4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis
5. PATOFISIOLOGI
Masalah kaki diabetes ini disebabkan oleh komplikasi dari penyakit
diabetes itu sendiri, dimana penyebab yang paling umum diketahui adalah akibat
neuropati dan juga gangguan vaskular perifer. Neuropati baik berupa neuropati
sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, hal tersebut kemudian menyebabkan perubahan
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi juga menyebabkan infeksi
mudah mernyebar menjadi infeksi yang lebih luas. Faktor aliran darah yang
kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Neuropati sensorik biasanya cukup berathingga menghilangkan sensasi proteksi
yangberakibat meningkatnya kerentanan terhadap trauma fisik dantermal,
sehingga meningkatkan risiko ulkuskaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi
posisikaki juga hilang.Neuropati motorik mempengaruhi semuaotot,
mengakibatkan penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah,
deformitas khas seperti hammer toe, claw toe, hallux rigidus. Deformitas kaki
menimbulkanterbatasnya mobilitas, sehingga dapatmeningkatkan tekanan plantar
kaki dan mudah terjadi ulkus. Claw toe biasanya berupa dorsifleksi dari sendi
metatarsophalangeal (MTP) disertai fleksi bersamaan dari sendi proximal
interphalangeal (PIP) dan sendi distal interphalangeal (DIP), sedangkan hammer
toe fleksi terjadi pada sendi interphalangeal (PIP). Neuropati autonom ditandai
dengan kulitkering, serta tidak berkeringat Hal ini mencetuskantimbulnya fisura,
kerak kulit, sehingga kakirentan terhadap trauma minimal. Hal tersebutjuga dapat
terjadi karena penimbunan sorbitoldan fruktosa yang mengakibatkan
aksonmenghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya
refleks otot dan atrofi otot. Kelainan vaskuler berupa iskemi juga dialami oleh
penderita DM. Hal ini disebabkanproses makroangiopati dan menurunnya
sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilangatau berkurangnya denyut nadi arteri
dorsalispedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea. Hal tersebut menyebabkan kaki
menjadi atrofi, dingin, dankuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosisjaringan,
sehingga timbul ulkus yang biasanyadimulai dari ujung kaki atau
tungkai.Kelainan neurovaskular pada penderitadiabetes diperberat dengan
aterosklerosis.Menebalnyaarteri di kaki dapat mempengaruhi otot-ototkaki dan
menyebabkan berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan
dalamjangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan
berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. DM yang tidak terkendali akan
menyebabkan penebalan tunika intima pembuluh darah besar dan kapiler,
sehingga aliran darah ke kaki terganggu dan terjadi nekrosis yang mengakibatkan
ulkus diabetikum. Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit dan
mengganggu pelepasan oksigen oleh eritrosit, sehingga terjadi penyumbatan
sirkulasi dan kekurangan oksigen dan mengakibatkan kematian jaringanyang
selanjutnya menjadi ulkus.Infeksi seringmerupakan komplikasi akibat
berkurangnyaaliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisamenjadi gangren
kaki diabetik.
Pohon Masalah
6. PENATALAKSANAAN
Modalitas terapi pada pasien DM terdiri dari edukasi, terapi nutrisi, jasmani, dan terapi
farmakologis.
a. Edukasi
Edukasi meliputi promosi hidup sehat dan dilakukan sebagai upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang penting dari pengelolaan DM secara holistic (Rashida Binti Abu
Rahman & Devi Srinivasagam, 2018).
b. Terapi Nutrisi
Komposisi makanan dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45-65% terutama yang berserat
tinggi. Lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak melebihi 30% total
asupan energi. Protein sebesar 10-20% total asupan energi. Asupan natrium sama seperti
orang sehat yaitu <2300 mg per hari. Konsumsi serat dianjurkan 20-35 gram/hari.
Kebutuhan kalori bagi penderita DM adalah 25 kal/kgBB ideal untuk wanita dan 30
kal/kgBB ideal untuk laki-laki. Jumlah kebutuhan kalori bisa ditambah atau dikurangi
atas dasar beberapa faktor, seperti jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-
lain. Stres metabolic juga memengaruhi jumlah kalori yang harus diberi, penambahan
10- 30% tergantung dari beratnya stres metabolik (sepsis, operasi, trauma).
Penghitungan berat badan ideal menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi, seperti
berikut:
- Pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumusnya
menjadi:
c. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2 yang tidak disertai
nefropati. Kegiatan jasmani dilakukan secara teratur 9 sebanyak 3-5 kali per minggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per minggu. Latihan jasmani yang
dilakukan adalah yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut
jantung maksmial). Contoh latihan jasmani tersebut meliputi jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang.
d. Terapi Farmakologis
1.) Pengkajian
Pengkajian dilakukan meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari
riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,
riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
1. Pengkajian Riwayat Penyakit:
Komponen yang perlu dikaji:
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
2) Tanda-tanda vital dengan mengukur:
a) Tekanan darah
b) Irama dan kekuatan nadi
c) Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
d) Suhu tubuh
3) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
a) Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran
lain seperti cairan otak.
- Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak, distensi
vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.
b) Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks:
- Kelainan bentuk dada
- Pergerakan dinding dada
- Amati penggunaan otot bantu nafas
- Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis,
abrasi dan laserasi
c) Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji:
Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi
abdomen dan jejas
Masa: besarnya, lokasi dan mobilitas
Nadi femoralis
Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
Distensi abdomen
d) Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji:
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
e) Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji:
Deformitas
Tanda-tanda jejas perdarahan
Jejas
Laserasi
Luka
f) Pengkajian Psikosossial
Meliputi:
Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit
tiba-tiba,
kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga
Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan
dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.
2.) Diagnosis keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2017
Edisi 1 Cetakan III (Revisi) diagnosa pasien dengan masalah nutrisi, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Hipotermia berhubungan dengan efek agen farmakologis dibuktikan dengan
kulit teraba dingin, suhu tubuh dibawah normal
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah dibuktikan dengan kadar glukosa dalam darah yang
tinggi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis
dibuktikan dengan kekuatan otot menurun
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis Diabetes mellitus
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostic
Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria hasil Keperawatan,
Edisi1.Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI