Anda di halaman 1dari 13

~ ~ KUMPULAN KASUS BEDAH DIGESTIVE ~ ~

1. BATU EMPEDU

Sumber gambar: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459370/figure/article-22041.image.f5/

 Penyebab  super saturasi cairan empedu di kantung empedu.


 Gejala  khas nyeri perut kanan atas tembus ke punggung/kolik bilier, waktunya lama (bisa
berjam-jam sampai hari jika dibandingkan dengan penyakit yang lain)
 Bisa nyeri karena peradangan baik dari kolik bilier (tidak diikuti demam) atau cholecistitis
(diikuti demam). Kalau akut  demam menggigil, kalau kronis  tidak menggigil
 Cholecistitis  peradangan pada kantung empedu dengan gejala khas nyeri (murphy sign)
dan demam menggigil.
 Indikasi operasi batu empedu:
a. Simptomatik/ada keluhan (karena infeksi seperti cholecistitis, empyema gall bladder,
absess gall bladder atau karena sumbatan seperti mylar syndrome, kolik bilier)
b. Asimptomatik/tidak ada keluhan: batu tunggal>1cm, batu multiple, riwayat DM, immuno
compremise (kanker, dll)
 Operasi pada batu empedu adalah angkat kantung empedu (sekali membentuk batu akan
bentuk terus dan diikuti infeksi) atau cholesistektomi, bisa yang laparoscopic (gold standar,
keuntungan minimal invasif) atau open cholesistektomi (laparoskopik tidak bisa mungkin
karena perlengketan)
 Faktor resiko  4F (female-forty-faty-fertility), jika pada pasien tidak ada riwayat 4F misal
laki-laki-usia muda dll maka perlu dicari riwayat kebiasaan makan (seperti herbal yang
merusak kualitas garam empedu di kandung empedu), makan kolesterol tinggi, konsumsi
lesitin (lemak tidak jenuh  kacang, kedelai, nangka, duren ~minyak nabati~) kurang.
 Segitiga Small  ketidakseimbangan antara kolesterol, kualitas garam empedu yang
menurun, dan konsumsi lesitin yang kurang
 Batu empedu komplikasi dari metabolisme lemak, setelah operasi maka pola makan harus
diperbaiki ke lemak yang tidak jenuh
 Jenis batu:
- cholesterol (kadar kolesterol >70%)  tidak ada kalsium sehingga bisa dilarutkan,
- pigmen (kadar kolesterol 30-50%),
- mixstone/campuran, paling banyak di Indonesia (kadar kolesterol berada diantara
cholesterol dan pigmen, karena ada kalsium bilirubin jadi keras sehingga bila diobati obat
seperti urdafa tidak larut).
 Diagnostik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang seperti USG
abdomen (semua kelainan bilier wajib diperiksa), kalau tidak jelas/kalau perlu CT Scan
abdomen atau magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP).
2. BATU CBD (batu di common bile duct atau koledukus)

Sumber gambar: https://gallstonesrx.weebly.com/gallstones.html

 Batu saluran empedu bisa:


- Primer (asli terbentuk di saluran empedu, jumlah ratusan dan ukuran sama, bisa dari
intrahepatikus sampai ekstraepatikus)
- Sekunder (dari kantung empedu yang lepas, paling banyak di Indonesia, jumlah + di
bawah 10 dan ukuran berbeda). Paling banyak terjadi
 Menyebabkan kuning yg turun-naik kecuali impaksi di distal (hari ini kuning besok jernih,
bisa lebih jelas dilihat dari air kencing seperti lebih pekat atau jernih, beda seperti di mata jika
batu lepas seminggu baru jernih), umumnya diikuti nyeri dan tanda peradangan saluran
empedu/cholangitis (gejala kuning (wajib), demam menggigil, murphi sign (+))
 Diagnosa USG Abdomen, kalau tidak jelas MRCP/CT Scan abdomen dengan kontras,
laboratorium  bilirubin totak dan direk (biasa direk naik 2,5 kali dari indirek)
 Penanganan  ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) dipasang t-drain
dilanjutkan besoknya lusanya laparoscopic cholesistektomi, pilihan kedua LCBDE
(laparoscopic common bile duct exploration) setelah itu open explorasi CBD. Prinsipnya
ambil batu yang lepas lalu cholesistektomi karena umumnya merupakan batu sekunder dari
kandung empedu. ERCP  diagnostic dan terapi. Komplikasi ERCP bisa perdarahan, infeksi
dll

