Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Adhesive Capsulitis Bahu: Review patofisiologi dan


Tatalaksana Klinis Terkini

Oleh:
Tika Rizqi Nur Laela
2102612130

Pembimbing:
Dr. dr. I Gusti Ngurah Wien Aryana, Sp.OT (K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM ILMU ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan journal reading yang
berjudul “Adhesive Capsulitis Bahu: Review patofisiologi dan Tatalaksana
Klinis Terkini” ini dengan tepat waktu. Tugas ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Ilmu Orthopedi dan
Traumatologi, RSUP Sanglah/Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dalam
penulisan tugas ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, baik berupa informasi
maupun bimbingan moril. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. dr. I Wayan Suryanto Dusak, Sp.OT(K) selaku Ketua Departemen/KSM
Orthopaedi dan Traumatologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2. dr. Made Agus Maharjana, Sp. OT selaku koordinator pendidikan Dokter
Muda Departemen/KSM Ilmu Orthopedi dan Traumatologi FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
3. Dr. dr. I Gusti Ngurah Wien Aryana, Sp.OT (K) selaku pembimbing
sekaligus penguji tugas journal reading ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhir kata, penulis
mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bagi para
pembaca laporan ini.

Denpasar, 25 Juli 2022

Penulis
Adhesive Capsulitis Bahu: Review patofisiologi dan
Tatalaksana Klinis Terkini
Hai V. Le1, Stella J. Lee1, Ara Nazarian2 dan Edward K.Rodriguez1,2

1
Department of Orthopaedic Surgery, Beth Israel Deaconess Medical Center
(BIDMC), Boston, MA, USA
2
Center for Advanced Orthopaedic Studies, Beth Israel Deaconess Medical Center
(BIDMC), Boston, MA, USA

Abstrak: Adhesive capsulitis bahu atau arthrofibrosis mengambarkan proses


patologis dalam terbentuknya jaringan parut yang berlebih atau adhesi pada
sendi glenohumeral yang menyebabkan nyeri, kekakuan dan disfungsi. Kondisi
melemahkan ini dapat terjadi secara spontan (adhesive capsulitis primer atau
idiopatik) atau pasca operasi bahu atau trauma (adhesive capsulitis sekunder).
Disini, kami meninjau patofisiologi dari adhesive capsulitis bahu, mengamati
gambaran klinis, riwayat alamiah, faktor resiko, patoanatomi dan pathogenesis.
Menjelasskan perawatan non-operatif dan operatif untuk adhesive capsulitis,
dan disajikan studi berdasarkan bukti untuk mendukung dan membandingkan
terhadap setiap penatalaksanaan. Pada akhirnya, tinjauan ini juga memberikan
pemahaman terbaru pada profil ekspresi gen dari adhesive capsulitis dan
bagaimana pemahaman baru ini dapat membantu menyediakan terapi
farmakologis baru.

Kata kunci: Adhesive capsulitis, Arthofibrosis, Frozen shoulder, Shoulder


capsulitis, Shoulder pain, shoulder stiffness,.
Pendahuluan
Adhesive capsulitis bahu, atau arthofibrosis adalah proses patologis pada
tubuh yang membentuk jaringan parut yang berlebihan atau melekatnya sendi
glenohumeral, mengakibatkan kekakuan, nyeri dan disfungsi. 1,2 Nyeri kekakuan
pada bahu dapat mempengaruhi sktivitas hidup dehari-hari dan mengakibatkan
terganggunya kualitas hidup. Simon-Emmanuel Duplay diakui secara luas sebagai
dokter pertama yang mendeskripsikan patologi ini, yang disebut “scapulohumeral
periarthritis”. “Periarthritis” adalah sindrom bahu yang menyakitkan dan berbeda
dari arthritis dengan gambaran radiografi sendi pada umumnya. Earnest Codman
kemudian menciptakan istilah “frozen shoulder” pada 1934 untuk mendefinisikan
kelemahan pada gerakan bahu yang terjadi pada pasien dengan kondisi terebut. Dia
menjelaskan kondisi ini sebagai “kondisi yang sulit dijelaskan, sulit untuk diobati,
dan sulit untuk dijelaskan dalam segi patologi”. 3 Dalam sebuah studi histologi yang
diterbitkan pada 1945, Julius Neviaser mendefinisikan kembali kondisi ini sebagai
adhesive capsulitis, berdasarkan inflamasi dan perubahan fibrotic yang diamati
pada capsul atau bursa yang berdekatan.4
Adhesive capsulitis dapat terjadi secara primer atau sekunder. Primer (atau
idiopatik) adhesive capsulitis dapat terjadi secara spontan tanpa adanya trauma atau
pemicu tertentu. Adhesive capsulitis sekunder sering ditemukan pada kondisi pasca
fraktur dislokasi dari sendi glenohumeral atau trauma articular berat lainnya. 5
Kondisi ini dapat menjadi komplikasi yang berat pasca operasi bahu terbuka atau
operasi arthroscopic.6 Insiden adhesive capsulitis dalam populasi umum sekitar 3%
hingga 5% namun sebanyak 20% pada pasien dengan diabetes. Adhesive capsulitis
idiopatik sering melibatkan ekstrimitas yang tidak dominan, meskipun telah
dilaporkan 40% hingga 50% kasus dengan keterlibatan bilateral. 2 Adhesive
capsulitis sering dianggap sebagai kondisi yang dapat sembuh dengan sendirinya
dalam kurun waktu 1 hingga 3 tahun. Namun, berbagai penelitian telah menunjukan
bahwa antara 20% dan 50% pasien gejala terus berkembang dan berlangsung
lama.2,7-9 Dalam populasi pasien ini, tindakan non-operatif dan operatif diperlukan
guna memastikan hasil fungsional yang didapat pada akhir.
Diagnosis
Adhesive capsulitis bahu adalah diagnose klinis yang dibuat berdasarkan
riwayat medis dan pemeriksaan fisik serta diagnosis banding. Penyebab lain dari
nyeri pada bahu kaku harus disingkikan sebelum diagnosis adhesive capsulitis
ditegakkan termasuk septic arthritis, malposisi dari orthopaedi hardware, fraktur
malunion, rotator cuff patologi, arthrosis glenohumeral atau radikulopati servikal.
Secara klinis, pasien dengan kondisi ini biasanya datang pertama kali dengan
keluhan nyeri bahu disertai hilangnya secara bertahap gerak aktif dan pasif atau
range of motion (ROM) karena fibrosis kapsul sendi glenohumeral. 1 Boyle-Walker
dkk mengamati mayoritas pasien (90.6%) mengeluhkan mengalami nyeri bahu
sebelum kehilangan gerak pada bahu. Rotasi eksternal merupakan gerakan yang
pertama kali terpengaruh dalam pemeriksaan klinis, dengan hilangnya ROM yang
stabil dalam perkembangan penyakit. Nyeri umumnya memberat dengan gerakan
ekstrim, ketika kapsul yang berkontraksi diregangkan. ROM pasif menghilang pada
titik akhir gerakan yang menyakitkan, menunjukan terbatasnya mekanis gerak yang
berhubungan dengan rasa sakit.1

Studi pencitraan radiologi tidak diperlukan untuk mendiagnosis adhesive


capsulitis bahu namun membantu untuk menyingkirkan kasus lain penyebab dari
nyeri dan kaku pada bahu. Foto polos bahu dapat menunjukan osteopenia pada
pasien dengan adhesive capsulitis sekunder yang bekepanjangan dikarenakan tidak
digunakan (i.e disuse osteopenia).1 Magnetic resonance imaging (MRI) DAN
magnetic resonance angiography (MRA) dapat menunjukan penebalan jaringan
capsular dan pericapsular serta ruang sendi glenohumeral yang berkontraksi. 1
Megiardi dkk melaporkan bahwa temuan MRS dari ligamen coracohumeral (CHL)
dengan ketebalan ligament ≥ 4mm (95% sepesifitas, 59% sensitivitas) atau
ketebalan kapsul ≥ 7mm (86% spesifitas, 64% sensitivitas) dapat memabantu dalam
mendiagnosis adhesive capsulitis.11 Sonografi dinamis dapat menunjukan
ketebalan dari kapsul sendi dan gerakan geser terbatas dari tendon supraspinatus.12
Temuan ini berhubungan dengan visualisasi langsung intraoperative,
mendokumentasikan ketebalan primer interval rotator dan CHL. 13,14
Faktor Resiko

