Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya pelayanan keperawatan saat
ini dihadapkan pada situasi yang menuntut adanya peningkatan mutu pelayanan.
Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain ; perkembangan teknologi
dibidang kesehatan, adanya tuntutan dari penerima pelayanan kesehatan
(masyarakat) yang semakin kritis serta semakin kompleksnya masalah kesehatan
di Indonesia.
Profesi keperawatan bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu
(kualitas) pelayanan keperawatan menuju pelayanan keperawatan yang
profesional. Adapun faktor-faktor yang diperlukannya peningkatan mutu
pelayanan asuhan keperawatan karena citra dan mutu praktek keperawatan sering
dipertanyakan dan diragukan, adanya perubahan sifat pelayanan keperawatan
yang dulu bersifat okupasi menuju kearah pelayanan keperawatan profesional.
Kualitas pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan melalui pengendalian
mutu (Quality Assurance) yang memiliki tiga komponen yaitu : penentuan standar
praktek keperawatan, pengawasan (monitor) dan evaluasi. Pelaksanaan pelayanan
keperawatan akan dimonitor dan dievaluasi berdasarkan standar yang telah ada.
Standar asuhan keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan
suatu kualitas yang diinginkan terhadap pelyanan keperawatan yang diberikan
untuk klien. Fokus utama standar asuhan keperawatan adalah klien. Digunakan
untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan keperawatan yang diberikan dalam
upaya mencapai pelayanan keperawatan. Melalui standar asuhan dapat diketahui
apakah intervensi atan tindakan keperawatan itu yang telah diberi sesuai dengan
yang direncanakan dan apakah klien dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut PPNI praktek keperawatan adalah tindakan pemberian asuhan
keperawatan profesional baik secara mandiri maupun kolaborasi yang disesuaikan
dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya sebagai seorang perawat
berdasarkan ilmu keperawatan.Batasan tindakan otonomi perawat terdiri dari:

1
pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.

2. Tujuan
Secara umum standar asuhan keperawatan ditetapkan untuk meningkatkan
asuhan atau pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau
proses pada usaha pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang
diharapkan.

3. Manfaat
Penyusunan standar praktek keperawatan bermanfaat bagi perawat, rumah
sakit/institusi, klien, profesi keperawatan dan tenaga kesehatan lain.
3.1 Perawat
Standar asuhan keperawatan digunakan sebagi pedoman untuk
membimbing perawat dalam penentuan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan teradap kien dan perlindungan dari kelalaian dalam melakukan tindakan
keperawatan dengan membimbing perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan yang tepat dan benar.
3.2 Rumah sakit
Dengan menggunakan standar asuhan keperawatan akan meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan dapat menurun dengan singkat
waktu perwatan di rumah sakit.
3.3 Klien
Dengan perawatan yang tidak lama maka biaya yang ditanggung klien dan
keluarga menjadi ringan.
3.4 Profesi
Sebagai alat perencanaan untuk mencapai target dan sebagai ukuran untuk
mengevaluasi penampilan, dimana standar sebagai alat pengontrolnya.
3.5 Tenaga kesehatan lain
Untuk mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat
saling menghormati dan bekerja sama secara baik.

2
BAB 2
KONSEP DASAR TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS GASTROENTERITIS


1.1 PENGERTIAN
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare
adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah
atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare
merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau
usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan
bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

1.2 PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari
sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti
shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus,
clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus
halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam),
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin,
alergi dan sebagainya.

3
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin
dan mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi
dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral merupakan penyebab utama diare pada anak, yang
meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis,
virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan
infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits,
bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2)
tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis

1.3 PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

4
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga
usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai
berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

5
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen
dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga
40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

1.4 MANIFESTASI KLINIS DIARE


1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.

6
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan
pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,
dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

1.6 KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalami kelaparan.

7
1.7 DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat
dibagi berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
Yang diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40
Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi

8
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis

1.8 KEBUTUHAN CAIRAN ANAK


Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat
padat seperti protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan
pengeluaran harus seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi
mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan
pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut :
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50

9
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil
1998), Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan
anak FK UI (1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang
menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai
berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)

10
1.9 PATHWAYS

Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik

Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik


merusak mukosa
usus
Pergeseran cairan dan Makanan tidak Pertumbuhan
elektrolit ke lumen sempat diserap bakteri
usus

Endotoksin
berlebih

Hiperekskresi
dan elektrolit

Isi lumen usus

Rangsangan pengeluaran

Hiperperistaltik
Isi lumen usus
Diare

Gangguan Gangguan Keseimbangan


Keseimbangan Cairan Elektrolit

Kurang Volume Hiponatremi


Cairan (Dehidrasi) Hipokalemi
Penurunan klorida
serum
Pusing, lemah, letih, sinkope,
anoreksia, mual, muntah, haus,oliguri, Hipotensi postural, kulit
turgor kulit kurang, mukosa bibir dingin tremor, kejang dan
kering, mata dan ubun-ubun cekung, peka rangsang, denyut
peningkatan suhu tubuh, penurunan jantung cepat dan lemah
berat badan

11
1.10 PENATALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang
diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan
NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak
dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang
kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula
yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi
berat, dengan rincian sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13
tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3
tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4
tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-
15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8
tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit
(1 ml=20 tetes).

