i
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
DAFTAR ISI
Daftar Isi i
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vii
Daftar Singkatan dan Akronim ix
Kata Pengantar xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Lingkup 2
D. Dasar Hukum Penyusunan Suplemen 3
E. Sistematika Penulisan 4
BAB II JENIS PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG 5
A. Pengantar 5
B. Jenis Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung 8
BAB III PENGENDALIAN MUTU PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG 21
A. Pengantar 21
B. Persyaratan Pekerjaan Struktur Beton 21
C. Pengujian Mutu Pekerjaan Struktur Beton 35
BAB IV PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN 41
GEDUNG
A. Pengantar 41
B. Persiapan Pengujian Fisik 41
C. Pengujian Fisik – Ketepatan Volume 47
D. Pengujian Fisik – Ketepatan Mutu 57
E. Kesimpulan dan Rekomendasi 69
BAB V CONTOH KASUS TEMUAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI 71
BANGUNAN GEDUNG
A. Pengantar 71
B. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Pembesian Beton 71
C. Contoh Kasus Kekurangan Volume Pekerjaan Arsitektur 73
D. Contoh Kasus Selisih Harga Satuan Timpang 76
i
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB VI PENUTUP 79
A. Pemberlakuan Suplemen 79
B. Pemutakhiran Suplemen 79
C. Pemantauan Suplemen 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
DAFTAR TABEL
Tabel 5.4 Selisih Harga Satuan Timpang Addendum Kontrak dengan HPS
iii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
DAFTAR GAMBAR
v
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
vi
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
DAFTAR LAMPIRAN
vii
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
ix
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
x
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
NYA sehingga kami dapat menyelesaikan Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi
Bangunan Gedung (Suplemen) ini. Suplemen merupakan level kelima dalam hierarki
Perangkat Lunak, dan bertujuan untuk memberikan acuan atau tuntunan dalam melakukan
Pengujian Fisik. Penyusunan Suplemen ini sendiri telah melalui serangkaian proses mulai
dari pemahaman literatur, diskusi dengan pihak regulator, praktisi, dan tentunya Pemeriksa
BPK sebagai pihak yang akan menjadi pengguna utama dari Suplemen.
Suplemen ini merupakan pelengkap dari Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi (P-002.0/XII.3.4/2021 yang disahkan pada 28 Januari 2021). Panduan
tersebut memberikan informasi mengenai pengendalian intern yang seharusnya dijalankan
oleh Pemerintah dan jajarannya dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, sedangkan
suplemen ini secara khusus memberikan informasi mengenai tata cara pengujian fisik
konstruksi bangunan gedung khususnya pengujian ketepatan volume dan mutu sesuai
perencanaan.
Sebagaimana kita ketahui, SPKN membolehkan Pemeriksa untuk menggunakan ahli
manakala diperlukan, namun demikian SPKN juga mengamanatkan bahwa Pemeriksa harus
memiliki bukti yang menjamin kualitas hasil pekerjaan ahli. Oleh karena itu, Suplemen ini
hadir untuk memberikan referensi kepada Pemeriksa mengenai tata cara pengujian fisik
sehingga walaupun pengujian fisik akan dilakukan oleh ahli terkait, namun Pemeriksa tetap
memiliki kendali atas kualitas pekerjaan ahli.
Secara spesifik, Suplemen menyajikan gambaran pengendalian mutu yang dilakukan
Pemerintah beserta jajarannya, kemudian Suplemen menjelaskan prosedur pengujian fisik
khususnya pada pekerjaan beton sebagai major item dari pekerjaan bangunan gedung, yang
terdiri dari metodologi pengambilan dan pengujian sampel untuk menguji ketepatan volume
dan mutu pekerjaan. Lebih lanjut, Suplemen mengelaborasi beberapa contoh kasus dan
analisis pemeriksaan konstruksi bangunan gedung untuk menjadi acuan Pemeriksa.
Terakhir, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian Suplemen, kepada Bapak Anggota I dan Ibu Anggota IV
atas arahannya dalam penyusunan Suplemen, serta tentunya rekan-rekan Pemeriksa yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa Suplemen ini belumlah
sempurna, sehingga kami mengharapkan adanya masukan-masukan yang membangun
sebagai bahan perbaikan berkelanjutan dari Suplemen.
Kaditama Revbang
B. Dwita Pradana
xi
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
01 Belanja infrastruktur merupakan salah satu belanja yang signifikan dalam Data belanja
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai informasi, infrastruktur lima
dalam kurun tahun 2016 – 2019, pemerintah merealisasikan belanja tahun terakhir
infrastruktur sebesar Rp1.441,8 triliun. Sebelum adanya realokasi dan pada APBN
refocusing, pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur tahun 2020
senilai Rp423,3 triliun (atau sekitar 16,6% dari APBN 2020). Sementara pada
Tahun 2021, Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp417,8 triliun
untuk mendukung pembangunan berkelanjutan pascapandemi COVID-19.
02 Melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Proyek Strategis
Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Nasional (PSN)
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Pemerintah mencanangkan
sekitar 201 Proyek dan 10 Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah
untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
daerah. Diantara proyek dan program tersebut, terdapat beberapa
konstruksi bangunan gedung berupa pelabuhan, bandar udara, kawasan
industri, dan perumahan.
03 Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemeriksa Keuanagan (BPK) Tahun Sasaran penguatan
2020 – 2024 diantaranya menyatakan bahwa salah satu upaya yang akan infrastruktur pada
dilakukan BPK dalam menilai dan mendorong perbaikan terhadap program RPJMN/D 2020-
pembangunan pemerintah adalah dengan menyelaraskan tema 2024
pemeriksaan BPK dengan agenda pembangunan yang menjadi fokus
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (RPJMN/D)
2020-2024. Sesuai dengan RPJMN/D 2020-2024 yang salah satu fokus
pembangunan adalah penguatan infrastruktur yang ditujukan untuk
mendukung aktivitas perekonomian serta mendorong pemerataan
pembangunan nasional dengan sasaran:
a. Meningkatnya konektivitas nasional;
b. Meningkatnya Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan
Komunikasi;
c. Meningkatnya tata kelola dan pemanfaatan sumber daya air;
d. Terpenuhinya perumahan dan permukiman layak, aman, dan terjangkau
untuk rumah tangga; dan
e. Terpenuhinya kebutuhan energi nasional.
1
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
06 Suplemen ini diterbitkan untuk melengkapi Seri Panduan Pemeriksaan Hubungan antara
Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor P-002.0/XII.3.4/2021. Suplemen Panduan
Seri Panduan tersebut lebih menekankan pada pengujian tata kelola dalam dengan Panduan
pelaksanaan kontrak konstruksi. Namun demikian, Pemeriksa dituntut Pemeriksaan
untuk tetap memahami pengujian-pengujian fisik yang akan dilakukan, Kepatuhan
meskipun pengujian tersebut dilakukan oleh Tenaga Ahli atau laboratorium. Pelaksanaan
Oleh karena itu, Suplemen Panduan ini disusun untuk memberikan Pekerjaan
referensi tata cara pengujian fisik, khususnya pada konstruksi bangunan Konstruksi
gedung.
B. Tujuan
07 Suplemen Panduan ini merupakan level kelima dalam hierarki Perangkat Tujuan penyusunan
Lunak yaitu sebagai acuan atau tuntunan dalam melakukan kegiatan namun Suplemen Panduan
tidak bersifat mengikat. Suplemen Panduan ini dapat menjadi salah satu
acuan yang dapat dipergunakan Pemeriksa dalam melaksanakan pengujian
fisik atas konstruksi bangunan gedung yang menggunakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
C. Lingkup
08 Suplemen Panduan ini menyajikan tata cara pengujian fisik pemeriksaan Lingkup Suplemen
hasil pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung, khususnya Panduan
ketepatan volume dan mutu sesuai perencanaan dan/atau pembayaran.
Standar yang digunakan untuk pekerjaan beton struktural pada bangunan
gedung pada Suplemen Panduan ini adalah Standar Nasional Indonesia
(SNI) 2847: 2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung dan Penjelasan. SNI tersebut merupakan revisi dari SNI 2847:2013
2
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
3
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
E. Sistematika Penulisan
Bab VI : Penutup
Bab ini membahas tentang pemberlakuan,
pemutakhiran, dan pemantauan suplemen termasuk
kontak yang dapat dihubungi untuk menyampaikan
masukan dan pertanyaan terkait suplemen ini.
4
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB II
JENIS PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
A. Pengantar
01 Menurut UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung sebagaimana Definisi bangunan
diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, bangunan gedung gedung
adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam
tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
5
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
04 Pada satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi atau Fungsi campuran
disebut fungsi campuran. Fungsi campuran didirikan tanpa menyebabkan bangunan gedung
dampak negatif terhadap pengguna dan lingkungan di sekitarnya, dan
harus mengikuti seluruh standar teknis dari masing-masing fungsi yang
digabung.
6
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
06 Secara khusus, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bangunan gedung
(PUPR) menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 22/PRT/M/2018 tentang negara
Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Bangunan gedung negara adalah
bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara
atau daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari
dana APBN, APBD, dan/atau perolehan lainnya yang sah.
7
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
09 Leading sector untuk penyediaan jenis konstruksi bangunan gedung adalah Leading Sector
Kementerian Pekerjaan Umum dhi. Ditjen Cipta Karya. Untuk di provinsi, bangunan gedung
kabupaten/kota dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum setempat.
11 Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016, jenis pekerjaan Jenis pekerjaan
konstruksi bangunan gedung dapat dibagi antara lain: konstruksi
bangunan gedung
a. pekerjaan persiapan;
b. pekerjaan struktur bawah;
c. pekerjaan struktur atas;
d. pekerjaan nonstruktur/ arsitektur;
e. pekerjaan utilitas; dan
f. pekerjaan lanskap.
8
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://www.emporioarchitect.com/blog/pelaksanaan-pondasi-batu-kali
Sumber: https://id.quora.com/Mengapa-jenis-pondasi-setiap-bangunan-bisa-
berbeda-beda-Apa-saja-dasar-dasar-yang-diperlukan-dalam-memilih-
jenis-pondasi-tersebut
9
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber:
https://myhomesolution2019.wixsite.com/myhomesolution/post/pondasi-
rumah-1-dan-2-lantai
Sumber: https://japanrunningdays.blogspot.com/2019/06/metode-
pelaksanaan-pondasi-sumuran_27.html
10
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
satu sama lain. Contoh pondasi rakit dapat dilihat pada Gambar
2.5.
Gambar 2.5. Contoh Pondasi Rakit
Sumber: http://sml.sipil.ft.unand.ac.id/index.php/whats-new/tanding/95-pondasi-
rakit-raft-foundation
Sumber: https://www.pengadaan.web.id/2020/02/pondasi-tiang-pancang.html
11
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://www.pengadaan.web.id/2020/02/pondasi-bored-pile.html
c. Sloof
Sloof adalah struktur bangunan yang terletak di atas pondasi
bangunan. Sloof berfungsi mendistribusikan beban dari bangunan
atas ke pondasi, sehingga beban yang tersalurkan setiap titik di
pondasi tersebar merata. Selain itu, sloof juga berfungsi sebagai
pengunci dinding dan kolom agar tidak roboh apabila terjadi
pergerakan tanah. Contoh sloof dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Contoh Sloof
Sumber: https://bliexperience.wordpress.com/2016/02/26/sloof-adalah-
deskripsi-pengertiannya/
12
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
14 Secara khusus, pondasi memiliki fungsi penting untuk menyalurkan beban Pengujian lapangan
dari struktur atas bangunan ke lapisan tanah yang berada di bagian bawah untuk mendukung
tanpa mengakibatkan keruntuhan/pergeseran tanah dan penurunan tanah. pekerjaan pondasi
Untuk mengetahui daya dukung tanah, karakteristik tanah dan kondisi
geologi seperti susunan lapisan/sifat tanah dan kekuatan lapisan tanah
untuk keperluan pondasi bangunan dapat dilakukan uji penyelidikan
lapangan antara lain:
a. Sondir test (Cone Penetrometer Test/CPT)
Pengujian sondir atau cone penetration test (CPT) merupakan salah
satu pengujian lapangan yang bertujuan untuk mengetahui profil atau
pelapisan (stratifikasi) tanah dan daya dukungnya. Stratifikasi tanah dan
daya dukung dapat diketahui dari kombinasi hasil pembacaan tahanan
ujung (qc) dan gesekan selimutnya (fs). Alat sondir berbentuk silindris
dengan ujungnya berupa konus. Sondir menurut jenis alatnya dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1) Sondir mekanis, yaitu sondir yang menghasilkan nilai tahanan ujung
(qc) dan gesekan selimut (fs) mengacu pada American Society for
Testing and Material (ASTM) D3441;
2) Sondir elektrik, yaitu sondir yang menghasilkan nilai tahanan ujung
(qc), gesekan selimut (fs) dan tekanan air pori (u) mengacu pada
ASTM D5778.