Faktor resiko adhesive capsulitis yaitu termasuk jenis kelamin,


perempuan, usia ≥ 40 tahun, trauma, HLA-B27 positif dan imobilisasi yang
berkepanjangan dari sendi glenohumeral. Diperkiran 70% pasien adhesive
capsulitis adalah wanita.15 Selain itu, pria tidak merespon pengobatan seperti
halnya wanita.16 Studi demografi menunjukan sebagian besar pasien dengan
adhesive capsulitis (84.4%) dengan rentang usia 40 tahun hingga 59 tahun. 10
Sebuah studi meta analisa oleh Prodromidis dan Charalambous kecenderungan
genetik pada adhesive capsulitis, kecenderungan yang lebih tinggi kondisi ini
pada pasien berkulit putih, pasien dengan riwayat keluarga dengan kondisi
serupa, dan pasien dengan HLA-B27 positif.17
Adhesive capsulitis dikaitkan dengan diabetes, penyakit tiroid, penyakit
serebrovaskular, penyakit arteri coroner, penyakit autoimun dan penyakit
dupuytren.3,18 Pasien diabetes tipe I dan tipe II memiliki peningkatan resiko
terjadinya adhesive capsulitis, dengan prevalensi masing-masing 10.3% dan
22.4%.19 Pasien diabetes denganadhesive capsulitis memiliki dampak
fungsional yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien non-diabetes.16
Sebuah studi berbasis populasi nasional oleh Huang dkk menunjukan bahwa
dibandingkan dengan populasi umum pasien dengan hipertiroidisme memiliki
resiko 1.22 kali untuk terjadinya adhesive capsulitis. Pasien dengan penyakit
serebrovaskular, terutama yang dirawat dengan pembedahan perdarahan
subarachnoid lebih rentan untuk terjadinya adhesive capsulitis bah ; dalam satu
studi prospektif dari populasi yang berisiko tinggi ini, 23 dari 91 pasien (25.3%)
rentan terjadi adhesive capsulitis dalam kurun waktu 6 bulan.21 Smith dkk
menunjukan bahwa penyakit dupuytren ditemukan sebanyak 52% pasien (30
dari 58) dengan adhesive capsulitis. Meskipun prevalensi adhesive capsulitis
lebih tinggi pada pasien dengan kondisi terkait yang telah disebutkan diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk menentukan mengapa terjadi hubungan tersebut. 22
Perjalanan Alamiah
Neviaser dan Neviaser memecahkan perkembangan penyakit adhesive
capsulitis menjadi empat tahap berdasarkan presentasi klinis dan penampilan
artroskopi. Pada tahap I, pasien datang dengan keluhan utama nyeri bahu terutama
pada malam hari, meskipun merika telah mengurangi gerakan. Secara artroskopi,
terdapat synovitis tanpa adhesi atau kontraktur. Pada tahap II, pasien mulai
mengalami kekakuan. Sinovitis diamati pada srtroskopi ditemukan hilangnya
lipatan aksila dan ditemukan pembentukan adhesi awal dan kontraktur kapsul.
Tahap III ditandai dengan hilangnya ROM secara keseluruhan dan nyerasi ketika
gerakan ekstrem. Selama tahap ini dikenal juga sebagai tahap pematangan,
synovitis teratasi namun lipatan aksila menghilang sebagai akibat dari adhesi yang
signifikan. Pada tahap IV atau tahap kronis terjadi kekakuan yang persisten namun
nyeri minimal dikarenakan sinovitis telah sembuh. Nyeri yang terkontrol pada
pasien akan menunjukan perbaikan lambat dalam mobilitas bahu. Adhesi lanjut dan
pembatasan ruang sendi glenohumeral dapat diamati secara artroskopik.
Histologi pada tahap 1 ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi synovium,
Tahap II poliferasi synovial dan Tahap III jaringan kolagen padat di dalam kapsul. 1
Hal ini mendukung teori inflamasi menyebabkan fibrosis reaktif.
Adhesive capsulitis sering dianggap sebagai penyakit yang dapat sembuh
dengan sendirinya dalam kurun waktu 1 tahun hingga 3 tahun. Naviaser’s classical
stages dari adhesive capsulitis diklasifikasi menjadi “fase nyer”, “fase kaku”, dan
“fase pencairan”, yang menunjukan kondisi ini dapat dapat sembuh secara spontan,
namun seperti yang disebutkan sebelumnya sekitar 20% hingga 50% pasien
mungkin memiliki gejala yang bertahan lama, 2 Membuat intervensi non-operatif
dan operatif diperlukan.

Patoanatomi
Kontraktur kapsul glenohumeral adalah ciri khas dari adhesive capsulitis.
Temuan termasuk hilangnya lapisan kapsul synovial, adhesi aksila dengan dirinya
sendiri dan ke leher humerus, dan penuruanan volume kapsul secara keseluruhan. 1
Secara khusus, interval rotator yang menebal dan fibrotic, struktur yang sangat
penting untuk stabilisasi sendi glenohumeral dekaitkan dengan adhesive
capsulitis.24 Interval rotator dibatasi oleh tendon supraspinatus superior, tendon
subscapularis inferior, ligament transhumeral lateral dan prosess coracoid medial.
Interval rotator berisi CHL, tendon biseps dan kapsul glenohumeral. CHL yang
kontraksi dianggap sebagai temuan penting dalam adhesive capsulitis. Ligamentum
CHL ditempatkan dibawah tekanan dengan rotasi maksimal,25 oleh karena itu, hal
ini adalah target utama pengobatan operatif adhesive capsulitis. Pasien dengan
adhesive capsulitis memiliki ligament CHL yang lebih kaku pada bahu yang
terkena dibandingkan dengan yang tidak terkena diukur dengan shear-wave
elastography.26 Studi MRA dan MRI menjelaskan bahwa CHL juga menebal (4.2
11,27
mm versus 2.7 mm) pada pasien dengan adhesive capsulitis. Kapsul pada
rotator lebih tebal (7.1 mm versus 4.5 mm) dan volume reses aksila lebih kecil )0.35
ml versus 0.88 ml) dibandingkan dengan control.11

