Anda di halaman 1dari 16

Nama : etika anggraini rahayu

nim : 190105034
prodi : farmasi 6b

REVIEW JURNAL

Brief Mindfulness-Based Intervention (Brief MBI) dalam Mengurangi Impulsivitas Reaksi


Emosi Pada Orang dengan Bipolar (ODB)

Nama penulis : Ni Luh Kade Nadia Rastafary, Marselius Sampe Tondok


Tahun : 2022
Volume : Vol 4, No 2

PENDAHULUAN

episode kini manik dengan gejala psikotik dimana tipe bipolar ini merupakan tipe tersering
yang terjadi pada kasus bipolar.Menurut penelitian PDSKJI jumlah penderita gangguan Bipolar
(Bipolar Disorder) di Indonesia berkisar antara 0,3%-1,5% dari jumlah keseluruhan gangguan
psikologi.(4) Gangguan bipolar merupakan penyakit penting dengan prevalensi bipolar disorder tipe
II, dan 2,4% untuk gangguan spektrum bipolar karena studi terbaru (Lailatul Nurush, 2017). Data
keluarga menunjukkan bahwa apabila dari salah satu orang tua memiliki gangguan mood, seorang
anak akan memiliki risiko antara 10- 25% mewarisi gangguan mood. Risiko anak-anak dari satu
orang tua dengan gangguan mood bipolar adalah 27% dan dari kedua orang tua dengan gangguan
mood bipolar adalah 74% (Ahuja et al., 2011).
Dua neurotransmiter yang sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood adalah
norepinefrin dan serotonin (Kaplan, 2016). Hubungan antara kehidupan yang penuh stress dengan
episode suasana hati ekstrem telah dilaporkan untuk kedua pasien dengan gangguan depresi mayor
dan pasien dengan gangguan bipolar I. Stres yang menyertai episode pertama menghasilkan
perubahan jangka panjang di otak. Akibatnya, seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami
episode gangguan moodberikutnya (Kaplan, 2016).
Pada dasarnya semua manusia, memiliki pola kepribadian yang berpotensi menjadikannya
depresi. enelitian telah menunjukkan bahwa stres yang dirasakan pasien sebagai refleksi negatif
pada dirinya lebih cenderung menghasilkan depresiPraktik mindfulness adalah pendekatan yang
layak untuk membantu individu menghadapi tantangan Orang dengan Bipolar (ODB) dalam proses
pemulihan. Mindfulness didefinisikan sebagai “memperhatikan: dengan kesadaran, pada saat ini,
dan tidak menghakimi”. Inti dari praktik mindfulness selaras dengan perspektif pemulihan dalam
hal kesadaran dan penerimaan. Mekanisme regulasi emosi dari mindfulness telah dikaitkan dengan
relevansi dan manfaat bagi ODB. Mindfulnessdapat mendekatkan afek menuju netral karena
individu tidak terlalu erat mempertahankan maupun menghindari pengalamannya

METODE

Penelitian ini menggunakan gabungan kualitatif dan kuantitatif, yaitu mixed method dengan
pendekatan intervensi Brief Mindfulness-Based Intervention Pada penelitian ini, data diperoleh
dengan observasi dan wawancara. Adapun beberapa data pendukung diperoleh dari Mood Disorder
Questionnaire (MDQ), Decision Tree for Elevated or Expansive Mood, Decision Tree for Depressed
Mood dan Tes Grafis (WZT, DAP, BAUM, HTP). Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu
kualitatif yang dilakukan dengan menggunakan analisis isi kualitatif (AIK) dari hasil wawancara
dan observasi serta kuantitatif dengan melihat hasil Mood Disorder Questionnaire (MDQ).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap partisipan seorang


perempuan berusia 27 tahun bernama Vira (nama samaran), diantaranya melakukan observasi,
wawancara, dan tes psikologis, seperti grafis (Baum, DAP, WZT, dan HTP) untuk memperoleh hal-
hal yang berkaitan dengan aspek emosi, dorongan agresi, dan kontrol diri yang dimiliki
responden .Proses follow-up merupakan tahap akhir dari pemberian intervensi yang dilakukan tiga
minggu setelah intervensi selesai, dilakukan dengan metode wawancara dan mood tracker. Secara
umum tujuan intervensi yang Vira rumuskan telah tercapai melalui proses selama tiga minggu
disertai konsistensinya dalam berlatih meditasi dan memusatkan fokus, serta support dari suaminya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Zaenudin (2011)

KESIMPULAN
Secara umum tujuan intervensi yang Vira rumuskan telah tercapai melalui proses selama
tiga minggu disertai konsistensinya dalam berlatih meditasi dan memusatkan fokus, serta dukungan
dari suaminya.
PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI PADA
PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN ISOLASI SOSIAL DI RSUD BANYUMAS

Nama penulis : Fara Aprilia Rizqita1, Ririn Isma Sundari2, Prasanti Adriani3
Tahun : 2022
Volume : Vol.1, No.8

PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah suatu penyakit dimana kepribadian seseorang mengalami keretakan serta
perasaan dan perbuatan seseorang terganggu 7. Salah satu masalah pada skizofrenia yaitu isolasi
sosial. Gejala yang muncul pada pasien isolasi sosial yaitu suka menyendiri, sikap murung, datar
dan tidak mau bercakap-cakap 8. Perasaan tidak berhargadan kegagalan menyebabkan sulit untuk
melakukan hubungan baik dengan orang lain, dalam hal ini pasien akan mengalami penurunan
dalam beraktivitas, sehingga berakibat lanjut seperti defisit perawatan diri, halusinasi yang akhirnya
menyebabkan kekerasan dan tindakan bunuh diriStrategi Pelaksanaan cara memulai interaksi
dengan orang lain. Perawat juga bertugas meningkatkan kembali kepercayaan pasien dan
mengajarkan untuk berinteraksi dengan orang lain, misalnya berkenalan dengan perawat ataupun
dengan pasien yang lainnya 9. Tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan asuhan keperawatan
jiwa isolasi sosial.

METODE
Penelitian ini menggunakan studi kasus deskriptif, yang menjadi subyek yaitu Tn. D dengan
diagnosa keperawatan Isolasi Sosial dengan Skizofrenia di Ruang Nakula RSUD Banyumas pada
bulan Desember 2021.
HASIL

1. Pengkajian

Pengkajian didapatkan data subyektif antara lain, suka menyendiri, malas beraktivitas dan menolak
untuk diajak berbincang dan data obyekrif.

