Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang


Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu
kewaktu meliputi empat hal, yaitu peningkatan: (1) pemerataan kesempatan, (2) kualitas, (3)
efisiensi, dan (4) relevansi. Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skill education)
pada semua jenis dan jenjang pendidikan pada dasarnya didorong oleh anggapan bahwa
relevansi antara pendidikan dengan kehidupan nyata kurang erat.
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan
keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan. Tujuan
pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan
mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup, dan perkembangannya di masa
datang. Kecakapan hidup mencakup kecakapan dasar dan kecakapan instrumental.
Kecakapan dasar meliputi: (l) kecakapan belajar mandiri; (2) kecakapan membaca, menulis,
dan menghitung; (3) kecakapan berkomunikasi; (4) kecakapan berpikir ilmiah, kritis, nalar,
rasional, lateral, sistem, kreatif, eksploratif, reasoning, pengambilan keputusan, dan
pemecahan masalah; (5) kecakapan kalbu/personal; (6) kecakapan mengelola raga; (7)
kecakapan merumuskan kepentingan dan upaya-upaya untuk mencapainya; dan (8)
kecakapan berkeluarga dan sosial. Kecakapan instrumental meliputi: (l) kecakapan
memanfaatkan teknologi; (2) kecakapan mengelola sumber daya; (3) kecakapan bekerjasama
dengan orang lain; (4) kecakapan memanfaatkan informasi; (5) kecakapan menggunakan
sistem; (6) kecakapan berwirausaha; (7) kecakapan kejuruan; (8) kecakapan memilih,
menyiapkan, dan mengembangkan karir; (9) kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan:
dan (10) kecakapan menyatukan bangsa.

1.2       Rumusan Masalah       :


1.         Pengertian tentang pendidikan kecakapan hidup !
2.         Tujuan dari pendidikan lecakapan hidup !
3.         Apa saja komponen pada pendidikan kecakapan hidup ?
4.         Sebutkan jenis kecakapan hidup !
5.         Bagaimana pola pembelajaran kecakapan hidup ?

1.3       Tujuan Penulisan         :


1.         Mengetahui definisi tentang kecakapan hidup
2.         Dapat mengetahui tentang tujuan dari pendidikan kecakapan hidup
3.         Dapat menyebutkan apa saja komponen pendidikan kecakapan hidup
4.         Mengetahui jenis dari kecakapan hidup
5.         Mengetahui pola dalam pembelajaran kecakapan hidup

1.4       Manfaat                       :
Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik dan manfaat
sosial bagi masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan
kualitas berpikir, kualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada
gilirannya akan dapat meningkatkan pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya
karir, penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan
diri, kemampuan kompetitif, dan kesejahteraan pribadi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup


Meskipun kecakapan hidup telah didefinisikan berbeda-beda, namun esensi
pengertiannya sama. Brolin (l989) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kontinum
pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi secara
independen dalam kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa kecakapan hidup adalah
kecakapan sehari-hari yang diperlukan oleh seseorang agar sukses dalam menjalankan
kehidupan (http://www.lifeskills-stl.org/page2.html) Malik Fajar (2002) mendefinisikan
kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke
jalur akademik. Sementara itu Tim Broad-Based Education (2002) menafsirkan kecakapan
hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi
problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif
dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Istilah Kecakapan Hidup (life skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki
seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003).
Brolin (1989) menjelaskan bahwa, “Life skills constitute a continuum of knowledge
and aptitude that are necessary for a person to function effectively and to avoid interruptions
of employment experience”. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan
untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational
job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti :
membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber
daya, bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori,
2002).

Pendidikan Kecakapan Hidup (life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja,
apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep
pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan
kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan
kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.

Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual


dikelompokkan : (1) Kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut
kemampuan personal (personal skills), (2) Kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau
kecakapan akademik (akademik skills), (3) Kecakapan sosial (social skills), (4) Kecakapan
vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya
keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik
skills) atau keterampilan teknis (technical skills).

Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life skills ini
berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut:

1.      Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan).

2.      Learning to do (belajar untuk dapat berbuat/bekerja).

3.      Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna).

4.      Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain).

