Anda di halaman 1dari 21

Informasi mengenai jumlah penduduk di suatu wilayah kabupaten atau kota pada waktu

tertentu, sangat dibutuhkan dalam perencanaan program dan penentuan kebijakan pada wilayah
tersebut. Ketersediaan data penduduk dapat dipenuhi dari hasil sensus penduduk ataupun survei
tentang kependudukan. Namun, sayangnya tidak setiap tahun tersedia. Oleh karena itu, perlu
dibuat suatu perkiraan mengenai jumlah penduduk pada suatu wilayah kabupaten/kota untuk
mengisi kekosongan pada tahun-tahun tertentu atau untuk masa yang akan datang. Ketersediaan
data penduduk tidak hanya berbicara mengenai jumlah penduduk saja, namun dilengkapi dengan
karakteristik jenis kelamin dan umur.

Secara nasional dan pada tingkat provinsi informasi penduduk masa yang datang
diproyeksikan menggunakan metode komponen, dimana metode tersebut mempertimbangkan
pengaruh kelahiran, kematian, dan perpindahan. Untuk tingkat kabupaten/kota dilakukan
estimasi penduduk dengan mempertimbangkan laju pertumbuhan untuk masing-masing
kabupaten/kota, dimana jumlahnya dipagu dari hasil proyeksi provinsinya. Metode estimasi yang
digunakan untuk memperkirakan penduduk masa yang akan datang menggunakan metode
geometrik. Pemilihan metode ini didasarkan kesesuaian pertambahan secara geometrik dengan
perkembangan jumlah penduduk dan disadari bahwa belum dapat dilakukannya proyeksi
komponen untuk kabupaten/kota karena komponen pertumbuhan belum tersedia lengkap.

Estimasi penduduk dengan metode geometrik menggunakan asumsi bahwa jumlah penduduk
akan bertambah secara geometrik menggunakan dasar perhitungan bunga majemuk. Laju
pertumbuhan penduduk (rate of growth) dianggap sama untuk setiap tahun. Berikut formula yang
digunakan pada metode geometrik:
Dimana:

 Pt = Jumlah penduduk pada tahun t


 P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal
 r = Laju pertumbuhan penduduk
 t = Periode waktu antara tahun dasar dan tahun t (dalam tahun)
INFORMASI

Dalam Peraturan Pemerintah Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 86


Tahun 2017 diamanatkan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan
didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka
waktu tertentu.

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sorong


tahun 2017-2022 dilakukan dengan memperhatikan RPJM Nasional, RPJMD Provinsi Papua
Barat, kondisi lingkungan strategis di daerah, potensi daerah, isu strategis baik lokal, nasional
maupun internasional, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD periode sebelumnya.
Penyusunan RPJMD digunakan empat pendekatan utama, yaitu:

1. Pendekatan Politik, pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah pada
dasarnya merupakan bagian terpenting di dalam proses penyusunan rencana program. Hal ini
terjadi karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program
pembangunan yang ditawarkan para calonKepala Daerah. Dalam hal ini, rencana
pembangunan adalah penjabaran agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala
Daerah saat kampanye ke dalam RPJMD.
2. Pendekatan Teknokratik, pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga yang secara fungsional bertugas untuk hal tersebut.
3. Pendekatan Partisipatif, pendekatan ini dilaksanakan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) pembangunan. Pendekatan ini bertujuan untuk mendapatkan
aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
4. Pendekatan atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan ini
dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Hasil proses tersebut kemudian diselaraskan
melalui musyawarah rencana pembangunan.

RPJMD Kabupaten Sorong 2017-2022 merupakan dokumen perencanaan pembangunan


daerah yang memuat tahapan-tahapan program dan kegiatan pembangunan serta pemanfaatan
dan pengalokasian sumberdaya yang ada untuk mencapai visi dan misi yang telah ditentukan
selama periode tersebut. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sorong
menyusun RPJMD, mulai dari tahap persiapan, penyusunan rancangan awal, rancangan RPJMD,
musyawarah perencanaan pembangunan, perumusan rancangan akhir RPJMD, hingga penetapan
RPJMD sebagai sebuah Peraturan Daerah. Proses penyusunan RPJMD tersebut melibatkan
semua pihak yang berkepentingan dalam pembangunan Kabupaten Sorong.

Setiap tahunnya RPJMD perlu dijabarkan ke dalam dokumen Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD) untuk dijadikan dasar pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan tiap
tahunnya. RKPD memuat rencana program dan kegiatan pembangunan, pendanaan dan kinerja
pembangunan tiap tahun untuk seluruh urusan pemerintahan daerah. Selain itu, RPJMD
dijabarkan ke dalam rencana strategis (Renstra) setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau
Perangkat Daerah (PD) untuk melaksanakan rencana pembangunan periode 2017-2022 di urusan
pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk memudahkan pelaksanaan pembangunan
tiap urusan di setiap tahunnya, dibuat dokumen rencana kerja (Renja) PD yang mengacu pada
program dan kegiatan di Renstra PD dan menjabarkan RKPD di tahun yang bersesuaian.
PIRAMIDA PENDUDUK

Komposisi penduduk Kabupaten Sorong menurut struktur umur dan jenis kelamin dapat
digambarkan dengan lebih jelas oleh piramida penduduk. Dengan piramida penduduk dapat
melihat tingkat perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Gambar
diatas menunjukkan piramida penduduk Kabupaten Sorong pada tahun 2016. Dari Gambar diatas
terlihat bahwa penduduk Kabupaten Sorong tergolong sebagai “penduduk muda”. “Penduduk
muda” digambarkan oleh bentuk piramida penduduk dengan alas yang besar dan mengecil
dengan cepat pada kelompok umur berikutnya, serta puncak piramidanya lancip pada kelompok
umur 65 tahun ke atas.

Penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) merupakan suatu modal penting dalam pelaksanaan
pembangunan di segala sektor. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk keadaan Juni 2016,
sebanyak 62,63 persen penduduk Kabupaten Sorong merupakan penduduk usia produktif, dan
sisanya, yaitu 37,37 persen merupakan penduduk usia non-produktif (0 – 14 tahun dan 65 tahun
ke atas). Rasio ketergantungan (dependency ratio) pada tahun 2016 mencapai 59,66 persen,
Implikasi dari struktur penduduk muda adalah besarnya persentase penduduk yang bersiap
memasuki batas penduduk usia kerja (economically active population) dan besarnya rasio
ketergantungan (dependency ratio). Dengan jumlah penduduk muda yang besar tentu potensi
jumlah penduduk yang akan terjun ke dalam angkatan kerja juga besar.

Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara
kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah apakah tergolong daerah maju atau
daerah yang sedang berkembang. Semakin tinggi rasio ketergantungan menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup
penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan semakin rendah rasio
ketergantungan menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang
produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.

Rasio Ketergantungan Menurut


Jenis Kelamin Kabupaten
Sorong Tahun 2016

Dari grafik tersebut memberikan informasi bahwa besarnya rasio ketergantungan Kabupaten
Sorong sebesar 59,66 persen. Artinya dari 100 orang yang masih produktif (15 – 64 tahun) harus
menanggung beban hidup sekitar 59 orang yang belum produktif (0 – 14 tahun) dan tidak
produktif (65 tahun keatas). Jika dilihat dari sisi gender, maka rasio ketergantungan dari
penduduk perempuan lebih tinggi daripada penduduk laki-laki.
PERSEBARAN PENDUDUK

Persebaran penduduk Kabupaten Sorong terpusat di daerah-daerah yang berdekatan dengan pusat
pemerintahan dan dengan perusahaan-perusahaan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Persebaran penduduk Kabupaten Sorong yang tidak merata diperlihatkan pada Kepadatan
penduduk terkonsentrasi di beberapadistrik. Hal ini terlihat jelas pada table yang ada di atas.
Sebaran penduduk yang tidak merata mengindikasikan kegiatan perekonomian terpusat di
wilayah tertentu. Distrik Aimas yang merupakan ibu kota Kabupaten Sorong memiliki kepadatan
penduduk terpadat kedua, yaitu 101 jiwa/km2. Sebagai distrik yang menjadi pusat kegiatan
ekonomi dan pemerintahan di Kabupaten Sorong, tentunya akan menjadi daya tarik bagi para
imigran untuk tinggal dan menetap di distrik ini. Distrik dengan penduduk terpadat pertama
adalah Distrik Aimas, dengan kepadatan penduduk 105 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk dari ke
dua distrik ini hampir sama. Hal ini dapat dijelaskan bahwa Distrik Mariatmerupakan distrik
pemekaran dari Distrik Aimas, sehingga Distrik Mariat mempunyai akses ke pusat-pusat
kegiatan ekonomi yang relatif mudah untuk dijangkau. Distrik Mayamuk merupakan distrik ke
tiga terpadat penduduknya, yaitu 55 jiwa/km2. Sedangkan Distrik Salawati, Moisegen dan
Klamono mempunyai kepadatan penduduk antara 10 sampai 21 jiwa/km 2. Distrik-distrik lainnya,
yaitu Distrik Seget, Makbon, Klabot, Beraur, Klawak, Klaso, Salawati Selatan, Klayili, Sayosa,
Maudus dan Segun mempunyai kepadatan penduduk di bawah 5 jiwa/km2. Secara keseluruhan,
kepadatan penduduk Kabupaten Sorong pada tahun2016 hanya mencapai 7 jiwa/km2.
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

Kondisi perekonomian Kabupaten Sorong tahun 2016 bila dilihat dari nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Nilai PDRB Kabupaten
Sorong atas dasar harga berlaku (ADHB) yang terbentuk pada tahun 2016 mencapai 8,9 triliun
rupiah. Nilai ini mengalami perkembangan 1,24 kali dari nilai PDRB ADHB tahun 2010 yang
nilainya sebesar 7,2 triliun rupiah. Nilai PDRB Kabupaten Sorong atas dasar harga konstan 2010
ADHK 2010) pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015. Pada tahun
2016, nilai PDRB ADHK 2010 yang tercipta sebesar 7,72 triliun rupiah, sementara nilai PDRB
ADHK 2010 di tahun 2015 sebesar 7,64 triliun rupiah. Sebagai salah satu daerah penghasil
minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, tentunya nilai PDRB Kabupaten Sorong sangat
dipengaruhi oleh minyak dan gas bumi tersebut. Sehingga untuk dapat melihat keterbandingan
antara nilai PDRB Kabupaten Sorong dengan daerah lain maka perlu dilakukan analisis PDRB
Kabupaten Sorong tanpa migas, yaitu dilakukan dengan mengeliminir komponen minyak dan gas
bumi. Setelah komponen migas dieliminir, terlihat bahwa nilai PDRB Kabupaten Sorong tanpa
migas lebih kecil dibandingkan dengan nilai PDRB dengan migas. Nilai PDRB tanpa migas
tahun 2016 sebesar 3,8 triliun rupiah, atau telah berkembang 1,91 kali dari nilai PDRB tanpa
migas tahun 2010 yang nilainya 2 triliun rupiah. Sedangkan bila dilihat dari nilai PDRB riil atau
atas dasar harga kontan tahun 2010, nilai PDRB Kabupaten Sorong tahun 2016 berkembang 1,40
kali dari PDRB tanpa migas tahun 2010, yaitu dari 2 triliun rupiah di tahun 2010 menjadi 2,85
triliun rupiah.
PERTUMBUHAN PENDUDUK