12
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan
15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5
tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5
tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian
glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt
(1mt=20 tts).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi
tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa
dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.

13
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang
dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain.
2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko
terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu
dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan
pada klien lain.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,
hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak
yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.
Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

14
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran :
3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari
14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah
dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
 Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5
kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama
dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
 Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

15
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai
kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui
dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri,
jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag
terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup
pada anak umur 1 tahun lebih

16
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada
daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium :
 Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumon

17
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan snutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

5. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Lihat pada lampiran

6. DISCHARGE PLANNING
 Cuci tangan sebelum makan
 Perhatikan kebersihan makanan
 Lakukan rehidrasi segera saat mengalami diare

18
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan


Pediatik. Jakarta : EGC

Carpenitto. LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed


6. Jakarta : EGC.

Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. Jakarta : EGC

Suryanah. 2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Doengoes. 2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. Jakarta : EGC.

19
DHF
(DENGUE HEMORRAGIC FEVER)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
DHF adalah suatu penyakit yang berat, yang sering mematikan
disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan
hemotasis dan pada kasus berat sindrom syok kehilangan protein
(Nelsos,2000).
DHF adalah penyakit yang ditandai oleh demam mendadak, tanpa
sebab yang jelas disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang,
muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut
(Ngastiah,1997).
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot, sendi yang biasanya memburuk, setelah 2
hari pertama (Sarwono,1996).
Demam Berdarah Dengue sering disebut pula Dengue Haemoragic
Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
DHF adalah penyakit demam yang disebabkan oleh virus disertai
demam akut perdarahan dan tendensi syok (Suryono,1987).

2. ETIOLOGI
Virus dengue tergolong dari family flaviviridae vektor utama dari
virus dengue adalah nyamuk aedes aegepty dan aedes algoprotus infeksi
dengan salah satu serotipe akan memberikan antibodi seumur hidup pada
serotipe tersebut namun tidak pada serotipe yang lain
 Ciri-ciri nyamuk aedes aegepty
Berbadan kecil, warna hitam dan berbelang-belang, menggigit pada siang
hari, badannya datar saat hinggap, hidup ditempat-tempat yang gelap
(terhindar dari sinar matahari) aedes aegepty betina mempunyai kebiasaan
berulang (multi ditres) yaitu menggigit secara bergantian dalam waktu

20
singkat, nyamuk aedes aegepty jarak terbangnya kurang dari 100 meter
dan senang menggigit manusia.
 Ciri-ciri nyamuk aedes alboprotus
Habitatnya pada air jernih, didekat rumah / pohon dimana biasanya
terlampung air hujan yang bersih yaitu misalnya pohon pisang, kaceng
bekon dll, menggigit pada siang hari dan jarak terbangnya 50 meter.

3. PATOFISIOLOGI
Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin muncul pada sistem retikulo endotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada
DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF da DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi
sistem kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini
berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi
anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian
pada DHF adalah pendarahan hebat. Pendarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi sistem
koagulasi.

21
4. MANIFESTASI KLINIS
- Peningkatan suhu tubuh mendadak 2-7 hari. Demam turun pada hari ke
5-7 disertai dengan gangguan sirkulasi ringan
- Anoreksia
- Nyeri otot, sendi, tulang dan kepala
- Manifestasi perdarahan :uji tourniquet + plekia, purpura, epistaksi,
perdarahan gusi, hematomesis dan melena
- Kadang ditemukan pembesaran hati pada permulaan demam tapi tidak
disertai ikterus biasanya disertai nyeri tekan
- Pemeriksaan labotorium : trombositopeni dan hemokonsetrasi,
trombsit dibawah 100.000 / mm2pada hari 3-7
- Syok : menunjukkan kegagalan peredaran darah dimulai
dari kulit lembab dan dingin pada jari kaki, tangan, serta ujung hidung,
cianosis pada sekitar mulut dan akhirnya syok, syok pada periode
demam prognosis buruk.
- Ciri / tanda-tanda syok : nadi lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba,
nadi menurun sampai 80 mmHg / > rendah
DHF menurut derajat beratnya penyakit dibagi menjadi :
1. Derajat I (Ringan) : demam mendadak 2-7 hari, uji tourniquet + ,
pusing badan pegal-pegal, batuk muntah suhu 38-
39 0C.
2. Derajat II (Sedang) : perdarahan gusi, hematomesis/melena, ujung jari
dan hidung dingin, gelisah, muntah, gangguan
aliran darah perifer ringan, gangguan rasa
nyaman.
3. Derajat III (Berat) : syok, epitaksis, perdarahan gusi,
hematomesis/melena, ujung jari kaki dan tangan
teraba dingin, nyeri tekan perut, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena.
4. Derajat IV (Syok) : syok berat, tekanan darah tidak teratur (denyut
jantung ≥ 140x/menit), nadi tidak teraba, ujung
jari kaki dan tangan cyanosis, kesadaran

22
menurun, nyeri abdomen sendi dan tulang
punggung,

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboraturium
Darah lengkap : Hematokrit meningkat (20% />) / Hemokonsentrasi
Trombositopeni (100.000/mm3 atau <)
 Pemeriksaan serologi
Uji HI (Hemoaglutination test) : respon antibodi sekunder
 Pemeriksaan rongen thorax
Untuk megetahui efusi pleura