2.2       Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup


Tujuan dari pendidikan kecakapan hidup terdiri atas, tujuan umum dantujuan khusus.
Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuanmemfungsikan pendidikan sesuai
dengan fitrahnya, yaitu mengembangkanpotensi peserta didik dalam menghadapi perannya di
masa mendatang.
Secara khusus bertujuan untuk :
a. Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untukmemecahkan
problema yang dihadapi, misalnya: masalah narkoba,lingkungan sosial, dan sebagianya.
b. Memberikan wawasan yang luas mengenai pengembangan karir pesertadidik
c. Memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai- nilai yang berkaitandengan
kehidupan sehari-hari
d. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkanpembelajaran yang
fleksibel dan kontekstuale.
Tim Broad-Based Education Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa tujuan
pendidikan kecakapan hidup adalah untuk:
 (1) mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problema yang dihadapi,
(2) memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran
yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan
 (3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah, dengan member
peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah.
Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup, namun
konvergensinya cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah
menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan
kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai
kehidupan nyata, baik preservatif maupun progresif. Lebih spesifiknya, tujuan pendidikan
kecakapan hidup dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap, dan perbuatan lahiriyah
peserta didik melalui pengenalan (logos), penghayatan (etos), dan pengamalan (patos) nilai-
nilai kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya.
Kedua, memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan karir, yang dimulai
dari pengenalan diri, eksplorasi karir; orientasi karir, dan penyiapan karir. Ketiga,
memberikan bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai nilai-nilai
kehidupan sehari-hari yang dapat memampukan peserta didik untuk berfungsi menghadapi
kehidupan masa depan yang sarat kompetisi dan kolaborasi sekaligus. Keempat,
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sekolah melalui pendekatan manajemen berbasis
sekolah dengan mendorong peningkatan kemandirian sekolah, partisipasi stakeholders, dan
fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah. Kelima, memfasilitasi peserta didik dalam
memecahkan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari, misalnya kesehatan mental
dan pisik, kemiskinan, kriminal, pengangguran, lingkungan sosial dan pisik, narkoba,
kekerasan, dan kemajuan iptek.

2.3       Komponen Pendidikan Kecakapan Hidup


Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu ke
waktu meliputi empat hal, yaitu: (1) pemerataan kesempatan, (2) kualitas, (3) efisiensi, dan
(4) relevansi. Dari berbagai indikator tersebut, problem pendidikan yang selama ini mencuat
yaitu pendidikan yang selama ini dilaksanakan tidak berpijak pada kehidupan nyata sehingga
pelaksanakan pendidikan tidak mempunyai relevansi sama sekali dengan kehidupan nyata,
sehingga ada indikasi pendidikan hanya merupakan panggung pentas untuk memperoleh, dan
mempertahankan juara, akibatnya sekolah bukan lagi menjadi tempat belajar, dan tempat
mencari pengalaman, sehingga anak kehilangan hak-haknya sebagai anak, yang seharusnya
pendidikan dituntut menjadikan anaknya atau siswanya menjadi manusia yang nantinya
mampu memecahkan masalah kehidupan untuk mempertahankan eksistensi hidup mereka.
 Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (Life Skill education) pada semua jenis dan
jenjang pendidikan pada dasarnya didorong oleh anggapan bahwa relevansi antara pendidikan
dengan kehidupan nyata kurang erat.  Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, baik
dalam kuantitas maupun kualitas.  Pendidikan makin terisolasi dari kehidupan nyata sehingga
tamatan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dianggap kurang siap
menghadapi kehidupan nyata.  Suatu pendidikan dikatakan relevan dengan kehidupan nyata
jika pendidikan tersebut berpijak pada  kehidupan nyata. Maka dalam hal ini untuk
merumuskan tentang pendidikan kecakapan hidup perlu adanya rumusan dan pengertian
kecakapan hidup itu sendiri.
  
.  Unsur-unsur keterampilan hidup itu pun diperkuat oleh Tim Broad Based Education
Dipdiknas sebagai berikut:
a. Kecakapan personal (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenal  
                        diri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill);
b. Kecakapan sosial (sosial skill).
c. Kecakapan akademik (academic skill).
d. Kecakapan vokasional (vocational skill).

