Anda di halaman 1dari 12

Banyak hal yang mempenaruhi berhasilnya pembelajaran matematika dikelas.

Salah
satunya adalah penalaran adaptif dan persentence siswa. Menurut Depdiknas ( K. Dewi, 2018 )
bahwa sesuai dengan Standar Kompetensi sebelumnya, bernalar merupakan salah satu
keterampilan yang harus diperoleh siswa dalam belajar matematika. Kemampuan berpikir atau
bernalar menentukan kesuksesan siswa dalam pembelajaran. Berdasarkan temuan Wahyudin
( Usniati, 2011 ) menemukan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan siswa gagal
menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu dengan menguasai nalar
yang baik dalam menyelesaikan masalah matematika. Begitu juga dengan pendapat ( Rosnawari,
2011 ) yang mengemukakan bahwa rata-rata persentase paling rendah yang dicapai oleh peserta
didik di Indonesia pada penalaran yaitu 17%. Diperkuat juga oleh ( Susilawati, 2014 ),
kebanyakan siswa SMA/MA di Bandung masih kesulitan yang dialami oleh siswa SMA/MA di
Bandung dalam mengerjakan soal penalaran adalah 63,25 %.

Hal tersebut diperkuat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada hari
Jum’at tanggal 01 Oktober 2021 dengan memberikan tes penalaran adaptif kepada 20 siswa
diperoleh informasi bahwa terdapat 18 siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
soal penalaran adaptif yang diberikan peneliti. Dengan demikian hanya 10% siswa yang mampu
menyelesaikan soal tersebut. Dengan itu peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran
adaptif siswa SMP Innovative School Cianjur masih dalam kategori rendah hingga sangat
rendah karena hanya terdapat 2 siswa yakni hanya 10% yang mampu menyelesaikan soal yang
diberikan. Oleh karena itu, penalaran adaptif dan persistence siswa kelas VII di SMP Innovative
School Cianjur sangat perlu ditingkatkan agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat
tercapai dan membuat pembelajaran matematika lebih bermakna. Kemampuan penalaran adaptif
dan sikap persentence tersebut dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran, salah
satunya model pembelajaran elicit, confront, identify, resolve, dan reinforce (ECIRR ).

Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan bisa mengatasi kendala dan
masalah pembalajaran diatas. Alasan peneliti memilih model pembelajaran ini karena model ini
mampu mengidentifikasi pengetahuan siswa, Menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang
lebih aktif, Melatih kemandirian belajar siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri,
Mendorong siswa untuk mengembangkan jawaban, Mampu mengasah dan melatih kemampuan
berpikir siswa dan dengan dibantu oleh aplikasi Edmodo yang relevan dengan zaman yaitu
zaman digital dimana pembelajaran kali ini sangat dimudahkan dengan aplikasi dan teknologi
yang membuat model pembelajaran ini menjadi lebih efektif untuk pembelajaran di zaman
sekarang.
Berikut Langkah-langkah Model Pembelajaran ECIRR:

1) Elicit, yakni kegiatan menggali mleihat terlebih dahulu pengetahuan awal siswa dengan cara,
meminta siswa untuk melakukan kegiatan yang bisa merangsang para siswa untuk berpikir
seperti memprediksi, menjelaskan serta mengklarifikasi suatu permasalahan atau pertanyaan
konstektual.
2) Confront, yakni guru mengajukan suatu pertanyaan atau pernyataan singkat dengan tujuan
untuk menyangkal prediksi siswa dan menempatkan mereka dalam situasi di mana siswa
mengalami ketidakseimbangan pada suatu pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa.
3) Identify, yakni guru meminta siswa untuk memaparkan alasan atas kepercayaan pada
jawaban yang telah diutarakan pada tahapan elicit dengan cara membandingkan jawaban dari
kedua tahap tersebut.
4) Resolve, yaitu guru mendorong siswa untuk mengubah konsep yang dirasa masih keliru, dan
dapat menerapkan konsep yang benar, serta membantu siswa untuk mengembangkan
potensi pengetahuannya dengan cara memberikan pertanyaan, demonstrasi atau
menyelesaikan masalah matematika.
5) Reinforce, yakni guru mengulas kembali pengetahuan siswa tentang konsep yang
sebenarnya, dalam berbagai keadaan dengan cara memberikan beberapa pertanyaan tentang
masalah awal di pembelajaran saat itu.
Berdasarka Penelitian yang dilakukan oleh Ayen Arsisari mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung Jl. KH. Ahmad Dahlan KM
4 Pangkalanbaru yang berjudul “ Penerapan Pendekatan Problem Centered Learning Untuk
Meningkatkan Persistence (Kegigihan) Matematis Siswa Di Smp” berpacu pada pendapat
(Costa, 2016) yang menyatakan bahwa selain kemampuan berfikir hal yang tak kalah penting
dalam kesuksesan belajar adalah sikap dan kegigihan. Hal ini juga didukung oleh (sunaryo,
2016) yang mengatakan bahwa konsistensi semangat juang harus selalu terpelihara dalam
situasi dan kondisi apa pun, karena hanya itu yang bisa membangkitkan diri dari setiap
keterpurukan yang dialami selama perjalanan hidup, dalam mencari mimpi, cita – cita, dan
harapan. (eriel, 2018)menyatakan bahwa ada delapan kunci sukses dalam kehidupan seseorang
salah satunya kegigihan. Kegigihan melibatkan unsur tujuan dan menggambarkan komitmen
usaha dalam waktu yang lama. Lebih jauh, kegigihan dianggap sebagai faktor nonkognitif
yang memprediksi kesuksesan siswa (sturman, 2019) karena ketahanannya dalam berusaha,
meskipun menghadapi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan dalam waktu lama, siswa
yang gigih akan memperoleh kesuksesan karena berusaha keras menghadapi tantangan dan
mempertahankan usaha guna mencapai tujuannya. Sebaliknya, siswa yang tidak gigih akan
tidak berhasil memperoleh kesuksesan karena berhenti berusaha ketika menghadapi masalah
atau kesulitan (Duckworth, 2016).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Oktaviana, Rahman Haryadi mahasiswa
Program Studi Pendidikan Matematika, IKIP PGRI Pontianak dengan judul “ Kemampuan
Penalaran Adaptif Melalui Model Reciprocal Teaching Pada Logika Matematika Dan
Himpunan” ditunjang dengan hasil temuan (Arifudin, Wilujeung, & Utomo, 2016)tentang
pentingnya penalaran adaptif dalam pembelajaran matematika. Juga diperkuat dengan penelitian
(M firdaus, 2018) bahwa penalaran adaptif dapat ditingkatkan melalui berbagai model
pembelajaran seperti contoh model reciprocal teaching dalam penelitian tersebut.

