Di
Oleh :
Reni Damayanti
Kelas XII IPA 3
SMAN 13 TAKALAR
Asal-Usul Candi Borobudur Beserta Misterinya
Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak
atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan
Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan
piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di
daerah dan negara manapun.
Sedangkan ketika dilihat dari udara, bentuk Candi Borobudur mirip dengan teratai. Teratai
memang salah satu dari simbol-simbol yang dipakai dalam penghormatan (puja) agama
Buddha, melambangkan kesucian, mengingatkan umat Buddha untuk senantiasa menjaga
pikiran dan hati tetap bersih meski berada di lingkungan yang tidak bersih.
Tahun 1930-an W.O.J. Nieuwenkamp pernah memberikan khayalan ilmiah terhadap Candi
Borobudur. Didukung penelitian geologi, Nieuwenkamp mengatakan bahwa Candi
Borobudur bukannya dimaksud sebagai bangunan stupa melainkan sebagai bunga teratai
yang mengapung di atas danau. Danau yang sekarang sudah kering sama sekali, dulu
meliputi sebagian dari daerah dataran Kedu yang terhampar di sekitar bukit Borobudur.
Foto udara daerah Kedu memang memberi kesan adanya danau yang amat luas di sekeliling
Candi Borobudur.
Menurut kitab-kitab kuno, sebuah candi didirikan di sekitar tempat bercengkeramanya para
dewa. Puncak dan lereng bukit, daerah kegiatan gunung berapi, dataran tinggi, tepian
sungai dan danau, dan pertemuan dua sungai dianggap menjadi lokasi yang baik untuk
pendirian sebuah candi.
Yang menarik dari Candi Borobudur adalah nama arsiteknya, yang bernama Gunadharma.
Tapi siapakah Gunadharma?
Tidak ada catatan sejarah mengenai tokoh bernama Gunadharma ini. Diperkirakan
Gunadharma merupakan simbol dari nama seseorang yang punya intelektual luar biasa. Ada
anggapan bahwa Candi Borobudur dibangun dengan bantuan 'makhluk lain'.
Bahan dasar penyusun Candi Borobudur adalah batuan yang mencapai ribuan meter kubik
jumlahnya. Sebuah batu beratnya ratusan kilogram. Hebatnya, untuk merekatkan batu tidak
digunakan semen. Antarbatu hanya saling dikaitkan, yakni batu atas-bawah, kiri-kanan, dan
belakang-depan. Bila dilihat dari udara, maka bentuk Candi Borobudur dan arca-arcanya
relatif simetris. Kehebatan lain, di dekat Candi Borobudur terdapat Candi Mendut dan Candi
Pawon. Ternyata Borobudur, Mendut, dan Pawon jika ditarik garis khayat, berada dalam
satu garis lurus.
Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang,
Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno,
keturunan Wangsa Syailendra.
Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa
Sansekerta berarti... kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur
yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara
menurut sumber lain berarti sebuah gunungyang berteras-teras (budhara), sementara
sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x
123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi
karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460
relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur
sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang
berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat.
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang
budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang
dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di
Eropa ini. Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa
(salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia
menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan
Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut “The
Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama
Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana
kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan
terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian
terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan
‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi,
kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi. Desa-desa sekitar Borobudur,
seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu,
puncak watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari
atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga
bangunan candi tersebut masih dapat dikunjungi.
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja.
Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta
potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan
batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-
dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu
rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter.
Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km.
Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10
berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah.
Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun
sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern,
nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan
Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu
nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan
berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang
ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di
Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur
akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah
stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko
Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa
kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di
India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan
kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.