Menurut data yang didapat dari papua.bps.go.id, jumlah penduduk di kabupaten Sorong yang
dari tahun 2011-2018 terus meningkat setiap tahunnya. Namun, laju pertumbuhan penduduk di
kabupaten Sorong juga berkurang pada setiap tahunnya sekitar 0,4% per tahun. Pada tahun 2011
jumlah penduduk kabupaten Sorong sebanyak 785.979 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 2,71%. Pada tahun 2012 jumlah penduduk kabupaten Sorong sebanyak
806.995 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,67%. Pada tahun 2013 jumlah
penduduk kabupaten Sorong sebanyak 828.293 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 2,64%. Selanjutnya pada tahun 2014 jumlah penduduk kabupaten Sorong sebanyak
849.809 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,6%. Pada tahun 2015 jumlah
penduduk kabupaten Sorong sebanyak 871.510 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 2,55%. Lalu pada tahun 2016 jumlah penduduk kabupaten Sorong sebanyak 893.362
ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,51%. Pada tahun 2017 jumlah penduduk
kabupaten Sorong sebanyak 915.361 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
2,46%. Dan terakhir pada tahun 2018 jumlah penduduk kabupaten Sorong sebanyak 937.458
ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,41%.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa meskipun dengan berkurangnya laju pertumbuhan
penduduk, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun selalu lebih banyak. Hal tersebut terjadi
karena lebih besar rasio pertambahan jumlah penduduk di kabupaten Sorong lebih besar daripada
rasio laju pertumbuhan penduduknya.
PARTISIPASI SEKOLAH

Data diatas merupakan data partisipasi sekolah dari penduduk yang berusia sekolah di kabupaten
Sorong pada tahun 2022 menurut papua.bps.go.id. Dapat diketahui kelompok usia sekolah dasar
(SD) yakni pada rentang usia 7-12 tahun yang masih sekolah sebanyak 4.878 ribu jiwa, yang
belum pernah sekolah sebanyak 441 jiwa, dan yang tidak menempuh sekolah lagi sebanyak 109
jiwa, dengan penyandang disabilitas sebanyak 21 jiwa dimana yang memiliki akte kelahiran
sebesar 4.465 penduduk dan 984 penduduk diantaranya belum memiliki akte kelahiran.
Selanjutnya pada kelompok usia sekolah menengah pertama (SMP) yakni pada rentang usia 13-
15 tahun yang masih sekolah sebanyak 2.447 ribu jiwa, yang belum pernah sekolah sebanyak 86
jiwa, dan yang tidak menempuh sekolah lagi sebanyak 119 jiwa, dengan penyandang disabilitas
sebanyak 13 jiwa dimana yang memiliki akte kelahiran sebesar 2.312 penduduk dan 353
penduduk diantaranya belum memiliki akte kelahiran. Lalu, pada kelompok usia sekolah
menengah atas (SMA) yakni pada rentang usia 16-18 tahun yang masih sekolah sebanyak 2.258
ribu jiwa, yang belum pernah sekolah sebanyak 77 jiwa, dan yang tidak menempuh sekolah lagi
sebanyak 570 jiwa, dengan penyandang disabilitas sebanyak 15 jiwa dimana yang memiliki akte
kelahiran sebesar 2.588 penduduk dan 332 penduduk diantaranya belum memiliki akte kelahiran.
Terakhir, pada kelompok usia perguruan tinggi (PT) yakni pada rentang usia 19-24 tahun yang
masih sekolah sebanyak 1.613 ribu jiwa, yang belum pernah sekolah sebanyak 172 jiwa, dan
yang tidak menempuh sekolah lagi sebanyak 3.198 jiwa, dengan penyandang disabilitas
sebanyak 44 jiwa dimana yang memiliki akte kelahiran sebesar 4.437 penduduk dan 590
penduduk diantaranya belum memiliki akte kelahiran.
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SORONG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG
PENGENDALIAN PENDUDUK DAN PENYELENGGARAAN KELUARGA
BERENCANA

