusus Kontrak
TABG : Tim Ahli Bangunan Gedung
UKPBJ : Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
UU : Undang-Undang
UPV : Ultrasonic Pulse Velocity
UPVC : Unplasticized Polyvynil Chloride

x
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
NYA sehingga kami dapat menyelesaikan Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi
Bangunan Gedung (Suplemen) ini. Suplemen merupakan level kelima dalam hierarki
Perangkat Lunak, dan bertujuan untuk memberikan acuan atau tuntunan dalam melakukan
Pengujian Fisik. Penyusunan Suplemen ini sendiri telah melalui serangkaian proses mulai
dari pemahaman literatur, diskusi dengan pihak regulator, praktisi, dan tentunya Pemeriksa
BPK sebagai pihak yang akan menjadi pengguna utama dari Suplemen.
Suplemen ini merupakan pelengkap dari Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi (P-002.0/XII.3.4/2021 yang disahkan pada 28 Januari 2021). Panduan
tersebut memberikan informasi mengenai pengendalian intern yang seharusnya dijalankan
oleh Pemerintah dan jajarannya dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sedangkan
suplemen ini secara khusus memberikan informasi mengenai tata cara pengujian fisik
konstruksi bangunan gedung khususnya pengujian ketepatan volume dan mutu sesuai
perencanaan.
Sebagaimana kita ketahui, SPKN membolehkan Pemeriksa untuk menggunakan ahli
manakala diperlukan, namun demikian SPKN juga mengamanatkan bahwa Pemeriksa harus
memiliki bukti yang menjamin kualitas hasil pekerjaan ahli. Oleh karena itu, Suplemen ini
hadir untuk memberikan referensi kepada Pemeriksa mengenai tata cara pengujian fisik
sehingga walaupun pengujian fisik akan dilakukan oleh ahli terkait, namun Pemeriksa tetap
memiliki kendali atas kualitas pekerjaan ahli.
Secara spesifik, Suplemen menyajikan gambaran pengendalian mutu yang dilakukan
Pemerintah beserta jajarannya, kemudian Suplemen menjelaskan prosedur pengujian fisik
khususnya pada pekerjaan beton sebagai major item dari pekerjaan bangunan gedung, yang
terdiri dari metodologi pengambilan dan pengujian sampel untuk menguji ketepatan volume
dan mutu pekerjaan. Lebih lanjut, Suplemen mengelaborasi beberapa contoh kasus dan
analisis pemeriksaan konstruksi bangunan gedung untuk menjadi acuan Pemeriksa.
Terakhir, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian Suplemen, kepada Bapak Anggota I dan Ibu Anggota IV
atas arahannya dalam penyusunan Suplemen, serta tentunya rekan-rekan Pemeriksa yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa Suplemen ini belumlah
sempurna, sehingga kami mengharapkan adanya masukan-masukan yang membangun
sebagai bahan perbaikan berkelanjutan dari Suplemen.

Jakarta, 7 Oktober 2021

Kaditama Revbang
B. Dwita Pradana

xi
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

01 Belanja infrastruktur merupakan salah satu belanja yang signifikan dalam Data belanja
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai informasi, infrastruktur lima
dalam kurun tahun 2016 – 2019, pemerintah merealisasikan belanja tahun terakhir
infrastruktur sebesar Rp1.441,8 triliun. Sebelum adanya realokasi dan pada APBN
refocusing, pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur tahun 2020
senilai Rp423,3 triliun (atau sekitar 16,6% dari APBN 2020). Sementara pada
Tahun 2021, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp417,8 triliun
untuk mendukung pembangunan berkelanjutan pascapandemi COVID-19.

02 Melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Proyek Strategis
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Nasional (PSN)
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Pemerintah mencanangkan
sekitar 201 Proyek dan 10 Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah
untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
daerah. Diantara proyek dan program tersebut, terdapat beberapa
konstruksi bangunan gedung berupa pelabuhan, bandar udara, kawasan
industri, dan perumahan.

03 Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemeriksa Keuanagan (BPK) Tahun Sasaran penguatan
2020 – 2024 diantaranya menyatakan bahwa salah satu upaya yang akan infrastruktur pada
dilakukan BPK dalam menilai dan mendorong perbaikan terhadap program RPJMN/D 2020-
pembangunan pemerintah adalah dengan menyelaraskan tema 2024
pemeriksaan BPK dengan agenda pembangunan yang menjadi fokus
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (RPJMN/D)
2020-2024. Sesuai dengan RPJMN/D 2020-2024 yang salah satu fokus
pembangunan adalah penguatan infrastruktur yang ditujukan untuk
mendukung aktivitas perekonomian serta mendorong pemerataan
pembangunan nasional dengan sasaran:
a. Meningkatnya konektivitas nasional;
b. Meningkatnya Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan
Komunikasi;
c. Meningkatnya tata kelola dan pemanfaatan sumber daya air;
d. Terpenuhinya perumahan dan permukiman layak, aman, dan terjangkau
untuk rumah tangga; dan
e. Terpenuhinya kebutuhan energi nasional.

1
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

04 Untuk mencapai hal tersebut, BPK perlu meningkatkan kualitas Strategi


pemeriksaan sesuai mandat, memenuhi permintaan pemangku pemeriksaan BPK
kepentingan, dan pemeriksaan yang memperhatikan isu publik secara dalam Renstra
strategis, antisipatif, dan responsif. BPK 2020-2024

05 Dengan banyaknya proyek pembangunan bangunan gedung yang menjadi Penyusunan


salah satu fokus dalam PSN, Pemeriksa perlu untuk merancang dan Suplemen Panduan
memperkuat metodologi pemeriksaan agar dapat memenuhi standar pemeriksaan
sebagaimana dipersyaratkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN). Oleh karena itu, Direktorat Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) menyusun Suplemen Pemeriksaan Pengujian Fisik Konstruksi
Bangunan Gedung.

06 Suplemen ini diterbitkan untuk melengkapi Seri Panduan Pemeriksaan Hubungan antara
Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor P-002.0/XII.3.4/2021. Suplemen Panduan
Seri Panduan tersebut lebih menekankan pada pengujian tata kelola dalam dengan Panduan
pelaksanaan kontrak konstruksi. Namun demikian, Pemeriksa dituntut Pemeriksaan
untuk tetap memahami pengujian-pengujian fisik yang akan dilakukan, Kepatuhan
meskipun pengujian tersebut dilakukan oleh Tenaga Ahli atau laboratorium. Pelaksanaan
Oleh karena itu, Suplemen Panduan ini disusun untuk memberikan Pekerjaan
referensi tata cara pengujian fisik, khususnya pada konstruksi bangunan Konstruksi
gedung.

B. Tujuan

07 Suplemen Panduan ini merupakan level kelima dalam hierarki Perangkat Tujuan penyusunan
Lunak yaitu sebagai acuan atau tuntunan dalam melakukan kegiatan namun Suplemen Panduan
tidak bersifat mengikat. Suplemen Panduan ini dapat menjadi salah satu
acuan yang dapat dipergunakan Pemeriksa dalam melaksanakan pengujian
fisik atas konstruksi bangunan gedung yang menggunakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).

C. Lingkup

08 Suplemen Panduan ini menyajikan tata cara pengujian fisik pemeriksaan Lingkup Suplemen
hasil pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung, khususnya Panduan
ketepatan volume dan mutu sesuai perencanaan dan/atau pembayaran.
Standar yang digunakan untuk pekerjaan beton struktural pada bangunan
gedung pada Suplemen Panduan ini adalah Standar Nasional Indonesia
(SNI) 2847: 2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung dan Penjelasan. SNI tersebut merupakan revisi dari SNI 2847:2013

2
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung (Perubahan


standar yang digunakan mengikuti perkembangan).

09 Suplemen Panduan ini disusun sejalan dengan SPKN, Petunjuk Pemberlakuan


Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kepatuhan, dan Seri Panduan perangkat lunak
Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi. Pemeriksaan lain
atas pelaksanaan kontrak konstruksi yang dilaksanakan dalam kerangka
pemeriksaan atas laporan keuangan dapat menggunakan panduan ini
sepanjang relevan.

D. Dasar Hukum Penyusunan Suplemen Panduan

10 Dasar hukum penyusunan Suplemen Panduan adalah: Dasar hukum


a. Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan penyusunan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Suplemen Panduan
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
b. UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4654);
c. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa
dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 45);
d. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1);
e. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyusunan Peraturan,
Instruksi, Surat Edaran, Keputusan, dan Pengumuman pada Badan
Pemeriksa Keuangan;
f. Keputusan BPK Nomor 9/K/I-XIII.2/8/2017 tentang Pedoman
Penyusunan dan Revisi Perangkat Lunak pada Badan Pemeriksa
Keuangan; dan
g. Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/5/2018 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan.

3
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

E. Sistematika Penulisan

11 Suplemen Panduan ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut: Sistematika


penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang, tujuan, lingkup, dasar
hukum penyusunan, dan sistematika penulisan
suplemen.

Bab II : Jenis Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung


Bab ini membahas konstruksi bangunan gedung dan
menjabarkan berbagai jenis pekerjaan konstruksi
bangunan gedung.

Bab III : Pengendalian Mutu Pekerjaan Konstruksi Bangunan


Gedung
Bab ini membahas pengendalian mutu yang dilakukan
pada berbagai pekerjaan konstruksi bangunan gedung.

Bab IV : Prosedur Pengujian Fisik Konstruksi Bangunan Gedung


Bab ini membahas tentang prosedur pengujian fisik
konstruksi bangunan gedung, khususnya pekerjaan
beton.

Bab V : Contoh Kasus Temuan Pemeriksaan Konstruksi


Bangunan Gedung
Bab ini membahas berbagai contoh kasus temuan
pemeriksaan konstruksi bangunan gedung.

Bab VI : Penutup
Bab ini membahas tentang pemberlakuan,
pemutakhiran, dan pemantauan suplemen termasuk
kontak yang dapat dihubungi untuk menyampaikan
masukan dan pertanyaan terkait suplemen ini.

4
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB II
JENIS PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

A. Pengantar

01 Menurut UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagaimana Definisi bangunan
diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bangunan gedung gedung
adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam
tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

02 Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021 tentang Penetapan


Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bangunan gedung
bangunan gedung ditetapkan berdasarkan:
a. fungsi bangunan gedung; dan
b. klasifikasi bangunan gedung.

03 Fungsi utama bangunan gedung dapat dikelompokkan dalam: Fungsi bangunan


gedung
a. Fungsi hunian, merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama
sebagai tempat manusia tinggal yang berupa bangunan gedung rumah
tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara (asrama, rumah tamu, dan sejenisnya);
b. Fungsi keagamaan, merupakan bangunan gedung dengan fungsi
utama sebagai tempat manusia melakukan ibadah yang berupa masjid
termasuk musala, gereja termasuk kapel, pura, vihara, kelenteng, dan
bangunan peribadatan agama/kepercayaan lainnya yang diakui oleh
negara;
c. Fungsi usaha, merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama
sebagai tempat manusia melakukan kegiatan usaha yang terdiri dari
bangunan gedung perkantoran, perdagangan (warung, toko, pasar,
dan mal), perindustrian (pabrik, laboratorium, dan perbengkelan),
peternakan (ternak sapi, ternak ayam, sarang burung walet),
laboratorium yang termasuk dalam fungsi usaha (bukan fasilitas
layanan kesehatan dan pendidikan), perhotelan (wisma, losmen,
hostel, motel, rumah kos, hotel, dan kondotel), wisata dan rekreasi
(gedung pertemuan, olahraga, anjungan, bioskop, dan gedung
pertunjukan), terminal (terminal angkutan darat, stasiun kereta api,
bandara, dan pelabuhan laut), dan penyimpanan (gudang, tempat
pendinginan, dan gedung parkir);
d. Fungsi sosial dan budaya, merupakan bangunan gedung dengan fungsi
utama sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan

5
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

budaya, yaitu bangunan gedung pendidikan (sekolah, perguruan tinggi,


dan sekolah terpadu), kebudayaan (museum, gedung pameran, dan
gedung kesenian), kesehatan (puskesmas, klinik bersalin, tempat
praktek dokter bersama, rumah sakit, dan laboratorium), dan
pelayanan umum lainnya; dan
e. Fungsi khusus, merupakan bangunan gedung yang fungsinya:
1) Mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional
atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat
sekitar dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi;
2) Sebagai bangunan instalasi pertahanan, misalnya kubu-kubu
dan/atau pangkalan pertahanan (instalasi peluru kendali),
pangkalan laut, pangkalan udara, dan depo amunisi; dan
3) Sebagai bangunan instalasi keamanan, misalnya laboratorium
forensik dan depo amunisi.
Untuk perencanaan dan perancangan gedung yang mempunyai tujuan dan
fungsi tertentu, perencanaan dan perancangan disesuaikan dengan
peraturan atau standar dari instansi terkait, misalnya perencanaan dan
perancangan rumah sakit harus sesuai dengan standar yang dikeluarkan
oleh Kementerian Kesehatan.

04 Pada satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi atau Fungsi campuran
disebut fungsi campuran. Fungsi campuran didirikan tanpa menyebabkan bangunan gedung
dampak negatif terhadap pengguna dan lingkungan di sekitarnya, dan
harus mengikuti seluruh standar teknis dari masing-masing fungsi yang
digabung.

05 Sedangkan klasifikasi bangunan gedung dapat dikelompokkan Klasifikasi


berdasarkan: bangunan gedung

a. Tingkat kompleksitas, meliputi bangunan gedung sederhana, bangunan


gedung tidak sederhana, dan bangunan gedung khusus;
b. Tingkat permanensi, meliputi bangunan permanen dan bangunan
nonpermanen;
c. Tingkat risiko bahaya kebakaran, meliputi bangunan gedung tingkat
risiko kebakaran tinggi, sedang, dan rendah;
d. Lokasi, meliputi bangunan gedung di lokasi padat, lokasi sedang, dan
lokasi renggang;
e. Ketinggian bangunan gedung, meliputi bangunan super tinggi, bangunan
pencakar langit, bangunan bertingkat tinggi, bangunan bertingkat
sedang, bangunan bertingkat rendah;
f. Kepemilikan bangunan gedung, meliputi bangunan gedung milik negara,
dan selain milik negara; dan

6
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

g. Klas bangunan gedung, meliputi klas bangunan gedung klas 1 sampai


dengan klas 10.

06 Secara khusus, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bangunan gedung
(PUPR) menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 22/PRT/M/2018 tentang negara
Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Bangunan gedung negara adalah
bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara
atau daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari
dana APBN, APBD, dan/atau perolehan lainnya yang sah.

07 Bangunan gedung negara dapat dikelompokkan menjadi: Pengelompokan


bangunan gedung
a. bangunan gedung kantor;
negara
b. rumah negara; dan
c. bangunan gedung negara lainnya, meliputi bangunan gedung
pendidikan, gedung diklat, gedung pelayanan kesehatan, gedung
parkir, dan gedung pasar.

08 Klasifikasi bangunan gedung negara meliputi: Klasifikasi


bangunan gedung
a. Bangunan sederhana, merupakan bangunan gedung dengan teknologi
negara
dan spesifikasi sederhana meliputi:
1) Bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan jumlah lantai sampai dengan 2 (dua) lantai;
2) Bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan luas sampai dengan 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
3) Rumah Negara meliputi Rumah Negara Tipe C, Tipe D, dan Tipe E
b. Bangunan tidak sederhana, merupakan bangunan gedung dengan
teknologi dan spesifikasi tidak sederhana meliputi:
1) Bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan jumlah lantai lebih dari 2 (dua) lantai;
2) Bangunan gedung kantor dan bangunan gedung negara lainnya
dengan luas lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi); dan
3) Rumah negara meliputi rumah negara tipe A dan tipe B.
c. Bangunan khusus, merupakan bangunan gedung negara yang
memiliki persyaratan khusus, serta dalam perencanaan dan
pelaksanaannya memerlukan penyelesaian atau teknologi khusus;
mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional;
yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat
disekitarnya; dan/atau mempunyai resiko bahaya tinggi.
Bangunan gedung negara klasifikasi bangunan khusus antara lain
istana negara; rumah mantan jabatan presiden dan/atau mantan
wapres; rumah jabatan menteri; wisma negara; gedung instalasi

7
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

nuklir; gedung radio aktif; gedung instalasi pertahanan; gedung


terminal udara, laut, dan darat; stasiun kereta api; stadion atau gedung
olah raga; pusat data; gedung monumental; gedung cagar budaya; dll.

09 Leading sector untuk penyediaan jenis konstruksi bangunan gedung adalah Leading Sector
Kementerian Pekerjaan Umum dhi. Ditjen Cipta Karya. Untuk di provinsi, bangunan gedung
kabupaten/kota dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum setempat.

10 Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016 tentang Lingkup pekerjaan


Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum (PU), konstruksi
lingkup pekerjaan konstruksi pada Cipta Karya terdiri atas delapan divisi bangunan gedung
(level 1) dan 34 pekerjaan (level 2). Secara detail, lingkup pekerjaan
konstruksi pada Cipta Karya terdapat dalam Lampiran 1.

B. Jenis Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung

11 Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016, jenis pekerjaan Jenis pekerjaan
konstruksi bangunan gedung dapat dibagi antara lain: konstruksi
bangunan gedung
a. pekerjaan persiapan;
b. pekerjaan struktur bawah;
c. pekerjaan struktur atas;
d. pekerjaan nonstruktur/ arsitektur;
e. pekerjaan utilitas; dan
f. pekerjaan lanskap.

12 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan


persiapan pada
Pekerjaan persiapan pada konstruksi bangunan gedung antara lain:
konstruksi
a. pekerjaan Direksi Keet (kantor sementara proyek), gudang kerja, bangunan gedung
pagar keliling proyek;
b. sewa alat berat, misal: crane on track, yaitu alat bantu utama
pemasangan rangka baja gedung;
c. sewa scaffolding;
d. dll.

13 Pekerjaan Struktur Bawah Pekerjaan struktur


bawah pada
Jenis pekerjaan struktur bawah pada konstruksi bangunan gedung
konstruksi
umumnya merupakan pekerjaan pondasi dan sloof. Satuan pekerjaan
bangunan gedung
struktur bawah umumnya menggunakan meter kubik (m3).
Untuk pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal
dan pondasi dalam.

8
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

a. Pondasi dangkal, yaitu pondasi yang mendukung beban secara


langsung. Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah
kurang atau sama dengan lebar pondasi, maka disebut pondasi
dangkal.
1) Pondasi lajur batu kali, adalah pondasi yang dibuat dari pasangan
batu kali dengan kualitas baik, tidak mudah retak atau hancur.
Contoh pondasi lajur batu kali dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Contoh Pondasi Lajur Batu Kali

Sumber: https://www.emporioarchitect.com/blog/pelaksanaan-pondasi-batu-kali

2) Pondasi plat (foot plate), dikenal juga pondasi setempat atau


telapak adalah salah satu jenis pondasi dangkal yang bekerja
menahan beban secara terpusat (dari kolom) sehingga
penempatannya sama persis pada titik titik penempatan kolom
bangunan. Pondasi ini umumnya terbuat dari beton bertulang
dengan bentuk pelat persegi empat atau persegi panjang. Contoh
pondasi plat (foot plate) dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Contoh Pondasi Plat (Foot Plate)

Sumber: https://id.quora.com/Mengapa-jenis-pondasi-setiap-bangunan-bisa-
berbeda-beda-Apa-saja-dasar-dasar-yang-diperlukan-dalam-memilih-
jenis-pondasi-tersebut

3) Pondasi plat menerus, yaitu pondasi yang merupakan


pengembangan dari pondasi plat karena antara pondasi plat yang

9
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

satu dengan yang lainnya terlalu dekat jaraknya, sehingga saling


overlap, lebih baik antar kolom-kolom dihubungkan menjadi satu
lewat pondasi plat menerus. Contoh pondasi plat menerus dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Contoh Pondasi Plat Menerus

Sumber:
https://myhomesolution2019.wixsite.com/myhomesolution/post/pondasi-
rumah-1-dan-2-lantai

4) Pondasi sumuran, yaitu pondasi yang umumnya terbuat dari beton


bertulang yang berbentuk lingkaran seperti sumur. Pondasi ini
umumnya digunakan apabila tanah dasar yang berkualitas baik,
agak dalam letaknya serta di dalam tanah terdapat gangguan yang
menghalangi pelaksanaan pembuatan pondasi. Contoh pondasi
sumuran dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Contoh Pondasi Sumuran

Sumber: https://japanrunningdays.blogspot.com/2019/06/metode-
pelaksanaan-pondasi-sumuran_27.html

5) Pondasi rakit, yaitu pondasi plat beton yang dibuat seluas


bangunan di atasnya atau disebut pondasi plat setempat yang luas
sekali. Pondasi ini digunakan untuk mendukung bangunan yang
terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-
kolom jaraknya sedemikian dekat di semua arahnya, sehingga
apabila menggunakan pondasi telapak, sisinya akan berhimpit

10
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

satu sama lain. Contoh pondasi rakit dapat dilihat pada Gambar
2.5.
Gambar 2.5. Contoh Pondasi Rakit

Sumber: http://sml.sipil.ft.unand.ac.id/index.php/whats-new/tanding/95-pondasi-
rakit-raft-foundation

b. Pondasi dalam, yaitu pondasi yang meneruskan beban bangunan ke


tanah dasar atau tanah keras yang terletak jauh dari permukaan. Jika
kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar
pondasi, maka disebut pondasi dalam.
1) Pondasi tiang pancang (Pile Foundation), merupakan pondasi
dalam yang biasa dijumpai pada konstruksi darat maupun laut.
Pondasi ini berperan menyalurkan beban dari konstruksi dan
struktur bangunan ke dalam lapisan tanah terdalam yang
letaknya berada jauh di bawah permukaan sehingga bangunan
menjadi lebih kukuh dan tahan lama. Secara umum, terdapat
empat tipe tiang pancang yang kerap digunakan sebagai pondasi
bangunan, yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang
pancang baja, dan tiang pancang komposit. Contoh pondasi tiang
pancang dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Contoh Pondasi Tiang Pancang

Sumber: https://www.pengadaan.web.id/2020/02/pondasi-tiang-pancang.html

11
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

2) Pondasi tiang bore pile, merupakan bentuk pondasi dalam yang


dibuat di dalam permukaan tanah. Pondasi ditempatkan sampai
kedalaman yang dibutuhkan dengan cara membuat lubang dengan
sistim pengeboran atau pengerukan tanah. Setelah kedalaman
sudah didapatkan kemudian dilakukan pengecoran beton pada
lubang pondasi yang sudah dibor. Contoh pondasi tiang bore pile
dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Contoh Pondasi Bore Pile

Sumber: https://www.pengadaan.web.id/2020/02/pondasi-bored-pile.html

c. Sloof
Sloof adalah struktur bangunan yang terletak di atas pondasi
bangunan. Sloof berfungsi mendistribusikan beban dari bangunan
atas ke pondasi, sehingga beban yang tersalurkan setiap titik di
pondasi tersebar merata. Selain itu, sloof juga berfungsi sebagai
pengunci dinding dan kolom agar tidak roboh apabila terjadi
pergerakan tanah. Contoh sloof dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Contoh Sloof

Sumber: https://bliexperience.wordpress.com/2016/02/26/sloof-adalah-
deskripsi-pengertiannya/

12
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

14 Secara khusus, pondasi memiliki fungsi penting untuk menyalurkan beban Pengujian lapangan
dari struktur atas bangunan ke lapisan tanah yang berada di bagian bawah untuk mendukung
tanpa mengakibatkan keruntuhan/pergeseran tanah dan penurunan tanah. pekerjaan pondasi
Untuk mengetahui daya dukung tanah, karakteristik tanah dan kondisi
geologi seperti susunan lapisan/sifat tanah dan kekuatan lapisan tanah
untuk keperluan pondasi bangunan dapat dilakukan uji penyelidikan
lapangan antara lain:
a. Sondir test (Cone Penetrometer Test/CPT)
Pengujian sondir atau cone penetration test (CPT) merupakan salah
satu pengujian lapangan yang bertujuan untuk mengetahui profil atau
pelapisan (stratifikasi) tanah dan daya dukungnya. Stratifikasi tanah dan
daya dukung dapat diketahui dari kombinasi hasil pembacaan tahanan
ujung (qc) dan gesekan selimutnya (fs). Alat sondir berbentuk silindris
dengan ujungnya berupa konus. Sondir menurut jenis alatnya dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1) Sondir mekanis, yaitu sondir yang menghasilkan nilai tahanan ujung
(qc) dan gesekan selimut (fs) mengacu pada American Society for
Testing and Material (ASTM) D3441;
2) Sondir elektrik, yaitu sondir yang menghasilkan nilai tahanan ujung
(qc), gesekan selimut (fs) dan tekanan air pori (u) mengacu pada
ASTM D5778.
Sondir manual tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam
penyelidikan tanah. Prosedur pelaksanaan sondir, hasil uji sondir dan
pengawasan terhadap mutu uji sondir mengacu pada SNI 2827: 2008.
b. Calendering test
Calendering test secara umum digunakan pada pemancangan tiang
pancang (beton atau pipa baja) untuk mengetahui daya dukung tanah
secara empiris melalui perhitungan yang dihasilkan oleh pemukulan
alat pancang. Calendering adalah pencatatan jumlah pukulan hammer
tiap penetrasi 50 cm dan pencatatan set pada akhir pemancangan yang
umumnya dilakukan pada 10 pukulan terakhir. Calendering atau final set
sering digunakan untuk memperkirakan daya dukung tiang berdasarkan
formula dinamik.
c. Loading test
Salah satu cara yang dapat diandalkan untuk menguji daya dukung
pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan. Pada pelaksanaan
pengujian pondasi, ahli geoteknik harus hadir dalam pelaksanaan
pengujian dan menandatangani laporan hasil pengujian pondasi.
Berdasarkan arah bebannya, uji statik loading test dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:

13
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

1) Loading test beban tekan


Merupakan pengujian pembebanan secara langsung untuk
mengetahui daya dukung ultimate dan penurunan pondasi tiang.
Metode ini dilakukan sesuai dengan ASTM D1143 Standard Method of
Testing Piles Under Static Axial Compressive Load. Prosedur
pembebanan untuk uji statik loading test ini dapat dilakukan dan
dibedakan dengan beberapa cara yaitu: (i) Prosedur Pembebanan
Standar (SML) Monotonik; (ii) Prosedur Pembebanan Standar (SML)
Siklik; (iii) Quick Load Test (Quick ML); (iv) Prosedur Pembebanan
dengan Kecepatan Konstan (Constant Rate of Penetration Method/
CRP); (v) Swedish Cylic Test Method (SC Test); (vi) Reaction Pile.
2) Loading test beban lateral
Uji pembebanan ini dilakukan dengan cara mendorong kepala tiang
dengan dongkrak hidrolik yang disandarkan pada suatu sistem
reaksi yang dapat berupa blok beban, pondasi tiang maupun blok
jangkar. Prosedur pembebanan dapat mengacu pada ASTM D-3966
Standard Test Methods for Deep Foundations Under Lateral Load.
3) Loading test beban tarik
Uji tarik perlu dilakukan pada pondasi tiang yang menahan gaya
tarik seperti akibat gaya angkat air, gaya gempa, momen dan lain-
lain. Prosedur pembebanan dapat mengacu pada ASTM D-3689
Method for Testing Individual Piles Under Static Axial Tensile Load.

15 Pekerjaan Struktur Atas Pekerjaan struktur


atas pada
Pekerjaan struktur atas pada konstruksi bangunan gedung antara lain:
konstruksi
a. Kolom utama, yaitu batang tekan vertikal dari rangka struktur yang bangunan gedung
memikul beban utama yang berada di atasnya, misalnya balok atau
lantai bangunan. Contoh kolom utama dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Contoh Kolom Utama

Sumber: https://dpupkp.bantulkab.go.id/berita/96-kolom-bangunan-pengertian-
jenis-dan-fungsinya

14
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

b. Kolom praktis, yaitu tiang struktur yang bertugas untuk membantu


kolom utama. Kolom praktis ini umumnya digunakan untuk menahan
dinding dari gaya melintang agar tidak roboh. Contoh kolom praktis
dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Contoh Kolom Praktis

Sumber: http://www.perencanaanstruktur.com/2015/06/pentingnya-
kolom-praktis-pada-bangunan.html?m=0

c. Plat lantai, yaitu lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung,
melainkan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan
tingkat yang lain dan bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Contoh
plat lantai dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Contoh Plat Lantai

Sumber: https://bangun-rumah.com/wp-content/uploads/panel_lantai.png

d. Balok, yaitu bagian dari struktur sebuah bangunan yang kaku dan
dirancang untuk menanggung dan mentransfer beban menuju
elemen-elemen kolom penopang. Balok juga berfungsi sebagai
pengikat kolom-kolom agar apabila terjadi pergerakan kolom-kolom
tersebut tetap bersatu padu mempertahankan bentuk dan posisinya
semula. Contoh balok dapat dilihat pada Gambar 2.12.

15
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 2.12. Contoh Balok

Sumber: https://www.konsep-arsitek.com/post/pengertian-bagian-struktur-
bangunan

e. Balok praktis. Seperti halnya kolom praktis, balok praktis juga


bertugas untuk membantu struktur balok. Balok praktis ini umumnya
digunakan untuk menahan dinding dari gaya melintang agar tidak
roboh.
f. Pekerjaan atap, yaitu struktur bangunan yang posisi berada di atas
bangunan yang berdiri, berfungsi untuk menyalurkan tekanan dari
atap ke struktur bangunan lainnya yang berada dibawahnya dan
sebagai penahan atap dari tekanan - tekanan yang diberikan dari atap
itu sendiri. Pekerjaan atap terdiri dari dua jenis pekerjaan, yaitu:
1) Pekerjaan rangka atap
Rangka atap merupakan bagian yang memberikan bentuk pada
atap. Rangka atap dapat dibagi beberapa jenis berdasarkan bahan
materialnya, yaitu: rangka atap kayu, rangka atap beton bertulang,
rangka atap baja ringan, rangka atap baja, dan rangka atap bambu.
Contoh rangka atap baja ringan dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Contoh Rangka Atap Baja Ringan

Sumber: https://ekbis.sindonews.com/berita/1560007/39/cara-menghitung-dan-
memasang-rangka-atap-baja-ringan

16
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

2) Pekerjaan penutup atap


Penutup atap adalah bagian yang merupakan pelindung bangunan
dari panas, hujan, dan langsung berhubungan dengan udara luar.
Penutup atap dapat dibagi beberapa jenis, yaitu: atap sirap, atap
seng bergelombang, atap asbes bergelombang, atap bambu, atap
genteng, dan atap multiroof.

16 Pada pekerjaan struktur atas selain dari bahan beton, dapat juga terbuat Pekerjaan baja
dari bahan baja. Pekerjaan baja merupakan pekerjaan yang semua atau
sebagian menggunakan material atau bahan baja/baja ringan/zincalume.
Jenis pekerjaan baja antara lain:
a. pekerjaan struktur jembatan (jalan raya, rel, pipa, dll);
b. pekerjaan struktur rangka bangunan (rangka bangunan gedung,
gudang, pasar, stadion, tempat parkir, dll);
c. pekerjaan struktur rangka atap baja (rangka kuda-kuda);
d. pekerjaan struktur pondasi dan penahan tanah (tiang pancang baja,
sheet pile); dan
e. pekerjaan arsitektural baja (pagar, handrail, tangga, pintu, dll).
Contoh pekerjaan struktur baja dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Contoh Pekerjaan Struktur Baja

Sumber: Materi Pembekalan Pemeriksaan atas Infrastruktur Bangunan Gedung –


Pekerjaan Baja, BPK RI Perwakilan Jawa Timur, 2019

17 Pelaksanaan pekerjaan struktur beton umumnya menggunakan sarana Sarana dan


dan prasrana khusus. Contoh sarana dan prasarana yang digunakan dalam prasarana dalam
pelaksanaan pekerjaan beton secara detail dapat dilihat pada Lampiran 2. pekerjaan beton

17
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

18 Pekerjaan Nonstruktur/ Arsitektur Pekerjaan


nonstruktur/
Pekerjaan Nonstruktur/ Arsitektur pada konstruksi bangunan gedung
arsitektur pada
antara lain:
konstruksi
a. Pekerjaan pasangan dinding bangunan gedung
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk pasangan dinding, yaitu dinding
pengisi (batu bata, beton ringan, bata tela, batako, papan kayu, kaca
dengan rangka kayu/aluminium, panel GRC dan/atau aluminium) dan
dinding partisi (papan kayu, kayu lapis, kaca, calcium board, particle
board, dan/atau gypsum board dengan rangka kayu kelas kuat II atau
rangka lainnya, yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai
dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya.). Adukan/perekat
yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai jenis
bahan dinding yang digunakan. Satuan pekerjaan yang digunakan
untuk pasangan dinding umumnya adalah meter persegi (m2).
b. Pekerjaan plesteran dan acian.
Plesteran adalah lapisan yang digunakan untuk menutupi suatu
bidang bangunan, misalnya pasangan bata, agar tingkat kekuatannya
lebih kokoh, dengan memakai adukan yang terbuat dari campuran
semen, pasir, dan air. Acian adalah salah satu proses pekerjaan
dinding bangunan yang berfungsi untuk menutup pori-pori atau
memperhalus plesteran. Pekerjaan acian dilakukan setelah plesteran
dan sebelum pengecatan dinding. Satuan pekerjaan yang digunakan
untuk pekerjaan plesteran dan acian umumnya adalah meter persegi
(m2).
c. Pekerjaan pengecatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan pengecatan
adalah kualitas cat dan bahan lainnya sesuai dengan spesifikasi, cat
untuk interior dan eksterior berbeda, dan pelapisan cat dasar sebelum
dilakukan cat utama. Satuan pekerjaan yang digunakan untuk
pekerjaan pengecatan umumnya adalah meter persegi (m2).
d. Pekerjaan penutup lantai dan dinding
Bahan penutup lantai dan dinding menggunakan bahan teraso,
keramik, papan kayu, vinyl, marmer, homogenius tile dan karpet yang
disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya. Adukan
atau perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai dengan jenis bahan penutup lantai yang digunakan. Satuan
pekerjaan yang digunakan untuk pekerjaan penutup lantai dan
keramik umumnya adalah meter persegi (m2).
e. Pekerjaan pintu dan jendela
Bahan material yang digunakan dalam pekerjaan pintu dan jendela,
dapat berupa kayu, alumunium, atau UPVC.

