Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari


agenda kelima Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia dan menjadi program utama pembangunan kesehatan yang telah
direncanakan pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan.

Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya


derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan
sasaran pokok yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan
anak, meningkatnya pengendalian penyakit, meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah
terpencil, tertinggal dan perbatasan, meningkatnya cakupan pelayanan
kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas
pengelolaan SJSN kesehatan, terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan,
obat dan vaksin dan meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga


pilar utama, yaitu penerapan paradigma sehat, penguatan pelayanan
kesehatan dan pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN).
Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya
promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan
pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
Risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan
strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan
biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-
keluarga sehat.

Untuk mencapai sasaran tersebut, Kementerian Kesehatan akan


menghadapi berbagai faktor baik eksternal maupun internal yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat penghambat pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi. Ketidakpastian terhadap pencapaian tujuan dan
sasaran inilah yang disebut dengan Risiko. Jika Kementerian Kesehatan
tidak dapat mengelola risiko tersebut, maka dapat dipastikan
Kementerian Kesehatan tidak akan mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.

Untuk melakukan antisipasi terhadap kondisi ketidakpastian dimasa


akan datang, Kementerian Kesehatan dituntut untuk dapat mengelola
risiko yang ada secara terintegrasi dengan program Kementerian
Kesehatan. Manajemen risiko merupakan cara pendekatan yang tepat
untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi dan mengendalikan
risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan dan sasaran
Kementerian Kesehatan. Manajemen risiko dapat diterapkan ke
seluruh satuan kerja lingkup Kementerian Kesehatan pada keseluruhan
area program/kegiatan dan pada setiap tingkatan baik pada suatu fungsi
khusus, proses maupun suatu program/kegiatan.

B. TUJUAN PEDOMAN

1. Memberikan panduan sistem menejemen resiko yang berlaku di Puskesmas


Tunjungan

2. Memastikan sistem managemen resiko berjalan dengan baik agar proses


identifikasi, analisa dan pengelolaan resiko dapat memberi manfaat bagi
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Puskesmas Tunjungan

3. Membangun sistem mentoring dan komunikasi yang efektif diantara petugas


sehingga mencapai tujuan dan penerapannya berjalan berkesinambungan.

C. SASARAN PEDOMAN
D. RUANG LINGKUP PEDOMAN

1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang


akan berdampakmerugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan
pasien dan menurunkan mutu pelayanan.

2. Manajemen Risiko Puskesmas adalah upaya mengidentifikasi dan


mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko
tersebut baik secara proaktif risiko yangmungkin terjadi maupun reaktif
terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberikan dampak negative
seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu di Puskesmas.

3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yangmengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada
pasien. IKP terdiri dari KejadianTidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), danKejadian Potensial Cedera
(KPC).

4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cidera


pada pasien.

5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah insiden yang berpotensi menimbulkan


cidera pada pasientapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak
ada cidera pada pasien.

6. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan


cidera padapasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak
menimbulkan cidera pada pasien.

7. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkancidera, tetapi belum terjadi.

8. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah
mengakibatkankematian atau cidera fisik / psikologis serius, atau kecacatan
pada pasien.Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang
tidak dapat diantisipasi dan tidakberhubungan dengan penyebab alami dari
penyakit pasien atau kondisi medis dasar pasien; bunuhdiri, kehilangan
permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak berhubungan
denganpenyakit dasar pasien; pembedahan yang salah lokasi / salah prosedur /
salah pasien; penculikanbayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orang tua
yang salah.

9. Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistim untuk


mendokumentasikan laporaninsiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi / mengelola / mengendalikan insidensecara berkesinambungan.

10. Risiko Sisa adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah
upaya pengendalian /tindakan dilakukan.

11. Penilaian Risiko adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau
berpotensi terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan
klasifikasi dan derajat (grading) kerugianyang mungkin terjadi sebagai akibat
dari terpapar risiko tersebut.