Sondir manual tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam
penyelidikan tanah. Prosedur pelaksanaan sondir, hasil uji sondir dan
pengawasan terhadap mutu uji sondir mengacu pada SNI 2827: 2008.
b. Calendering test
Calendering test secara umum digunakan pada pemancangan tiang
pancang (beton atau pipa baja) untuk mengetahui daya dukung tanah
secara empiris melalui perhitungan yang dihasilkan oleh pemukulan
alat pancang. Calendering adalah pencatatan jumlah pukulan hammer
tiap penetrasi 50 cm dan pencatatan set pada akhir pemancangan yang
umumnya dilakukan pada 10 pukulan terakhir. Calendering atau final set
sering digunakan untuk memperkirakan daya dukung tiang berdasarkan
formula dinamik.
c. Loading test
Salah satu cara yang dapat diandalkan untuk menguji daya dukung
pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan. Pada pelaksanaan
pengujian pondasi, ahli geoteknik harus hadir dalam pelaksanaan
pengujian dan menandatangani laporan hasil pengujian pondasi.
Berdasarkan arah bebannya, uji statik loading test dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
13
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://dpupkp.bantulkab.go.id/berita/96-kolom-bangunan-pengertian-
jenis-dan-fungsinya
14
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: http://www.perencanaanstruktur.com/2015/06/pentingnya-
kolom-praktis-pada-bangunan.html?m=0
c. Plat lantai, yaitu lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung,
melainkan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan
tingkat yang lain dan bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Contoh
plat lantai dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Contoh Plat Lantai
Sumber: https://bangun-rumah.com/wp-content/uploads/panel_lantai.png
d. Balok, yaitu bagian dari struktur sebuah bangunan yang kaku dan
dirancang untuk menanggung dan mentransfer beban menuju
elemen-elemen kolom penopang. Balok juga berfungsi sebagai
pengikat kolom-kolom agar apabila terjadi pergerakan kolom-kolom
tersebut tetap bersatu padu mempertahankan bentuk dan posisinya
semula. Contoh balok dapat dilihat pada Gambar 2.12.
15
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://www.konsep-arsitek.com/post/pengertian-bagian-struktur-
bangunan
Sumber: https://ekbis.sindonews.com/berita/1560007/39/cara-menghitung-dan-
memasang-rangka-atap-baja-ringan
16
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
16 Pada pekerjaan struktur atas selain dari bahan beton, dapat juga terbuat Pekerjaan baja
dari bahan baja. Pekerjaan baja merupakan pekerjaan yang semua atau
sebagian menggunakan material atau bahan baja/baja ringan/zincalume.
Jenis pekerjaan baja antara lain:
a. pekerjaan struktur jembatan (jalan raya, rel, pipa, dll);
b. pekerjaan struktur rangka bangunan (rangka bangunan gedung,
gudang, pasar, stadion, tempat parkir, dll);
c. pekerjaan struktur rangka atap baja (rangka kuda-kuda);
d. pekerjaan struktur pondasi dan penahan tanah (tiang pancang baja,
sheet pile); dan
e. pekerjaan arsitektural baja (pagar, handrail, tangga, pintu, dll).
Contoh pekerjaan struktur baja dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Contoh Pekerjaan Struktur Baja
17
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
18
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
f. Pekerjaan plafon
Pekerjaan plafon terdiri dari dua jenis, yaitu pekerjaan kerangka
(kerangka kayu dan kerangka hollow) dan penutup plafon (kayu lapis,
aluminium, akustik, dan gypsum).
g. Pekerjaan sanitair
Contoh pekerjaan sanitair antara lain: pekerjaan pemasangan
wastafel, urinal, klosed, keran, perlengkapan kloset, floor drain, clean
out dan metal sink, dll.
19
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://www.dekoruma.com/artikel/88259/perbedaan-arsitektur-lanskap-
dengan-arsitektur
20
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB III
PENGENDALIAN MUTU PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
A. Pengantar
01 Pekerjaan utama atau major item pada pekerjaan konstruksi bangunan Pekerjaan utama
gedung umumnya adalah pekerjaan struktur beton, sehingga pekerjaan konstruksi
struktur beton merupakan pekerjaan yang cukup material. Oleh sebab itu, bangunan gedung
Bab III Suplemen ini berfokus pada pengendalian mutu pekerjaan struktur
beton pada konstruksi bangunan gedung. Untuk pengendalian mutu
pekerjaan konstruksi lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
02 Sesuai dengan SNI 2847: 2019 terdapat beberapa persyaratan dalam Persyaratan
pekerjaan struktur beton, antara lain: pekerjaan struktur
beton
a. persyaratan material beton;
b. persyaratan kekuatan tekan beton;
c. persyaratan campuran beton;
d. persyaratan produksi dan perawatan beton;
e. persyaratan baja tulangan; dan
f. persyaratan durabilitas beton.
21
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
22
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
[1]. Batasan maksimum w/cm pada tabel di atas tidak berlaku untuk beton ringan.
23
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
[2]. Untuk paparan air laut, tipe semen Portland lainnya dengan kadar trikalsium
aluminat (C3A) sampai dengan 10% diizinkan jika w/cm tidak melebihi 0,40.
[3]. Tipe semen tersedia lainnya seperti Tipe III atau Tipe I diizinkan dalam Kelas
Paparan S1 atau S2 jika kadar C3A masing-masing kurang dari 8% untuk kelas
paparan S1 atau kurang dari 5% untuk kelas paparan.
[4]. Jumlah sumber spesifik dari pozzolan atau slag yang digunakan tidak boleh
kurang dari jumlah yang telah ditentukan oleh catatan layan untuk meningkatkan
ketahanan sulfat bila digunakan dalam beton yang mengandung semen Tipe V.
Sebagai alternatif, jumlah sumber spesifik pozzolan atau slag yang digunakan
tidak boleh kurang dari jumlah yang diuji sesuai dengan ASTM C1012M.
[5]. Kadar ion klorida terlarut yang berasal dari material dasar termasuk air, agregat,
material sementius, dan material campuran tambahan harus ditentukan pada
campuran beton sesuai dengan ASTM C1218M saat umur beton antara 28 dan 42
hari.
[6]. Selimut beton harus sesuai dengan persyaratan selimut beton.
[7]. S merujuk pada tabel 3.1.
Terkait kategori dan kelas paparan dapat dilihat secara detail pada
Lampiran 4.
24
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
25
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
26
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://arafuru.com/material/perbedaan-beton-prategang-dan-beton-
bertulang.html
27
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://www.pengadaan.web.id/2019/01/beton-prategang.html
28
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
29
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
j. Tipe dari kawat dan batang tulangan spiral polos nonprategang yang
akan digunakan untuk struktur tertentu harus sesuai dengan Tabel 3.5
berikut:
Tabel 3.5. Tulangan Spiral Polos Nonprategang
fy atau fyt maks. Spesifikasi ASTM yang Sesuai
Yang diizinkan
Penggunaan Aplikasi
untuk perhitungan Batang Polos Kawat Polos
desain (MPa
Kekangan lateral Spiral pada Sistem A615M, A706M, A1064M, A1022M
700
dari batang Gempa Khusus A955M, A1035M
longitudinal, atau A615M, A706M, A1064M, A1022M
Spiral 700
kekangan beton A955M, A1035M
A615M, A706M, A1064M, A1022M
Geser Spiral 420
A955M, A1035M
Torsi pada Balok A615M, A706M, A1064M, A1022M
Spiral 420
Nonprategang A955M, A1035M
30
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
10 Berdasarkan SNI 2052: 2017 tentang Baja Tulangan Beton, ukuran baja Ukuran baja
tulangan dapat dibagi dua, yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan
tulangan beton sirip/ulir. Ukuran baja tulangan beton polos dapat dilihat
pada Tabel 3.7 dan ukuran baja tulngan beton sirip/ ulir dapat dilihat pada
Tabel 3.8.
Tabel 3.7. Ukuran Baja Tulangan Beton Polos
Diameter Luas Berat Nominal
Nominal (d) Penampang per meter
No Penamaan
Nominal (A)
mm mm2 kg/m
1 P6 6 28 0,222
2 P8 8 50 0,395
3 P10 10 79 0,617
4 P12 12 113 0,888
5 P14 14 154 1,208
6 P16 16 201 1,578
7 P19 19 284 2,226
8 P22 22 380 2,984
9 P25 25 491 3,853
10 P28 28 616 4,834
11 P32 32 804 6,313
12 P36 36 1018 7,990
13 P40 40 1257 9,865
14 P50 50 1964 15,413
31
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
11 Toleransi untuk ukuran diameter dan berat baja tulangan beton polos dan Toleransi diameter
baja tulangan beton sirip dapat dilihat pada Tabel 3.9 dan Tabel 3.10. dan berat baja
Tabel 3.9. Toleransi Diameter Baja Tulangan tulangan
Penyimpangan
Diameter (d) Toleransi (t)
No Kebundaran Maks (p)
mm mm mm
1 6 ±0,3 0,42
2 8 ≤ d ≤ 14 ±0,4 0,56
3 16 ≤ d ≤ 25 ±0,5 0,70
4 28 ≤ d ≤ 34 ±0,6 0,84
5 d ≥ 36 ±0,8 1,12
Tabel 3.10. Toleransi Berat Baja Tulangan
Diameter Nominal (mm) Toleransi (%)
6≤d≤8 ±7
10 ≤ d ≤ 14 ±6
16 ≤ d ≤ 29 ±5
d > 29 ±4
32
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
33
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
34
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
13 Standar pengujian mutu pekerjaan beton mengikuti standar yang Standar pengujian
dituangkan pada kontrak. Pengujian mutu pekerjaan beton pada suplemen mutu beton
ini menggunakan referensi dari SNI 2847: 2019 tentang Persyaratan Beton
Struktural untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan sebagai Revisi dari SNI
2847: 2013 Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
14 Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai syarat penerimaan dalam Syarat penerimaan
melakukan pengujian mutu beton, yaitu: pengujian mutu
beton
a. Uji kekuatan tekan (strength test) adalah hasil rata-rata pengujian
setidaknya dari 2 (dua) silinder ø 150 mm x 300 mm atau 3 (tiga)
silinder ø 100 mm x 200 mm yang dibuat dari adukan beton yang sama
dan diuji pada umur beton 28 hari, atau usia pengujian saat beton
mencapai fc’. Sebagai ilustrasi sampel pengujian mutu beton dapat
dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Sampel Pengujian Mutu Beton
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
35
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
36
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
37
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
d. Jika ketentuan pada poin b angka 1) dan 2) tidak terpenuhi, maka harus
dilakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan rata-rata hasil
kekuatan tekan beton.
17 Langkah investigasi dapat dilakukan dilakukan pada zona yang diragukan Investigasi
kekuatannya. Langkah investigasi dilakukan dengan pengujian tiga beton pengujian pada
inti (core) berdasarkan ASTM C42M dan harus dilakukan untuk setiap zona benda uji dengan
dengan hasil uji yang kurang dari batas toleransi. kekuatan rendah
18 Dalam investigasi, beton inti (core) harus diambil, dijaga kelembabannya Pengujian beton
dalam kontainer atau tempat yang kedap air, diantarkan ke tempat inti (core) pada
pengujian, dan diuji sesuai ASTM C42M. Beton inti harus diuji dengan waktu investigasi
antara 48 jam dan 7 hari setelah coring kecuali tindakan lain diperbolehkan
oleh perencana ahli bersertifikat. Verifikator pengujian yang dirujuk dalam
ASTM C42M adalah perencana ahli bersertifikat atau pihak berwenang.
19 Beton dalam zona yang diuji beton inti (core) dianggap cukup apabila Syarat penerimaan
ketentuan a dan b terpenuhi: investigasi
pengujian beton inti
a. Rata-rata tiga beton inti sama dengan atau sekurangnya 85 persen nilai
(core)
fc’; dan
b. Tidak ada satupun hasil beton inti yang kurang dari 75 persen fc’.
Pengujian tambahan untuk beton inti (core) dapat diambil dari lokasi yang
memperlihatkan kekuatan tekan beton inti yang tidak stabil.