6. DIAGNOSIS
Menentukan diagnosis DHF menggunakan patokan dari WHO 1975
adalah :
1. Demam tinggi, mendadak, tanpa sebab yang jelas terus menerus
selama 2-7 hari.
2. Uji tourniquet + dan adanya salah satu bentuk perdarahan lain
misalnya ekimosis, epistaksis, ptekie, perdarahan gusi,
melena/hematomesis
3. Pembesaran hati (pembesaran bisa diraba, sifat permukan sakit)
4. Syok ditandai dengan nadi lemah, cepat, TD menurun (20 mmHg/<)
tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg/<, kulit teraba dingin dan
lemah pada jari kaki dan ujung hidung, gelisah, cyanosis
Bila kreteria laboratorium terpenuhi ditambah 2 kreteria klinik
ketepatannya 70-90 %.

7. DIAGNOSA BANDING
 Belum ada rejatan : morbili / campak
 Dengan rejatan : demam typoid, rejatan septic oleh kuman lain
 Dengan perdarahan: leukemia, anemia aplastik
 Demam kejang : meningitis, ensefalitis

23
8. PENATALAKSANAAN
 Pengobatan
- Pemberian cairan peroral untuk DHF tanpa syok
- Pemberian cairan melalui infuse pada pasien yang muntah terus
menerus dan hematrokrit meninggi
- Bila terjadi perdarahandiberikan tranfusi darah
- Jika terjadi hiperpireksia dapat diberikan antipereksia dan kompres
dingin
- Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan
- Antibiotika diberikan jika terjadi komplikasi bakteri, biasanya
diberikan bersama dengan pemberian vitamin
 Tindakan keperawatan pada derajat I
- Observasi tanda vital dan tanda perdarahan
- Memberikan banyak minum (1-2 liter dalam 24 jam) dapat berupa
sirup, susu, sari buah-buahan, oralit, atau ralutan gula
- Observasi intake dan output
- Periksa HB, HT, Trombo setiap 4-6 jam sekali
- Lindungi terhadap bahaya fisik yang dapat menimbulkan perdarahan
 Tindakan keperawatan pada derajat II
- Berikan cairan intra vena dan jika keadaan memungkinkan beri
makanan dan cairan peroral
- Kompres hangat pada dahi dan lipatan ketiak untuk menurunkan
suhu tubuh
- Melakukan kebersihan perorangan meliputi : membersikan rambut,
mulut, kulit, kuku, telinga, hidung, tenggorokan dan dimandikan
2X sehari
- Observasi tanda vital, suhu tubuh setiap 3-4 jam
- Awasi tanda-tanda perdarahan
 Tindakan keperawatan pada derajat III dan IV
- Pemberian O2 intranasal 3-5 liter/menit

24
- Infus bila terjadi syok, jika syok sudah teratasi infuse dikurangi 10
kg/BB/jam, bila terjadi perdarahan tranfusi darah
- Beri kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh

9. UPAYA PENCEGAHAN
 Nyamuk aedes aegepty dan aedes Albopictus suka bertelur pada tempat air
jernih disekitar rumah oleh sebab itu lakukan
- Menguras bak mandi sesering mungkin
- Tempat-tempat air bersih / air minum hendaknya ditutup
- Bersihkan kain bersih yang brisi air
- Hindari adanya air tergenang
- Hindari menggantun g baju yang tidak terawat
- Pasang kelambu
 Berikan ceramah dan penyuluhan tentang masalah yang ada hubungannya
dengan DHF
 Lakukan pembatasan nyamuk pada lingkungan yang dicurigai banyak
sarang nyamuk penyebab DHF

10. PROGNOSA
 Derajad I dan II prognosa baik dalam waktu 24-36 jam
 Derajad III dan IV : prognosa tergantung dari
a. Lama dan beratnya renjatan, waktu metode dan adekuat / tidak
penanganan
b. Ada tidak keluhan syok terutama 6 jam pemberian infuse
c. Panas selama rejatan
d. Tanda-tanda cerebral

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a) Anamneses
a. Identitas / biodata
DHF dapat menyerang dewasa / anak terutama anak < 15 tahun.

25
b. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama pada pasien DHF adalah panas / demam.
c. Riwayat penyakit sekarang
Demam mulai hari 2-7 disertai nyeri mendadak, lemah, sakit kepala,
mual muntah, tidak ada nafsu makan, nyeri ulu hati, otot dan sendi,
pegal-pegal pada seluruh tubuh konstipasi / diare.
d. Riwayat penyakit dahulu
Ada kemungkinan anak yang pernah terjangkit DHF terjangkit DHF
lagi namun penyakit ini tidak ada hubungannya dengan penyakit yang
pernahdidento dahulu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit DHF bisa dibawa oleh nyamuk, sehingga dalam suatu
keluarga yang menderita penyakit ini kemungkinan tertular besar.
f. Riwayat tumbuh kembang anak
Pertumbuhan : biasanya lambat BB bertambah 1.5-2.5 kg / tahun
tinggi tinggi badan bertambah 7.5 cm tahun.
g. ADL
 Nutrisi : bisa kurang dari kebutuhan dikarenakan adanya mual
muntah, anoreksi dan sakit saat menelan
 Aktivitas : bisa menurun karena adanya nyeri otot dan sendi serta
pegal-pegal pada seluruh tubuh
 Istirahat tidur : terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri
 Eliminasi alvi : dapat terjadi diare atau konstipasi, melena
 Personal hygiene : kebutuhan perawatan diri tergantung kepada
keluarga karena adanya pegal-pegal diseluruh
tubuh saat panas.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : suhu tinggi (39-41 0C), menggigil, hipotensi,
nadi cepat dan lemah
2) Kesadaran : Kwalitas : composmetis–sopor comatus tergantung
gradenya
Kwantitas: dengan menggunakan GCS