12. Penilai Risiko adalah anggota dari staf (manager atau yang lain) yang telah
menghadiripelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab
manajemen untuk memastikan bahwatiap unit kerja memiliki paling sedikit
satu penilai risiko yang terlatih

E. BATASAN OPRASIONAL
1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Puskesmas adalah upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan
risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut baik secara proaktif
risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar
memberikan dampak negative seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu
di Puskesmas.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri
dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada
pasien.
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cidera
pada pasientapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada
pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cidera
padapasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak menimbulkan cidera
pada pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah
mengakibatkan kematian atau cidera fisik / psikologis serius, atau kecacatan pada
pasien.Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak dapat
diantisipasi dan tidak berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau
kondisi medis dasar pasien; bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar
fungsi tubuh yang tidak berhubungan dengan penyakit dasar pasien; pembedahan yang
salah lokasi / salah prosedur / salah pasien; penculikan bayi atau bayi yang dibawa
pulang oleh orang tua yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistim untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan mengantisipasi / mengelola /
mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
10. Risiko Sisa adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian /tindakan dilakukan.
11. Penilaian Risiko adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi
terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan klasifikasi dan
derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko
tersebut.
12. Penilai Risiko adalah anggota dari staf (manager atau yang lain) yang telah
menghadiri pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen
untuk memastikan bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilai risiko
yang terlatih.

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

C. JADWAL KEGIATAN
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

B. STANDAR FASILITAS
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN
Paduan ini mencakup seluruh manajemen resiko yang ada di Puskesmas Tunjungan yang
meliputi:
I. Manajemen resiko lingkungan:
A. Keamanan lingkungan fisik (bangunan):
1. Pemantauan keamanan aliran air
2. Pemantauan keamanan aliran listrik
3. Pemantauan keamanan gas oksigen dan gas elpiji
4. Pemantauan keamanan jendela dan pintu
B. Indentifikasi risiko lingkungan yang berdampak pada pasein, petugas dan
lingkungan sekitar Puskesmas:
1. Pemantauan keamanan pembuangan limbah
II. Manajemen resiko layanan klinis:

A. Resiko yang berhubungan dengan pasein / pengunjung Puskesmas

B. Resiko yang berhubungan dengan petugas kesehatan

C. Resiko yang berhubungan dengan staf Puskesmas lainnya


D. Resiko yang berhubungan dengan peralatan atau metode yang digunakan
dalam memberikan pelayanan klinis
III. Manajemen resiko program kesehatan masyarakat:
A. Resiko pelaksanaan program terhadap masyarakat sasaran
B. Resiko pelaksanaan program terhadap lingkungan
C. Resiko pelaksanaan program terhadap petugas pelaksana program

B. METODE
Metode identifikasi risiko dilakukan dengan metode Risk
Breakdown Structure (RBS), Control Risk Self Assesment (CRSA),
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) atau metode lainnya. Untuk
melaksanakan identifikasi risiko di lingkungan kerja masing-masing,
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

I. memahami dan mengidentifikasi kegiatan utama unit kerja.


II. mengidentifikasi tujuan dari masing-masing kegiatan
tersebut.
III. mengumpulkan data dan informasi tentang risiko yang
mungin terjadi atas kegiatan tersebut, baik risiko yang
pernah terjadi maupun yang belum pernah terjadi.
IV. mencari penyebab dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi
untuk mendapatkan penyebab utamanya.
V. mengidentifikasi apakah penyebab tersebut sifatnya dapat
dikendalikan (controllable) atau tidak dapat dikendalikan
(uncontrollable) bagi unit kerja.
VI. mengidentifikasi dampak jika risiko tersebut terjadi.
VII. mengisi hasil butir (a) - (f) dalam formulir identifikasi risiko
dan memperbaharui setiap saat terjadi pernyataan risiko.
ldentifikasi pernyataan risiko dapat dilakukan dengan
mendasarkan pada hasil penilaian risiko sebelumnya dengan
penyelarasan terhadap perkembangan situasi lingkungan
internal dan eksternal yang terjadi.

C. LANGKAH KEGIATAN
BAB V

LOGISTIK
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN


BAB VII

KESELAMATAN KERJA
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU
BAB IX

PENUTUP

Demikian panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan


pasein yang aman, khususnya dalam rangka mencegah resiko-resiko yang ada dan
mungkin terjadi dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu di
Puskesmas Tunjungan.

Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau
kembali 2 samapi 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi
Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai