Anda di halaman 1dari 33

PENDIDIKAN LIFE SKILL

Pengertian Pendidikan Life Skill

Mengenai pengertian pendidikan life skill atau pendidikan kecakapan hidup terdapat
perbedaan pendapat, namun esensinya tetap sama. Brolin (1980) life skill atau kecakapan hidup
adalah sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar
menjadi independen dalam kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa life skill merupakan
kecakapan yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat bahagia dalam kehidupan.
Malik fajar (2002) mengatakan bahwa life skill adalah kecakapan yang dibutuhkan untuk bekerja
selain kecakapan dalam bidang akademik. Sementara itu team Broad Base Education depdiknas
mendefinisikan bahwa life skill adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang agar berani dan
mau menghadapi segala permasalahan kehidupan dengan aktif dan proaktif sehingga dapat
menyelesaikannya.
Sedangkan Slamet PH mendefinisikan life skill adalah kemampuan, kesanggupan dan
keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan
bahagia. Kecakapan tersebut mencakup segala aspek sikap perilaku manusia sebagai bekal
untuk menjalankan kehidupannya.
Pendidikan life skill adalah pendidikan yang memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan
secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna
bagi perkembangan kehidupan peserta didik. Dengan demikian pendidikan life skill harus dapat
merefleksikan kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta didik memperoleh
kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan pelaksanaan pendidikan life skill adalah bervariasi , disesuaikan dengan kondisi anak
dan lingkungannya, namun memiliki prinsip-prinsip umum yang sama. Berikut ini adalah prinsip
umum pendidikan life skill, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan di Indonesia
:
1. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.
2. Tidak harus dengan mengubah kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan
kurikulum untuk diorientasikan dan diintegrasikan kepada pengembangan kecakapan hidup.
3. Etika-sosio-religius bangsa dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan.
4. Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to live together.
5. Pelaksanaan pendidikan life skill dengan menerapkan menejemen berbasis sekolah (MBS).
6. Potensi wilayah sekitar sekolah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan,
sesuai dengan prinsip pendidikan kontekstual dan pendidikan berbasis luas (broad base

education).
7. Paradigma learning for life and school to work dapat dijadikan dasar kegiatan pendidikan,
sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dengan kehidupan nyata peserta didik.
8. Penyelenggaraan pendidikan harus selalu diarahkan agar peserta didik menuju hidup yang
sehat, dan berkualitas, mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas serta memiliki akses
untuk mampu memenuhi hidupnya secara layak.
*

Pendidikan Life Skill Sebagai Upaya untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional.

Secara normatif, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, sedangkan tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka peranan dan fungsi serta tugas dari pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu : (1) mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi, (2) mengembangkan kehidupan untuk bermasyarakat, (3)
mengembangkan kehidupan untuk bernegara dan berbangsa, (4) mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Konsekuensinya adalah apa yang diajarkan harus
menampilkan sosok utuh keempat kemampuan tersebut. Maka untuk menjawab tantangan diatas,
Pendidikan life skill muncul sebagai alternatif dan usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional tersebut.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diperlukan upaya-upaya yang menjembatani antara
siswa dengan kondisi serta realitas dalam kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini atau
yang disebut dengan kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) memang merupakan salah satu
upaya untuk menjembataninya, namun perlu ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai
kehidupan nyata. Bila demikian pertanyaannya adalah apakah kurikulum saat ini atau Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut sesuai dengan atau sudah merefleksikan kehidupan nyata
saat ini ? untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap kurikulum
yang ada dan terhadap nilai-nilai kehidupan yang bermoral. Kesenjangan antara keduanya
(kurikulum dan tuntutan kehidupan nyata) merupakan tambahan pengayaan yang perlu
diintegrasikan terhadap kurikulum, sehingga kurikulum saat ini benar-benar dapat merefleksikan
nilai-nilai dan tuntutan dalam kehidupan nyata peserta didik.
Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum, akan
tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-benar dapat
merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Jadi pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya

untuk menjembatani kesenjangan antara kurikulum dengan tuntutan kehidupan nyata, dan bukan
untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum terhadap tuntutan kehidupan perlu
dilakukan mengingat kurikulum memang dirancang permata pelajaran yang belum tentu sesuai
dengan tuntutan kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh. Selain itu, kehidupan memilki
karakteristik untuk berubah, sehingga sudah sewajarnya jika kurikulum perlu didekatkan dengan
kehidupan nyata. Dalam pandangan ini, maka kurikulum merupakan sasaran yang bergerak dan
bukan sasaran yang diam.
Dalam arti yang sesungguhnya pendidikan life skill memerlukan penyesuaian-penyesuaian dari
pendekatan supply-driven menuju ke demand driven. Pada pendekatan supply driven, apa yang
diajarkan cenderung menekankan pada school based learning yang belum tentu sepenuhnya
sesuai dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapi oleh peserta didik. Pada pendekatan
demand driven, apa yang diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan
nyata yang dihadapinya sehingga lebih berorientasi kepada life skill-based learning.
Dengan demikian, kerangkah pengembangan pendidikan berbasis kecakapan hidup idealnya
ditempuh secara berurutan sebagai berikut: Pertama, diidentifikasi masukan dari hasil
penelitian, pilihan-pilihan nilai dan dugaan para ahli tentang nilai-nilai kehidupan nyata yang
berlaku. Kedua, masukan tersebut kemudian digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan
kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang dimaksud harus menunjukkan
kemampuan, kesanggupan dan keterampilan untuk menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya dalam dunia yang syarat dengan perubahan.
Ketiga, kurikulum dikembangkan berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah
dirumuskan. Artinya, apa yang harus, seharusnya, dan yang mungkin diajarkan kepada peserta
didik disusun berdasarkan kompetensi yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan
pendidikan kecakapan hidup perlu dilaksanakan dengan jitu agar kurikulum berbasis kecakapan
hidup dapat dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang diperlukan dalam penyelenggaraan
pendidikan life skill atau kecakapan hidup seperti tenaga kependidikan (guru), pendekatanstrategi-metode pembelajaran, media pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar,
harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan kecakapan perlu dibuat berdasarkan kompetensi
kecakapan hidup yang telah dirumuskan pada langkah yang kedua. Karena evaluasi belajar
disusun berdasarkan kompetensi, maka penilaian terhadap prestasi belajar peserta didik tidak
hanya dengan pencil and paper test, melainkan juga dengan performance test dan bahkan dengan
evaluasi otientik.
Secara garis besar kecakapan hidup (life skills) dapat dikelompokkan menjadi dua jenis utama,
yaitu kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skills/GLS) dan kecakapan hidup yang
bersifat khusus (specific life skills/SLS).
Berikut ini akan disampaikan penjelasan dari masing-masing jenis tersebut sebagaimana ditulis
dalam Diktat Implementasi Kurikulum 2004, Depdiknas (2005) :
1. Kecakapan Hidup yang bersifat Umum (GLS)
Kecakapan ini diperlukan oleh siapapun, di manapun dan kapanpun. Baik bagi mereka yang

bekerja, yang tidak bekerja, maupun yang sedang menempuh pendidikan.


General Life Skills meliputi kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social
skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self
awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill), sedangkan kecakapan sosial mencakup
kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration
skill).
Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta menjadikannya sebagai modal dalam
meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Sementara kecakapan berpikir rasional mencakup antara lain kecakapan menggali dan
menemukan serta mengambil keputusan serta memecahkan secara kreatif.
Bagi bangsa Indonesia yang memiliki nilai religius, kecakapan hidup di atas harus ditambah lagi
dengan satu hal yaitu, akhlak yang mulia. Akhlak harus menjadi kendali dari setiap tindakan
seseorang. Kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan harus mampu mengembangkan akhlak yang
mulia tersebut, membentuk jati diri dan kepribadian guna menumbuh kembangkan penghayatan
nilai-nilai etika-sosio-religius yang merupakan bagian integral dari pendidikan di semua jenis
dan jenjang pendidikan.
2. Kecakapan Hidup yang bersifat Khusus (SLS)
Kecakapan hidup yang bersifat khusus adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau
keadaan tertentu. Kecakapan ini mencakup kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan
vokasional (vocational skill).
Kecakapan akademik atau kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan
dari kecakapan berpikir rasional pada general life skills sebagai kecakapan hidup yang spesifik,
kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan
pada kecakapan berpikir.
Kecakapan ini mencakup antara lain melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan
hubungannya pada suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotesis, merancang dan
melaksanakan penelitian. Dalam pembelajaran, tidak harus semua aspek dilaksanakan harus
disesuaikan dengan tingkat pendidikannya, mungkin hanya sampai pada identifikasi variabel dan
mempelajari hubungan antar variabel tersebut, mungkin juga sampai merumuskan hipotesis, tapi
dapat sampai mencoba melakukan penelitian.
Kecakapan vokasional atau kecakapan hidup yang bersifat kejuruan diperlukan seseorang untuk
menghadapi persoalan di bidang tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional
memiliki dua bagian yaitu kecakapan vokasional dasar (basic vocational skills) dan kecakapan
vokasional khusus (occupational skill). Kecakapan vokasional dasar menggunakan alat
sederhana, kecakapan membaca gambar sederhana, dan sebagainya. Sedangkan kecakapan
vokasional khusus, hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai,
misalnya menservis mobil bagi yang menekuni pekerjaan bidang otomotif, meracik bumbu bagi
yang menekuni pekerjaan di bidang tata boga, dan sebagainya.

Dalam kehidupan nyata, semua jenis kecakapan tidak berfungsi secara terpisah, melainkan
terjadi peleburan kecakapan menjadi sebuah tindakan yang melibatkan aspek fisik, mental
emosional dan intelektual. Derajat kualitas tindakan seseorang dipengaruhi oleh kualitas
kematangan berbagai aspek pendukung tersebut.

Wirausaha sosial

Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru
yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan
keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat
memberikan dampak baik bagi masyarakat. Mereka seperti seseorang yang sedang menabung
dalam jangka panjang karena usaha mereka memerlukan waktu dan proses yang lama untuk
dapat terlihat hasilnya.[4].
Wirausaha sosial menjadi fenomena sangat menarik saat ini karena perbedaan-perbedaannya
dengan wirausaha tradisional yang hanya fokus terhadap keuntungan materi dan kepuasan
pelanggan[5] serta signifikansinya terhadap kehidupan masyarakat.[6] Kajian mengenai
kewirausahaan sosial melibatkan berbagai ilmu pengetahuan dalam pengembangan serta
praktiknya di lapangan.[7] Lintas ilmu pengetahuan yang diadopsi kajian kewirausahaan sosial
merupakan hal penting untuk menjelaskan serta membuat pemikiran-pemikiran baru.[8]
Ciri-ciri dan Sifat kewirausahaan

Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri dan juga
memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha adalah:

Percaya diri

Berorientasikan tugas dan hasil

Pengambil risiko

Kepemimpinan

Keorisinilan

Berorientasi ke masa depan

Jujur dan tekun

Sifat-sifat seorang wirausaha adalah:

Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.

Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki


ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras,
energik dan memiliki inisiatif.

Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.

Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan
suka terhadap saran dan kritik yang membangun.

Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki
jaringan bisnis yang luas.

Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.

Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.

Karakteristik Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneur)

Terdapat beberapa pembelajaran tentang kewirausahawan sosial beserta beberapa karakteristik


yang dimiliki oleh para pengusaha sosial itu sendiri.[9]. Hal tersebut dapat terlihat dari penelitian
mengenai kewirausahaan sosial terbagi menjadi beberapa grup sosial sesuai dengan
karakteristiknya masing-masing.[10]
Hal ini pada dasarnya terdiri dari hal-hal yang tidak umum untuk dilakukan dalam kegiatan
usaha yang biasanya berjalan secara rutin. Austin Stevenson dan Wei-Skillern berpendapat
bahwa pengusaha sosial dan tradisional berbeda dengan pengusahanya sendiri, metode, situasi,
dan peluang. [11] Tujuan utama dari pengusaha sosial adalah melayani kebutuhan dasar
masyarakat, sementara pengusaha tradisional adalah untuk meraih pasar yang besar kesenjangan
dan memperoleh keuntungan, dalam proses bertaraf minimum untuk kepentingan
masyarakatnya. [12] Paul C Light mengamati berbagai definisi yang ada pengusaha sosial dan

memberikan definisi yang luas yang menganggap bahwa pengusaha sosial adalah individu,
kelompok, jaringan, organisasi atau aliansi.[13] Tapi berupaya secara berkelanjutan melalui ide-ide
yang berbeda untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang signifikan. [14] Lynn Barendsen dan
Howard Gardeber menjelaskan bahwa Pemimpin yang baru sebagai pemimpin yang sadar akan
kewajiban mereka.[15] Mereka memiliki kemampuan untuk melihat hal-hal yang sifatnya positif.
Gillian et al. berpendapat bahwa hanya keterampilan saja tidak membuat kewirausahaan dapat
dikatakan sebagai seorang pengusaha sosial. [16]. Sebaliknya seorang pengusaha sosial juga
memerlukan persimpangan virtuousness, kesempatan sosial, pengakuan, dapat menghakimi,
bersifat toleransi, dan inovasi.[17]. Robert Ronstadt kewirausahaan didefinisikan sebagai proses
yang sifatnya dinamis namun dapat menciptakan kekayaan yang sifatnya penting.[18]
Dalam pandangan pengusaha, kekayaan diciptakan oleh orang-orang yang mengambil risiko
besar dalam hal waktu, karier, dan komitmen untuk memberikan nilai dalam beberapa produk
atau layanan. [19] Nilai diinfuskan dengan mengamankan dan mengalokasikan keterampilan yang
diperlukan dan sumber daya. [20] Sarah H Alvord membuat analisis komparatif dari tujuh kasus
kewirausahaan sosial yang secara luas telah diakui sebagai sesuatu yang dianggap sukses.[18]
Mereka mengenali perbedaan-perbedaan dalam bentuk tujuh organisasi yang memperkenalkan
inovasi. Thomson mendefinisikan pengusaha sosial sebagai orang-orang dengan sikap pengusaha
bisnis, tetapi beroperasi di masyarakat.[21] Mereka bertindak lebih sebagai pengasuh dari
masyarakat dan bukan sebagai pengusaha yang dengan mudah menghasilkan uang. Gregory
Dees mengidentifikasikan pengusaha sosial sebagai pengusaha yang langka.[22] Dia
menggambarkan satu set ciri-ciri luar biasa pengusaha sosial dengan menekankan bahwa
masyarakat harus mendorong dan memberi balasan kepada orang dengan kemampuan yang
sifatnya unik. [22]
Hal ini tentunya sangat bergantung kepada bagaimana isi dari gagasan yang kita tawarkan, pada
dasarnya agar gagasan serta ide yang kita tawarkan bisa diterima oleh masyarakat kita harus
memiliki misi sosial di dalamnya semata-mata hanya untuk membuat masyrakat dapat
terbebaskan dari permasalahan yang terjadi. [22] Dalam pelaksanaan pengimplementasian gagasan
tersebut pastinya kita akan mendapatkan banyak sekali permasalahan, seorang jiwa wirausaha
sosial (social entrepreneur) harus mempunyai kemampuan pengelolaan risiko (risk management)
agar dapat menuntaskan apa yang menjadi idenya tersebut. [18] Kemampuan mengelola risiko ini
merupakan suatu hal yang penting agar kita dapat memastikan bahwa program yang ditawarkan
berjalan secara berkelanjutan. [22]
Peran Wirausaha Dalam Perekonomian Nasional

Seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang
wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain,
meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal,
seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan

terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat
pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
Menurunnya tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan daya
beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu, berdampak pula
terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya ditimbulkan oleh karena tingginya
pengangguran.
Seorang wirausaha memiliki peran sangat besar dalam melakukan wirausaha. Peran wirausaha
dalam perekonomian suatu negara adalah:

Menciptakan lapangan kerja

Mengurangi pengangguran

Meningkatkan pendapatan masyarakat

Mengombinasikan faktorfaktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan


keahlian)

Meningkatkan produktivitas nasional

FILOSOFI PENGEMBANGAN MASYARAKAT


Pengertian filosofi
Filosofi adalah studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang
digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan.
Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan
dan kepercayaan.
Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan sikap individu
tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan
interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan
lingkungannya.
Filsafat adalah ilmu tentang seluruh fenomena kehidupan manusia dan berpikir kritis, dan
dijabarkan dalam konsep dasar. Filsafat tidak dipahami lebih baik dengan melakukan
eksperimen, dan eksperimen, tetapi untuk mengungkapkan masalah yang tepat, mencari solusi
untuk itu, dengan alasan, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses
dimasukkan ke dalam proses dialektika. Untuk ilmu filsafat, pemikiran logis mutlak diperlukan,
dan bahasa logika.

Logika adalah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Itu membuat
filsafat menjadi ilmu di tangan nuansa khusus ditandai sisi kanan filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa ingin tahu, dan bunga. Filsafat juga bisa berarti perjalanan ke hal terdalam,
sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis
mempertanyakan segala sesuatu.
Pengertian Filsafat Menurut Para Ahli

Menurut Aristoteles

Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang berisi ilmu metafisika,
retorika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan).

Menurut Immanuel Kant

Filsafat adalah ilmu (pengetahuan), yang merupakan dasar dari semua pengetahuan dalam
meliput isu-isu epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab pertanyaan tentang apa yang
dapat kita ketahui.

Menurut Al Farabi

Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang sifat bagaimana sifat sesungguhnya dari kebenaran.

Menurut Rene Descartes

Filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan bahwa Allah, manusia dan alam menjadi pokok
penyelidikan.

Menurut Plato

Filsafat adalah ilmu yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang
sebenarnya.

Menurut Langeveld

Filsafat adalah berpikir tentang masalah final dan menentukan, yaitu masalah makna keadaan,
Tuhan, kebebasan dan keabadian.

Menurut Hasbullah Bakry

Filsafat adalah ilmu yang meneliti secara mendalam tentang ketuhanan, manusia dan alam
semesta untuk menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana alam dapat dicapai sejauh
pikiran manusia dan bagaimana perilaku manusia seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu.

Menurut N. Driyarkara

Filsafat adalah refleksi yang mendalam tentang penyebab di sana dan melakukan,
refleksi dari realitas (reality) jauh ke dalam mengapa penghabisan itu.

Menurut Ir. Proedjawijatna

Filsafat adalah ilmu yang berusaha untuk menemukan penyebabnya deras untuk segala
sesuatu dengan pikiran belaka.

Menurut Notonogo

Filosofi yang meneliti hal-hal yang menjadi objek inti dari sudut mutlak (di), yang tetap
dan tidak berubah, yang juga disebut alami.
Munculnya Filsafat

Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani sejak sekitar abad ke-7 SM. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai berpikir, dan akan membahas keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka, dan tidak disatukan oleh agama jawaban untuk pertanyaan
ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani, dan tidak di area
beradab lain pada waktu itu sebagai Babel, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya
sederhana: di Yunani, tidak seperti orang lain di daerah sehingga tidak ada kasta pendeta
intelektual yang lebih bebas.

Orang-orang Yunani adalah yang pertama yang akan diberi gelar filsuf adalah Thales dari
Miletus, sekarang di pesisir barat Turki. Tapi Filsuf Yunani yang Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Socrates adalah Plato sedangkan guru Aristoteles adalah murid Plato.

Beberapa berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah hanya Plato
Komentar. Hal ini menunjukkan pengaruh besar Plato tentang sejarah filsafat.

Buku oleh Plato utamanya disebut etika, republik, maaf, Phaedo dan Crito.
Macam-Macam Filsafat

Filsafat Barat

Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas
di Eropa dan koloni mereka. Filosofi ini telah berkembang dari tradisi filsafat Yunani
kuno.

Karakter utama dari filsafat Barat, seperti Plato, Thomas Aquinas, Rene Descartes,
Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich
Nietzsche dan Jean-Paul Sartre.

Filsafat Timur

Filsafat Timur adalah tradisi filsafat yang terutama tumbuh di Asia, terutama di India,
Cina dan daerah lain yang pernah dipengaruhi oleh budaya. Sebuah tanda dari filsafat
Timur adalah hubungan dekat dengan filsafat agama. Meskipun ini adalah kurang dari
bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat
filsafat an sich masih lebih menonjol daripada agama.

Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama Buddha / Buddha,
Bodhidharma, Lao Tse, Konfusius, Zhuang Zi dan Mao Zedong.

Filsafat Timur Tengah

Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarah adalah filsuf yang bisa mengatakan juga
pewaris tradisi filsafat Barat. Untuk filsuf pertama di Timur Tengah yang orang Arab atau
Muslim, dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah sekitar Mediterania
dan perjumpaan dengan tradisi filsafat Yunani dari budaya mereka.

Kemudian mereka menafsirkan dan mengomentari karya-karya Yunani. Ketika Eropa


tiba di Abad Pertengahan setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi dan melupakan karyakarya filsuf Yunani klasik Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama, dan
bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa.

Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran,
dan Averroes.

Filsafat Islam

Filsafat Islam adalah filsafat yang seluruh Muslim Scholar. Ada beberapa perbedaan
utama antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meskipun para filsuf Muslim asli
untuk mengeksplorasi karya-karya filsafat Yunani klasik, terutama Aristoteles dan
Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.

Kedua, Islam adalah agama tauhid. Kemudian, ketika filsafat adalah menemukan Tuhan,
dalam filsafat Islam justru Tuhan sudah ditemukan, dalam arti bahwa hal itu tidak berarti
usang, dan belum dibahas, namun filsuf Islam, telah difokuskan pada manusia dan alam,
karena , seperti diketahui, pembahasan Tuhan hanya akan menjadi diskusi yang tidak
pernah final.

Filsafat Kristen

Filsafat Kristen pada awalnya dirancang oleh bapa gereja untuk menghadapi tantangan
zaman di abad pertengahan. Kristen dunia barat pada waktu itu di tengah-tengah Abad
Kegelapan (Dark Ages). Orang mulai mempertanyakan keyakinan agama.

Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan keberadaan tuhan. Hampir
semua filsuf Kristen adalah seorang teolog ahli atau isu-isu agama. Contohnya adalah St
Thomas Aquinas dan St Bonaventura.

Definisi Pemberdayaan Masyarakat Menurut Para Ahli


By Hasrullah - IPS
Inilah Beberapa Definisi Pemberdayaan Masyarakat Menurut Para Ahli
* Konsep Pemberdayaan Masyarakat
** Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Empowerment yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti pemberdayaan adalah
sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat
dan kebudayaan barat utamanya Eropa. Untuk memahami konsep empowerment secara
tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang
melahirkannya.

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata


power (kekuasaan atau keberdayaaan), karena ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan

kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan
dan niat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan
pengaruh dan kontrol.

Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau
tidak dapat dirubah.Kekuasaan senantiasa tercipta dan hadir dalam konteks relasi sosial
antar manusia. Karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan
pemahaman kekuasaan seperti itu, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan
kemudian memiliki konsep yang bermakna. Inilah Beberapa Definisi Pemberdayaan
Masyarakat Menurut Para Ahli
- Pemberdayaan menurut Suhendra (2006:74-75) adalah suatu kegiatan yang
berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang
ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi.

- Selanjutnya pemberdayaan menurut Ife (dalam Suhendra, 2006:77) adalah


meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to
increase the power of disadvantage).

- Sedangkan menurut Widjaja (2003:169) pemberdayaan masyarakat adalah upaya


meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat
dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan
dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan
budaya.

- Lebih lanjut Kartasasmita (1995:95) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan


rakyat harus dilakukan melalui tiga cara yakni :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk


berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan
rakyat adalah keyakinan dan potensi kemandirian tiap individu perlu untuk

diberdayakan. Proses pemberdayaan masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian


tiap individu, yang kemungkinan meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik
ditingkat lokal maupun nasional.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan
langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan
sasaran yang baik fisik (irigasi, jalan, dan listrik). Maupun sosial (sekolah dan fasilitas
pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah.
Terbentuknya akses pada berbagai peluang akan membuat rakyat makin berdaya, seperti
tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran. Dalam upaya
pemberdayaan masyarakat ini yang penting antara lain adalah peningkatan mutu dan
perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan, serta akses pada sumber-sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

3. Memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan


masyarakat yang lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang
lemah bertambah lemah atau mungkin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat oleh
karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya
dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai
upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas
yang lemah.

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu
kegiatan meningkatkan kekuasaan kepada masyarakat yang kurang beruntung secara
berkesinambungan, dinamis, serta berupaya untuk membangun daya itu untuk
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat agar ikut serta
terlibat dalam mengelolah semua potensi yang ada secara evolutif.