3. OBSTRUKSI JAUNDICE (POST HEPATIK/ EKSTRAHEPATIK)

Sumber gambar: https://www.jaypeedigital.com/book/9788184489026/chapter/ch24

 Jaundice bisa karena pre hepatic (gangguan darah), intra hepatik (hepatitis, weil disease, drug
induced hepatitis) dan post hepatik
 Sumbatan pada saluran empedu oleh karena:
 Batu CBD (common bile duct)
 Batu kantung empedu besar menekan atau menancap di hartman poutch (dengan
gejala mirizzy sindrome)
 Keganasan saluran empedu (cholangio ca, ca ampula vateri (makin lama makin
kuning, BAK jadi pekat, BAB jadi lebih dempul), ca gallbladder), ca caput pancreas
(setiap habis makan muntah)
 Cholangitis
 Penangan sesuai penyebab kasus:
 intinya pada cbd adalah atasi drainage dan evakuasi penyumbat misal batu dengan
ERCP/LCBDE,
 kalau ca gallbladder maka radikal cholesistektomi dengan reseksi hepar lalu
dilanjutkan kemoterapi/whipple procedure,
 kalau ca ampula vateri atau ca caput pankreas jika resektable maka whipple procedure,
kalau unresektable maka drainage bilier dengan cara intradrainage dengan membuat
by pass antara usus dan saluran empedu sehingga bisa mengalir jadi liver tidak
bengkak dan pasien tidak kuning,
 kalau ca caput pancreas sambungkan usus ke lambung supaya pasien bisa makan)
 Laboratorium  penigkatan bilirubin total dan bilirubin direct.
4. HERNIA

Sumber gambar: https://esurgery.gr/en/conditions-and-treatments/hernia-surgery/

 Riwayat benjolan keluar masuk


 Hernia Ingunalis Lateral (HIL) semua harus dioperasi kecuali ada kontra indikasi
pembedahan/tidak bisa dibius (seperti kelainan jantung, perdarahan otak, gangguan darah dll)
 sering pada usia muda (paling banyak) dan bisa juga pada usia tua
 Hernia Ingunalis Medial (HIM) dioperasi bila ada keluhan atau besar, pasien harus atur pola
makan atau pakai korset  sering pada usia tua
 Hernia femoral harus operasi, banyak pada wanita (bisa lateral)
 Jenis operasi HIL:
 herniotomi (angkat kantung) + hernioraphe (“raphe”  mengikat otot, bisa nyeri karena
ada reganggan dan mudah kambuh)/tension (konvensional HIL  bassini, konvensional
HIM  halsted dll)
 herniotomi + hernioplastik (free tension hernioplastic  menggunakan mass atau jaring,
bisa open atau laparoscopic (terbaik), lichtenstein)
 Hernia medialis tidak herniotomi, dilakukan hernioraphe atau hernioplastik
 Hernia femoral juga tidak herniotomi
 Hernia:
 reponible bisa keluar masuk,
 irreponible tidak bisa keluar masuk (tidak nyeri, terdengar suara usus pada benjolan),
 inkarserata/strangulate ada bagian pembuluh darah yang terjerat  bisa
nekrosis/busuk jika tidak segera dioperasi
 Penyebab kalo usia dewasa muda HIL karena penutupan funikulus kurang sempurna sejak
lahir, ada yang pada bayi sudah kelihatan, dengan tekanan yang ringan bisa langsung muncul,
orang tua peningkatan tekanan intra abdomen. HIL pada usisa muda sangat jarang