18
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

f. Pekerjaan plafon
Pekerjaan plafon terdiri dari dua jenis, yaitu pekerjaan kerangka
(kerangka kayu dan kerangka hollow) dan penutup plafon (kayu lapis,
aluminium, akustik, dan gypsum).
g. Pekerjaan sanitair
Contoh pekerjaan sanitair antara lain: pekerjaan pemasangan
wastafel, urinal, klosed, keran, perlengkapan kloset, floor drain, clean
out dan metal sink, dll.

19 Pekerjaan Utilitas Pekerjaan utilitas


pada konstruksi
Pekerjaan utilitas adalah pekerjaan kelengkapan fasilitas bangunan yang
bangunan gedung
digunakan untuk menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan,
kesehatan, keselamatan, komunikasi dan mobilitas dalam bangunan.
Pekerjaan utilitas pada konstruksi bangunan gedung antara lain:
a. Pekerjaan mekanikal
Pekerjaan mekanikal meliputi sistem tata udara (AC) dan ventilasi
mekanis, dan sistem transportasi dalam bangunan gedung, seperti lift
dan eskalator.
b. Pekerjaan elektrikal
Pekerjaan elektrikal meliputi sumber daya listrik dan jaringan
distribusi (wiring network) dalam gedung, sistem telekomunikasi dan
informasi dalam gedung, sistem akses dan keamanan gedung, sistem
alarm kebakaran, sistem pencahayaan dalam dan luar gedung, sistem
pengendalian gedung (BAS-smart building).
c. Pekerjaan plumbing
Pekerjaan plumbing meliputi sistem yang terkait dengan transpor
fluida dalam bangunan gedung yang melibatkan pipa, katup,
tangki/reservoir, dan peralatan saniter (fixture) seperti kran, closet
dsb. Sistem plumbing mencakup air bersih, air kotor, drainase air
hujan, pengolahan sampah dan limbah, pemipaan gas, saluran
pemadam kebarakaran, dsb.

20 Pekerjaan Lanskap Pekerjaan lanskap


pada konstruksi
Pekerjaan lanskap merupakan pekerjaan merencanakan (planning),
bangunan gedung
mendesain lahan, dan menyusun elemen-elemen alam dan buatan
sehingga tersaji suatu lingkungan yang fungsional dan estetis.
Pekerjaan Lanskap meliputi:
a. Pekerjaan softscape, terdiri dari pekerjaan tanaman, hewan dan air;
b. Pekerjaan hardscape, terdiri dari pekerjaan batu, pasir, logam, dan
paving blok; dan

19
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

c. Pekerjaan landscape furniture, yaitu pekerjaan perabot taman.


Contoh pekerjaan lanskap dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Contoh Pekerjaan Lanskap

Sumber: https://www.dekoruma.com/artikel/88259/perbedaan-arsitektur-lanskap-
dengan-arsitektur

20
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB III
PENGENDALIAN MUTU PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

A. Pengantar

01 Pekerjaan utama atau major item pada pekerjaan konstruksi bangunan Pekerjaan utama
gedung umumnya adalah pekerjaan struktur beton, sehingga pekerjaan konstruksi
struktur beton merupakan pekerjaan yang cukup material. Oleh sebab itu, bangunan gedung
Bab III Suplemen ini berfokus pada pengendalian mutu pekerjaan struktur
beton pada konstruksi bangunan gedung. Untuk pengendalian mutu
pekerjaan konstruksi lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. Persyaratan Pekerjaan Struktur Beton

02 Sesuai dengan SNI 2847: 2019 terdapat beberapa persyaratan dalam Persyaratan
pekerjaan struktur beton, antara lain: pekerjaan struktur
beton
a. persyaratan material beton;
b. persyaratan kekuatan tekan beton;
c. persyaratan campuran beton;
d. persyaratan produksi dan perawatan beton;
e. persyaratan baja tulangan; dan
f. persyaratan durabilitas beton.

03 Persyaratan Material Beton Persyaratan


material beton
a. Material sementisius
Material sementisius harus memenuhi spesifikasi yang tercantum pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Spesifikasi untuk Material Sementisius
Material Sementisius Spesifikasi
Semen Portland SNI 2049:2015
Semen hidrolik campuran SNI 7064:2014 / SNI 0302:2014 / SNI 8363:2017
Semen hidrolik ekspansif ASTM C845M
Semen hidrolik ASTM C1157M
Abu terbang (fly ash) dan SNI 2460:2014
material pozzolan alami
Semen slag SNI 6385:2016
Abu silica (silica fume) ASTM C1240

21
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Semua material sementisius pada tabel di atas serta kombinasi


materialnya harus disertakan dalam menghitung parameter rasio air
terhadap material sementisius (w/cm) pada campuran beton.
b. Material agregat
Agregat harus memenuhi ketentuan:
a. Agregat berat normal: ASTM C33M atau
b. Agregat berat ringan: ASTM C330M.
Agregat yang tidak memenuhi ketentuan ASTM C33M atau ASTM C330M
dapat digunakan apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa beton
yang di produksi memiliki kekuatan dan durabilitas yang memadai dan
disetujui oleh pihak yang berwenang.
c. Air
Air untuk campuran harus memenuhi ketentuan ASTM C1602M. Air
untuk campuran, termasuk bagian air yang nantinya akan menyebabkan
agregat menjadi lembab, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
kadar yang dapat merusak ketika digunakan untuk membuat beton
prategang, untuk beton yang melekat dengan alumunium, atau beton
yang dicor terhadap bekisting tetap dari bahan baja galvanis.
d. Material campuran tambahan (admixture)
Material campuran tambahan harus memenuhi empat ketentuan
sebagai berikut:
1) Reduksi kadar air dan modifikasi waktu pengerasan: ASTM C494M;
2) Menghasilkan beton yang dapat mengalir: ASTM C1017M;
3) Gelembung udara di dalam beton: ASTM C260M; dan
4) Mencegah korosi yang disebabkan oleh klorida: ASTM C1582M.
Material campuran tambahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi di
atas harus ditinjau sebelumnya oleh perencana ahli bersertifikat.
Kalsium klorida atau bahan tambahan yang mengandung klorida dari
sumber selain ketidakmurnian material campuran tambahan tidak
boleh digunakan pada beton prategang, pada beton yang melekat pada
alumunium, maupun beton yang dicor terhadap bekisting tetap dari
bahan baja galvanis.
Material campuran tambahan yang mengandung semen ekspansif
mengacu pada ASTM C845M harus sesuai dengan semen dan tidak
memiliki efek merusak.
e. Tulangan serat baja
Tulangan serat baja yang digunakan untuk menahan geser harus
memenuhi dua ketentuan sebagai berikut:
1) Merupakan tulangan ulir dan memenuhi ASTM A820M; dan

22
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

2) Memiliki rasio panjang dan diameter minimal 50 dan kurang dari


100.

04 Persyaratan Kekuatan Tekan Beton Persyaratan


kekuatan tekan
a. Nilai kekuatan tekan fc’ harus dispesifikasikan dalam dokumen
beton
konstruksi dan harus sesuai dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Batasan nilai fc’ sesuai Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Batasan Nilai fc’
Nilai fc’ Minimum Nilai fc’ Maksimum
Kegunaan Jenis Beton
(MPa) (MPa)
Umum Berat normal dan 17 Tidak ada batasan
berat ringan
Sistem rangka Berat normal 21 Tidak ada batasan
pemikul momen Berat ringan 21 35*
khusus dan dinding
struktural khusus
* Batasan diizinkan untuk dilewati bila bukti hasil eksperimental dari elemen struktur yang
terbuat dari beton ringan menunjukkan kekuatan dan keteguhan (toughness) yang sama
atau melebihi dari elemen yang dibuat dengan menggunakan beton normal dengan
kekuatan yang sama.

2) Persyaratan durabilitas pada Tabel 3.3


3) Persyaratan kekuatan struktur
b. Bila tidak ditentukan lain, maka fc’ harus diambil berdasarkan hasil
pengujian 28 hari. Selain 28 hari, umur beton saat pengujian fc’ harus
dituliskan pada dokumen kontrak.
c. Nilai maksimum rasio air terhadap material sementisius (w/cm) yang
dapat diterapkan pada kelas eksposur yang paling ketat sesuai dengan
Tabel 3.3 (tabel yang sama untuk Persyaratan Durabilitas):
Tabel 3.3. Persyaratan untuk Beton Berdasarkan Kelas Paparan

[1]. Batasan maksimum w/cm pada tabel di atas tidak berlaku untuk beton ringan.

23
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

[2]. Untuk paparan air laut, tipe semen Portland lainnya dengan kadar trikalsium
aluminat (C3A) sampai dengan 10% diizinkan jika w/cm tidak melebihi 0,40.
[3]. Tipe semen tersedia lainnya seperti Tipe III atau Tipe I diizinkan dalam Kelas
Paparan S1 atau S2 jika kadar C3A masing-masing kurang dari 8% untuk kelas
paparan S1 atau kurang dari 5% untuk kelas paparan.
[4]. Jumlah sumber spesifik dari pozzolan atau slag yang digunakan tidak boleh
kurang dari jumlah yang telah ditentukan oleh catatan layan untuk meningkatkan
ketahanan sulfat bila digunakan dalam beton yang mengandung semen Tipe V.
Sebagai alternatif, jumlah sumber spesifik pozzolan atau slag yang digunakan
tidak boleh kurang dari jumlah yang diuji sesuai dengan ASTM C1012M.
[5]. Kadar ion klorida terlarut yang berasal dari material dasar termasuk air, agregat,
material sementius, dan material campuran tambahan harus ditentukan pada
campuran beton sesuai dengan ASTM C1218M saat umur beton antara 28 dan 42
hari.
[6]. Selimut beton harus sesuai dengan persyaratan selimut beton.
[7]. S merujuk pada tabel 3.1.

Terkait kategori dan kelas paparan dapat dilihat secara detail pada
Lampiran 4.

05 Persyaratan Campuran Beton Persyaratan


campuran beton
a. Persyaratan untuk tiap campuran beton berdasarkan kelas eksposur
atau desain batang, yaitu:
1) kekuatan tekan minimum beton fc’;
2) usia pengujian yang menyatakan telah memenuhi nilai fc’ jika usia
beton kurang dari 28 hari; dan
3) nilai maksimum w/cm yang dapat diterapkan pada kelas eksposur
yang paling ketat sesuai tabel 3.3.
b. Ukuran maksimum nominal agregat kasar tidak melebihi ketentuan
sebagai berikut:
1) seperlima dimensi terkecil dari kedua sisi bekisting;
2) sepertiga tebal pelat; dan
3) tiga per empat jarak bersih antar tulangan atau kawat, bundel
tulangan (bundle), tulangan prategang, tendon, ikatan tendon.
Batasan ini tidak berlaku apabila ditemukan metode yang serupa oleh
perencana ahli bersertifikat yang menyatakan beton dapat dicor
dengan sempurna tanpa keropos atau rongga.
d. Untuk batang dengan Paparan Kelas C, rujukan untuk batas ion klorida
diambil dari tabel 3.3.
e. Untuk batang dengan Paparan Kategori S, rujukan untuk material
sementisius diambil dari tabel 3.3.
f. Untuk batang dengan Paparan Kelas S2 atau S3, bahan tambahan yang
mengandung kalsium klorida tidak boleh digunakan.

24
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

06 Persyaratan Produksi dan Perawatan Beton Persyaratan


produksi dan
a. Produksi beton
perawatan beton
1) Material sementisius dan agregat harus disimpan untuk mencegah
kontaminasi dan penurunan suhu;
2) Material yang sudah terkontaminasi dan turun mutunya tidak boleh
dipakai untuk beton;
3) Peralatan untuk pencampuran dan pemindahan beton harus
memenuhi ASTM C94M atau ASTM C685M;
4) Beton ready-mix dan cor di tempat harus disimpan, dicampur, dan
dikirim dengan metode ASTM C94M atau ASTM C685M.
b. Pengecoran dan pemadatan beton
1) Tempat yang nantinya akan dicor beton harus bersih dari sisa
pecahan dan es;
2) Air yang mengendap harus dibersihkan sebelum melakukan
pengecoran, kecuali menggunakan pipa tremie atau metode lain
yang boleh digunakan oleh perencana ahli bersertifikat;
3) Filler batu bata yang berkontak langsung dengan beton harus
dibasahi sebelum pengecoran;
4) Peralatan yang digunakan untuk mengangkut beton dari alat
pencampur ke lokasi akhir pengecoran wajib memenuhi
persyaratan pengecoran;
5) Beton tidak boleh dipompa menggunakan pipa yang terbuat dari
alumunium atau campuran alumunium; dan
6) Beton harus dicor dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Beton harus mempunyai persediaan yang cukup sampai ke
lokasi pengecoran;
b) Beton harus memiliki tingkat kelecakan (workability) yang
cukup untuk mempermudah proses pemadatan;
c) Tanpa terjadinya segregasi dan kehilangan material;
d) Tanpa interupsi yang mengakibatkan berkurangnya kelecakan
yang berefek terjadinya sambungan dingin (cold joints); dan
e) Disimpan sedekat-dekatnya dengan lokasi pengecoran.
7) Beton yang telah terkontaminasi atau turun kelecakannya sampai
tidak bisa dilakukan konsolidasi tidak dapat digunakan;
8) Penambahan air untuk melunakkan campuran beton
(retempering) sesuai dengan batas yang tertera di ASTM C94M;

25
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

9) Proses pengecoran beton harus dilakukan secara terus-menerus


sampai terbentuknya panel atau penampang;
10) Beton harus dipadatkan dengan metode yang cocok ketika proses
pengecoran dan memenuhi ruang di sekitar tulangan dan
penanaman tulangan dan ujung bekisting; dan
11) Permukaan atas untuk formed lift vertikal harus datar.
c. Perawatan beton
1) Kecuali dapat mencapai kekuatan ideal dalam waktu singkat, beton
harus disimpan di tempat lembab dengan suhu minimal 10oC
setidaknya 7 hari setelah pengecoran, kecuali jika ditambahkan
material untuk mempercepat proses perawatan;
2) Beton yang dapat mencapai kekuatan ideal dalam waktu singkat
harus disimpan di kawasan lembab dengan suhu minimal 10°C
setidaknya 3 hari setelah pengecoran, kecuali jika ditambahkan
material untuk mempercepat proses perawatan.
3) Percepatan perawatan yang dilakukan untuk mempercepat beton
mencapai kekuatan ideal dan mereduksi waktu perawatan dapat
dilakukan menggunakan mesin uap bertekanan tinggi, mesin uap
bertekanan atmosfer, pemanasan dan pengembunan atau metode
lain yang diizinkan oleh perencana ahli bersertifikat. Jika metode
ini dilakukan, maka harus menerapkan ketentuan berikut:
a) Nilai kekuatan tekan saat dilakukan uji pembebanan adalah
nilai kekuatan tekan minimal yang diperlukan; dan
b) Percepatan perawatan tidak boleh mengurangi durabilitas
beton.
4) Jika disyaratkan oleh pihak berwenang atau perencana ahli
bersertifikat, hasil pengujian spesimen silinder yang dibuat dan
dirawat sesuai ketentuan pada angka a) dan b) harus diberikan dan
dibandingkan dengan hasil pengujian spesimen silinder yang
dibuat dan dirawat dengan metode standar.
a) Setidaknya dua spesimen silinder yang dirawat di lapangan
berukuran ø150x300mm atau setidaknya tiga spesimen
berukuran ø100x200mm yang dibuat dalam waktu dan sampel
yang sama dengan spesimen silinder dengan perawatan
standar; dan
b) Spesimen silinder yang dirawat di lapangan harus memenuhi
prosedur yang tercantum dalam ASTM C31M dan diuji dengan
ASTM C39M.
5) Prosedur untuk perawatan dan perlindungan beton dianggap
cukup jika ketentuan a) atau b) terpenuhi:

26
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

a) Kekuatan tekan rata-rata beton dengan perawatan di lapangan


saat pengujian mencapai 85% atau sama dengan nilai fc’ pada
spesimen dengan perawatan standar; dan
b) Nilai kekuatan tekan rata-rata beton dengan perawatan di
lapangan saat pengujian melebihi nilai fc’ yang ditetapkan
sebesar 3,5 MPa.

07 Persyaratan Baja Tulangan Persyaratan baja


tulangan
Secara umum, persyaratan baja tulangan dibagi untuk dua jenis beton,
yaitu:
a. Beton dengan baja tulangan nonprategang
Beton baja tulangan nonprategang pada dasarnya merupakan beton
bertulang biasa, yaitu beton yang dilengkapi dengan tulangan dari besi
baja. Tahap produksi beton ini sederhana sehingga pengerjaan dan
pengecoran beton dapat dilakukan pada lokasi pekerjaan (on-site).
Contoh beton tulangan nonprategang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Contoh Beton Tulangan Nonprategang

Sumber: https://arafuru.com/material/perbedaan-beton-prategang-dan-beton-
bertulang.html

b. Beton dengan baja tulangan prategang


Beton prategang ialah beton yang telah diberi gaya tarik terlebih
dahulu, kemudian dilakukan pengecoran. Karena proses
pembuatannya sangat rumit, keseluruhan tahap produksi beton ini
dilaksanakan di pabrik dengan penghitungan yang matang. Prinsip
pembuatannya yaitu beton pada bagian paling dalam dibiarkan
mengeras sempurna. Kemudian beton ini diberi gaya tekan
menggunakan baja. Setelah itu, beton yang sudah diberi gaya tekan
tersebut dilapisi cor secara merata untuk mempertahankan posisi
baja sebagai pemberi gaya tekan. Beton prategang sudah mengalami
tekanan lebih besar terlebih dahulu sebelum menerima gaya dari luar,
sehingga mengakibatkan strukturnya menjadi semakin kuat. Contoh
beton tulangan prategang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

27
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 3.2. Contoh Beton Tulangan Prategang

Sumber: https://www.pengadaan.web.id/2019/01/beton-prategang.html

Beton nonprategang dan beton prategang sebenarnya sama-sama


merupakan beton. Keduanya juga sama-sama memanfaatkan tulangan
dari baja untuk meningkatkan kekuatannya terhadap gaya tarik. Adapun
perbedaannya terletak pada pemasangan tulangan bajanya. Pada beton
bertulang nonprategang, tulangan baja dibiarkan tergeletak begitu saja.
Sedangkan tulangan baja pada beton prategang akan diberi gaya tekan
terlebih dahulu. Hal ini membuat gaya tarik yang dimiliki oleh beton
prategang lebih kuat daripada beton bertulang. Tapi karena
pembuatannya sangat rumit, beton prategang harus dibuat di pabrik
dengan perhitungan yang tinggi.

08 Beberapa persyaratan baja tulangan nonprategang antara lain: Persyaratan baja


tulangan
a. Tulangan dan kawat nonprategang harus berulir, kecuali untuk batang
nonprategang
atau kawat polos diperbolehkan digunakan sebagai tulangan spiral;
b. Kekuatan leleh tulangan dan kawat prategang harus ditentukan
dengan mengikuti 1) atau 2) berikut:
1) Metode offset, dengan menggunakan offset sebesar 0,2% sesuai
ASTM A370; dan
2) Titik leleh dengan menggunakan metode penghentian gaya (halt of
force), dengan catatan tulangan atau kawat nonprategang memiliki
titik leleh yang jelas.
c. Tulangan ulir harus sesuai poin 1), 2), 3), 4), atau 5) berikut:
1) ASTM A615M untuk baja karbon;
2) ASTM A706M untuk baja alloy rendah;
3) ASTM A996M untuk baja as dan baja rel;
4) ASTM A966M untuk baja nirkarat (stainless); atau

28
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

5) ASTM A1035M untuk baja karbon krokium rendah.


d. Tulangan polos untuk tulangan spiral harus sesuai dengan ASTM
A651M, A706M, A966M, atau A1035M;
e. Tulangan kawat las ulir harus sesuai ASTM A184M. Tulangan ulir
digunakan untuk tulangan las harus sesuai ASTM A615M, atau A706M;
f. Tulangan ulir berkepala harus sesuai ASTM A970M, termasuk
persyaratan pada Lampiran A1 pada ASTM A970M untuk dimensi
kepala kelas HA;
g. Kawat ulir, kawat polos, tulangan kawat las ulir, dan tulangan kawat
las polos harus sesuai 1) atau 2) berikut:
1) A1064M untuk baja karbon; atau
2) A1022M untuk baja nirkarat (stainless).
h. Diizinkan menggunakan kawat ulir dengan ukuran D5 hingga D13;
i. Secara detil, tipe dari kawat dan batang tulangan ulir nonprategang
yang akan digunakan untuk struktur tertentu harus sesuai dengan
Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4. Tulangan Ulir Nonprategang
fy atau fyt [1] maks. Spesifikasi ASTM yang Sesuai
Yang diizinkan
Penggunaan Apikasi Kawat Kawat Batang Ulir
untuk perhitungan Batang Ulir
Ulir yang Dilas yang Dilas
desain (MPa)
Lentur, gaya Sistem 420 A706M, A615M Tidak Tidak Tidak
aksial, dan Seismik Diizinkan Diizinkan Diizinkan
susut dan Khusus
suhu Lainnya 550 A615M, A706M, A1064M, A1064M, A185M [2]
A955M, A996M A1022M A1022M

Kekangan Sistem 700 A615M, A706M, A1064M, A1064M[3], Tidak


lateral dari Seismik A955M, A996M, A1022M A1022M[3] Diizinkan
batang Khusus A1035M
longitudinal Spiral 700 A615M, A706M, A1064M, Tidak Tidak
atau kekangan A955M, A996M, A1022M Diizinkan Diizinkan
beton A1035M
Lainnya 550 A615M, A706M, A1064M, A1064M, Tidak
A955M, A996M A1022M A1022M Diizinkan

Sistem 420 A615M, A706M, A1064M, A1064M[3], Tidak


Seismik A955M, A996M A1022M A1022M[3] Diizinkan
Khusus
420 A615M, A706M, A1064M, Tidak Tidak
Spiral
A955M, A996M A1022M Diizinkan Diizinkan
Geser Friksi 420 A615M, A706M, A1064M, A1064M, Tidak
A955M, A996M A1022M A1022M Diizinkan
420 A615M, A706M, A1064M, A1064M, Tidak
Geser
A955M, A996M A1022M A1022M Diizinkan
Sengkang, Kawat las
sengkang polos
ikat, 550 Tidak Diizinkan Tidak A1064M, Tidak
sengkang Diizinkan A1022M Diizinkan
pengekang Kawat las
ulir

29
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

fy atau fyt [1] maks. Spesifikasi ASTM yang Sesuai


Yang diizinkan
Penggunaan Apikasi Kawat Kawat Batang Ulir
untuk perhitungan Batang Ulir
Ulir yang Dilas yang Dilas
desain (MPa)
Torsi Longitudinal 420 A615M, A706M, A1064M, A1064M, Tidak
dan A955M, A996M A1022M A1022M Diizinkan
Transversal
[1]. fy merupakan kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (MPa); fyt merupakan kekuatan leleh tulangan
transversal yang disyaratkan fy (MPa).
[2]. Tulangan kawat las ulir harus diizinkan untuk dirangkai menggunakan ASTM A615M atau A706M.
[3]. ASTM A1064M dan A1022M tidak diizinkan pada sistem seismik khusus dimana las disyaratkan untuk menahan
tegangan sebagai respons dari pengekangan, tumpuan lateral dari batang longitudinal, geser atau aksi
lainnya.

j. Tipe dari kawat dan batang tulangan spiral polos nonprategang yang
akan digunakan untuk struktur tertentu harus sesuai dengan Tabel 3.5
berikut:
Tabel 3.5. Tulangan Spiral Polos Nonprategang
fy atau fyt maks. Spesifikasi ASTM yang Sesuai
Yang diizinkan
Penggunaan Aplikasi
untuk perhitungan Batang Polos Kawat Polos
desain (MPa
Kekangan lateral Spiral pada Sistem A615M, A706M, A1064M, A1022M
700
dari batang Gempa Khusus A955M, A1035M
longitudinal, atau A615M, A706M, A1064M, A1022M
Spiral 700
kekangan beton A955M, A1035M
A615M, A706M, A1064M, A1022M
Geser Spiral 420
A955M, A1035M
Torsi pada Balok A615M, A706M, A1064M, A1022M
Spiral 420
Nonprategang A955M, A1035M

09 Beberapa persyaratan baja tulangan prategang antara lain: Persyaratan baja


tulangan prategang
a. Kecuali disyaratkan secara khusus, tulangan prategang harus sesuai
dengan:
1) ASTM A416 untuk strand;
2) ASTM A421M untuk kawat;
3) ASTM A421M untuk kawat relaksasi rendah termasuk persyaratan
tambahan S1; atau
4) ASTM A722M untuk tulangan mutu tinggi.
b. Strand, kawat dan batang prategang yang tidak terdaftar pada ASTM
A416M, A421M, atau A722M diizinkan selama sesuai dengan persyaratan
minimum dari standar ini dan ditunjukkan oleh hasil tes atau analisis
bahwa penggunaannya tidak merusak performa dari komponen.
c. Tulangan prategang yang menahan momen akibat beban gempa, gaya
aksial atau keduanya pada rangka momen khusus, dinding struktural
khusus dan semua komponen dari diding struktural khusus termasuk
balok perangkai dan kolom dinding, pengecoran dengan menggunakan
metode pracetak harus sesuai ASTM A416M atau A722M.
d. Kekuatan Tarik (fpu) harus berdasarkan mutu yang ditentukan atau tipe
dari tulangan prategang dan tidak boleh melebihi nilai pada Tabel 3.6.

30
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Tabel 3.6. Strand, Kawat, dan Batang Tulangan Prategang


Nilai fpu maksimum yang
Spesifikasi ASTM yang
Tipe diizinkan untuk perhitungan
Sesuai
desain (MPa)
Strand (stress-relieved
1.860 ASTM 416M
dan relaksasi rendah)
ASTM 421M
ASTM 421M termasuk
Kawat (stress-relieved
1.725 persyaratan tambahan S1,
dan relaksasi rendah)
kawat relaksasi rendah
dan tes relaksasi
Tulangan mutu tinggi 1.035 A722M

10 Berdasarkan SNI 2052: 2017 tentang Baja Tulangan Beton, ukuran baja Ukuran baja
tulangan dapat dibagi dua, yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan
tulangan beton sirip/ulir. Ukuran baja tulangan beton polos dapat dilihat
pada Tabel 3.7 dan ukuran baja tulngan beton sirip/ ulir dapat dilihat pada
Tabel 3.8.
Tabel 3.7. Ukuran Baja Tulangan Beton Polos
Diameter Luas Berat Nominal
Nominal (d) Penampang per meter
No Penamaan
Nominal (A)
mm mm2 kg/m
1 P6 6 28 0,222
2 P8 8 50 0,395
3 P10 10 79 0,617
4 P12 12 113 0,888
5 P14 14 154 1,208
6 P16 16 201 1,578
7 P19 19 284 2,226
8 P22 22 380 2,984
9 P25 25 491 3,853
10 P28 28 616 4,834
11 P32 32 804 6,313
12 P36 36 1018 7,990
13 P40 40 1257 9,865
14 P50 50 1964 15,413

Tabel 3.8. Ukuran Baja Tulangan Beton Sirip/ Ulir


Luas Tinggi Sirip Jarak
Diame- Berat
Penam- (H) Sirip Lebar Sirip
ter Nomi-
Pena- pang Melin- Membujur
No Nominal nal per
maan Nomi- min maks tang (P) (T) Maks
(d) meter
nal (A) Maks
mm mm2 mm mm mm mm kg/m
1 S6 6 28 0,3 0,6 4,2 4,7 0,222
2 S8 8 50 0,4 0,8 5,6 6,3 0,395
3 S10 10 79 0,5 1,0 7,0 7,9 0,617
4 S13 13 133 0,7 1,3 9,1 10,2 1,042
5 S16 16 201 0,8 1,6 11,2 12,6 1,578
6 S19 19 284 1,0 1,9 13,3 14,9 2,226
7 S22 22 380 1,1 2,2 15,4 17,3 2,984
8 S25 25 491 1,3 2,5 17,5 19,7 3,853
9 S29 29 661 1,5 2,9 20,3 22,8 5,185
10 S32 32 804 1,6 3,2 22,4 25,1 6,313
11 S36 36 1018 1,8 3,6 25,2 28,3 7,990
12 S40 40 1257 2,0 4,0 28,0 31,4 9,865
13 S50 50 1964 2,5 5,0 35,0 39,3 15,413
14 S54 54 2290 2,7 5,4 37,8 42,3 17,978
15 S57 57 2552 2,9 5,7 39,9 44,6 20,031

31
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

11 Toleransi untuk ukuran diameter dan berat baja tulangan beton polos dan Toleransi diameter
baja tulangan beton sirip dapat dilihat pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10. dan berat baja
Tabel 3.9. Toleransi Diameter Baja Tulangan tulangan
Penyimpangan
Diameter (d) Toleransi (t)
No Kebundaran Maks (p)
mm mm mm
1 6 ±0,3 0,42
2 8 ≤ d ≤ 14 ±0,4 0,56
3 16 ≤ d ≤ 25 ±0,5 0,70
4 28 ≤ d ≤ 34 ±0,6 0,84
5 d ≥ 36 ±0,8 1,12
Tabel 3.10. Toleransi Berat Baja Tulangan
Diameter Nominal (mm) Toleransi (%)
6≤d≤8 ±7
10 ≤ d ≤ 14 ±6
16 ≤ d ≤ 29 ±5
d > 29 ±4

12 Persyaratan Durabilitas Beton Persyaratan


durabilitas beton
a. Persyaratan selimut beton
bertulang
Kecuali peraturan umum gedung mensyaratkan ketebalan selimut
beton yang lebih besar untuk perlindungan terhadap kebakaran, selimut
beton minimum harus diambil sesuai Tabel 3.11, Tabel 3.12, dan Tabel
3.13.
Tabel 3.11. Ketebalan Selimut Beton untuk Komponen Struktur Beton
Nonprategang yang Dicor di Tempat
Komponen Ketebalan
Paparan Tulangan
Struktur Selimut (mm)
Dicor & secara permanen Semua 75
Semua
kontak dengan tanah
Batang D19 hingga D57 50
Terpapar cuaca atau
Semua Batang D16, kawat D13, dan 40
kontak dengan tanah
lebih kecil
Pelat, pelat Batang D43 dan D57 40
berusuk, dan Batang D36 dan lebih kecil 20
Tidak terpapar cuaca dinding
atau kontak dengan tanah Balok, kolom, Tulangan utama, sengkang, 40
pedestal, dan sengkang ikat, spiral, dan
batang Tarik sengkang pengekang
Tabel 3.12. Ketebalan Selimut Beton untuk Komponen Struktur Beton
Prategang yang Dicor di Tempat
Komponen Ketebalan
Paparan Tulangan
Struktur Selimut (mm)
Dicor & secara permanen Semua Semua 75
kontak dengan tanah
Pelat, pelat Semua 25
Terpapar cuaca atau berusuk, dan
kontak dengan tanah dinding
Lainnya Semua 40
Pelat, pelat Semua 20
berusuk, dan
dinding
Tidak terpapar cuaca atau
Balok, Tulangan Utama 40
kontak dengan tanah
kolom, Sengkang, sengkang ikat, 25
pedestal, dan spiral, dan sengkang
batang tarik pengekang

32
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Tabel 3.13. Ketebalan Selimut Beton untuk Beton Pracetak Nonprategang


dan Prategang yang Diproduksi pada Kondisi Pabrik
Komponen Ketebalan
Paparan Tulangan
Struktur Selimut (mm)
Batang D43 dan D57, tendon 40
dengan diameter lebih besar
dari 40mm
Dinding Batang D36 dan lebih kecil, 20
kawat D13 dan lebih kecil,
tendon dan strand diameter
40mm dan lebih kecil
Batang D43 dan D57, tendon 50
Terpapar cuaca atau
lebih besar dari diameter 40
kontak dengan tanah
mm
Batang D19 hingga D36, tendon 40
dan strand lebih besar dari
lainnya
diameter 16mm s.d. diameter
40mm
Batang D16, kawat D13 dan lebih 30
kecil, tendon dan strand
diameter 16mm atau lebih kecil
Batang D43 dan D57, tendon 30
dengan diameter lebih besar
Pelat, pelat dari 40mm
berusuk, Tendon dan strand dengan 20
dan dinding diameter 40mm dan lebih kecil
Batang D36, kawat D13 dan 16
Tidak terpapar lebih kecil
cuaca atau kontak Tulangan Utama Lebih besar
dengan tanah dari db dan 16
Balok,
dan tidak
kolom,
boleh melebihi
pedestal,
40
dan batang
Sengkang, sengkang ikat, 10
tarik
spiral, dan sengkang
pengekang

Untuk tulangan bundle, ketebalan selimut setidaknya nilai yang terkecil


dari:
1) Diameter ekuivalen dari bundle; dan
2) 50 mm.
Untuk beton yang dicor dan kontak dengan tanah secara permanen,
selimut beton yang disyaratkan harus diambil sebesar 75mm.
Untuk tulangan geser stud, ketebalan selimut dari kepala dan dasar rel
harus paling tidak yang disyaratkan untuk tulangan pada komponen
tersebut.
b. Tulangan nonprategang yang di-coating
Tulangan yang dilapisi (coating) digunakan ketika ketahanan tulangan
terhadap korosi menjadi pertimbangan khusus, seperti struktur gedung
parkir, struktur jembatan dan lingkungan lain yang korosif. Berikut
Tabel 3.14 terkait tulangan nonprategang yang di-coating:

33
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Tabel 3.14. Tulangan Nonprategang dengan Coating


Spesifikasi ASTM yang Sesuai
Tipe Coating
Batang Kawat Kawat Las
Seng A767M Tidak diizinkan A1060M
Epoksi A775M atau A934M A884M A884M
Seng dan Epoksi A1055M Tidak diizinkan Tidak diizinkan
(dua lapis)

c. Perlindungan terhadap korosi untuk tulangan prategang tanpa lekatan


1) Tulangan prategang tanpa lekatan harus tutupi dengan selubung
(sheathing) dan rongga antara strand dan selubung harus diisi
dengan material yang diformulasikan untuk menghambat korosi.
Selubung harus kedap terhadap air dan dipasang menerus
sepanjang bagian tanpa lekatan.
2) Selubung dan sambungannya harus menjamin kondisi kedap air
pada angkur tetap, tengah dan angkur lainnya.
3) Tendon strand tunggal tanpa lekatan harus diproteksi untuk
menyediakan tahanan terhadap korosi sesuai American Concrete
Institute (ACI) 423.7.
d. Perlindungan korosi untuk tendon yang di-grout
1) Selongsong (duct) untuk tendon yang di-grout harus di-grout
dengan padat dan tidak reaktif dengan beton, tulangan prategang,
material grout dan bahan pencampur (admixture) penghambat
korosi (inhibitor).
2) Selongsong harus dipertahankan tidak kontak dengan air.
3) Selongsong untuk kawat tunggal, strand tunggal atau batang tendon
tunggal yang di-grout harus memiliki diameter paling tidak 6 mm
lebih besar dari diameter tulangan prategang.
4) Selongsong untuk kawat, strand atau batang tendon majemuk yang
di-grout harus memiliki luasan penampang dalam paling tidak dua
kali luasan penampang tulangan prategang.
e. Perlindungan korosi untuk angkur, couplers dan fitting pascatarik
Angkur, couplers, dan fitting ujung harus terlindung untuk menyediakan
ketahanan jangka panjang terhadap korosi.
f. Perlindungan korosi untuk tulangan pascatarik eksternal
Daerah tendon eksternal dan angkur tendon harus terproteksi untuk
menyediakan ketahanan terhadap korosi. Perlindungan korosi dapat
dilakukan dengan berbagai metode. Perlindungan korosi yang dilakukan
harus sesuai dengan lingkungan dimana tendon berada. Beberapa
persyaratan mengharuskan tulangan prategang dilindungi oleh selimut
beton atau oleh semen grout dalam selongsong polyethylene atau
logam; persyaratan lain mengizinkan perlindungan dengan
menggunakan lapisan seperti cat atau minyak. Metode perlindungan
karat harus memenuhi persyaratan perlindungan dari kebakaran

34
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

sesuai peraturan umum bangunan, kecuali jika pemasangan tulangan


pascatarik hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan layan.