Landasan filosofis Pengembangan Kurikulum


a. Pengertian
Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa inggris phylosophyyang berasal dari
perpaduan bahasa Yunani philien yang berarti cinta (love) dan sophia (wisdom) yang
berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of

wisdom.[2] Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses
(berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran).
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Filsafat pendidikan
menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, filsafat
pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk
merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip belajar serta perangkat pengalaman belajar yang
bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang pokok yakni:
1)
2)

Cita-cita nasional
Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat
Filsafat pendidikan sebagai suatu pandangan hidup bukan menjadi hiasan lidah belaka,
melainkan harus meresapi tingkah laku semua anggota masyarakat. Nilai-nilai filsafat
pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini menunjukkan pentingnya
filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa
filsafat pendidikan adalah hal yang diyakini dan diharapkan oleh seseorang. Filsafat pendidikan
mengandung nilai-nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan
terkandung cita-cita tentang model manusia yang diharapkan, sesuai dengan nilai-nilai yang
disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan
berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan objektif.[3] Hopkin dalam bukunya interaction the
Democratic process, mengemukakan kriteria, antara lain:

1.
2.
3.

Kejelasan, filsafat atau keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelididkan yang akurat.
Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.

b. Cabang-cabang Filsafat
Ada tiga cabang besar filasafat, yaitu:
1. Metafisika, yang membahas segala yang ada dalam alam ini dan membahas hakikat kenyataan
atau realitas yang meliputi (1) metafisika umum, dan (2) metafisika khusus yang meliputi
kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat
2.

manusia).
Epistemologi, yang membahas kebenaran dan membahas hakikat pengetahuan (sumber
pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan,
pengetahuan); dan hakikat penalaran (induktif dan deduktif).

dan

batas-batas

3.

Aksiologi, yang membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan),
dan estetika (hakikat keindahan).

c.

Manfaat Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki manfaat
dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis
berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa
manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

1.

Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak

ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.


2. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang
3.

harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?


Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha

4.

pendidikan.
Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu

tercapai.
5. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
d. Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan
Donald Butler (1957) mengatakan, filsafat memberikan arah & metodologi terhadap
praktek pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat
Brubacher (1950), mengemukakan 4 pandangan tentang hubungan ini :
a. Filsafat merupakan dasar utama dalam filsafat pendidikan
b. Filsafat merupakan bunga, bukan akar pendidikan
c. Filsafat pendidikan berdiri sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan dari
kontak dengan filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting
d. Filsafat dan teori pendidikan menjadi satu
John Dewey menyatakan, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama
dengan kehidupan
C. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum
a. Pengertian

Apa yang dimaksud dengan kondisi psikologis itu? Kondisi psikologis merupakan
karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk
perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Prilaku-prilaku tersebut merupakan manifestasi
dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, prilaku kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya,
latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari
kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status
individu diantara individu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan
harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.
b. Bidang-Bidang Psikologi yang Mendasari Kurikulum
Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas
utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik
secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian, anak selalu berada dalam proses
perkembangan, perkembangan seluruh aspek kehidupannya. Tanpa pendidikan di sekolah, anak
tetap berkembang, tetapi dengan pendidikna di sekolah tahap perkembangannya menjadi lebih
tinggi dan lebih luas. Apa yang dididikkan dan bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan
dengan pola-pola perkembangan anak. Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap
perkembangan, serta pola-pola perkembangan individu menjadi kejian Psikologi Perkembangan.
Jadi, minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu
1.

Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar.


Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu
masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.[4] Psikologi
perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan
individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku" (J.P.
Chaplin, 1979). Sementara itu Ross Vasta, dkk. (1992) mengemukakan bahwa psikologi
perkembangan adalah "Cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan
kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai
mati".

a.

Metode dalam psikologi perkembangan


Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat
longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus. Studi longitudinal

menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui pengamatan dan pengkajian


perkembangan sepanjang masa perkembangan, sejak lahir sampai dengan dewasa, seperti yang
pernah dilakukan oleh Williard C. Olson. Metode cross sectional pernah dilakukan oleh Arnold
Gessel. Ia mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkat usia, mencatat ciri-ciri fisik dan
mental, pola-pola perkemmbangan dan kemampuan, serta perilaku mereka. Studi Psikoanalitik
dilakukan oleh Sigmund Freud beserta para pengikutnya. Studi ini ba

nyak diarahkan

mempelajari perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak
(balita). Menurut mereka pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita itu dapat
mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya. Metode sosiologik digunakan oleh
Robert Huvighurst. Ia mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas
yang harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat. Metode lain yang sering digunakan untuk
mengkaji perkembangan anak adalah studi kasus. Dengan mempelajari kasus-kasus tertentu, para
ahli psikologi perkembangan menarik beberapa kesimpulan tentang pola-pola perkembangan
anak. Studi demikian pernah dilakukan oleh Jean Peaget tentang perkembangan kognitif anak.[5]
b. Teori perkembangan
Ada tiga teori pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan pentahapan
(stage approach), pendekatan diferrensial (diferential approach), dan pendekatan ipsatif
(ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui
tahap-tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang
berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki
persamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut individu dikategorikan
atas kelompok-kelompok yang berbeda.
Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua variasi. Pertama, pendekatan yang bersifat
menyeluruh mencakup segala segi perkembangan. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus
mendeskripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja.
Dalam pendekatan yang bersifat khusus, kita mengenal pentahapan-pentahapan dari piaget,
kholberg, Erikson, dan sebagainya. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan dari
dari kemampuan kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut piaget, yang terpenting
adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan kategori itu, anak mengenal
lingkungan dan memecahkan berbagai problemayang dihadapi dalam lingkungannya.
Ada empat tahap perkembangan kognitif anak menurut piaget, yaitu:

1.
2.
3.
4.
2.

Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun


Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun
Tahap Konkret Oprasional, usia 7-11 tahun
Tahap Formal Operasional, usia 11-15 tahun
Psikologi Belajar
Psikologi Belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana belajar
dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala
perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi
karena proses pengalaman dapat dikatagorikan sebagai perilaku belajar.
Menurut Morris L. Bigge dan Mourice P. Hunt (1980, hlm. 226-227) ada tiga keluarga atau

1.

rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field.[6]
Menurut rumpun teori mental secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu.

Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut.


2. Menurut rumpun teori belajar behaviorisme, anak atau individu tidak memiliki atau membawa
potensin apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang
berasal dari lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat atau berupa lingkungan manusia, alam,
budaya, religi yang membentuknya). Perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat
dilihat, diamati.
3. Rumpun ketiga yakni kognitif gestalt field, menyatakan belajar adalah proses mengembangkan
insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila
individu menemukan vcara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan,
termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan
yang bertujuan, eksploratif, imajinatif dan kreatif.
D. Landasan Sosiologis (Sosial Budaya) dalam Pengembangan Kurikulum
a. Pengertian
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari
sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan
kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan
masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu
kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan
dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu
agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan
berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah enkulturasi atau pembudayaan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan
asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan

dengan

kondisi, karakteristik

kekayaan,

tersebut.[7] Untuk menjadikan peserta didik

dan

perkembangan

masyarakat

agar menjadi warga masyarakat yang

diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu
memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan
diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya
sebagai mahluk yang berbudaya.
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang
berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan
dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi
manusia.
b.