2.Diagnosa Keperawatan

Peneliti menyusun diagnose keperawatan menggunakan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia


(SDKI).

3. Intervensi Keperawatan

Rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dengan isolasi sosial yaitu
menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP) yang bertujuan agar pasien dapat memulai
hubungan/interaksi dengan orang lain
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan selama 3 hari yaitu mulai tanggal 7 sampai 9 desember
2021

5.Evaluasi

pasien mampu menjelaskan penyebab isolasi sosial, mampu menyebutkan keuntungan dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain dan pasien memahami cara berkenalan dengan orang
lain.

KESIMPULAN

Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan gangguan isolasi sosial maka penulis dapat mengambil kesimpulan pengkajian meliputi
faktor predisposisi, faktor presipitasi dan pemeriksaan status mental. Tanda – tanda isolasi sosial
yang didapatkan terhadap pasien yaitu suka menyendiri, menolak untuk berbicara, dan tidak pernah
berinteraksi dengan teman. Diagnosa yang muncul berdasarkan analisa data yaitu isolasi sosial.
intervensi yang akan dilakukan yaitu menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP).
Bulletin of Counseling and Psychotherapy

Brief Mindfulness-Based Intervention (Brief


MBI) dalam Mengurangi Impulsivitas Reaksi
Emosi Pada Orang dengan Bipolar (ODB)
Ni Luh Kade Nadia Rastafary*, Marselius Sampe Tondok
Universitas Surabaya, Indonesia
nadiarastafary96@gmail.com

Submitted: 2022-03-22
ABSTRACT: This study aims to see the effect of the Brief
Revised: 2022-04-16
Mindfulness-Based Intervention (Brief MBI) to reduce the
Accepted: 2022-04-29
impulsivity of emotional reactions in people with bipolar disorder
Copyright holder:
© Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. (2022) (ODB). This study uses a mixed method design with interviews,
This article is under: observations, Mood Disorder Questionnaire (MDQ), Decision Tree
for Elevated or Expansive Mood, Decision Tree for Depressed
Mood and Graphic Tests (WZT, DAP, BAUM, HTP). The participant
How to cite:
Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. (2022). Brief is a 27-year-old woman and has been diagnosed with Bipolar
Mindfulness-Based Intervention (Brief MBI) dalam
Mengurangi Impulsivitas Reaksi Emosi Pada Orang dengan Disorder. The symptoms that appear are difficulty in regulating
Bipolar (ODB). Bulletin of Counseling and Psychotherapy,
4(1). https://doi.org/10.51214/bocp.v4i2.183 mood to the point of disrupting daily routines, periods of excessive
Published by: mood elevation and periods of significant mood decline. The MBI
Kuras Institute
Brief is held in four sessions, each session lasting two hours. The
Journal website:
https://journal.kurasinstitute.com/index.php/bocp results of the intervention showed that the participants
E-ISSN: experienced an increase in the ability to control themselves before
2656-1050
displaying the emotional reactions they felt.

KEYWORDS: Bipolar Disorder, Brief Mindfulness-Based


Intervention

PENDAHULUAN
Gangguan Bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius dan dapat
menyerang seseorang, sifatnya melumpuhkan disebut mania-depresi (Parks, 2014). Gangguan
bipolar sering dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri yaitu naik turunnya mood, aktivitas dan
energi (Mintz, 2015). Kekambuhan sering terjadi dan akan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan,
perkawinan bahkan meningkatkan risiko bunuh diri (Amir Momeni et al., 2012). Keadaan emosional
individu dengan gangguan bipolar ekstrim dan intens yang terjadi pada waktu yang berbeda, atau
bisa disebut mood. Episode ini dikategorikan sebagai mania, hipomania, episode campuran dan
depresi (Ahuja et al., 2011).
Merujuk pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi 5 (DSM-5) (American
Psychiatric Association, 2013), terdapat tiga tipe gangguan bipolar, yakni bipolar I, bipolar II, dan
gangguan siklotimia. Gejala manik merupakan fitur yang menonjol dari tiap tipe gangguan bipolar.
Ketiga tipe tersebut berbeda dari tingkat keparahan dan juga durasi gejala manik. Gangguan ini
dinamakan bipolar karena sebagian besar individu yang mengalami episode manik juga mengalami
episode depresif selama hidupnya (manik dan depresif dinilai sebagai kutub yang berlawanan).
Episode depresi tidak diperlukan untuk mendiagnosis adanya bipolar I namun diperlukan sebagai
syarat diagnosis bipolar II (Roehr, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan Sugiyanto Widanti et al. (2017). episode kini manik dengan
gejala psikotik dimana tipe bipolar ini merupakan tipe tersering yang terjadi pada kasus bipolar.
Menurut penelitian PDSKJI jumlah penderita gangguan Bipolar (Bipolar Disorder) di Indonesia
berkisar antara 0,3%-1,5% dari jumlah keseluruhan gangguan psikologi.(4) Gangguan bipolar
Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 2, 2022 / 133
Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. – Brief Mindfulness-Based Intervention…