Patogenesis
Adhesive capsulitis yang telah lama dianggap sebagai gangguan fibrotik
utama yang mirip dengan penyakit Dupuytren karena histopatologi spesimen yang
menunjukan fibrolas yang bercampur dengan kolagen tipe I dan tipe II. 28 Fibroblas
ini diamati berubah menjadi fenotip otot polos (miofibroblas) yang dianggap
bertanggung jawab atas kontraktur kapsul. Terdapat perubahan tingkat matrix
metalloprotenases (MMPS) yang terlibat dalam remodeling jaringan parut,
misalnya MMP-14 diekspresikan pada pasien control tetapi tidak sama sekali pada
pasien dengan adhesive capsulitis.29 MMP-14 adalah activator MMP-2 terlibat
dalam degradasi kolagen dan dapat mengakibatkan produksi kolagen yang berlebih
dibandingan dengan kerusakan. Ekspresi MMP-1 dan MMP-2 menurun pada pasien
dengan adhesive capsulitis; pada saat yang sama ekspresi penghambat jaringan
metalloproteinase (TIMPS) seperti TIMP-1 dan TIMP-2 meningkat.30 Temuan ini
mendukung gagasan bahwa adhesive capsulitis adalah hasil dari
ketidakseimbangan antara degradasi jaringan matriks ekstraseluler, remodeling dan
regenerasi. Terapi kedepannya dapat secara langsung mengahambat fibrogenesis
atau mendorong remodeling jaringan fibrotik.
Saat ini secara umum bahwa perkembangan adhesive capsulitis melibatkan
proses inflamasi dan fibrotic. Penelitian ini menunjukan peningkatan sitokin
inflamasi termasuk interleukin (IL)-1α, IL-1β, faktor nekrosis tumor (TNF)-α,
cyclooxygenase (COX)-1 dan COX-2 pada jaringan kapsuler dan bursal pasien
dengan adhesive capsulitis dibandingkan dengan kontrol.31 Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa adhesive capsulitis merupakan proses inflamasi yang akhirnya
mengarah pada perubahan fibrotic. Hampir semua sampel yang diperoleh dari
rotator interval pasien dengan adhesive capsulitis mengandung sel inflamasi,
termasuk sel T, sel B, makrofag dan sel mast. 32 Sel mast diketahui mengatur
proliferasi fibroblasin vivo dan dapat bertindak sebagai perantara antara proses
inflamasi dan proses fibrotic berikutnya.
Studi terbaru menghubungkan pathogenesis molekuler dengan faktor resiko
yang diketahui dan kerentanan genetic adhesive capsulitis. Studi analisa sitogenetik
telah menguungkapkan peningkatan fibrogenik (MMP-3) serta sitokin inflmasi(IL-
6) pada pasien dengan adhesive capsulitis.33 Ling dkk menemukan bahwa
polimorfisme tunggal peptide (SNP) spesifik dari IL-6 (rs1800796 SNP) dan MMP
(rs650108 SNP) dikaitkan dengan tingkat keparahan dan kerentanan kekakuan bahu
setelah perbaikan rotator cuff menunjukan kecenderungan genetic untuk adhesive
capsulitis sekunder.34
Kim dkk melaporkan bahwa intercellular adhesrion molecule-1 (ICAM-1),
protein transmembrane pada sel endotel dan leukosit yang memfasilitasi
transmigrasi endotel leukosit, meningkat pada jaringan kapsuler, cairan synovial
dan serum pasien dengan adhesive capsulitis. Menariknya, tingkat ICAM-1 juga
meningkat pada diabetes mellitus. Pengamatan ini memberikan hubungan
molekuler potensial antara dua kondisi. 35 Raykha dkk melaporkan peningkatan
ekspresi dari IGF-2 dan β-catenin pada penyakit Dupuytren dan adhesive capsulitis.
Molekul lain yang telah terbukti meningkat pada jaringan lokal yang diporel
dari adhesi bahu termasuk mitogen-actiates protein kinases (ERK dan JNK), NF-
kappa B, CD29 (β-1 intergrin) dan VEGF.37 Penanda untuk pembulu darah (CD34
dan saraf reseptor faktor pertumbuhan saraf p75, protein terkait pertumbuhan 43
(GAPA43), produl gen protein 9.5 (PGP9.5) juga meningkat. Hal ini menunjukan
kesimpulan bahwa baik neoangiogenesis dan neoinnervasi terjadi pada adhesive
capsulitis, dan proses terakhir dapat menjelaskan mengapa adhesive capsulitis
sangat menyakitkan.38 Salah satu faktor pertumbuhan yang terlibat dalam adhesive
capsulitis adalah TGF- β.39 Watson dkk menunjukan bahwa ekspresi berlebihan dari
TGF- β1 menggunakan adenovirus vector pada sendi lutut tikus mengarah pada
peningkatan adhesive capsulitis dini dalam 5 hari.40

Manajemen Non-operatif
Tujuan pengobatan adhesive capsulitis adalah untuk mengembalikan bahu
tanpa rasa sakit dan sendi yang fungsional.41,42 Dikarenakan beberpa pasien dengan
adhesive capsulitis membaik secara spontan sehingga pengobatan sangat bervariasi
dari pengabaian hingga invasif open kapsulotomi. Tidak ada algoritma pengobatan
secara universal, sehingga pengobatan pada pasien harus spesifik.

Terapi Fisik
Pasien dengan adhesive capsulitis tahap awal terapi fisik merupakan
pengobatan lini pertama. Secara umum, terapi fifik secara bersamaan
dikombinasikan dengan modalitas pengobatan lain, studi Cochrane
menyimpulkan bahwa ada sedikit bukti yang menduduk terapi fisik dalam
pengobatan adhesive capsulitis.43 Meskipun mobilisasi dini dengan terapi
fisik dianjurkan tekniknya adakah (terapi lembut dan terapi agresif dengan
batas nyeri) dan frekuensi terapi tetap kontroversial. Diercks dan Stevens
melaporkan bahwa hanya 63% pasien menjalani terapi fisik intensif
menunjukan peningkatan fungsi bahu apabila dibandingkan dengan 90%
yang melakukan pendulum dan latihan ringan. 44 Di sisi lain Vermeulen dkk
tidak menunjukan perbedaan antara teknik mobilisasi lembut (tingkat
rendah) dan agresif (tingkat tinggi).45 Banyak dokter yang tidak
merekomendasikan terapi fisik hingga pasien berada difase I atau fase nyeri
dari adhesive capsulitis, ketika mobilisasi diawasi atau diarahkan sendiri
akan menjadi lebih dapat ditoleransi. Dalam studi prospektif tidak acak,
Griggs dkk mendokumentasikan hasil pada 90% pasien (64 dari 75) dengan
adhesive capsulitis bahu fase II yang menjalani program pelatihan
peregangan hanya 7% pasien (5 dari 75) memerlukan intervensi bedah.
Latihan mandiri dirumah telah terbukti sama efektifnya atau bahkan lebih
unggul daripada latihan peregangan yang diawasi. 46,47 Teknik mobiliasasi
posterior glide dianggap memberikan rotasi eksternal yang lebih baik
dibandingkan dengan teknik yang di arahkan ke anterior. 48 Terapi fisik dapat
dikombinasikan dengan terapi ultrasonic, transcutaneous electrical nerve
stimulation, short-wave therapy, low laser therapy dan hidrotherapy.
Modalitas pengobatan yang lebih agresif harus digunakan dalam kasus
refraktar setelah 4 bulan terapi fisik karena pasien tersebut cenderung gagal
dalam pengobatan non operatif.49

Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi termasuk obat non-steroid anti-inflammatory
(NSAIDs) dan kortikosteroid sistemik atau intra-artikular memberikan
terapi simptomatik dan berfungsi sebagai tambahan untuk terapi fisik.
Ekspresi COX-1 dan COX-2 meningkat pada jaringan kapsuler dan bursal
pasien dengan adhesive capsulitis.31 dan agen anti-inflamasi ini
menargetkan sinovitis sebagai sumber rasa sakit. Manajemen nyeri adalah
hal utama sehingga pasien dapat mentoleransi terapi fisik sehingga
meningkatkan ROM. Terdapat beberapa penelitian yang mengevaluasi
efektivitas NSAID untuk mengobatan adhesive capsulitis. NSAID umunya
direkomdasikan menghilangkan nyeri jangka pendek selama tahap
inflamasi awal adhesive capsulitis.3,50 Rhind dkk melakukan studi
membandingkan efektivitas naproxen dengan indometasin dalam
pengobatan adhesive capsulitis. Pasien pada kedua kelompok menunjukan
peningkatan dalam meredakan nyeri namun tidak ada perbaikan dalam
mobilitas bahu, Selain itu 70% (14 dari 20) pasien yang memakai naproxen
dan 76% (16 dari 21) pasien yang memakai indometasin melaporakan efak
samping, paling sering mual dan sakit kepala. 51
Empat uji coba terkontrol secara acak (RCT) telah diterbitkan,
mengevaluasi efektivitas kortikosteroid oral dalam pengobatan adhesive
capsulitis.52-55 Pengikat dkk membandingkan kelompok perlakuan (10 mg
prednison setiap hari selama 4 minggu, diikuti oleh 5 mg selama 2 minggu)
dengan kelompok tanpa perlakuan. Semua pasien diminta untuk melakukan
latihan pendulum di rumah. Satu-satunya perbedaan yang signifikan secara
statistic antara kedua kelompok adalah nyeri di malam hari, meskipun ini
hanya berlangsung singkat. Tidak ada perbedaaan nyeri dengan gerakan,
nyeri saat istirahat atau ROM.54 Buchbinder dkk menggunakan dosis
prednisone yang lebih tinggi dalam durasi yang lebih pendek (30mg
prednisolone setiap hari selama 3 minggu) dan menunjukan peningkatan
nyeri yang lebih besar pada 3 minggu dibandingkan dengan kelompok
placebo. Peningkatan kecacatan, ROM dan skor peserta juga signifikan
secara statistic; namun perbaikan ini tidak bertahan lebih dari 6 minggu.
Menariknya pada 12 minggu kelompok plasbo cenderng lebih baik dari
pengobatan kelompok, yang dikaitkan dengan gejala rebound setelah
penghentian prednisolon.55