26
3) Kepala : keadaan kepala rambut, mata, hidung, telinga, dan
mulut  biasanya kering, ada perdarahan gusi, lidah
kadang kotor.
4) Leher : kaji adanya pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan
adanya bendungan vena jugularis
5) Dada : kaji adanya nyeri tekan epigastrik, nafas
dangkal/pergerakan dada yang tidak simetris
6) Abdomen : biasanya dengan palpasi teraba ada pembesaran hati
dan limfe (4-5 % pasien) pada keadaan dehidrasi,
turgor kulit dapat menurun
7) Anus dan genetalia : dapat terganggu karena diare /
konstipasi
8) Ekstremitas atas dan bawah : kadang-kadang teraba dingin /
cianosis
9) Integument : tampak bintik merah pada kulit
(ptekie), haematoma, ekimosis
c) Pemeriksaan penunjang
 DL (Darah Lengkap) : Hemokonsentrasi (Hematokrit
meningkat 20%) Trombo sitopeni
(100.000/cmm atau kurang)
 Serologi : Uji HI (Haemoglobin inhibition test)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi penyakit
b. Kekurangan kebutuhan nutrisi b/d intake yang tidak adekuat
c. Kekurangan volume cairan b/d peningkatan permeabilitas cairan,
perdarahan, demam, muntah
d. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d malaise sekunder akibat DHF dan
kelelahan
e. Gangguan aktifitas sehari-hari b/d kelemahan tubuh
f. Gangguan pada tidur b/d nyeri dan sakit diseluruh tubuh

3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

27
Terlampir

28
4. DISCHARGE PLANNING
1. Perbaiki nutrisi dengan intake yang adekut
2. Jaga kebersihan lingkungan tempat tinggal
3. Lakukan pencegahan dengan 3 M

29
DAFTAR PUSTAKA

Doeuges, Marillyn E. 2000. ”rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien ”, Jakarta : EGC

Effendy, Christanti. 1995. Perawatan Pasien DHF. EGC. Jakarta.

Nelson. 2000. ”ilmu kesehatan anak bagian II”, Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. “Kapita Selekta Kedokteran”, Jakarta : FKUI

Mansjoer, Arif, et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius;


FKUI. Jakarta

Nelson . 2000. Ilmu Kesehatan Anak,volome I ,Edisi 15.EGC. Jakarta

Ngustiyah. 1997. “Perawatan Anak Sakit “, Jakarta : EGC

Rampengan,T.H dan Laurentz,I.R. 1997. Penyakit infeksi tropik pada anak;


EGC.Jakarta

Soedarmo, SP. 1995. Demam Berdarah Dengue. Medika No. 10 Tahun XXI,
Oktober 1995.

Soetjiningsih.1998 Tumbuh Kembang Anak,EGC. Jakarta

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. “Asuhan Keperawatan Pada Anak”, Jakarta : CV


Sagung Seto

. . . . . 2000. Diktat kuliah PSIK.FK.UNAIR,TA: 2000/2001. Surabaya.

30
FRAKTUR

A. KONSE DASAR MEDIS


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001)
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( reeves
C.J.Roux G & Lockhart R,2001 )

2. Prevalensi
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia prevalensi cenderung
lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis
yang terkait dengan perubahan hormon.

3. Jenis Fraktur
1. Complete fraktur ( fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan
posisi tulang.
2. Closed frakture ( simple fracture ), tidak menyebabkan robeknya
kulit. integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks),
merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan
ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran
mukosa sampai ke patahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I: luka bersih, kuaiang dari 1 cm panjangnyaT
Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi

31
lainnya membengkok.
5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang
8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong kcdalam ( sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah )
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
11. Patoogik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit ( kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor)
12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
pelekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.

4. Manifestasi Klinis
Nyeri terus menerus, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna.
Tanda dan gejala kemudian setelah bagian yang retak di imobilisasi,
perawat perlu menilai pain (rasa sakit), paloor ( kepucatan/perubahan
warna), paralisis (kelumpuhan/ ketidakmampuan untuk bergerak ),
parasthesia ( kesemutan ), dan pulselessnes (tidak ada denyut), Rotgen
sinar X, Pemeriksaan CBC jika terdapat perdarahan untuk menilai
banyaknya darah yang hilang.

5. Penatalaksanaan
Segera setelah cidera perlu untuk me- imobilisasi bagian yang cidera
apabila klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan atas
tubuh yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi
atau angulasi.