Secara UMUM

Pengendalian pertumbuhan penduduk merupakan salah satu kunci keberhasilan


pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan berdampak multidimensional,
dampak bagi kesehatan lingkungan, dampak bagi kualitas sumber daya manusia, dampak bagi
kesehatan masyarakat, maupun dampak bagi kesehatan reporoduksi itu sendiri. Bagi kesehatan
lingkungan, kependudukan akan berdampak pada makin berkurangnya lahan produktif,
berkurangnya ketersediaan air bersih, serta pencemaran lingkungan. Bagi kesehatan masyarakat,
jumlah penduduk yang tidak terkendali akan semakin beroptensi menimbulkan kemiskinan yang
mengakibatkan gizi buruk, makanan yang tidak sehat, tingginya angka kematian bayi, kematian
ibu bersalin, hingga rendahnya perilaku hidup sehat. Sedangkan dampak kependudukan terhadap
kesehatan reproduksi diantaranya adalah tidak terlindunginya hak-hak kesehatan reproduksi dan
hak-hak seksual, tidak terkendalinya penyebaran HIV/AIDS, hingga tingginya KDRT, dan
trafficking. Oleh karenanya diperlukan kebijakan dan dukungan kelembagaan yang kuat oleh
Pemerintah Daerah dalam pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Pasal 3 Pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana berdasarkan prinsip


pembangunan kependudukan meliputi:

A. kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan


B. pengintegrasian kebijakan kependudukan kedalam pembangunan sosial budaya, ekonomi,
dan lingkungan hidup
C. partisipasi semua pihak dan gotong royong
D. perlindungan dan pemberdayaan terhadap keluarga sebagai unit terkecil dalam
masyarakat
E. kesamaan hak dan kewajiban antara penduduk pendatang dan penduduk setempat
F. perlindungan terhadap budaya dan identitas penduduk lokal
G. keadilan dan kesetaraan gender

Pasal 2 yang dimaksud dengan:


A. Asas norma agama yang berarti bahwa perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga harus dilandasi atas nilai-nilai agama yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa.
B. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa perkembanganke pendudukan dan
pembangunan keluarga harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.
C. Asas keseimbangan berarti bahwa perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan
mental, serta antara material dan spiritual.
D. Asas keberlanjutan berarti bahwa perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga harus selalu berlanjut agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
E. Asas manfaat berarti bahwa perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dan perikehidupan
yang sehat bagi setiap warga negara.

MOBILITAS PENDUDUK

Pasal 18:

1. Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan pengarahan mobilitas penduduk dan/atau


penyebaran penduduk untuk mencapai penyebaran penduduk yang optimal, didasarkan
pada keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan.
2. Kebijakan pengarahan mobilitas penduduk dan/atau penyebaran penduduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi mobilitas internal dan mobilitas external dilaksanakan dan
ditetapkan secara berkelanjutan. (3) Pengarahan mobilitas penduduk internal dan external
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Pengarahan mobilitas penduduk yang bersifat permanen dan non permanen
b. Pengarahan mobilitas penduduk dan penyebaran penduduk ke daerah penyangga dan ke
pusat pertumbuhan ekonomi baru dalam rangka pemerataan pembangunan antar
kabupaten/kota
c. Penataan penyebaran penduduk melalui kerjasama antar kabupaten/kota dan/atau
provinsi; dan
d. Pengarahan mobilitas penduduk dari perdesaan ke perkotaan (urbanisasi).

Pasal 19

Kebijakan mobilitas penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilaksanakan dengan


menghormati hak penduduk untuk bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam
wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

1. Perencanaan pengarahan mobilitas penduduk dan/atau penyebaran penduduk dilakukan


dengan menggunakan data dan informasi penyebaran penduduk dengan memperhatikan
Rencana Tata Ruang Wilayah.
2. Perencanaan pengarahan mobilitas penduduk dan/atau penyebaran penduduk dilakukan
dengan pengembangan sistem informasi kesempatan kerja.

“PENYELENGGARAAN KELUARGA BERENCANA”

Pasal 23

Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, Wali kota
menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan program keluarga
berencana.

Pasal 24:

1. Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan untuk


membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan
hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang:
a. usia ideal perkawinan
b. usia ideal untuk melahirkan
c. jumlah ideal anak
d. jarak ideal kelahiran anak
e. penyuluhan kesehatan reproduksi.
2. Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
a. mengatur kehamilan
b. menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak
c. meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
d. meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana.
e. mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan.
3. Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengandung
pengertian bahwa dengan alasan apapun promosi aborsi sebagai pengaturan kehamilan
dilarang.

