Anda di halaman 1dari 14

Logika dan Argumentasi Hukum

LeDP
Jumat 5 Agustus 2022
Narasi non-fiksi tentang Hukum
Titik Berangkat
• Logika dari logos
• Argumentasi dari arguere latin yang artinya
memberikan menuduh, menyalahkan, dll.
Argumentasi kita artikan sebagai reasoning.
Alasan / dasar / narasi. Alasan berada
reasoning dari berada kita. Bentuknya bisa
narasi.
Logos
• Tentang Logos : Siapa yang memiliki logika dan
butuh berargumentasi : manusia sebagai
subjek. Butuh logos dan reasoning ini ketika
manusia lahir sebagai subjek dan menghadapi
dunianya secara sadar. Eksis atau berada.
Sebagai subjek ia sadar akan keberadaannya
dan ruang beradanya. Sebagai yuris kita
mengenali ada empat ruang berada.
Logos
No Ruang Berada Sistem Norma Otoritas

1. Etatis Peraturan Per-UU-an Negara

2. Etis Moral - Etika Diri – Self yang Sadar

3. Religius Norma Agama Tokoh agama

4. Kolektif / Komunitas Norma Adat - Kolektif Tokoh adat / Masyarakat


Reasoning
• Arguere yang kita pahami sebagai reasoning
dipahami dalam rangka penafsiran.
• Manusia menafsirkan dunianya, ruang
beradanya, dirinya di dalam ruang berada dan
yang dihadapinya, termasuk otoritas dan
norma yang mengaturnya)
• Bicara argumentasi bicara mengenai
penafsiran
Argumentasi Hukum
(Legal Reasoning)
• Argument a simili. Argumen yang menggunakan
analogi. Misalnya menyamakan sesuatu yang
imaterial dengan yang material.
• Argument a contrario. Argumen yang disusun dengan
menggunakan penafsiran yang berlawanan dari yang
telah ditetapkan.
– argumen semacam ini kerap digunakan untuk menjelaskan
arti sebuah pengaturan dalam pasal tertentu. Misalnya
pasal 1320 BW menetapkan syarat sahnya perjanjian.
Syarat kedua menyatakan “kecakapan untuk membuat
suatu perikatan”. Pasal 1330 BW kemudian menjelaskan
mereka yang tak cakap untuk membuat perjanjian-
perjanjian.
• Argumen a fortiori: “argument from the stronger
(scope)”
– argument a minori ad maius: a narrow inference is
given a wider scope
• Argumen ini disusun untuk memformulasikan larangan
(negative rule)
• if less is forbidden, then more is also forbidden (e.g., jika
melukai orang dilarang, maka membuhun orang juga
dilarang)
– a maiori ad minus: where a wide inference is given a
narrower scope.
• Argumen ini disusun untuk memformulasikan kebolehan
(positive rule)
• Contoh: if more is allowed, then less is allowed (Contoh: jika
membunuh orang karena bela diri dibolehkan, maka melukai
orang karena bela diri juga dibolehkan).
• Argumen per reductio ad absurdum
– Pembenaran sebuah argumen dengan menunjukkan
salahnya argumen yang bertentangan
– Negasi dari negasi adalah benar
• Argumen a rerum natura, i.e. “from the nature of
things”,
– Mengasumsikan bahwa secara hukum kita tidak bisa
memformulasikan sebuah statemen/keputusan yang
tidak bisa direalisasikan
– Lex neminem cogit ad impossibilia, i.e. A statute (law)
may not require anyone to do what is impossible
– Impossibilium nulla obligatio, i.e. An obligation to do
an impossible act is invalid
• Argumen a loco communi, i.e. “from common
places”,
– Penggunaan nilai-nilai dasar, aturan umum, atau
prinsip umum untuk memperkuat argumen
– Bersifat deduktif
• Argumen a loco specifici, i.e. “from special
places”
– Penggunaan topik khusus yang terkait kasus,
aturan dan prinsip hukum spesifik, atau preseden
untuk memperkuat argumen
– Bersifat analogis
• Argumen a cohaerentia, i.e. “coherence”
– Mengasumsikan bahwa diskursus hukum haruslah
koheren
– pernyataan yang berkontradiksi dengan pernyataan
yang telah diterima sebagai kebenaran atau telah
diterima oleh para pihak haruslah ditolak
• Argumen a completudine, i.e. “completeness”,
– Disdasarkan pada asumsi bahwa diskursus hukum
haruslah komplet
– Setiap pernyataan yang tidak lengkap (“argumentative
gap”), atau mengancam koherensi haruslah ditolak
• Argumen Teleologis
– Fokus pada tujuan dari diskursus hukum
– Argumen yang tidak sejalan dengan tujuan yang
diasumsikan telah dianggap benar atau telah diterima
ditolak
• Argumen sistematis. Mengasumsikan hukum
sebagai sistem yang sempurna. Dalam sistem
yang sempurna semua saling terkait dalam
keserasian membentuk satu sistem makna
yang utuh.
• Argumen historis: setiap diskursus terjadi
pada waktu tertentu dan didahului oleh sebab
tertentu. Argumen yang disusun dengan
melihat bagaimana sejarah pembentukan
norma.
• Argumen sosiologis. Mendasarkan pada yang
secara empiris dapat diverifikasi sebagai fakta.
• Argumen Ekonomi. Posner: hukum bertujuan
untuk meningkatkan social welfare atau
wealth maximization. Setiap orang akan
mempertimbangkan manfaat dari
perbuatannya dibandingkan dengan biaya dari
perbuatan tersebut.
Daftar Pustaka
• Methods of Legal Reasoning (Jerzy Stelmach
and Bartosz Brozek)
• Law, Truth, and Reason, a treatise on Legal
Argumentation (Raimo Siltala)
• Demystifying Legal Reasoning (Larry Alexander
and Emily Sherwin)
• On Law and Reason (Aleksander Peczenik)
• Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan
Induktif (R.G. Soekadijo)

Anda mungkin juga menyukai