C. Pengujian Mutu Pekerjaan Struktur Beton

13 Standar pengujian mutu pekerjaan beton mengikuti standar yang Standar pengujian
dituangkan pada kontrak. Pengujian mutu pekerjaan beton pada suplemen mutu beton
ini menggunakan referensi dari SNI 2847: 2019 tentang Persyaratan Beton
Struktural untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan sebagai Revisi dari SNI
2847: 2013 Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.

14 Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai syarat penerimaan dalam Syarat penerimaan
melakukan pengujian mutu beton, yaitu: pengujian mutu
beton
a. Uji kekuatan tekan (strength test) adalah hasil rata-rata pengujian
setidaknya dari 2 (dua) silinder ø 150 mm x 300 mm atau 3 (tiga)
silinder ø 100 mm x 200 mm yang dibuat dari adukan beton yang sama
dan diuji pada umur beton 28 hari, atau usia pengujian saat beton
mencapai fc’. Sebagai ilustrasi sampel pengujian mutu beton dapat
dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Sampel Pengujian Mutu Beton

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

b. Institusi yang melakukan pengujian beton harus memenuhi ketentuan


dalam ASTM C1077, yang mengatur tentang tugas, kewajiban, dan
ketentuan teknis minimum untuk personil yang melakukan pengujian,
serta persyaratan untuk alat yang digunakan dalam pengujian beton
dan agregat. Institusi yang menguji beton silinder atau beton inti
terhadap standar syarat penerimaan harus diakreditasi dan diinspeksi
untuk memenuhi persyaratan.
c. Pengujian beton segar di lapangan, persiapan spesimen untuk
perawatan standar, persiapan untuk perawatan lapangan dan
mencatat suhu beton segar harus dilakukan oleh teknisi yang
berkualifikasi.

35
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

d. Pengujian di laboratorium harus dilakukan oleh laboran yang


berkualifikasi.
e. Semua laporan mengenai pengujian kelayakan beton harus diserahkan
ke semua pihak yang terlibat, yaitu perencana ahli bersertifikat,
kontraktor, produsen beton, dan bila disyaratkan juga kepada pemilik
dan pihak berwenang.

15 Frekuensi pengujian harus memenuhi persyaratan penerimaan sebagai Frekuensi


berikut: pengujian

a. Sampel untuk spesimen uji kekuatan setiap campuran beton harus


memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) setidaknya sekali sehari;
2) setidaknya sekali untuk setiap 110m3 beton; dan
3) setidaknya sekali untuk setiap 460m2 luas permukaan pelat atau
dinding.
b. Jika volume total beton berjumlah sangat besar sehingga pengujian
dengan frekuensi tinggi hanya akan menghasilkan kurang dari lima
jenis kekuatan untuk setiap campuran beton, spesimen pengujian
harus dibuat dari lima batch yang dipilih secara acak.
c. Jika volume total campuran beton kurang dari 38m3, maka pengujian
tidak perlu dilakukan jika ada bukti lain yang menyatakan bahwa beton
telah memenuhi persyaratan dan disetujui oleh pihak berwenang.
Sebagai contoh terkait perhitungan jumlah sampel minimum pengujian
beton yang dilakukan Penyedia dan entitas dapat dilihat pada Lampiran 5.

16 Spesimen benda uji harus memenuhi persyaratan penerimaan sebagai Persyaratan


berikut: penerimaan
spesimen
a. Spesimen untuk benda uji penerimaan harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
1) Sampel beton yang digunakan untuk spesimen uji kekuatan harus
memenuhi ketentuan ASTM C172M; dan
2) Spesimen silinder harus dibentuk dan dirawat standar di
laboratorium sesuai ASTM C31M dan diuji sesuai ASTM C39M
(setara dengan SNI 1974: 2011 tentang Cara Uji Kuat Beton dengan
Benda Uji Silinder). Sebagai ilustrasi pengujian benda uji dapat
dilihat pada Gambar 3.4.

36
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 3.4. Pengujian Benda Uji

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

b. Kekuatan tekan tiap campuran beton dapat diterima jika memenuhi


ketentuan 1) dan 2), yaitu:
1) Setiap rata-rata tiga spesimen pengujian kekuatan tekan yang
dilakukan secara berurutan, dengan kekuatan tekan sama dengan
atau melebihi fc’; dan
2) Jika nilai fc’ spesifikasi kurang dari atau sama dengan 35 MPa,
maka nilai fc’ benda uji tidak boleh kurang 3,5 MPa dari nilai fc’
spesifikasi. Jika nilai fc’ spesifikasi lebih dari 35 MPa, maka nilai fc’
benda uji tidak boleh kurang 10% dari fc’ spesifikasi.
Sebagai contoh perhitungan rata-rata tiga spesimen pengujian
kekuatan tekan yang dilakukan secara berurutan dapat dilihat pada
Tabel 3.15.
Tabel 3.15. Contoh Perhitungan Rata-rata Spesimen

Berdasarkan contoh perhitungan pada Tabel 3.15 di atas, untuk sampel


benda uji no. 1 dan 5 tidak memenuhi persyaratan penerimaan mutu
beton, yang mengindikasikan berkurangnya tingkat keamanan struktur
karena beton berkekuatan rendah.
c. Jika ketentuan pada poin b angka 2) di atas tidak terpenuhi, maka harus
dilakukan langkah investigasi untuk mengetahui penyebabnya dan
menentukan metode perbaikan harus diambil untuk meningkatkan
rata-rata hasil kekuatan tekan beton;

37
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

d. Jika ketentuan pada poin b angka 1) dan 2) tidak terpenuhi, maka harus
dilakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan rata-rata hasil
kekuatan tekan beton.

17 Langkah investigasi dapat dilakukan dilakukan pada zona yang diragukan Investigasi
kekuatannya. Langkah investigasi dilakukan dengan pengujian tiga beton pengujian pada
inti (core) berdasarkan ASTM C42M dan harus dilakukan untuk setiap zona benda uji dengan
dengan hasil uji yang kurang dari batas toleransi. kekuatan rendah

18 Dalam investigasi, beton inti (core) harus diambil, dijaga kelembabannya Pengujian beton
dalam kontainer atau tempat yang kedap air, diantarkan ke tempat inti (core) pada
pengujian, dan diuji sesuai ASTM C42M. Beton inti harus diuji dengan waktu investigasi
antara 48 jam dan 7 hari setelah coring kecuali tindakan lain diperbolehkan
oleh perencana ahli bersertifikat. Verifikator pengujian yang dirujuk dalam
ASTM C42M adalah perencana ahli bersertifikat atau pihak berwenang.

19 Beton dalam zona yang diuji beton inti (core) dianggap cukup apabila Syarat penerimaan
ketentuan a dan b terpenuhi: investigasi
pengujian beton inti
a. Rata-rata tiga beton inti sama dengan atau sekurangnya 85 persen nilai
(core)
fc’; dan
b. Tidak ada satupun hasil beton inti yang kurang dari 75 persen fc’.
Pengujian tambahan untuk beton inti (core) dapat diambil dari lokasi yang
memperlihatkan kekuatan tekan beton inti yang tidak stabil.

20 Jika kriteria evaluasi berdasarkan kekuatan tekan beton inti (core) tidak Uji analisis dan uji
dipenuhi, maka struktur belum bisa dianggap aman, sebagai tindakan lebih beban
lanjut entitas melakukan evaluasi kekuatan struktur eksisting dengan cara:
a. Analisis
Evaluasi kekuatan secara analisis dimungkinkan apabila penurunan
kekuatan struktur dapat dipahami dengan baik dan bila memungkinkan
untuk mengukur dimensi dan properti material yang diperlukan untuk
analisis.
b. Uji beban
Bila pengaruh penurunan kekuatan tidak diketahui dengan baik atau
tidak memungkinkan untuk mengukur dimensi dan menentukan
properti material pada komponen yang diperlukan untuk analisis, maka
dapat dilakukan uji beban. Bagian struktur yang diuji harus mempunyai
umur paling sedikit 56 hari. Jika entitas, Penyedia, Konsultan Perencana
dan semua pihak lain yang terlibat setuju, dapat diizinkan untuk
melakukan uji beban pada umur lebih awal.

21 Atas setiap kekurangan mutu yang terjadi (baik yang diindikasikan dari Tindakan untuk
tidak tercapainya rata-rata tiga spesimen pengujian kekuatan tekan (Par meningkatkan
16.b.1), maupun melebihi batas toleransi (Par 16.b.2)), maka entitas harus

38
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

meminta Penyedia untuk melakukan tindakan perbaikan untuk kekuatan tekan


meningkatkan kekuatan tekan beton. Tindakan perbaikan dapat dilakukan beton
dengan cara-cara sebagai berikut:
a. meningkatkan material sementisius dalam campuran beton;
b. reduksi atau kontrol kadar air yang lebih ketat;
c. penggunaan bahan tambahan yang mengurangi air untuk
meningkatkan disperse material sementisius;
d. perubahan proporsi campuran beton;
e. reduksi waktu pengiriman;
f. kontrol kadar udara yang lebih ketat; dan
g. peningkatan kualitas pengujian yang memenuhi ASTM C172M, ASTM
C31M, dan ASTM C39M.

22 Entitas melakukan inspeksi pelaksanaan pekerjaan melalui Konsultan Inspeksi


Pengawas. Salah satu output inspeksi yang dilakukan oleh entitas melalui pelaksanaan
Konsultan Pengawas berupa laporan inspeksi. Laporan inspeksi harus pekerjaan
mencatat elemen yang diperiksa pada tiap tahap konstruksi oleh pihak konstruksi
yang melaksanakan pemeriksaan. Catatan pemeriksaan harus disimpan bangunan gedung
oleh pihak yang melaksanakan pemeriksaan setidaknya dua tahun setelah
selesainya proyek. Laporan inspeksi harus mencantumkan ketentuan,
yaitu:
a. kemajuan umum tahapan konstruksi;
b. beban konstruksi yang signifikan pada lantai, komponen atau dinding;
c. waktu dan tanggal pencampuran, kuantitas, proporsi material yang
digunakan, lokasi penempatan struktur, dan hasil pengujian beton segar
dan beton keras untuk semua campuran beton yang digunakan; dan
d. suhu beton dan lapis perlindungan pada beton saat pengecoran dan
perawatan ketika suhu lingkungan (ambient temperature) berada di
bawah 4°C atau di atas 35°C.

23 Berdasarkan hasil pengujian atas pengendalian mutu yang dilaksanakan Penentuan


oleh entitas dan Penyedia, Pemeriksa menentukan kebutuhan untuk pengujian fisik
melakukan pengujian fisik atas konstruksi.

39
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB IV
PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

A. Pengantar

01 Pengujian fisik pada pemeriksaan konstruksi bangunan gedung dilakukan Metode


untuk menilai kesesuaian volume dan mutu pekerjaan bangunan gedung. pengambilan dan
Namun demikian, pengujian fisik ini harus dilakukan berdasarkan hasil pengujian benda uji
pengujian intern yang memadai sehingga ada indikasi yang kuat bahwa
fisik bangunan gedung tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana diatur
dalam kontrak. Pengujian Sistem Pengendalian Intern (SPI) dapat
dilakukan salah satunya dengan menguji pengendalian mutu yang
dilaksanakan oleh entitas dan Penyedia.

02 Pemeriksa memilih item pekerjaan yang diuji serta metode pengujian Pemilihan metode
dengan mempertimbangkan risiko pemeriksaan, materialitas dan dan jenis pengujian
pekerjaan utama dari kontrak konstruksi bangunan gedung yang
diperiksa. Risiko pemeriksaan berkaitan dengan pertimbangan
profesional pemeriksa dengan memperhatikan beberapa hal seperti
efektivitas SPI, kondisi bangunan gedung sesuai hasil pengamatan visual
pada saat akan diperiksa, nilai pekerjaan, dll. Selain itu pemilihan metode
disesuaikan dengan kondisi, ketentuan/standar yang berlaku, praktik
terbaik yang menjadi pedoman, yang kemudian disepakati dalam BA
Kesepakatan Pengujian Fisik.
Contoh: Hasil pengamatan awal secara visual terhadap item pekerjaan
konstruksi bangunan gedung menunjukkan bahwa terdapat keretakan,
misal dalam pekerjaan plesteran atau pasangan bata atau beton.
Keretakan tersebut merupakan penanda awal adanya kerusakan dalam
item pekerjaan dan kemungkinan ketidaksesuaian kualitas pekerjaan
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Kontrak. Oleh karena itu,
Pemeriksa dapat mempertimbangkan untuk melaksanakan pengujian
fisik untuk mengidentifikasi ketepatan mutu hasil pekerjaan tersebut
apakah sesuai dengan kontrak.

B. Persiapan Pengujian Fisik

03 Pengujian fisik dapat dilakukan walaupun sudah dilakukan pengujian Perlunya pengujian
sebelumnya oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penyedia yang fisik
sudah dituangkan dalam back up data (quantity dan quality). Hal tersebut
karena adanya kemungkinan perbedaan antara benda uji yang dibuat
langsung sebelum diaplikasikan di lapangan dengan benda uji yang

41
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

diperoleh dari lapangan. Perencanaan dan pelaksanaan pengujian fisik


tetap memperhatikan pertimbangan profesional Pemeriksa.
Pertimbangan profesional Pemeriksa juga perlu dipergunakan untuk
menentukan perlu tidaknya melibatkan Tenaga Ahli, diantaranya untuk
menguji pekerjaan yang berisiko tinggi, tidak lagi terlihat, dll.

04 Pemeriksa melakukan persiapan pengujian fisik berupa pengumpulan Langkah-langkah


dan analisis data awal dengan langkah-langkah sebagai berikut: persiapan
pengujian fisik
a. Pemeriksa harus memperoleh informasi yang lengkap mengenai
paket yang akan diperiksa baik dari dokumen-dokumen terkait
maupun dari wawancara/ ekspose oleh entitas yang diperiksa;
1) Pemeriksa melakukan koordinasi awal dengan Pelaksana dan
Pengendali Pekerjaan dimulai semenjak entry meeting, dilanjutkan
dengan permintaan data maupun permintaan ekspose perihal
pekerjaan konstruksi yang menjadi objek pemeriksaan. Melalui
kegiatan ekspose, Pemeriksa dapat mempercepat pemahaman
perihal pelaksanaan konstruksi, sehingga mempermudah
pemilihan sampel;
2) Pemeriksa melakukan diskusi awal ataupun ekspose dengan
entitas yang diperiksa terkait proyek konstruksi yang diperiksa
(jika diperlukan untuk memahami gambaran umum konstruksi);
3) Pemeriksa mempelajari dan melakukan reviu/analisis awal
dokumen terkait;
4) Pemeriksa memastikan jenis kontrak pekerjaan (lumpsum atau
harga satuan) untuk menentukan metode pemeriksaan. Untuk
kontrak lumpsum, kriteria utama pemeriksaannya adalah gambar
dan spesifikasi (harga dan lingkup yang tetap). Output tidak bisa
diterima jika tidak sesuai dengan gambar/spesifikasi dan hal
tersebut menjadi risiko yang harus ditanggung Penyedia. Namun
Pemeriksa perlu berhati-hati untuk menilai ketidaksesuaian
output tersebut dengan mempertimbangkan:
a) ketentuan yang ada pada kontrak, jika kontrak menyatakan
bahwa ketidaksesuaian dengan spesifikasi tidak dapat dibayar
maka Pemeriksa mengikuti aturan kontrak; dan
b) signifikansi permasalahan, apakah output yang tidak sesuai
spesifikasi berdampak signifikan seperti pada pekerjaan
struktur atau tidak berdampak signifikan seperti pada
pekerjaan nonstruktur. Jika hasil pekerjaan tidak sesuai
dengan output yang disepakati, maka penetapan total loss
harus berdasarkan pertimbangan ahli.
Namun demikian, jika terjadi perubahan desain, maka kontrak
lumpsum dapat diuji dengan metode pengujian kontrak harga

42
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

satuan.
b. Pemeriksa harus memiliki gambaran mengenai efektivitas SPI atas
paket pekerjaan yang akan diperiksa. Pengujian pengendalian intern
mengacu pada PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah sebagaimana diuraikan pada Seri Panduan
Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor
P-002.0/XII.3.4/2021;

Contoh:
1. PPK atau KPA belum sepenuhnya melakukan proses verifikasi
hasil pelaksanaan pekerjaan baik dalam hal pekerjaan fisik
konstruksi gedung, pekerjaan jasa konsultansi supervisi maupun
pekerjaan swakelola. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
pengendalian belum secara efektif dapat mencegah risiko
terjadinya kelebihan pembayaran sebagai akibat ketidaksesuaian
pelaksanaan pekerjaan baik dari sisi volume pekerjaan,
spesifikasi/kualifikasi, dan metodologi;
2. PPK tidak melakukan evaluasi atas Laporan Harian, Laporan
Mingguan, dan Laporan Bulanan yang dibuat oleh Konsultan
Pengawas untuk memastikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi gedung.
3. Seseorang PPK mengendalikan 30 proyek konstruksi sekaligus,
dimana lokasi proyek tersebar dan saling berjauhan sehingga
tidak mungkin bagi PPK untuk mengontrol langsung setiap proyek
yang ada di bawah kewenangannya.

c. Pemeriksa menggunakan pertimbangan profesional dalam


menentukan paket yang akan diuji fisik berdasarkan hasil analisis SPI
dan indikasi permasalahan yang ditemukan;
d. Pemeriksa menyusun rencana teknis pelaksanaan pengujian fisik,
termasuk alokasi waktu pengujian fisik, metode pengujian fisik, jadwal
dan lokasi pengujian fisik, serta apakah melibatkan tenaga ahli atau
tidak. Selanjutnya Pemeriksa menyepakati teknis pengujian fisik
dengan pihak-pihak terkait di dalam Berita Acara Kesepakatan
Pengujian Fisik; dan
e. Pemeriksa memastikan peralatan yang dibutuhkan untuk pengujian
fisik telah lengkap dan bisa dipakai saat pengujian fisik seperti
penggaris, meteran, roll meter, meteran gelinding, laser meter, dan
jangka sorong, atau peralatan lainnya.

43
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

05 Sebagai gambaran, berikut dokumen yang dapat dimintakan kepada Pengumpulan data
Pengendali Pekerjaan dan juga Pengawas Pekerjaan untuk kemudian awal pemeriksaan
dianalisis lebih lanjut:
a. Dokumen Umum, seperti:
1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/Dokumen Perubahan
Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
2) Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan;
3) Surat Keputusan (SK) Pelaksana Kegiatan;
4) Laporan pengadaan/pemilihan penyedia dari Unit Kerja
Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ);
5) Rencana Umum Pengadaan (RUP);
6) Peta Lokasi Kegiatan;
7) Dokumen Harga Satuan Daerah atau sejenisnya; dan
8) Dan lain-lain dokumen yang diperlukan.
b. Dokumen khusus, seperti:
1) Kontrak dan dokumen yang menjadi bagian tidak terpisah dengan
kontrak (adendum, pokok perjanjian, dokumen penawaran berikut
metode kerja serta daftar kuantitas dan harga, syarat-syarat
khusus kontrak, syarat-syarat umum kontrak, gambar-gambar
seperti gambar perencanaan, shop drawing, dan as built drawing;
serta dokumen lainnya seperti surat jaminan, Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), Berita Acara Hasil Pemeriksaan
(BAHP), Berita Acara Penjelasan Pekerjaan (BAPP) atau
Aanwijzing), dll.;
2) Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) yang disetujui
Pengendali Pekerjaan, dan dokumen terkait pelaksanaannya. Jika
pekerjaan tidak mempunyai dokumen RMPK, Pemeriksa dapat
mengindentifikasi dan meminta dokumen pengendalian mutu
seperti Laporan Uji Mutu, Job Mix Design, Job Mix Formula, dan Uji
Mutu Material, dll.;
3) Laporan-laporan, seperti Laporan harian, Laporan Mingguan, dan
Laporan Bulanan, serta foto dan dokumen lain sebagai
kelengkapannya; dan
4) Dokumen Pembayaran atau disebut Monthly Certificate (MC) dan
dokumen pembayaran termin, termasuk pendukung yang
melampirinya seperti Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan,
Perhitungan Kuantitas (Back Up Quantity) dan Perhitungan
Kualitas (Back Up Quality).

44
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Terkait dokumen-dokumen tersebut, Pemeriksa perlu memastikan


keabsahan dokumen yang diterima sebelum diuji lebih lanjut.

06 Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas dokumen awal yang diminta dan Analisis dokumen
diterima. Dokumen awal tersebut mencakup pula dokumen pengendalian awal
mutu yang dibuat Pengendali Pekerjaan, Pelaksana maupun Pengawas
Pekerjaan pada saat pekerjaan berlangsung. Diharapkan hasil
pemeriksaan dokumen dapat menunjukkan efektivitas SPI yang dilakukan
Pengendali Pekerjaan, termasuk indikasi permasalahan yang perlu
ditindaklanjuti dengan Pengujian Fisik.

07 Analisis dokumen yang dapat dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian Contoh analisis
fisik lapangan, antara lain: dokumen awal

a. Melakukan pengujian kelengkapan kontrak, apakah kontrak telah


menerapkan kaidah-kaidah semestinya sesuai Permen PUPR 14
Tahun 2020 atau PerLKPP 9 Tahun 2018. Pemeriksa mengevaluasi
apakah kontrak telah mengatur prosedur pengendalian mutu selama
pelaksanaan, kriteria penerimaan pekerjaan, serta langkah-langkah
apa yang harus diambil jika terjadi kekurangan volume/kualitas.
Apabila kontrak tidak mengatur secara jelas ketentuan-ketentuan
tersebut, maka Pemeriksa membuat temuan terkait ketidaklengkapan
kontrak;
Catatan:
Pada kondisi ini, selanjutnya Pemeriksa dapat melakukan pengujian
fisik terkait volume dan mutu dengan mempergunakan kriteria atau
standar yang lebih tinggi yang saat itu berlaku, misalnya untuk
pekerjaan beton mengacu pada SNI 2847: 2019.
b. Melakukan pengujian aritmatika, yaitu menguji perhitungan (perkalian,
penjumlahan) pada kuantitas dan harga item pekerjaan pada kontrak;
c. Memastikan tidak ada item pekerjaan sama dengan harga satuan yang
berbeda;
d. Memastikan tidak ada item-item pekerjaan ganda, termasuk
pekerjaan yang sudah masuk ke pembentuk Harga Satuan item
pekerjaan namun juga terdapat harga satuan terpisah atas pekerjaan
tersebut;
e. Membandingkan harga satuan bahan/material sebagai pembentuk
harga satuan pekerjaan pada kontrak dengan Harga Satuan Daerah
yang berlaku;
f. Membandingkan as-built drawing dengan dokumen pembayaran
(termasuk back up quantity dan quality), untuk memastikan volume
dan mutu sebenarnya yang terpasang, sehingga perlu untuk dilakukan
pengujian fisik;

45
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

g. Mempelajari komponen pembentuk Analisa Harga Satuan


Pekerjaan/AHSP (metode kerja, bahan, tenaga kerja dan alat) untuk
nanti dievaluasi/dibandingkan dengan realisasi di lapangan. Sebagai
catatan, Pemeriksa dapat melakukan evaluasi atas AHSP minimal
apabila ditemui salah satu kondisi berikut:
1) Terdapat indikasi awal kecurangan;
2) Terjadi pengurangan terhadap kuantitas, kualitas, dan pemenuhan
spesifikasi; dan/atau
3) Terjadi perubahan penggunaan material atau cara kerja yang
menyebabkan perbedaan harga yang material (misalnya terdapat
pekerjaan galian dan timbunan bangunan gedung yang kemudian
tidak dibuang ke lokasi sebagaimana diperjanjikan dalam kontrak).
Selain itu, Pemeriksa memastikan adanya kesepakatan dengan entitas
tentang apa yang bisa dievaluasi dalam AHSP. Kesepakatan ini
menjadi hal utama yang harus diperhatikan sebelum melakukan
analisis lebih lanjut.
h. Dan lain-lain.
Contoh hasil analisis dokumen awal yang dapat dilakukan Pemeriksa:

Contoh 1

Atas pembangunan sebuah gedung Sekolah Dasar, entitas telah


melakukan pembayaran berdasarkan pada penghitungan back up data.
Namun, perbandingan penghitungan antara back up data dengan as
built drawing menunjukkan ketidaksesuaian, dimana volume pada
back up data lebih besar dari as built drawing (kelebihan pembayaran).
Untuk itu Pemeriksa perlu melakukan pengujian fisik untuk
memastikan ukuran terpasang sebenarnya.

Contoh 2

Berdasarkan analisis kontrak pembangunan gedung Puskesmas


dalam hal ini SSUK dan SSKK, diketahui tidak diperbolehkan adanya
pembayaran terpisah atas pekerjaan investigasi tanah tambahan
(sudah termasuk dalam pekerjaan pematangan lahan). Namun, pada
rincian RAB item pekerjaan tersebut ditagihkan terpisah. Berdasarkan
analisis dokumen tersebut kemungkinan terjadi pembayaran ganda
atas pekerjaan investigasi tanah tambahan.

46
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

08 Item pekerjaan yang diuji, metode pengambilan sampel, metode Berita Acara
pengujian sampel, jumlah sampel, titik pengambilan sampel, formula Kesepakatan
konversi hasil pengujian mutu, dll. harus dituangkan dalam Berita Acara Pengujian Fisik
(BA) Kesepakatan Pengujian Fisik yang ditandatangani oleh pihak-pihak
yang terkait. BA Kesepakatan Pengujian Fisik dapat dilihat pada Lampiran
4.5., Seri Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi Nomor P-002.0/XII.3.4/2021.

09 Setelah memiliki informasi yang komprehensif mengenai paket pekerjaan Titik awal
yang diperiksa baik dari wawancara, ekspose, maupun dari hasil analisis pengujian fisik
atas dokumen awal, Pemeriksa dapat menindaklanjuti dengan melakukan
pengujian fisik.

C. Pengujian Fisik – Ketepatan Volume

10 Pengujian ketepatan volume pada pekerjaan bangunan gedung dilakukan Pengujian fisik -
untuk memastikan volume hasil pekerjaan yang terpasang sesuai dengan ketepatan volume
nilai yang dibayarkan. Contoh pengujian ketepatan volume antara lain:
a. pengukuran pekerjaan volume beton kolom dengan satuan m3;
b. pengukuran diameter tulangan besi pada beton dengan satuan mm;
c. penghitungan pekerjaan pasangan titik lampu dengan satuan
buah/biji;
d. pengukuran pekerjaan luas lantai dengan satuan m2;
e. dll.

11 Pekerjaan struktur beton merupakan pekerjaan material pada konstruksi Pekerjaan material
bangunan gedung. Struktur beton pada konstruksi bangunan gedung pada konstruksi
dapat dijumpai pada struktur bawah dan struktur atas, namun hasil bangunan gedung
pekerjaan struktur bawah pada umumnya tidak terlihat lagi sehingga
membutuhkan alat khusus untuk menguji ketepatan volume.

12 Sebagai gambaran terkait perhitungan volume, berikut contoh Contoh perhitungan


perhitungan volume pekerjaan bekisting, beton bertulang, dan tulangan volume
pada pekerjaan sloof/balok/kolom. sloof/balok/ kolom

Sebuah balok sloof ukuran 15cm x 20cm, menggunakan besi tulangan


utama 4 buah diameter 10mm, besi sengkang diameter 8mm dipasang
setiap jarak 10cm. Panjang pekerjaan balok sloof tersebut adalah 5m.1
a. Kebutuhan bekisting
Terdapat 2 bidang yang membutuhkan bekisting
Volume bekisting = 2 x tinggi sloof x panjang sloof

1
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021.

47
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

= 2 x 0,2m x 5m = 2m2
b. Kebutuhan beton bertulang
Volume beton = tinggi x lebar x panjang sloof
= 0,2m x 0,15m x 5m = 0,15m3
c. Kebutuhan tulangan
Gambar 4.1. Tulangan dan Sengkang

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

Panjang tulangan total = 4 x 5m = 20m


Panjang 1 sengkang = kell sengkang + (2xøsengkang)x6
= (0,13+0,18+0,13+0,18)+(2x0,008) x 6 = 0,716m
Jumlah sengkang = panj sloof/jarak sengkang + 1 buah
= 5m/0,1m + 1 buah = 51 buah
Panjang sengkang total = panjang 1 sengkang x jumlah sengkang
= 0,716m x 51 = 36,52m
Tabel 4.1. Perhitungan Volume Berat Tulangan dan Sengkang
Jenis Panjang (m) Berat Jenis (kg/m) Berat (kg)
Tulangan 20 0,612 12,24
Utama ø10
Sengkang ø8 36,52 0,393 14,35
Berat Total 26,59

Sehingga untuk sloof ukuran 15cmx20cmx5m membutuhkan volume


beton 0,15m3 dan berat tulangan 26,59kg.
Catatan:
a. Untuk perhitungan pembesian, sebaiknya dilakukan bersama dengan
entitas dan Penyedia karena banyak asumsi yang digunakan dalam
perhitungan, seperti panjang sambungan, panjang kait, dll.;
b. Tinggi kolom lantai satu dihitung dari atas pondasi hingga plat
lantai/balok, untuk lantai dua dan seterusnya perhitungan tinggi kolom
dimulai dari atas plat lantai hingga ke atas plat lantai/balok elevasi
selanjutnya (volume joint dihitung ke dalam volume kolom); dan
c. Panjang sloof dihitung dari batas kolom ke kolom.

48
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

13 Salah satu titik kritis pada pengujian fisik ketepatan volume pada Titik kritis
pekerjaan struktur beton yang umum ditemukan pada saat pemeriksaan pengujian fisik
adalah diameter besi tulangan yang dipakai dalam pembuatan struktur ketepatan volume
beton lebih kecil dari spesifikasi kontrak yang dipersyaratkan dan di luar beton
toleransi teknis, sebagaimana diatur dalam salah satu contoh standar
yaitu SNI 2052: 2017 tentang Baja Tulangan Beton.