Injeksi Kortikosteroid Instra-artikular


Injeksi kortikosteroid telah diamati dan memberikan perbaikan
gejala yang lebih cepat dan unggul dibandingkan dengan pengobatan steroid
oral.56,57 Injeksi steroid intra-artikular menurunkan fibromatosis dan
miofibroblas di perekatan bahu.58 Bulgen dkk melaporkan bahwa injeksi
metilprednisolon intra-artikular meningkatkan rasa sakit dan ROM yang
lebih cepat dibandingkan dengan fisioterapi, terapi es, dan tanpa
pengobatan.59 Van der Windt dkk mengamati bahwa 77% pasien (40 dari
52) yang diobati dengan satu hingga 3 suntikan intra-artikular 40 mg
triamcinolone acetonide telah meningkatkan skor nyeri dan disabilitas bahu
dibandingkan dengan hanya 46% (26 dari 56) pada pasien yang diobati
dengan fisioterapi (dua kali seminggu dalam 6 minggu). Efek samping lebih
sering dilaporkan pada wanita, termasuk kemerahan pada wajah dan siklus
menstruasi yang tidak teratur.60 Baru-baru ini Ryans dkk menerbitkan studi
RCT yang menunjukan bahwa injeksi intra-artikular 20 mg triamcinolone
menyebabkan peningkatan kecacatan global pada 6 minggu sedangkan
terapi fisik meningkatkan rotasi eksternal pasif dalam 6 minggu.
Menariknya, kelompok yang menerima injeksi triamsinolon dan terapi fisik
standar tidak memiliki manfaat gabungan dari kedua modalitas pengobatan
(atau efek interaksi). Pada 16 minggu, semua kelompok memilik perbaikan
yang sama dalam semua ukuran hasil. 61

Injeksi Sodium Hyaluronate Intra-articular


Sodium hyaluronate adalah polisakarida tidak bercabang yang
dianggap sebagai condro-protective 62 dan telah terbukti memberikan hasil
yang setara dengan injeksi kortikosteroid intra-artikuler.18 Secara
farmakologis hialuronat memiliki efek “metabolik pada tulang rawan
artiukular, jaringan synovial, dan cairan sinovail.” 62
Selain itu
menggunakan MRI dinamis yang ditingkatkan denan Gd-DTPA. Tamai dkk
menunjukan bahwa injeksi hialuronat menyebabkan koefisien peningkatan
yang lebih rendah (pengukuran sinovitis) di sinovium pasien dengan
adhesive capsulitis. Sebuah tinjaun sistematis oleh Harris dkk yang
mencakup empat studi tingkat I dan tiga tingkat IV menyimpulan bahwa
injeksi natrium hialuronat mengarah pada peningkatan ROM, skor konstan,
dan nyeri pada tindak lanjut jangka pendek. Selain itum hyaluronate
ditemukan aman tanpa komplikasi oleh Rovetta dan Monteforte bahwa
injeksi gabungan 20mg triamcinolone acetonide dengan terapi fisioterai
menghasilkan perbaikan yang lebih baik dalam nyeri bahu dan gerakan
sendi dibandingkan dengan injeksi triamcinolone dengan fisioterapi.

Suprascapular Nerve Block


Blok saraf supraskapular (SSNB) dapat dilakukan dirumah sakit
atau kantor untuk memberikan pereda nyeri sementara untuk memfasilitasi
mobilisasi. Saraf supraskapular memberikan serat sensorik sekitar 70% dari
sendi glenohumeral.65 Sebuar RCT double-blinded oleh Dahan dkk
menyimpulkan bahwa pasien yang menerima tiga SSNB bupivakain
berturut-turut mengalami peningkatan nyeri jangka pendek tetapi tidak pada
fungsi bahu dibandingkan dengan psaien yang menerima suntikan placebo
pada follow-up 1 bulan.66 Dalam penelitian RCT lain, SSNB (9,5Ml 0,5%
bupivacaine, 20mg triamcinolone) memberikan control nyeri yang lebih
besar dan peningkatan ROM pada follow-up 3 bulan dibandingkan dengan
injeksi kortikosterois intra-artikular (20mg triamcinolone).67 Baru-baru ini ,
Ozkan dkk melaporkan bahwa SSNB adalah pilihan terapi yang layak untuk
pasien dengan adhesive capsulitis yang refrakter terhadap injeksi steroid
intra-artikular.65 Menggunakan elektromiografi untuk memandu SSNB
lebih unggul daripada SSNB dengan meraba landmark anatomis.68

Hidrodilatasi
Hidrodilatasi atau dikenal sebagai artrografi distensi atau brisement
menggambarkan proses di mana distensi kapsul dicapai dengan injeksi
udara atau cairan di bawah fluoroskopi dan anestesi lokal untuk
meregangkan kapsul yang berkontraksi dengan demikian volume
intrakapsular meningkat.69,70 Dalam RCT tingkat II oleh Quraishi dkk
peningkatan skor Konstan dan skala analog visual (VAS) skor nyeri diamati
pada kelompok hidrodilatasi dibandingkan dengan manipulasi di bawah
anestesi (MUA) ditambah kelompok triamsinolon intra-artikular dan tidak
ada perbedaan ROM antara kedua kelompok.71 Hidrodilatasi dengan normal
saline dan kortikosteroid (40mg methylprednisolone acetate) memberikan
peningkatan rasa sakit, rentang gerak aktif, ukuran kecacatan spesifik bahu
dan ukuran preferensi pasien dibandingkan dengan plasebo (arthrogram)
pada 3 minggu.72 Dalam ulasan Cochrane oleh Buchbinder dkk yang
mencakup lima uji klinis, disimpulkan bahwa hidrodilatasi dengan steroid
dan saline dapat meningkatkan rasa sakit pada 3 minggu dan kecacatan
hingga 12 minggu; namun, mungkin tidak ada perbedaan rasa sakit dan
kecacatan dibandingkan dengan injeksi steroid saja. 73

Terapi Non-operatif Lainnya


Krioterapi seluruh tubuh (WBC) melibatkan pemaparan tubuh tanpa
pakaian di ruang yang bersirkulasi udara sangat dingin dipertahankan antara
-110 C hingga -140 C selama 2 menit sampai 3 menit. WBC diasumsikan
memberikan efek antiinflamasi dan analgesik pada tubuh. Ma dkk
membandingkan terapi fisik saja dengan terapi fisik dengan WBC, mencatat
bahwa kelompok yang menerima terapi fisik dengan WBC menunjukkan
peningkatan yang lebih tinggi dalam VAS, ROM aktif (fleksi, abduksi,
rotasi internal dan rotasi eksternal) dan skor fungsional yang dinilai sendiri
menggunakan Formulir Penilaian Bahu Standar Ahli Bedah Bahu dan Siku
Amerika.74 Joo dkk melaporkan percobaan terkontrol prospektif mereka
mengevaluasi efek pemberian intra-artikular toksin botulinum tipe A
(BoNT-A) dibandingkan dengan triamcinolone intra-artikular pada pasien
dengan adhesive capsulitis. Kedua kelompok memiliki peningkatan yang
signifikan dari awal dengan rasa sakit dan ROM, meskipun tidak ada
perbedaan antara kedua kelompok studi. BoNT-A lebih mahal tetapi
memungkinkan pasien untuk menghindari efek samping yang diinduksi
steroid.75

Manajemen Operatif
Pilihan bedah untuk pengobatan adhesive capsulitis bahu umumnya
disediakan untuk pasien dengan gejala persisten yang refrakter terhadap manajemen
konservatif. Pilihan ini termasuk MUA dan arthroscopic atau kapsulotomi terbuka.