Kecakapan kesadaran diri itu pada dasarnya merupakan  penghayatan diri sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga Negara, serta menyadari dan
mensukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal
dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
lingkungannya.
Kecakapan berfikir rasional mencakup antara lain kecakapan menggali dan
menemukan informasi (information seacrhing), kecakapan mengolah informasi dan
mengambil keputusan (information processing and decion making skill), serta kecakapan
memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill). Dua kecakapan tersebut
(kesadaran diri dan berfikir rasional) merupakan kecakapan personal.
Kecakapan sosial atau kecakapan antar-personal (inter-personal skill) mencakup
antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (commonicaton skill). Empati, sikap penuh
pengertian dan seni komonikasi dua arah, perlu ditekankan karena yang dimaksud
berkomunikasi di sini bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi dan sampainya pesan
dan disertai dengan kesan baik yang akan menumbuhkan hubungan harmonis.
Kecakapan bekerjasama sangat diperlukan karena sebagai mahluk sosial, dalam
kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasam dengan manusia lain. Kerjasama
bukan sekedar "kerja sama" tetapi yang di sertai dengan saling pengertian, saling menghargai
dan saling membantu.
Dua kecakapan hidup yang disampaikan di atas (kecakapan personal dan kecakapan
sosial) biasanya disebut sebagai kecakapan hidup yang bersifat umum atau kecakapan hidup
generic (general Life Skill / GLS). kecakapan hidup tersebut diperlukan oleh siapapun, baik
mereka yang bekerja, mereka yang tidak bekerja dan mereka yang sedang menempuh
pendidikan.
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (spesifik Life Skill / SLS) diperlukan
seseorang untuk menghadapi problema bidang khusus tertentu. Untuk mengatasi problema
"mobil yang mogok" tentu diperlukan kecakapan yang khusus tentang mesin mobil, untuk
memecahkan masalah dagangan yang tidak laku, tentu diperlukan kecakapan pemasaran,
untuk mampu melakukan pengembangan biologi molekuler tentunya diperlukan keahlian di
bidang bio- teknologi.
Kecakapan hidup yang bersifat khusus biasanya disebut juga sebagai kompetesi
tekhnis (tekhnikal competencies) yang terkait dengan materi mata-pelajaran atau mata-diklat
tetentu dan pendekatan pembelajaranya. Seperti disebut di bagian depan, spesifik life skill
(SLS) mencakup kecakapan pengembangan akademik (kecakapan akademik) dan kecakapan
vokasional yang terkait dengan pekerjaan tertentu.
Kecakapan akademik (academic skill) yang juga sering disebut kemampuan berfikir
ilmiah, pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir rasional pada
global life skill. Jika kecakapan berfikir rasional masih bersifat umum, maka kecakapan
akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik / keilmuan.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identivikasi variabel dan
menjelaskan hubungannya pada suatu fenomina tertentu (identifying variable and describing
relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian
(contructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan
suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).
Kecakapan vokasional (vocational skill) sering pula disebut dengan "kecakapan
kejuruan" artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat
di masyarakat Maka dalam hal ini Gainer mengklasifikasikan kecakapan vokasional menjadi
empat area: kompetensi individu, meliputi (a) keterampilan berkomunikasi, berfikir
kompherensif. (b) keterampilan kepercayaan diri, meliputi menejemen diri, etika dan
kematangan diri. (c) keterampilan penyesuaian secara ekonomis, meliputi pemecahan
masalah, pembelajaran, kemempuan kerja dan pengembangan karir. (d) keterampilan dalam
kelompok dan berorganisasi meliputi, keterampilan interpersonal, organisasional, negosiasi,
kreativitas dan kepemimpinan

2.4       Jenis Kecakapan Hidup

                    1. Kecakapan Dasar


a. Kecakapan belajar terus-menerus
Kecakapan belajar terus menerus (sepanjang hayat) adalah kecakapan yang paling
penting dibandingkan dengan semua kecakapan hidup lainnya.  Pengetahuan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan kehidupan berubah makin cepat sehingga menuntut tamatan
sekolah memiliki kemampuan untuk belajar terus-menerus.  Kecakapan ini merupakan kunci
yang dapat membuka kesuksesan masa depan.  Dengan kecakapan ini, tamatan sekolah
mudah menguasai kecakapan-kecakapan lainnya.  Karena itu, tamatan sekolah perlu diberi
bekal dasar tentang strategi, metode, dan teknik belajar untuk memperoleh dan menerapkan
ilmu pengetahuan dan teknologi baru dalam kehidupannya.