32
Prinsip penanganan fraktur meliputi:
 Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
 Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan fraktur
Lamanya (minggu)
a. Falang(jari)
b. Metakarpal
c. Karpal
d. Skafoid
e. Radius dan ulna
f. Humerus ( Suprakondilsr, Batang, Proksimal (impaksi ), Proksimal
(dengan pergeseran)
g. Klavikula
h. Vertebra
i. Pelvis
j. Femur (Intrakapsuler, Intratrohanterik, Batang, Suprakondiler )
k. Tibia (Proksimal, Batang, Maleolus)
j. Kalkaneus
m. Metatarsal
n. Falang (jari kaki) 3-5

33
6. Pathway Fraktur
Benturan Pada
Tulang
Diskontinuitas
Tulang

Gangguan Integitas Nyeri Hebat Hilangnya Fungsi Jarinan


jaringan yang cidera jaringan

Fraktur Fraktur Nyeri Immobilisasi


Tertutup Terbuka
Edema Tromboflebitis Perdarahan
Intoleransi
Aktifitas
Gangguan Aterosklerosis Kekurangan Volume
Body Image Defisit Perawatan
Diri Image Cairan & Defisit
Ggn Vaskular Risti Infeksi Perawatan Diri

Gangguan
Integritas kulit

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Gejala fraktur tergantung pada sisi, beratnya dan jumlah kerusakan pada
struktur lain
1. AKTIFITAS / ISTIRAHAT
Tanda
• Keterbatasan atau kehilangan fungsi yang terkena, oedem, nyeri dan
kripitasi.
2. SIRKULASI
Tanda
 Hipertensi akibat respon terhadap nyeri atau ansietas.
 Hipotensi akibat perdarahan.
 Tachikardi
 Pulseless

34
 CRT menurun
 Pucat pada bagian distal atau lokasi cedera
 Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada
sisi yang cedera
3. NEUROSENSORI
Gejala
 Hilang gerakan / sensasi spasme otot.
 Kesemutan / parastesis
Tanda :
 Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan ,
rotasi, krepitasi,
spasme otot, kelemahan atau hilang fungsi
4. NYERI / KENYAMANAN
Gejala :
Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin terlokalisasi pada area
jaringan kerusakan tulang dapat berkurang dengan imobilisasitak ada nyeri
akibat kerusakan syaraf Spisme/ kram otot ( Setelah Imobilisasi)
5. KEAMANAN
Tanda:
 Laserasi Kulit, avulse jaringan. perdarahan, perubahan
warna.
 Pembengkaan local (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba )
6. PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN
Gejala :
 Lingkungan cedera
 Pertimbangan rencana pemulangan menunjukkan rerata hari
perawatan femur 7,8 hari, pelvis 6,7 hari , lainya 4,4 hari memerlukan
perawatan di rumah sakit.
 Memerlukan bantuan dengan trasportasi, aktifitas perawatan diri,
dan tugas pemeliharaan perawatan di rumah.
7. PROIRITAS KEPERAWATAN

35
 Mencegah cedera tulang /jaringan lanjut
 Menghilangkan nyeri
 Mencegah komplikasi
 Memberikan informasi tentang kondisi / prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
8. TUJUAN PEMULANGAN
 Fraktur stabil
 Nyeri terkontrol
 Komplikasi dicegah/ minimal
 Kondisi, prognosis dan program terapi dipahami

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dcngan kehlangan
integritas tulang.
2. Nyeri (Akut) berhubungan dengan Spasme otot, Gerakan fragmen
tulang, odema, dan cedera pada jaringan lunak, Alat traksi,
immobilisasi, stress, ansietas.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
4. Kerusakan atau resiko integritas jaringan kulit berhubungan dengan
cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen,
kawat seknip. Perubahan sensasi , sirkulasi, akumulasi secret /
ekskresi. imobilitas fisik.
5. Resti Infeksi berhubungan dengan Tak adekuatnya pertahanan primer :
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan. Prosedur
invasive, traksi tulang.

3. INTERVENSI
Lihat dalam lampiran

4. IMPLEMENTASI
Dipilih berdasarkan situasi dan kondisi yang ada

36
5. EVALUASI
Dilihat berdasarkan respon Klien.

37
DAFTAR PUSTAKA

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach., JB


Lippincotl company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara,


Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth
edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Sjamsuhidajat R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A


Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

38
BRONCHOPNEUMONIA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Pneumoni merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi (Price, 1995).
Pneumoni adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat (Zul, 2001).
Bronchopneumoni digunakan untuk menggambarkan pneumoni yang
mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan
di sekitarnya. Pada bronchopneumoni terjadi konsolidasi area bercak.
(Smeltzer, 2001)

2. Klasifikasi
1. Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
 Pneumoni tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumoni lobaris
dengan opasitas lobus atau loburis.
 Pneumoni atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran ilfiltran paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
 Pneumoni komunitas
 Pneumoni nosokomial
 Pneumoni rekurens
 Pneumoni aspirasi
 Pneumoni pada gangguan imun
 Pneumoni hipostik

39
c. Berdasar sindroma klinis
 Pneumoni bakterial berupa : pneumoni bakterial tipe tipikal yang
terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk
bronchopneumoni dan pneumoni lobar serta pneumoni bakterial
tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang
disertai konsolidasi paru.
 Pneumoni non bakterial, dikenal pneumoni atipikal yang
disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoni atau legionella.
2. Klasifikasi berdasar Reeves (2001) :
a. Community Acquired pnemonia dimulai sebagai penyakit
pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi bronchopneumoni.
Pneumoni Streptococal merupakan kalangan anak-anak atau
kalangan keluarga orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumoni dikenal sebagai pneumoni
nosokomial. Organisme seperti ini aeruginis pseudomonas.
Klibsena atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum
penyebab hospital acquired pneumoni.
c. Lobar dan Bronchopneumoni dikategorikan berdasarkan lokasi
anatomi infeksi. Sekarang ini pneumoni diklasifikasikan menurut
organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungsi dikategorikan berdasarkan
pada agen penyebabnya, kultur sensitifitas dilakukan untuk
mengidentifikasikan organisme perusak.