merupakan penyakit penting dengan prevalensi bipolar disorder tipe II, dan 2,4% untuk gangguan
spektrum bipolar karena studi terbaru (Lailatul Nurush, 2017). Data keluarga menunjukkan bahwa
apabila dari salah satu orang tua memiliki gangguan mood, seorang anak akan memiliki risiko antara
10- 25% mewarisi gangguan mood. Risiko anak-anak dari satu orang tua dengan gangguan mood
bipolar adalah 27% dan dari kedua orang tua dengan gangguan mood bipolar adalah 74% (Ahuja et
al., 2011).
Asetilkolin dan GABA (gamma aminobutyric acid) juga diduga terlibat (Ahuja et al., 2011). Dua
neurotransmiter yang sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood adalah norepinefrin dan
serotonin (Kaplan, 2016). Hubungan antara kehidupan yang penuh stress dengan episode suasana
hati ekstrem telah dilaporkan untuk kedua pasien dengan gangguan depresi mayor dan pasien
dengan gangguan bipolar I. Stres yang menyertai episode pertama menghasilkan perubahan jangka
panjang di otak. Akibatnya, seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami episode gangguan mood
berikutnya (Kaplan, 2016). Pada dasarnya semua manusia, memiliki pola kepribadian yang berpotensi
menjadikannya depresi. enelitian telah menunjukkan bahwa stres yang dirasakan pasien sebagai
refleksi negatif pada dirinya lebih cenderung menghasilkan depresi. Selain itu, pemicu stres yang
tampak ringan bagi orang lain justru sangat berdampak menghancurkan pasien (Kaplan & Sadock’s,
2015). Pandangan dari Sigmund Freud dan diperluas oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan
klasik tentang depresi. Teori tersebut berkaitan erat dengan empat hal penting: (1) gangguan pada
hubungan bayi-ibu selama fase awal (10 sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi predisposisi
kerentanan depresi selanjutnya; (2) depresi yang dapat dikaitkan dengan objek yang nyata atau yang
dibayangkan; (3) introjeksi yang berasal dari objek merupakan mekanisme pertahanan yang diajukan
untuk mengatasi kesusahan menyikapi kehilangan objek; dan (4) membayangkan benda yang hilang
dianggap sebagai campuran cinta dan benci, perasaan marah diarahkan ke dalam dirinya sendiri
(Kaplan & Sadock’s, 2015).
Praktik mindfulness adalah pendekatan yang layak untuk membantu individu menghadapi
tantangan Orang dengan Bipolar (ODB) dalam proses pemulihan. Mindfulness didefinisikan sebagai
“memperhatikan: dengan kesadaran, pada saat ini, dan tidak menghakimi”. Inti dari praktik
mindfulness selaras dengan perspektif pemulihan dalam hal kesadaran dan penerimaan. Mekanisme
regulasi emosi dari mindfulness telah dikaitkan dengan relevansi dan manfaat bagi ODB. Mindfulness
dapat mendekatkan afek menuju netral karena individu tidak terlalu erat mempertahankan maupun
menghindari pengalamannya (Hayes & Feldman, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Intan
& Damayanti (2018) praktik mindfulness yang diterapkan secara continue pada individu dapat
mengurangi atau menurunkan emosi labil atau mengurangi tingkat depresi dan meningkatkan harga
diri dan menciptakan kesadaran pada diri sendiri untuk memecahkan masalah pada individu itu
sendiri serta dapat membentuk pikiran yang terarah menuju masa depan yang distimulasikan. Studi
terbaru menemukan bahwa mengurangi pendekatan “goal- striving” dapat memberi pengaruh positif
pada ODB. Pelatihan Mindfulness-Based Intervention (MBI) memungkinkan individu untuk mengubah
pola pikir mereka untuk lebih “menerima”, yang bisa menjadi obat untuk obsesi “goal-striving”.
MBI selalu menekankan "being" pada pengalaman yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan dan menjauhkan diri untuk mengamati dan menerima emosi daripada merespons
secara reaktif. Uji coba lebih lanjut menyelidiki manfaat MBI dengan membuat sebagian besar sesinya
berfokus untuk mengatur suasana hati mania dan depresi. Selain itu, penggunaan mindfulness-based
interventions (MBI) diperkirakan akan meningkat kemampuan coping stres yang terkait dengan gejala
persisten dan stigma yang diinternalisasi.

METODE
Penelitian ini menggunakan gabungan kualitatif dan kuantitatif, yaitu mixed method dengan
pendekatan intervensi Brief Mindfulness-Based Intervention. Selain itu, penelitian ini juga
menggunakan psikoedukasi dengan cara merancang modul sebagai bahan pendampingan bagi

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 2 (2022) / 134


Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. – Brief Mindfulness-Based Intervention…

partisipan. Evaluasi hasil intervensi dilakukan dengan metode wawancara dan mood tracker.
Partisipan merupakan seorang perempuan berusia 27 tahun bernama Vira (nama samaran). Vira
sering merasa kesulitan dalam mengendalikan suasana hati dan pikiran negatif yang sering muncul,
sehingga hal ini mengganggu aktivitas sehari-harinya. Vira juga merasa dirinya sering kehilangan
motivasi dalam melakukan rutinitas sehari-hari. Vira sering merasa pesimis dan sedih tanpa sebab
hingga menangis sepanjang hari tanpa bisa ia kendalikan. Ada kalanya Vira juga merasa dirinya
memiliki cita-cita yang sangat tinggi dan melampaui kemampuannya, hingga ia terobsesi untuk
melakukan segala sesuatu yang tidak wajar, merasa optimis berlebihan dan sangat aktif hingga tidak
tidur selama beberapa hari. Kesulitan Vira dalam mengendalikan perilaku impulsif karena suasana
hati yang ekstrem membuatnya terhambat dalam menyelesaikan skripsi, padahal sisa masa studinya
tinggal satu semester. Pada penelitian ini, data diperoleh dengan observasi dan wawancara. Adapun
beberapa data pendukung diperoleh dari Mood Disorder Questionnaire (MDQ), Decision Tree for
Elevated or Expansive Mood, Decision Tree for Depressed Mood dan Tes Grafis (WZT, DAP, BAUM,
HTP). Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu kualitatif yang dilakukan dengan menggunakan
analisis isi kualitatif (AIK) dari hasil wawancara dan observasi serta kuantitatif dengan melihat hasil
Mood Disorder Questionnaire (MDQ).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap partisipan seorang perempuan
berusia 27 tahun bernama Vira (nama samaran), diantaranya melakukan observasi, wawancara, dan
tes psikologis, seperti grafis (Baum, DAP, WZT, dan HTP) untuk memperoleh hal-hal yang berkaitan
dengan aspek emosi, dorongan agresi, dan kontrol diri yang dimiliki responden. Berdasarkan hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan, diperoleh rekapitulasi pada tabel 1.0. Proses follow-up merupakan
tahap akhir dari pemberian intervensi yang dilakukan tiga minggu setelah intervensi selesai, dilakukan
dengan metode wawancara dan mood tracker. Berdasarkan hasil follow-up, Vira mengaku sangat
terbantu dalam mengendalikan dirinya sebelum menampilkan reaksi dari emosi yang dirasakannya.
Vira juga tetap melakukan latihan meditasi di pagi hari atau setelah bersembahyang di malam hari.
Awalnya masih banyak pikiran dan emosi yang terlintas saat ia memulai meditasi, namun lama
kelamaan dengan melatih ritme napas, pikiran Vira menjadi terpusat dan ia dapat merasakan aliran
darahnya tenang dan jantungnya tidak berdegup kencang seperti yang biasa ia rasakan. Vira juga
selalu mendapatkan perasaan positif seperti rasa mampu dan optimis serta merasa diri lebih baik,
karena bisa melakukan sesuatu bagi masalah yang ia alami.
Vira juga tampak antusias, ia banyak mencari tahu mengenai meditasi hingga mengikuti akun-
akun edukasi mengenai meditasi di Instagram dan Youtube. Vira juga berencana akan semakin sering
melakukan meditasi bila ia telah hamil nantinya agar ia dan bayinya merasa tenang. Vira merasa
dirinya mulai memproses sebuah kejadian atau perasaan sebelum bereaksi, sehingga ia mengetahui
bahwa ia mempunyai beberapa pilihan untuk meluapkan perasaannya. Kadang ketika ada sesuatu hal
yang memicu amarahnya, ia akan berpikir terlebih dahulu apakah hal tersebut pantas untuk
membuatnya marah dan merusak harinya. Vira merasa proses intervensi yang ia jalani membuatnya
tersadar bahwa sebentar lagi ia menjadi seorang Ibu, dan ia perlu berlatih menjaga emosinya. Proses
intervensi yang dilakukan cukup bermanfaat bagi Vira dalam menggali dan menangani permasalahan.
Intervensi yang diberikan tetap membutuhkan upaya lanjutan secara konsisten untuk mencapai
target yang diinginkan dengan dukungan keluarga. Vira juga membuat ringkasan dari perkembangan
aspek tujuan intervensi selama tiga minggu pasca intervensi, dapat dilihat pada tabel 1.1.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 2 (2022) / 135


Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. – Brief Mindfulness-Based Intervention…

Tabel 1.0 Rekapitulasi Hasil Asesmen


NO ASPEK INTERPRETASI SUMBER
1 Kemampuan Vira memiliki kemampuan kognitif yang cukup baik. Ia mampu untuk • Observasi
Intelektual / menyampaikan isi pikirannya secara sistematis dan kronologis, namun juga • Wawancara
Kognitif cukup fleksibel dalam mengerjakan suatu tugas. Hanya saja, ketika mengatasi • WZT
masalah ia cenderung belum mampu berpikir rasional karena masih • BAUM
mendahulukan perasaannya. Emosi yang tidak stabil juga membuat Vira
terhambat dalam proses belajar, sehingga berdampak pada keterlambatan
dalam menyelesaikan studi.
2 Minat Vira sebenarnya memiliki semangat dan ambisi yang tinggi dalam mencapai • Observasi
Intelektual dan cita-citanya, khususnya dalam bidang akademik. Hanya saja, daya juang yang ia • Wawancara
Ambisi miliki tampak fluktuatif dikarenakan hambatan dalam meregulasi emosinya. • WZT
Vira juga sangat dipengaruhi oleh dukungan dari orang sekitarnya untuk maju. • BAUM
Hal ini membuat Vira mudah merasa putus asa dan merasa tidak berdaya dalam • DAP
mencapai tujuan, apabila kondisi emosinya sedang tidak baik dan kurang
didukung oleh orang-orang di sekitarnya.
3 Kontrol dan Vira merupakan pribadi yang kurang memiliki kontrol di dalam dirinya. Hal ini • Observasi
Dorongan menyebabkan Vira sulit mengendalikan emosi yang ia rasakan sehingga • Wawancara
seringkali bersikap over-reacting terhadap suatu hal atau kejadian tertentu, • BAUM
seperti berteriak dan menyerang orang lain secara verbal. Pada sisi lain, • DAP
kesulitan dalam mengontrol diri dan menentukan batasan juga membuat Vira • MDQ
mudah terpengaruh akan penilaian lingkungan, sehingga ia tampil sebagai
sosok yang cenderung ingin menyenangkan orang lain dan mudah merasa tidak
enak. Hal ini justru menyebabkan Vira kurang menjadi dirinya sendiri dan
mengalami kekecewaan baru yang mendalam bila respon lingkungan tidak
memberi penerimaan sesuai dengan ekspektasinya.
4 Kehidupan Pengalaman traumatis dan kurangnya interaksi yang hangat di dalam keluarga, • Observasi
Emosi / Afeksi membuat Vira memiliki kebutuhan afeksi dan penerimaan yang besar. • Wawancara
Kebutuhan ini membuat Vira mudah bergantung dan berusaha menyenangkan • WZT
orang lain dengan harapan mereka dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Vira • BAUM
memiliki kemampuan yang baik dalam menghayati emosinya sendiri, hingga • DAP
terlalu menghayati dan tampak sensitif akan komentar orang lain yang • HTP
ditujukan padanya. Vira memiliki kecenderungan untuk tidak mengekspresikan
perasaannya di lingkungan, walau sebetulnya ia cukup mampu dalam
mengekspresikan emosinya. Kondisi ini membuatnya lebih memilih untuk
memendam perasaannya atau menunjukkan ekspresi yang tidak sesuai dengan
perasaan sebenarnya. Emosi negatif yang tidak tersampaikan dengan tepat
inilah yang seringkali membuat kondisi emosional Vira tidak stabil dan
menimbulkan rasa putus asa yang mengarah ke depresi.
5 Relasi Sosial Relasi dalam keluarga yang kurang hangat dan lebih sering diwarnai konflik • Observasi
dan ketika kecil, ditambah dengan pengalaman perundungan oleh teman-teman • Wawancara
Penyesuaian sekolah, membuat Vira berusaha keras agar diterima oleh lingkungannya. Hal • WZT
Diri ini menyebabkan Vira tampil sebagai sosok yang sangat ramah, pengertian dan • BAUM
mudah bergaul di lingkungannya. Hanya saja, Vira kesulitan dalam menjalin • DAP
relasi yang mendalam secara emosional dengan orang lain. Kurangnya • HTP
kepercayaan diri dan perasaan insecure pada Vira juga membuatnya sulit dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia cenderung berhati-hati dan
tidak enakan ketika bertemu orang baru. Ketidaksesuaian antara ekspektasi
Vira untuk menjadi sosok yang menonjol dengan realita dimana ia sulit
membangun relasi emosional, menimbulkan kecemasan baru bagi dirinya.
6 Konflik dan Vira memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang dapat dikatakan kurang • Observasi
Cara baik. Kecenderungan Vira berfokus pada perasaan ketika menyelesaikan • Wawancara
Penyelesaian permasalahan, membuatnya terhambat dalam berpikir rasional dan logis untuk • WZT
Masalah menemukan solusi yang adekuat. Emosi yang kurang divalidasi oleh orangtua • DAP
sejak kecil membuatnya melakukan lebih sering menahan emosinya • MDQ
(repression) dan melampiaskan emosinya pada hal atau orang lain di luar
pemicu sebenarnya (displacement). Ketika emosi-emosi tersebut hanya
dipendam dan dialihkan tanpa adanya penyelesaian yang tepat, mereka
berubah bentuk menjadi kemarahan dan kekecewaan baru yang makin sulit
Vira kendalikan.