14 Contoh perhitungan volume pekerjaan perhitungan volume pekerjaan Contoh perhitungan


atap, sebagai berikut:2 volume pekerjaan
Gambar 4.2. Gambar Rumah atap

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

Contoh rumah dengan atap pelana dengan kemiringan 30o, lebar rumah
5m, panjang rumah 5m, overstek atap 1m.
Volume atap merupakan volume benda miring, sehingga perhitungan
volume atap = panjang x lebar : cosinus kemiringan.
Panjang parabung = panjang rumah + overstek, panjang nok samping = 4
x (0,5 lebar : cosinus kemiringan).
Sehingga kebutuhan volume rangka atap, parabung, dan nok pinggir pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Volume Rangka Atap, Parabung, dan Nok Pinggir
Item Panjang Lebar Overstek
Cos 30o Volume Satuan
Pekerjaan (m) (m) (m)
Rangka 5 5 1 0,87 56,58 m2
atap
Parabung 5 5 1 0,87 7 m
Nok 5 5 1 0,87 16,17 m
pinggir

2
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021.

49
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

15 Contoh perhitungan volume pasangan dinding, plesteran, acian, dan plat Contoh perhitungan
lantai, sebagai berikut:3 volume pekerjaan
pasangan dinding,
Contoh rumah dengan panjang 5m, lebar 5m, tinggi 5m (sesuai Gambar
plesteran, acian,
4.2). Satuan untuk pekerjaan pasangan dinding, plesteran, dan acian
dan plat lantai
adalah m2, satuan untuk plat lantai m3.
Volume pasangan dinding = luas pasangan dinding – luas opening (kusen,
jendela, rooster, dll).
Volume plesteran = 2 x volume pasangan dinding.
Volume acian = volume plesteran – volume yang tidak diplester (bidang
keramik, dll).
Volume plat lantai = panjang x lebar x tebal plat.
Sehingga perhitungan kebutuhan volume pasangan dinding, plesteran,
acian, dan plat lantai dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Volume Pasangan Dinding, Plesteran, Acian, dan Pelat Lantai

Item Jendela Pintu


Panjang Lebar Tinggi Volume Satuan
Pekerjaan Lebar Tinggi Jml Lebar Tinggi Jml
Pas 5 5 3 0,95 1,13 2 1,1 2,35 1 55,27 m2
dinding
Plesteran 5 5 3 0,95 1,13 2 1,1 2,35 1 110,54 m2
Acian 5 5 3 0,95 1,13 2 1,1 2,35 1 110,54 m2
Plat lantai 5 5 0,15 - - - - - - 3,75 m3

Keterangan:
a. Luas total pasangan dinding = (2 x (panjang x tinggi)) + (2 x (lebar x
tinggi)) = (2 x (5 x 3)) + (2 x (5 x 3)) = 60 m2
Luas pintu dan jendela = (lebar jendela x tinggi jendela x jml jendela)
+ (lebar pintu x tinggi pintu x jumlah pintu) = (0,95 x 1,13 x 2) + (1,1 x 2,35
x 1) = 2,147 + 2,585 = 4,73 m2.
Volume pasangan dinding = Luas total dinding – Luas pintu jendela
= 60 – 4,73 = 55,27 m2.
b. Volume acian = 2 x volume pasangan dinding
= 2 x 55,27 = 110,54 m2.
c. Volume plat lantai = panjang x lebar x tebal plat
= 5 x 5 x 0,15 = 3,75 m3.
Catatan: volume plat lantai adalah ukuran bersih ruangan.

16 Berikut adalah contoh prosedur pengujian fisik untuk menghitung Contoh prosedur
ketepatan volume pada struktur beton: pengujian fisik
ketepatan volume

3
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021.

50
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

a. Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton dan besi pada back up
quantity kemudian bandingkan dengan foto dokumentasi dan as built
drawing apakah jumlah dan dimensinya telah sesuai.
b. Lakukan pengukuran dimensi struktur beton dan bandingkan dengan
back up data. Pastikan dimensi struktur beton tidak termasuk
ketebalan plesteran dan acian.
c. Jika memungkinkan, uji berat per meter besi untuk masing-masing
diameter dan bandingkan dengan back up quantity antara lain dengan
cara:
1) Hasil pengujian laboratorium yang mencantumkan data berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang masih ada;
3) Ukur diameter besi (D) terpasang yang masih terlihat dengan
jangka sorong. Berat kg/m = 0,006165 x D2 (untuk diameter besi
ulir diukur pada diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil lab atau hasil penimbangan besi
atau hasil pengukuran diameter besi telah mewakili pekerjaan
pembesian sejenis yang dipasang pada paket pekerjaan tersebut.
d. Apabila dimungkinkan, untuk memastikan ketepatan volume
pembesian di dalam beton, Pemeriksa dapat melakukan pengujian
dengan menggunakan Rebar Scanning untuk mengidentifikasi
konfigurasi tulangan.
Untuk prosedur pengujian fisik yang lebih rinci dapat dilihat pada
Lampiran 6.

17 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan pengujian ketepatan volume Beberapa hal yang
pada konstruksi bangunan gedung, antara lain: diperhatikan dalam
pengujian
a. Satuan volume pekerjaan yang digunakan sesuai dengan ketentuan
ketepatan volume
dalam Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016 yang tercantum
pada bagian Lampiran Bidang Cipta Karya atau sebagaimana yang
diatur dalam kontrak;
b. Pengukuran pekerjaan struktur dan nonstruktur dilakukan dengan
membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan dengan as-built
drawing dan back-up data quantity;
c. Untuk pekerjaan gedung bertingkat tinggi, pengukuran yang dilakukan
pada lantai-lantai yang tipikal dianggap mewakili lantai lainnya yang
serupa, namun hal tersebut memerlukan kesepakatan dengan
Penyedia dan entitas;
d. Untuk perhitungan volume pada pekerjaan dengan dimensi terlihat
dilakukan dengan pengukuran secara langsung, untuk bagian yang
tidak terlihat dapat menggunakan dimensi dalam gambar atau back up
data quantity;

51
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

e. Hasil perhitungan didiskusikan dan dibahas bersama, kemudian


dituangkan dalam BA Hasil Perhitungan dan disepakati serta
ditandatangani oleh semua pihak (Pemeriksa, PPK, Penyedia, dan
Konsultan); dan
f. Apabila berdasarkan hasil pengujian fisik Pemeriksa menemukan
kelebihan volume pekerjaan dari yang diperjanjikan dalam kontrak,
maka Pemeriksa mengakui volume pekerjaan sesuai dengan bill of
quantity. Sebaliknya, apabila terjadi kekurangan volume maka volume
yang dipakai adalah volume aktual yang terpasang.

18 Beberapa peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian Peralatan dalam
ketepatan volume, antara lain: pengujian
ketepatan volume
a. Penggaris, meteran, roll meter, meteran gelinding, laser meter, dan
jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi panjang/ tebal.
Kemajuan teknologi memberikan beberapa alternatif alat ukur yang
bisa dipergunakan Pemeriksa, salah satunya laser meter yang tidak
hanya dipergunakan untuk mengukur panjang namun juga dapat
langsung mengukur luas dan volume (misalnya volume ruangan)
sebagaimana terlihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Penggunaan Laser Meter

Sumber: Leica geosystems

b. Rebar scanning
Rebar scanning merupakan alat pengujian untuk mengidentifikasi
konfigurasi tulangan. Prinsip kerja alat ini adalah dengan induksi
gelombang elektromagnetik yang beraksi terhadap material yang

52
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

mengandung unsur besi. Dengan alat ini kita dapat mengetahui


kedalaman selimut beton, konfigurasi tulangan utama dan sengkang
berupa jumlah dan jarak antar tulangan. Namun demikian, alat ini
hanya dapat mengidentifikasi sebatas tulangan terluar saja, sehingga
jika terdapat beberapa jenis tulangan maka lapis tulangan yang dalam
tidak bisa terdeteksi dengan baik, termasuk dalam hal ini adalah
pengaruh overlap/sambungan lewatan dan bundle tulangan.
Akurasi alat ini dipengaruhi oleh:
1) Selimut beton;
2) Jarak antar tulangan yang terlalu rapat;
3) Pengaruh dari kandungan besi dalam agregat; dan
4) Penggunaan jenis semen khusus.
Contoh penggunaan Rebar Scanning dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Rebar Scanning dan Penggunaannya

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

Tata cara pengujian dengan Rebar Scanning:


1) Alat sensor ditempelkan pada permukaan beton lalu digeser
perlahan sambil diamati bacaan di display;
2) Arah gerakan adalah tegak lurus pada sumbu tulangan yang akan
dideteksi;
3) Khusus pada alat tipe profometer ini, akan terdengar nada sinyal
bila sensor mendeteksi keberadaan tulangan;
4) Tandai posisi/titik yang terdeteksi; dan
5) Posisi scanning bisa vertikal maupun horisontal.
Mengingat keterbatasan akurasi alat, tetap perlu konfirmasi beberapa
sampel untuk dilakukan chipping dan pengukuran manual.
Penggunaan alat ini disarankan melibatkan Tenaga Ahli yang
berkompeten untuk mengoperasikannya.

53
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

c. Ground Penetrating Radar (GPR)


Pada dunia teknik geofisika, GPR digunakan untuk eksplorasi dan
monitoring bawah permukaan secara dangkal dengan gelombang
elektromagnetik (radar), umumnya dalam rentang frekuensi 1 – 2000
MHz (untuk kedalaman tiang: antena vertikal frekuensi sekitar 400-
900 MHz, antena horizontal frekuensi 100 MHz). Metode alat ini
menggunakan pantulan gelombang pada permukaan dan material
obyek dianalisis untuk menentukan lokasi (jarak horizontal) dan
kedalaman (jarak vertikal) dari permukaan dan obyek terpendam yang
terdeteksi
Pada konstruksi, GPR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengukur kedalaman tiang pancang. Prosedur penggunaan GPR yaitu:
1) Identifikasi lokasi tiang pancang;
2) Pemberian tanda garis dan titik untuk pengumpulan data;
3) Kalibrasi GPR;
4) Letakkan dan operasikan GPR pada titik pertama; dan
5) Letakkan dan operasikan GPR pada titik pengumpulan selanjutnya
yang sudah diberi tanda.
Contoh penggunaan alat GPR dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Ground Penetrating Radar dan Penggunaannya

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

Output GPR berupa grafik amplitude (kontur) dalam hubungan jarak


(x) dan kedalaman – waktu (y). Untuk membaca hasil GPR diperlukan
interpretasi dan justifikasi ahli geofisika dalam menentukan geometri
objek di bawah permukaan berdasarkan perbedaan nilai amplitude.
Salah satu kelemahan GPR adalah tidak dapat dioperasaikan jika di
atas permukaan sudah ada bangunan permanen, misalnya di atas
tiang pancang sudah ada kolom.

54
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

d. Waterpass
Waterpass merupakan alat ukur yang berfungsi untuk mengukur
ketinggian antara dua titik atau lebih, umumnya digunakan untuk
menentukan beda tinggi di suatu tempat. Prinsip kerja waterpass
adalah garis bidik ke semua arah dalam keadaan mendatar, sehingga
membentuk bidang datar atau bidang horizontal, dimana titik-titik
pada bidang tersebut akan menunjukkan ketinggian yang sama. Nilai
beda antar dua titik didapat dari hasil pembacaan rambu ukur.
Waterpass dapat digunakan untuk: perencanaan jalan, perencanaan
rel kereta api, penentuan letak gedung, perhitungan cut and fill,
pemasangan pipa-pipa, dan pekerjaan survei lainnya. Peralatan
pendukung waterpass antara lain: rambu ukur, statif, unting-unting,
rol meter, form pencatatan, dan alat tulis. Contoh gambar waterpass
dan bagiannya dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Waterpass dan Bagiannya

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

e. Theodolite
Theodolite marupakan alat ukur sudut, baik sudut horisontal maupun
sudut vertikal. Theodolite harus dapat berputar pada dua lingkaran
berskala/sumbu, yakni lingkaran berskala/sumbu mendatar dan
tegak. Theodolite membaca sudut dari suatu objek terhadap titik acuan
(0 set). Theodolite mempunyai 2 lensa (manual) atau 3 lensa (untuk
theodolite digital), yaitu lensa objektif, lensa fokus, dan lensa
pembalik. Sinar cahaya akan masuk melalui sinar objektif, lalu ke
lensa pembalik (jika ada), dan terakhir ke lensa fokus. Setelah itu
cahaya akan terlihat dimata bersamaan dengan diafragma dan baru
bisa terbaca hasil pengukuran.

55
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Contoh alat theodolite dan bagiannya dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Theodolite dan Bagiannya

Sumber: https://www.johnsonlevel.com/News/TheodolitesAllAboutTheodo

Theodolite digunakan antara lain untuk: perencanaan jalan,


perencanaan rel kereta api, penentuan letak gedung, perhitungan cut
and fill, pemasangan pipa, dan pekerjaan survei lainnya. Peralatan
pendukung theodolite antara lain: yalon atau rambu ukur, statif,
unting-unting, rol meter, form pencatatan, dan alat tulis.

f. Total Station
Total station merupakan instrumen optis/elektronik yang digunakan
dalam pemetaan dan konstruksi bangunan. Alat ini merupakan
gabungan kemampuan antara theodolite elektronik dengan alat
pengukur jarak elektronik dan pencatat data elektronik. Alat ini dapat
membaca dan mencatat sudut horisontal dan vertikal bersama-sama
dengan jarak miringnya. Alat ini juga dilengkapi microprocesor untuk
melakukan operasi perhitungan matematis seperti menghitung jarak
datar, koordinat, dan beda tinggi secara langsung.
Peralatan pendukung total station antara lain: triple prism atau single
prism, tripod, dan pole. Contoh alat total station dan bagiannya dapat
dilihat pada Gambar 4.8.

56
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 4.8. Total Station dan Bagiannya

Sumber: http://jharwinata.blogspot.com/2014/05/total-station-atau-theodolite.html

D. Pengujian Fisik – Ketepatan Mutu

19 Pengujian mutu hasil pekerjaan pada bangunan gedung sebagian besar Pengujian fisik –
merupakan pengujian mutu atas pekerjaan beton pada bangunan gedung. ketepatan mutu
Pengujian mutu pekerjaan beton pada bangunan gedung dilakukan
dengan menggunakan Tenaga Ahli yang memiliki akreditasi izin praktik
atau laboratorium independen yang sedapat mungkin sudah terakreditasi.
Pemeriksa menguji sampel yang diambil bersama-sama oleh Pemeriksa,
Penyedia, PPK, dan Pengawas Pekerjaan atau oleh Tenaga Ahli tersebut.
Sebagai catatan, Pemeriksa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
memilih laboratorium untuk menghindari permasalahan terkait
profesionalisme, independensi, dan integritas laboratorium yang dipilih
(Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi,
Bab 5).

20 Standar yang dipakai untuk menguji pekerjaan konstruksi bangunan Standar pengujian
gedung adalah standar yang tercantum pada kontrak atau SSKK. Jika mutu beton
pada kontrak tidak dicantumkan standar pengujian yang dipakai, maka
Pemeriksa dapat menggunakan standar yang berlaku pada saat kontrak
dibuat. Standar yang digunakan dapat berupa SNI (misal untuk mutu
beton SNI yang berlaku saat ini adalah SNI 2847: 2019), ASTM, atau
standar lain yang bersifat khusus, misalnya untuk bangunan Rumah Sakit
mengikuti standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Pemilihan standar tersebut disepakati dan dituangkan dalam Berita Acara
Kesepakatan Pengujian Fisik.

57
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

21 Pengujian mutu beton dapat dilakukan dengan pengujian kekuatan tekan Uji kekuatan tekan
beton. Sesuai SNI 2847: 2019, kekuatan tekan beton dilambangkan dengan beton fc’
fc’ dengan satuan MPa atau Megapascal atau N/mm2. Untuk menguji mutu
hasil pekerjaan beton dapat dilakukan dengan menggunakan uji kekuatan
tekan yang dilakukan di laboratorium. Uji kekuatan tekan fc’ dapat
diartikan sebagai kuat beton yang disyaratkan (Potential concrete
strength/ Ideal concrete strength).

22 Jika pada kontrak spesifikasi disyaratkan adalah mutu beton terpasang Kekuatan mutu
atau fc’ in-place strength, maka kekuatan mutu beton dapat ditentukan terpasang
dari pengujian terhadap sampel beton inti (core).

23 Secara umum, kekuatan mutu terpasang digunakan untuk: Penggunaan


kekuatan mutu
a. Penyelidikan lanjutan atas temuan mutu beton yang dirawat di
terpasang
laboratorium tidak memenuhi persyaratan fc’;
b. Menentukan apakah beban konstruksi dapat diterapkan; dan
c. Evaluasi struktur eksisting, termasuk untuk kepentingan
pemeriksaan.

24 Pengujian kekuatan mutu beton terpasang dapat dilakukan dengan Metode pengujian
menggunakan dua metode, yaitu: kekuatan mutu
beton terpasang
a. Non-destructive Test
Non-destructive test (NDT) merupakan pengujian kekuatan mutu
beton dengan cara tanpa merusak benda uji. Contoh non-destructive
test antara lain hammer test dan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) test.
b. Destructive Test
Destructive test (DT) merupakan pengujian yang bersifat merusak
karena sampel beton diambil dengan mesin core, sehingga sedapat
mungkin jumlah sampel dibatasi agar tidak merusak struktur.

D.1. Non-Destructive Test

25 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan non-destructive Non-Destructive


test antara lain: Test

a. Non-destructive test akan lebih valid jika pengujian telah dilakukan


dengan menggunakan peralatan yang sudah dikalibrasi (ACI 301-99
pada sec. 1.6.6.1);
b. Uji NDT tidak boleh digunakan sebagai dasar untuk menerima atau
menolak mutu beton, tetapi dapat digunakan untuk "mengevaluasi"
mutu beton saat kekuatan standard-cured cylinder gagal memenuhi
kriteria kekuatan yang ditentukan (ACI 301-99 pada sec.1.6.7.2);

58
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

c. Penggunaan palu beton (hammer test) atau pulse-velocity dapat


digunakan untuk mengevaluasi keseragaman beton in-place (di
tempat) atau untuk memilih area yang akan di-core; dan
d. Hasil pengujian NDT tidak dapat digunakan untuk menilai mutu beton,
hasil pengujian NDT digunakan sebagai indikasi awal untuk menilai
mutu beton. Jika hasil pengujian NDT tidak memenuhi mutu beton
yang dipersyaratkan, maka perlu dilakukan pengujian DT untuk
memastikan mutu beton tersebut.

Hammer Test

26 Pengujian hammer test merupakan pengujian yang bertujuan untuk Pelaksanaan


memperkirakan nilai kuat tekan beton terpasang yang didasarkan pada hammer test
kekerasan permukaan beton pada seluruh bagian komponen struktur.
Pengujian hammer test menggunakan alat palu beton (Hammer Schmidt)
type N/NR. Standar pengujian yang dipakai pada hammer test adalah SNI
ASTM C805: 2012 mengenai Metode Uji Angka Pantul Beton Keras. Contoh
hammer test dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Contoh Hammer Test

Sumber: https://hesa.co.id/uji-kekuatan-beton-dengan-hammer-test/

Tata cara pelaksanaan hammer test, yaitu:4


a. Siapkan area pengujian sekitar diameter 300 mm;
b. Kupas/chipping plesteran/acian hingga permukaan beton;
c. Permukaan dengan tekstur yang kasar, lunak, atau terkelupas
mortarnya harus diratakan dengan batu penggosok;
d. Bagi dan tandai areal pengujian untuk minimal 10 titik dengan jarak
antar titik minimal 25 mm. Periksa permukaan beton setelah
tumbukan, batalkan pembacaan jika tumbukan memecahkan atau
menghancurkan permukaan beton karena terdapat rongga udara,
dan ambil titik bacaan yang lain;

4
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

59
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

e. Elemen beton yang akan diuji harus memiliki tebal minimum 100 mm
dan menyatu dengan struktur. Benda uji yang lebih kecil harus
diletakkan pada tumpuan kaku;
f. Hindari pengujian pada daerah yang menunjukkan adanya keropos,
permukaan beralur (scaling), permukaan kasar, atau daerah dengan
porositas yang tinggi, dan beton harus bebas dari karbonasi;
g. Pengujian tidak diizinkan apabila di bawah permukaan beton
terdapat batang tulangan dengan selimut kurang dari 20 mm;
h. Kelembaban beton pada suhu 0 oC (32 F) atau kurang dapat
meningkatkan angka pantul, beton seharusnya diuji hanya sesudah
mencair atau suhu normal;
i. Pelaksanaan pengujian disesuaikan dengan metode pelaksanaan
konstruksi yang telah dilakukan, misalnya pengecoran tiang sendiri,
dan pengecoran plat bersamaan dengan balok. Jadi ketika kita sudah
melaksanakan pengujian di balok, maka plat terdekat sudah terwakili
mutunya. Namun, Pemeriksa perlu melakukan konfirmasi kepada
Penyedia untuk memastikan terkait teknis pengecoran yang
dilakukan;
j. Perhatikan arah pengambilan data (horisontal/vertikal) dan koreksi
datanya; dan
k. Hasil pembacaan yang berbeda lebih dari 6 satuan dari rata-rata 10
titik bacaan diabaikan dan tentukan nilai rata-rata dihitung dari
pembacaan data yang memenuhi syarat. Bila lebih dari 2 titik bacaan
memiliki perbedaan lebih dari 6 satuan dari nilai rata-rata, maka
seluruh rangkaian pembacaan harus dibatalkan dan tentukan angka
pantul pada 10 titik bacaan baru pada daerah pengujian.

27 Terdapat tiga poisi pengujian hammer test yang dapat mempengaruhi Posisi alat hammer
nilai pengujian, yaitu: test

a. Posisi A, yaitu posisi horisontal ke samping (0 derajat);


b. Posisi B, yaitu posisi vertikal ke bawah (-90 derajat); dan
c. Posisi C, yaitu posisi vertikal ke atas (90 derajat).
Posisi penggunaan alat hammer test dapat dilihat pada Gambar 4.10.

60
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 4.10. Posisi Alat Hammer Test

Sumber: https://hesa.co.id/uji-kekuatan-beton-dengan-hammer-test/

28 Nilai keluaran pengujian hammer test adalah nilai lenting R (rebound) Hasil pengujian
kemudian diintrepretasikan menjadi kuat tekan karakteristik beton, hammer test
dengan langkah sebagai berikut:
a. Konversikan nilai lenting R menjadi kuat tekan beton.
Pembacaan hasil pengujian hammer test menggunakan tabel
hammer rebound yang mencakup tiga posisi pengujian A, B, dan C
yang dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Tabel Hammer Rebound

Sebagai contoh, jika alat pada posisi horisontal (A) dan hammer
rebound (R) menunjukkan nilai 30 maka nilai kuat tekan hasil
hammer test adalah sekitar 24 N/mm2.
b. Hitung kuat tekan rata-rata hasil pengujian dari sekian banyak titik
uji;
c. Hitung faktor koreksi alat;
Faktor koreksi alat merupakan perbandingan antara uji pantul anvil
penguji ideal dan uji pantul alat yang dipakai dengan menggunakan
anvil penguji. Umumnya palu pantul idealnya menghasilkan angka
pantul 80±2 ketika diuji pada anvil. Anvil penguji merupakan silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 150 mm terbuat dari baja dengan

61
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

kekerasan permukaan tumbukan sampai dengan 66 HRC ± 2 HRC


diukur dengan metode uji ASTM E18.
d. Hitung simpangan baku (standard deviation); dan
e. Hitung kuat tekan karakteristik beton berdasarkan hammer test.
Contoh perhitungan hasil hammer test dapat dilihat pada Lampiran 7.

29 Jika kuat tekan karakteristik (fc’) hammer test lebih kecil daripada 80% Tindak lanjut hasil
kuat beton spesifikasi kontrak, maka Pemeriksa dapat hammer test
mempertimbangkan untuk melakukan destructive test, yaitu mengambil
benda uji beton inti untuk dilakukan uji kuat tekan di laboratorium.

Ultrasonic Pulse Velocity (UPV)

30 Pengujian cepat rambat gelombang ultra/ Utrasonic Pulse Velocity (UPV) Ultra Pulse Velocity
bertujuan untuk memperkirakan kualitas beton pada komponen struktur (UPV)
berdasarkan homogenitas beton dan identifikasi adanya retak atau
rongga di dalam beton. Hasil bacaan alat ini adalah cepat rambat
gelombang ultra antara dua tranducer (transmitter dan receiver). Acuan
pengujian alat ini adalah SNI ASTM C597: 2012 tentang Metode Uji
Kecepatan Rambat Gelombang melalui Beton. Contoh penggunaan UPV
dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Contoh Penggunaan UPV

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

31 Cara kerja alat UPV adalah dengan memberikan getaran gelombang Prinsip kerja UPV
longitudinal lewat tranduser elektroakustik, melalui bahan perantara
(coupling agent) yang berwujud minyak gemuk ataupun sejenis pasta
selulose, yang dioleskan pada permukaan beton sebelum tes dimulai.
Saat gelombang merambat melalui media yang berbeda, yaitu minyak
gemuk dan beton, pada batas minyak gemuk dan beton akan terjadi
pantulan gelombang yang merambat dalam bentuk gelombang geser dan
longitudinal. Gelombang geser merambat tegak lurus lintasan dan
gelombang longitudinal merambat sejajar lintasan. Prinsip kerja UPV
dapat dilihat pada Gambar 4.13.

62
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 4.13. Prinsip Kerja UPV

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN


BPK RI, 2021

32 Pengujian UPV dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu: (a) langsung; (b) Cara penggunaan
semi langsung; dan (c) tidak langsung. Cara penggunaan UPV dapat dilihat UPV
pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Cara Penggunaan UPV

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI,
2021

33 Hasil alat UPV ini berupa nilai estimasi homogenitas beton, sesuai dengan Nilai estimasi
Tabel 4.4 berikut: homogenitas beton
Tabel 4.4. Nilai Estimasi Homogenitas Beton
V (km/det) Estimasi Homogenitas
< 2,13 Kurang
2,14 – 3,05 Cukup
3,06 – 3,66 Cukup Baik
3,67 – 4,57 Baik
>4,58 Sangat Baik
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi,
Badiklat PKN BPK RI, 2021

D.2. Destructive Test

34 Destructive test dapat dilakukan dengan uji tekan beton inti hasil core drill Uji tekan beton
yang dilakukan di laboratorium. Pengujian yang dilakukan bersifat
destruktif atau merusak sehingga sedapat mungkin jumlah sampel
dibatasi. Contoh pengambilan sampel dengan core drill dapat dilihat pada
Gambar 4.15.

63
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Gambar 4.15. Contoh Pengambilan Sampel dengan Core Drill

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI,
2021

35 Standar yang dipakai pada tes ini yaitu metode pengambilan sampel Standar uji tekan
menggunakan SNI 2492: 2018 tentang Metode Pengambilan Benda Uji beton
Beton Inti di Lapangan dan metode pengujian menggunakan SNI 1974: 2011
tentang Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Pemeriksa
perlu melakukan kesepakatan dengan pihak terkait (Penyedia, Pemilik,
Pengawas) terkait metode pengambilan tersebut dan dituangkan dalam
Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik.

36 Penentuan jumlah titik uji dan/atau benda uji dapat ditentukan dengan Penentuan jumlah
pendekatan, yaitu: benda uji core drill

a. ASTM C823/ C823M merekomendasikan minimal lima sampel benda


uji menjadi penentu untuk setiap kategori beton berdasarkan kualitas
yang ditentukan. Jika kekuatan desain beton yang ditentukan
diketahui, setidaknya satu benda uji harus diambil dari sampel
masing-masing kekuatan beton yang berbeda dalam pembangunan
gedung, dengan minimal tiga inti yang diambil untuk seluruh gedung;
b. SNI 03.6868: 2002 tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Uji secara
Acak untuk Bahan Konstruksi memberikan pendekatan akar pangkat
tiga dari V (3√V) untuk menentukan jumlah titik pengambilan benda uji.
Dalam pekerjaan beton, V merupakan volume beton dalam m3;
c. Pendekatan metode penentuan jumlah titik uji dan/atau benda uji
sesuai dengan spesifikasi teknis dalam kontrak, termasuk prosedur
pengujian pada saat Provisional Hand Over (PHO); dan
d. Penentuan jumlah benda uji dan lokasi titik dapat dilakukan
berdasarkan pertimbangan profesional Pemeriksa yang kemudian
disepakati dalam Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik. Namun,
jumlah titik yang diambil tetap harus memperhatikan kecukupan
benda uji sesuai spesifikasi pada kontrak. Jika Pemeriksa

64
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

mendapatkan dukungan Tenaga Ahli, maka Pemeriksa dapat


mempertimbangkan masukan perihal kecukupan benda uji dari
Tenaga Ahli sebagai salah satu pertimbangan profesional.

37 Meskipun pengambilan dan pengujian benda uji beton inti dilakukan oleh Hal-hal yang perlu
Tenaga Ahli/Laboratorium yang ditunjuk, ada baiknya Pemeriksa juga diperhatikan dalam
memahami beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan beton
pengambilan benda uji inti. inti

Berdasarkan SNI 2492: 2018, terdapat beberapa hal yang perlu


diperhatikan dalam pengambilan beton inti, yaitu:
a. Kekuatan beton inti tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas bahan
pembentuk beton, akan tetapi juga oleh lokasi beton dalam elemen
struktur dan orientasi beton inti relatif terhadap bidang horizontal.
Selain itu, faktor kelembaban juga dapat mempengaruhi kekuatan
beton. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan
dalam perencanaan lokasi pengambilan spesimen dan dalam
membandingkan hasil uji kekuatan;
b. Nilai kuat tekan beton inti umumnya lebih kecil dibandingkan dengan
nilai kuat tekan benda uji beton yang dicetak, dirawat, dan diuji di
laboratorium pada umur yang sama;
c. Kekuatan tekan beton inti juga sangat dipengaruhi oleh rasio panjang
terhadap diameter beton inti yang diuji (L/D). Rasio ini harus
dipertimbangkan dalam mempersiapkan spesimen beton inti dan
mengevaluasi hasil-hasil uji;
d. Sampel tidak boleh diambil sebelum cukup kuat untuk dipindahkan
tanpa mengganggu letakan antara mortar dan agregat kasar. Secara
umum, tidak disarankan untuk mengambil spesimen beton inti
sebelum beton tersebut berumur 14 hari;
e. Sampel yang telah rusak selama pemindahan tidak boleh digunakan
kecuali bagian yang rusak dibuang dengan syarat panjang spesimen
uji yang tersisa masih memenuhi rasio minimal panjang terhadap
diameter (L/D);
f. Beton inti yang mengandung tulangan maupun logam, atau bahan
lainnya sebisa mungkin tidak digunakan untuk pengujian kekuatan
beton karena benda-benda tersebut akan mempengaruhi nilai hasil
pengujian. Akan tetapi, jika tidak memungkinkan untuk mengambil
beton inti yang bebas tulangan atau logam lainnya, maka ukuran,
bentuk, dan lokasi tulangan ataupun logam harus didokumentasikan
dalam laporan pengujian;
g. Jarak antara titik pengeboran minimum 150 mm dari sambungan
atau tepi ujung;
h. Diameter spesimen beton inti untuk menentukan kekuatan tekan
minimum harus 94 mm (3,70 inci) atau minimum dua kali ukuran

65
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

nominal maksimum agregat kasar, ambil yang terbesar. Akan tetapi,


jika tidak memungkinkan, diameter beton inti lebih kecil dari 94 mm
tidak dilarang tetapi harus dilaporkan alasannya;
i. Spesimen beton inti yang hendak diuji harus memenuhi ketentuan
rasio panjang dan diameter (L/D) sesuai Tabel 4.5. sebagai berikut:
Tabel 4.5. Ketentuan Rasio L/D
Rasio Panjang & Diameter
No Uraian
(L/D)
1 1,9 ≤ L/D ≤ 2,1 kali Kondisi ideal
2 1,75 < L/D < 1,9 Tidak diperlukan faktor koreksi
3 L/D > 2,1 Potong panjang sampel sehingga rasio L/D-
nya berada di rentang 1,9 sampai dengan 2,1
4 L/D < 1,75 Harus dilakukan koreksi nilai kuat tekan
5 L/D < 1 setelah dikaping, atau Tidak boleh diuji
L/D < 0,95 sebelum dikaping

j. Jika rasio L/D < dari 1,75, maka dilakukan koreksi atas hasil pengujian
kekuatan mengacu pada Tabel 4.6. berikut:
Tabel 4.6. Faktor Koreksi jika 1 < Rasio L/D < dari 1,75
No Rasio (L/D) Faktor Koreksi
1 1,75 0,98
2 1,50 0,96
3 1,25 0,93
4 1,00 0,87

k. Core drill menggunakan mata berlian (diamond bit), diangkur kuat


pada struktur yang diambil agar tidak goyang dan menyebabkan
variasi diameter benda uji;
l. Beton inti (core) yang diambil harus dijaga kelembabannya dalam
kontainer atau tempat yang kedap air, diantarkan ke tempat
pengujian dan diuji sesuai dengan SNI 1974: 2011; dan
m. Beton inti harus diuji dalam waktu antara 48 jam dan 7 hari setelah
coring dilakukan.