5. APENDICITIS ACUTE
Sumber gambar: https://medicoapps.org/q-acute-appendicitis/acute-appendicitis/

 Peradangan pada apendik karena sumbatan fekalith atau KGB membesar sehingga
menyumbat lumen.
 Keluhan nyeri perut kanan bawah, awalnya di sekitar pusat lalu menjalar ke arah bawah 
titik mc burney
 Khasnya nyeri dulu baru demam (tapi bisa demam dulu baru nyeri)
 Diagnosa secara klinis yaitu dari anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan mc
burney, psoas sign, obturator sighn, rovsing sign dll, RT nyeri jam 10-11.
 Belum ada imaging yang bisa secara pasti mendiganosa apendisitis akut kecuali kalau ada
cairan disebut suspek apendisitis perforasi. Pastinya dengan patologi anotomi
 Tujuan USG untuk singkirkan DD lain
 Pada kasus ini + 60% kasus sembuh spontan atau jadi kronis tanpa operasi, 40% akan alami
komplikasi (perforasi, abses, PAI (periapendikuler infiltrat)
 Laboratorium  DL
 Wanita usia subur wajib periksa kandungan (jika ada konsul dr. Obgyn)
 Apendisitis kronik dari anamnesa dan pemeriksaan fisik tidak ada tanda-tanda akut, wajib
pemeriksaan apendikogram (positif jka ada kontras masuk apendiks  normal), pastikan
dengan USG utuk singkirkan kelainan lain seperti batu ureter, adneksa dll.
 Kalo tidak jelas, pertimbangkan USG atau kalau perlu CT abdomen dengan kontras jika ragu
(gemuk, letak retrosekal. tidak kooperatif)
 Kalau tidak akut (kronis)  lakukan pemeriksaan penunjang dan terapi konservatif
 Operasi: laparoskopic apendektomi, open apendektomi, kp laparotomi.
 Komplikasi kalo tidak dioperasi
 Apendik perforasi.
 Peritonitis
 Apendicitis kronis
 Abses apendik
 Periapendikular infiltrat.
 DD sesuai lokasi organ, sifatnya nyeri somatik
 Ilietis
 Colitis
 Batu ureter
 Adneksitis
 KET/Kehamilan Ektopik Terganggu (anemis)
 Kista terpuntir
 Komplikasi operasi  perdarahan, infeksi, laserasi usus, nyeri yang lama, abses, adhesi

6. HAEMORHOID

Sumber gambar: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK500009/figure/article-21477.image.f1/

 Keluhan selalu ada riwayat BAB berdarah. Kalau tidak ada jangan dipaksakan karena bisa ada
kelainan lain seperti fisura ani (BAB kesakitan karena lecet) dan fistula ani
 Grade (seluruh grade dengan keluhan BAB berdarah):
 Grade 1  tanpa benjolan (kalau diprotoskopi ada benjolan tapi tidak sampai keluar)
 Grade 2  benjolan masuk spontan
 Grade 3  benjolan didorong baru masuk
 Grade 4  tidak bisa dimasukan
 DD/:
 Fisura
 Fistula
 Ca rectum
 Kondiloma akuminata
*NB: semua benjola berdarah bisa jadi DD
 Indikasi operasi  grade 3 dan 4 saja atau grade berapa saja yang gagal terapi konservatif,
menimbulkan perdarahan yang masif
 Grade 1 dan 2 cenderung konservatif  atur makan, atur BAB, atur pola hidup, obat obatan
(ex: radium), bisa inj. sclerotic agent untuk rusak pembuluh darah yang lebar, dll. Kecuali
riwayat perdarahan berlangsung berulang atau banyak, nyeri sekali, dll
 Jenis operasi:
 Open haemoroidektomi  milligan morgan haemoroidektomi yang dikerjakan jam 3, 7
dan 11 (sesuai aliran vena). Jika agresif pasien tidak bisa BAB karena ada striktur atau
stenosis.
 Ligasi rubber band, PILA (rubber band + sclerotic agent)
 Stapler haemorhoid, sama sekali tidak angkat hemoroid namun memperbaki bantalan jadi
operasinya 3-4 cm di atas hemoroid ditarik ke atas, nanti benjolannya akan kempes
sendiri
 Laser
*NB: Prinsip operasi tidak semua hemoroid dibuang. Dulu ada teknik operasi white head
dimana semua benjolan dikerok/dibuang sehingga hasil operasi jadi bagus namun timbul
striktur ani/stenosis ani jadi pasien tidak bisa BAB
 Komplikasi operasi:
 Perdarahan (yang cepat)
 Infeksi
 Nyeri hebat
 Stenosis/striktura ani  tidak bisa BAB

7. FISTULA ANI

Sumber gambar: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507895/figure/article-27023.image.f1/