3. Etiologi
1. Bakteri
Pneumoni bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram positif seperti: Steptococcus pneumonia, S. Aerous dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneomonia dan P. Aeruginosa.

40
2. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyeba b
utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan
pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi (Reeves,
2001).

4. Tanda Dan Gejala


1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
 Nyeri pleuritik
 Nafas dangkal dan mendengkur
 takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi
 mengecil, kemudian menjadi hilang
 krekels, ronki, egofoni
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Mengigil dan demam 38,8 C sampai 41,1 C delirium
5. Diaforesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental produktif
 Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan
atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis
 Area sirkumoral

41
 Dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial: disorientasi, ansietas, takut mati

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk
preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau
mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m
dengan pergeseran LED meninggi.
c. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya
konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

6. Penatalaksanaan
a. Kemotherapi
Pemberian kemoterapi harus berdasrkan petunjuk penemuan kuman
penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas kuman
terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara
oral, sedangkan bila berat diberikan secara parental. Apabila terdapat
penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat
kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis
(Harasawa, 1989).
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan
Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan
terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA
(Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer
seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
 Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat
dirumah.
 Simptomatik terhadap batuk.
 Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif

42
 Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris,
diberikan broncodilator.
 Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai
dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.
b. Pengobatan umum
 Terapi oksigen
 Hidrasi
Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat hidrasi dilakukan secara
parental.
 Fisioterapi
Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-
ubah untuk menghindari pneumoni hipografik, kelemahan dan
dekubitus.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Broncopneumonia dapat terjadi pada siapa saja dengna prevalensi
kejadian anatar laki-laki dan perempuan sama besar
b. Keluhan utama
Nyeri pleuritik, batuk, demam
c. Riwayat penyakit
Nyeri pleulitik, batuk kental, demam, anoreksia, malaise, diaforesis
d. Pemeriksaan fisik
B 1 : Takipnea, sesak, nyeri pleuritik, batuk kental, kekels. Ronchi,
pergerakan dada simetris.
B 2 : Sianosis
B 3 : Malaise, disorientasi, sakit kepala frontal
B4:-
B 5 : Anoreksia
B6:-

43
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif b.d penumpukan sekret
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
3. Pola nafas inefektif b.d penurunan ekspansi paru

3. Intervensi Dan Implementasi Keperawatan


Lihat pada lampiran

4. Evaluasi
Disesuaikan dengan kondisi klien

44
DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, (2002), Keperawatan Pediatri, Jakarta:EGC

Carpenito Linda Juall, (2000), Diagnosa Keperawatan, Jakarta:EGC

Doenges Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta:EGC

Mansjoer Arif E,dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:Media


Aesculapius

Nelson Waldo E, (2000), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: EGC

45
FEBRIS CONVULSION

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf
cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba-tiba (Marilynn,
Doengoes : 1999)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu
meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.(Suharso Darto :
2008)
Kejang demam adalah kejang pada bayi atau anak-anak yang terjadi akibat
demam, tanpa adanya infeksi pada susunan saraf pusat maupun kelainan
saraf lainnya (Medicastre.com)

2. Etiologi
Penyebab dari kejang demam dibagi menjadi 6 kelompok yaitu :
1. Obat-obatan: racun, allkohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi:hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis
3. Demam: paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis Otak: Akibat dari cidera kepla, trauma, infeksi, peningkatan
TIK(Tekanan Intracranial).
5. Eklampsia: hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik: penyebab tidak diketahui

3. Gejala
Gejalanya berupa:
 Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba)
 Kejang tonik-klonik atau grand mal
 Pingsan yang berlansung selama 30 detik- 5 menit (hampir selalu
terjadio pada nak-anak yang mengalami kejang demam)

46
 Postur tonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
 Lidah atau pipinya tergigit
 Gigi atau rahangnya terkatup rapat
 Inkontinesia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya)
 Gangguan pernafasan
 Apneu (henti nafas)
 Kulitnya kebiruan
 Setelah mengalami kejang biasanya: akan kembali sadar dalam
waktu beberapa menit atau lebih
 Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)
 Sakit kepala
 Mengantuk
 Linglung(sementara dan sifatnya ringan).
Jika kejang,tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka
kemungkinan terjadinya cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

4. Diagnosa
1. Anamnesa: biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota
keluarga lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).
2. Pemeriksaan neurologis: tidak didapatkan kelainan.
3. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan rutin tidak dianjurkan,
kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi atau untuk mencari
penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).
4. Pemeriksaan radiologi: X-ray, CT-scan kepala atau MRI tidak rutin
dan hanya dilakukan untuk indikasi.
5. Pemeriksaan cairan cerebrospinal: tindakan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas,
maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
 Bayi < 12 bulan: diharuskan

47
 Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
 Bayi >18 bulan: tidak rutin, kecuali pada tanda-tanda
meningitis.
6. Pemeriksaan elektroencefalografi (EEG): tidak direkomendasikan,
kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam
komplikan pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal).

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan
mecegah kejang.
1. Penanganan pada saat kejang
 Menghengtikan kejang: daizepam dosis awal 0,3-0.5
mg/KgBB/dosis IV pelan, atau 0,4-0.6 mg/KgBB/dosis rectal
suppositoria. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang
dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
 Turunkan demam:
 Antipiretik: paracetamol 10 mg/KgBB/dosis peroral atau
ibuprofen 5-10 mg/kgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali
sehari.
 Kompres: suhu > 39 C, air hangat, suhu >38 C, air biasa
 Pengobatan penyebab
 Penanganan suportif lainnya meliputi:
 Bebaskan jalan nafas
 Pemberian O2
 Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pertahankan keseimbangan tekanan darah
2. Pencegahan
 Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana
dengan diazepam0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretik pada saat
anak mengalami penyakit yang disertai demam.

48
 Pencegahan kontiyu untuk kejang demam komplikan dengan asam
valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Kejang demam biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan hingga 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intracranial atau penyebab tertentu.
b. Keluhan utama
Demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh secara tiba-tiba.
c. Riwayat kesehatan
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga
lainnya (ayah, ibu atau saudara kandung)
d. Pemeriksaan fisik
Pernapasan: gangguan pernapasan, apnea
Kardiovaskuler: cianosis
Persarafan: kejang tonik klonik, pingsan, sakit kepala, mengantuk,
linglung.
Pencernaan: lidah tergigit,gigi atau rahang tertutup rapat
Perkemihan: inkontinensia
Muskuloskeletal: kekakuan otot sementara

2. Discharge Planning
1. Segera atasi dengan demam pada anak
2. Segera bawa ke pelayanan kesehatan terdekat apabila anak kejang

3. Diagnosa Keperawatan
Resiko terhadap penghentian pernafasan

4. Intervensi Dan Implementasi Keperawatan


Lihat pada lampiran

5. Evaluasi

49
Disesuaikan dengan kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. www.medicastore.com

Anonim. 2007. www. Pediatric.com

Betz, Cecily L. 2002. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC

Bobak, Irene M, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan maternitas. Jakarta: EGC

Carpenito, Linda Jual. 2000. Diagnose keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: media


Asculapius

Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

50
THYPOID

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat
difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran
dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

2. Penyebab
Salmonella thipoid yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian.
(Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi
A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)

3. Patofisiologis
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke
makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa
dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama
terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan
pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan
heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan.
Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto, 2002)

51
Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


usus halus

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan


perforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan


(Suriadi & Rita Y, 2001)

4. Gejala Klinis
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada
anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu
minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai
penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala,
anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang
meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung,
bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid

52
dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung
tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan
gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi
bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus
c. Pemeriksaan Uji Widal

53
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya
infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi
(aglutinin) yaitu:
 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh
bakteri
 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela
bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari
simpai bakteri.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

6. Terapi
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat
diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2
minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc,
diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
 Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
 Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

54
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah
terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah
selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

7. Komplikasi
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium
ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan
tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan
selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi
oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis,
meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes
normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada
penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992).

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
b. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada
malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis,
penurunan kesadaran

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

55
3. Perencanaan
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
 Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
 Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
 Berri minum yang cukup
 Berikan kompres air biasa
 Lakukan tepid sponge (seka)
 Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
 Pemberian obat antipireksia
 Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
 Menilai status nutrisi anak
 Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat.
 Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
 Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan
dengan teknik porsi kecil tetapi sering
 Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan
dengan skala yang sama
 Mempertahankan kebersihan mulut anak
 Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit
 Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika
pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi
anak
3. Mencegah kurangnya volume cairan
 Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap
4 jam

56
 Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak
elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan
mukosa kering, bibir pecah-pecah
 Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama
dan dengan skala yang sama
 Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
 Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water
Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid
sponge
 Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)
4. Discharge Planning
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah
defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola
makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)

57
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta


Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.

Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.

Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa
Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.

Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.

Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.


Salemba Medika. Jakarta. 2002.

Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan
pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.

Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.

58
BAB 3
PENUTUP

3. 1. Kesimpulan
Standar ASuhan Keperawatan (SAK) ini telah disusun berdasar 5
kasus besar di ruang Zam-Zam. Besar harapan kami sebagai penyusun agar
panduanini dapat digunakan untuk memudahkan perawat dalam melakukan
Auhan Keperawatan Profesional kepada klien RS Muhammadiyah
Lamongan.
Panduan ini belum sempurna, oleh karena itu masukan yang
membangun sangat kami hargai. Sebagai pertimbangan untuk perbaikan
selanjutnya. Semoga panduan ini bermanfaat bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dan dapat mendukung
pengembanganprofesionalisme keperawatan pada pelayanan di Rumah Sakit
Muhammadiyah Lamongan.

3. 2. Saran
1. Perawat
Standar asuhan keperawatan ini bisa digunakan sebagi pedoman
untuk membimbing perawat dalam penentuan tindakan keperawatan yang
akan dilakukan teradap kien dan perlindungan dari kelalaian dalam
melakukan tindakan keperawatan dengan membimbing perawat dalam
melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan benar.
2. Rumah sakit
Dengan menggunakan standar asuhan keperawatan ini semoga
akan bisa meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan
dapat menurun dengan singkat waktu perwatan di rumah sakit.
3. Profesi
Sebagai ukuran untuk mengevaluasi penampilan, dimana standar
sebagai alat pengontrolnya.
4. Tenaga kesehatan lain
Untuk mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga
dapat saling menghormati dan bekerja sama secara baik.

59
DAFTAR LAMPIRAN INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan
1 Ansietas berhubungan dengan : Kurang rutinitas pra operasi, latihan
atau aktifitas atau peruubahan sensori pasca operasi, Perubahan nyata
pada yang dirasakan adanya perubahan lingkungan, Terganggunya
integritas biologis seperti kekambuhan penyakit, prosedur invasive,
serangan dan proses kematian.
2 Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan, produksi sekret, penurunan energi, penurunan reflek
batuk kelemahan.
3 Gangguan Eliminasi Alvi konstipasi, Obstipasi b/d Immobilisasi,
Kelainan obsesif konpulsif, Dehidrasi, Penyimpangan SSP, Depresi.
4 Eliminasi Urinarius/ Perubahan pola/ Gangguan b/d Obstruksi mekanik
(pembesaran prostate), Dekompensasi otot destrusor, Ketidakmampuan
kandung kemih untuk berkontraksi dengan adequate, Cidera, Peronal,
situasional dan lingkungan yang tidak mendukung.
5 Gangguan harga diri b/d Perubahan bio fisik, Psikososial, Persepsi
kognitif.
6 Hipotermia b/d Lingkungan yang dingin, Penurunan sirkulasi sekunder
terhadap BB yang menurun, Dehidrasi, Tidak efektifnya regulasi suhu
sekunder terhadap usia.
7 Hipotermia b/d Lingkungan yang dingin, Penurunan sirkulasi sekunder
terhadap BB yang menurun,Tidak efektifnya regulasi suhu sekunder
terhadap usia
8 Intoleransi aktifitas b/d kurang pengetahuan tentang teknik adaptif
yang dibutuhkan sekunder terhadap Kerusakan fungsi organ,
Kerusakan fungsi syaraf, Nyeri, Perubahan status tirah baring,
Peningkatan kebutuhan metabolic.
9 Kekurangan volume cairan tubuh b/d Kehilangan cairan melalui rute
abnormal, Peningkatan kebutuhan status hypermetaboli,
Ketidakcukupan pemasukan, Kehilangan perdarahan, Inflamasi
peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca
operasi.
10 Kelebihan volume cairan b/d Penurunan mekanisme regulator sekunder
terhadap GGK, Penurunan curah jantung sekunder terhadap IMA, PJK,
aritmia, Penurunan tekanan osmotic koloid sekunder terhadap SH,
acites.
11 Kerusakan integritas kulit: Resiko kerusakan integritas kulit b/d
Kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit, Efek
tekanan gesekan, friksi maserasi, Imobilitas
12 Kerusakan komunikasi verbal b/d Kerusakan sirkulasiserebral,
kerusakan neuro muskuler, Kehilangan tenus atau control otot fasial,
Kelemahan, kelelahan umum.
13 Kerusakan mobilisasi fisik b/d Penurunan kekuatan dan ketahanan
sekunder terhadap kerusakan neuromuscular, Edema, Pemasangan alat
eksternal, Kelemahan nyeri, kurangnya motivasi, Gangguan
musuloskeler.

60
14 Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d Kurang informasi, Kurang pemajanan, tidak mengenal
informasi, Kurang mengingat/ keterbatasan kognitif.
15 Nutrisi inadekuat berhubungan dengan : Penurunan nafsu makan,
Gangguan pencernaan (mual, muntah).
16 Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) b/d Proses inflamasi, Peningkatan
peristaltik, Manipulasi jaringan yang cidera, Iskemia jaringan,
Obstruksi atau spasme, Terputusnya kontinuitas jaringan sekundaer
post operasi.
17 Gangguan rasa nyaman (nyeri kronis) b/d Proses inflamasi,
Peningkatan peristaltik, Manipulasi jaringan yang cidera, Iskemia
jaringan, kram abdomen, diare dan muntah,Trauma jaringan dan
spasme otot polos.
18 Penurunan curah jantung berhubungan dengan : Iskemia myokard,
Penurunan kontraktilitas myokard, Aritmia, Perubahan struktural
(kelainan katup, anurieme ventrikular).
19 Perubahan proses berpikir:b/d Perubahan fisiologis, Peningkatan kadar
ammonia serum, Ketidakmampuan hati untuk detofikasi enzim/obat
tertentu, Situasional oleh karena personal, lingkungan.
20 Perubahan gangguan perfusi jaringan, serebral b/d : Penghentian aliran
darah, Edem selebral, Penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung.
21 Persepsi sensori: Perubahan Gangguan b/d : Perubahan resepsi
sensorik, transmisi integrasi (trauma neurologist atau defisit), Stress
psikologis.
22 Pola nafas tak efektif b/d : Bronchospasme, Penurunan ekaspansi paru,
Stess psikogenik.
23 Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d : Kehilangan cairan
melalui rute abnormal, Peningkatan kebutuhan status hypermetaboli,
Kehilangan perdarahan.

61

Anda mungkin juga menyukai