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 2 (2022) / 136


Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. – Brief Mindfulness-Based Intervention…

Berdasarkan tabel 1.2, melalui Brief MBI pada partisipan Vira adapun hasil dari follow up yaitu
tujuan pertama frekuensi menangis Vira berhasil mecapainya pada minggu kedua dan berhasil
bertahan pada minggu ketiga. Untuk tujuan yang kedua yaitu tidak gampang marah pada suami Vira
berhasil mencapainya pada minggu ketiga. Serta tujuan Vira yang ketiga yaitu terkait masalah
overthinking berhasil dicapai pada minggu kedua. Secara umum tujuan intervensi yang Vira rumuskan
telah tercapai melalui proses selama tiga minggu disertai konsistensinya dalam berlatih meditasi dan
memusatkan fokus, serta support dari suaminya. Hal ini sejalan dengan penelitian Zaenudin (2011)
support dapat menjaga perasaan sejahtera (well being) atau merasa sehat wal’afiat, sehingga kondisi
psikis klien/pasien tetap terjaga, syukur bisa meningkat/ lebih baik, karena memperoleh dukungan
terapis. Tindakan suportif membawa klien kepada suatu keseimbangan emosional secara cepat
dengan pengurangan gejala-gejala sehingga klien dapat berfungsi pada taraf sedekat mungkin
dengan taraf sebelum sakit (Pardian, 2019).

Tabel 1.1 Monitoring dan Evaluasi


Kondisi Sebelum Kondisi Setelah
No Aspek Sasaran Evaluasi
Intervensi Intervensi
1 Impulsivitas Vira Vira kesulitan dalam Vira menyadari pentingnya Brief MBI cukup efektif
reaksi emosi mengendalikan reaksi emosi memiliki kesadaran penuh dalam untuk meningkatkan
dan seringkali bersikap berperilaku untuk mengurangi keterampilan Vira dalam
impulsif respon impulsif dalam bereaksi. mengendalikan reaksi
Vira juga mulai menerapkan emosi
beberapa teknik latihan
mindfulness

Tabel 1.2 Ringkasan hasil Follow-up


No Tujuan yang Ditetapkan Hasil
1 Frekuensi menangis berkurang dari 5 x seminggu Minggu pertama: menangis 4 x seminggu
menjadi 3 x seminggu Minggu kedua: menangis 2 x seminggu
Minggu ketiga: menangis 2 x seminggu
2 Lebih tenang, tidak gampang marah sama suami, Minggu pertama: 2 hari marah 2 x sehari
maksimal 1 x sehari Minggu kedua: 2 hari marah 2 x sehari
Minggu ketiga: 1 hari marah 1 x sehari
3 Lebih fokus biar tidak terlalu khawatir mikirin masa Minggu pertama: 3 x overthinking
depan, maksimal overthinking 2 x seminggu Minggu kedua: 2 x overthinking
Minggu ketiga: 1 x overthinking

KESIMPULAN
Secara umum tujuan intervensi yang Vira rumuskan telah tercapai melalui proses selama tiga
minggu disertai konsistensinya dalam berlatih meditasi dan memusatkan fokus, serta dukungan dari
suaminya. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk Vira dan keluarga, yaitu Vira diharapkan
dapat menjaga komitmen dan konsistensi untuk melakukan perubahan perilaku sesuai dengan yang
ditargetkan. Serta keluarga Vira diharapkan dapat mempertahankan dukungan dan kasih sayang yang
diberikan kepada Vira selama ini. Untuk suami Vira diharapkan dapat melakukan konseling secara
berkala untuk menjaga kesehatan mentalnya sebagai seorang caregiver.

DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S., Bose, A., Lu, K., Greenberg, W., Nemeth, G., & Laszlovszky, I. (2011). A multicenter,
randomized, double blind trial to evaluate the effect of cariprazine in bipolar depression. Poster
Presented at the Autumn Conference of the International Society for CNS Clinical Trials and
Methodology, 3–4. Google Scholar
Amir Momeni, B., Nima, K., Elham, Y., & Elham, A. (2012). Correlation of social network attributes with
individuals’ score on bipolar spectrum diagnostic scale. Google Scholar

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 2 (2022) / 137


Rastafary, N. L. K. N., & Tondok, M. S. – Brief Mindfulness-Based Intervention…

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th
ed.). Washington, DC: Publisher. doi: 10.4103/0019-5545.117131
Chan, S.H.W., Tse, S., Chung, K.F. et al. (2019). The effect of a brief mindfulness-based intervention on
personal recovery in people with bipolar disorder: a randomized controlled trial (study
protocol). BMC Psychiatry.19 (255). https://doi.org/10.1186/s12888-019-2242-0
Frank, E. (2007). Treating Bipolar Disorder: A Clinician’s Guide to Interpersonal and Social Rhythm
Therapy. New York: The Guilford Press. https://doi.org/10.1002/jclp.20371
Hayes, A. M., & Feldman, G. (2004). Clarifying the construct of mindfulness in the context of emotion
regulation and the process of change in therapy. Clinical Psychology: Science and Practice, 11(3),
255. https://doi.org/10.1093/clipsy.bph080
Herlina. (2013). Bibliotherapy: Mengatasi Masalah Anak dan Remaja melalui Buku. Bandung: Pustaka
Cendekia Utama. Google Scholar
Intan, E. R., & Damayanti, M. (2018). Analisa Praktik Klinik Keperawatan Jiwa pada Tn. R dengan
Intervensi Inovasi Terapi Meditasi Ringan dengan Mindfulness terhadap Penurunan Ide-ide
Bunuh Diri di Ruang Belibis RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Google Scholar
Kaplan, B. J. (2016). Kaplan and sadock’s synopsis of psychiatry. Behavioral sciences/clinical
psychiatry. Tijdschrift Voor Psychiatrie, 58(1), 78–79. Google Scholar
Lailatul Nurush, S. (2017). Penyesuaian diri keluarga penderita bipolar di rumah sakit bhayangkara
Kota Kediri. Happiness, Journal of Psychology and Islamic Science, 1(1). Google Scholar
Mintz, D. (2015). Bipolar Disorder: Overview, Diagnostic Evaluation and Treatment. MD and the
Austen Riggs Center. Google Scholar
Pardian, D. (2019). Penerapan terapi suportif dengan teknik guidance untuk meningkatkan
penghayatan makna hidup pada penderita gangguan bipolar di Pondok Pesantren Al Hamid
Cibubur. Jurnal Psikologi: Media Ilmiah Psikologi, 17(01).
https://doi.org/10.47007/jpsi.v17i01.10
Parks, P. J. (2014). Bipolar disorder. ReferencePoint Press, Incorporated. Google Scholar
Roehr, B. (2013). American psychiatric association explains DSM-5. Bmj, 346.
https://doi.org/10.1136/bmj.f3591
Sugiyanto Widanti, R., Diniari Sri, N. K., & Ariani Putri, N. K. (2017). Karakteristik pasien gangguan
bipolar yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar periode April 2016–Maret 2017.
http://dx.doi.org/10.15562/ism.v11i3.240
Supratiknya, A. (2011). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi (Edisi Revisi). Yogyakarta:
Penerbit Universitas Sanata Dharma. Google Scholar

Bulletin of Counseling and Psychotherapy / Vol 4, No 2 (2022) / 138


1385
JPM
Jurnal Pengabdian Mandiri
Vol.1, No.8, Agustus 2022

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN UNTUK MENINGKATKAN INTERAKSI PADA


PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN ISOLASI SOSIAL DI RSUD BANYUMAS

Oleh
Fara Aprilia Rizqita1, Ririn Isma Sundari2, Prasanti Adriani3
1,2,3Universitas Harapan Bangsa

E-mail: 1faraaprilia129@gmail.com, 2ririnismasundari@uhb.ac.id,


3pra.adriani@gmail.com

Article History: Abstract: Mental health problems are currently still


Received: 05-07-2022 unresolved. One of the psychiatric disorders is
Revised: 13-07-2022 schizophrenia. The causes of schizophrenia are genetic,
Accepted: 18-08-2022 psychosocial and spiritual. Symptoms of schizophrenia
are divided into 2, one of which is negative symptoms,
Keywords: namely social isolation. Feelings of worthlessness make
social isolation, case study, it difficult to interact with other people. In this case the
schizophrenia. nurse is tasked with re-increasing the patient's trust and
teaching the patient to interact. research method using
descriptive case studies. In carrying out nursing care to
patients, patients are found to be able to interact again
with other people.

PENDAHULUAN
Masalah kesehatan jiwa saat ini masih belum terselesaikan di tengah tengah
masyarakat. Salah satu gangguan kejiwaan yang serius atau paling banyak terjadi adalah
skizofrenia 1. Prevalensi skizofrenia penduduk dunia sekitar 72 juta orang dari total
penduduk didunia sekitar 7,2 milyar 2. Prevalensi skizofrenia di Indonesia yaitu 1 juta dari
200 juta jiwa yang ada di Indonesia. Sedangkan prevalensi skizofrenia di Jawa Tengah yaitu
sekitar 0,87% atau sekitar 26.842 orang 3 . Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas
mencatat prevalensi gangguan jiwa di Banyumas mencapai 2,2 persen atau tepatnya 4.446
orang. Angka ini menandakan bahwa skizofrenia masih meningkat 4.
Meningkatnya skizofrenia ini disebabkan karena faktor genetik, psikologis, stress,
masalah ekonomi dan masalah lainnya 5. Gejala skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu gejala
positif dan gejala negatif. Gejala negatif terdiri dari apatis, menurunnya aktivitas sosial
sehari-hari dan isolasi sosial 6.

1 Terri Febrianto et al., “Peningkatan Pengetahuan Kader Tentang Deteksi Dini Kesehatan Jiwa Melalui
Pendidikan Kesehatan Jiwa,” Jurnal Penelitian Perawat Profesional 1, no. 1 (November 30, 2019): 33–40,
accessed November 16, 2021, http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/17.
2 (Yuliana, 2018)
3 Riskesdas, “Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Tengah” (2018).
4 Andi Khadafi, “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan Orang Yang Menderita Skizofrenia Di

Indonesia” 12, no. 1 (2017): 44–61.


5 Sri Novitayani, “Penyebab Skizofrenia Pada Pasien Rawat Jalan” 3, no. 3 (2017): 1–7.
6 Siti Zahnia and Dyah Wulan Sumekar, “Kajian Epidemiologis Skizofrenia,” Majority 5, no. 5 (2016): 160–166,

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812.
http://bajangjournal.com/index.php/JPM ISSN: 2809-8889 (Print) | 2809-8579 (Online)
1386
JPM
Jurnal Pengabdian Mandiri
Vol.1, No.8, Agustus 2022

Skizofrenia adalah suatu penyakit dimana kepribadian seseorang mengalami


keretakan serta perasaan dan perbuatan seseorang terganggu 7. Salah satu masalah pada
skizofrenia yaitu isolasi sosial. Gejala yang muncul pada pasien isolasi sosial yaitu suka
menyendiri, sikap murung, datar dan tidak mau bercakap-cakap 8. Perasaan tidak berharga
dan kegagalan menyebabkan sulit untuk melakukan hubungan baik dengan orang lain, dalam
hal ini pasien akan mengalami penurunan dalam beraktivitas, sehingga berakibat lanjut
seperti defisit perawatan diri, halusinasi yang akhirnya menyebabkan kekerasan dan
tindakan bunuh diri.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk proses penyembuhan pasien isolasi
sosial yaitu penerapan Strategi Pelaksanaan cara memulai interaksi dengan orang lain.
Perawat juga bertugas meningkatkan kembali kepercayaan pasien dan mengajarkan untuk
berinteraksi dengan orang lain, misalnya berkenalan dengan perawat ataupun dengan pasien
yang lainnya 9. Tujuan dari penelitian ini yaitu menggambarkan asuhan keperawatan jiwa
isolasi sosial.

METODE
Penelitian ini menggunakan studi kasus deskriptif, yang menjadi subyek yaitu Tn. D
dengan diagnosa keperawatan Isolasi Sosial dengan Skizofrenia di Ruang Nakula RSUD
Banyumas pada bulan Desember 2021. Pengumpulan data menggunakan metode obsevasi,
wawancara, serta studi dokumentasi.

HASIL
1. Pengkajian
Pengkajian didapatkan data subyektif antara lain, suka menyendiri, malas
beraktivitas dan menolak untuk diajak berbincang dan data obyekrif yang diperoleh
antara lain Tn. D bicara lambat, tidak mampu memulai pembicaraan, tampak tidak
bersemangat, kontak mata sedikit.
2. Diagnosa Keperawatan
Peneliti menyusun diagnose keperawatan menggunakan Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI). Berdasarkan analisa data yang didapatkan, diagnosa
keperawatan yang ditegakkan yaitu isolasi sosial.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dengan isolasi sosial yaitu
menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP) yang bertujuan agar pasien dapat memulai
hubungan/interaksi dengan orang lain.
SP 1: Membina hubungan saling percaya dengan pasien, mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial pasien, berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain, berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain dan mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang

7 Bika Utami, “Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. Y Dengan Masalah Isolasi Sosial,” no. per mil
(2020): 1–36.
8 Damiyati, Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung. (Refika Aditama, 2014).
9 Abdul Wakhid et al., “Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri

Rendah Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor,” Mei 1,
no. 1 (2013): 34–48.
ISSN: 2809-8889 (Print) | 2809-8579 (Online) http://bajangjournal.com/index.php/JPM
1387
JPM
Jurnal Pengabdian Mandiri
Vol.1, No.8, Agustus 2022

lain,
SP 2: mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
pertama/perawat),
SP 3: memberikan kesempatan kepada pasien mempraktikan cara berkenalan
dengan dua orang (perawat lainnya),
SP 4: memberikan kesempatan pada pasien untuk mempraktikan cara berkenalan
dengan orang lain (teman/kelompok) ,
SP 5: menjelaskan cara patuh minum obat.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan selama 3 hari yaitu mulai tanggal 7 sampai
9 desember 2021. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 7 desember 2021 yaitu
membina hubungan saling percaya dan melakukan Strategi Pelaksanaan (SP) 1.
Didapatkan SP 1 belum terselesaikan sepenuhnya. Implementas hari kedua tanggal 8
desember 2021 menyelesaikan SP 1. Pasien mampu melakukan SP 1 secara menyeluruh.
Implementasi hari terakhir pada tanggal 9 desember 2021 yaitu melaksanakan SP 2. Hari
terakhir pasien mampu menyelesaikan SP 2 dalam 1 hari.
5. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan selama 3 hari kunjungan yaitu hari pertama 7 desember
2021 yaitu diperoleh data subyektif pasien menjawab pertanyaan belum terlalu jelas dan
data obeyektif pasien berbicara dengan nada rendah serta pasien belum mampu
menjelaskan penyebab dirinya menarik diri. Evaluasi hari kedua 8 desember 2021 yaitu
respon subyektif pasien menjawab pertanyaan dengan jelas dan data subyektif
didaptkan kontak mata cukup, pasien mampu menjelaskan penyebab isolasi sosial,
mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
dan pasien memahami cara berkenalan dengan orang lain. Hari terakhir 9 desember
2021 yaitu mengajarkan pasien berkenalan dengan 1 orang perawat. Data subyektif
pasien didapatkan pasien berkenalan dengan 1 perawat dan data obyektif didapatkan
pasien mampu berkenalan dengan 1 perawat dengan benar.

DISKUSI
1. Pengkajian
Data pengkajian yang didapatkan pasien Tn. D dengan diagnosa skizofrenia
dengan masalah keperawatan isolasi sosial. Hal tersebut sesuai dengan teori 10 yang
menyatakan gejala skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu gejala positif dan gejala negatif.
Isolasi sosial termasuk kedalam gejala negatif.
Dari data pengkajian menunjukan pasien suka menyendiri, tidak berkomunikasi
dengan orang lain, dan suka menghabiskan waktunya di bed. Sesuai dengan tanda dan
gejala isolasi sosial yaitu menyendiri di ruangan, tidak berkomunikasi, mengisolasi diri
dan tidak melakukan kontak mata 11.
Pada pengkajian status mental Tn. D penampilan rambut acak-acakan, nada suara
rendah, dan afek tumpul. Hal ini sesuai teori pengkajian status mental penampilan diri
tampak lesu, rambut acak-acakan dan baju tidak diganti, pembicaraan nada suara rendah

10 Zahnia and Wulan Sumekar, “Kajian Epidemiologis Skizofrenia.”


11 Damiyati, Asuhan Keperawatan Jiwa.
http://bajangjournal.com/index.php/JPM ISSN: 2809-8889 (Print) | 2809-8579 (Online)
1388
JPM
Jurnal Pengabdian Mandiri
Vol.1, No.8, Agustus 2022

dan lambat 12.


2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain yang ada disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain 13.
Berdasarkan pengkajian yang di peroleh dari Tn. D, penulis merumuskan diagnosa isolasi
sosial, menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) yang menyebutkan
tanda dan gejala dari Tn. D yaitu menyendiri, tidak bisa memulai interaksi, kontak mata
sedikit, dan menolak ketika diajak berinteraksi, hal ini sesuai teori.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang penulis susun untuk diagnosa isolasi sosial diharapkan pasien
dapat berinteraksi dengan orang lain dan keterlibatan sosial meningkat dengan kriteria
hasil tumbuh minat dalam interaksi. Tujuan dari perencanaan ini adalah pasien dapat
memulai hubungan/interaksi dengan orang lain, pasien mampu memperkenalkan
dirinya dengan berjabat tangan, meluangkan waktu untuk duduk berdampingan dengan
orang lain/perawat. Perencanaan yang dibuat penulis sesuai dengan teori Sukaesti
(2019) yaitu pasien dapat membina hubungan saling percaya, pasien mampu
menyebutkan penyebab isolasi sosial atau tidak mau berhubungan dengan orang lain,
pasien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
jika tidak berhubungan dengan orang lain, pasien dapat melakukan hubungan sosial
secara bertahap.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan yang telah disusun. Pelaksanaan
pada kasus nyata telah disusun dan diwujudkan pada pasien dan ada pendokumentasian
dan intervensi keperawatan. Dalam hal ini pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan
dengan menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP) sebagai model pendekatan asuhan
keperawatan untuk pasien dengan gangguan jiwa. Pelaksanaan yang dilakukan pada Tn.
D penulis melakukan tindakan yaitu hari pertama penulis melakukan strategi
pelaksanaan 1 yaitu membina hubungan saling percaya, menanyakan penyebab isolasi
sosial, menjelaskan keuntungan dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
Implementasi selanjutnya yaitu mengajarkan pasien cara berkenalan dengan 1 perawat.
Dalam proses asuhan keperawatan dalam pelaksanaan intervensi isolasi sosial sesuai
dengan teori dilaksanankan menggunakan stategi pelaksanaan 1 sampai dengan 5 14.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diperoleh dari Tn. D dengan masalah keperawatan isolasi sosial
pada hari pertama belum mampu menyelesaikan SP 1 dengan respon subyektif pasien
menjawab pertanyaan belum terlalu jelas yaitu pasien belum mampu menjelaskan
mengapa dirinya mengisolasi diri. Evaluasi hari kedua SP 1 teratasi dengan respon
subyektif pasien pasien menjawab pertanyaan dengan jelas seperti mampu menjelaskan
mengapa dirinya mengisolasi diri dan mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian

12 Utami, “Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. Y Dengan Masalah Isolasi Sosial.”
13 Diah Sukaesti, “Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial,” Jurnal Keperawatan Jiwa 6, no. 1 (2019): 19.
14 Murni Aritonang, “Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan

Berinteraksi Pada Pasien Isolasi Sosial Di Rsj Prof. Dr. Ildrem Medan Tahun 2018,” Dinamika Kesehatan: Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan 11, no. 1 (2020): 222–232.
ISSN: 2809-8889 (Print) | 2809-8579 (Online) http://bajangjournal.com/index.php/JPM
1389
JPM
Jurnal Pengabdian Mandiri
Vol.1, No.8, Agustus 2022

tidak berinteraksi dengan orang lain. Evaluasi hari ketiga yaitu SP 2 teratasi dengan
respon subyektif pasien mampu berkenalan dengan satu orang perawat.Pencapaian
dalam pelaksanaan perencanaan sesuai dengan teori yaitu pasien dapat menyebutkan
penyebab isolasi sosial, pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, pasien dapat melakukan
hubungan sosial secara bertahap, pasien dapat mengungkapkan perasaan setelah
berhubungan dengan orang lain, pasien dapat memberdayakan sistem pendukungnya
atau keluarga nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya, pasien dapat mematuhi
minum obat 15.

KESIMPULAN
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan jiwa pada
pasien dengan gangguan isolasi sosial maka penulis dapat mengambil kesimpulan
pengkajian meliputi faktor predisposisi, faktor presipitasi dan pemeriksaan status mental.
Tanda – tanda isolasi sosial yang didapatkan terhadap pasien yaitu suka menyendiri,
menolak untuk berbicara, dan tidak pernah berinteraksi dengan teman. Diagnosa yang
muncul berdasarkan analisa data yaitu isolasi sosial. intervensi yang akan dilakukan yaitu
menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP). Pelaksanaan yang dilakukan selama 3 hari
didapatkan pasien mampu melaksanakan SP 1 dan SP 2. Evaluasi terhadap pasien, pasien
sudah mampu berinteraksi dengan teman satu kamar dan mampu menjelaskan penyebab
isolasi sosial.

PENGAKUAN/ACKNOWLEDGEMENTS
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmad dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan KTI ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Iis Setiawan Mangku Negara, S.Kom., M.Ti., selaku Ketua Yayasan Dwi Puspita
Universitas Harapan Bangsa
2. Dr. Pramesti Dewi, M.Kes., selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa
3. Ririn Isma Sundari., S.Kep.Ns., M.Kep selaku pembimbing 1
4. Prasanti Adriani.S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing 2
5. Ns. Arni Nur R., S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
Universitas Harapan Bangsa dan selaku penguji 1
6. Terimakasih kepada keluarga yang sudah menyemangati dalam hal pengerjaan KTI
ini.

DAFTAR REFERENSI
[1] Aritonang, Murni. “Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap
Kemampuan Berinteraksi Pada Pasien Isolasi Sosial Di Rsj Prof. Dr. Ildrem Medan
Tahun 2018.” Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan 11, no. 1
(2020): 222–232.

15 Sukaesti, “Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial.”


http://bajangjournal.com/index.php/JPM ISSN: 2809-8889 (Print) | 2809-8579 (Online)
1390
JPM
Jurnal Pengabdian Mandiri
Vol.1, No.8, Agustus 2022

[2] Damiyati. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung. Refika Aditama, 2014.


[3] Febrianto, Terri, Novi Indrayati Program Studi Sarjana Keperawatan, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Kendal, Jl Laut, and A Ngilir Kendal. “Peningkatan Pengetahuan Kader
Tentang Deteksi Dini Kesehatan Jiwa Melalui Pendidikan Kesehatan Jiwa.” Jurnal
Penelitian Perawat Profesional 1, no. 1 (November 30, 2019): 33–40. Accessed
November 16, 2021.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/17.
[4] Ice, Yuliana. “Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia Dipersepsikan Melalui Stigma Diri” 21,
no. 1 (2018): 17–26.
[5] Khadafi, Andi. “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pemasungan Orang Yang Menderita
Skizofrenia Di Indonesia” 12, no. 1 (2017): 44–61.
[6] Novitayani, Sri. “Penyebab Skizofrenia Pada Pasien Rawat Jalan” 3, no. 3 (2017): 1–7.
[7] Riskesdas. “Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Tengah” (2018).
[8] Sukaesti, Diah. “Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial.” Jurnal Keperawatan Jiwa
6, no. 1 (2019): 19.
[9] Utami, Bika. “Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. Y Dengan Masalah Isolasi
Sosial,” no. per mil (2020): 1–36.
[10] Wakhid, Abdul, Achir Yani, S Hamid, Helena Cd, ) Akper, and Ngudi Waluyo. “Penerapan
Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah
Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi
Bogor.” Mei 1, no. 1 (2013): 34–48.
[11] Zahnia, Siti, and Dyah Wulan Sumekar. “Kajian Epidemiologis Skizofrenia.” Majority 5,
no. 5 (2016): 160–166.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812.

ISSN: 2809-8889 (Print) | 2809-8579 (Online) http://bajangjournal.com/index.php/JPM

Anda mungkin juga menyukai