38 Kriteria penerimaan kuat tekan beton inti adalah: Kriteria


penerimaan kuat
a. Rata-rata tiga beton inti sama dengan atau sekurangnya 85% dari
tekan beton inti
nilai fc’ yang ditentukan; dan
b. Tidak ada satupun hasil beton inti yang kurang dari 75% dari nilai fc’
yang ditentukan.
Kriteria penerimaan kuat tekan beton inti tersebut merupakan
penerimaan kelaikan secara struktur konstruksi, bukan penerimaan
untuk keperluan pemeriksaan. Dengan kata lain, jika ditemukan kuat
tekan beton inti adalah lebih besar atau sama dengan 85% dari nilai fc’
yang ditentukan, maka secara struktur konstruksi tersebut dapat
diterima. Namun, secara pemeriksaan kekurangan kuat tekan beton inti
tersebut dapat menyebabkan kelebihan pembayaran. Hal tersebut
memerlukan analisis lebih lanjut.

66
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

39 Pada saat pemeriksaan dilakukan bersamaan dengan pekerjaan Segregasi beton


berlangsung (on going), pengujian awal kualitas beton dapat dilakukan
dengan melakukan pengamatan secara visual terhadap hasil pekerjaan
beton. Salah satunya dengan melihat ada tidaknya segregasi beton.
Segregasi beton adalah terpisahnya material beton pada saat dilakukan
pengecoran beton akibat campuran yang kurang lecak. Material beton
terpisah antara semen, air, pasir dan split sehingga tidak homogen.
Contoh segregasi beton dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16. Contoh Segregasi Beton

Sumber:http://www.pokohjayateknik.com/2020/12/segregasi-pada-beton-cor-jenis-
penyebab.html

40 Jika dalam pemeriksaan ditemukan kondisi mutu beton yang di bawah Penggunaan
standar, yang diantaranya diindikasikan oleh: Tenaga Ahli

a. Ukuran besi tulangan yang dipakai tidak memenuhi spesifikasi kontrak


dan di luar toleransi teknis;
b. Rata-rata tiga beton inti lebih kecil dari 85% dari nilai fc’ yang
ditentukan dan/atau terdapat hasil beton inti yang kurang dari 75% dari
nilai fc’ yang ditentukan; dan
c. Terjadinya segregasi beton secara masif.
Maka, Pemeriksa melakukan prosedur lanjutan untuk menguji kelaikan
struktur beton yang terpasang dengan menggunakan Tenaga Ahli yang
independen. Tenaga Ahli yang dapat dipakai antara lain Tim Ahli
Bangunan Gedung (TABG), Pengkaji Teknis, Penilik Bangunan, atau
Tenaga Ahli lainnya yang mempunyai kompetensi dan kewenangan untuk
menguji dan menilai kelaikan struktur bangunan. Kajian dari tim tersebut
menjadi dasar terbitnya Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sehingga gedung
dapat dimanfaatkan atau tidak.

41 Berdasarkan Permen PUPR No.11/PRT/M/2018 tentang Tim Ahli Bangunan TABG, Pengkaji
Gedung, Pengkaji Teknis, dan Penilik Bangunan; TABG adalah tim yang Teknis, dan Penilik
terdiri atas para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan Bangunan
gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian
dokumen rencana teknis, dan juga untuk memberikan masukan dalam
penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang

67
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan


dengan kompleksitas Bangunan Gedung tertentu tersebut.
Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau badan usaha baik yang
berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang mempunyai
sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha
untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi bangunan
gedung.
Sedangkan Penilik Bangunan adalah orang perseorangan yang memiliki
kompetensi, yang diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan inspeksi
terhadap penyelenggaraan Bangunan Gedung agar sesuai dengan
persyaratan Bangunan Gedung.

42 Kekuatan tekan beton karakteristik (K) merupakan kekuatan tekan Kekuatan tekan
dimana dari sejumlah besar hasil pemeriksaan, kemungkinan adanya beton karakteristik
kekuatan tekan yang kurang terbatas sampai 5% saja (based on 5% lower (K)
tail) dengan satuan kg/m2. Nilai kuat tekan beton karakteristik (K)
digunakan berdasarkan Peraturan Beton Indonesia (PBI) Tahun 1971.
Sedangkan, berdasarkan SNI yang berlaku saat ini yaitu SNI 2847: 2019
nilai kuat tekan beton dilambangkan dengan fc’. Fc’ merepresentasikan
kemungkinan adanya kekurangan kuat tekan terbatas sampai 10% (based
on 10% lower tail). Oleh karena itu, nilai fc’ ≠ K karena tingkat
kepercayaannya berbeda.
Untuk kekuatan tekan beton karakteristik (K) tidak diatur lagi dalam SNI
2847: 2019, sehingga pengujian tekan beton dengan benda uji kubus juga
tidak diatur lagi dalam SNI 2847: 2019.

43 Nilai kekuatan tekan beton karakteristik (K) dapat dikonversi ke fc’ Konversi kekuatan
dengan menggunakan tabel perbandingan kekuatan tekan beton pada beton karakteristik
berbagai benda uji sesuai dengan Tabel 4.7. di bawah ini: (K) ke fc’
Tabel 4.7. Perbandingan Kekuatan Tekan Beton pada Berbagai Benda Uji
Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan
Kubus 15x15x15 cm 1,00
Kubus 20x20x20 cm 0,95
Silinder 15x30 cm 0,83
Sumber: PBI-1971

Sebagai alternatif dapat juga menggunakan Eurocode 2–EN 1992-1-1


seperti Tabel 4.8. di bawah ini:
Tabel 4.8. Eurocode 2–EN 1991-1-1 Concrete Strength Classes and Properties
Strength Classes for Concrete
fc’ silinder 12 16 20 25 30 35 40 45 50 55 60 70 80 90
(MPa)
fc’ kubus 15 20 25 30 37 45 50 55 60 67 75 85 95 105
(MPa)

68
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Tata cara konversi nilai tekan beton disesuaikan dengan ketentuan dalam
kontrak atau apabila tidak diatur maka harus disepakati dengan entitas
dan Penyedia.

44 Dalam melakukan konversi, nilai kekuatan tekan beton karakteristik (K) Contoh konversi
harus diubah dahulu dari satuan kg/m2 ke MPa, dimana: 1 kg/m2 = 0,1 MPa. beton karakteristik
Kemudian nilai tersebut yang dikonversikan ke fc’ dengan menggunakan (K) ke fc’
Tabel 4.5 atau Tabel 4.6.
Contoh:
Beton dengan kekuatan tekan K250 setara dengan fc’ berapa MPa?
Beton K250 = 250 kg/cm2 = 250x0,1 Mpa = 25 Mpa; kemudian berdasarkan
Tabel 4.8: fc’ = 25x0,83 Mpa = 20,75 MPa; atau berdasarkan Tabel 4.9: fc’
kubus 25 MPa = fc’ silinder 20 MPa.

45 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan pengujian ketepatan mutu Beberapa hal yang
pada konstruksi bangunan gedung, antara lain: perlu diperhatikan
dalam pengujian
a. Standar mutu mengacu pada spesifikasi teknis dalam kontrak. Jika
ketepatan mutu
kontrak tidak mengatur hal tersebut, Pemeriksa dapat menggunakan
kriteria lain, seperti SNI/Pedoman/Manual yang dikomunikasikan
dengan Penyedia dan Pengendali Pekerjaan;
b. Apabila berdasarkan hasil pengujian fisik Pemeriksa menemukan
kelebihan mutu pekerjaan dari yang diperjanjikan dalam kontrak,
Pemeriksa mengakui mutu pekerjaan sesuai dengan bill of quantity.
Sebaliknya, apabila terjadi kekurangan mutu, mutu yang dipakai
adalah mutu yang diperoleh dari hasil pengujian atas konstruksi
aktual yang terpasang;
c. Titik pengambilan benda uji beton inti disesuaikan dengan zona
pengujian yang dilakukan pada saat pelaksanaan konstruksi; dan
d. Penggunaan alat uji sebisa mungkin tidak merusak struktur
konstruksi.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

46 Hasil pengujian fisik hanya terbatas mewakili item pekerjaan yang diuji, Kesimpulan
bukan semua pekerjaan pada kontrak atau pada keseluruhan pekerjaan
fisik pada periode yang diuji. Walaupun hasil pengujian fisik hanya
mewakili item pekerjaan yang diuji, namun sesuai SPKN, kesimpulan
diberikan secara populasi atas kepatuhan entitas dalam melaksanakan
tata kelola pelaksanaan kontrak konstruksi yang dapat diperoleh dengan
menguji SPI entitas dalam melaksanakan kontrak konstruksi. Untuk itu,
salah satunya, Pemeriksa dapat membuat lingkup pemeriksaan yang

69
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

lebih manageable agar mampu meyakini kesimpulan atas keseluruhan


populasi yang diuji.

47 Pemeriksa menilai apakah temuan perihal ketidakpatuhan entitas Pengaruh ke


terhadap peraturan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi berdampak Laporan Keuangan
material terhadap kewajaran penyajian akun-akun terkait dalam laporan
keuangan entitas yang diperiksa.

48 Rekomendasi hasil pemeriksaan meliputi rekomendasi perbaikan tata Perumusan


kelola dan rekomendasi pengembalian/ perbaikan pekerjaan/ total loss. rekomendasi
Rekomendasi perbaikan tata kelola diperlukan untuk mencegah
terjadinya temuan berulang. Kondisi yang perlu dipertimbangkan untuk
merekomendasikan pengembalian/ perbaikan pekerjaan/ total loss
adalah:
a. Asas manfaat, apakah rekomendasi perbaikan lebih bermanfaat
dibanding rekomendasi pengembalian. Pemeriksa memastikan
rekomendasi tersebut tepat untuk menjamin mutu hasil pekerjaan.
Pemeriksa dapat menggunakan pendapat Tenaga Ahli dalam
menyusun rekomendasi yang tepat. Namun, Pemeriksa dapat
memberikan rekomendasi secara langsung untuk perbaikan yang
bersifat minor misalnya cat kurang rapi;
b. Umur teknis pekerjaan, apakah dengan rekomendasi perbaikan
Pemeriksa yakin bahwa konstruksi memiliki umur layanan sesuai
dengan yang direncanakan (dikembalikan ke umur rencana awal);
c. Efektivitas perbaikan, apakah pemeriksa yakin mengenai efektivitas
tindak lanjut perbaikan dalam mencapai hasil yang diharapkan;
d. Feasibility perbaikan, apakah perbaikan masih mungkin dilakukan
(misal pekerjaan masih berlangsung, pekerjaan masih dalam masa
pemeliharaan, atau pekerjaan sudah selesai namun masih mungkin
untuk dilakukan perbaikan). Untuk pekerjaan yang telah selesai cukup
lama, Pemeriksa dapat mempertimbangkan pengembalian;
e. Rekomendasi perbaikan harus disertai beberapa langkah tambahan
yang harus dipenuhi entitas, misalnya penyusunan kajian oleh tim ahli
(misal dari Puslitbang Perumahan dan Permukiman, akademisi, atau
Tenaga Ahli Konstruksi Bidang Cipta Karya dengan mendapatkan
pengawalan serta evaluasi dari Inspektorat); dan
f. Rekomendasi pengembalian diberikan jika Pemeriksa tidak meyakini
tindak lanjutnya efektif, sementara penetapkan total loss perlu
didukung dengan pendapat ahli (atau Penilai Ahli sesuai UU Jasa
Konstruksi Pasal 61).

70
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB V
CONTOH KASUS TEMUAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

A. Pengantar

01 Bab ini menyajikan beberapa contoh Temuan Pemeriksaan terkait Prosedur


pemeriksaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung. Pemeriksa dapat pengujian fisik
menggunakan metode penghitungan lainnya menyesuaikan dengan kondisi
di lapangan.

B. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Pembesian Beton

02 Kekurangan Volume Pekerjaan Pembesian Sebesar Rp8.651.938,22 Kondisi

Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Pemkab ABC dalam TA


2008 mendapat alokasi anggaran belanja modal sebesar
Rp10.329.235.300,00. Anggaran tersebut, sampai dengan 31 Oktober 2008
telah direalisasikan sebesar Rp4.181.538.650,00. Realisasi keuangan
tersebut antara lain dipergunakan untuk belanja modal konstruksi
bangunan gedung kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) sebesar Rp649.120.000,00.
Pekerjaan dilaksanakan oleh CV DP berdasarkan Surat Perjanjian Kerja
Nomor 027/73/XXX/SETDA tanggal 10 Oktober 2008 yang ditandatangani
oleh PPK Sekretariat Daerah (Sdri. MM) dengan Direktur CV DP (Sdr. IAH).
Jangka waktu pelaksanaan selama 80 hari kalender dari tanggal 10 Oktober
sampai dengan 30 Desember 2008. Untuk menjamin mutu hasil pekerjaan
ditunjuk pihak ketiga sebagai Konsultan Pengawas yang dilaksanakan oleh
PT GI berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Nomor 027/06.31/XXX/SETDA
tanggal 10 Oktober 2008.
Atas pembangunan gedung kantor Bappeda tersebut, Pemeriksa akan
melakukan pengujian fisik untuk menguji ketepatan volume pekerjaan.

03 Kriteria yang digunakan adalah Keputusan Presiden No. 95 Tahun 2007 Kriteria
tentang Perubahan Ketiga Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, Pasal
33 ayat 2 beserta penjelasannya, yang menyatakan pembayaran prestasi
pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau sistem termin,
khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang terpasang.
(Dalam contoh kasus ini, kriteria yang digunakan Keputusan Presiden No.
95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Keputusan Presiden No. 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi

71
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

Pemerintah dimana pembayaran didasarkan pada nilai pekerjaan yang


terpasang. Pada Perpres No. 16 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan
Perpres No. 12 Tahun 2021, Pembayaran dapat dilakukan untuk peralatan
dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil
pekerjaan yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam
Kontrak).

04 Pemeriksa, PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas menyepakati BA BA Kesepakatan


Kesepakatan Pengujian Fisik dengan rincian sebagai berikut: Pengujian Fisik

a. Untuk pengujian fisik pekerjaan pembesian beton akan diambil sampel


dari kolom, sloof, ring balok, dan sun screen/kanopi;
b. Pengukuran diameter besi dilakukan pada ujung-ujung beton dimana
ujung pembesian masih kelihatan dan pengukuran diameter besi
menggunakan kaliper;
c. Untuk pengukuran panjang besi sama dengan panjang
kolom/sloof/balok; dan
d. Sampel besi yang diukur mewakili diameter besi lainnya yang digunakan
pada struktur yang sama.

05 Berdasarkan hasil pengujian fisik, diketahui diameter besi yang digunakan Hasil pengujian
lebih kecil daripada gambar rencana yang merupakan satu kesatuan dalam fisik
dokumen kontrak. Dalam gambar rencana, dimensi besi tulangan utama dan
besi beugel menggunakan Ø 12mm dan Ø 8mm tetapi dalam pelaksanaan
penyedia jasa menggunakan besi Ø 10mm dan besi Ø 6mm.

06 Hasil pengujian fisik diperkuat dengan hasil wawancara dengan Penyedia Wawancara
yang menyatakan bahwa besi utama yang digunakan untuk kolom, sloof, ring
balok, dan sun screen/kanopi berdiameter 10mm, dan besi beugel yang
digunakan berdiameter 6mm.

07 Hasil pemeriksaan fisik secara uji petik atas pelaksanaan pekerjaan yang Temuan
dilakukan bersama asisten teknik PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas pemeriksaan
diketahui terdapat kekurangan volume pekerjaan pembesian sebesar
Rp8.651.938,22 dengan rincian pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Kurang Volume Pekerjaan Pembesian
Pembesian Pembesian Hasil Cek Fisik (kg) Harga
Selisih Kurang
Kontrak Ring Sun Satuan
Kolom Sloof Jumlah (kg) Volume (Rp)
(kg) Balok Screen Kontrak (Rp)
1 2 3 4 5 6=2+3+4+5 7=1-6 8 9=7*8
4.229,78 853,26 944,65 944,65 925,07 3.667,63 562,15 15.390,80 8.651.938,22

Untuk rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8.

Karena diameter beton utama yang digunakan di bawah spesifikasi kontrak


dan toleransi seperti pada Tabel 3.9, Pemeriksa menggunakan Tenaga Ahli
untuk menghitung ulang kelaikan struktur bangunan.

72
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

C. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Arsitektur

08 Kelebihan pembayaran Pekerjaan Penataan dan Pembangunan Masjid ABCD Kondisi


sebesar Rp214.531.070,70
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten XYZ pada
Tahun Anggaran 2017 mendapatkan alokasi anggaran sebesar
Rp2.000.000.000,00 dengan realisasi kontrak sebesar Rp1.915.802.000,00
untuk melaksanakan pekerjaan Penataan dan Pembangunan Masjid ABCD.
Pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh CV Dah sesuai Kontrak Nomor
641/XXXX/ DPUPR/2017 tanggal 12 Juli 2017, SPMK Nomor 641/XXXX/
DPUPR/2017 tanggal 18 Juli 2017. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
adalah selama 120 (seratus dua puluh) hari kalender sejak tanggal 24 Juli
sampai dengan 20 November 2017.
Pekerjaan utama Penataan dan Pembangunan Masjid ABCD meliputi
pekerjaan interior, pekerjaan eksterior dan perlengkapan. Dinas PUPR
melakukan perubahan kontrak (contract change order/cco) dengan
addendum Kontrak Nomor 641/35/Add-SP/MA/ DPUPR/2017 tanggal 23
Oktober 2017 yang mengubah volume pekerjaan berupa tambah kurang
pekerjaan.
BPK melakukan pemeriksaan atas transaksi belanja ini untuk menilai
keterjadian pekerjaan, kesesuaian pelaksanaan pekerjaan dengan
spesifikasi yang disyaratkan dan ditawarkan, serta kesesuaian pembayaran
pekerjaan dengan progres fisik dan rincian pekerjaan yang terpasang di
lapangan.

09 Kriteria yang digunakan adalah: Kriteria

a. Kontrak Nomor 641/XXXX/ DPUPR/2017 tanggal 12 Juli 2017, Pasal 3,


menyatakan bahwa dokumen-dokumen berikut merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kontrak ini: addendum
surat perjanjian (apabila ada), pokok perjanjian, surat penawaran berikut
daftar kuantitas dan harga, Syarat-Syarat Khusu Kontrak (SSKK),
Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), spesifikasi khusus, spesifikasi
umum, dan dokumen lainnya seperti jaminan-jaminan, SPPBJ, BAHP,
BAPP; dan
b. SSUK, bagian C mengenai hak dan kewajiban para pihak, nomor 41.2.e
yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban Penyedia antara lain adalah
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara cermat, akurat dan
penuh tanggung jawab dengan menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan,
peralatan, angkutan ke atau dari lapangan, dan segala pekerjaan
permanen maupun sementara yang diperlukan untuk pelaksanaan,
penyelesaian dan perbaikan pekerjaan yang dirinci dalam kontrak.

73
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

10 Pemeriksa, PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas menyepakati BA BA Kesepakatan


Kesepakatan Pengujian Fisik dengan rincian sebagai berikut: Pengujian Fisik

a. Pengukuran hasil pekerjaan menggunakan meteran; dan


b. Sampel pekerjaan yang diambil adalah pekerjaan pasangan dinding
mihrab, pasangan dinding ruang imam, pekerjaan penutup pilar,
pasangan kaca patri, dan pekerjaan lantai.

11 Hasil pengujian fisik menunjukkan: Hasil pengujian


fisik
a. Terdapat perbedaan volume pekerjaan pasangan dinding mihrab kiri dan
kanan dibandingkan dengan data as built drawing dan back up data
quantity (pekerjaan yang terpasang lebih kecil daripada as built drawing
dan back up data quantity);
b. Terdapat perbedaan volume pekerjaan pasangan dinding ruang imam
dibandingkan dengan data as built drawing dan back up data quantity
(pekerjaan yang terpasang lebih kecil daripada as built drawing dan back
up data quantity);
c. Terdapat perbedaan volume pekerjaan penutup pilar induk dengan
Alluminium Composite Panel (ACP) dibandingkan dengan data as built
drawing dan back up data quantity (pekerjaan yang terpasang lebih kecil
daripada as built drawing dan back up data quantity);
d. Terdapat perbedaan volume pekerjaan pasangan kaca patri bawah kubah
dibandingkan dengan data as built drawing dan back up data quantity
(pekerjaan yang terpasang lebih kecil daripada as built drawing dan back
up data quantity);
e. Terdapat perbedaan volume pekerjaan lantai granito, lantai batu andesit,
dan stepnozing dibandingkan dengan data as built drawing dan back up
data quantity (pekerjaan yang terpasang lebih kecil daripada as built
drawing dan back up data quantity); dan
f. Terdapat perbedaan spesifikasi pekerjaan lantai granito mosaic
dibandingkan dengan data as built drawing dan back up data quantity
(pekerjaan yang terpasang lebih kecil daripada as built drawing dan back
up data quantity).

12 Berdasarkan perhitungan hasil pengujian fisik, diketahui: Temuan


pemeriksaan
a. Terdapat kekurangan volume pekerjaan pasangan dinding mihrab kiri
dan kanan sebesar Rp16.809.750,00
Kontrak mencantumkan volume pekerjaan pasangan dinding mihrab kiri
dan kanan adalah sebesar 225,00 m2. Berdasarkan hasil pemeriksaan
lapangan diketahui bahwa pasangan dinding mihrab kiri dan kanan hanya
dikerjakan sebanyak 203,31 m2 atau terdapat kekurangan volume
pekerjaan sebanyak 21,69 m2 atau sebesar Rp16.809.750,00. Rincian

74
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

kekurangan volume pelaksanaan dilapangan seperti disajikan pada


Lampiran 9.
b. Terdapat kekurangan volume pekerjaan pasangan dinding ruang imam
sebesar Rp103.490.160,00
Kontrak mencantumkan volume pekerjaan pasangan dinding ruang imam
adalah sebesar 286,38 m2. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan
diketahui bahwa pasangan dinding ruang imam hanya dikerjakan
sebanyak 144,99 m2 atau terdapat kekurangan volume pekerjaan
sebanyak 141,39 m2 atau sebesar Rp103.490.160,00. Rincian kekurangan
volume pelaksanaan dilapangan seperti disajikan pada Lampiran 10.
c. Terdapat kekurangan volume pekerjaan penutup pilar induk dengan
Alluminium Composite Panel (ACP) senilai Rp882.053,10
Kontrak mencantumkan volume pekerjaan penutup pilar induk dengan
ACP adalah sebesar 259,19 m2. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan
diketahui bahwa pekerjaan penutup pilar induk dengan ACP hanya
dikerjakan sebanyak 257,92 m2 atau terdapat kekurangan volume
pekerjaan sebanyak 1,27 m2 atau senilai Rp882.053,10 dengan rincian
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Kurang Volume Pekerjaan ACP
Harga Volume Kelebihan
Volume
No. Item Pekerjaan Satuan Kontrak/ Selisih Pembayaran
Pemeriksaan
(Rp) CCO (Rp)
1. Pekerjaan
penutup pilar
694.530,00 259,19 257,92 1,27 882.053,10
induk dengan
ACP
Kekurangan Vol. Pekerjaan Penutup Pilar Induk dengan ACP 882.053,10

d. Terdapat kekurangan volume pekerjaan pasangan kaca patri bawah


kubah senilai Rp2.600.000,00
Kontrak mencantumkan volume pekerjaan pasangan kaca patri bawah
kubah adalah sebesar 114,40 m2. Berdasarkan hasil pemeriksaan
lapangan diketahui bahwa pasangan kaca patri bawah kubah hanya
dikerjakan sebanyak 112,32 m2 atau terdapat kekurangan volume
pekerjaan sebanyak 2,08 m2 atau senilai Rp2.600.000,00. Rincian
kekurangan volume pelaksanaan dilapangan seperti disajikan pada
Lampiran 11.
e. Terdapat kekurangan volume pekerjaan lantai granito, lantai batu
andesit, dan stepnozing senilai Rp90.749.107,60
Kontrak mencantumkan volume pekerjaan lantai granito tangga utama,
lantai granito tangga kiri dan kanan, lantai batu andesit, dan stepnozing
tangga utama masing-masing sebesar 735,38 m2; 155,00 m2; 50,00 m2; dan
820,80 m’. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan diketahui bahwa
pekerjaan lantai granito tangga utama, lantai granito tangga kiri dan
kanan, lantai batu andesit, dan stepnozing tangga utama masing-masing

75
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

sebesar 518,54 m2; 71,00 m2; 33,62 m2; dan 787,70 m atau terdapat
kekurangan volume dengan rincian pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Kurang Volume Pekerjaan Granito, Batu Andesit, dan Stepnozing
Volume
Uraian Harga
No. Sat. Cek Jumlah (Rp)
Pekerjaan Satuan (Rp)
Kontrak Fisik Selisih
1. Lantai Granito
60x60 cm 345.730,00 m2 735,38 575,38 160,00 54.720.000
tangga utama
2. Lantai Granito
60x60 cm
tangga kiri 345.730,00 m2 155,00 68,07 86,93 29.730.060
dan kanan
masjid
3. Lantai batu
andesit 282.150,00 m2 50,00 34,30 15,70 4.430.883,60
tangga utama
4. Stepnozing
56.440,00 m' 820,80 787,70 33,10 1.868.164
10x60 cm
Kekurangan Volume Pekerjaan 90.749.107,60

Rincian perhitungan volume lantai granito tangga utama dan tangga kiri
dan kanan masjid seperti disajikan pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.
Berdasarkan uraian diatas dapat terjadi kelebihan pembayaran terhadap
pekerjaan pekerjaan penataan dan pembangunan masjid ABCD sebesar
Rp214.531.070,70 (Rp16.809.750,00 + Rp103.490.160,00 + Rp882.053,10 +
Rp2.600.000,00 + Rp90.749.107,60).

D. Contoh Kasus Selisih Harga Satuan Timpang

13 Kelebihan pembayaran atas Selisih Harga Satuan Timpang pada Pekerjaan Kondisi
Pembangunan Gedung SMAN BM Sebesar Rp34.651.974,23
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi ABC dalam
2014 (s.d. 31 Oktober 2014) merealisasikan belanja modal sebesar
Rp20.028.979.509,00 atau 39,86% dari anggaran Rp50.246.773.497,00. Dari
realisasi belanja modal tersebut, diantaranya merupakan Belanja Modal
Konstruksi Gedung/Bangunan sebesar Rp16.577.502.709,00. Diantara
Belanja Modal tersebut, pada TA 2014 dilakukan pembangunan gedung SMAN
BM dengan nilai kontrak Rp1.100.000.000,00.
Pembangunan Gedung SMAN BM dilaksanakan oleh PT SJU berdasarkan
kontrak nomor 123/1234/Disdikpora tanggal 28 Mei 2014 yang dimenangkan
melalui pelelangan umum dengan nilai kontrak sebesar Rp8.133.723.000,00.
Jangka waktu pelaksanaan 180 hari kalender dimulai sejak tanggal 28 Mei
2014 dan berakhir tanggal 24 November 2014. Jaminan Pelaksanaan berupa
Garansi Bank sebesar Rp406.686.150,00 dari Bank Pembangunan Daerah,
berlaku 13 Mei 2014 sampai dengan 22 November 2014. Terhadap kontrak
tersebut telah dilakukan pekerjaan tambah kurang yang dituangkan dalam
Addendum I Surat Perjanjian Nomor 123.1/12345/Disdikpora tanggal 5

76
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

September 2014 dan Addendum II Surat Perjanjian Nomor


027/16669/Disdikpora tanggal 29 Oktober 2014. Addendum tersebut tidak
mengubah nilai maupun jangka waktu kontrak. Pekerjaan telah selesai
dilaksanakan, kecuali atas unit Bangunan Padmasana dan Penyengker
senilai Rp200.000.000,00 sampai dengan tanggal 5 Desember 2014 belum
selesai dikerjakan. Permohonan pemeriksaan atas penyelesaian pekerjaan
telah diajukan untuk unit bangunan yang telah selesai dikerjakan dengan
surat dari rekanan tanggal 20 November 2014. Pembayaran telah dilakukan
dengan jumlah sebesar Rp900.000.000,00 berdasarkan SP2D dengan
rincian:
a. Nomor 10558/SP2D/LS/1.01.01/2014 tanggal 13 Agustus 2014 sebesar
Rp300.000.000,00;
b. Nomor 13772/SP2D/LS/1.01.01/2014 tanggal 25 September 2014 sebesar
Rp300.000.000,00; dan
c. Nomor 15582/SP2D/LS/1.01.01/2014 tanggal 20 Oktober 2014 sebesar
Rp300.000.000,00.
Dengan demikian, terdapat sisa nilai kontrak yang belum terbayar sebesar
Rp200.000.000,00.

14 Kriteria yang digunakan adalah: Kriteria

a. Kontrak Harga Satuan Paket Pekerjaan Konstruksi Pavingisasi Jalan


Utama Sekolah dan Belanja Modal Pengadaan Konstruksi/Pembelian
Gedung SMU/Sederajat Nomor 911/6765/Disdikpora tanggal 28 Mei 2014
antara PPK Kegiatan Pembangunan Fisik SMAN Bali Mandara Tahun 2014
dengan PT SJU, Angka 5. “Hak dan Kewajiban timbal balik KPA dan
Penyedia dinyatakan dalam kontrak yang meliputi khususnya:” huruf b.
“Penyedia mempunyai hak dan kewajiban:” angka 5) “Melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan secara cermat akurat dan penuh tanggung
jawab dengan menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan,
angkutan ke atau dari lapangan, dan segala pekerjaan permanen maupun
sementara yang diperlukan untuk pelaksanaan, penyelesaian dan
perbaikan pekerjaan yang dirinci dalam kontrak”;
b. Dokumen pengadaan Nomor 027/1480/PK.ULP.Aset tanggal 11 April 2014
untuk Pengadaan Pavingisasi Jalan Utama Sekolah dan Belanja Modal
Pengadaan Konstruksi/Pembelian Gedung SMU/Sederajat, BAB III.
Mengenai Instruksi Kepada Peserta Angka 27.12 menyatakan “Evaluasi
harga untuk kontrak harga satuan: Harga satuan yang nilainya lebih
besar dari 110% (seratus sepuluh perseratus) dari harga satuan yang
tercantum dalam Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dilakukan klarifikasi.
Apabila setelah dilakukan klarifikasi ternyata harga satuan tersebut
dinyatakan timpang maka harga satuan timpang hanya berlaku untuk
volume sesuai dengan Daftar Kuantitas dan Harga. Jika terjadi

77
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

penambahan volume, harga satuan yang berlaku sesuai dengan harga


dalam HPS”;

15 Hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban diketahui terdapat Hasil analisis


selisih harga timpang dimana harga satuan yang tercantum dalam kontrak dokumen
lebih besar dari 110% harga satuan HPS. Beberapa harga satuan item
pekerjaan yang tercantum dalam kontrak merupakan harga satuan timpang,
dimana harga satuan yang tercantum dalam kontrak lebih besar dari 110%
harga satuan HPS. Pemeriksaan terhadap dokumen Addendum II kontrak
terkait pekerjaan tambah kurang Nomor 027/16669/Disdikpora tanggal 29
Oktober 2014, menunjukkan seluruh pekerjaan tambah yang termuat dalam
addendum menggunakan harga satuan yang tercantum dalam kontrak,
sehingga terjadi selisih harga item pekerjaan dengan harga satuan timpang
apabila dibandingkan dengan harga HPS, dengan uraian masing-masing unit
pekerjaan sebagaimana pada Tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4. Selisih Harga Satuan Timpang Addendum Kontrak dengan HPS
No. Unit Pekerjaan Nilai Selisih Harga (Rp)
1 Pembangunan Gedung Asrama 3.529.622,83
2 Pembangunan Padmasana & Penyengker 217.420,47
3 Pembangunan Gedung Kelas 4.313.948,79
4 Pembangunan Ruang Makan 13.563.392,01
5 Renovasi Laboratorium Bahasa 4.568.946,68
6 Penataan Lahan & Pembuatan Taman Sekolah 336.775,95
7 Pembangunan Lapangan Basket 7.884.947,00
8 Penataan Lapangan Upacara 236.920,50
Jumlah 34.651.974,23

Berdasarkan Tabel 5.4, maka terdapat selisih lebih jumlah harga yang
dihitung oleh rekanan dalam addendum tambah kurang pekerjaan dengan
nilai sebesar Rp34.651.974,23 dengan rincian pada Lampiran 14.

16 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui terdapat kelebihan pembayaran Temuan


atas selisih harga satuan timpang pada pekerjaan Pembangunan Gedung pemeriksaan
SMAN BM sebesar Rp34.651.974,23.

78
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB VI
PENUTUP

A. Pemberlakuan Suplemen

01 Suplemen ini berlaku untuk pengujian fisik pelaksanaan pekerjaan Pemberlakuan


konstruksi bangunan gedung sejak suplemen ini ditetapkan. Penerapan suplemen
lebih awal dari tanggal efektif pemberlakuan diizinkan.

B. Pemutakhiran Suplemen

02 Agar Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung ini Pemutakhiran
dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan fungsinya, suplemen ini perlu suplemen
dievaluasi, disempurnakan, atau dimutakhirkan sesuai dengan kebutuhan
dan/atau untuk merespon perubahan kebijakan yang berlaku.

C. Pemantauan Suplemen

03 Suplemen ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai dengan Pemantauan
perubahan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, dan suplemen
kondisi lain. Pemantauan suplemen akan dilakukan oleh Direktorat
Penelitian dan Pengembangan.