b. Kecakapan membaca, menulis, menghitung


Tamatan Sekolah diharapkan memiliki kecakapan membaca dan menulis secara
fungsional, baik dalam bahasa Indonesia maupun salah satu bahasa asing, misalnya bahasa
Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Jepang, Mandarin, atau yang lain. Kecakapan membaca
memahami dan menafsirkan informasi tertulis dalam surat kabar, majalah, jurnal, dan
dokumen.  Menulis mengkomunikasikan pikiran, ide-ide, informasi, dan pesan-pesan tertulis
dan membuat dokumen-dokumen seperti surat, arahan, bimbingan, pedoman kerja, manual,
laporan, grafik, dan diagram alir. Kecakapan menghitung, kemampuan dasar menghitung dan
memecahkan masalah-masalah praktis, dengan memilih secara tepat dari teknik-teknik
matematika yang ada, dengan atau tanpa bantuan teknologi.

c. Kecakapan berkomunikasi: lisan, tertulis, tergambar, mendengar


Manusia berinteraksi dengan manusia lain melalui komunikasi langsung, baik secara
lisan, tertulis, tergambar, dan bahkan melalui kesan pun bisa.  Mengingat manusia
menggunakan sebagian besar waktunya untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka
kecakapan berkomunikasi termasuk kecakapan mendengar harus dimiliki oleh tamatan
sekolah. 
Suatu studi menyimpulkan bahwa kelemahan berkomunikasi akan menghambat
pengembangan personal dan profesional seseorang.  Bahkan para pebisnis memperkirakan
bahwa kelemahan berkomunikasi akan menambah pembiayaan usahanya akibat kesalahan
yang dibuat.  Mengingat era globalisasi telah bergulir, maka penguasaan salah satu bahasa
asing (Inggris, Perancis, Arab, Jepang, Jerman, Mandarin, dsb.) oleh peserta didik merupakan
keniscayaan.

d. Kecakapan berpikir
Tingkat kecakapan berpikir seseorang akan berpengaruh terhadap kesuksesan
hidupnya.  Mengingat kehidupan manusia sebagian besar dipengaruhi oleh cara berpikir,
maka peserta didik perlu diberi bekal dasar dan latihan-latihan dengan cara yang benar
tentang kecakapan berpikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis, nalar, rasional, lateral, sistem,
kreatif, eksploratif, discovery, inventory, reasoning, pengambilan keputusan, dan pemecahan
masalah.  Selain itu, peserta didik harus diberi bekal dasar tentang kecintaan terhadap
kebenaran, keterbukaan terhadap kritik dan saran, dan berorientasi kedepan.

e. Kecakapan kalbu: iman (spiritual), rasa dan emosi


Memiliki kecakapan kalbu yang baik,  merupakan aset kualitas batiniyah yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan bangsa.  Kecakapan kalbu yang terdiri dari iman (spiritual), rasa,
dan emosi merupakan unsur-unsur pembetuk jiwa selain akal.  
Pada dasarnya, jiwa merupakan peleburan iman, rasa, emosi, dan akal.  Jiwa
merupakan sumber kekuatan dan kendali bagi setiap manusia dalam menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi.  Bahkan, baik buruknya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh baik
buruknya kalbu bangsa yang bersangkutan.  Erosi kalbu akan berpengaruh sangat dahsyat
karena apapun tingginya derajad berpikir seseorang, tetapi jika tidak dilandasi oleh moral,
spiritual dan emosional yang baik, hanya kehancuran yang terjadi.  Untuk itu, peserta didik
perlu diberi bekal dasar dan latihan-latihan dengan cara yang benar tentang kecakapan moral,
emosional dan spiritual.  Integritas, kejujuran, solidaritas, kasih sayang pada orang lain,
kesopanan, disiplin diri, menghargai orang lain, hak asasi, kepedulian, toleransi, dan
tanggung jawab.

f. Kecakapan mengelola kesehatan badan


Di mana terdapat kesehatan badan, di situlah terdapat kesehatan jiwa.  Manusia
diciptakan oleh-Nya dengan martabat tertinggi sehingga yang bersangkutan harus
memelihara kesehatan dirinya lebih baik dari pada memelihara barang-barangnya.   Oleh
karena itu, peserta didik sudah selayaknya diberi bekal dasar tentang pengelolaan kesehatan
badan agar yang bersangkutan memiliki kesehatan badan yang prima, bebas penyakit, dan
memiliki ketahanan badan yang kuat.  Berolahraga secara teratur, makan yang bergizi dan
bervitamin, menjaga kebersihan, dan beristirahat cukup merupakan pendidikan kecakapan
mengelola kesehatan badan yang harus diterapkan dalam kehidupan peserta didik.