20 Jika kriteria evaluasi berdasarkan kekuatan tekan beton inti (core) tidak Uji analisis dan uji
dipenuhi, maka struktur belum bisa dianggap aman, sebagai tindakan lebih beban
lanjut entitas melakukan evaluasi kekuatan struktur eksisting dengan cara:
a. Analisis
Evaluasi kekuatan secara analisis dimungkinkan apabila penurunan
kekuatan struktur dapat dipahami dengan baik dan bila memungkinkan
untuk mengukur dimensi dan properti material yang diperlukan untuk
analisis.
b. Uji beban
Bila pengaruh penurunan kekuatan tidak diketahui dengan baik atau
tidak memungkinkan untuk mengukur dimensi dan menentukan
properti material pada komponen yang diperlukan untuk analisis, maka
dapat dilakukan uji beban. Bagian struktur yang diuji harus mempunyai
umur paling sedikit 56 hari. Jika entitas, Penyedia, Konsultan Perencana
dan semua pihak lain yang terlibat setuju, dapat diizinkan untuk
melakukan uji beban pada umur lebih awal.
21 Atas setiap kekurangan mutu yang terjadi (baik yang diindikasikan dari Tindakan untuk
tidak tercapainya rata-rata tiga spesimen pengujian kekuatan tekan (Par meningkatkan
16.b.1), maupun melebihi batas toleransi (Par 16.b.2)), maka entitas harus
38
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
39
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB IV
PROSEDUR PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
A. Pengantar
02 Pemeriksa memilih item pekerjaan yang diuji serta metode pengujian Pemilihan metode
dengan mempertimbangkan risiko pemeriksaan, materialitas dan dan jenis pengujian
pekerjaan utama dari kontrak konstruksi bangunan gedung yang
diperiksa. Risiko pemeriksaan berkaitan dengan pertimbangan
profesional pemeriksa dengan memperhatikan beberapa hal seperti
efektivitas SPI, kondisi bangunan gedung sesuai hasil pengamatan visual
pada saat akan diperiksa, nilai pekerjaan, dll. Selain itu pemilihan metode
disesuaikan dengan kondisi, ketentuan/standar yang berlaku, praktik
terbaik yang menjadi pedoman, yang kemudian disepakati dalam BA
Kesepakatan Pengujian Fisik.
Contoh: Hasil pengamatan awal secara visual terhadap item pekerjaan
konstruksi bangunan gedung menunjukkan bahwa terdapat keretakan,
misal dalam pekerjaan plesteran atau pasangan bata atau beton.
Keretakan tersebut merupakan penanda awal adanya kerusakan dalam
item pekerjaan dan kemungkinan ketidaksesuaian kualitas pekerjaan
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Kontrak. Oleh karena itu,
Pemeriksa dapat mempertimbangkan untuk melaksanakan pengujian
fisik untuk mengidentifikasi ketepatan mutu hasil pekerjaan tersebut
apakah sesuai dengan kontrak.
03 Pengujian fisik dapat dilakukan walaupun sudah dilakukan pengujian Perlunya pengujian
sebelumnya oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penyedia yang fisik
sudah dituangkan dalam back up data (quantity dan quality). Hal tersebut
karena adanya kemungkinan perbedaan antara benda uji yang dibuat
langsung sebelum diaplikasikan di lapangan dengan benda uji yang
41
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
42
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
satuan.
b. Pemeriksa harus memiliki gambaran mengenai efektivitas SPI atas
paket pekerjaan yang akan diperiksa. Pengujian pengendalian intern
mengacu pada PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah sebagaimana diuraikan pada Seri Panduan
Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Nomor
P-002.0/XII.3.4/2021;
Contoh:
1. PPK atau KPA belum sepenuhnya melakukan proses verifikasi
hasil pelaksanaan pekerjaan baik dalam hal pekerjaan fisik
konstruksi gedung, pekerjaan jasa konsultansi supervisi maupun
pekerjaan swakelola. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
pengendalian belum secara efektif dapat mencegah risiko
terjadinya kelebihan pembayaran sebagai akibat ketidaksesuaian
pelaksanaan pekerjaan baik dari sisi volume pekerjaan,
spesifikasi/kualifikasi, dan metodologi;
2. PPK tidak melakukan evaluasi atas Laporan Harian, Laporan
Mingguan, dan Laporan Bulanan yang dibuat oleh Konsultan
Pengawas untuk memastikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi gedung.
3. Seseorang PPK mengendalikan 30 proyek konstruksi sekaligus,
dimana lokasi proyek tersebar dan saling berjauhan sehingga
tidak mungkin bagi PPK untuk mengontrol langsung setiap proyek
yang ada di bawah kewenangannya.
43
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
05 Sebagai gambaran, berikut dokumen yang dapat dimintakan kepada Pengumpulan data
Pengendali Pekerjaan dan juga Pengawas Pekerjaan untuk kemudian awal pemeriksaan
dianalisis lebih lanjut:
a. Dokumen Umum, seperti:
1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)/Dokumen Perubahan
Pelaksanaan Anggaran (DPPA);
2) Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan;
3) Surat Keputusan (SK) Pelaksana Kegiatan;
4) Laporan pengadaan/pemilihan penyedia dari Unit Kerja
Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ);
5) Rencana Umum Pengadaan (RUP);
6) Peta Lokasi Kegiatan;
7) Dokumen Harga Satuan Daerah atau sejenisnya; dan
8) Dan lain-lain dokumen yang diperlukan.
b. Dokumen khusus, seperti:
1) Kontrak dan dokumen yang menjadi bagian tidak terpisah dengan
kontrak (adendum, pokok perjanjian, dokumen penawaran berikut
metode kerja serta daftar kuantitas dan harga, syarat-syarat
khusus kontrak, syarat-syarat umum kontrak, gambar-gambar
seperti gambar perencanaan, shop drawing, dan as built drawing;
serta dokumen lainnya seperti surat jaminan, Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), Berita Acara Hasil Pemeriksaan
(BAHP), Berita Acara Penjelasan Pekerjaan (BAPP) atau
Aanwijzing), dll.;
2) Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) yang disetujui
Pengendali Pekerjaan, dan dokumen terkait pelaksanaannya. Jika
pekerjaan tidak mempunyai dokumen RMPK, Pemeriksa dapat
mengindentifikasi dan meminta dokumen pengendalian mutu
seperti Laporan Uji Mutu, Job Mix Design, Job Mix Formula, dan Uji
Mutu Material, dll.;
3) Laporan-laporan, seperti Laporan harian, Laporan Mingguan, dan
Laporan Bulanan, serta foto dan dokumen lain sebagai
kelengkapannya; dan
4) Dokumen Pembayaran atau disebut Monthly Certificate (MC) dan
dokumen pembayaran termin, termasuk pendukung yang
melampirinya seperti Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan,
Perhitungan Kuantitas (Back Up Quantity) dan Perhitungan
Kualitas (Back Up Quality).
44
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
06 Pemeriksa melakukan pemeriksaan atas dokumen awal yang diminta dan Analisis dokumen
diterima. Dokumen awal tersebut mencakup pula dokumen pengendalian awal
mutu yang dibuat Pengendali Pekerjaan, Pelaksana maupun Pengawas
Pekerjaan pada saat pekerjaan berlangsung. Diharapkan hasil
pemeriksaan dokumen dapat menunjukkan efektivitas SPI yang dilakukan
Pengendali Pekerjaan, termasuk indikasi permasalahan yang perlu
ditindaklanjuti dengan Pengujian Fisik.
07 Analisis dokumen yang dapat dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian Contoh analisis
fisik lapangan, antara lain: dokumen awal
45
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Contoh 1
Contoh 2
46
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
08 Item pekerjaan yang diuji, metode pengambilan sampel, metode Berita Acara
pengujian sampel, jumlah sampel, titik pengambilan sampel, formula Kesepakatan
konversi hasil pengujian mutu, dll. harus dituangkan dalam Berita Acara Pengujian Fisik
(BA) Kesepakatan Pengujian Fisik yang ditandatangani oleh pihak-pihak
yang terkait. BA Kesepakatan Pengujian Fisik dapat dilihat pada Lampiran
4.5., Seri Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi Nomor P-002.0/XII.3.4/2021.
09 Setelah memiliki informasi yang komprehensif mengenai paket pekerjaan Titik awal
yang diperiksa baik dari wawancara, ekspose, maupun dari hasil analisis pengujian fisik
atas dokumen awal, Pemeriksa dapat menindaklanjuti dengan melakukan
pengujian fisik.
10 Pengujian ketepatan volume pada pekerjaan bangunan gedung dilakukan Pengujian fisik -
untuk memastikan volume hasil pekerjaan yang terpasang sesuai dengan ketepatan volume
nilai yang dibayarkan. Contoh pengujian ketepatan volume antara lain:
a. pengukuran pekerjaan volume beton kolom dengan satuan m3;
b. pengukuran diameter tulangan besi pada beton dengan satuan mm;
c. penghitungan pekerjaan pasangan titik lampu dengan satuan
buah/biji;
d. pengukuran pekerjaan luas lantai dengan satuan m2;
e. dll.
11 Pekerjaan struktur beton merupakan pekerjaan material pada konstruksi Pekerjaan material
bangunan gedung. Struktur beton pada konstruksi bangunan gedung pada konstruksi
dapat dijumpai pada struktur bawah dan struktur atas, namun hasil bangunan gedung
pekerjaan struktur bawah pada umumnya tidak terlihat lagi sehingga
membutuhkan alat khusus untuk menguji ketepatan volume.
1
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021.
47
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
= 2 x 0,2m x 5m = 2m2
b. Kebutuhan beton bertulang
Volume beton = tinggi x lebar x panjang sloof
= 0,2m x 0,15m x 5m = 0,15m3
c. Kebutuhan tulangan
Gambar 4.1. Tulangan dan Sengkang
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
48
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
13 Salah satu titik kritis pada pengujian fisik ketepatan volume pada Titik kritis
pekerjaan struktur beton yang umum ditemukan pada saat pemeriksaan pengujian fisik
adalah diameter besi tulangan yang dipakai dalam pembuatan struktur ketepatan volume
beton lebih kecil dari spesifikasi kontrak yang dipersyaratkan dan di luar beton
toleransi teknis, sebagaimana diatur dalam salah satu contoh standar
yaitu SNI 2052: 2017 tentang Baja Tulangan Beton.
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
Contoh rumah dengan atap pelana dengan kemiringan 30o, lebar rumah
5m, panjang rumah 5m, overstek atap 1m.
Volume atap merupakan volume benda miring, sehingga perhitungan
volume atap = panjang x lebar : cosinus kemiringan.
Panjang parabung = panjang rumah + overstek, panjang nok samping = 4
x (0,5 lebar : cosinus kemiringan).
Sehingga kebutuhan volume rangka atap, parabung, dan nok pinggir pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Volume Rangka Atap, Parabung, dan Nok Pinggir
Item Panjang Lebar Overstek
Cos 30o Volume Satuan
Pekerjaan (m) (m) (m)
Rangka 5 5 1 0,87 56,58 m2
atap
Parabung 5 5 1 0,87 7 m
Nok 5 5 1 0,87 16,17 m
pinggir
2
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021.
49
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
15 Contoh perhitungan volume pasangan dinding, plesteran, acian, dan plat Contoh perhitungan
lantai, sebagai berikut:3 volume pekerjaan
pasangan dinding,
Contoh rumah dengan panjang 5m, lebar 5m, tinggi 5m (sesuai Gambar
plesteran, acian,
4.2). Satuan untuk pekerjaan pasangan dinding, plesteran, dan acian
dan plat lantai
adalah m2, satuan untuk plat lantai m3.
Volume pasangan dinding = luas pasangan dinding – luas opening (kusen,
jendela, rooster, dll).
Volume plesteran = 2 x volume pasangan dinding.
Volume acian = volume plesteran – volume yang tidak diplester (bidang
keramik, dll).
Volume plat lantai = panjang x lebar x tebal plat.
Sehingga perhitungan kebutuhan volume pasangan dinding, plesteran,
acian, dan plat lantai dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Volume Pasangan Dinding, Plesteran, Acian, dan Pelat Lantai
Keterangan:
a. Luas total pasangan dinding = (2 x (panjang x tinggi)) + (2 x (lebar x
tinggi)) = (2 x (5 x 3)) + (2 x (5 x 3)) = 60 m2
Luas pintu dan jendela = (lebar jendela x tinggi jendela x jml jendela)
+ (lebar pintu x tinggi pintu x jumlah pintu) = (0,95 x 1,13 x 2) + (1,1 x 2,35
x 1) = 2,147 + 2,585 = 4,73 m2.
Volume pasangan dinding = Luas total dinding – Luas pintu jendela
= 60 – 4,73 = 55,27 m2.
b. Volume acian = 2 x volume pasangan dinding
= 2 x 55,27 = 110,54 m2.
c. Volume plat lantai = panjang x lebar x tebal plat
= 5 x 5 x 0,15 = 3,75 m3.
Catatan: volume plat lantai adalah ukuran bersih ruangan.
16 Berikut adalah contoh prosedur pengujian fisik untuk menghitung Contoh prosedur
ketepatan volume pada struktur beton: pengujian fisik
ketepatan volume
3
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021.
50
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
a. Pelajari dan uji cara perhitungan volume beton dan besi pada back up
quantity kemudian bandingkan dengan foto dokumentasi dan as built
drawing apakah jumlah dan dimensinya telah sesuai.
b. Lakukan pengukuran dimensi struktur beton dan bandingkan dengan
back up data. Pastikan dimensi struktur beton tidak termasuk
ketebalan plesteran dan acian.
c. Jika memungkinkan, uji berat per meter besi untuk masing-masing
diameter dan bandingkan dengan back up quantity antara lain dengan
cara:
1) Hasil pengujian laboratorium yang mencantumkan data berat/m’;
2) Timbang sampel besi yang masih ada;
3) Ukur diameter besi (D) terpasang yang masih terlihat dengan
jangka sorong. Berat kg/m = 0,006165 x D2 (untuk diameter besi
ulir diukur pada diameter dalam).
Buatkan berita acara bahwa hasil lab atau hasil penimbangan besi
atau hasil pengukuran diameter besi telah mewakili pekerjaan
pembesian sejenis yang dipasang pada paket pekerjaan tersebut.
d. Apabila dimungkinkan, untuk memastikan ketepatan volume
pembesian di dalam beton, Pemeriksa dapat melakukan pengujian
dengan menggunakan Rebar Scanning untuk mengidentifikasi
konfigurasi tulangan.
Untuk prosedur pengujian fisik yang lebih rinci dapat dilihat pada
Lampiran 6.
17 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan pengujian ketepatan volume Beberapa hal yang
pada konstruksi bangunan gedung, antara lain: diperhatikan dalam
pengujian
a. Satuan volume pekerjaan yang digunakan sesuai dengan ketentuan
ketepatan volume
dalam Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016 yang tercantum
pada bagian Lampiran Bidang Cipta Karya atau sebagaimana yang
diatur dalam kontrak;
b. Pengukuran pekerjaan struktur dan nonstruktur dilakukan dengan
membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan dengan as-built
drawing dan back-up data quantity;
c. Untuk pekerjaan gedung bertingkat tinggi, pengukuran yang dilakukan
pada lantai-lantai yang tipikal dianggap mewakili lantai lainnya yang
serupa, namun hal tersebut memerlukan kesepakatan dengan
Penyedia dan entitas;
d. Untuk perhitungan volume pada pekerjaan dengan dimensi terlihat
dilakukan dengan pengukuran secara langsung, untuk bagian yang
tidak terlihat dapat menggunakan dimensi dalam gambar atau back up
data quantity;
51
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
18 Beberapa peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian Peralatan dalam
ketepatan volume, antara lain: pengujian
ketepatan volume
a. Penggaris, meteran, roll meter, meteran gelinding, laser meter, dan
jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi panjang/ tebal.
Kemajuan teknologi memberikan beberapa alternatif alat ukur yang
bisa dipergunakan Pemeriksa, salah satunya laser meter yang tidak
hanya dipergunakan untuk mengukur panjang namun juga dapat
langsung mengukur luas dan volume (misalnya volume ruangan)
sebagaimana terlihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Penggunaan Laser Meter
b. Rebar scanning
Rebar scanning merupakan alat pengujian untuk mengidentifikasi
konfigurasi tulangan. Prinsip kerja alat ini adalah dengan induksi
gelombang elektromagnetik yang beraksi terhadap material yang
52
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
53
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
54
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
d. Waterpass
Waterpass merupakan alat ukur yang berfungsi untuk mengukur
ketinggian antara dua titik atau lebih, umumnya digunakan untuk
menentukan beda tinggi di suatu tempat. Prinsip kerja waterpass
adalah garis bidik ke semua arah dalam keadaan mendatar, sehingga
membentuk bidang datar atau bidang horizontal, dimana titik-titik
pada bidang tersebut akan menunjukkan ketinggian yang sama. Nilai
beda antar dua titik didapat dari hasil pembacaan rambu ukur.
Waterpass dapat digunakan untuk: perencanaan jalan, perencanaan
rel kereta api, penentuan letak gedung, perhitungan cut and fill,
pemasangan pipa-pipa, dan pekerjaan survei lainnya. Peralatan
pendukung waterpass antara lain: rambu ukur, statif, unting-unting,
rol meter, form pencatatan, dan alat tulis. Contoh gambar waterpass
dan bagiannya dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Waterpass dan Bagiannya
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
e. Theodolite
Theodolite marupakan alat ukur sudut, baik sudut horisontal maupun
sudut vertikal. Theodolite harus dapat berputar pada dua lingkaran
berskala/sumbu, yakni lingkaran berskala/sumbu mendatar dan
tegak. Theodolite membaca sudut dari suatu objek terhadap titik acuan
(0 set). Theodolite mempunyai 2 lensa (manual) atau 3 lensa (untuk
theodolite digital), yaitu lensa objektif, lensa fokus, dan lensa
pembalik. Sinar cahaya akan masuk melalui sinar objektif, lalu ke
lensa pembalik (jika ada), dan terakhir ke lensa fokus. Setelah itu
cahaya akan terlihat dimata bersamaan dengan diafragma dan baru
bisa terbaca hasil pengukuran.
55
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Contoh alat theodolite dan bagiannya dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Sumber: https://www.johnsonlevel.com/News/TheodolitesAllAboutTheodo
f. Total Station
Total station merupakan instrumen optis/elektronik yang digunakan
dalam pemetaan dan konstruksi bangunan. Alat ini merupakan
gabungan kemampuan antara theodolite elektronik dengan alat
pengukur jarak elektronik dan pencatat data elektronik. Alat ini dapat
membaca dan mencatat sudut horisontal dan vertikal bersama-sama
dengan jarak miringnya. Alat ini juga dilengkapi microprocesor untuk
melakukan operasi perhitungan matematis seperti menghitung jarak
datar, koordinat, dan beda tinggi secara langsung.
Peralatan pendukung total station antara lain: triple prism atau single
prism, tripod, dan pole. Contoh alat total station dan bagiannya dapat
dilihat pada Gambar 4.8.
56
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: http://jharwinata.blogspot.com/2014/05/total-station-atau-theodolite.html
19 Pengujian mutu hasil pekerjaan pada bangunan gedung sebagian besar Pengujian fisik –
merupakan pengujian mutu atas pekerjaan beton pada bangunan gedung. ketepatan mutu
Pengujian mutu pekerjaan beton pada bangunan gedung dilakukan
dengan menggunakan Tenaga Ahli yang memiliki akreditasi izin praktik
atau laboratorium independen yang sedapat mungkin sudah terakreditasi.
Pemeriksa menguji sampel yang diambil bersama-sama oleh Pemeriksa,
Penyedia, PPK, dan Pengawas Pekerjaan atau oleh Tenaga Ahli tersebut.
Sebagai catatan, Pemeriksa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
memilih laboratorium untuk menghindari permasalahan terkait
profesionalisme, independensi, dan integritas laboratorium yang dipilih
(Panduan Pemeriksaan Kepatuhan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi,
Bab 5).
20 Standar yang dipakai untuk menguji pekerjaan konstruksi bangunan Standar pengujian
gedung adalah standar yang tercantum pada kontrak atau SSKK. Jika mutu beton
pada kontrak tidak dicantumkan standar pengujian yang dipakai, maka
Pemeriksa dapat menggunakan standar yang berlaku pada saat kontrak
dibuat. Standar yang digunakan dapat berupa SNI (misal untuk mutu
beton SNI yang berlaku saat ini adalah SNI 2847: 2019), ASTM, atau
standar lain yang bersifat khusus, misalnya untuk bangunan Rumah Sakit
mengikuti standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Pemilihan standar tersebut disepakati dan dituangkan dalam Berita Acara
Kesepakatan Pengujian Fisik.
57
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
21 Pengujian mutu beton dapat dilakukan dengan pengujian kekuatan tekan Uji kekuatan tekan
beton. Sesuai SNI 2847: 2019, kekuatan tekan beton dilambangkan dengan beton fc’
fc’ dengan satuan MPa atau Megapascal atau N/mm2. Untuk menguji mutu
hasil pekerjaan beton dapat dilakukan dengan menggunakan uji kekuatan
tekan yang dilakukan di laboratorium. Uji kekuatan tekan fc’ dapat
diartikan sebagai kuat beton yang disyaratkan (Potential concrete
strength/ Ideal concrete strength).
22 Jika pada kontrak spesifikasi disyaratkan adalah mutu beton terpasang Kekuatan mutu
atau fc’ in-place strength, maka kekuatan mutu beton dapat ditentukan terpasang
dari pengujian terhadap sampel beton inti (core).
24 Pengujian kekuatan mutu beton terpasang dapat dilakukan dengan Metode pengujian
menggunakan dua metode, yaitu: kekuatan mutu
beton terpasang
a. Non-destructive Test
Non-destructive test (NDT) merupakan pengujian kekuatan mutu
beton dengan cara tanpa merusak benda uji. Contoh non-destructive
test antara lain hammer test dan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) test.
b. Destructive Test
Destructive test (DT) merupakan pengujian yang bersifat merusak
karena sampel beton diambil dengan mesin core, sehingga sedapat
mungkin jumlah sampel dibatasi agar tidak merusak struktur.
58
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Hammer Test
Sumber: https://hesa.co.id/uji-kekuatan-beton-dengan-hammer-test/
4
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
59
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
e. Elemen beton yang akan diuji harus memiliki tebal minimum 100 mm
dan menyatu dengan struktur. Benda uji yang lebih kecil harus
diletakkan pada tumpuan kaku;
f. Hindari pengujian pada daerah yang menunjukkan adanya keropos,
permukaan beralur (scaling), permukaan kasar, atau daerah dengan
porositas yang tinggi, dan beton harus bebas dari karbonasi;
g. Pengujian tidak diizinkan apabila di bawah permukaan beton
terdapat batang tulangan dengan selimut kurang dari 20 mm;
h. Kelembaban beton pada suhu 0 oC (32 F) atau kurang dapat
meningkatkan angka pantul, beton seharusnya diuji hanya sesudah
mencair atau suhu normal;
i. Pelaksanaan pengujian disesuaikan dengan metode pelaksanaan
konstruksi yang telah dilakukan, misalnya pengecoran tiang sendiri,
dan pengecoran plat bersamaan dengan balok. Jadi ketika kita sudah
melaksanakan pengujian di balok, maka plat terdekat sudah terwakili
mutunya. Namun, Pemeriksa perlu melakukan konfirmasi kepada
Penyedia untuk memastikan terkait teknis pengecoran yang
dilakukan;
j. Perhatikan arah pengambilan data (horisontal/vertikal) dan koreksi
datanya; dan
k. Hasil pembacaan yang berbeda lebih dari 6 satuan dari rata-rata 10
titik bacaan diabaikan dan tentukan nilai rata-rata dihitung dari
pembacaan data yang memenuhi syarat. Bila lebih dari 2 titik bacaan
memiliki perbedaan lebih dari 6 satuan dari nilai rata-rata, maka
seluruh rangkaian pembacaan harus dibatalkan dan tentukan angka
pantul pada 10 titik bacaan baru pada daerah pengujian.
27 Terdapat tiga poisi pengujian hammer test yang dapat mempengaruhi Posisi alat hammer
nilai pengujian, yaitu: test
60
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: https://hesa.co.id/uji-kekuatan-beton-dengan-hammer-test/
28 Nilai keluaran pengujian hammer test adalah nilai lenting R (rebound) Hasil pengujian
kemudian diintrepretasikan menjadi kuat tekan karakteristik beton, hammer test
dengan langkah sebagai berikut:
a. Konversikan nilai lenting R menjadi kuat tekan beton.
Pembacaan hasil pengujian hammer test menggunakan tabel
hammer rebound yang mencakup tiga posisi pengujian A, B, dan C
yang dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Tabel Hammer Rebound
Sebagai contoh, jika alat pada posisi horisontal (A) dan hammer
rebound (R) menunjukkan nilai 30 maka nilai kuat tekan hasil
hammer test adalah sekitar 24 N/mm2.
b. Hitung kuat tekan rata-rata hasil pengujian dari sekian banyak titik
uji;
c. Hitung faktor koreksi alat;
Faktor koreksi alat merupakan perbandingan antara uji pantul anvil
penguji ideal dan uji pantul alat yang dipakai dengan menggunakan
anvil penguji. Umumnya palu pantul idealnya menghasilkan angka
pantul 80±2 ketika diuji pada anvil. Anvil penguji merupakan silinder
dengan diameter 150 mm dan tinggi 150 mm terbuat dari baja dengan
61
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
29 Jika kuat tekan karakteristik (fc’) hammer test lebih kecil daripada 80% Tindak lanjut hasil
kuat beton spesifikasi kontrak, maka Pemeriksa dapat hammer test
mempertimbangkan untuk melakukan destructive test, yaitu mengambil
benda uji beton inti untuk dilakukan uji kuat tekan di laboratorium.
30 Pengujian cepat rambat gelombang ultra/ Utrasonic Pulse Velocity (UPV) Ultra Pulse Velocity
bertujuan untuk memperkirakan kualitas beton pada komponen struktur (UPV)
berdasarkan homogenitas beton dan identifikasi adanya retak atau
rongga di dalam beton. Hasil bacaan alat ini adalah cepat rambat
gelombang ultra antara dua tranducer (transmitter dan receiver). Acuan
pengujian alat ini adalah SNI ASTM C597: 2012 tentang Metode Uji
Kecepatan Rambat Gelombang melalui Beton. Contoh penggunaan UPV
dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Contoh Penggunaan UPV
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
31 Cara kerja alat UPV adalah dengan memberikan getaran gelombang Prinsip kerja UPV
longitudinal lewat tranduser elektroakustik, melalui bahan perantara
(coupling agent) yang berwujud minyak gemuk ataupun sejenis pasta
selulose, yang dioleskan pada permukaan beton sebelum tes dimulai.
Saat gelombang merambat melalui media yang berbeda, yaitu minyak
gemuk dan beton, pada batas minyak gemuk dan beton akan terjadi
pantulan gelombang yang merambat dalam bentuk gelombang geser dan
longitudinal. Gelombang geser merambat tegak lurus lintasan dan
gelombang longitudinal merambat sejajar lintasan. Prinsip kerja UPV
dapat dilihat pada Gambar 4.13.
62
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
32 Pengujian UPV dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu: (a) langsung; (b) Cara penggunaan
semi langsung; dan (c) tidak langsung. Cara penggunaan UPV dapat dilihat UPV
pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Cara Penggunaan UPV
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI,
2021
33 Hasil alat UPV ini berupa nilai estimasi homogenitas beton, sesuai dengan Nilai estimasi
Tabel 4.4 berikut: homogenitas beton
Tabel 4.4. Nilai Estimasi Homogenitas Beton
V (km/det) Estimasi Homogenitas
< 2,13 Kurang
2,14 – 3,05 Cukup
3,06 – 3,66 Cukup Baik
3,67 – 4,57 Baik
>4,58 Sangat Baik
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi,
Badiklat PKN BPK RI, 2021
34 Destructive test dapat dilakukan dengan uji tekan beton inti hasil core drill Uji tekan beton
yang dilakukan di laboratorium. Pengujian yang dilakukan bersifat
destruktif atau merusak sehingga sedapat mungkin jumlah sampel
dibatasi. Contoh pengambilan sampel dengan core drill dapat dilihat pada
Gambar 4.15.
63
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI,
2021
35 Standar yang dipakai pada tes ini yaitu metode pengambilan sampel Standar uji tekan
menggunakan SNI 2492: 2018 tentang Metode Pengambilan Benda Uji beton
Beton Inti di Lapangan dan metode pengujian menggunakan SNI 1974: 2011
tentang Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Pemeriksa
perlu melakukan kesepakatan dengan pihak terkait (Penyedia, Pemilik,
Pengawas) terkait metode pengambilan tersebut dan dituangkan dalam
Berita Acara Kesepakatan Pengujian Fisik.
36 Penentuan jumlah titik uji dan/atau benda uji dapat ditentukan dengan Penentuan jumlah
pendekatan, yaitu: benda uji core drill
64
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
37 Meskipun pengambilan dan pengujian benda uji beton inti dilakukan oleh Hal-hal yang perlu
Tenaga Ahli/Laboratorium yang ditunjuk, ada baiknya Pemeriksa juga diperhatikan dalam
memahami beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan beton
pengambilan benda uji inti. inti
65
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
j. Jika rasio L/D < dari 1,75, maka dilakukan koreksi atas hasil pengujian
kekuatan mengacu pada Tabel 4.6. berikut:
Tabel 4.6. Faktor Koreksi jika 1 < Rasio L/D < dari 1,75
No Rasio (L/D) Faktor Koreksi
1 1,75 0,98
2 1,50 0,96
3 1,25 0,93
4 1,00 0,87
66
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Sumber:http://www.pokohjayateknik.com/2020/12/segregasi-pada-beton-cor-jenis-
penyebab.html
40 Jika dalam pemeriksaan ditemukan kondisi mutu beton yang di bawah Penggunaan
standar, yang diantaranya diindikasikan oleh: Tenaga Ahli
41 Berdasarkan Permen PUPR No.11/PRT/M/2018 tentang Tim Ahli Bangunan TABG, Pengkaji
Gedung, Pengkaji Teknis, dan Penilik Bangunan; TABG adalah tim yang Teknis, dan Penilik
terdiri atas para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan Bangunan
gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian
dokumen rencana teknis, dan juga untuk memberikan masukan dalam
penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang
67
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
42 Kekuatan tekan beton karakteristik (K) merupakan kekuatan tekan Kekuatan tekan
dimana dari sejumlah besar hasil pemeriksaan, kemungkinan adanya beton karakteristik
kekuatan tekan yang kurang terbatas sampai 5% saja (based on 5% lower (K)
tail) dengan satuan kg/m2. Nilai kuat tekan beton karakteristik (K)
digunakan berdasarkan Peraturan Beton Indonesia (PBI) Tahun 1971.
Sedangkan, berdasarkan SNI yang berlaku saat ini yaitu SNI 2847: 2019
nilai kuat tekan beton dilambangkan dengan fc’. Fc’ merepresentasikan
kemungkinan adanya kekurangan kuat tekan terbatas sampai 10% (based
on 10% lower tail). Oleh karena itu, nilai fc’ ≠ K karena tingkat
kepercayaannya berbeda.
Untuk kekuatan tekan beton karakteristik (K) tidak diatur lagi dalam SNI
2847: 2019, sehingga pengujian tekan beton dengan benda uji kubus juga
tidak diatur lagi dalam SNI 2847: 2019.
43 Nilai kekuatan tekan beton karakteristik (K) dapat dikonversi ke fc’ Konversi kekuatan
dengan menggunakan tabel perbandingan kekuatan tekan beton pada beton karakteristik
berbagai benda uji sesuai dengan Tabel 4.7. di bawah ini: (K) ke fc’
Tabel 4.7. Perbandingan Kekuatan Tekan Beton pada Berbagai Benda Uji
Benda Uji Perbandingan Kekuatan Tekan
Kubus 15x15x15 cm 1,00
Kubus 20x20x20 cm 0,95
Silinder 15x30 cm 0,83
Sumber: PBI-1971
68
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Tata cara konversi nilai tekan beton disesuaikan dengan ketentuan dalam
kontrak atau apabila tidak diatur maka harus disepakati dengan entitas
dan Penyedia.
44 Dalam melakukan konversi, nilai kekuatan tekan beton karakteristik (K) Contoh konversi
harus diubah dahulu dari satuan kg/m2 ke MPa, dimana: 1 kg/m2 = 0,1 MPa. beton karakteristik
Kemudian nilai tersebut yang dikonversikan ke fc’ dengan menggunakan (K) ke fc’
Tabel 4.5 atau Tabel 4.6.
Contoh:
Beton dengan kekuatan tekan K250 setara dengan fc’ berapa MPa?
Beton K250 = 250 kg/cm2 = 250x0,1 Mpa = 25 Mpa; kemudian berdasarkan
Tabel 4.8: fc’ = 25x0,83 Mpa = 20,75 MPa; atau berdasarkan Tabel 4.9: fc’
kubus 25 MPa = fc’ silinder 20 MPa.
45 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalan pengujian ketepatan mutu Beberapa hal yang
pada konstruksi bangunan gedung, antara lain: perlu diperhatikan
dalam pengujian
a. Standar mutu mengacu pada spesifikasi teknis dalam kontrak. Jika
ketepatan mutu
kontrak tidak mengatur hal tersebut, Pemeriksa dapat menggunakan
kriteria lain, seperti SNI/Pedoman/Manual yang dikomunikasikan
dengan Penyedia dan Pengendali Pekerjaan;
b. Apabila berdasarkan hasil pengujian fisik Pemeriksa menemukan
kelebihan mutu pekerjaan dari yang diperjanjikan dalam kontrak,
Pemeriksa mengakui mutu pekerjaan sesuai dengan bill of quantity.
Sebaliknya, apabila terjadi kekurangan mutu, mutu yang dipakai
adalah mutu yang diperoleh dari hasil pengujian atas konstruksi
aktual yang terpasang;
c. Titik pengambilan benda uji beton inti disesuaikan dengan zona
pengujian yang dilakukan pada saat pelaksanaan konstruksi; dan
d. Penggunaan alat uji sebisa mungkin tidak merusak struktur
konstruksi.
46 Hasil pengujian fisik hanya terbatas mewakili item pekerjaan yang diuji, Kesimpulan
bukan semua pekerjaan pada kontrak atau pada keseluruhan pekerjaan
fisik pada periode yang diuji. Walaupun hasil pengujian fisik hanya
mewakili item pekerjaan yang diuji, namun sesuai SPKN, kesimpulan
diberikan secara populasi atas kepatuhan entitas dalam melaksanakan
tata kelola pelaksanaan kontrak konstruksi yang dapat diperoleh dengan
menguji SPI entitas dalam melaksanakan kontrak konstruksi. Untuk itu,
salah satunya, Pemeriksa dapat membuat lingkup pemeriksaan yang
69
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
70
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB V
CONTOH KASUS TEMUAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
A. Pengantar
03 Kriteria yang digunakan adalah Keputusan Presiden No. 95 Tahun 2007 Kriteria
tentang Perubahan Ketiga Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, Pasal
33 ayat 2 beserta penjelasannya, yang menyatakan pembayaran prestasi
pekerjaan dilakukan dengan sistem sertifikat bulanan atau sistem termin,
khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilakukan
senilai pekerjaan yang terpasang.
(Dalam contoh kasus ini, kriteria yang digunakan Keputusan Presiden No.
95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Keputusan Presiden No. 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi
71
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
05 Berdasarkan hasil pengujian fisik, diketahui diameter besi yang digunakan Hasil pengujian
lebih kecil daripada gambar rencana yang merupakan satu kesatuan dalam fisik
dokumen kontrak. Dalam gambar rencana, dimensi besi tulangan utama dan
besi beugel menggunakan Ø 12mm dan Ø 8mm tetapi dalam pelaksanaan
penyedia jasa menggunakan besi Ø 10mm dan besi Ø 6mm.
06 Hasil pengujian fisik diperkuat dengan hasil wawancara dengan Penyedia Wawancara
yang menyatakan bahwa besi utama yang digunakan untuk kolom, sloof, ring
balok, dan sun screen/kanopi berdiameter 10mm, dan besi beugel yang
digunakan berdiameter 6mm.
07 Hasil pemeriksaan fisik secara uji petik atas pelaksanaan pekerjaan yang Temuan
dilakukan bersama asisten teknik PPK, Penyedia, dan Konsultan Pengawas pemeriksaan
diketahui terdapat kekurangan volume pekerjaan pembesian sebesar
Rp8.651.938,22 dengan rincian pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Kurang Volume Pekerjaan Pembesian
Pembesian Pembesian Hasil Cek Fisik (kg) Harga
Selisih Kurang
Kontrak Ring Sun Satuan
Kolom Sloof Jumlah (kg) Volume (Rp)
(kg) Balok Screen Kontrak (Rp)
1 2 3 4 5 6=2+3+4+5 7=1-6 8 9=7*8
4.229,78 853,26 944,65 944,65 925,07 3.667,63 562,15 15.390,80 8.651.938,22
72
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
73
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
74
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
75
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
sebesar 518,54 m2; 71,00 m2; 33,62 m2; dan 787,70 m atau terdapat
kekurangan volume dengan rincian pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Kurang Volume Pekerjaan Granito, Batu Andesit, dan Stepnozing
Volume
Uraian Harga
No. Sat. Cek Jumlah (Rp)
Pekerjaan Satuan (Rp)
Kontrak Fisik Selisih
1. Lantai Granito
60x60 cm 345.730,00 m2 735,38 575,38 160,00 54.720.000
tangga utama
2. Lantai Granito
60x60 cm
tangga kiri 345.730,00 m2 155,00 68,07 86,93 29.730.060
dan kanan
masjid
3. Lantai batu
andesit 282.150,00 m2 50,00 34,30 15,70 4.430.883,60
tangga utama
4. Stepnozing
56.440,00 m' 820,80 787,70 33,10 1.868.164
10x60 cm
Kekurangan Volume Pekerjaan 90.749.107,60
Rincian perhitungan volume lantai granito tangga utama dan tangga kiri
dan kanan masjid seperti disajikan pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.