Masukan atau pertanyaan terkait suplemen ini dapat disampaikan kepada: Kontak
Subdirektorat
Subdirektorat Litbang PDTT
Litbang PDTT
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Ditama Revbang
Lantai II Gedung Arsip BPK RI
Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210
Telp. (021) 25549000 ext. 3311
Faks. (021) 5705372
Email: subditlitbangpdtt@bpk.go.id

79
DAFTAR PUSTAKA

Publikasian
Balai Diklat PKN Gowa. 2021. Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi dan Perhitungan
Kekurangan Volume dan Mutu.
Badan Litbang KemenPUPR. 2017. Daftar Standar dan Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan
dan Rekayasa Sipil.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2020. Rencana Strategis 2020-2024.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. Penetapan SNI 2847: 2019 Persyaratan Beton Struktural
untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan sebagai Revisi SNI 2847: 2013 Persyaratan
Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
Susanto, Hendra dan Hediana Makmur. 2013. Auditing Proyek-Proyek Konstruksi. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.

Peraturan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung
Negara.
Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan
Pekerjaan Bidang PU.

Tautan
https://arafuru.com/material/perbedaan-beton-prategang-dan-beton-bertulang.html
diakses 24 Maret 2021 pukul 13.00 WIB.
Lampiran 1

Pengkodean dan Lingkup Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung

LEVEL 1 LEVEL 2
Divisi 1 Design Development 1.1 Dokumen kontrak
1.2 Asuransi dan jaminan
1.3 Shop drawing dan as-built drawing
1.4 Site management
1.5 Dokumentasi proyek
Divisi 2 Sitework 2.1 Setting-out
2.2 Fasilitas sementara
2.3 Mobilisasi dan demobilisasi
2.4 Pembersihan lahan dan removal
2.5 Galian, pemotongan, timbunan, dan buangan
Divisi 3 Pekerjaan struktural 3.1 Pekerjaan struktural di atas tanah
3.2 Pekerjaan struktural di bawah tanah
3.3 Rangka atap
Divisi 4 Pekerjaan arsitektur 4.1 Beton
4.2 Logam
4.3 Kayu dan plastik
4.4 Pasangan (masonry)
4.5 Perlindungan suhu dan kelembaban
4.6 Bukaan (jendela, pintu, kusen)
4.7 Finishing
Divisi 5 Pekerjaan mekanikal 5.1 Plumbing
5.2 Pemanasan, ventilasi, dan pengkondisian udara
5.3 Pencegahan kebakaran
Divisi 6 Pekerjaan elektrikal 6.1 Sistem distribusi jaringan listrik
6.2 Sistem pencahayaan
6.3 Sistem komunikasi
6.4 Pencegahan petir
Divisi 7 Fasilitas eksterior 7.1 Paving, perparkiran, pedestrian
bangunan
7.2 Pagar dan gerbang
7.3 Pertamanan dan landscaping (tanaman, rumput,
tanah)
LEVEL 1 LEVEL 2
Divisi 8 Miscelaneous work 8.1 Peralatan
8.2 Konstruksi khusus
8.3 Conveying equipment
8.4 Pekerjaan perpipaan air minum di luar bangunan
gedung
Lampiran 2

Contoh Sarana dan Prasarana Dalam Pelaksanaan Pekerjaan Beton


a. Mixer/ Molen
Merupakan mesin yang digunakan untuk mencampur semen, agregat seperti pasir atau
kerikil, dan air untuk membentuk campuran beton dalam skala kecil atau sedang.
Contoh mixer/molen dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Mixer/Molen

b. Truk Mixer
Merupakan kendaraan truk khusus yang dilengkapi dengan concrete mixer yang
berfungsi mengaduk atau mencampur campuran beton (berfungsi sama seperti alat
molen). Truk mixer digunakan untuk mengangkut adukan beton dari tempat
pencampuran beton ke lokasi proyek. Selama pengangkutan, mixer terus berputar
dengan kecepatan 8-12 rpm agar beton tetap homogen dan beton tidak mengeras.
Contoh truk mixer dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Truk Mixer

c. Batching Plant
Merupakan pabrik yang digunakan untuk memproduksi beton siap pakai (beton ready
mix). Seringkali disebut sebagai pabrik beton karena dapat memproduksi beton dalam
partai besar. Contoh batching plant dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Batching Plant

d. Concrete Vibrator
Merupakan salah satu peralatan yang digunakan saat pengecoran di mana fungsinya
untuk pemadatan beton yang dituangkan ke dalam bekisting. Bekisting merupakan
cetakan sementara atau permanen di mana beton atau bahan serupa akan dituangkan.
Hal ini ditujukan agar kandungan udara yang terjebak dalam campuran beton dapat
keluar. Contoh concrete vibrator dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Concrete Vibrator

e. Concrete Pump
Merupakan alat berat yang dipakai, baik dalam pembangunan konstruksi bangunan
maupun jalan yang berfungsi untuk memompa beton readymix, dari molen atau truk
mixer ke lokasi, dimana pengecoran dilakukan. Contoh concrete pump dapat dilihat pada
gambar berikut:
Contoh Concrete Pump
Lampiran 3

Pengendalian Mutu Pekerjaan Nonstruktur

01 Pekerjaan Pasangan Dinding5


Beberapa standar yang digunakan pada pengendalian mutu pada pekerjaan pasangan
dinding, antara lain:
a. Bata merah
1) SNI 15-2094: 2000 tentang Bata Merah Pejal untuk pasangan dinding;
2) Semen Portland harus sesuai dengan SNI 7064: 2014 tentang Semen Portland
Komposit atau SNI 0302: 2014 tentang Semen Portland Pozolan;
3) Setiap pasangan bata merah dengan luas ≥ 9 m2 harus diberi kolom ukuran 15 x 15
cm dengan baja tulangan utama 4 Ø 10 mm, sengkang Ø 8 mm jarak 15 cm; dan
4) Plesteran dan acian yang digunakan harus sesuai dengan SNI 6882: 2014 Spesifikasi
Mortar untuk Pekerjaan Unit Pasangan.
Contoh pekerjaan pasangan dinding bata merah dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar Contoh Pekerjaan Pasangan Dinding Bata Merah

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

b. Bata Beton
1) Bata beton HB-10 sesuai dengan SNI 03—0349: 1989 tentang Bata Beton untuk
Pasangan Dinding;

5
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
2) Semen Portland harus sesuai dengan SNI 7064: 2014 tentang Semen Portland
Komposit atau SNI SNI 0302:2014 Semen Portland Pozolan;
3) Plesteran dan acian sesuai dengan SNI 6882: 2014 tentang Spesifikasi Mortar untuk
Pekerjaan Unit Pasangan;
4) Peralatan yang digunakan sesuai dengan SNI 03-6862: 2002 tentang Spesifikasi
Peralatan Pemasangan Dinding Bata dan Plesteran; dan
5) Pasangan HB-10, plesteran dan acian dapat menggunakan campuran semen
portland dan pasir atau menggunakan produk mortar instan.
Contoh pekerjaan pasangan dinding bata beton dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar Contoh Pekerjaan Pasangan Dinding Bata Beton

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

c. Bata Ringan
1) Bata ringan sesuai dengan SNI 8640: 2018 tentang Spesifikasi Bata Ringan untuk
Pasangan Dinding dengan berat jenis maksimum 1,0 dengan kekuatan minimum 20
kg/cm2;
2) Agregat halus (pasir) sesuai dengan SNI 8321: 2016 tentang Spesifikasi Agregat
beton (ASTM C33/C33M-13, IDT);
3) Semen Portland harus sesuai dengan SNI 7064: 2014 tentang Semen Portland
Komposit atau SNI 0302:2014 tentang Semen Portland Pozolan;
4) Peralatan yang digunakan sesuai dengan SNI 03-6862: 2002 tentang Spesifikasi
Peralatan, Pemasangan Dinding Bata dan Plesteran;
5) Pasangan bata ringan, plesteran dan acian dapat menggunakan campuran semen
portland dan pasir atau menggunakan produk mortar siap pakai (instan).
Contoh pekerjaan pasangan dinding bata ringan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar Contoh Pekerjaan Pasangan Dinding Bata Ringan

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

d. Dinding Partisi Gypsum/ GRC


1) Papan Gipsum sesuai dengan SNI 03-6384: 2000 tentang Spesifikasi Panel atau
Papan Gipsum;
2) Rangka menggunakan besi hollow, kayu atau baja ringan;
3) Penutup dinding menggunakan papan gipsum 9 mm finish compound;
4) Bahan rangka dinding partisi dari aluminium sesuai SNI 8399: 2017 beserta
amandemennya, yaitu SNI 8399: 2017/Amd1: 2019 tentang Profil Rangka Baja Ringan
dan Baja ringan profil C 100.50.0,7 dengan lipatan;
5) Nilai batas deformasi yang diizinkan 2 mm; dan
6) Bahan yang diproses pabrikan harus diseleksi terlebih dahulu dengan seksama
sesuai bentuk toleransi, ukuran, ketebalan, kesikuan, kelengkungan dan
perwarnaan yang disyaratkan.
02 Pekerjaan Plesteran dan Acian6
Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan plesteran dan acian, antara lain:
a. Kepala plesteran yang berfungsi sebagai acuan dibuat pada jarak 1 m, dipasang kayu
lapis setebal 9 mm untuk patokan kerataan bidang;
b. Ketebalan plesteran harus mencapai ketebalan permukaan dinding/kolom yang
dinyatakan dalam gambar kerja. Tebal plesteran maksimum 2,5 cm, jika ketebalan
melebihi 2,5 cm harus diberi kawat ayam;
c. Untuk setiap permukaan bahan yang berbeda jenisnya yang bertemu dalam satu bidang
datar, harus diberi nat (tali air) dengan ukuran lebar 0,7 cm dalamnya 0,5 cm, kecuali
bila ada petunjuk lain di dalam gambar;
d. Toleransi lengkungan atau cembungan pada bidang datar dinding tidak melebihi 5 mm
untuk setiap jarak 2 m;
e. Kelembaban plesteran harus dijaga sehingga pengeringan berlangsung wajar tidak
terlalu tiba-tiba, dengan membasahi permukaan plesteran setiap kali terlihat kering dan
melindungi dari terik panas matahari langsung; dan
f. Selama 7 (tujuh) hari setelah pengacian selesai, harus selalu disiram dengan air,
sampai jenuh sekurang-kurangnya 2 kali setiap hari.
Contoh pekerjaan plesteran dan acian dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar Contoh Pekerjaan Plesteran dan Acian

Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021

6
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
03 Pekerjaan Pengecatan7
Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan pengecatan, antara lain:
a. Kualitas cat dan bahan lainnya harus sesuai dengan spesifikasi, pencampuran cat
dengan pengencer cat dan material cat itu sendiri jangan sampai berubah dari
spesifikasi yang ditentukan;
b. Pengaplikasian cat harus menutupi warna acian dinding hingga tidak ada bayangan
warna acian;
c. Untuk pengecatan interior dan eksterior menggunaakn cat yang berbeda;
d. Penggunaan cat dasar sebelum cat utama; dan
e. Standar yang digunakan dalam pekerjaan pengecatan, antara lain:
1) SNI 2407: 2008 Tata Cara Pengecatan Kayu untuk Rumah dan Gedung;
2) SNI 03-2408: 1991 Tata Cara Pengecatan Logam;
3) SNI 03-2410-2002 Tata Cara Pengecatan Dinding Tembok dengan Cat Emulsi;
4) SNI 03-6896: 2002 Tata Cara Pengecatan Genteng Beton; dan
5) SNI 03-3433: 2002 Tata Cara Pengecatan Genteng Keramik

04 Pekerjaan Penutup Lantai8


Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan penutup lantai, antara lain:
a. Adukan atau perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai
dengan jenis bahan penutup lantai yang digunakan;
b. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas pemasangan penutup lantai, yaitu
1) Kerataan pemasangan;
2) Adukan/mortar perekat;
3) Kualitas keramik; dan
4) Kerapian nat dan pemotongan.
c. Ketentuan bahan, yaitu:
1) Lantai/Ubin keramik disesuaikan dengan ketentuan SNI ISO 13006: 2010 dan
pembaruannya SNI ISO 13006: 2018 tentang Ubin Keramik;
2) Persyaratan teknis pasir dengan kadar lumpur maksimum 5%;
3) Semen Portland yang digunakan dalam kondisi masih baik, belum terjadi gumpalan
dan belum membatu;
4) Bahan pengisi nat menggunakan semen putih atau mortar siap pakai khusus untuk
nat keramik.

7
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
8
ibid
d. Syarat-syarat pelaksanaan pekerjaan, yaitu:
1) Keramik yang akan dipasang harus memiliki ukuran yang sama dalam keadaan baik,
tidak retak, cacat dan bernoda;
2) Bahan keramik sebelum dipasang harus direndam terlebih dahulu dalam air bersih;
3) Pola, arah dan awal pemasangan lantai keramik harus sesuai gambar detail atau
sesuai petunjuk;
4) Pemotongan ubin keramik harus menggunakan alat pemotong khusus sesuai
persyaratan dari pabrik; dan
5) Permukaan keramik yang sudah terpasang harus dibersihkan.

05 Pekerjaan Pintu dan Jendela9


Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan pintu dan jendela, antara lain:
a. Pintu dan jendela dari kayu kelas kuat/kelas awet II dengan ukuran jadi minimum 5,5
cm x 11 cm dan dicat kayu atau dipelitur sesuai SNI pengecatan kayu untuk rumah dan
gedung;
b. Rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis atau teakwood digunakan kayu
kelas kuat II dengan ukuran minimum 3,5 cm x 10 cm khusus untuk ambang bawah
minimum 3,5 cm x 20 cm;
c. Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat atau kelas awet II, dicat kayu atau
dipelitur;
d. Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat atau kelas awet II, dengan ukuran rangka
minimum 3,5 cm x 8 cm, dicat kayu atau dipelitur.
Untuk menentukan tingkat kekuatan kayu, didasarkan pada kuat lentur, kuat desak dan
berat jenis kayu, dimana tingkatannya dapat dilihat pada Tabel Kelas Kuat Kayu berikut:
Tabel Kelas Kuat Kayu
Tegangan Lentur Tegangan Tekanan Berat Jenis
Kelas Kuat
Mutlak (kg/cm3) Mutlak (kg/cm3) (BJ)
I ≥ 1.100 ≥ 650 ≥ 0,90
II 1.100 - 725 650 - 425 0,90 – 0,60
III 725 - 500 425 - 300 0,60 – 0,40
IV 500 - 360 300 - 215 0,40 – 0,30
V ≤ 360 ≤ 215 ≤ 0,30
Sumber: Sudarminto, 1983

Beberapa jenis kayu yang sering dipakai untuk pekerjaan konstruksi dengan tingkat
kekuatan dan keawetannya, dapat dilihat pada Tabel Jenis Kayu berikut:
Tabel Jenis Kayu
Nama Kayu Tingkat Pemakaian Tingkat Keawetan Tingkat Kekuatan
Kayu Jati I I II
Merbau I I I
Bangkirai I II I
Belian I I I
Resak I I I

9
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
Nama Kayu Tingkat Pemakaian Tingkat Keawetan Tingkat Kekuatan
Rasamala II II II
Merawan II II II
Kamper III I II
Kruing II III II/III
Suren IV IV III
Sumber: Soeratman, Muh Sukoadji, 1978, Konstruksi Kayu 1.

e. Pintu dan jendela dari bahan alumunium harus sesuai dengan spesifikasi dimensi profil
dan tebal alumunium, aksesoris, pemasangan arah bukaan daun pintu/ jendela, dan
pemasangan sealant yang rapi dan benar;
f. Standar yang digunakan pada pekerjaan pintu dan jendela alumunium, antara lain SNI
03-0573: 1989 tentang Syarat Umum Jendela Aluminium Paduan, SNI 07-0417: 1989
tentang Syarat Mutu Paduan Aluminium Ekstrusi, dan SNI 07-0603: 1989 tentang
Produksi Aluminium Ekstrusi untuk Arsitektur;
g. Bahan aluminium yang digunakan harus memenuhi kuat lentur = 140 kg/cm2, lebar profil
10 cm dan 7 cm dengan ketebalan profil 1,0 mm;
h. Ketentuan pemasangan pintu dan jendela alumunium, yaitu:
1) Untuk menahan beban pintu, dipasang 2 engsel, satu di bagian atas, dan satu
dibagian bawah;
2) Jarak antar engsel diatur sedemikian rupa sehingga dapat menahan beban daun
pintu;
3) Pemasangan slot kunci, handle dan backplate harus rapi, lurus dan sesuai dengan
posisinya dan dipasang 80 - 100 cm (as) dari permukaan lantai;
4) Penyekrupan harus dipasang tidak terlihat dari luar dengan sekrup anti
karat/stainless steel, sedemikian rupa sehingga garis sambungan kedap air; dan
5) Toleransi pemasangan kusen aluminium di satu sisi dinding adalah 10 mm yang
kemudian diisi dengan sealant.

06 Pekerjaan Plafon10
Secara umum pekerjaan plafon dibagi menjadu dua jenis, yaitu pekerjaan kerangka dan
pekerjaan penutup plafon. Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan plafon, antara lain:
a. Kerangka Kayu
Bahan kerangka langit-langit: memenuhi standar teknis untuk penutup langit-langit
kayu lapis atau yang setara dengan kelas kuat II ukuran minimum:
1) balok pembagi dan balok penggantung: 4/6 cm (empat per enam centimeter);
2) balok rangka utama: 6/12 cm (enam per duabelas centimeter); dan
3) balok tepi: 5/10 cm (lima per sepuluh centimeter).

10
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
b. Kerangka Hollow
Kerangka hollow terbuat dari besi hollow atau metal furring dengan ukuran 40 mm x
40 mm & 40 mm x 20 mm lengkap dengan besi penggantung diameter 8 mm (delapan
milimeter) dan pengikatnya.
c. Penutup plafon
1) Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerangka aluminium yang
bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, atau sejenis
yang disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunannya.
3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai
dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
4) Ketentuan bahan, yaitu:
 Bahan papan gipsum yang digunakan sesuai dengan ketentuan SNI 03-6384:
2000 tentang Spesifikasi Panel atau Papan Gypsum;
 Bahan kayu menggunakan ketentuan sesuai SNI 03-2445: 1991 tentang
Spesifikasi ukuran kayu untuk bangunan rumah dan gedung;
 Rangka panel gipsum dapat menggunakan bahan kayu atau metal furring; dan
 Panel gipsum yang digunakan memiliki ketebalan minimum 9 mm.
d. Rangka plafon dibuat dari profil C dan Metal furing saling dikaitkan dengan modul 60x120
cm;
e. Pemasangan lembaran papan gipsum menggunakan skrup gipsum ke konstruksi
rangka metal furring kemudian di compound dan dicat;
f. Seluruh sisi bagian bawah rangka langit-langit harus diratakan, pola pemasangan
rangka/penggantung harus disesuaikan dengan detail gambar serta hasil pemasangan
harus rata/tidak melendut;
g. Untuk mencegah lendutan dipasang pengait dari rangka plafon ke rangka atap
menggunakan kabel baja atau truss baja ringan;
h. Pekerjaan langit-langit dilakukan bersamaan dengan memperhatikan pekerjaan
elektrikal dan perlengkapan instalasi lain yang terletak di atas langit-langit; dan
i. Perlu dibuatkan manhole untuk keperluan akses perawatan dan perbaikan.

07 Pekerjaan Atap11
Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan atap, yaitu:
a. Bahan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran:
1) Reng ukuran 2/3 cm atau 3/4 cm untuk genteng beton; dan

11
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
2) Kaso ukuran 4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar kaso disesuaikan
ukuran penampang kaso.
b. Bahan kerangka penutup atap non kayu:
1) Gording baja profil C, dengan ukuran minimal 125 mm x 50 mm x 20 mm x 3,2 mm;
2) Kuda-kuda baja profil WF, dengan ukuran minimal 250 mm x150 mm x 8 mm x 7 mm;
3) Baja ringan (light steel); dan
4) Beton plat tebal minimum 12 cm

08 Pekerjaan Mekanikal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Lampiran poin II Standar
Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung, untuk Bangunan Gedung di Atas
dan/atau di Dalam Tanah, Permukaan Air, dan/atau Prasarana dan Sarana Umum kecuali
bersifat ketentuan khusus berkaitan dengan lokasi penempatan Bangunan Gedung:
a. Perencanaan ventilasi dan pengkondisian udara yang dalam tata cara perencanaan dan
pelaksanaannya telah memiliki standar baku maka ventilasi dan pengkondisian udara
Banguan Gedung harus sudah memenuhi semua ketentuan sesuai standar teknis (SNI)
yang terkait, antara lain:
1) SNI 03-6759: 2002 tentang Tata Cara Perancangan Konservasi Energi pada
Bangunan Gedung dan/atau perubahannya; dan
2) SNI 03-6572: 2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung dan/atau perubahannya.
b. Perencanaan jalan masuk dan keluar serta transportasi dalam Bangunan Gedung yang
dalam tata cara perencanaan dan pelaksanaannya telah memiliki standar baku maka
jalan masuk dan keluar serta transportasi dalam Bangunan Gedung harus sudah
memenuhi semua ketentuan sesuai standar teknis (SNI) yang terkait antara lain:
1) SNI 03-1735: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses
Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan /atau
perubahannya;
2) SNI 03-1746: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan
Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan/atau perubahannya; dan
3) SNI 03-6573: 2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Transportasi Vertikal
dalam Gedung (Lift) dan/atau perubahannya.
Lingkup pekerjaan mekanikal dalam konstruksi bangunan gedung meliputi:
a. Pelaksanaan instalasi dan perlengkapan tata udara, mengacu pada:
1) SNI 03-6390: 2011 dan pembaruannya SNI 6390: 2020 tentang Konservasi Energi
Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung;
2) SNI 03-6767: 2002 tentang Spesifikasi Umum Sistem Ventilasi Mekanis dan Sistem
Tata Udara sebagai Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan;
3) SNI 03-6769: 2002 tentang Spesifikasi Sistem Pengolahan Udara Sentral sebagai
Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan dan/ atau Perubahannya;
b. Instalasi dan perlengkapan proteksi kebakaran, dengan mengacu pada:
1) SNI 07-0242.1: 2000 tentang Spesifikasi Pipa Baja Dilas dan Tanpa Sambungan
dengan Lapis Hitam dan Galvanis Panas;
2) SNI 03-1746: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan
Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
3) SNI 03- 3987: 1996 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Pemadam Api
Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
4) SNI 03-1745: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Pipa Tegak dan
Selang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
5) SNI 03-3985: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian
Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung;
6) SNI 03-3989: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
7) SNI 03-6570: 2001 tentang Instalasi Pompa yang Dipasang untuk Proteksi
Kebakaran;
8) SNI 03-6571: 2001 tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan
Gedung;
9) SNI 03-7012: 2004 tentang Sistem Manajemen Asap dalam Mal, Atrium, dan Ruangan
Bervolume Besar;
10) SNI 03-6382: 2000 tentang Spesifikasi Hidran Kebakaran Tabung Basah;
11) SNI 03-6383: 2000 tentang Spesifikasi Peralatan Pengolah Udara Individual sebagai
Sistem Pengendalian Asap Terzona dalam Bangunan Gedung;
12) SNI 19-6718: 2002 tentang Spesifikasi Damper (penutup lubang ventilasi) Kebakaran;
13) SNI 03-6462: 2000 tentang Tata Cara Pemasangan Damper Kebakaran;
14) SNI 03-6415: 2000 tentang Spesifikasi Proteksi untuk Bukaan pada Konstruksi Tahan
Api;
15) SNI 03-6420: 2000 tentang Spesifikasi Sistem Pengolahan Udara di Dapur dan
Ruang Parkir sebagai Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan;
16) SNI 03-6570: 2001 tentang Instalasi Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi
Kebakaran;
17) SNI 03-6767: 2002 tentang Spesifikasi Umum Sistem Ventilasi Mekanis dan Sistem
Tata Udara sebagai Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan;
18) SNI 03-6769: 2002 tentang Spesifikasi Sistem Pengolahan Udara Sentral sebagai
Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan; dan
19) SNI 03-6765: 2002 tentang Spesifikasi Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung dan/atau Perubahannya.
c. Instalasi dan perlengkapan transportasi dalam gedung, mengacu pada:
1) SNI 05-6040: 1999 tentang Syarat-syarat Umum Konstruksi Lift Penumpang yang
Dijalankan dengan Motor Traksi; dan
2) SNI 05-7052: 2004 tentang Syarat-syarat Umum Konstruksi Lift Penumpang yang
Dijalankan dengan Motor Traksi Tanpa Kamar Mesin dan/atau Perubahannya.
Gambar Contoh Pelaksanaan Pekerjaan Mekanikal berupa Lift Penumpang

https://id.pinterest.com/pin/653584964646792501/visual-
earch/?x=94&y=10&w=452&h=353&cropSource=6

09 Pekerjaan Elektrikal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Lampiran poin II Standar
Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung, Ketentuan Keandalan Bangunan
Gedung, dinyatakan bahwa:
a. Setiap bangunan yang di dalamnya menggunakan instalasi listrik dalam perencanaan,
pemasangan dan verifikasinya harus memenuhi ketentuan instalasi listrik seperti yang
diatur dalam SNI 0225:2020 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000
dan/atau perubahannya.
b. Perencanaan dan pemasangan instalasi listrik harus dilakukan oleh ahli.
c. Perlengkapan listrik hanya boleh dipasang pada instalasi jika memenuhi ketentuan
dan/atau standar yang berlaku.
d. Pada setiap perlengkapan listrik yang digunakan dalam Bangunan Gedung harus
tercantum dengan jelas (i) nama pembuat atau merek dagang; (ii) daya, voltase dan arus
pengenal; dan (iii) data teknis lainnya seperti disyaratkan SNI atau standar yang relevan.
Lingkup pekerjaan elektrikal dalam konstruksi bangunan gedung meliputi:
a. Pelaksanaan instalasi dan peralatan catu daya listrik dan penerangan mengacu pada:
1) SNI 04-0227-1994/Amd1-1999 tentang Tegangan Standar, Amandemen 1;
2) SNI 0225: 2020 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL);
3) SNI 03-6197: 2000 dan pembaruannya SNI 6197: 2020 tentang Konservasi Energi
pada Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung dan/atau Perubahannya;
b. Instalasi dan peralatan catu daya khusus (Genset dan UPS) mengacu pada:
1) SNI04-7018: 2004 tentang Sistem Pasokan Daya Listrik Darurat dan Siaga;
2) SNI 04-7019: 2004 tentang Sistem Pasokan Daya Listrik Darurat Menggunakan
Energi Tersimpan dan/ atau Perubahannya;
c. Instalasi dan peralatan proteksi petir mengacu pada:
1) SNI 03- 7014.1: 2014 tentang Proteksi Bangunan terhadap Petir Bagian 1: Prinsip
Umum;
2) SNI 03-7015: 2004 tentang Sistem Proteksi Petir pada Bangunan dan/ atau
Perubahannya;
d. Instalasi dan peralatan pembumian/pentanahan mengacu pada SNI 0225: 2020 tentang
Pedoman Umum Instalasi Listrik (PUIL) dan/ atau Perubahannya;
e. Instalasi dan peralatan tata suara;
f. Instalasi dan peralatan detektor, alarm dan tanda bahaya mengacu pada SNI 03-3985:
2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan/atau Perubahannya;
g. Instalasi dan peralatan komunikasi dan data;
h. Instalasi dan peralatan sistem pengamanan; dan
i. Instalasi dan peralatan otomatisasi bangunan.

11 Pekerjaan Plambing
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Lampiran poin II Standar
Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung, kecuali bersifat khusus berkaitan
dengan lokasi penempatan bangunan gedung, perencanaan sistem plambing yang dalam
tata cara perencanaan dan pelaksanaannya telah memiliki standar baku, maka sistem
plambing bangunan gedung harus sudah memenuhi semua ketentuan SNI atau standar
tenis yang terkait.
SNI tersebut antara lain, SNI 8153:2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung
serta Pedoman Plambing Indonesia (PPI). Untuk hal-hal yang belum dicakup atau tidak
disebut dalam SNI 03-6481-2000 tentang Sistem Plambing dan/atau perubahannya
dan/atau PPI dapat menggunakan ketentuan/standar dari negara lain atau badan
internasional, sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Lingkup pekerjaan mekanikal dalam konstruksi bangunan gedung meliputi:
a. Instalasi dan peralatan plambing dan pompa mekanik dengan mengacu pada:
1) SNI 07-0242.1: 2000 tentang Spesifikasi Pipa Baja Dilas dan Tanpa Sambungan
dengan Lapis Hitam dan Galvanis Panas;
2) SNI 8153: 2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung;
3) SNI ISO 17613-1:2012 tentang Pompa yang Dioperasikan Secara Manual untuk Air
Minum - Pemilihan dan Penerimaan;
4) SNI 2547: 2008 dan pembaruannya SNI 2547: 2019 tentang Spesifikasi Meter Air;
5) SNI 06-4828: 1998 tentang Spesifikasi Cincin Karet Sambungan Pipa Air Minum, Air
Limbah dan Air Hujan;
6) SNI 4829.1: 2015 tentang Sistem Perpipaan PlastiK - Pipa Polietilena (PE) dan Fitting
untuk Sistem Penyediaan Air Minum - Bagian 1: Umum;
7) SNI 4829.2: 2015 tentang Sistem Perpipaan Plastik - Pipa Polietilena (PE) dan Fitting
untuk Sistem Penyediaan Air Minum Bagian 2: Pipa;
8) SNI 4829.3: 2015 tentang Sistem Perpipaan Plastik - Pipa Polietilena (PE) dan Fitting
untuk Sistem Penyediaan Air Minum Bagian 3: Fitting;
9) SNI 06-6404: 2000 tentang Spesifikasi Flense Pipa Baja untuk Penyediaan Air Bersih
Ukuran 110-366 mm;
10) SNI 06-0084: 2002 tentang Pipa PVC untuk Saluran Air Minum;
11) SNI 06-6419: 2000 tentang Spesifikasi Pipa PVC Bertekanan Berdiameter 110-315 mm
untuk Air Bersih;
12) SNI 6719: 2015 tentang Spesifikasi Pipa Baja Bergelombang dengan Lapis Logam
untuk Pembuangan Air dan Drainase Bawah Tanah;
13) SNI 06-6785: 2002 tentang Spesifikasi Pipa Resin Termoseting Bertekanan
Berpenguat Fiberglass;
14) SNI 7511: 2011 tentang Tata Cara Pemasangan Pipa Transmisi dan Pipa Distribusi
serta Bangunan Pelintas Pipa;
15) SNI 07-6398: 2000 tentang Tata Cara Pelapisan Epoksi Cair untuk Bagian Dalam dan
Luar pada Perpipaan Air dari Baja; dan
16) SNI 19-6782: 2002 tentang Tata Cara Pemasangan Perpipaan Besi Daktil dan
Perlengkapannya dan/ atau Perubahannya.
b. Instalasi dan peralatan bak penampungan air mengacu pada:
1) SNI 8153: 2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung; dan
2) PtS-04: 2000-C tentang Spesifikasi Bak Penampungan Air Hujan untuk Air Bersih
dari Ferro Semen dan/atau Perubahannya.

12 Salah satu dokumen yang dapat digunakan untuk melihat hasil pengujian pekerjaan
mekanikal, elektrikal, dan plambing adalah hasil test commissioning. Commissioning
adalah pengujian operasional suatu pekerjaan secara real atau nyata maupun secara
simulasi untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan dan memenuhi
semua peraturan yang berlaku (rule), regulasi (regulations), kode (code) dan sesuai
standar (standard) yang telah ditetapkan antara penyedia dan entitas. Tujuan dilakukan
commissioning ini adalah untuk mendapatkan kepastian hasil suatu pekerjaan.
Pelaksanaannya dilakukan apabila pelaksana kerja (Penyedia) telah menyelesaikan
pekerjaannya dan siap untuk melakukan start – up.
Dalam pelaksanaan commissioning terdapat persyaratan administrasi yang harus
dilengkapi, antara lain12:
a. Calibration Certificate, yaitu sertifikat kalibrasi;
b. Assembly Certificate, yaitu sertifikat dari produsen barang yang terpasang;
c. Test Certificate, yaitu sertifikat pengetesan fungsi peralatan atau sistem;
d. Installation Certificate, yaitu sertifikat instalasi; dan
e. Flushing Certificate, yaitu sertifikat telah dilakukan pembersihan.

13 Pekerjaan Lanskap

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (sebagaimana sudah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja), lingkup
pelaksanaan konstruksi Bangunan Gedung untuk pekerjaan lanskap meliputi:
a. Pelaksanaan taman dan vegetasi (softscape) yang mengacu pada:
1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan;
2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 tentang Pedoman
Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan; dan
3) PtT-12-2002-C tentang Penerapan Sistem Penghijauan di Lingkungan Permukiman,
dan/atau Perubahannya.
b. Perkerasan (hardscape) dengan mengacu pada:
1) SNI 03-2403: 1991 tentang Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci untuk
Permukaan Jalan;
2) SNI 8160: 2015 tentang Spesifikasi Blok Pemandu pada Jalur Pejalan Kaki; dan
3) SNI 03-0691: 1996 tentang Spesifikasi Bata Beton (paving block), dan/atau
Perubahannya.
Berdasarkan SNI 03-0691: 1996, klasifikasi dan spesifikasi paving blok dibedakan
menurut kelas penggunaannya sesuai dengan Tabel Klasifikasi dan Spesifikasi
Paving Blok berikut:

12
Sumber: https://abi-blog.com/commissioning/
Tabel Klasifikasi dan Spesifikasi Paving Blok
Kuat Tekan (MPa) Keausan (mm/menit) Penyerapan Air
Mutu Penggunaan
Rata-rata Min Rata-rata Max Max (%)
A Jalan 40 35 0,090 0,103 3
B Pelataran parkir 20 17 0,130 0,149 6
C Pejalan kaki 15 12,5 0,160 0,184 8
D Taman dan pengguna lain 10 8,5 0,219 0,251 10

c. Perabot taman (landscape furniture) yang mengacu pada SNI 03-6968-2003 tentang
Spesifikasi Fasilitas Tempat Bermain di Ruang Terbuka Lingkungan Rumah Susun
Sederhana dan/atau Perubahannya.