 Keluhan  riwayat keluar nanah dari pinggir dubur, bisul tidak kering karena ada nanah
(tidak/sulit sembuh)
 Kelainan bisa dari intralumen (mukosa usus) dan atau kulit. Bisa dari dalam keluar (yang
umum) atau dari luar ke dalam  ada internal opening dan external opening  fistula antara
kulit dengan bagian anus/rectum.
 Penyebab infeksi dari kulit atau dari mukosa  keluar nanah atau darah dari lubang pinggir
anus  bisul yang muncul pecah dan berlangsung terus menerus karena ada sisa
cairan/kotoran  tidak bisa sembuh spontan kalau sudah bentuk track/saluran
 Diagnostik dari:
 anamnesis (bisul pecah bernanah/darah yang kambuh atau muncul di tempat lain, kadang
nyeri),
 Pemeriksaan fisik: Inspeksi internal opening arah jam berapa  HUKUM GODSALL 
lihat eksternal dan internal opening
o HUKUM GODSALL (posisi litotomi)
 anterior  garis langsung anal kanal (melengkung)
 posterior  garis melengkung baru ke anal kanal (berputar)
 RT, proctoscopik, fistulografi, MRI
 Terapi  fistulotomi/fistulektomi, laser, dll.  tujuan operasi hubungkan eksternal dan
internal opening kemudian jaringan dipotong atau dibelah sehingga jaringan fistla terbuka
dibiarkan penyembuhan secara sekunder naik ke atas (tidak dijahit). Timbul masalah jika
internal opening ada di sfingter atau di atas sfingter (suprasfignter) sehingga ketika dipotong
pasien tidak bisa menahan BAB  ada teknik khusus yaitu dengena benang keton, yang
terlalu jauh di atas sfingter dikasih benang nilon setelah itu benang dikuatkan (kulit luar tidak
dipotong tapi tiap 2 minggu benang diikat sehingga mengiris/memotong sfingter sedikit demi
sedikit sehingga ada kesempatan pemulihan, setelah jaraknya 1-1,5 cm dari kulit bau dibelah)

8. FISURA ANI

Sumber gambar: https://uihc.org/health-topics/anal-fissure

 Keluhan  setiap proses BAB terasa sangat nyeri  pasien cenderung menahan BAB 
feses semakin keras dan memperparah keluhan
 Fisura ani  luka lecet di anus
 Usus bagian distal inflamasi jadi kencang sehingga jika dilewati kotoran sulit, jadi jika
dipaksakan akan iritasi berulang  jadi fisura
 Luka sejajar sumbu anus
 Etiologi: defekasi, partus, iatrogenik, atipik (sipilis, TBC, infiltrat, ca, herpes, crohn disease)
 Gejala: nyeri, konstipasi, perdarahan.
 D/: trias  fisura, skin tag, papila hipertropik
 DD/:
 hemorhoid,
 abses,
 fistel,
 ulkus lain.
 Terapi
 konservatif (kalau bisa)  antiinflamasi, toksin botolinum,
 kalau keluhan pasien sudah berat seperti nyeri sekali atau sulit BAB (keluhan jelas)
dipertimbangkan operasi bukan fisurektomi (dieksisi lalu dijahit) tetapi pilihannya adalah
sfingter yang kaku (~sfingter ada internal dan eksterna~) arah jam 11 dipotong supaya
longgar sehingga BAB lancar dan luka sembuh sendiri. Skin tag yang terbentuk dieksisi
karena bisa jadi sumber infeksi yang timblkan nyeri  spincterotomi lateral internal, kp
FY Flap
 Komplikasi: infeksi, perdarahan, fistel, inkontinen, recurent.

9. KANKER USUS BESAR

Sumber gambar: https://africanhealthsciences.org/2017/11/23/life-rectal-cancer-patients/