g. Kecakapan merumuskan keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya


Dua hal yang karakteristik sifatnya dalam kehidupan adalah: (1) adanya keinginan
baru, dan (2) upaya-upaya yang diperlukan untuk mencapai keinginan baru tersebut. 
Kecakapan merumuskan dua hal yang karakteristik ini merupakan bagian penting bagi
kehidupan seseorang.  Dalam kehidupan banyak dijumpai orang-orang yang kurang mampu
merumuskan tujuan hidup yang realistik, dan kalaupun tujuan yang dirumuskan cukup
realistik, tidak jarang pula upaya-upaya yang ditempuh kurang sesuai.  Kecakapan semacam
ini perlu diajarkan kepada peserta didik agar yang bersangkutan mampu menjalani kehidupan
secara realistis. 

h. Kecakapan berkeluarga dan sosial


Peserta didik hidup dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.  Dalam
keluarga, siswa tersebut berinteraksi dengan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya.  Peserta
didik harus memahami, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kasih sayang, kesopanan,
toleransi, kedamaian, keadilan, respek, kecintaan, solidaritas, dan tatakrama sebagai anak
terhadap kedua orang tuanya maupun sebagai saudara terhadap saudaran-saudaranya. 
Dalam sekolah, peserta didik harus memahami, menghayati, dan menerapkan
ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah. Dalam masyarakat, peserta didik harus
memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai sosial sebagai berikut: menjunjung tinggi
hak asasi manusia, peduli terhadap barang-barang milik publik, kerjasama, tanggungjawab
dan akuntabilitas sosial, keterbukaan, dan apresiasi terhadap keanekaragaman.  Peserta didik
harus mampu berkomunikasi, baik secara verbal maupun non-verbal. 

2.  Kecakapan Instrumental

a. Kecakapan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan


Teknologi telah merambah ke segala kehidupan dan merupakan alat penggerak utama
kehidupan.  Bahkan keunggulan teknologi merupakan salah satu faktor daya saing yang
ampuh.  Salah satu faktor yang membuat negara berkembang tertinggal dengan negara maju
adalah ketertinggalan teknologi. 
Generasi muda harus diberi bekal agar mengapresiasi pentingnya teknologi bagi
kehidupan dan mempersiapkannya untuk mempelajari dan mengembangkan teknologi yang
ada.  Mereka harus dididik bagaimana bekerja dengan jenis-jenis teknologi dan disiapkan
agar mereka memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi dalam berbagai kehidupan
(pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan, kerumahtanggaan, kesehatan, komunikasi,
industri, perdagangan, kesenian, pertunjukan, olah raga, konstruksi, transportasi, dan
perbankan).  Peserta didik perlu dibekali cara-cara memilih teknologi, menggunakannya
untuk tugas-tugas tertentu dan cara-cara memeliharanya.   

b. Kecakapan mengelola sumber daya


Peserta didik perlu diberi bekal tentang arti, tujuan, dan cara-cara mengidentifikasi,
mengorganisasi, merencanakan, dan mengalokasikan sumber daya. Lebih spesifiknya, siswa
perlu dilatih: (1) mengelola sumber daya alam; (2) mengelola waktu; (3) mengelola uang,
dengan melatih mereka membuat rencana teknis dan anggaran, penggunaannya, dan membuat
penyesuaian-penyasuaian untuk mencapai tujuan; (4) mengelola sumber daya ruang, (5)
mengelola sumber daya sosial-budaya, (6) mengelola peralatan dan perlengkapan, dan (7)
mengelola lingkungan. 

c. Kecakapan bekerjasama dengan orang lain


Kehidupan, baik perusahaan, bank, pendidikan, maupun yang lain, yang akan
dimasuki oleh tamatan sekolah kelak pada umumnya bersifat kolektif.  Tamatan Sekolah
hanyalah merupakan bagian dari kehidupan tersebut.  Mereka nantinya harus bisa
bekerjasama secara harmonis dengan orang lain.  Karena itu, sejak dini mereka perlu diberi
bekal dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar tentang cara-cara bekerjasama,
menghargai hak asasi orang lain, pentingnya kebersamaan, tanggungjawab, dan akuntabilitas
perbuatan, keterbukaan, apresiasi keanekaragaman, kemauan baik yang kreatif,
kepemimpinan, manajemen negosiasi, dan masih banyak hal-hal lain yang perlu diajarkan.

d. Kecakapan memanfaatkan informasi


Saat ini dan lebih-lebih di masa mendatang, informasi akan mengalir secara cepat dan
deras dalam berbagai kehidupan.  Siapa yang tertinggal informasi akan tertinggal pula dalam
kehidupannya.  Jadi, informasi sudah merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
pada kehidupan seseorang.  Untuk itu, peserta didik perlu dibekali cara-cara mendapatkan
dan memanfaatkan aneka ragam informasi yang ada.  Mereka harus dididik cara-cara
mendapatkan dan mengevaluasi informasi, mengorganisasi dan memelihara informasi,
menafsirkan dan mengkomunikasikan informasi, dan menggunakan komputer untuk
mengolah data agar menjadi informasi. 

e. Kecakapan menggunakan sistem dalam kehidupan


Kehidupan diciptakan oleh-Nya dalam serba sistem.  Oleh karenanya, jika ingin
mengenali hakikat (kebenaran seutuhnya) segala yang ada dalam kehidupan, harus mengenali
sampai pada sistemnya.  Mengenali sampai pada sistemnya ditempuh melalui perbuatan
berpikir sistem.  Berpikir sistem adalah berpikir membangun keberadaan hal menurut kriteria
sistem.  Sistem adalah kumpulan proses berstruktur hirarkis yang terikat pada tujuan.  Peserta
didik perlu memahami, menghayati, dan menerapkan sistem dalam kehidupannya.  Mereka
perlu diberi bekal dasar tentang cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis
kehidupan sebagai sistem.  Mereka harus memahami cara kerja sistem-sistem kehidupan
seperti misalnya bank, perusahaan, sekolah, pertanian, peternakan, dan keluarga.  Bahkan,
dirinya sebagai sistem harus dikenalinya secara baik.

f. Kecakapan berwirausaha
Kecakapan berwirausaha adalah kecakapan memobilisasi sumber daya yang ada di
sekitarnya, untuk mencapai tujuan organisasinya atau untuk keuntungan ekonomi.  Siswa
harus dibekali kecakapan berwirausaha. Kewirausahaan memiliki ciri-ciri: (1) bersikap dan
berpikir mandiri, (2) memiliki sikap berani menanggung resiko, (3) tidak suka mencari
kambing hitam, (4) selalu berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai sumber daya, (5)
terbuka terhadap umpan balik, (6) selalu ingin perubahan yang lebih baik, (7) tidak pernah
merasa puas, terus menerus melakukan inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya,
dan (8) memiliki tanggung jawab moral yang baik. 

g. Kecakapan kejuruan, termasuk olahraga dan seni (cita rasa)


Tidak semua peserta didik menyukai keterampilan berpikir, sebagian dari mereka
menyukai keterampilan-keterampilan kejuruan seperti misalnya pertanian, peternakan,
kerajinan, bisnis, boga, busana, industri, olahraga, dan kesenian (seni kriya, seni musik, seni
tari, seni lukis, seni suara, seni pertunjukan, dan sebagainya).  Juga, tidak semua peserta didik
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan karenanya perlu diberi bekal keterampilan
kejuruan agar mereka memiliki kemampuan untuk mencari nafkah.  Lebih-lebih bagi peserta
didik yang berasal dari kalangan marginal secara ekonomi-sosial, maka dapat dipastikan
bahwa mereka tidak akan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan mereka akan
terjun dalam kehidupan.  Untuk itu, mereka jelas membutuhkan keterampilan kejuruan yang
secara praktis dapat digunakan untuk mencari nafkah.
           
h. Kecakapan memilih, menyiapkan dan mengembangkan karir
Setiap tamatan Sekolah kelak berharap memiliki karir yang sesuai dengan potensi
dirinya dan sesuai dengan peluang yang ada.  Selain itu, karir yang dimiliki diharapkan dapat
memberikan penghargaan yang layak.  Untuk sampai pada harapan tersebut, peserta didik
perlu dikenalkan tentang potensi dirinya, jenis-jenis karir yang ada dalam kehidupan,
persyaratan untuk memasuki jenis karir tertentu, dan disiapkan agar kelak setelah lulus
sekolah mampu memilih, menyiapkan, dan mengembangkan karir yang sesuai dengan potensi
dirinya. 

i. Kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan


Peserta didik hidup dalam lingkungan nyata dan lingkungan maya sekaligus. 
Lingkungan nyata berupa fisik yang dapat dirasakan oleh panca indera, seperti tanah, air, dan
udara.  Terhadap lingkungan fisik, peserta didik harus mampu menjaga kesehatan dirinya
(kebersihan, ketegaran badan) dan keharmonisan dengan alam sekitarnya (memelihara
lingkungan).  Lingkungan maya, adalah suasana sosial yang dapat ditangkap oleh otak dan
dirasakan oleh hati.  Terhadap lingkungan maya, peserta didik harus mampu menjaga
keharmonisan dengan masyarakat di sekitarnya.

j. Kecakapan menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila


Negara Kesatuan Repuplik Indonesia terdiri dari keanekaragaman / kebhinekaan
dalam suku, agama, ras, dan asal-usul tetapi harus tetap menjadi satu (bhineka tunggal ika). 
Untuk mencapai bhineka tunggal ika diperlukan upaya-upaya nyata.  Peserta didik perlu
diberi bekal kemampuan mengintegrasikan kebhinekaan bangsa berdasarkan nilai-nilai
Pancasila. 
2.5       Pola Pembelajaran dalam Pendidikan Life Skill (Kecakapan Hidup)
Untuk mengantisipasi tantangan global, Departemen Pendidikan Nasional telah
menyusun konsep bertajuk Pendidikan Berbasis Kecakapan Hidup (Life-Skill Based
Education). Di satu sisi, konsep ini diperlukan untuk menyongsong kecenderungan global
dan membekali siswa dengan berbagai keterampilan sesuai program pengembangan di
daerah-daerah kabupaten, maupun untuk memperluas kompetensi siswa yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi, dalam implementasinya harus dalam kerangka
pendidikan semesta yang menghasilkan keterampilan belajar (learning to learn) terus
menerus.
Dalam proses pembelajaran, paling tidak siswa memerlukan empat pilar yakni
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dan
bekerjasama.  Hal ini sejalan dengan penegasan UNESCO dalam konverensi tahunannya di
Melbourne yang menekankan perlunya Masyarakat Belajar yang berbasis pada empat
kemampuan yakni: (a) belajar untuk mengetahui, (b) belajar untuk dapat melakukan, (c)
belajar untuk dapat mandiri, dan (d) belajar untuk dapat bekerjasama.
Empat kemampuan tersebut di atas merupakan pilar-pilar belajar yang akan menjadi
acuan bagi sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan belajar-membelajarkan yang akan
bermuara pada hasil belajar aktual yang diperlukan dalam kehidupan manusia.
Dalam proses Pembelajarannya, pendidikan kecakapan hidup menggunakan model
pembelajaran kontekstual (Contextual teaching and learning). Dalam pendidikan dikelas,
penerapan pembelajaran konstektual muncul dalam lima langkah pembelajaran:
a.  Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam artian guru perlu mengetahui Prior
knowledge siswa, karena struktur-struktur pengetahuan awal pengetahuan yang sudah
dimiliki akan menjadi sentuhan dasar untuk mempelajari informasi baru. Struktur-struktur
tersebut perlu dibangkitkan sebelum informasi baru diberikan.
b. Pemerolehan pengetahuan baru, artinya pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara
keseluruhan, tidak dalam paket-paket yang terpisah.
c.  Pemahaman pengetahuan, dalam memahami pengetahuan siswa perlu menyelidiki  dan
menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru, dengan melalaui tahapan (1).
Konsep sementara (2). Melakukan sering kepada orang lain agar mendapat tanggapan
(validasi) (3). Konsep tersebut direvisi dan dikembangkan. (4). Menerapkan pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh (5). Melakukan releksi.
.
Pembelajaran kontekstual dirasa sebagai salah satu kebutuhan mendasar bagi negara
maju dalam menyongsong era global sebagaimana penegasan Goh Chok Tong, P.M.
Singapore,  pada The Singapore Expo (2001), bahwa kurikulum harus lebih menekankan
pada kemampuan berpikir kreatif dan kritis serta pemecahan masalah.  Kemampuan ini dapat
tumbuh jika siswa menghargai keterkaitan antar disiplin ilmu, menggunakan prosedur
pemecahan masalah dan keterampilan berkomunikasi serta mau bekerja dalam kelompok
kerja.  Dorongan terhadap siswa untuk menghargai berbagai disiplin, tertib prosedur, serta
berbagai aspek lain yang diperlukan dalam kehidupan dan interaksi dengan sesamanya
menunjukan bahwa siswa perlu memiliki berbagai keterampilan yang kompleks.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam
konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang
dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individu siswa dan peranan guru.
Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada
hal-hal sebagaimana berikut:
a.      Belajar berbasis masalah (problem-based learning) yaitu suatu pendekatan pengajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup
pegumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan
mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.
b.      Pengajaran autentik (authentic instruction)  yaitu pendekatan pengajaran yang
memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, ia mengembangkan
keterampilan berfikir dan pemecahan masalah yang penting dalam kehidupan nyata.
c.      Belajar berbasis inquiri (inquri-based learning) yang menumbuhkan strategi pengajaran
yang mengikuti metodelogi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran
bermakna.
d.     Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang membutuhkan suatu
pendekatan pegajaran kompherensip dimana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar
siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah authentik termasuk pendalaman
meteri dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dan mengkonstruk
(membentuk) pembelajarannya, dan mengkulminasikan dalam prodek nyata.
e.   Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu pendekatan
pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk
mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan
kembali ditempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagi aktivitas
dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa.

Pembelajaran kontekstual tidak hanya menuntut siswa untuk mengikuti pengajaran


dengan konteks lingkungan mereka sendiri, dalam artian pembelajaran kontekstual menuntut
siswa mengeksplorasi makna konteks itu sendiri, tujuannya untuk menyadarkan siswa bahwa
mereka memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mempengaruhi dan membentuk
susunan konteks yang beragam, mulai keluarga, ruang kelas, kelompok, tempat kerja,
komunitas. sehingga dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna.
Untuk menampung siswa putus sekolah serta tamatan SLTP dan sekolah menengah
yang tidak melanjutkan, maka dapat dikembangkan suatu lembaga pendidikan dan pelatihan
(diklat) yang mampu membekali mereka dengan kecakapan vokasional yang disebut dengan
(Community College).
Community college merupakan tempat atau wadah dimana para peserta didik dapat
mengikuti diklat kompetensi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Dengan kata lain community college dapat disebut Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Kejuruan
Terpadu (PPKT). Sehingga dengan terbentukanya Community college yang terkoordinir dan
menejemen maka akan menghasilkan tamatan yang kompeten sesuai dengn tuntutan pasar
kerja dan kebutuhan masyarakat sekitar.       

   BAB III
 PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan dan
keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat
dan bahagia. Pada dasamya, pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberi
bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai
kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup dan terampil menjalankan
kehidupannya yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kecakapan
hidup dapat dipilah menjadi dua kategori, yaitu kecakalpan hidup yang bersifat dasar dan
instrumental. Kecakapan dasar bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman, dan
kecakapan instrumental bersifat relative, kondisional, dan dapat berubah-ubah sesuai dengan
perubahan ruang, waktu, dan situasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.infodiknas.com/pendidikan-kecakapan-hidup-konsep-dasar-2/
http://zhoaxs.blogspot.com/2012/01/konsep-pendidikan-berbasis-kecakapan.html
Brolin, D.E. 1989. Life Centered Career Education: A Competency Based Approach. Reston,
VA: The Council for Exceptional Children.
Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan
Broad-Besed Education (Draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional..
GNVQ. 1993. Core Skills. London: The Office of General National Vocational Qualification.
Malik Fadjar. 2001. Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat Koordinasi Bidang
Kesra Tingkat Menteri. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

                       

Diposkan 8th April 2012 oleh ROSANTY WINDA


0

Tambahkan komentar
Rosanty Winda

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Mar

29

1st BABA B1A4 Showcase in Jakarta -


Sandeul's Birthday Celebration
Diposkan 29th March 2013 oleh ROSANTY WINDA

Tambahkan komentar

2.

Mar

29

[中字歌詞] B1A4 - 짝사

Anda mungkin juga menyukai