Manipulasi di Bawah Anestesi


MUA bergantung pada mobilisasi agresif sendi bahu dalam
pengaturan yang terkontrol di luar ambang nyeri normal untuk merobek
perlengketan dan meregangkan kapsul yang berkontraksi. Sering dianggap
sebagai prosedur yang aman, telah dilaporkan insiden hemarthrosis,
robekan kapsular, pelepasan labral, lesi SLAP (superior labral anterior dan
3,76,77
posterior), dan fraktur humerus atau glenoid setelah MUA. Selain itu,
efektivitas MUA masih menjadi topik perdebatan. Melzer dkk Mengamati
bahwa pasien yang menerima farmakoterapi dan fisioterapi lebih baik dari
pada pasien yang menjalani MUA dalam hal penilaian pribadi subjektif dan
ROM. Di sisi lain, Placzek et al berpendapat bahwa MUA adalah pilihan
pengobatan yang layak untuk adhesive capsulitis menunjukan peningkatan
ROM pasif dan skor nyeri VAS setelah manipulasi translasi sendi
glenohumeral di bawah blok pleksus brakialis. 79 MUA sendiri menghasilkan
peningkatan yang setara dalam mobilitas dan nyeri dibandingkan dengan
MUA dengan injeksi steroid intra-artikular [1 mL betametason (6mg/mL)
dan 4mL lidokain (10mg/mL)].80 Dalam satu RCT, MUA dengan latihan di
rumah memberikan hasil yang sebanding dengan latihan di rumah saja. 81
MUA telah terbukti kurang efektif pada pasien diabetes dengan adhesive
capsulitis bahu.82

Arthroscopic Capsulotom
Pelepasan kapsul arthroscopic adalah metode yang efektif dan aman
untuk pengobatan adhesive shoulder capsulitis. 83–85 Arthroscopic
capsulotomy memiliki dua keuntungan utama yaoitu pertama, artroskopi
mengkonfirmasi diagnosis dan mengesampingkan penyebab potensial lain
dari bahu kaku yang menyakitkan. Kedua, dibandingkan dengan MUA dan
hidrodilatasi, ini memungkinkan visualisasi langsung dari CHL yang
diperketat, interval rotator yang menebal dan kapsul yang dikontrak untuk
memastikan pelepasan yang memadai. Kapsulotomi arthroscopic standar
adalah pelepasan kapsul anteroinferior. Kegunaan pelepasan kapsul
posterior (atau pelepasan kapsuler diperpanjang) dan masih
kontroversial.86–88
Smith dkk menemukan bahwa 50% dan 80% pasien mengalami
pereda nyeri yang baik dalam waktu 1 dan 6 minggu setelah pelepasan
kapsul arthroscopic.89 Rata-rata, dibutuhkan 16 hari untuk mencapai
hilangnya rasa sakit yang baik, dari skor VAS 6,6 menjadi 1. Dari 136
pasien dalam penelitian tersebut, hanya satu pasien yang mengalami infeksi
tempat operasi yang diobati dengan antibiotik oral. 89 Dalam seri mereka, Le
Lievre dan Murrell mengamati bahwa semua 43 pasien mengalami
peningkatan dalam frekuensi dan keparahan nyeri, fungsi bahu dan ROM
pada tindak lanjut jangka panjang 7 tahun.90 Pasien yang cenderung lebih
buruk dengan pelepasan kapsul arthroscopic adalah perempuan > 50 tahun
dan memiliki diabetes mellitus tipe 2. 91 Pasien diabetes dengan adhesive
capsulitis memang menunjukkan peningkatan fungsi bahu yang diukur
dengan skor Konstan yang dimodifikasi setelah pelepasan kapsul
artroskopik, meskipun hasilnya tidak sebaik dibandingkan dengan pasien
nondiabetes.92,93 Pada 1 tahun, kekambuhan dapat terjadi hingga 11%
setelah pelepasan kapsul arthroscopic. 83
Adhesive capsulitis pasca operasi adalah komplikasi yang ditakuti
setelah operasi artroskopi atau operasi bahu terbuka, termasuk prosedur
kapsulotomi. Ada keseimbangan yang baik antara imobilisasi untuk
memungkinkan penyembuhan konstruksi bedah, fraktur atau jaringan lunak
di sekitarnya pada saat yang sama dengan mempromosikan mobilisasi dini
untuk mencegah artrofibrosis. Beberapa ahli bedah berpendapat bahwa
pengobatan terbaik untuk adhesive capsulitis adalah pencegahan dengan
memberikan manajemen nyeri pasca operasi yang memadai untuk
memungkinkan pasien melakukan terapi fisik dengan nyaman. Yamaguchi
dkk menempatkan kateter nyeri bupivacaine intra-artikular setelah
pelepasan kapsul arthroscopic mereka. 94 Disimpulkan bahwa analgesia
intraartikular pascaoperasi memberikan pereda nyeri pascaoperasi yang
signifikan secara statistik dan pemulihan ROM bahu yang hampir
sempurna, dengan rata-rata tindak lanjut 22,4 bulan.94 Demikian juga,
analgesia pasca operasi juga dapat dicapai melalui infus epidural serviks95
atau blok interscalene setelah pelepasan arthroscopic. 96,97

Open capsulotomy
Open capsulotomy jarang dilakukan untuk adhesive capsulitis bahu
karena pelepasan kapsul arthroscopic menghasilkan luka bedah yang lebih
kecil dan pemulihan pasca operasi yang lebih singkat. Prosedur terbuka
tetap menjadi pilihan ketika pelepasan kapsul arthroscopic telah gagal
dalam meningkatkan rasa sakit dan ROM untuk adhesive capsulitis.
Pelepasan interval CHL dan rotator telah ditemukan untuk mengembalikan
gerakan dan meningkatkan rasa sakit.13 Dalam rangkaian 25 pasien mereka
yang gagal MUA, Omari dan Bunker14 dilakukan pelepasan terbuka kapsul
dan mencatat peningkatan nyeri dan fungsi dengan tindak lanjut rata-rata
19,52 bulan.
Future Theapies
Saat ini kami terus mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang
patofisiologi adhesive capsulitis dan minat yang sama dalam
mengembangkan intervensi terapeutik non-operatif baru untuk mengobati
kondisi yang melemahkan ini.
Salah satu tema yang berulang dalam kedokteran adalah
menerapkan pengobatan yang berhasil dari satu penyakit ke penyakit lain
yang memiliki patofisiologi yang sama. Kolagenase adalah enzim yang
diisolasi dari bakteri Clostridium histylyticumdan memecah ikatan peptida
dalam kolagen. Kolagenase telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan dua gangguan jaringan fibrotik,
penyakit Dupuytren dan penyakit Peyronie, dengan hasil fungsional yang
baik. Seperti diilustrasikan sebelumnya, capsulitis perekat sangat mirip
dengan penyakit Dupuytren, baik secara histologis maupun molekuler.
Meskipun kolagenase telah disetujui FDA untuk digunakan di Dupuytren
sejak 2010, hanya baru-baru ini ada penelitian yang menyelidiki
kemanjuran penggunaan injeksi kolagenase di luar label pada pasien dengan
adhesive capsulitis bahu dan hal dikenal sebagai kapsulotomi enzimatik.
Dalam RCT double-blind fase 2 terkontrol plasebo, Badalamente dan Wang
melaporkan bahwa injeksi kolagenase ekstraartikular ke dalam kapsul bahu
anterior (di tengah antara alur bicipital dan coracoid pada rotasi eksternal
maksimal) menghasilkan peningkatan skor fungsional, gerakan bahu, dan
nyeri dibandingkan dengan injeksi plasebo (0,9% saline/2mM CaCl2). 98
Pasien juga mendapat manfaat dari suntikan berikutnya. Perbaikan
dipertahankan pada tindak lanjut 1,8 tahun. Efek samping termasuk nyeri
tekan dan ekimosis di tempat suntikan, yang sembuh antara 7 dan 14 hari.98
MRI diperoleh 3 bulan setelah injeksi kolagenase menunjukkan tidak ada
cedera klinis yang signifikan pada rotator cuff atau struktur sekitarnya. 99
Meskipun penggunaan agen anti-TNF pada gangguan autoimun dan
inflamasi dijelaskan dengan baik, penerapannya dalam pengobatan adhesive
capsulitis belum dipelajari dengan baik. Dalam satu studi percontohan acak,
Schydlowsky dkk menunjukkan tidak ada kemanjuran injeksi subkutan
adalimumab dalam pengobatan capsulitis bahu perekat.100
Meskipun baik terapi kolagenase maupun adalimumab tidak terbukti
untuk pengobatan adhesive capsulitis, generasi berikutnya dari terapi non-
operatif harus terus secara khusus menargetkan langkah-langkah kunci
dalam patofisiologi penyakit ini, baik proses inflamasi atau fibrotik. Salah
satu model hewan yang dikembangkan oleh Kanno et al menunjukkan
bahwa imobilisasi bahu pada tikus melalui fiksasi internal menyebabkan
hilangnya ROM padaex vivopengujian 10 dan Liu et al menunjukkan bahwa
imobilisasi plester bahu pada tikus menghasilkan adhesi kapsul dan
akumulasi kolagen di dalam kapsul. 102 Baru-baru ini, model fiksasi internal
capsulitis perekat pada tikus telah terbukti menghasilkanin vivoperubahan
kinematik.103 Model hewan ini, yang memungkinkan pengukuran
fungsional jangka panjang, harus membuka jalan bagi pengujian terapi
farmakologis baru.