Masyarakat dan Kurikulum


Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke
dalam kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang
berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat
lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Dengan demikian, yang
membedakan masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah kebudayaan. Hal ini
mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, dan reaksi
seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaan dimana ia hidup.
Menurut Daud Yusuf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat
untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu: logika, estetika, dan etika. Logika
adalah aspek pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau
perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah
nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka
kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin
tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak
didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam konteks inilah

kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi
kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh
karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi
perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi
kehidupan siswa di masyarakat.
Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua
ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih
bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner
(1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan
kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengajar keterampilan.
Mentransmisikan budaya.
Mendorong adaptasi lingkungan.
Membentuk kedisiplinan.
Mendorong bekerja berkelompok.
Meningkatkan perilaku etik, dan
Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri.
Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan
masyarakat modern. Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya
sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat
tersebut. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap
individu-individu sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum
yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi pengembangan
kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu dan keterkaitannya dengan
lingkungan sosial setempat.

Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor

karakterstik

masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu
berkembang. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, IPTEK,
dan

kebutuhan

yang

ada

dalam

masyarakat. Perkembangan

masyarakat

menuntut

tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya
memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
c.

Kebudayaan dan Kurikulum


Kebudayaan

dapat diartikan

sebagai

keseluruhan

ide atau

gagasan,

cita-cita,

pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati oleh
masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan
dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia
dalam

rangka

perkembangan kepribadian

manusia,

pekembangan

hubungan

dengan

manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Secara lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
a)

Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat
abstrak yang berada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan

itu berada.
b) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut
sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan
diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang
pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan refleksi dari
ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya.
c)
Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik
perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan
yang ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan:
1)

Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh

karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan


pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi
dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya
sebagai mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti:
nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.

Sejarah komputer
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejarah komputer mencakup perangkat keras, arsitekturnya, dan pengaruhnya terhadap


perangkat lunak.
Daftar isi

1 Pengertian komputer

2 Generasi komputer

2.1 Generasi pertama

2.2 Generasi kedua

2.3 Generasi ketiga

2.4 Generasi keempat

2.5 Generasi kelima

3 Pranala luar

Pengertian komputer

Komputer adalah alat yang dipakai untuk mengolah data menurut perintah yang telah
dirumuskan. Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang yang
perkerjaannya melakukan perhitungan aritmetika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata
ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan informasi hampir

eksklusif berhubungan dengan masalah aritmetika, tetapi komputer modern dipakai untuk
banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika.
Secara luas, Komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari
beberapa komponen, yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang lain untuk
menghasilkan suatu informasi berdasarkan program dan data yang ada. Adapun komponen
komputer adalah meliputi : Layar Monitor, CPU, Keyboard, Mouse dan Printer (sbg pelengkap).
Tanpa printer komputer tetap dapat melakukan tugasnya sebagai pengolah data, namun sebatas
terlihat dilayar monitor belum dalam bentuk print out (kertas).
Dalam definisi seperti itu terdapat alat seperti slide rule, jenis kalkulator mekanik mulai dari
abakus dan seterusnya, sampai semua komputer elektronik yang kontemporer. Istilah lebih baik
yang cocok untuk arti luas seperti "komputer" adalah "yang memproses informasi" atau "sistem
pengolah informasi."
Saat ini, komputer sudah semakin canggih. Tetapi, sebelumnya komputer tidak sekecil,
secanggih, sekeren dan seringan sekarang. Dalam sejarah komputer, ada 5 generasi dalam sejarah
komputer.
Generasi komputer
Generasi pertama

Dengan terjadinya Perang Dunia Kedua, negara-negara yang terlibat dalam perang tersebut
berusaha mengembangkan komputer untuk mengeksploit potensi strategis yang dimiliki
komputer. Hal ini meningkatkan pendanaan pengembangan komputer serta mempercepat
kemajuan teknik komputer. Pada tahun 1941, Konrad Zuse, seorang insinyur Jerman membangun
sebuah komputer, Z3, untuk mendesain pesawat terbang dan peluru kendali.
Pihak sekutu juga membuat kemajuan lain dalam pengembangan kekuatan komputer. Tahun
1943, pihak Inggris menyelesaikan komputer pemecah kode rahasia yang dinamakan Colossus
untuk memecahkan kode rahasia yang digunakan Jerman. Dampak pembuatan Colossus tidak
terlalu memengaruhi perkembangan industri komputer dikarenakan dua alasan. Pertama,
Colossus bukan merupakan komputer serbaguna(general-purpose computer), ia hanya didesain
untuk memecahkan kode rahasia. Kedua, keberadaan mesin ini dijaga kerahasiaannya hingga
satu dekade setelah perang berakhir.
Usaha yang dilakukan oleh pihak Amerika pada saat itu menghasilkan suatu kemajuan lain.
Howard H. Aiken (1900-1973), seorang insinyur Harvard yang bekerja dengan IBM, berhasil
memproduksi kalkulator elektronik untuk US Navy. Kalkulator tersebut berukuran panjang
setengah lapangan bola kaki dan memiliki rentang kabel sepanjang 500 mil. The Harvard-IBM
Automatic Sequence Controlled Calculator, atau Mark I, merupakan komputer relai elektronik.
Ia menggunakan sinyal elektromagnetik untuk menggerakkan komponen mekanik. Mesin

tersebut beropreasi dengan lambat (ia membutuhkan 3-5 detik untuk setiap perhitungan) dan
tidak fleksibel (urutan kalkulasi tidak dapat diubah). Kalkulator tersebut dapat melakukan
perhitungan aritmatik dasar dan persamaan yang lebih kompleks.
Perkembangan komputer lain pada masa kini adalah Electronic Numerical Integrator and
Computer (ENIAC), yang dibuat oleh kerja sama antara pemerintah Amerika Serikat dan
University of Pennsylvania. Terdiri dari 18.000 tabung vakum, 70.000 resistor, dan 5 juta titik
solder, komputer tersebut merupakan mesin yang sangat besar yang mengonsumsi daya sebesar
160 kW.
Komputer ini dirancang oleh John Presper Eckert (1919-1995) dan John W. Mauchly (19071980), ENIAC merupakan komputer serbaguna (general purpose computer) yang bekerja 1000
kali lebih cepat dibandingkan Mark I.
Pada pertengahan 1940-an, John von Neumann (1903-1957) bergabung dengan tim University of
Pennsylvania dalam usaha membangun konsep desain komputer yang hingga 40 tahun
mendatang masih dipakai dalam teknik komputer. Von Neumann mendesain Electronic Discrete
Variable Automatic Computer (EDVAC) pada tahun 1945 dengan sebuah memori untuk
menampung baik program ataupun data. Teknik ini memungkinkan komputer untuk berhenti
pada suatu saat dan kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali. Kunci utama arsitektur von
Neumann adalah unit pemrosesan sentral (CPU), yang memungkinkan seluruh fungsi komputer
untuk dikoordinasikan melalui satu sumber tunggal. Tahun 1951, UNIVAC I (Universal
Automatic Computer I) yang dibuat oleh Remington Rand, menjadi komputer komersial pertama
yang memanfaatkan model arsitektur Von Neumann tersebut.
Baik Badan Sensus Amerika Serikat dan General Electric memiliki UNIVAC. Salah satu hasil
mengesankan yang dicapai oleh UNIVAC dalah keberhasilannya dalam memprediksi
kemenangan Dwilight D. Eisenhower dalam pemilihan presiden tahun 1952.
Komputer Generasi pertama dikarakteristik dengan fakta bahwa instruksi operasi dibuat secara
spesifik untuk suatu tugas tertentu. Setiap komputer memiliki program kode biner yang berbeda
yang disebut "bahasa mesin" (machine language). Hal ini menyebabkan komputer sulit untuk
diprogram dan membatasi kecepatannya. Ciri lain komputer generasi pertama adalah
penggunaan tube vakum (yang membuat komputer pada masa tersebut berukuran sangat besar)
dan silinder magnetik untuk penyimpanan data.
Generasi kedua

Pada tahun 1948, penemuan transistor sangat memengaruhi perkembangan komputer. Transistor
menggantikan tube vakum di televisi, radio, dan komputer. Akibatnya, ukuran mesin-mesin
elektrik berkurang drastis.

Transistor mulai digunakan di dalam komputer mulai pada tahun 1956. Penemuan lain yang
berupa pengembangan memori inti-magnetik membantu pengembangan komputer generasi
kedua yang lebih kecil, lebih cepat, lebih dapat diandalkan, dan lebih hemat energi dibanding
para pendahulunya. Mesin pertama yang memanfaatkan teknologi baru ini adalah
superkomputer. IBM membuat superkomputer bernama Stretch, dan Sprery-Rand membuat
komputer bernama LARC. Komputer-komputer ini, yang dikembangkan untuk laboratorium
energi atom, dapat menangani sejumlah besar data, sebuah kemampuan yang sangat dibutuhkan
oleh peneliti atom. Mesin tersebut sangat mahal dan cenderung terlalu kompleks untuk
kebutuhan komputasi bisnis, sehingga membatasi kepopulerannya. Hanya ada dua LARC yang
pernah dipasang dan digunakan: satu di Lawrence Radiation Labs di Livermore, California, dan
yang lainnya di US Navy Research and Development Center di Washington D.C. Komputer
generasi kedua menggantikan bahasa mesin dengan bahasa assembly. Bahasa assembly adalah
bahasa yang menggunakan singkatan-singakatan untuk menggantikan kode biner.
Pada awal 1960-an, mulai bermunculan komputer generasi kedua yang sukses di bidang bisnis,
di universitas, dan di pemerintahan. Komputer-komputer generasi kedua ini merupakan
komputer yang sepenuhnya menggunakan transistor. Mereka juga memiliki komponenkomponen yang dapat diasosiasikan dengan komputer pada saat ini: printer, penyimpanan dalam
disket, memory, sistem operasi, dan program.
Salah satu contoh penting komputer pada masa ini adalah 1401 yang diterima secara luas di
kalangan industri. Pada tahun 1965, hampir seluruh bisnis-bisnis besar menggunakan komputer
generasi kedua untuk memprosesinformasi keuangan.
Program yang tersimpan di dalam komputer dan bahasa pemrograman yang ada di dalamnya
memberikan fleksibilitas kepada komputer. Fleksibilitas ini meningkatkan kinerja dengan harga
yang pantas bagi penggunaan bisnis. Dengan konsep ini, komputer dapat mencetak faktur
pembelian konsumen dan kemudian menjalankan desain produk atau menghitung daftar gaji.
Beberapa bahasa pemrograman mulai bermunculan pada saat itu. Bahasa pemrograman Common
Business-Oriented Language (COBOL) dan Formula Translator (FORTRAN) mulai umum
digunakan. Bahasa pemrograman ini menggantikan kode mesin yang rumit dengan kata-kata,
kalimat, dan formula matematika yang lebih mudah dipahami oleh manusia. Hal ini
memudahkan seseorang untuk memprogram dan mengatur komputer. Berbagai macam karier
baru bermunculan (programmer, analis sistem, dan ahli sistem komputer). Industr peranti lunak
juga mulai bermunculan dan berkembang pada masa komputer generasi kedua ini.
Generasi ketiga

Walaupun transistor dalam banyak hal mengungguli tube vakum, namun transistor menghasilkan
panas yang cukup besar, yang dapat berpotensi merusak bagian-bagian internal komputer. Batu
kuarsa (quartz rock) menghilangkan masalah ini. Jack Kilby, seorang insinyur di Texas
Instrument, mengembangkan sirkuit terintegrasi (IC : integrated circuit) pada tahun 1958. IC

mengkombinasikan tiga komponen elektronik dalam sebuah piringan silikon kecil yang terbuat
dari pasir kuarsa. Pada ilmuwan kemudian berhasil memasukkan lebih banyak komponenkomponen ke dalam suatu chip tunggal yang disebut semikonduktor. Hasilnya, komputer
menjadi semakin kecil karena komponen-komponen dapat dipadatkan dalam chip. Kemajuan
komputer generasi ketiga lainnya adalah penggunaan sistem operasi (operating system) yang
memungkinkan mesin untuk menjalankan berbagai program yang berbeda secara serentak
dengan sebuah program utama yang memonitor dan mengkoordinasi memori komputer.
Generasi keempat

Setelah IC, tujuan pengembangan menjadi lebih jelas: mengecilkan ukuran sirkuit dan
komponen-komponen elektrik. Large Scale Integration (LSI) dapat memuat ratusan komponen
dalam sebuah chip. Pada tahun 1980-an, Very Large Scale Integration (VLSI) memuat ribuan
komponen dalam sebuah chip tunggal.
Ultra-Large Scale Integration (ULSI) meningkatkan jumlah tersebut menjadi jutaan.
Kemampuan untuk memasang sedemikian banyak komponen dalam suatu keping yang
berukurang setengah keping uang logam mendorong turunnya harga dan ukuran komputer. Hal
tersebut juga meningkatkan daya kerja, efisiensi dan keterandalan komputer. Chip Intel 4004
yang dibuat pada tahun 1971membawa kemajuan pada IC dengan meletakkan seluruh komponen
dari sebuah komputer (central processing unit, memori, dan kendali input/output) dalam sebuah
chip yang sangat kecil. Sebelumnya, IC dibuat untuk mengerjakan suatu tugas tertentu yang
spesifik. Sekarang, sebuah mikroprosesor dapat diproduksi dan kemudian diprogram untuk
memenuhi seluruh kebutuhan yang diinginkan. Tidak lama kemudian, setiap peranti rumah
tangga seperti microwave, oven, televisi, dan mobil dengan electronic fuel injection (EFI)
dilengkapi dengan mikroprosesor.
Perkembangan yang demikian memungkinkan orang-orang biasa untuk menggunakan komputer
biasa. Komputer tidak lagi menjadi dominasi perusahaan-perusahaan besar atau lembaga
pemerintah. Pada pertengahan tahun 1970-an, perakit komputer menawarkan produk komputer
mereka ke masyarakat umum. Komputer-komputer ini, yang disebut minikomputer, dijual
dengan paket peranti lunak yang mudah digunakan oleh kalangan awam. Peranti lunak yang
paling populer pada saat itu adalah program word processing dan spreadsheet. Pada awal 1980an, video game seperti Atari 2600 menarik perhatian konsumen pada komputer rumahan yang
lebih canggih dan dapat diprogram.
Pada tahun 1981, IBM memperkenalkan penggunaan Personal Computer (PC) untuk penggunaan
di rumah, kantor, dan sekolah. Jumlah PC yang digunakan melonjak dari 2 juta unit pada tahun
1981 menjadi 5,5 juta unit pada tahun 1982. Sepuluh tahun kemudian, 65 juta PC digunakan.
Komputer melanjutkan evolusinya menuju ukuran yang lebih kecil, dari komputer yang berada
di atas meja (desktop computer) menjadi komputer yang dapat dimasukkan ke dalam tas (laptop),
atau bahkan komputer yang dapat digenggam (palmtop).

IBM PC bersaing dengan Apple Macintosh dalam memperebutkan pasar komputer. Apple
Macintosh menjadi terkenal karena memopulerkan sistem grafis pada komputernya, sementara
saingannya masih menggunakan komputer yang berbasis teks. Macintosh juga memopulerkan
penggunaan peranti mouse.
Pada masa sekarang, kita mengenal perjalanan IBM compatible dengan pemakaian CPU: IBM
PC/486, Pentium, Pentium II, Pentium III, Pentium IV (Serial dari CPU buatan Intel). Juga kita
kenal AMD k6, Athlon, dsb. Ini semua masuk dalam golongan komputer generasi keempat.
Seiring dengan menjamurnya penggunaan komputer di tempat kerja, cara-cara baru untuk
menggali potensial terus dikembangkan. Seiring dengan bertambah kuatnya suatu komputer
kecil, komputer-komputer tersebut dapat dihubungkan secara bersamaan dalam suatu jaringan
untuk saling berbagi memori, peranti lunak, informasi, dan juga untuk dapat saling
berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Jaringan komputer memungkinkan komputer tunggal
untuk membentuk kerja sama elektronik untuk menyelesaikan suatu proses tugas. Dengan
menggunakan perkabelan langsung (disebut juga Local Area Network atau LAN), atau [kabel
telepon, jaringan ini dapat berkembang menjadi sangat besar.
Generasi kelima

Mendefinisikan komputer generasi kelima menjadi cukup sulit karena tahap ini masih sangat
muda. Contoh imajinatif komputer generasi kelima adalah komputer fiksi HAL9000 dari novel
karya Arthur C. Clarke berjudul 2001: Space Odyssey. HAL menampilkan seluruh fungsi yang
diinginkan dari sebuah komputer generasi kelima. Dengan kecerdasan buatan (artificial
intelligence atau AI), HAL dapat cukup memiliki nalar untuk melakukan percapakan dengan
manusia, menggunakan masukan visual, dan belajar dari pengalamannya sendiri.
Walaupun mungkin realisasi HAL9000 masih jauh dari kenyataan, banyak fungsi-fungsi yang
dimilikinya sudah terwujud. Beberapa komputer dapat menerima instruksi secara lisan dan
mampu meniru nalar manusia. Kemampuan untuk menterjemahkan bahasa asing juga menjadi
mungkin. Fasilitas ini tampak sederhana. Namun fasilitas tersebut menjadi jauh lebih rumit dari
yang diduga ketika programmer menyadari bahwa pengertian manusia sangat bergantung pada
konteks dan pengertian ketimbang sekadar menterjemahkan kata-kata secara langsung.
Banyak kemajuan di bidang desain komputer dan teknologi yang semakin memungkinkan
pembuatan komputer generasi kelima. Dua kemajuan rekayasa yang terutama adalah
kemampuan pemrosesan paralel, yang akan menggantikan model non Neumann. Model non
Neumann akan digantikan dengan sistem yang mampu mengkoordinasikan banyak CPU untuk
bekerja secara serempak. Kemajuan lain adalah teknologi superkonduktor yang memungkinkan
aliran elektrik tanpa ada hambatan apapun, yang nantinya dapat mempercepat kecepatan
informasi.

Jepang adalah negara yang terkenal dalam sosialisasi jargon dan proyek komputer generasi
kelima. Lembaga ICOT (Institute for new Computer Technology) juga dibentuk untuk
merealisasikannya. Banyak kabar yang menyatakan bahwa proyek ini telah gagal, namun
beberapa informasi lain bahwa keberhasilan proyek komputer generasi kelima ini akan
membawa perubahan baru paradigma komputerisasi di dunia.

Anda mungkin juga menyukai