14 Pekerjaan Struktur Baja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (sebagaimana sudah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja), pengaturan
mengenai pekerjaan konstruksi bangunan gedung menggunakan material baja adalah sbb.
a. Standar Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung.
Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasinya harus memenuhi
ketentuan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan yang meliputi:
1) Ketentuan sistem struktur Bangunan Gedung;
2) Ketentuan pembebanan pada struktur Bangunan Gedung;
3) Ketentuan material struktur; dan
4) Ketentuan kelaikan fungsi Bangunan Gedung.
Terkait dengan ketentuan material struktur, material struktur dan konstruksi yang
digunakan harus memenuhi semua ketentuan keselamatan terhadap lingkungan dan
pengguna bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait. Bahan yang dibuat
atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan standar tata cara yang
baku untuk memenuhi kinerja yang diinginkan. Bahan bangunan prefabrikasi harus
dirancang sehingga memiliki kekuatan sambungan yang lebih kuat dari komponen yang
disambung. Komponen fabrikasi harus mampu menahan gaya angkat pada saat
pemasangan/pelaksanaan.
1) Ketentuan konstruksi menggunakan material beton berupa Baja Tulangan.
Material baja tulangan yang digunakan untuk komponen konstruksi dan/atau
struktur beton memenuhi standar dan spesifikasi yang disyaratkan, antara lain:
 SNI 2052: 2017 tentang Baja Tulangan Beton
 SNI 07-0065: 2002 tentang Baja Tulangan Beton Hasil Canai Ulang
 SNI 07-0954: 2005 tentang Baja Tulangan Beton dalam Bentuk Gulungan
dan/atau Perubahannya,
Dengan metode uji mutu menggunakan:
 SNI 8389: 2017 tentang Cara Uji Tarik Logam;
 SNI 0410: 2017 tentang Cara Uji Lengkung Logam; dan
 SNI 8387: 2017 tentang Uji Kekerasan Brinell dan/atau Perubahannya.
Untuk tulangan wiremesh mengacu pada SNI 07-0663-95 tentang Jaringan Kawat
Baja Las untuk Tulangan Beton dan/atau perubahannya.
Untuk kawat beton mengacu pada:
 SNI 1154: 2016 tentang Kawat Baja Tanpa Lapisan Dipilin untuk Konstruksi
Beton;
 SNI 1155: 2016 tentang Kawat Baja Tanpa Lapisan untuk Konstruksi Beton
Pratekan; dan
 SNI 7701: 2016 tentang Kawat Baja Kuens (quench) Temper untuk Konstruksi
Beton Pratekan, dan/atau perubahannya.

2) Ketentuan konstruksi menggunakan material Baja.


Material baja yang digunakan untuk komponen konstruksi dan/atau struktur baja
memenuhi standar dan spesifikasi yang disyaratkan, antara lain sesuai:
 SNI 6764: 2016 tentang Spesifikasi Baja Karbon Struktural;
 SNI 8306: 2016 tentang Spesifikasi Baja Struktural Kekuatan Tinggi dengan
Panduan Rendah Columbium-Vanadium;
 SNI 07-7178: 2006 tentang Baja Profil WF;
 SNI 2610:2011 tentang Baja profil H;
 SNI 07-2054: 2006 tentang Baja Profil Siku Sama Kaki;
 SNI 07-0329: 2005 tentang Baja profil I-Beam;
 SNI 07-0052: 2006 tentang Baja Profil Kanal U;
 SNI 07-2053: 2006 tentang Baja Lembaran Lapis Seng;
 SNI 4096: 2007 tentang Baja Lembaran dan Gulungan Lapis Paduan Aluminium-
Seng (Bj.LAS);
 SNI 07-0601: 2006 tentang Baja Lembaran, Pelat dan Gulungan Canai Panas
(Bj.P); dan
 SNI 07-3567: 2006 tentang Baja Lembaran dan Gulungan Canai Dingin (Bj.D)
 dan/atau perubahannya
Desain perencanaan struktur baja harus mengacu pada:
 SNI 1729: 2020 tentang Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural;
 SNI 7860: 2020 tentang Ketentuan Seismik untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural;
 SNI 7972: 2020 tentang Sambungan Terprakualifikasi untuk Rangka Momen
Khusus dan Menengah Baja pada Aplikasi Seismik; dan
 dan/atau perubahannya dan dalam proses pelaksanaan konstruksinya
mengacu pada SNI 8369:2020 tentang Praktik Baku Bangunan Gedung dan
Jembatan Baja, SNI dan/atau perubahannya.
Dalam hal material baja tidak memenuhi standar dan akan digunakan untuk
komponen struktural harus lolos uji material dan disetujui oleh ahli struktur yang
kompeten.
Rancangan konstruksi baja harus dibuat sesuai dengan ketentuan Desain Faktor
Beban dan Ketahanan (DFBT) atau dengan ketentuan untuk Desain Kekuatan Izin
(DKI) mengikuti SNI 1729: 2020 tentang Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural dan/atau perubahannya.
Konstruksi baja harus dilindungi dari bahaya api agar panas yang ditimbulkan dapat
dihambat, dengan menggunakan material tahan api, seperti: selubung lapisan
beton, panel vermiculite, lapisan vermiculite, dan/atau dicat dengan lapisan tahan
api, sebagaimana terlihat dalam gambar di bawah ini.
Gambar Material Tahan Api pada Konstruksi Baja

3) Ketentuan konstruksi menggunakan material Baja Canai Dingin.


Material baja canai dingin yang digunakan untuk komponen konstruksi dan/atau
struktur harus memenuhi standar dan spesifikasi sesuai SNI 7971: 2013 tentang
Struktur Baja Canai Dingin, dan/atau perubahannya.
Dalam hal material baja canai dingin tidak memenuhi standar, harus bebas dari
cacat dan korosi serta hanya boleh digunakan untuk komponen non-struktural.
Dalam hal material baja canai dingin tidak memenuhi standar dan akan digunakan
untuk komponen struktural harus lolos uji material dan disetujui oleh ahli struktur
yang kompeten.
Struktur yang menggunakan material baja canai dingin beserta komponen-
komponen strukturnya harus didesain terhadap aksi dan kombinasi aksi sesuai
dengan SNI 1727: 2020 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain, dan/atau perubahannya.
Struktur yang menggunakan material baja canai dingin harus didesain agar
mampun menjalankan fungsinya selama usia manfaat yang diharapkan.
Dalam hal pekerjaan baja canai dingin untuk komponen struktural digunakan pada
lingkungan yang korosif, harus diberi perlindungan terhadap korosi, dengan
mempertimbangkan penggunaan struktur, perawatan, iklim ataupun kondisi lokal
lainnya.
Semua sistem sambungan baja canai dingin yang menggunakan las, baut, sekrup,
paku keeling, clinching, paku, lem struktural, atau alat mekanis lainnya, harus
mempertimbangkan kinerja yang dibutuhkan sesuai usia manfaatnya.
b. Standar Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Gedung.
1) Lingkup pelaksanaan konstruksi bangunan gedung.
Lingkup pelaksanaan konstruksi untuk pekerjaan struktur atas yang menggunakan
material baja meliputi pelaksanaan:
a) Struktur rangka atap mengacu pada SNI 7971: 2013 tentang Struktur Baja Canai
Dingin dan/atau perubahannya.
b) Struktur baja mengacu pada:
 SNI 1729: 2020 tentang Spesifikasi untuk Gedung Baja Struktural;
 SNI 6764: 2016 tentang Spesifikasi Baja Karbon Struktural (ASTM
A36/A36M 12 IDT); dan
 SNI 8306: 2016 tentang Spesifikasi Baja Struktural Kekuatan Tinggi dengan
Paduan Rendah Columblum-Vanadium (ASTM A572/ASTM572m-13A, IDT)
dan/atau perubahannya.
Lingkup pelaksanaan konstruksi Bangunan Gedung untuk Pengujian, meliputi:
a) Bahan struktur mengikuti ketentuan peraturan dan SNI.
b) Bahan bangunan dan peralatan:
 memiliki sertifikat pengujian SNI, International Standard Organization -
ISO atau standar internasional (antara lain: American Standard Testing
Material - ASTM, British Standard - BS, Japanese Industrial Standard - JIS,
dan Standar Eropa);
 memiliki sertifikat bebas bahan berbahaya dan beracun (Volatile organic
compound - VOC); dan tidak menggunakan bahan yang dapat merusak
ozon atau berdampak pada efek rumah kaca.
2) Tatacara dan metode pelaksanaan konstruksi Bangunan Gedung.
Tatacara dan metode pelaksanaan konstruksi wajib menggunakan bahan, peralatan
dan perlengkapan yang berstandar nasional Indonesia (SNI) serta wajib mematuhi
ketentuan peraturan perundangan, khususnya di bidang SMKK.
c. Standar Pengawasan Konstruksi Bangunan Gedung.
1) Lingkup pengawasan konstruksi Bangunan Gedung.
a) Pengendalian waktu.
Pengawasan atas pengendalian waktu dilakukan dengan memastikan bahwa
pelaksanaan pekerjaan tidak terlambat atau mengantisipasi kendala dalam
pemenuhan durasi pekerjaan.
b) Pengendalian biaya.
Pengawasan atas pengendalian biaya dilakukan dengan memastikan bahwa
pelaksanaan pekerjaan tidak melebihi batasan anggaran atau mengantisipasi
kendala dalam pembiayaan pekerjaan. Kurva S dapat digunakan untuk
pengendalian waktu dan biaya.
c) Pengendalian pencapaian sasaran fisik (kuantitas dan kualitas).
Pengawasan atas pengendalian pencapaian sasaran fisik dilakukan dengan
memastikan pencapaian sasaran fisik sesuai dengan rencana kemajuan
pekerjaan dan sesuai dengan RKS, serta tidak ada kendala yang
menyebabkan terganggunya capaian kemajuan pekerjaan.
d) Tertib administrasi Bangunan Gedung.
Tertib administrasi Bangunan Gedung dapat mencakup penyiapan atas
standar prosedur operesional berupa:
 SOP persetujuan bahan dan peralatan;
 SOP persetujuan pelaksanaan pekerjaan;
 SOP persetujuan kemajuan pelaksanaan pekerjaan;
 SOP persetujuan pengujian bahan;
 SOP pengajuan pekerjaan tambah/kurang;
 SOP persetujuan penerimaan hasil pekerjaan;
 SOP testing & commissioning; dan
 SOP penyerahan pekerjaan.
2) Tata cara dan metode pengawasan konstruksi Bangunan Gedung.
Pengawasan tahap pelaksanaan konstruksi sampai dengan serah terima pertama
(Provisional Hand Over) pekerjaan konstruksi untuk pekerjaan struktur atas yang
menggunakan struktur baja meliputi pemeriksaan terhadap pekerjaan struktur baja
yang mengacu pada:
 SNI 8461: 2017 tentang Metode Uji Kekerasan Leeb untuk Besi dan Baja, dan
 SNI 8458: 2017 tentang Metode Uji Pengencangan Baut Mutu Tinggi dan/atau
perubahannya.
Pengawasan tahap pemeliharaan pekerjaan konstruksi sampai dengan serah
terima akhir (Final Hand Over) pekerjaan konstruksi, meliputi pemeriksaan
terhadap daftar simak ketidaksesuaian pekerjaan dengan gambar rencana dan
RKS, meliputi:
 penyelesaian pekerjaan yang belum sempurna;
 perbaikan pekerjaan yang rusak; dan
 penyempurnaan pekerjaan yang belum sesuai RKS.
Lampiran 4

Kategori dan Kelas Paparan

Kondisi
Kategori Kelas Sulfat SO42- larut dalam air di Sulfat SO42- larut dalam
tanah, dalam persen massa [1] air, dalam ppm [2]
S0 SO42- < 0,10 SO42- < 150

S1 0,10 ≤ SO42- < 0,20 150 ≤ SO42- < 1500


Sulfat (S) atau air laut
S2 0,20 ≤ SO42- < 2,00 1.500 ≤ SO42- ≤ 10.000
S3 SO42- > 2,00 SO42- > 10.000
W0 Beton kering kondisi layan, Beton kontak dengan air dan
Kontak permeabilitas rendah disyaratkan
dengan Air
(W) W1 Beton kontak dengan air dan permeabilitas rendah
disyaratkan
C0 Beton kering atau terlindungi dari kelembaban
C1 Beton terpapar terhadap kelembaban tetapi tidak
Proteksi
terhadap sumber klorida luar
Korosi
Tulangan C2 Beton terpapar terhadap kelembaban dan sumber
klorida luar dari bahan kimia, garam, air asin, air payau,
atau percikan dari sumber-sumber tersebut.
[1] Persen sulfat dalam massa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM C1580
[2] Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan ASTM D516 atau ASTM D4130
Lampiran 5

Contoh Perhitungan Sampel Minimum Pengujian Beton

Kasus : Pengecoran beton pada suatu proyek dilakukan selama 7 hari dengan
volume 150 m3/ hari dan dilakukan dengan menggunakan truck mixer
berkapasitas 7 m3/ truk. Tentukan jumlah minimum uji silinder yang harus
dibuat untuk memenuhi ketentuan minimum menurut SNI 2847: 2019

Perhitungan : 1. Total volume beton yang dicor selama 7 hari = 7x150 m3 = 1.050 m3;
kapasitas 1 truk = 7m3/ truk.
2. Jumlah truk yang dibutuhkan selama 7 hari adalah = 1.050/7 = 150 truk,
atau 150 truk/ 7 hari = 21.42 = 22 truk/ hari.
3. Volume total 22 truk = 22 truk x 7m3 = 154 m3.
4. Jumlah uji tekan/ hari = 154/110* = 1.40 = 2. Jadi jumlah truk yang harus
diambil benda ujinya paling sedikit adalah 2 truk/ hari.
5. Selama 7 hari pengecoran paling sedikit ada 14 truk yang harus diambil
benda ujinya untuk uji tekan.
6. Dengan demikian, jumlah minimum benda uji silinder yang harus dibuat
untuk proyek tersebut adalah:
a. Minimum 14x2 = 28 silinder berukuran 150mm x 300mm, atau
b. Minimum 14x3 = 42 silinder berukuran 100mm x 200mm.

*Sesuai SNI 2847: 2019: Sampel untuk spesimen uji kekuatan setiap campuran beton
setidaknya sekali untuk setiap 110m3 beton.
Lampiran 6

Contoh Langkah-Langkah Pemeriksaan Bangunan Gedung

1. Pekerjaan Persiapan, antara lain:


Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
1 Direksi Keet, Daftar kuantitas dan Luas dan bahan pembentuk, Lakukan pemeriksaan luasan dan
Gudang Kerja, harga (DKH) meliputi tidak sesuai dengan kontrak bahan pembentuknya kemudian
Pagar Seng luas (m²), kode dan AHSP bandingkan dengan kontrak dan AHSP
Keliling Proyek, analisis, analisis (mempengaruhi output: kuantitas
harga satuan Catatan Penting: dan/atau kualitas).
pekerjaan (AHSP) Pemeriksa perlu
dan jumlah nilai memperhatikan Satuan
pekerjaan Pembayaran di dalam RAB
kontrak. Pengujian dilakukan
berdasarkan Satuan
Pembayaran tersebut.
2 Sewa alat berat DKH, jumlah dan  Alat (ada di dalam item Jika terdapat item pekerjaan sewa alat
(misal crane on spesifikasi alat berat, pekerjaan) tidak disewa yang terpisah, maka pengujian dapat
track, untuk alat jangka waktu sewa, dilakukan dengan cara memeriksa
bantu utama foto dokumentasi  Jumlah alat dan masa sewa dokumen atau konfirmasi kepada
pemasangan pelaksanaan tidak sesuai kontrak penyedia alat berat terkait jumlah unit
rangka baja pekerjaan, laporan alat dan jangka waktu pemakaian alat
gedung) pelaksanaan sampai item pekerjaan yang
pekerjaan menggunakan alat berat tersebut
selesai 100%.

Catatan Penting:
Pemeriksa perlu memperhatikan
Satuan Pembayaran di dalam RAB
kontrak (misalnya apakah Ls atau
sewa per hari). Pengujian dilakukan
berdasarkan Satuan Pembayaran
tersebut.
3 Sewa Scaffolding DKH, jumlah dan  Alat (ada di dalam item Lakukan perhitungan volume ruang dan
spesifikasi pekerjaan) tidak disewa bandingkan dengan volume ruang satu
scaffolding, jangka set scaffolding.
waktu sewa  Jumlah alat dan masa sewa
tidak sesuai kontrak Catatan Penting:
Pemeriksa perlu memperhatikan
Satuan Pembayaran di dalam RAB
kontrak (misalnya apakah Ls atau
sewa per hari). Pengujian dilakukan
berdasarkan Satuan Pembayaran
tersebut.

Contoh Perhitungan Scaffolding:


Umumnya untuk cara menghitung kebutuhan scaffolding pada proyek dibagi 2, yaitu:
a. Cara menghitung untuk balok dan plat lantai
Saat menggunakan scaffolding dalam pembangunan, berikan prioritas dalam pembuatan balok, baru
pembuatan plat lantai. Ukur ketinggian struktur yang akan dibangun sehingga Anda mengetahui jumlah
tingkat scaffolding yang dibutuhkan.
Karena berfungsi sebagai penahan scaffolding,hitung volume ruangan yang berada di bawah bekisting
dak yang akan dicor. Lazimnya ukuran scaffolding adalah 1,8 m (p), 1,2 m (l), dan 1,7 m (t).
Rumus: Volume Ruangan (m3): 3,6 m3 (Volume scaffolding)
Contoh: Volume ruangan (Jumlah panjang x lebar x tinggi ruangan) 100 m3: 3,6 m3 = 27 set
b. Cara menghitung kebutuhan scaffolding untuk pengecatan dinding dan pemasangan batu bata
Scaffolding juga biasa digunakan untuk steger pengecatan dinding atau pemasangan bata. Penghitungan
kebutuhan scaffolding berbeda dengan sebelumnya, yakni dihitung dari ukuran luas (m2). Luas scaffolding
1,8 m (p), dan 1,7 m (t) 3,06 m2 (dibulatkan menjadi 3 m).
Rumus: Luas Dinding (m2): 3 m2 (Luas scaffolding)
Contoh: Luas Dinding (Jumlah panjang x tinggi dinding yang akan dipasang scaffolding) 100 m2: 3 m3 =
33 set
Catatan: Contoh Perhitungan Scaffolding di atas dapat digunakan Pemeriksa, ketika misalnya satuan
pembayaran di dalam RAB Kontrak misalnya jumlah dan spesifikasi scaffolding atau jangka waktu sewa.
Jika satuan pembayaran di dalam RAB Kontrak adalah lumpsum (Ls), maka Pemeriksa lebih tepat jika
menguji keterjadiannya.

2. Pekerjaan Struktur Bawah


Pekerjaan struktur bawah meliputi pondasi, foot plate, kolom pedestal, tie beam/sloof.
Contoh Rincian Contoh Dokumen Contoh
No Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta Masalah
A. Pondasi
1 Pondasi As built drawing, back Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian mutu beton dan besi
setempat/foot up quantity, foto dan berat besi dengan spesifikasi teknis kontrak (apabila telah
plate dokumentasi tidak sesuai terdapat hasil pengujian).
pekerjaan dengan back up b) Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton, besi,
quantity dan bekisting pada back up quantity kemudian
bandingkan dengan foto dokumentasi dan as built
drawing apakah jumlah dan dimensinya telah
sesuai.
c) Lakukan pengukuran dimensi pondasi setempat dan
bandingkan dengan back up data.
d) Jika memungkinkan, uji berat permeter besi untuk
masing-masing diameter dan bandingkan dengan
back up quantity antara lain dengan cara:
1) Hasil pengujian laboratorium yang
mencantumkan data berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang masih ada;
3) Ukur diameter besi (D) terpasang yang masih
terlihat dengan jangka sorong. Berat kg/m =
0,006165 x D2 (untuk diameter besi ulir diukur
pada diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil lab atau hasil
penimbangan besi atau hasil pengukuran diameter
besi telah mewakili pekerjaan pembesian sejenis
yang dipasang pada paket pekerjaan tsb.
2. Pondasi tiang As built drawing, a) Panjang total a) Dapatkan hasil uji mutu beton dari penyedia
pancang backup quantity dan pancang b) Bandingkan data pemancangan (kalendering
quality, kalendering tertanam tidak dengan back up data quantity.
pancang, foto sesuai dengan c) Jika terdapat indikasi ketidaksesuaian panjang
dokumentasi MC tiang pancang tertanam yang signifikan dengan
Contoh Rincian Contoh Dokumen Contoh
No Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta Masalah
pekerjaan, hasil b) Volume back up data quantity lakukan konfirmasi ke
pengujian tanah. pekerjaan produsen tiang pancang.
pemancangan d) Periksa apakah dilakukan pengujian tanah untuk
diperhitungkan mendukung pekerjaan pondasi tiang pancang. Cek
dengan apakah pekerjaan pondasi telah sesuai dengan
kondisi seluruh hasil pengujian tanah.
tiang pancang
tertanam
Catatan Penting:
Pemeriksa perlu memperhatikan Satuan Pembayaran
di dalam kontrak (RAB, pengaturan di dalam
Syarat-Syarat Khusus Kontrak, dan/atau Rencana
Kerja dan Syarat/RKS). Pengujian dilakukan
berdasarkan ketentuan di dalam kontrak tersebut.
3. Sloof/Tie Beam As built drawing, a) Volume a) Bandingkan hasil pengujian mutu beton dan besi
backup quantity dan beton dan dengan spesifikasi teknis kontrak (apabila telah
quality, foto pembesian terdapat hasil pengujian).
dokumentasi tidak sesuai b) Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton,
pekerjaan gambar dan besi, dan bekisting pada back up quantity kemudian
back up. bandingkan dengan foto dokumentasi dan as built
b) Perhitungan drawing apakah jumlah dan dimensinya telah
double sesuai.
pada beton c) Lakukan pengujian apakah perhitungan panjang
kolom, sloof sloof dari as ke as atau panjang bersih (setelah
dan pile cap dikurangkan dengan lebar kolom atau pile cap jika
beririsan. elevasi sloof sejajar dengan pile cap). Jika dari as
ke as, maka koreksi volumenya menjadi panjang
bersih sloof.
6. Lantai kerja, As built drawing, back Lantai kerja dan a) Dapatkan foto pelaksanaan pekerjaan
urugan pasir, di up quantity, foto urugan pasir b) Lakukan klarifikasi jika foto menunjukkan tidak
bawah foot plate dokumentasi tidak dikerjakan dilaksanakan
dan sloof pekerjaan c) Jika dimungkinkan lakukan pengujian untuk
membuktikan bahwa pekerjaan tersebut tidak
dikerjakan.
7. Urugan As built drawing, Volume urugan a) Bandingkan volume di as built drawing dengan back
backup quantity, foto tidak sesuai up data
dokumentasi dengan volume b) Jika diperlukan lakukan pengujian kedalaman
pekerjaan kontrak urugan dengan melakukan test pit/penggalian.
Lakukan kesepakatan jumlah titik test pit yang
mewakili luasan pekerjaan yang diambil dengan
penyedia jasa
c) Lakukan perhitungan volume urugan dari hasil data
test pit dan luasan pekerjaan, jika terdapat selisih
maka dihitung sebagai kurang volume
d) Jika item pekerjaan urugan nilainya material maka
lakukan prosedur alternatif pengujian volume
urugan dengan menggunakan alat bantu seperti
hand bor
e) Jika bahan urugan adalah material pilihan, maka
berdasarkan Spesifikasi Umum 2018 Divisi
3.2.2.3).b) halaman 3-22 spesifikasi material
timbunan pilihan harus, bila diuji sesuai SNI
1744:2012, memenuhi CBR paling sedikit 10%
setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai
Contoh Rincian Contoh Dokumen Contoh
No Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta Masalah
100% kepadatan kering maksimum sesuai SNI
1744:2012.
Lakukan pengujian CBR di laboratorium mekanika
tanah. Jika CBR tidak terpenuhi, hitung selisih
perhitungan dengan material timbunan pilihan.
Catatan Penting:
Pemeriksa perlu memperhatikan Spesifikasi (Syarat-
Syarat Khusus Kontrak, dan/atau Rencana Kerja
dan Syarat/RKS) yang dituangkan di Dalam
Kontrak. Pengujian dilakukan berdasarkan ketentuan
di dalam kontrak tersebut.

3. Pekerjaan Struktur Atas


Contoh Contoh
Contoh
No Rincian Dokumen yang Contoh Langkah Pemeriksaan
Masalah
Pekerjaan Diminta
1. Kolom/ Kolom As built drawing, a) Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian mutu beton dan besi dengan
Pedestal back up quantity, dan spesifikasi teknis kontrak (apabila telah terdapat hasil
back up quality, pembesian pengujian).
foto dokumentasi tidak sesuai b) Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton dan besi
pekerjaan gambar dan pada back up quantity kemudian bandingkan dengan foto
(hardcopy dan back up. dokumentasi dan as built drawing apakah jumlah dan
softcopy) b) Mutu beton dimensinya telah sesuai.
dan besi tidak c) Lakukan pengukuran dimensi kolom dan bandingkan
sesuai dengan back up data. Pastikan dimensi kolom tidak
spesifikasi termasuk ketebalan plesteran dan acian.
c) Perhitungan d) Jika memungkinkan, uji berat per meter besi untuk masing-
double pada masing diameter dan bandingkan dengan back up quantity
beton kolom, antara lain dengan cara:
balok, dan 1) Hasil pengujian laboratorium yang mencantumkan data
pelat yang berat/m’;
beririsan.
2) Timbang sampel besi yang masih ada;
3) Ukur diameter besi (D) terpasang yang masih terlihat
dengan jangka sorong. Berat kg/m = 0,006165 x D2
(untuk diameter besi ulir diukur pada diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil lab atau hasil
penimbangan besi atau hasil pengukuran diameter besi
telah mewakili pekerjaan pemebesian sejenis yang
dipasang pada paket pekerjaan tsb.
e) Jika tidak ditemukan dokumen pengujian mutu beton maka
apabila dimungkinkan lakukan pengujian Non Destructive
test/NDT (bisa hammer test atau Ultrasonic Pulse Velocity
Test).
f) Jika hasil NDT tersebut menyimpang dibawah 0,80 f’c,
maka mintakan pendapat ahli untuk pelaksanaan uji Core
beton inti.
2. Plat Lantai As built drawing, a) Volume beton a) Bandingkan hasil pengujian mutu beton dan besi dengan
back up quantity, dan spesifikasi teknis kontrak (apabila telah terdapat hasil
back up quality, pembesian pengujian).
foto dokumentasi tidak sesuai b) Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton, besi, dan
pekerjaan gambar dan bekisting pada back up quantity kemudian bandingkan
back up.
Contoh Contoh
Contoh
No Rincian Dokumen yang Contoh Langkah Pemeriksaan
Masalah
Pekerjaan Diminta
(hardcopy dan b) Mutu beton dengan foto dokumentasi dan as built drawing apakah
softcopy) dan besi tidak jumlah dan dimensinya telah sesuai.
sesuai c) Lakukan pengujian apakah perhitungan panjang/lebar pelat
spesifikasi dari as ke as atau panjang/lebar bersih (setelah
c) Perhitungan dikurangkan dengan lebar balok yang beririsan). Jika dari
double pada as ke as, maka pertimbangkan koreksi volumenya.
beton plat, d) Lakukan pengukuran panjang dan lebar plat. Pada lokasi
kolom, dan yang masih terlihat (bila ada), ukur ketebalan plat dengan
balok yang sigmat/jangka sorong. Pastikan ketebalan plat yang diukur
beririsan. tidak termasuk screed/rabat beton dan keramik/penutup
lantai.
e) Pada back up quantity, pastikan tidak terdapat perhitungan
ganda/double pada plat, kolom dan balok yang beririsan.
f) Jika memungkinkan, uji berat per meter besi untuk masing-
masing diameter dan bandingkan dengan back up quantity
antara lain dengan cara:
1) Hasil pengujian laboratorium yang mencantumkan
data berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang masih ada;
3) Ukur diameter besi (D) terpasang yang masih terlihat
dengan jangka sorong. Berat kg/m = 0,006165 x D2
(untuk diameter besi ulir diukur pada diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil lab atau hasil
penimbangan besi atau hasil pengukuran diameter besi
telah mewakili pekerjaan pemebesian sejenis yang
dipasang pada paket pekerjaan tsb.
g) Jika tidak ditemukan dokumen pengujian mutu beton maka
apabila dimungkinkan lakukan pengujian Non Destructive
test/NDT (bisa hammer test atau Ultrasonic Pulse Velocity
Test).
h) Jika hasil NDT tersebut menyimpang dibawah 0,80 f’c,
maka mintakan pendapat ahli untuk pelaksanaan uji Core
beton inti.
3 Balok As built drawing, a) Volume a) Bandingkan hasil pengujian mutu beton dan besi dengan
back up quantity, beton dan spesifikasi teknis kontrak (apabila telah terdapat hasil
back up quality, pembesian pengujian).
foto dokumentasi tidak sesuai b) Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton, besi, dan
pekerjaan gambar dan bekisting pada back up quantity kemudian bandingkan
(hardcopy dan back up. dengan foto dokumentasi dan as built drawing apakah
softcopy) b) Mutu beton jumlah dan dimensinya telah sesuai.
dan besi c) Lakukan pengujian apakah perhitungan panjang balok
tidak sesuai dari as ke as atau panjang bersih (setelah dikurangkan
spesifikasi dengan lebar kolom). Jika dari as ke as, maka
c) Perhitungan pertimbangkan koreksi volumenya menjadi panjang
double pada bersih balok.
beton plat, d) Jika perlu, lakukan pengukuran panjang dan tinggi balok.
kolom, Pastikan balok yang diukur tidak termasuk plester dan
balok dan acian/penutup balok.
antar balok e) Uji berat per meter besi seperti pada pelat lantai.
yang
berhimpitan/ f) Pada back up quantity, pastikan tidak terdapat
beririsan. perhitungan ganda/double pada plat, kolom, balok dan
antarbalok yang beririsan.
Contoh Contoh
Contoh
No Rincian Dokumen yang Contoh Langkah Pemeriksaan
Masalah
Pekerjaan Diminta
g) Jika tidak ditemukan dokumen pengujian mutu beton
maka apabila dimungkinkan lakukan pengujian Non
Destructive test/NDT (bisa hammer test atau Ultrasonic
Pulse Velocity Test).
h) Jika hasil NDT tersebut menyimpang dibawah 0,80 f’c
maka mintakan pendapat ahli untuk pelaksanaan uji Core
beton inti.
4 Rangka atap a) Kontrak dan a) Dimensi / a) Pelajari terlebih dahulu dokumen yang didapatkan.
perubahannya Ukuran Baja b) Pelajari RAB dan bandingkan dengan as built drawing
(Hard Copy) yang untuk melihat kesesuaian item pembayaran
b) RAB (Hard dipasang c) Contoh: di RAB terdapat Item Gording Canal (C 100 x
copy dan Soft lebih kecil dari 50 x 5 x 7,5) lalu cek pada Gambar di posisi mana Item
Copy Ms kontrak tersebut dipasang
Excell) b) Volume yang d) Pelajari back up data quantity untuk melihat cara
c) Back Up terpasang penyedia jasa menyajikan perhitungan volumenya.
Kuantitas (Hard tidak sesuai Contoh BQ RAB dan As Built Drawing
copy dan Soft gambar dan
Copy Ms back up.
Excell)
d) Shop
Drawing/Asbuilt
Drawing (Hard
copy dan Soft
Copy Auto
Cad)
e) Foto Pekerjaan
(Hard copy dan
Soft Copy
JPEG)

e) Dapatkan sertifikat danTabel Baja (Katalog) dari pabrikan


baja dari PPK, Konsultan Pengawas atau Penyedia Jasa.
Jika tidak didapatkan maka gunakan tabel baja profil yang
disepakati.
f) Lakukan Pemeriksaan Fisik dan Analisis Perhitungan
dengan menggunakan Aplikasi Auto Cad (oleh pemeriksa
atau dengan bantuan Konsultan Pengawas atau
Penyedia Jasa melakukan presentasi/memberikan
penjelasan terkait peritungan tersebut) atau perhitungan
manual berdasarkan as built drawing.
Contoh Contoh
Contoh
No Rincian Dokumen yang Contoh Langkah Pemeriksaan
Masalah
Pekerjaan Diminta
Uji kekesuaian dimensi Gording Canal (C 100 x 50 x 5 x
7,5) dengan menggunakan Jangka

Sorong/Sigmat/Micrometer screw.
- Jika tidak dimungkinkan menghitung panjang secara
langsung di lapangan, kontrol pengukuran panjang
gording dengan melihat gambar atau dengan Aplikasi
AutoCad.
- Jika memungkinkan dapatkan sampel profil, ditimbang
untuk mengetahui berat aktual kg/m’
- Tuangkan hasil pemeriksaan fisik dalam Berita Acara
pemeriksaan
- Contoh didapatkan Hasil Cek Fisik :

A = 75
B = 40
T1 = 5
T2 = 7

- Jika terdapat perbedaan jenis Gording yang dipakai


misal di dalam kontrak seharusnya C 100 x 50 x 5 x
7,5 tetapi di lapangan yang terpasang C 75 x 40 x 5 x 7,
minta Konsultan Perencana atau Penyedia Jasa
mendatangkan ahli untuk menghitung keamanan
struktur. Bila dinyatakan aman, selisih bisa dihitung
sebagai kekurangan volume. Jika pendapat ahli
menyatakan tidak aman, maka pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.
g) Hitung ulang volume (back up quantity) berdasarkan data
hasil cek fisik, sesuaikan penggunaan koefisien baja
sesuai hasil cek fisik.