Kesimpulan
Adhesive capsulitis bahu tetap menjadi masalah klinis yang belum
terselesaikan. Tidak ada protokol pengobatan saat ini yang efektif secara universal,
dan ada kebutuhan yang kuat untuk penelitian lebih lanjut dan pengembangan
strategi pengobatan yang lebih efektif. Morbiditas dari kondisi ini memiliki biaya
individu dan sosial yang signifikan, dan kecacatan selalu bertahan lama, jika tidak
permanen. Ada beberapa model hewan yang divalidasi, dan kemajuan penelitian
berjalan lambat. Perkembangan terbaru dari studi hewan baru yang divalidasi harus
mengarah pada pengembangan terapi baru. Perawatan baru untuk adhesive
capsulitis jika dikembangkan juga dapat berfungsi untuk mengatasi etiologi
artrofibrosis lainnya.
Referensi
1. Neviaser AS dan Neviaser RJ. Capsulitis perekat bahu.J Am Acad Orthop
Surg2011; 19: 536–542.
2. Manske RC dan Prohaska D. Diagnosis dan manajemen capsulitis
perekat.Curr Rev Musculoskelet Med2008; 1: 180–189
3. D'Orsi GM, Via AG, Frizziero A, dkk. Pengobatan capsulitis perekat:
ulasan.Otot Ligamen Tendon J2012; 2: 70–78.
4. Neviaser JS. Capsulitis perekat bahu: studi tentang temuan patologis pada
periarthritis bahu. Bedah Sendi Tulang J1945; 27: 211–222.
5. McAlister I dan Sems SA. Arthrofibrosis setelah fiksasi fraktur
periartikular.Orthop Clin N Am2016; 47: 345–355.
6. Bailie DS, Linas PJ dan Ellenbecker TS. Artroplasti pelapisan kembali
humerus tanpa semen pada pasien aktif berusia kurang dari lima puluh
lima tahun.Bedah Sendi Tulang J Am 2008; 90: 110–117
7. Pengikat AI, Bulgen DY, Hazleman BL, dkk. Bahu beku: studi prospektif
jangka panjang.Ann Rheum Diso1984; 43: 361– 364.
8. Schaffer B, Tibone JE dan Kerlan RK. Bahu beku: tindak lanjut jangka
panjang.Bedah Sendi Tulang J Am1992; 74: 738–756.
9. Tangan C, Clipsham K, Reese JL, dkk. Hasil jangka panjang dari bahu
beku.J Shoulder Elbow Surg2008; 17: 231–236.
10. Boyle-Walker KL, Gabard DL, Bietsch E, dkk. Profil pasien dengan
capsulitis perekat.J Tangan Ada1997; 10: 222–228.
11. Mengiardi B, Pfirrmann CW, Gerber C, dkk. Bahu beku: Temuan
artrografi MR.Radiologi2004; 233: 486–492.
12. Ryu KN, Lee SW, Rhee YG, dkk. Capsulitis perekat sendi bahu:
kegunaan sonografi dinamis. J Ultrasound Med1993; 12: 445–449.
13. Ozaki J, Nakagawa Y, Sakurai G, dkk. Capsulitis perekat kronis yang
bandel pada bahu: peran kontraktur ligamen coracohumeral dan interval
rotator dalam patogenesis dan pengobatan.Bedah Sendi Tulang J Am
1989; 71: 1511–1515.
14. Omari A dan Bunker D. Pembebasan bedah terbuka untuk bahu beku:
temuan bedah dan hasil pelepasan. J Shoulder Elbow Surg2001; 10: 353–
357.
15. Sheridan MA dan Hannafin JA. Ekstremitas atas: penekanan pada bahu
beku.Orthop Clin North Am 2006; 37: 531–539.
16. Griggs SM, Ahn A dan Green A. capsulitis perekat idiopatik. Sebuah
studi hasil fungsional prospektif pengobatan nonoperatif.Bedah Sendi
Tulang J Am 2000; 82: 1398–1407. Livesley PJ, Doherty M, Needoff M,
Moulton A. Arthroscopic lavage of osteoarthritic knees. J Bone Joint
Surg Br. 1991;73:922–926. [PubMed] [Google Scholar]
17. Prodromidis AD dan Charalambous CP. Apakah ada kecenderungan
genetik untuk bahu beku? Sebuah tinjauan sistematis dan meta-
analisis.Ulasan JBJS2016; 4: pii: 01874474–201602000-00004.
18. Harris JD, Griesser MJ, Copelan A, dkk. Pengobatan capsulitis perekat
dengan hyaluronate intra-artikular: tinjauan sistematis.Bedah Bahu Int
J2011; 5: 31–37.
19. Arkkila PE, Kantola IM, Viikari JS, dkk. Kapsulitis bahu pada pasien
diabetes tipe I dan II: hubungan dengan komplikasi diabetes dan penyakit
terkait.Ann Rheum Diso1996; 55: 907–914.
20. Huang SW, Lin JW, Wang WT, dkk. Hipertiroidisme merupakan faktor
risiko untuk mengembangkan capsulitis perekat bahu: studi berbasis
populasi longitudinal nasional.Rep Sci2014; 4: 4183.
21. Bruckner FE dan Nye CJ. Sebuah studi prospektif capsulitis perekat bahu
('bahu beku') pada populasi berisiko tinggi.QJ Med1981; 50: 191–204.
22. Smith SP, Devaraj VS dan Bunker TD. Hubungan antara bahu beku dan
penyakit Dupuytren. J Shoulder Elbow Surg2001; 10: 149-151.
23. Neviaser RJ dan Neviaser TJ. Bahu beku: diagnosis dan manajemen.Clin
Orthop Relat Res1987; 223: 59–64.
24. Hunt SA, Kwon YW dan Zuckerman JD. Interval rotator: anatomi,
patologi, dan strategi pengobatan.J Am Acad Orthop Surg2007; 15: 218–
227.
25. Neer CS 2nd, Satterlee CC, Dalsey RM, dkk. Anatomi dan efek potensial
dari kontraktur ligamen coracohumeral.Clin Orthop Relat Res1992; 280:
182–185.
26. Wu CH, Chen WS dan Wang TG. Elastisitas ligamen coracohumeral pada
pasien dengan capsulitis perekat bahu.Radiologi2016; 278: 458–464.
27. Li JQ, Tang KL, Wang J, dkk. Temuan MRI untuk evaluasi bahu beku:
apakah ketebalan ligamen coracohumeral merupakan alat diagnostik yang
berharga?PLoS SATU 2011; 6: e28704.
28. Bunker TD dan Anthony PP. Patologi bahu beku. Penyakit seperti
Dupuytren.Bedah Sendi Tulang J Br 1995; 77: 677–683.
29. Bunker TD, Reilly J, Baird KS, dkk. Ekspresi faktor pertumbuhan,
sitokin dan matriks metaloproteinase di bahu beku.Bedah Sendi Tulang J
Br2000; 82: 768–773.
30. Lubis AM dan Lubis VK. Matrix metalloproteinase, penghambat jaringan
metalloproteinase dan transforming growth factor-beta 1 pada frozen
shoulder, dan perubahannya sebagai respons terhadap peregangan
intensif dan latihan pengabaian yang diawasi.Ilmu J Orthop2013; 18:
519–527.
31. Lho YM, Ha E, Cho CH, dkk. Sitokin inflamasi diekspresikan secara
berlebihan di bursa subakromial bahu beku.J Shoulder Elbow Surg2013;
22: 666–672.
32. Tangan GC, Athanasou NA, Matthews T, dkk. Patologi bahu beku.Bedah
Sendi Tulang J Br2007; 89: 928–932.
33. Kabbabe B, Ramkumar S dan Richardson M. Analisis sitogenetik
patologi bahu beku. Bedah Bahu Int J2010; 4: 75–78.
34. Ling Y, Peng C, Liu C, dkk. Polimorfisme gen IL-6 dan MMP-3
menurunkan rentang gerak pasif setelah perbaikan rotator cuff.Int J Clin
Exp Pathol2015; 8: 5709–5714.
35. Kim YS, Kim JM, Lee YG, dkk. Molekul adhesi antar sel-1 (ICAM-1,