Berdasarkan uraian diatas dapat terjadi kelebihan pembayaran terhadap
pekerjaan pekerjaan penataan dan pembangunan masjid ABCD sebesar
Rp214.531.070,70 (Rp16.809.750,00 + Rp103.490.160,00 + Rp882.053,10 +
Rp2.600.000,00 + Rp90.749.107,60).
13 Kelebihan pembayaran atas Selisih Harga Satuan Timpang pada Pekerjaan Kondisi
Pembangunan Gedung SMAN BM Sebesar Rp34.651.974,23
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi ABC dalam
2014 (s.d. 31 Oktober 2014) merealisasikan belanja modal sebesar
Rp20.028.979.509,00 atau 39,86% dari anggaran Rp50.246.773.497,00. Dari
realisasi belanja modal tersebut, diantaranya merupakan Belanja Modal
Konstruksi Gedung/Bangunan sebesar Rp16.577.502.709,00. Diantara
Belanja Modal tersebut, pada TA 2014 dilakukan pembangunan gedung SMAN
BM dengan nilai kontrak Rp1.100.000.000,00.
Pembangunan Gedung SMAN BM dilaksanakan oleh PT SJU berdasarkan
kontrak nomor 123/1234/Disdikpora tanggal 28 Mei 2014 yang dimenangkan
melalui pelelangan umum dengan nilai kontrak sebesar Rp8.133.723.000,00.
Jangka waktu pelaksanaan 180 hari kalender dimulai sejak tanggal 28 Mei
2014 dan berakhir tanggal 24 November 2014. Jaminan Pelaksanaan berupa
Garansi Bank sebesar Rp406.686.150,00 dari Bank Pembangunan Daerah,
berlaku 13 Mei 2014 sampai dengan 22 November 2014. Terhadap kontrak
tersebut telah dilakukan pekerjaan tambah kurang yang dituangkan dalam
Addendum I Surat Perjanjian Nomor 123.1/12345/Disdikpora tanggal 5
76
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
77
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
Berdasarkan Tabel 5.4, maka terdapat selisih lebih jumlah harga yang
dihitung oleh rekanan dalam addendum tambah kurang pekerjaan dengan
nilai sebesar Rp34.651.974,23 dengan rincian pada Lampiran 14.
78
SUPLEMEN PENGUJIAN FISIK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
BAB VI
PENUTUP
A. Pemberlakuan Suplemen
B. Pemutakhiran Suplemen
02 Agar Suplemen Pengujian Fisik Pekerjaan Konstruksi Bangunan Gedung ini Pemutakhiran
dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dan fungsinya, suplemen ini perlu suplemen
dievaluasi, disempurnakan, atau dimutakhirkan sesuai dengan kebutuhan
dan/atau untuk merespon perubahan kebijakan yang berlaku.
C. Pemantauan Suplemen
03 Suplemen ini merupakan dokumen yang dapat berubah sesuai dengan Pemantauan
perubahan peraturan perundang-undangan, standar pemeriksaan, dan suplemen
kondisi lain. Pemantauan suplemen akan dilakukan oleh Direktorat
Penelitian dan Pengembangan.
Masukan atau pertanyaan terkait suplemen ini dapat disampaikan kepada: Kontak
Subdirektorat
Subdirektorat Litbang PDTT
Litbang PDTT
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Ditama Revbang
Lantai II Gedung Arsip BPK RI
Jl. Gatot Subroto No. 31 Jakarta 10210
Telp. (021) 25549000 ext. 3311
Faks. (021) 5705372
Email: subditlitbangpdtt@bpk.go.id
79
DAFTAR PUSTAKA
Publikasian
Balai Diklat PKN Gowa. 2021. Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi dan Perhitungan
Kekurangan Volume dan Mutu.
Badan Litbang KemenPUPR. 2017. Daftar Standar dan Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan
dan Rekayasa Sipil.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2020. Rencana Strategis 2020-2024.
Badan Standarisasi Nasional. 2019. Penetapan SNI 2847: 2019 Persyaratan Beton Struktural
untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan sebagai Revisi SNI 2847: 2013 Persyaratan
Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
Susanto, Hendra dan Hediana Makmur. 2013. Auditing Proyek-Proyek Konstruksi. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Peraturan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung
Negara.
Peraturan Menteri PUPR No. 28/PRT/M/2016 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan
Pekerjaan Bidang PU.
Tautan
https://arafuru.com/material/perbedaan-beton-prategang-dan-beton-bertulang.html
diakses 24 Maret 2021 pukul 13.00 WIB.
Lampiran 1
LEVEL 1 LEVEL 2
Divisi 1 Design Development 1.1 Dokumen kontrak
1.2 Asuransi dan jaminan
1.3 Shop drawing dan as-built drawing
1.4 Site management
1.5 Dokumentasi proyek
Divisi 2 Sitework 2.1 Setting-out
2.2 Fasilitas sementara
2.3 Mobilisasi dan demobilisasi
2.4 Pembersihan lahan dan removal
2.5 Galian, pemotongan, timbunan, dan buangan
Divisi 3 Pekerjaan struktural 3.1 Pekerjaan struktural di atas tanah
3.2 Pekerjaan struktural di bawah tanah
3.3 Rangka atap
Divisi 4 Pekerjaan arsitektur 4.1 Beton
4.2 Logam
4.3 Kayu dan plastik
4.4 Pasangan (masonry)
4.5 Perlindungan suhu dan kelembaban
4.6 Bukaan (jendela, pintu, kusen)
4.7 Finishing
Divisi 5 Pekerjaan mekanikal 5.1 Plumbing
5.2 Pemanasan, ventilasi, dan pengkondisian udara
5.3 Pencegahan kebakaran
Divisi 6 Pekerjaan elektrikal 6.1 Sistem distribusi jaringan listrik
6.2 Sistem pencahayaan
6.3 Sistem komunikasi
6.4 Pencegahan petir
Divisi 7 Fasilitas eksterior 7.1 Paving, perparkiran, pedestrian
bangunan
7.2 Pagar dan gerbang
7.3 Pertamanan dan landscaping (tanaman, rumput,
tanah)
LEVEL 1 LEVEL 2
Divisi 8 Miscelaneous work 8.1 Peralatan
8.2 Konstruksi khusus
8.3 Conveying equipment
8.4 Pekerjaan perpipaan air minum di luar bangunan
gedung
Lampiran 2
b. Truk Mixer
Merupakan kendaraan truk khusus yang dilengkapi dengan concrete mixer yang
berfungsi mengaduk atau mencampur campuran beton (berfungsi sama seperti alat
molen). Truk mixer digunakan untuk mengangkut adukan beton dari tempat
pencampuran beton ke lokasi proyek. Selama pengangkutan, mixer terus berputar
dengan kecepatan 8-12 rpm agar beton tetap homogen dan beton tidak mengeras.
Contoh truk mixer dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Truk Mixer
c. Batching Plant
Merupakan pabrik yang digunakan untuk memproduksi beton siap pakai (beton ready
mix). Seringkali disebut sebagai pabrik beton karena dapat memproduksi beton dalam
partai besar. Contoh batching plant dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Batching Plant
d. Concrete Vibrator
Merupakan salah satu peralatan yang digunakan saat pengecoran di mana fungsinya
untuk pemadatan beton yang dituangkan ke dalam bekisting. Bekisting merupakan
cetakan sementara atau permanen di mana beton atau bahan serupa akan dituangkan.
Hal ini ditujukan agar kandungan udara yang terjebak dalam campuran beton dapat
keluar. Contoh concrete vibrator dapat dilihat pada gambar berikut:
Contoh Concrete Vibrator
e. Concrete Pump
Merupakan alat berat yang dipakai, baik dalam pembangunan konstruksi bangunan
maupun jalan yang berfungsi untuk memompa beton readymix, dari molen atau truk
mixer ke lokasi, dimana pengecoran dilakukan. Contoh concrete pump dapat dilihat pada
gambar berikut:
Contoh Concrete Pump
Lampiran 3
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
b. Bata Beton
1) Bata beton HB-10 sesuai dengan SNI 03—0349: 1989 tentang Bata Beton untuk
Pasangan Dinding;
5
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
2) Semen Portland harus sesuai dengan SNI 7064: 2014 tentang Semen Portland
Komposit atau SNI SNI 0302:2014 Semen Portland Pozolan;
3) Plesteran dan acian sesuai dengan SNI 6882: 2014 tentang Spesifikasi Mortar untuk
Pekerjaan Unit Pasangan;
4) Peralatan yang digunakan sesuai dengan SNI 03-6862: 2002 tentang Spesifikasi
Peralatan Pemasangan Dinding Bata dan Plesteran; dan
5) Pasangan HB-10, plesteran dan acian dapat menggunakan campuran semen
portland dan pasir atau menggunakan produk mortar instan.
Contoh pekerjaan pasangan dinding bata beton dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar Contoh Pekerjaan Pasangan Dinding Bata Beton
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
c. Bata Ringan
1) Bata ringan sesuai dengan SNI 8640: 2018 tentang Spesifikasi Bata Ringan untuk
Pasangan Dinding dengan berat jenis maksimum 1,0 dengan kekuatan minimum 20
kg/cm2;
2) Agregat halus (pasir) sesuai dengan SNI 8321: 2016 tentang Spesifikasi Agregat
beton (ASTM C33/C33M-13, IDT);
3) Semen Portland harus sesuai dengan SNI 7064: 2014 tentang Semen Portland
Komposit atau SNI 0302:2014 tentang Semen Portland Pozolan;
4) Peralatan yang digunakan sesuai dengan SNI 03-6862: 2002 tentang Spesifikasi
Peralatan, Pemasangan Dinding Bata dan Plesteran;
5) Pasangan bata ringan, plesteran dan acian dapat menggunakan campuran semen
portland dan pasir atau menggunakan produk mortar siap pakai (instan).
Contoh pekerjaan pasangan dinding bata ringan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar Contoh Pekerjaan Pasangan Dinding Bata Ringan
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
Sumber: Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
6
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
03 Pekerjaan Pengecatan7
Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan pengecatan, antara lain:
a. Kualitas cat dan bahan lainnya harus sesuai dengan spesifikasi, pencampuran cat
dengan pengencer cat dan material cat itu sendiri jangan sampai berubah dari
spesifikasi yang ditentukan;
b. Pengaplikasian cat harus menutupi warna acian dinding hingga tidak ada bayangan
warna acian;
c. Untuk pengecatan interior dan eksterior menggunaakn cat yang berbeda;
d. Penggunaan cat dasar sebelum cat utama; dan
e. Standar yang digunakan dalam pekerjaan pengecatan, antara lain:
1) SNI 2407: 2008 Tata Cara Pengecatan Kayu untuk Rumah dan Gedung;
2) SNI 03-2408: 1991 Tata Cara Pengecatan Logam;
3) SNI 03-2410-2002 Tata Cara Pengecatan Dinding Tembok dengan Cat Emulsi;
4) SNI 03-6896: 2002 Tata Cara Pengecatan Genteng Beton; dan
5) SNI 03-3433: 2002 Tata Cara Pengecatan Genteng Keramik
7
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
8
ibid
d. Syarat-syarat pelaksanaan pekerjaan, yaitu:
1) Keramik yang akan dipasang harus memiliki ukuran yang sama dalam keadaan baik,
tidak retak, cacat dan bernoda;
2) Bahan keramik sebelum dipasang harus direndam terlebih dahulu dalam air bersih;
3) Pola, arah dan awal pemasangan lantai keramik harus sesuai gambar detail atau
sesuai petunjuk;
4) Pemotongan ubin keramik harus menggunakan alat pemotong khusus sesuai
persyaratan dari pabrik; dan
5) Permukaan keramik yang sudah terpasang harus dibersihkan.