Pasal 25

1. Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan melalui


upaya:
A. Peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat
B. Pembinaan keluarga
C. Pengaturan kehamilan dengan memperhatikan norma agama, kondisi perkembangan
sosial ekonomi dan budaya, serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
2. Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan advokasi, komunikasi,
informasi dan edukasi.

PEMBANGUNAN KELUARGA

Pasal 33

1. Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan


ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
2. Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung keluarga
agar dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.

Pasal 34

1. Kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan


keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilaksanakan dengan cara:
a. Peningkatan kualitas anak dengan pemberianakses informasi, pendidikan, penyuluhan,
dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan danperkembangan anak
b. Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling,
dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga
c. Peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan
masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga
d. Pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan untuk
mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lainnya
e. Peningkatan kualitas lingkungan keluarga
f. Peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumber daya
ekonomi melalui usaha mikro keluarga
g. Pengembangan cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih efektif bagi
keluarga miskin
h. Penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan terutama bagi perempuan yang
berperan sebagai kepala keluarga.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Walikota.

PRINSIP DAN NILAI DASAR PEMBANGUNAN

Untuk pelaksanaan RPJMD Papua 2019-2023, terdapat 6 (enam) prinsip dasar pembangunan
yang menjadi pegangan bagi pelaksanaan pembangunan, yaitu:

1. Perlindungan (protection): sesuai amanat UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi


Khusus Papua, bahwa kebijakan pembangunan Provinsi Papua diarahkan pada
perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak dasar Orang Asli Papua.
2. Keberpihakan (affirmative): afirmatif bagi Orang Asli Papua adalah kebijakan
diskriminasi positif yang diambil dengan tujuan agar Orang Asli Papua memperoleh
kesempatan mendapatkan layanan yang lebih dengan alasan perbedaan kondisi awal
sehingga dapat memperoleh peluang yang setara untuk bersaing dengan kelompok/
golongan lain dalam bidang yang sama.
3. Pemberdayaan (empowerment): bahwa arah kebijakan pembangunan memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi Orang Asli Papua dalam segala bidang
pembangunan.
4. Keberlanjutan (sustainibility): Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mengamanatkan bahwa pembangunan di Provinsi
Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan.
5. Keterpaduan (integrated): RPJMD Provinsi Papua tahun 2019-2023 harus mampu
memperkuat sinergi antar bidang, antar ruang dan waktu. Setiap SKPD pelaksana
pembangunan di setiap bidang harus memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai
sinergi tersebut melalui proses komunikasi, konsultasi, koordinasi serta pengendalian,
monitoring, dan evaluasi dengan pemangku kepentingan terkait di pusat dan daerah dan
mengedepankan keberhasilan bersama dalam pencapaian sasaran pembangunan.
6. Tata Pemerintahan yang Baik (good governance): pelaksanaan pembangunan wajib
mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Adapun nilai-nilai dasar pembangunan lima tahun kedepan adalah:

1. Kecukupan (sustenance): pembangunan diarahkan agar masyarakat merasa tercukupi


semua kebutuhan dasar (basic need) seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan
pendidikan.
2. Jati diri (self-esteem): pembangunan membentuk motivasi seluruh masyarakat untuk
berkeinginan untuk maju atau need achivement, menghargai diri sendiri dan memiiki rasa
percaya diri yang tinggi.
3. Kebebasan (freedom): pembangunan dilaksanakan dengan mendorong nilai-nilai
demokrasi dan penghormatan terhadap HAM sehingga masyarakat bebas dalam bersikap
dan berprilaku, rasa takut, perbudakan, kebodohan, kemiskinan, dan stigmasasi.

ORIENTASI PEMBANGUNAN

1. Orientasi Pembangunan Berpusat pada Manusia


Pelaksanaan pembangunan sebesar-besarnya diarahkan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat khususnya Orang Asli Papua. Perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan harus memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan budaya dan adat masyarakat lokal, serta dilaksanakan
berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan menghormati hak-hak adat
masyarakat setempat. Pembangunan yang berpusat pada manusia menjadi prioritas utama
pembangunan dalam lima tahun kedepan dan akan difokuskan pada pendidikan yang
bermutu dan terjangkau; pelayanan kesehatan yang berkualitas, murah dan mudah;
kemandirian perekonomian masyarakat; serta ketahanan pangan bagi seluruh wilayah di
Provinsi Papua. Pembangunan manusia merupakan indikator utama mengukur akselerasi
perkembangan pembangunan periode 2019-2023.

2. Orientasi Pertumbuhan dan Potensi Unggulan


Pertumbuhan ekonomi secara berkualitas dan merata diperlukan, sehingga
dampak pertumbuhan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat khususnya Orang Asli
Papua. Kebijakan pembangunan ekonomi secara esensial tidak semata-mata mengejar
pertumbuhan, melainkan dampak dari pertumbuhan yang dapat dirasakan oleh seluruh
masyarakat. Prinsip pembangunan ekonomi dilakukan melalui: perubahan pola pikir,
pengwilayahan komoditas, serta tanam, petik, olah dan jual. Perubahan pola pikir
dimaksudkan bahwa masyarakat khususnya Orang Asli Papua akan ditingkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam mengelola sumber daya lokal yang ada di sekitarnya
sehingga dapat bernilai ekonomi dan memenuhi kebutuhan masyarkaat. Pengwilayahan
komoditas diartikan bahwa prioritas pengembangan perekonomian daerah didasarkan
pada komoditas unggulan setiap wilayah atau daerah. Tanam, petik, olah dan jual
dimaksudkan bahwa menyiapkan sistem pemasaran yang terintegrasi dari saat panen,
pasca panen dan pemasaran atau penjualan. Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan
tahun 2019-2023 merupakan salah satu indikator utama untuk mengukur perkembangan
pembangunan yang terjadi, dan merupakan suatu indikator antara (bukan hasil akhir yang
akan dicapai).

3. Orientasi Pemerataan, Keadilan dan Pembangunan Kewilayahan


Penyediaan Infrastruktur wilayah diarahkan pada menghilangkan ketimpangan antar
wilayah dengan menerapkan prinsip keadilan pembangunan antar wilayah.
Pengembangan wilayah dan penyediaan infrastruktur ditujukan untuk pelayanan
kemandirian kampung, dan berdasarkan pada Rencana Tata Ruang. Selanjutnya
pembangunan kewilayahan ini akan difokuskan pada beberapa wilayah prioritas
berdasarkan 5 (lima) wilayah yaitu:
A. La Pago
B. Mee Pago
C. Anim Ha
D. Saereri
E. Mamta

Dalam bidang ekonomi, pemerataan dan keadilan dapat diwujudkan dalam bentuk
perbaikan distribusi pendapatan, perbaikan pemerataan pendapatan antar daerah,
perbaikan kesenjangan antara kampung, terjadinya proses afirmasi bagi orang asli Papua.
Dalam bidang sosial, pemerataan dan keadilan berupa perbaikan akses terhadap
pelayanan pendidikan, kesehatan dan kebebasan berpolitik, serta pemerataan antara laki-
laki dan perempuan.

KERANGKA PEMBANGUNAN WILAYAH

Dalam 5 (lima) tahun mendatang, arah kebijakan utama pembangunan wilayah Papua difokuskan
pada akselerasi pembangunan dan pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah dengan
pendekatan pembangunan berkelanjutan yang inklusif sebagai berikut:

1. Penguatan pusat pertumbuhan sebagai penggerak utama pertumbuhan (engine of


growth) dengan menggali potensi dan keunggulan daerah di setiap wilayah adat. Dalam hal
ini diperlukan pengembangan industri pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan,
dan/atau peternakan di wilayah penyangga (hinterland) yang diiringi pengembangan lokasi
pemasaran, dan peningkatan skill OAP agar aktif terlibat dalam pengembangan sektor
unggulan tersebut.
2. Percepatan pembangunan ekonomi berkelanjutan berbasis sumber daya lokal melalui
peningkatan kemandirian kampung atau perkampungan. Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan pembentukan klaster komoditas lokal yangdiiringi pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan, serta penguatan organisasi produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan/atau
perikanan. Budidaya dan nilai tambah lahan komunal dikembangkan dalam mendorong
ketahanan pangan, kegiatan ekonomi, yang didukung efisiensi perdagangan lokal,
pengembangan keterampilan, serta peningkatan kemampuan kerjasama pemanfaatan lahan
komunal dengan pihak luar secara berkelanjutan.
3. Peningkatan kesejahteraan di kawasan perbatasan melalui penguatan kegiatan
ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan, serta peningkatan kualitas pelayanan
dasar dan infrastruktur di kawasan PKSN, PLBN, dan lokasi prioritas. Dalam hal ini
diperlukan pengintegrasian fungsi PLBN, PKSN, dengan lokasi prioritas, yang didukung
penguatan distrik sebagai ujung tombak koordinasi pembangunan lokasi prioritas.
4. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar, pendidikan, dan kesehatan, terutama
untuk daerah pinggiran. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan tersebut dilakukan
dengan pemerataan tenaga pendidik dan tenaga kesehatan dengan insentif dan disinsentif,
memastikan keberadaan sekolah kecil di kampung dan sekolah berasrama, serta
pengembangan kurikulum lokal berbasis budaya dan kearifan lokal.
5. Pengurangan ketimpangan antar wilayah melalui pemerataan kesempatan ekonomi,
pemerataan infrastruktur dasar, dan konsistensi penerapan penataan ruang.
6. Peningkatan konektivitas antar wilayah melalui pembangunan infrastruktur yang
memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
7. Pengelolaan urbanisasi dengan memastikan perencanaan dan penerapan tata guna
lahan berkelanjutan, yang disertai pencegahan konflik horizontal, pengendalian kerusakan
lingkungan, serta penyediaan rumah layak dan infrastruktur dasar di kawasan perkotaan.
Berdasarkan pada gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa tema pembangunan tahunan mulai
dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2022 dirumuskan berdasarkan visi Bupati Sorong dan Arah
kebijakan. Pada visi maju bersama, arah kebijakan yang dapat dijabarkan ialah pembangunan
kualitas kelembagaan pemerintah dan infrastuktur publik dalam rangka percepatan kemajuan
daerah, maka dari itu dapat dirumuskan tema pembangunan tahunan pada tahun 2018 adalah
mewujudkan sistem tata kelola pemerintahan berbasis teknologi informasi guna percepatan
pembangunan, kemudian pada tahun 2019 yaitu meningkatkan kualitas infrastuktur dasar dan
perekonomian serta Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka penguatan pembangunan. Visi
Bupati Sorong yang berikutnya adalah cerdas dan sehat. Berdasarkan visi tersebut dapat
dijabarkan arah kebijakan yaitu mewujudkan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM), maka
dari itu tema pembangunan tahunan pada tahun 2020 yaitu pemantapan aksesbilitas dan kualitas
layanan pendidikan dan kesehatan guna meningkatkan daya saing daerah. Selanjutnya visi
Bupati Sorong yaitu sejahtera. Dalam visi tersebut, dapat dijabarkan menegani arah kebijakan
Kabupaten Sorong yaitu percepatan kemandirian daerah. Pada tahun 2012, tema pembangunan
yaitu mewujudkan harmonisasi pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan daerah dalam
rangka meningkatkan kemandirian daerah, kemudian pada tahun 2022 yaitu meningkatkan
stabilitas pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tema pembangunan
tahunan pada tahun 2021 dan 2022 tersebut dirumuskan berdasarkan visi sejahtera oleh Bupati
Sorong dan arah kebijakan mengenai percepatan kemandirian daerah.

Anda mungkin juga menyukai