CD54) meningkat pada capsulitis perekat. Bedah Sendi Tulang J
Am2013; 95: e181–e188.
36. Raykha CN, Crawford JD, Burry AF, dkk. ekspresi IGF2 danb-kadar
catenin meningkat pada sindrom bahu beku.Clin Invest Med2014; 37:
E262–E267.
37. Kanbe K, Inoue K, Inoue Y, dkk. Induksi protein kinase yang diaktifkan
mitogen di bahu beku. Ilmu J Orthop2009; 14: 56–61.
38. Xu Y, Bonar F dan Murrell GA. Peningkatan ekspresi protein neuron
pada bahu beku idiopatik. J Shoulder Elbow Surg2012; 21: 1391–1397.
39. Rodeo SA, Hannafin JA, Tom J, dkk. Imunolokalisasi sitokin dan
reseptornya pada capsulitis perekat bahu.J Orthop Res1997; 15: 427–436.
40. Watson RS, Gouze E, Levings PP, dkk. Pengiriman gen TGFb1
menginduksi artrofibrosis dan chondrometaplasia sinovium in
vivo.Investasi Lab2010; 90: 1615–1627.
41. Neviaser AS dan Hannafin JA. Capsulitis perekat: review pengobatan
saat ini.Am J Sports Med2010; 38: 2346– 2356.
42. Uppal HS, Evans JP dan Smith C. Bahu beku: tinjauan sistematis pilihan
terapi.Dunia J Orthop 2015; 18: 263– 268.
43. Intervensi fisioterapi Green S, Buchbinder R dan Hetrick S. untuk nyeri
bahu.Pembaruan Sistem Basis Data Cochrane 2003; 2: CD004258
Rangger C, Klestil T, Gloetzer W, Kemmler G, Benedetto KP.
Osteoartritis after arthroscopic partial meniscectomy. Am J Sports
Med. 1995;23:240–244. [PubMed] [Google Scholar]
44. Diercks RL dan Stevens M. Pencairan lembut bahu beku: studi prospektif
pengabaian diawasi versus terapi fisik intensif pada tujuh puluh tujuh
pasien dengan sindrom bahu beku ditindaklanjuti selama dua tahun. J
Shoulder Elbow Surg2004; 13: 499–502.
45. Vermeulen HM, Rozing PM, Obermann WR, dkk. Perbandingan teknik
mobilisasi tingkat tinggi dan tingkat rendah dalam pengelolaan capsulitis
perekat bahu: uji coba terkontrol secara acak.Fisik Ada 2006; 86: 355–
368.
46. Jewel DV, Riddle DL dan Thacker LR. Intervensi yang terkait dengan
peningkatan atau penurunan kemungkinan pengurangan nyeri dan
peningkatan fungsi pada pasien dengan capsulitis perekat: studi kohort
retrospektif. Fisik Ada2009; 89: 419–429.
47. Tanaka K, Saura R, Takahashi N, dkk. Mobilisasi sendi versus latihan
mandiri untuk mobilitas sendi glenohumeral terbatas: studi terkontrol
acak dari manajemen rehabilitasi.Klinik Rematik2010; 29: 1439–1444.
48. Johnson AJ, Godges JJ, Zimmerman GJ, dkk. Pengaruh mobilisasi sendi
luncur anterior versus posterior pada rentang gerak rotasi eksternal pada
pasien dengan capsulitis perekat bahu.J Orthop Sports Phys There2007;
37: 88–99.
49. Levine WN, Kashyap CP, Bak SF, dkk. Manajemen nonoperative
capsulitis perekat idiopatik.J Shoulder Elbow Surg2007; 16: 569–573.
50. Van der Windt DA, van der Heijden GJ, Scholten RJ, dkk. Khasiat obat
anti inflamasi non steroid (NSAID) untuk keluhan bahu. Sebuah tinjauan
sistematis.J Clin Epidemiol1995; 48: 691–704.
51. Rhind V, Downie WW, Burung HA, dkk. Naproxen dan indometasin
pada periarthritis bahu.Rehabilitasi Reumatol1982; 21: 51–53.
52. Blockey A dan Wright J. Terapi kortison oral pada periarthritis bahu.Br
Med J1954; 1: 1455–1457.
53. Kessel L, Bayley I dan Young A. Ekstremitas atas: bahu yang
membeku.Br J Hosp Med1981; 25: 334–339.
54. Pengikat A, Hazleman BL, Parr G, dkk. Sebuah studi terkontrol
prednisolon oral di bahu beku.Br J Rheumatol 1986; 25: 288–292.
55. Buchbinder R, Hoving JL, Green S, dkk. Prednisolon kursus singkat
untuk capsulitis perekat (bahu beku atau bahu kaku yang menyakitkan):
uji coba terkontrol plasebo secara acak, double blind.Ann Rheum
Diso2004; 63: 1460– 1469.
56. Widiastuti-Samekto M dan GP Sianturi. Sindrom bahu beku:
perbandingan kortikosteroid rute oral dan injeksi kortikosteroid
intraartikular.Med J Malaysia 2004; 59: 312–316.
57. Lorbach O, Anagnostakos K, Scherf C, dkk. Manajemen nonoperative
capsulitis perekat bahu: aplikasi kortison oral versus suntikan kortison
intraartikular.J Shoulder Elbow Surg2010; 19: 172–179.
58. Hettrich CM, DiCarlo EF, Faryniarz D, Vadasdi KB, Williams R dan
Hannafin JA. Pengaruh myofibroblasts dan suntikan kortikosteroid di
capsulitis perekat. J Shoulder Elbow Surg2016; 25: 1274–1279.
59. Bulgen DY, Binder AI, Hazleman BL, dkk. Bahu beku: studi klinis
prospektif dengan evaluasi tiga rejimen pengobatan.Ann Rheum
Diso1984; 43: 353–360.
60. van der Windt DA, Koes BW, Deville W, dkk. Efektivitas suntikan
kortikosteroid versus fisioterapi untuk pengobatan bahu kaku yang
menyakitkan dalam perawatan primer: uji coba secara acak.BMJ1998;
317: 1292–1296.
61. Ryan I, Montgomery A, Galway R, dkk. Sebuah uji coba terkontrol secara
acak dari triamcinolone intra-artikular dan / atau fisioterapi di capsulitis
bahu.Reumatologi 2005; 44: 529–535.
62. Iwata H. Aspek farmakologis dan klinis injeksi hialuronat
intraartikular.Clin Orthop Relat Res 1993; 289: 285–291.
63. Tamai K, Mashitori H, Ohno W, dkk. Respon sinovial terhadap injeksi
hyaluronat intraartikular pada bahu beku: penilaian kuantitatif dengan
pencitraan resonansi magnetik dinamis.Ilmu J Orthop2004; 9: 230–234.
64. Rovetta G dan Monteforte P. Injeksi intraartikular natrium hyaluronate
plus steroid versus steroid pada capsulitis perekat bahu.Reaksi Jaringan
Int J1998; 20: 125-130.
65. Ozkan K, Ozcekic AN, Sarar S, dkk. Blok saraf suprascapular untuk
pengobatan bahu beku.Saudi J Anaesth2012; 6: 52–55.
66. Dahan TH, Fortin L, Pelletier M, dkk. Uji klinis acak buta ganda
memeriksa kemanjuran blok saraf suprascapular bupivacaine di bahu
beku. J Rheumatol2000; 27: 1464–1469.
67. Jones DS dan Chattopadhyay C. blok saraf suprascapular untuk
pengobatan bahu beku dalam perawatan primer: uji coba secara
acak.Latihan Br J Gen1999; 49: 39–41.
68. karates-GK dan Meray J. blok saraf suprascapular untuk menghilangkan
rasa sakit di capsulitis perekat: perbandingan 2 teknik yang berbeda.Arch
Phys Med Rehabil2002; 83: 593– 597.
69. Sharma R, Bajakal R dan Bhan S. Sindrom bahu beku: perbandingan
distensi dan manipulasi hidrolik.Int Orthop1993; 17: 275–278.