 Penting deteksi dini  salah satu gejala utama adalah diawali perubahan pola buang air besar
lalu diikuti BAB berdarah, nyeri saat BAB, kembung, sulit BAB, penurunan nafsu makan dan
berat badan, badan merasa lesu. Dari anamnesis perlu dikejar kemungkinan kanker usus besar
sehingga tidak hanya terpikir diare berdarah atau konstipasi biasa saja
 Pada colon dan rectum  paling banyak (+ 50%), sisanya terbagi
 Patofisiologi: hiperplastik/adenomatosa
 SIGHN:
 Pada usus besar kiri (batas colon transversum)  keluhan seperti kolitis  obstruksi,
konstipasi, distensi, diare intermiten, perdarahan (jika lebih distal), lelah, sesak, palpitasi.
 Pada usus besar kanan  keluhan seperti ileitis  diare kronis
 SIMPTOM: anemia deffisiensi besi, hipoalbumin, bising usus (BU) lemah/meningkat.
 Untuk penanganan paling penting deteksi dini, karena biasa pasien datang pada kondisi
stadium lanjut. Kalau ditemukan tumor < 1 cm cukup endoskopi-mukesoktmi-biopsi, Jika
sudah besar harus reseksi, kemo dll
 Diagnostik standar: Kolonoskopi (wajib dilakukan pada orang dengan resiko sedang-tinggi),
bopsi. Kadang orang keluhan tidak jelas tapi benzidine test (+) sehingga perlu petimbangna
diagnostik
 Terapi/bedah: enblock tumor, reseksi KGB, penilaian liver/rongga peritonium.
 Jenis operasi: hemokolektomi kanan/kiri,sigmodektomi, reseksi anterior, low anterior reseksi,
ultralow anterior reseksi, abdominoperitonal reseksi, polipectomi endoscopy, ekcisi transanal,
reseksi colon (laparoscopic/laparotomi), colostomi, reseksi rectum, eksentrasi panggul.
 Tidak cukup operasi, biasa ditambah kemoterapi. Khusus rectum ditambah radioterapi karena
posisi rectum fix/tetap jadi radiasi bisa difokuskan (kalau usus lain gerak sehingga bisa kena
yang lain)
 Prognosa tergantung stadium

10. PERITONITIS GENERALISATA


 Peritonitis  radang pada rongga peritonium
 Jenis:
 primer (infeksi sumber jauh tanpa perforasi, bisa karena TBC atau penyakit infeksi lain
yang tibulkan gejala peritonitis seperti HIV, Covid-19),
 sekunder (kontaminasi rongga abdomen, perforasi, hollow organ bocor mulai dari
apendiks, usus besar-halus dll yang merupakan indikasi operasi),
 tersier (peritonitis menetap), setelah operasi tetap tidak membaik. Tidak ada tempat
operasi, dicoba dengan terapi lain dengan harapan peritonitis bisa baik sendiri
*NB: Saat diagnostic tidak jelas batasi waktu 2x24 jam observas  tidak ada tanda
perbaikan atau muncul perburukan maka harus laparotomi
 G/: nyeri perut yang memberat (awal terlokalisir jadi general), demam, anoreksia, mual
muntah, konstipasi, malaise
 PD/: dehidrasi, gelisah, pucat, cowong, tanda SIRS
 I/: pasien berusaha tidak timbulkan rangsangan peritoium seperti posisi terlentang yang
bikin nyeri sehingga biasa dalam posisi lutut fleksi (meringkuk), nafas dangkal
 A/: BU meningkat terus menurun
 P/: defans muskuler  khas
 Perkusi/: pekak hati (-)
 RT: tonus spincter menurun.
*NB: yang penting anamnesis nyerinya awal timbul dari mana, mulai dari perut kanan
atas kemudian seluruh perut nyeri jangan diagnosis apendisitis akut, bisa empyema gall
blader atau abses hepar yang pecah. Kalau di kanan bawah mungkin apendiks perforasi.
Kalau abdomen kiri bawah mungkin sigmoiditis. Lihat posisi awal nyeri timbul sebagai
kemunglinan penyebab peritonitis sekunder. Perforasi hollow organ yang sebabkan gas
bebas hanya 2 organ (bisa dari foto tanda free air/udara bebas)  gaster atau kolon, kalau
gaster khas nyeri mendadak yang sakit sekali setelah itu membaik namun jadi kembung
yang bertambah, kalau kolon yang paling banyak diverticulitis, sigmoiditis, atau apendiks
perforasi sesuai gejala
 LAB: DL, SC, SE, BGA, laktat, prokalsitonin/PCT, CRP.
 R/ BOF/LLD (left lateral decubitus): gg apearence, free air. Sudah bisa tunjukan peritonitis
akibat perforasi gaster atau kolon. Duibuktikan lagi dengan perkusi  pekak hati hilang
(tanda udara bebas)
 CT Abdomen: penebalan peritonium, free air, organ perforasi.
 Prinsip penanganan adalah antibiotic dan resusitasi cairan, kalau ada kriteria yang jelas bisa
langsunf diberikan untuk tingkatkan prognosa
 Terapi/: resustasi segera dengan kristaloid (CVP 8-12, MAP >65, urin >0,5, MVOS >65,
laktat normal)
 Antibiotik/AB: broad spectrum, < 1 JAM
 OPERASI: Prinsip hanya pada peritonitis sekunder tergantung penyebab. Pastikan diagnosa,
kontrol sumber infeksi, cuci pertonium