Beberapa jenis kayu yang sering dipakai untuk pekerjaan konstruksi dengan tingkat
kekuatan dan keawetannya, dapat dilihat pada Tabel Jenis Kayu berikut:
Tabel Jenis Kayu
Nama Kayu Tingkat Pemakaian Tingkat Keawetan Tingkat Kekuatan
Kayu Jati I I II
Merbau I I I
Bangkirai I II I
Belian I I I
Resak I I I
9
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
Nama Kayu Tingkat Pemakaian Tingkat Keawetan Tingkat Kekuatan
Rasamala II II II
Merawan II II II
Kamper III I II
Kruing II III II/III
Suren IV IV III
Sumber: Soeratman, Muh Sukoadji, 1978, Konstruksi Kayu 1.
e. Pintu dan jendela dari bahan alumunium harus sesuai dengan spesifikasi dimensi profil
dan tebal alumunium, aksesoris, pemasangan arah bukaan daun pintu/ jendela, dan
pemasangan sealant yang rapi dan benar;
f. Standar yang digunakan pada pekerjaan pintu dan jendela alumunium, antara lain SNI
03-0573: 1989 tentang Syarat Umum Jendela Aluminium Paduan, SNI 07-0417: 1989
tentang Syarat Mutu Paduan Aluminium Ekstrusi, dan SNI 07-0603: 1989 tentang
Produksi Aluminium Ekstrusi untuk Arsitektur;
g. Bahan aluminium yang digunakan harus memenuhi kuat lentur = 140 kg/cm2, lebar profil
10 cm dan 7 cm dengan ketebalan profil 1,0 mm;
h. Ketentuan pemasangan pintu dan jendela alumunium, yaitu:
1) Untuk menahan beban pintu, dipasang 2 engsel, satu di bagian atas, dan satu
dibagian bawah;
2) Jarak antar engsel diatur sedemikian rupa sehingga dapat menahan beban daun
pintu;
3) Pemasangan slot kunci, handle dan backplate harus rapi, lurus dan sesuai dengan
posisinya dan dipasang 80 - 100 cm (as) dari permukaan lantai;
4) Penyekrupan harus dipasang tidak terlihat dari luar dengan sekrup anti
karat/stainless steel, sedemikian rupa sehingga garis sambungan kedap air; dan
5) Toleransi pemasangan kusen aluminium di satu sisi dinding adalah 10 mm yang
kemudian diisi dengan sealant.
06 Pekerjaan Plafon10
Secara umum pekerjaan plafon dibagi menjadu dua jenis, yaitu pekerjaan kerangka dan
pekerjaan penutup plafon. Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan plafon, antara lain:
a. Kerangka Kayu
Bahan kerangka langit-langit: memenuhi standar teknis untuk penutup langit-langit
kayu lapis atau yang setara dengan kelas kuat II ukuran minimum:
1) balok pembagi dan balok penggantung: 4/6 cm (empat per enam centimeter);
2) balok rangka utama: 6/12 cm (enam per duabelas centimeter); dan
3) balok tepi: 5/10 cm (lima per sepuluh centimeter).
10
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
b. Kerangka Hollow
Kerangka hollow terbuat dari besi hollow atau metal furring dengan ukuran 40 mm x
40 mm & 40 mm x 20 mm lengkap dengan besi penggantung diameter 8 mm (delapan
milimeter) dan pengikatnya.
c. Penutup plafon
1) Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerangka aluminium yang
bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.
2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, atau sejenis
yang disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunannya.
3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai
dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
4) Ketentuan bahan, yaitu:
Bahan papan gipsum yang digunakan sesuai dengan ketentuan SNI 03-6384:
2000 tentang Spesifikasi Panel atau Papan Gypsum;
Bahan kayu menggunakan ketentuan sesuai SNI 03-2445: 1991 tentang
Spesifikasi ukuran kayu untuk bangunan rumah dan gedung;
Rangka panel gipsum dapat menggunakan bahan kayu atau metal furring; dan
Panel gipsum yang digunakan memiliki ketebalan minimum 9 mm.
d. Rangka plafon dibuat dari profil C dan Metal furing saling dikaitkan dengan modul 60x120
cm;
e. Pemasangan lembaran papan gipsum menggunakan skrup gipsum ke konstruksi
rangka metal furring kemudian di compound dan dicat;
f. Seluruh sisi bagian bawah rangka langit-langit harus diratakan, pola pemasangan
rangka/penggantung harus disesuaikan dengan detail gambar serta hasil pemasangan
harus rata/tidak melendut;
g. Untuk mencegah lendutan dipasang pengait dari rangka plafon ke rangka atap
menggunakan kabel baja atau truss baja ringan;
h. Pekerjaan langit-langit dilakukan bersamaan dengan memperhatikan pekerjaan
elektrikal dan perlengkapan instalasi lain yang terletak di atas langit-langit; dan
i. Perlu dibuatkan manhole untuk keperluan akses perawatan dan perbaikan.
07 Pekerjaan Atap11
Beberapa pengendalian mutu pada pekerjaan atap, yaitu:
a. Bahan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran:
1) Reng ukuran 2/3 cm atau 3/4 cm untuk genteng beton; dan
11
Disarikan dari Bahan Diklat Teknik Pengujian Fisik Konstruksi, Badiklat PKN BPK RI, 2021
2) Kaso ukuran 4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar kaso disesuaikan
ukuran penampang kaso.
b. Bahan kerangka penutup atap non kayu:
1) Gording baja profil C, dengan ukuran minimal 125 mm x 50 mm x 20 mm x 3,2 mm;
2) Kuda-kuda baja profil WF, dengan ukuran minimal 250 mm x150 mm x 8 mm x 7 mm;
3) Baja ringan (light steel); dan
4) Beton plat tebal minimum 12 cm
08 Pekerjaan Mekanikal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Lampiran poin II Standar
Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung, untuk Bangunan Gedung di Atas
dan/atau di Dalam Tanah, Permukaan Air, dan/atau Prasarana dan Sarana Umum kecuali
bersifat ketentuan khusus berkaitan dengan lokasi penempatan Bangunan Gedung:
a. Perencanaan ventilasi dan pengkondisian udara yang dalam tata cara perencanaan dan
pelaksanaannya telah memiliki standar baku maka ventilasi dan pengkondisian udara
Banguan Gedung harus sudah memenuhi semua ketentuan sesuai standar teknis (SNI)
yang terkait, antara lain:
1) SNI 03-6759: 2002 tentang Tata Cara Perancangan Konservasi Energi pada
Bangunan Gedung dan/atau perubahannya; dan
2) SNI 03-6572: 2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung dan/atau perubahannya.
b. Perencanaan jalan masuk dan keluar serta transportasi dalam Bangunan Gedung yang
dalam tata cara perencanaan dan pelaksanaannya telah memiliki standar baku maka
jalan masuk dan keluar serta transportasi dalam Bangunan Gedung harus sudah
memenuhi semua ketentuan sesuai standar teknis (SNI) yang terkait antara lain:
1) SNI 03-1735: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses
Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan /atau
perubahannya;
2) SNI 03-1746: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan
Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan/atau perubahannya; dan
3) SNI 03-6573: 2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Transportasi Vertikal
dalam Gedung (Lift) dan/atau perubahannya.
Lingkup pekerjaan mekanikal dalam konstruksi bangunan gedung meliputi:
a. Pelaksanaan instalasi dan perlengkapan tata udara, mengacu pada:
1) SNI 03-6390: 2011 dan pembaruannya SNI 6390: 2020 tentang Konservasi Energi
Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung;
2) SNI 03-6767: 2002 tentang Spesifikasi Umum Sistem Ventilasi Mekanis dan Sistem
Tata Udara sebagai Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan;
3) SNI 03-6769: 2002 tentang Spesifikasi Sistem Pengolahan Udara Sentral sebagai
Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan dan/ atau Perubahannya;
b. Instalasi dan perlengkapan proteksi kebakaran, dengan mengacu pada:
1) SNI 07-0242.1: 2000 tentang Spesifikasi Pipa Baja Dilas dan Tanpa Sambungan
dengan Lapis Hitam dan Galvanis Panas;
2) SNI 03-1746: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan
Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
3) SNI 03- 3987: 1996 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Pemadam Api
Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
4) SNI 03-1745: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Pipa Tegak dan
Selang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
5) SNI 03-3985: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian
Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung;
6) SNI 03-3989: 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung;
7) SNI 03-6570: 2001 tentang Instalasi Pompa yang Dipasang untuk Proteksi
Kebakaran;
8) SNI 03-6571: 2001 tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan
Gedung;
9) SNI 03-7012: 2004 tentang Sistem Manajemen Asap dalam Mal, Atrium, dan Ruangan
Bervolume Besar;
10) SNI 03-6382: 2000 tentang Spesifikasi Hidran Kebakaran Tabung Basah;
11) SNI 03-6383: 2000 tentang Spesifikasi Peralatan Pengolah Udara Individual sebagai
Sistem Pengendalian Asap Terzona dalam Bangunan Gedung;
12) SNI 19-6718: 2002 tentang Spesifikasi Damper (penutup lubang ventilasi) Kebakaran;
13) SNI 03-6462: 2000 tentang Tata Cara Pemasangan Damper Kebakaran;
14) SNI 03-6415: 2000 tentang Spesifikasi Proteksi untuk Bukaan pada Konstruksi Tahan
Api;
15) SNI 03-6420: 2000 tentang Spesifikasi Sistem Pengolahan Udara di Dapur dan
Ruang Parkir sebagai Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan;
16) SNI 03-6570: 2001 tentang Instalasi Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi
Kebakaran;
17) SNI 03-6767: 2002 tentang Spesifikasi Umum Sistem Ventilasi Mekanis dan Sistem
Tata Udara sebagai Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan;
18) SNI 03-6769: 2002 tentang Spesifikasi Sistem Pengolahan Udara Sentral sebagai
Pengendali Asap Kebakaran dalam Bangunan; dan
19) SNI 03-6765: 2002 tentang Spesifikasi Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung dan/atau Perubahannya.
c. Instalasi dan perlengkapan transportasi dalam gedung, mengacu pada:
1) SNI 05-6040: 1999 tentang Syarat-syarat Umum Konstruksi Lift Penumpang yang
Dijalankan dengan Motor Traksi; dan
2) SNI 05-7052: 2004 tentang Syarat-syarat Umum Konstruksi Lift Penumpang yang
Dijalankan dengan Motor Traksi Tanpa Kamar Mesin dan/atau Perubahannya.
Gambar Contoh Pelaksanaan Pekerjaan Mekanikal berupa Lift Penumpang
https://id.pinterest.com/pin/653584964646792501/visual-
earch/?x=94&y=10&w=452&h=353&cropSource=6
09 Pekerjaan Elektrikal
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Lampiran poin II Standar
Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung, Ketentuan Keandalan Bangunan
Gedung, dinyatakan bahwa:
a. Setiap bangunan yang di dalamnya menggunakan instalasi listrik dalam perencanaan,
pemasangan dan verifikasinya harus memenuhi ketentuan instalasi listrik seperti yang
diatur dalam SNI 0225:2020 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000
dan/atau perubahannya.
b. Perencanaan dan pemasangan instalasi listrik harus dilakukan oleh ahli.
c. Perlengkapan listrik hanya boleh dipasang pada instalasi jika memenuhi ketentuan
dan/atau standar yang berlaku.
d. Pada setiap perlengkapan listrik yang digunakan dalam Bangunan Gedung harus
tercantum dengan jelas (i) nama pembuat atau merek dagang; (ii) daya, voltase dan arus
pengenal; dan (iii) data teknis lainnya seperti disyaratkan SNI atau standar yang relevan.
Lingkup pekerjaan elektrikal dalam konstruksi bangunan gedung meliputi:
a. Pelaksanaan instalasi dan peralatan catu daya listrik dan penerangan mengacu pada:
1) SNI 04-0227-1994/Amd1-1999 tentang Tegangan Standar, Amandemen 1;
2) SNI 0225: 2020 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL);
3) SNI 03-6197: 2000 dan pembaruannya SNI 6197: 2020 tentang Konservasi Energi
pada Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung dan/atau Perubahannya;
b. Instalasi dan peralatan catu daya khusus (Genset dan UPS) mengacu pada:
1) SNI04-7018: 2004 tentang Sistem Pasokan Daya Listrik Darurat dan Siaga;
2) SNI 04-7019: 2004 tentang Sistem Pasokan Daya Listrik Darurat Menggunakan
Energi Tersimpan dan/ atau Perubahannya;
c. Instalasi dan peralatan proteksi petir mengacu pada:
1) SNI 03- 7014.1: 2014 tentang Proteksi Bangunan terhadap Petir Bagian 1: Prinsip
Umum;
2) SNI 03-7015: 2004 tentang Sistem Proteksi Petir pada Bangunan dan/ atau
Perubahannya;
d. Instalasi dan peralatan pembumian/pentanahan mengacu pada SNI 0225: 2020 tentang
Pedoman Umum Instalasi Listrik (PUIL) dan/ atau Perubahannya;
e. Instalasi dan peralatan tata suara;
f. Instalasi dan peralatan detektor, alarm dan tanda bahaya mengacu pada SNI 03-3985:
2000 tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan/atau Perubahannya;
g. Instalasi dan peralatan komunikasi dan data;
h. Instalasi dan peralatan sistem pengamanan; dan
i. Instalasi dan peralatan otomatisasi bangunan.
11 Pekerjaan Plambing
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Lampiran poin II Standar
Perencanaan dan Perancangan Bangunan Gedung, kecuali bersifat khusus berkaitan
dengan lokasi penempatan bangunan gedung, perencanaan sistem plambing yang dalam
tata cara perencanaan dan pelaksanaannya telah memiliki standar baku, maka sistem
plambing bangunan gedung harus sudah memenuhi semua ketentuan SNI atau standar
tenis yang terkait.