70. Watson L, Bialocerkowski A, Dalziel R, dkk. Hidrodilatasi (distension
arthrography): serangkaian hasil klinis jangka panjang.Br J Sports
Med2007; 41: 167-173.
71. Quraishi NA, Johnston P, Bayer J, dkk. Mencairkan bahu yang beku: uji
coba acak yang membandingkan manipulasi di bawah anestesi dengan
hidrodilatasi.Bedah Sendi Tulang J Br2007; 89: 1197–1200.
72. Buchbinder R, Green S, Forbes A, dkk. Distensi sendi artrografi dengan
saline dan steroid meningkatkan fungsi dan mengurangi nyeri pada pasien
dengan nyeri bahu kaku: hasil uji coba terkontrol plasebo secara acak,
buta ganda.Ann Rheum Diso2004; 63: 302–309.
73. Buchbinder R, Green S, Youd JM, dkk. Distensi artrografi untuk
capsulitis perekat (bahu beku). Pembaruan Sistem Basis Data
Cochrane2008; 1: CD007005.
74. Ma SY, Je HD, Jeong JH, dkk. Efek cryotherapy seluruh tubuh dalam
pengelolaan capsulitis perekat bahu.Arch Phys Med Rehabil2013; 94: 9–
16
75. Joo YJ, Yoon SJ, Kim CW, dkk. Perbandingan efek jangka pendek dari
toksin botulinum tipe a dan injeksi triamsinolon asetat pada capsulitis
perekat bahu.Ann Rehabil Med2013; 37: 208–214.
76. Loew M, Heichel TO dan Lehner B. Lesi intraartikular pada bahu beku
primer setelah manipulasi dengan anestesi umum.J Shoulder Elbow
Surg2005; 14: 16–21.
77. Magnussen RA dan Taylor DC. Fraktur Glenoid selama manipulasi di
bawah anestesi untuk capsulitis perekat: laporan kasus.J Shoulder Elbow
Surg2011; 20: 23–26.
78. Melzer C, Wallny T, Wirth CJ, dkk. Perawatan bahu beku dan
hasilnya.Bedah Trauma Arch Orthop1995; 114: 87– 91.
79. Placzek JD, Roubal PJ, Freeman DC, dkk. Efektivitas jangka panjang dari
manipulasi translasi untuk capsulitis perekat. Clin Orthop Relat Res1998;
356: 181–191.
80. Kivimäki J dan Pohjolainen T. Manipulasi di bawah anestesi untuk bahu
beku dengan dan tanpa injeksi steroid.Arch Phys Med Rehabil2001; 82:
1188–1190.
81. Kivimäki J, Pohjolainen T, Malmivaara A, dkk. Manipulasi di bawah
anestesi dengan latihan di rumah versus latihan di rumah saja dalam
pengobatan bahu beku: uji coba terkontrol secara acak dengan 125
pasien.J Shoulder Elbow Surg2007; 16: 722–726.
82. Janda DH dan Hawkins RJ. Manipulasi bahu pada pasien dengan
capsulitis perekat dan diabetes mellitus: catatan klinis.J Shoulder Elbow
Surg1993; 2: 36–38.
83. Watson L, Dalziel R dan Story I. Bahu beku: uji coba hasil klinis 12
bulan.J Shoulder Elbow Surg2000; 9: 16– 22.
84. Jerosch J, Nasef NM, Peters O, dkk. Hasil jangka menengah setelah
pelepasan kapsul arthroscopic pada pasien dengan capsulitis bahu perekat
primer dan sekunder. Bedah Lutut Olahraga Traumatol Arthrosc2013; 21:
1195– 1202.
85. Baums MH, Spahn G, Nozaki M, dkk. Hasil fungsional dan status
kesehatan umum pada pasien setelah pelepasan arthroscopic di capsulitis
perekat.Bedah Lutut Olahraga Traumatoc Arthrosc2007; 15: 638–644.
86. Diwan DB dan Murrell GA. Evaluasi efek dari luasnya pelepasan kapsul
dan terapi pasca operasi pada hasil temporal dari capsulitis perekat.
Artroskopi2005; 21: 1105-1113.
87. Snow M, Boutros I dan Funk L. Pelepasan kapsular arthroscopic posterior
di bahu yang beku.Artroskopi2009; 25: 19–23.
88. Jerosch J. 360 derajat pelepasan kapsul arthroscopic pada pasien dengan
capsulitis perekat dari sendi glenohumeral – indikasi, teknik bedah,
hasil.Bedah Lutut Olahraga Traumatol Arthrosc2001; 9: 178–186.
89. Smith CD, Hamer P dan Bunker TD. Pelepasan kapsul artroskopi untuk
bahu beku idiopatik dengan injeksi intraartikular dan manipulasi
terkontrol.Ann R Coll Surg Engl2014; 96: 55–60.
90. Le Lievre HM dan Murrell GA. Hasil jangka panjang setelah pelepasan
kapsul arthroscopic untuk capsulitis perekat idiopatik.Bedah Sendi
Tulang J Am2012; 94: 1208–1216.
91. Mubark IM, Ragab AH, Nagi AA, dkk. Evaluasi hasil penanganan frozen
shoulder menggunakan arthroscopic capsular release.Rehabilitasi
Traumatol Ortop 2015; 17: 21–28.
92. Meha S, Singh HP dan Pandey R. Perbandingan hasil pelepasan
arthroscopic untuk bahu beku pada pasien dengan dan tanpa
diabetes.Sendi Tulang J2014; 96: 1355– 1358.
93. Cinar M, Akpinar S, Derincek A, dkk. Perbandingan pelepasan kapsul
arthroscopic pada pasien bahu beku diabetes dan idiopatik.Bedah Trauma
Arch Orthop 2010; 130: 401–406.
94. Yamaguchi K, Sethi N dan Bauer GS. Kontrol nyeri pasca operasi setelah
pelepasan capsulitis perekat arthroscopic: studi tinjauan retrospektif
jangka pendek tentang penggunaan kateter nyeri intra-artikular.
Artroskopi2012; 18: 359–365.
95. Narouze SN, Govil H, Guirguis M, dkk. Analgesia epidural serviks
berkelanjutan untuk rehabilitasi setelah operasi bahu: evaluasi
retrospektif.Dokter Sakit 2009; 12: 189–194.
96. Fernandes MR. Pengobatan arthroscopic dari capsulitis perekat refraktori
bahu.Rev Col Bras Cir 2014; 41: 30–35.
97. Berndt T, Elki S, Sedlinsch A, dkk. Pelepasan artroskopi untuk kekakuan
bahu.Ope Orthop Traumatol2015; 27: 172–182.
98. Badalamente MA, Wang E. capsulotomy enzimatik untuk capsulitis
perekat bahu. Makalah dipresentasikan pada pertemuan tahunan
American Academy of Orthopedic Surgeons, Maret 2006; Chicago, IL.
99. Wang ED, Badalamente MA, Mackenzie S, dkk. Fase 2a Studi Keamanan
/ Khasiat Kolagenase (CCH) pada Pasien dengan Capsulitis Perekat:
Bukti Level 2. Makalah dipresentasikan pada pertemuan tahunan
American Society for Surgery of the Hand, September 2015; Seattle, WA.
100. Schydlowsky P, Szkudlarek M dan Madsen OR. Pengobatan bahu
beku dengan blokade TNFalpha subkutan dibandingkan dengan injeksi
glukokortikoid lokal: studi percontohan acak.Klinik Rematik 2012; 31:
1247–1251.
101. Kanno A, Sano H dan Itoi E. Pengembangan model kontraktur bahu
pada tikus.J Shoulder Elbow Surg 2010; 19: 700–708.
102. Liu YL, Ao YF, Cui GQ, dkk. Perubahan histologi dan kolagen
kapsuler pada model imobilisasi bahu tikus. Chin Med J (Inggris)2011;
124: 3939–3944.
103. Villa-Camacho JC, Okajima S, Perez-Viloria ME, dkk. Evaluasi
kinematik in vivo dari model capsulitis perekat pada tikus.J Shoulder
Elbow Surg2015; 24: 1809–1816

Anda mungkin juga menyukai