11. PERDARAHAN SALURAN CERNA

Sumber gambar: https://healthjade.net/upper-gi-bleed /

 Perdarahan dari saluran cerna atas atau bawah  dibatasi oleh ligamentum treitz, diatasnya
adalah darah saluran cerna atas, dibawahnya adalah darah saluran cerna bawha
 Hematemesis  muntah darah  saluran cerna atas
 Melena  darah lengket merah tua  saluran cerna atas.
 Perdarahan terselubung, dilihat dengan mikroskopis ada darah dan dilihat Hb turun, pasien
tidak bilang feses hitam tapi ketika diperiksa ternyata sudah terjadi lama
 Hematoschezia  darah segar lewat rectum, khasnya bercampur dengan kotoran. Kalau darah
murni rectal bleeding
 Darah saluran cerna atas: ulkus duodenum, gastric erosi/ulcus, varices esofagus, malory west
syndrome (mukosa pada pasien yang puasa lama bisa edema, iskemi, lalu luruh. Perdarahan
tidka bisa stop, pasien sebaknya jangan terlalu lama puasa, segera diberkan D5 atau yg lain
sehingga mukosa tidka rusak), dll. Kemungkinan terjadi syok darah saluran cerna atas >
bawah
 Darah saluran cerna bawah: manifetasi hemstoschezia  BAB darah, cara pastikan dengan
pasang NGT hasilnya bersih, hemodinamik stabil. Sebab: divertikel (sigmoid atau
diverticulosis yang banyak), AVM, malignancy, IBD (yang manifetsasi perdarah colitis
ulseratif)
 Penanganan: tidak stabil  ICU, tranfusi PRC (1 kolf bisa naikan Hb 1-2), jika INR > 1,5 
petimbangkan fresh frozen plasam (FFP), trombosit <15 ribu atau <50 ribu dengan manifetasi
perdarahan wajib transfuse trombosit
 Resusitasi:
 Perdarahan ringan (darah <500cc)  syok (-)
 Perdarahan 500-1000 cc  mulai timbul tanda syok  kristaloid kalau perlu (kp) transfusi.
 Masif (>1000 cc), Hb <8  kristaloid dipercepat tunggu darah tapi jangan lama, tanpa bantal,
O2, RL 1000 cc dalam 1jam  masih shock kasih plasma expander, pasang NGT ternyata ada
darah maka atasi, kuras lambung, curiga varises sbtube, evaluasi sampai dengan Hb >8, Htc
>30% tk 1,2,3

12. ILEUS OBSTRUKSI


 Gangguan pasase karena mekanik/fungsional.
 Obstruktif: gangguan mekanik karena faktor ekstrinsik, intrisik, intraluminal.
 G/: muntah profuse, distensi, gangguan cairan elektrolit, BU>, metalik sound/borborigmi,
DS/DC. riwayat opr, benjolan, hernia.
 Letak tinggi: muntah proyektil, hijau, tak kembung, flatus ada, nyeri terlokalisir.
 Letak rendah: muntah belakangan, tak proyektil, kembung, bau, faeses warna kecoklatan,
kram perut, konstipasi.
 Parsial masih flatus 6 sampai dengan 12 jam.
 Total flatus, bab (-)
 Penyebab: adhesi, volvulus, intususepsi, malignancy, hernia, benda asing,
 AX/: nyeri perut, nause vomiting, flatus (-), bab kecil/darah, distensi, panas/tachicardi, resiko:
oprasi, radioth, keganasan, ibd.
 I/: distensi, dc/ds, benjolan.
 A/: BU >/<
 Pal/: massa, tegang, nyeri.
 Perk/: timpani/hipertympani.
 RT/: colaps, massa, darah.

Anda mungkin juga menyukai