SNI tersebut antara lain, SNI 8153:2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung
serta Pedoman Plambing Indonesia (PPI). Untuk hal-hal yang belum dicakup atau tidak
disebut dalam SNI 03-6481-2000 tentang Sistem Plambing dan/atau perubahannya
dan/atau PPI dapat menggunakan ketentuan/standar dari negara lain atau badan
internasional, sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Lingkup pekerjaan mekanikal dalam konstruksi bangunan gedung meliputi:
a. Instalasi dan peralatan plambing dan pompa mekanik dengan mengacu pada:
1) SNI 07-0242.1: 2000 tentang Spesifikasi Pipa Baja Dilas dan Tanpa Sambungan
dengan Lapis Hitam dan Galvanis Panas;
2) SNI 8153: 2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung;
3) SNI ISO 17613-1:2012 tentang Pompa yang Dioperasikan Secara Manual untuk Air
Minum - Pemilihan dan Penerimaan;
4) SNI 2547: 2008 dan pembaruannya SNI 2547: 2019 tentang Spesifikasi Meter Air;
5) SNI 06-4828: 1998 tentang Spesifikasi Cincin Karet Sambungan Pipa Air Minum, Air
Limbah dan Air Hujan;
6) SNI 4829.1: 2015 tentang Sistem Perpipaan PlastiK - Pipa Polietilena (PE) dan Fitting
untuk Sistem Penyediaan Air Minum - Bagian 1: Umum;
7) SNI 4829.2: 2015 tentang Sistem Perpipaan Plastik - Pipa Polietilena (PE) dan Fitting
untuk Sistem Penyediaan Air Minum Bagian 2: Pipa;
8) SNI 4829.3: 2015 tentang Sistem Perpipaan Plastik - Pipa Polietilena (PE) dan Fitting
untuk Sistem Penyediaan Air Minum Bagian 3: Fitting;
9) SNI 06-6404: 2000 tentang Spesifikasi Flense Pipa Baja untuk Penyediaan Air Bersih
Ukuran 110-366 mm;
10) SNI 06-0084: 2002 tentang Pipa PVC untuk Saluran Air Minum;
11) SNI 06-6419: 2000 tentang Spesifikasi Pipa PVC Bertekanan Berdiameter 110-315 mm
untuk Air Bersih;
12) SNI 6719: 2015 tentang Spesifikasi Pipa Baja Bergelombang dengan Lapis Logam
untuk Pembuangan Air dan Drainase Bawah Tanah;
13) SNI 06-6785: 2002 tentang Spesifikasi Pipa Resin Termoseting Bertekanan
Berpenguat Fiberglass;
14) SNI 7511: 2011 tentang Tata Cara Pemasangan Pipa Transmisi dan Pipa Distribusi
serta Bangunan Pelintas Pipa;
15) SNI 07-6398: 2000 tentang Tata Cara Pelapisan Epoksi Cair untuk Bagian Dalam dan
Luar pada Perpipaan Air dari Baja; dan
16) SNI 19-6782: 2002 tentang Tata Cara Pemasangan Perpipaan Besi Daktil dan
Perlengkapannya dan/ atau Perubahannya.
b. Instalasi dan peralatan bak penampungan air mengacu pada:
1) SNI 8153: 2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung; dan
2) PtS-04: 2000-C tentang Spesifikasi Bak Penampungan Air Hujan untuk Air Bersih
dari Ferro Semen dan/atau Perubahannya.
12 Salah satu dokumen yang dapat digunakan untuk melihat hasil pengujian pekerjaan
mekanikal, elektrikal, dan plambing adalah hasil test commissioning. Commissioning
adalah pengujian operasional suatu pekerjaan secara real atau nyata maupun secara
simulasi untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan dan memenuhi
semua peraturan yang berlaku (rule), regulasi (regulations), kode (code) dan sesuai
standar (standard) yang telah ditetapkan antara penyedia dan entitas. Tujuan dilakukan
commissioning ini adalah untuk mendapatkan kepastian hasil suatu pekerjaan.
Pelaksanaannya dilakukan apabila pelaksana kerja (Penyedia) telah menyelesaikan
pekerjaannya dan siap untuk melakukan start – up.
Dalam pelaksanaan commissioning terdapat persyaratan administrasi yang harus
dilengkapi, antara lain12:
a. Calibration Certificate, yaitu sertifikat kalibrasi;
b. Assembly Certificate, yaitu sertifikat dari produsen barang yang terpasang;
c. Test Certificate, yaitu sertifikat pengetesan fungsi peralatan atau sistem;
d. Installation Certificate, yaitu sertifikat instalasi; dan
e. Flushing Certificate, yaitu sertifikat telah dilakukan pembersihan.
13 Pekerjaan Lanskap
12
Sumber: https://abi-blog.com/commissioning/
Tabel Klasifikasi dan Spesifikasi Paving Blok
Kuat Tekan (MPa) Keausan (mm/menit) Penyerapan Air
Mutu Penggunaan
Rata-rata Min Rata-rata Max Max (%)
A Jalan 40 35 0,090 0,103 3
B Pelataran parkir 20 17 0,130 0,149 6
C Pejalan kaki 15 12,5 0,160 0,184 8
D Taman dan pengguna lain 10 8,5 0,219 0,251 10
c. Perabot taman (landscape furniture) yang mengacu pada SNI 03-6968-2003 tentang
Spesifikasi Fasilitas Tempat Bermain di Ruang Terbuka Lingkungan Rumah Susun
Sederhana dan/atau Perubahannya.
Kondisi
Kategori Kelas Sulfat SO42- larut dalam air di Sulfat SO42- larut dalam
tanah, dalam persen massa [1] air, dalam ppm [2]
S0 SO42- < 0,10 SO42- < 150
Kasus : Pengecoran beton pada suatu proyek dilakukan selama 7 hari dengan
volume 150 m3/ hari dan dilakukan dengan menggunakan truck mixer
berkapasitas 7 m3/ truk. Tentukan jumlah minimum uji silinder yang harus
dibuat untuk memenuhi ketentuan minimum menurut SNI 2847: 2019
Perhitungan : 1. Total volume beton yang dicor selama 7 hari = 7x150 m3 = 1.050 m3;
kapasitas 1 truk = 7m3/ truk.
2. Jumlah truk yang dibutuhkan selama 7 hari adalah = 1.050/7 = 150 truk,
atau 150 truk/ 7 hari = 21.42 = 22 truk/ hari.
3. Volume total 22 truk = 22 truk x 7m3 = 154 m3.
4. Jumlah uji tekan/ hari = 154/110* = 1.40 = 2. Jadi jumlah truk yang harus
diambil benda ujinya paling sedikit adalah 2 truk/ hari.
5. Selama 7 hari pengecoran paling sedikit ada 14 truk yang harus diambil
benda ujinya untuk uji tekan.
6. Dengan demikian, jumlah minimum benda uji silinder yang harus dibuat
untuk proyek tersebut adalah:
a. Minimum 14x2 = 28 silinder berukuran 150mm x 300mm, atau
b. Minimum 14x3 = 42 silinder berukuran 100mm x 200mm.
*Sesuai SNI 2847: 2019: Sampel untuk spesimen uji kekuatan setiap campuran beton
setidaknya sekali untuk setiap 110m3 beton.
Lampiran 6
Catatan Penting:
Pemeriksa perlu memperhatikan
Satuan Pembayaran di dalam RAB
kontrak (misalnya apakah Ls atau
sewa per hari). Pengujian dilakukan
berdasarkan Satuan Pembayaran
tersebut.
3 Sewa Scaffolding DKH, jumlah dan Alat (ada di dalam item Lakukan perhitungan volume ruang dan
spesifikasi pekerjaan) tidak disewa bandingkan dengan volume ruang satu
scaffolding, jangka set scaffolding.
waktu sewa Jumlah alat dan masa sewa
tidak sesuai kontrak Catatan Penting:
Pemeriksa perlu memperhatikan
Satuan Pembayaran di dalam RAB
kontrak (misalnya apakah Ls atau
sewa per hari). Pengujian dilakukan
berdasarkan Satuan Pembayaran
tersebut.
Sorong/Sigmat/Micrometer screw.
- Jika tidak dimungkinkan menghitung panjang secara
langsung di lapangan, kontrol pengukuran panjang
gording dengan melihat gambar atau dengan Aplikasi
AutoCad.
- Jika memungkinkan dapatkan sampel profil, ditimbang
untuk mengetahui berat aktual kg/m’
- Tuangkan hasil pemeriksaan fisik dalam Berita Acara
pemeriksaan
- Contoh didapatkan Hasil Cek Fisik :
A = 75
B = 40
T1 = 5
T2 = 7
Pada TA 2018, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten ABC melakukan pembangunan gedung
perkantoran. Salah satu pekerjaan utama merupakan pekerjaan beton. Nilai kuat tekan beton
rencana fc’ adalah 25 MPa. Untuk menguji mutu pekerjaan beton tersebut, dilakukan
pengujian fisik dengan menggunakan hammer test dengan hasil sebagai berikut:
a. Dilakukan pengujian pada 30 lokasi bidang uji dan terdapat beberapa pembacaan nilai
lenting yang berbeda sehingga tidak diperhitungkan. Hasil pembacaan adalah kuat
lenting (R) yang kemudian dihitung R rata-rata
Keterangan:
σ i = Kuat tekan pada STA i,
σ av = rata-rata kuat tekan
n = jumlah sampel
Perhitungan standar deviasi juga dapat dilakukan dengan mempergunakan rumus excel
(stddev) sehingga diperoleh nilai standar deviasi sebesar 88,37.
d. Hitung kuat tekan beton kubus (K) berdasarkan hammer test
Kuat tekan beton kubus (K) = σ av – (SD x 1,645)
= 362,07– (88,37 x 1,645)
= 216,69
e. Hitung kuat tekan benda uji silinder (fc’) berdasarkan nilai hitung kuat tekan beton kubus
(K)
Kuat tekan benda uji silinder (fc’) = (0,83 x K) /10
= (0,83 x 216,69)/10
= 17,986 MPa
f. Selanjutnya hitung nilai dari 80% kuat tekan beton rencana (kontrak). Dalam kasus ini
diketahui bahwa nilai kuat tekan beton rencana adalah sebesar 25 MPa, sehingga:
80% 𝑥 25 𝑀𝑃𝑎 = 20 𝑀𝑃𝑎
g. Hasil perhitungan hammer test menunjukkan bahwa fc’ hasil hammer test sebesar
17,986 Mpa, dimana nilai tersebut lebih kecil dari 80% kuat tekan beton rencana sebesar
20 MPa. Sehingga disarankan pengujian lebih lanjut berupa pengambilan benda uji inti
(core drill) oleh Tenaga Ahli.
Lampiran 8
Rincian Perhitungan Kurang Volume Pekerjaan Pembesian
Keterangan:
KL 19/19 = kolom 19 x 19 cm
KL 15/15 = kolom 15 x 15 cm
RB 15/15 = Ring Balok 15 x 15 cm
RB 20/25 = Ring Balok 20 x 25 cm
SL 15/15 = Sloof 15 x 15 cm
SL 20/25 = Sloof 20 x 25 cm
Lampiran 9
1 Kaligrafi
2 Mihrab
3 Pilar
4 ACP
ACP Atas
(4,2 x 4,09) x 2 Muka 2 4,2 4,09 34,36
ACP Bawah
(4,2 x 1,5) x 2 Muka
2 4,2 1,5 12,60
1 Lingkar Dalam
(10,2 x 4,1) 10,2 4,1 41,82
2 Lingkar Luar
(10,2 x 4,1) 10,2 4,1 41,82
3 Lingkar Atas
(10,2 x 2) 10,2 2 20,40
4 Mihrab Ruang Imam
(1,2 x 5,99) x 2 Muka 2 1,2 5,99 14,38
1/2 x (4,5 x 2) 1 4,5 2 9,00
(5,4 x 2) 5,4 2 10,80
(3,14 x 0,2 x 5,4) x 2 Muka 2 0,2 5,4 6,78
0,30
2,3
1,80
Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2
Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2
Volume
NO Urain Gambar / di sket Trap
Panjang Lebar Jumlah m2
Lantai 1 86,00 0,19 16,34
Lantai 2 mezanin 66,00 0,17 11,22
JUMLAH 5 27,56
Volume
NO Urain Gambar / di sket Bagian
Panjang Lebar Jumlah m2
I Tangga kiri masjid
1 1,73 0,19 0,33
2 1,73 0,20 0,35
3 1,73 0,19 0,33
4 1,73 0,18 0,31
5 1,73 0,20 0,35
6 1,73 0,20 0,35
7 1,73 0,19 0,33