4. Pekerjaan Non Struktur/Arsitektural


Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
1 Pekerjaan As built drawing, a) Volume penutup lantai a) Lakukan perhitungan luasan bersih penutup
penutup lantai backup quantity dan tidak sesuai gambar lantai (setelah dikurangi dengan irisan
dan pekerjaan quality, foto dan back up dinding, kolom, void, dll)
keramik dokumentasi b) Spesifikasi penutup b) Dapatkan faktur/bukti pembelian material
pekerjaan lantai terpasang tidak penutup lantai dan bandingkan dengan
Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
sesuai dengan spesifikasi dan harga dalam kontrak untuk
spesifikasi di kontrak membandingkan kesetaraan harga.
c) Pada lantai dasar, tidak c) Lakukan klarifikasi jika foto menunjukkan
terdapat pasir urug, tidak terdapat pasir urug di atas tanah dasar
spesi/mortar langsung atau di atas plat beton
di atas tanah biasa d) Jika diperlukan lakukan pengujian dengan
kemudian terdapat membongkar lantai keramik pada titik yang
spesi untuk disepakati
merekatkan ubin.
d) Pada lantai-lantai
bangunan bertingkat, di
atas pelat beton tidak
diberi lapisan pasir ± 5
cm, kemudian spesi
untuk perekat ubin
2 Pekerjaan dinding As built drawing, back a) Jendela, pintu, kusen, a) Cek perhitungan di back up data quantity
(bata biasa) up quantity dan ventilasi, pasangan apakah pekerjaan jendela, pintu, kusen,
quality, foto glass block tidak ventilasi, void, pasangan glass block sudah
dokumentasi dijadikan pengurang dijadikan pengurang pekerjaan dinding bata
pekerjaan volume pekerjaan biasa
dinding bata biasa b) Lakukan penghitungan ulang volume
b) Volume Pekerjaan pekerjaan dinding bata biasa dan luasan
dinding bata biasa tidak (m2) pekerjaan jendela, pintu, kusen,
sesuai gambar dan ventilasi, void, pasangan glass block
back up. sebagai pengurang volume pekerjaan
c) Perhitungan double dinding bata.
pada pertemuan plat, c) Teliti apakah terdapat bidang beririsan pada
kolom, kolom praktis, pertemuan plat, kolom, kolom praktis, balok
balok dan antar balok dan antar balok yang beririsan dengan
yang beririsan dengan lokasi pekerjaan dinding bata biasa dan
lokasi pekerjaan bandingkan dengan as built drawing dan
dinding bata biasa back up data quantity
3 Pekerjaan dinding As built drawing, poto a) Koefisien per m2 pada a) Dimensi bata ringan adalah lebar 20 cm,
(bata ringan) pelaksanaan analisa harga satuan panjang 60 cm dengan ketebalan bervariasi
pekerjaan, back up lebih besar dibanding mulai 7,5 s.d. 20 cm. Jadi untuk per m2
quantity, brosur yang terpasang di pekerjaan dinding (bata ringan) seharusnya
(hardcopy dan lapangan berjumlah kisaran (1 m3 / (0,2 m x 0,6 m))
softcopy) b) Mutu bata ringan tidak atau 8,33 biji
sesuai spesifikasi b) Uji foto pelaksanaan atau faktur pembelian
c) Volume Pekerjaan atau sisa material, pastikan material untuk
dinding (bata ringan) membandingkan merk/logo yang tertera di
tidak sesuai gambar bata ringan dengan yang disyaratkan di
dan back up. spesifikasi teknis (brosur penawaran).
d) Perhitungan double c) Pelajari dan uji cara perhitungan volume
pada pertemuan plat, pekerjaan dinding (bata ringan) pada back
kolom, balok dan antar up quantity, kemudian lakukan pengujian
balok yang beririsan fisik.
dengan lokasi d) Pada back up quantity, pastikan tidak
pekerjaan dinding (bata terdapat perhitungan double pada
ringan). pertemuan kolom dan balok yang beririsan
dengan lokasi pekerjaan dinding (bata
ringan). Pastikan juga bahwa volume
pasangan bata telah dikurangi lubang pintu
dan jendela.
Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
4 Pekerjaan pintu As built drawing, back a) Volume pintu & jendela, a) Perhatikan satuan pembayaran pekerjaan
dan jendela up quantity, brosur kusen dan daun pintu pintu dan jendela (buah, m’, m2 atau m3)
(hardcopy dan tidak sesuai gambar b) Bandingkan kualitas bahan kusen, daun
softcopy) dan back up. pintu/jendela, dan asesorisnya dengan
b) Mutu bahan dan brosur dan spesifikasi teknis kontrak.
ketebalan aluminium c) Pelajari dan uji cara perhitungan volume
serta daun pintu tidak pintu dan jendela pada back up quantity
sesuai spesifikasi. kemudian bandingkan dengan as built
c) Asesoris pintu dan drawing apakah jumlah dan dimensinya
jendela tidak lengkap. telah sesuai. Jika tidak sesuai, maka
dilakukan perhitungan selisih secara
proporsional dan disepakati bersama.
d) Lakukan pengukuran dimensi panjang dan
tinggi untuk masing-masing tipe pintu dan
jendela dan hitung jumlahnya. Jika tidak
sesuai, maka dilakukan perhitungan selisih
secara proporsional dan disepakati
bersama.
e) Lakukan penghitungan jumlah pengunci
dan penggantung pada masing-masing tipe
(jendela, pintu), bandingkan dengan analisa
pekerjaan/ spesifikasi teknisnya.
5 Plesteran dan As built drawing, a) Ketebalan plesteran a) Pelajari ketebalan plesteran dan acian yang
acian backup quantity dan tidak sesuai dengan disyaratkan dalam spesifikasi teknis
quality, foto rencana ketebalan kemudian bandingkan dengan hasil
dokumentasi plesteran, umumnya pengujian ketebalan di lapangan dengan
pekerjaan antara 1,5 s.d. 3 cm titik pengujian yang disepakati
b) Terdapat luasan b) Jika terdapat selisih ketebalan maka
pekerjaan plesteran dilakukan perhitungan selisih secara
dan acian (terutama proporsional dan disepakati bersama.
dinding di atas elevasi c) Pelajari foto pelaksanaan kegiatan
plafon, plint, dan terhadap pekerjaan plesteran di atas plafon,
penutup dinding) yang luasan plint, dan luasan penutup dinding.
tidak dikerjakan Jika terdapat indikasi pekerjaan plesteran
acian tersebut tidak dikerjakan maka
lakukan pengujian fisik.
d) Jika terdapat kekurangan luasan terpasang
maka hitung selisih dan jadikan catatan
pemeriksaan.
6 Pekerjaan RAB, Back Up Data, a) Luasan tidak sesuai a) Pelajari back up data quantity yang menjadi
pengecatan Gambar As Built. dengan volume kontrak dasar pengajuan pembayaran atas
b) Pekerjaan pengecatan pekerjaan
tidak dilakukan b) Bandingkan luasan pengecatan dengan
sebanyak lapisan luasan pekerjaan acian. Jika terdapat
pengecatan yang selisih, pastikan penyebab selisih tersebut
dipersyaratkan dengan pemeriksaan fisik. Jika selisih
c) Cat mengelupas, tersebut tidak dapat dijelaskan maka
terlihat basah, dan jadikan catatan pemeriksaan.
berjamur. c) Luasan permukaan cat yang mengelupas,
d) Penggunaan cat terlihat basah, dan berjamur sebagai
interior untuk eksterior kekurangan volume pekerjaan.
d) Jika secara kasat mata dan perabaan
permukaan, Pemeriksa menduga kualitas
cat adalah buruk maka Pemeriksa dapat
melakukan prosedur alternatif dengan
Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
meminta bukti surat jalan pengiriman cat,
wawancara dengan orang yang
kemungkinan selalu berada di sekitar lokasi
pekerjaan, mencari bekas packaging cat,
konfirmasi dengan toko atau penjual cat
untuk dicocokan dengan spesifikasi cat
yang disyaratkan dalam kontrak dan bila
berbeda Pemeriksa harus dapat
memperoleh dokumentasi pengakuan dari
rekanan. Jika telah dilakukan konfirmasi
kesetaraan harga atas cat yang digunakan,
maka lakukan perhitungan penyesuaian
harga atau pekerjaan tersebut tidak dapat
diterima.
e) Jika ditemukan penggunaan cat interior
untuk eksterior maka lakukan penyesuaian
harga.
7 Pekerjaan plafon RAB, Back Up Data, a) Pekerjaan plafon tidak a) Pelajari back up data quantity yang menjadi
As Built Drawing. sesuai spesifikasi dasar pengajuan pembayaran atas
teknis pekerjaan
b) Luasan plafon tidak b) Pengecekan fisik dilakukan dengan
sesuai dengan volume mengukur luas penampang plafon baik
kontrak dalam ruangan maupun yang berada diluar
gedung (oversteak) yang dinyatakan telah
dipasang sesuai as built drawing dan back
up data quantity. Luas pekerjaan plafon
dalam ruangan dapat diukur bersamaan
dengan pemeriksaan luas lantai, namun
harus memperhatikan juga bila terdapat
pekerjaan oversteak di luar gedung,
pemasangan vertikal drop (variasi plafon),
dan void.
c) Jika terdapat ketidaksesuaian penawaran
dengan pekerjaan yang terlaksana atas
bahan rangka dan ketebalan plafon, maka
lakukan perhitungan penyesuaian harga
atau pekerjaan tersebut tidak dapat
diterima.

5. Pekerjaan Mekanikal, Elektrikal, dan Plumbing


Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
1 Instalasi listrik As built drawing, a) Penggunaan a) Perhatikan satuan pembayaran pekerjaan
backup data quantity, bahan instalasi listrik (buah, titik, atau m’)
RAB kontrak, pembentuk b) Pelajari back up data quantity dan as built
metodologi (kabel dan drawing gambar rencana denah instalasi listrik
pelaksanaan assesoris berdasarkan satuan pembayaran (titik atau m’)
pekerjaan di kontrak, kelengkapan) dengan cara menelusuri jalur stop kontak dan
AHSP, foto tidak sebesar saklar. Pastikan tidak terdapat pembayaran
dokumentasi volume yang ganda untuk item pekerjaan yang merupakan
pekerjaan. ditawarkan satu kesatuan pekerjaan seperti (pekerjaan
b) Jenis material instalasi titik lampu dan saklar dihitung menjadi
kabel dan dua pekerjaan terpisah).
aksesoris tidak
Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
sesuai dengan c) Periksa apakah material jenis kabel (NYY, NYM,
jenis kabel yang dll) dan assesoris (pipa PVC kabel, isolatip, dll)
dipersyaratkan yang digunakan sesuai dengan yang ditawarkan
dalam kontrak dalam kontrak, jenis kabel yang dipergunakan
dapat dilihat pada kulit kabel.
d) Jika terdapat ketidaksesuaian Jenis material
kabel dan aksesoris dan telah dilakukan
konfirmasi kesetaraan harga atas item pekerjaan
tersebut, maka lakukan perhitungan penyesuaian
harga atau pekerjaan tersebut tidak dapat
diterima.
2 Plumbing/ As built drawing, back a) Penggunaan a) Pastikan panjang instalasi sesuai denah gambar
Pemipaan up data quantity, RAB bahan dalam as built drawing dan penggunaan
kontrak, metodologi pembentuk (pipa aksesoris plumbing benar telah dipergunakan
pelaksanaan dan aksesoris sesuai back up data quantity dan volume kontrak
pekerjaan di kontrak, kelengkapan) b) Periksa apakah material jenis pipa dan ukuran
AHSP, foto tidak sebesar pipa yang dipergunakan sesuai dengan yang
dokumentasi volume yang ditawarkan dalam kontrak, jenis dan ukuran pipa
pekerjaan, hasil test ditawarkan dapat dilihat dalam AHSP dan metodologi
commissioning. b) Jenis material pelaksanaan pekerjaan di kontrak.
pipa dan c) Jika terdapat ketidaksesuaian jenis material pipa
assesoris tidak dan aksesoris dan telah dilakukan konfirmasi
sesuai dengan kesetaraan harga atas item pekerjaan tersebut,
jenis pipa yang maka lakukan perhitungan penyesuaian harga
dipersyaratkan atau pekerjaan tersebut tidak dapat diterima.
dalam kontrak d) Periksa apakah dilakukan test commissioning
untuk memastikan hasil pekerjaan. Cek apakah
hasil test commissioning sudah sesuai dengan
standar yang ditentukan.
3 Instalasi tata As built drawing, back a) Jumlah unit AC a) Dapatkan gambar denah instalasi AC baik AC
udara up data quantity, RAB terpasang tidak sentral ataupun AC tunggal (Cassete/dinding)
kontrak, metodologi sesuai dengan dan bandingkan jumlahnya dengan volume AC
pelaksanaan volume dalam dalam kontrak.
pekerjaan di kontrak, kontrak b) Untuk item aksesoris yang dibuat terpisah seperti
AHSP, foto b) Penggunaan Air pemipaan, kabel dan breket AC yang dibuat
dokumentasi Conditioner (AC) terpisah dalam RAB, pastikan volume pipa, kabel
pekerjaan tidak sesuai dan breket telah sesuai dengan penggunaan di
Paard Kracht lapangan. Jika terdapat selisih maka hitung
(PK) yang sebagai kekurangan volume.
ditentukan c) Jika kontrak menyebut spesifikasi dan merk
c) Penggunaan maka lakukan pemeriksaan atas kedua kriteria
instalasi kabel tersebut. Jika terdapat ketidaksesuaian dan telah
dan Aksesoris dilakukan konfirmasi kesetaraan harga atas item
kelengkapan AC pekerjaan tersebut, maka lakukan perhitungan
(seperti penyesuaian harga atau pekerjaan tersebut tidak
breket/dudukan dapat diterima.
AC dan pipa AC)
tidak sesuai
volume kontrak
d) Penggunaan
merk AC tidak
sama dengan
yang ditentukan
dalam kontrak
Contoh Rincian Contoh Dokumen
No Contoh Masalah Contoh Langkah Pemeriksaan
Pekerjaan yang Diminta
4 Instalasi tata As built drawing, back a) Volume instalasi a) Perhatikan satuan pembayaran pekerjaan
suara up data quantity, RAB dan aksesoris instalasi tata suara
kontrak, metodologi tata suara tidak b) Dapatkan gambar denah instalasi tata suara dan
pelaksanaan sesuai kontrak bandingkan jumlahnya dengan volume instalasi
pekerjaan di kontrak, b) Penggunaan tata suara dalam kontrak.
AHSP, foto merk speaker c) Untuk item aksesoris yang dibuat terpisah dalam
dokumentasi tidak sama kontrak, pastikan volume antara lain microphone,
pekerjaan dengan yang mixer panel control, kabel dan penggantung
ditentukan (support and hanger) telah sesuai dengan yang
dalam kontrak terpasang di lapangan. Jika terdapat selisih maka
hitung sebagai kekurangan volume.
d) Jika kontrak menyebut spesifikasi dan merk
maka lakukan pemeriksaan atas kedua kriteria
tersebut. Jika terdapat ketidaksesuaian dan telah
dilakukan konfirmasi kesetaraan harga atas item
pekerjaan tersebut, maka lakukan perhitungan
penyesuaian harga atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.
5 Instalasi data As built drawing, back a) Volume instalasi a) Perhatikan satuan pembayaran pekerjaan
(telekomunikasi, up data quantity, RAB dan aksesoris instalasi data (telekomunikasi, dan internet),
dan internet), kontrak, metodologi data CCTV.
CCTV. pelaksanaan (telekomunikasi, b) Dapatkan gambar denah Instalasi data
pekerjaan di kontrak, dan internet), (telekomunikasi, dan internet), CCTV dan
AHSP, foto CCTV tidak bandingkan jumlahnya dengan volume Instalasi
dokumentasi sesuai kontrak data (telekomunikasi, dan internet), CCTV dalam
pekerjaan b) Penggunaan kontrak.
merk alat tidak c) Untuk item aksesoris yang dibuat terpisah dalam
sama dengan kontrak, pastikan volume antara lain:
yang ditentukan pekerjaan telekomunikasi (PABX dan unit
dalam kontrak telephone), pekerjaan internet (wifi router, switch
hub, outlet data/connector, kabel UTP), dan
pekerjaan CCTV (kamera dome, armatur, pipa
conduit, dan kabel coaxial) telah sesuai dengan
yang terpasang di lapangan. Jika terdapat selisih
maka hitung sebagai kekurangan volume.
d) Jika kontrak menyebut spesifikasi dan merk
maka lakukan pemeriksaan atas kedua kriteria
tersebut. Jika terdapat ketidaksesuaian dan telah
dilakukan konfirmasi kesetaraan harga atas item
pekerjaan tersebut, maka lakukan perhitungan
penyesuaian harga atau pekerjaan tersebut tidak
dapat diterima.
Lampiran 7

Contoh Perhitungan Dengan Hammer Test

Pada TA 2018, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten ABC melakukan pembangunan gedung
perkantoran. Salah satu pekerjaan utama merupakan pekerjaan beton. Nilai kuat tekan beton
rencana fc’ adalah 25 MPa. Untuk menguji mutu pekerjaan beton tersebut, dilakukan
pengujian fisik dengan menggunakan hammer test dengan hasil sebagai berikut:

a. Dilakukan pengujian pada 30 lokasi bidang uji dan terdapat beberapa pembacaan nilai
lenting yang berbeda sehingga tidak diperhitungkan. Hasil pembacaan adalah kuat
lenting (R) yang kemudian dihitung R rata-rata

Nilai Lenting (R) Pengujian Ke- R


Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
1 33 33 33 33 33 32 33 32 33 32 33
2 31 28 31 30 32 31 28 30 31 28 30
3 22 28 34 26 28 26 28 32 32 32 29
4 22 22 22 20 20 22 22 22 23 28 22
5 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
6 22 20 22 20 20 20 22 20 20 22 21
7 22 22 22 20 20 20 20 22 22 23 21
8 23 25 22 22 22 22 23 23 22 25 23
9 28 25 22 28 25 25 28 28 28 30 27
10 28 28 28 30 28 28 32 25 25 34 29
11 28 25 25 25 28 22 22 23 23 23 24
12 28 25 25 25 23 25 25 25 25 25
13 25 26 25 25 23 20 25 25 24
14 28 23 30 25 28 28 28 28 28 25 27
15 23 22 23 22 22 23 22 23 22 22 22
16 22 22 22 22 20 22 20 22 22 20 21
17 25 28 30 28 28 28 28 30 28 30 28
18 28 28 40 40 36 38 36 36 28 34
19 20 23 22 22 25 22 23 20 22 25 22
20 28 32 28 28 28 32 30 26 32 28 29
21 28 30 26 25 28 25 25 25 25 25 26
22 28 26 28 30 26 26 28 26 28 26 27
23 32 32 35 32 35 32 30 34 34 30 33
24 22 22 22 25 22 22 25 25 20 22 23
25 25 22 25 22 25 22 22 22 22 22 23
26 28 35 28 28 28 30 30 28 28 26 29
27 38 38 34 40 38 38 38 35 35 36 37
28 28 28 25 26 30 28 35 30 28 32 29
29 25 25 32 28 25 25 28 26 28 30 27
30 23 25 23 25 25 23 25 25 23 25 24
b. Setelah diperoleh R Rata-rata, untuk kemudian dilakukan koreksi alat dan koreksi arah
pukulan, sehingga diperoleh R rata-rata terkoreksi. Kemudian konversi R rata-rata
terkoreksi menjadi nilai kuat tekan dengan mempergunakan tabel rebound (tabel
rebound yang digunakan disesuai dengan tipe palu beton yang dipergunakan).
Berdasarkan tabel perhitungan di bawah, diperoleh nilai kuat tekan rata-rata adalah
362,07 kg/cm.
R Rata-
R Angka Kuat
Rata Koreksi Non R Rata-Rata
Lokasi Rata- Koreksi Tekan Mpa
Koreksi Horizontal Terkoreksi
rata Alat (σ)
Alat
(1) (3) (4) (5=3x4) (6) (7=5+6) (8)
1 33 1.132 37.02 2.76 39.78 489.60
2 30 1.132 33.96 2.89 36.85 428.40
3 29 1.132 32.60 2.95 35.55 408.00
4 22 1.132 25.24 3.22 28.46 285.60
5 20 1.132 22.64 3.31 25.95 244.80
6 21 1.132 23.55 3.28 26.83 244.80
7 21 1.132 24.11 3.26 27.37 271.32
8 23 1.132 25.92 3.2 29.12 290.70
9 27 1.132 30.22 3.04 33.26 387.60
10 29 1.132 32.38 2.96 35.34 348.84
11 24 1.132 27.62 3.14 30.76 322.32
12 25 1.132 28.43 3.11 31.54 336.60
13 24 1.132 27.45 3.14 30.59 316.20
14 27 1.132 30.68 3.02 33.70 377.40
15 22 1.132 25.36 3.22 28.58 285.60
16 21 1.132 24.22 3.26 27.48 273.36
17 28 1.132 32.04 2.97 35.01 397.80
18 34 1.132 38.99 2.67 41.66 591.60
19 22 1.132 25.36 3.22 28.58 285.60
20 29 1.132 33.05 2.93 35.98 408.00
21 26 1.132 29.66 3.06 32.72 357.00
22 27 1.132 30.79 3.02 33.81 371.28
23 33 1.132 36.90 2.76 39.66 489.60
24 23 1.132 25.70 3.21 28.91 285.50
25 23 1.132 25.92 3.2 29.12 293.76
26 29 1.132 32.71 2.94 35.65 401.88
27 37 1.132 41.88 2.54 44.42 571.20
28 29 1.132 32.83 2.94 35.77 405.95
29 27 1.132 30.79 3.02 33.81 371.28
30 24 1.132 27.39 3.15 30.54 320.28
Kuat Tekan Rata-rata 362,07
c. Hitung simpangan baku (standard deviation) atas kuat tekan rata-rata

Keterangan:
σ i = Kuat tekan pada STA i,
σ av = rata-rata kuat tekan
n = jumlah sampel
Perhitungan standar deviasi juga dapat dilakukan dengan mempergunakan rumus excel
(stddev) sehingga diperoleh nilai standar deviasi sebesar 88,37.
d. Hitung kuat tekan beton kubus (K) berdasarkan hammer test
Kuat tekan beton kubus (K) = σ av – (SD x 1,645)
= 362,07– (88,37 x 1,645)
= 216,69
e. Hitung kuat tekan benda uji silinder (fc’) berdasarkan nilai hitung kuat tekan beton kubus
(K)
Kuat tekan benda uji silinder (fc’) = (0,83 x K) /10
= (0,83 x 216,69)/10
= 17,986 MPa
f. Selanjutnya hitung nilai dari 80% kuat tekan beton rencana (kontrak). Dalam kasus ini
diketahui bahwa nilai kuat tekan beton rencana adalah sebesar 25 MPa, sehingga:
80% 𝑥 25 𝑀𝑃𝑎 = 20 𝑀𝑃𝑎
g. Hasil perhitungan hammer test menunjukkan bahwa fc’ hasil hammer test sebesar
17,986 Mpa, dimana nilai tersebut lebih kecil dari 80% kuat tekan beton rencana sebesar
20 MPa. Sehingga disarankan pengujian lebih lanjut berupa pengambilan benda uji inti
(core drill) oleh Tenaga Ahli.
Lampiran 8
Rincian Perhitungan Kurang Volume Pekerjaan Pembesian

Keterangan:
KL 19/19 = kolom 19 x 19 cm
KL 15/15 = kolom 15 x 15 cm
RB 15/15 = Ring Balok 15 x 15 cm
RB 20/25 = Ring Balok 20 x 25 cm
SL 15/15 = Sloof 15 x 15 cm
SL 20/25 = Sloof 20 x 25 cm
Lampiran 9

Pasangan Dinding Mihrab Kiri Kanan


Perhitungan Volume
NO Uraian Gambar / di sket
Pilar Muka Panjang Lebar Tinggi m2
I Pasangan Dinding Mihrab Kiri Kanan

1 Kaligrafi

(4,2 X 4,8) X 2 Muka 2 4,2 4,8 40,32

2 Mihrab

(0,12 x 22,78) x 2 Muka 2 1,2 11,39 27,34

(0,7 x 4,2) x 2 Muka 2 0,7 4,2 5,88

(0,6 x 5,4) x 2 Muka 2 0,6 5,4 6,48

(2,4 x 10,4) x 2 Muka 2 2,4 5,4 25,92

(2,4 x 11,98) x 2 Muka 2 2,4 5,99 28,75

(5,4 x 1,5) 1 5,4 1,5 8,10

3 Pilar

(3,14 x 0,4 x 5,4) x 2 Muka 3,14 2 0,4 5,4 13,56


Perhitungan Volume
NO Uraian Gambar / di sket
Pilar Muka Panjang Lebar Tinggi m2

4 ACP
ACP Atas
(4,2 x 4,09) x 2 Muka 2 4,2 4,09 34,36
ACP Bawah
(4,2 x 1,5) x 2 Muka
2 4,2 1,5 12,60

Jumlah Total 203,31

Volume Volume Kelebihan


No Item Pekerjaan Harga Satuan Selisih
Kontrak/CCO Pemeriksaan Pembayaran
1 Pasangan Dinding Mihrab 775.000,00 225,00 203,31 21,69 16.809.750,00
Kekurangan Volume Pekerjaan Pasangan Dinding Mihrab 16.809.750,00
Lampiran 10

PASANGAN RUANG IMAM


Perhitungan Volume
NO Uraian Gambar / di sket
Pilar Muka Panjang Lebar Tinggi m2
I Pasangan Ruang Imam

1 Lingkar Dalam
(10,2 x 4,1) 10,2 4,1 41,82
2 Lingkar Luar
(10,2 x 4,1) 10,2 4,1 41,82
3 Lingkar Atas
(10,2 x 2) 10,2 2 20,40
4 Mihrab Ruang Imam
(1,2 x 5,99) x 2 Muka 2 1,2 5,99 14,38
1/2 x (4,5 x 2) 1 4,5 2 9,00
(5,4 x 2) 5,4 2 10,80
(3,14 x 0,2 x 5,4) x 2 Muka 2 0,2 5,4 6,78

Jumlah Total Ruang Imam 145,00


Volume Volume Kelebihan
No Item Pekerjaan Harga Satuan Selisih
Kontrak/CCO Pemeriksaan Pembayaran
1 Pasangan Ruang Imam 732.000,00 286,38 145,00 141,38 103.490.160,00
Kekurangan Volume Pekerjaan Pasangan Ruang Imam 103.490.160,00
Lampiran 11

PASANGAN KACA PATRI


Perhitungan Volume
NO Uraian Gambar / di sket Balok
Pilar Muka Panjang Lebar Tinggi m2
Pas. Kacapatri Bawah
1 Kubah

24 1,80 2,30 99,36

24 1,80 0,3 12,96

0,30

2,3

1,80

Jumlah Total 112,32

Volume Volume Kelebihan


No Item Pekerjaan Harga Satuan Selisih
Kontrak/CCO Pemeriksaan Pembayaran
Pas. Kacapatri Bawah
1 1.250.000,00 114,40 112,32 2,08 2.600.000,00
Kubah
Kekurangan Volume Pekerjaan Pasangan Ruang Imam 2.600.000,00
Lampiran 12

PASANGAN LANTAI GRANITO TANGGA UTAMA


Volume
No Uraian Gambar / di sket Bagian
Panjang Lebar Jumlah m2
I Pas. Lantai Granito 60 x 60 Tangga Utama Depan Masjid
1 10,90 0,29 3,16
2 10,90 0,30 3,27
3 10,90 0,29 3,16
4 10,90 0,30 3,27
5 10,90 0,29 3,16
6 10,90 0,32 3,49
7 10,90 0,29 3,16
8 10,90 0,26 2,83
9 10,90 0,28 3,05
Bordes 10,90 3,16 34,44
JUMLAH 1 62,99

Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2

1 10,90 0,28 3,05


2 10,90 0,29 3,16
3 10,90 0,29 3,16
4 10,90 0,29 3,16
5 10,90 0,29 3,16
6 10,90 0,29 3,16
7 10,90 0,29 3,16
Bordes 10,90 2,67 29,10
JUMLAH 2 51,11
Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2

1 10,90 0,29 3,16


2 10,90 0,30 3,27
3 10,90 0,29 3,16
4 10,90 0,30 3,27
5 10,90 0,29 3,16
6 10,90 0,32 3,49
7 10,90 0,29 3,16
8 10,90 0,26 2,83
9 10,90 0,28 3,05
Bordes 10,90 6,20 67,58
JUMLAH 3 96,13

Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2

1 9,00 0,30 2,70


2 9,00 0,30 2,70
3 9,00 0,30 2,70
4 9,00 0,29 2,61
5 9,00 0,29 2,61
Bordes 3,40 6,30 21,42
2,50 4,05 10,13
JUMLAH 4 44,87
JUMLAH (1 s.d. 4) 255,10
JUMLAH (Kiri dan Kanan) 510,20

Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2
Lantai 1 86,00 0,19 16,34
Lantai 2 mezanin 66,00 0,17 11,22
JUMLAH 5 27,56
Volume
NO Urain Gambar / di sket Bagian
Panjang Lebar Jumlah m2
I Tangga kiri masjid
1 1,73 0,19 0,33
2 1,73 0,20 0,35
3 1,73 0,19 0,33
4 1,73 0,18 0,31
5 1,73 0,20 0,35
6 1,73 0,20 0,35
7 1,73 0,19 0,33

Bordes 1,73 3,60 6,23


JUMLAH 6 8,58

1 1,70 0,18 0,31


2 1,70 0,19 0,32
3 1,70 0,19 0,32
4 1,70 0,19 0,32
5 1,70 0,19 0,32
6 1,70 0,20 0,34
Bordes 1,70 3,60 6,12
JUMLAH 7 8,05

1 2,40 0,18 0,43


2 2,40 0,18 0,43
3 2,40 0,18 0,43
4 2,40 0,18 0,43
5 2,40 0,19 0,46
JUMLAH 8 2,18
Volume
NO Urain Gambar / di sket Bagian
Panjang Lebar Jumlah m2
I Tangga kanan masjid
1 1,73 0,19 0,33
2 1,73 0,20 0,35
3 1,73 0,19 0,33
4 1,73 0,18 0,31
5 1,73 0,20 0,35
6 1,73 0,20 0,35
7 1,73 0,19 0,33

Bordes 1,73 3,60 6,23


JUMLAH 9 8,58

1 1,70 0,18 0,31


2 1,70 0,19 0,32
3 1,70 0,19 0,32
4 1,70 0,19 0,32
5 1,70 0,19 0,32
6 1,70 0,20 0,34
Bordes 1,70 3,60 6,12
JUMLAH 10 8,05

1 2,40 0,18 0,43


2 2,40 0,18 0,43
3 2,40 0,18 0,43
4 2,40 0,18 0,43
5 2,40 0,19 0,46
JUMLAH 11 2,18
JUMLAH (5 s.d. 11) 65,18
JUMLAH TOTAL 575,38
Lampiran 13

Pasangan Lantai Granito


Perhitungan Volume
No Uraian Gambar / di sket Trap Anak
m2
Tangga Panjang Lebar Tinggi
II Pas. Lantai Granito 60 x 60 Tangga Samping Kiri dan Samping Kanan Masjid
1 Pas. Lantai Granito 60 x 60 Tangga Samping Kiri Masjid
1 1 2,50 0,40 1,00
2 2,50 0,40 1,00
3 2,50 0,40 1,00
4 2,50 0,40 1,00
5 2,50 0,40 1,00
6 2,50 0,40 1,00
7 2,50 0,40 1,00
8 2,50 0,40 1,00
9 2,50 0,40 1,00
10 2,50 0,40 1,00
11 2,50 0,40 1,00
12 2,50 0,40 1,00
13 2,50 0,40 1,00
14 2,50 0,40 1,00
bordes 5,57 2,34 13,03
Jumlah Trap 1 27,03
2 1 2,50 0,40 1,00
2 2,50 0,40 1,00
3 2,50 0,40 1,00
4 2,50 0,40 1,00
5 2,50 0,40 1,00
6 2,50 0,40 1,00
7 2,50 0,40 1,00
Jumlah Trap 2 7,00
2 Pas. Lantai Granito 60 x 60 Tangga Samping Kanan Masjid
1 1 2,50 0,40 1,00
2 2,50 0,40 1,00
3 2,50 0,40 1,00
4 2,50 0,40 1,00
5 2,50 0,40 1,00
6 2,50 0,40 1,00
7 2,50 0,40 1,00
8 2,50 0,40 1,00
9 2,50 0,40 1,00
10 2,50 0,40 1,00
11 2,50 0,40 1,00
12 2,50 0,40 1,00
13 2,50 0,40 1,00
14 2,50 0,40 1,00
bordes 5,57 2,34 13,03
Jumlah Trap 1 27,03
2 1 2,50 0,40 1,00
2 2,50 0,40 1,00
3 2,50 0,40 1,00
4 2,50 0,40 1,00
5 2,50 0,40 1,00
6 2,50 0,40 1,00
7 2,50 0,40 1,00
Jumlah Trap 2 7,00
Jumlah Total Granito 60 x 60 Kiri dan Kanan 68,06
Lampiran 14

Rincian Selisih Harga Satuan Timpang Pembangunan SMAN BM

Anda mungkin juga menyukai