Sebelumnya dijelaskan tentang kegunaan dan manfaat meningkatnya penalaran adaptif


bagi siswa dalam belajar matematika yaitu Menurut (Magrifah, 2019) berpendapat bahwa
siswa dalam mempelajari matematika memerlukan penalaran untuk mencetuskan ide atau
gagasannya dalam memecahkan masalah, sehingga siswa dapat memahami konsep matematika
yang benar. Kemampuan bernalar merupakan satu kompetensi yang paling utama dibutuhkan
saat sekarang dan di masa depan dalam pembelajaran matematika. Dimana dalam matematika
mahasiswa harus dapat memahami penalaran baik induktif, deduktif maupun intuitif. Ketiga
penalaran tersebut terdapat di dalam penalaran adaptif (Placeholder1) (Indrira, 2018). Dalam
memilih model atau metode pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan penalaran
adaptif harus sesuai dengan zaman dan mendorong siswa harus mampu memahami mandiri
pada materi logika matematika, sehingga menuntut mahasiswa untuk selalu aktif dalam
pembelajaran (Muin, 2018). Itulah teori yang menunjukan peneliti terdahulu meneliti dan
bermaksud meningkatkan penalaran adaptif siswa dalam belajar matematika.
Beriku hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Oktaviana, Rahman Haryadi :

1. Terdapat peningkatan kemampuan penalaran adaptif mahasiswa melalui model reciprocal


teaching. Selain itu, model reciprocal teaching memberikan pengaruh positif dalam
meningkatkan kemampuan penalaran adaptif mahasiswa pada mata kuliah logika matematika
dan himpunan.
2. Terdapat perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa SMP yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan PCL ditinjau dari kemampuan awal matematis (Tinggi,
Sedang, Rendah)

Perbedaan dua penelitian diatas dan penelitian ini adalah dimana peneliti memakai model
pembelajaran yang berbeda dalam meningkatkan penalaran adaptif dan persistence dimana
penelitian pertama menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan
penalaran adaptif dan penelitian kedua menggunakan model pembelajaran Problem Centered
Learning untuk meningkatkan Persistence siswa SMP, sedangkan penelitian ini menggunakan
model pembelajaran ECIRR untuk meningkatkan keduanya (Penalaran Adaptif dan persistence
siswa). Peneliti juga berharap dengan dilakukannya penelitian ini, bisa bermanfaat dan juga bisa
melengkapi dan menyempurnakan penelitian yg sudah dilakukan diatas.

(Agustin, 2020: 4)
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang
pendidikan yang memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan matematis siswa.
Menurut (Siregar, 2017) Matematika harus dipelajari sejak dini karena matematika menjadi salah
satu ilmu yang menjadi dasar setiap kegiatan manusia, mulai dari hal kecil sampai permasalahan
besar sekalipun, matematika menjadi pondasi kuat yang mendasari kemampuan manusia untuk
menyelesaikan sebuah permasalahan. Banyak hal yang mempenaruhi berhasilnya pembelajaran
matematika dikelas. Salah satunya adalah penalaran adaptif dan persentence siswa. Menurut
Depdiknas (Dewi, 2018) bahwa sesuai dengan Standar Kompetensi sebelumnya, bernalar
merupakan salah satu keterampilan yang harus diperoleh siswa dalam belajar matematika.
Kemampuan berpikir atau bernalar menentukan kesuksesan siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan temuan Wahyudin (Hatima, 2019) menemukan bahwa salah satu kecenderungan
yang menyebabkan siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika
yaitu dengan menguasai nalar yang baik dalam menyelesaikan masalah matematika. Begitu juga
dengan pendapat (Rosnawati, 2013) yang mengemukakan bahwa rata-rata persentase paling
rendah yang dicapai oleh peserta didik di Indonesia pada penalaran yaitu 17%. Diperkuat juga
oleh (Susilawati, 2014), kebanyakan siswa SMA/MA di Bandung masih kesulitan yang dialami
oleh siswa SMA/MA di Bandung dalam mengerjakan soal penalaran adalah 63,25 %.

Menurut (Bernard, 2017) berpendapat bahwa siswa dalam mempelajari matematika


memerlukan penalaran untuk mengemukakan atau mencetuskan ide dan gagasannya dalam
memecahkan masalah, sehingga siswa dapat memahami konsep matematika yang benar.
Kemampuan bernalar merupakan salah satu kompetensi yang paling utama dibutuhkan saat
sekarang dan dimasa depan dalam pembelajaran matematika. Dimana dalam matematika siswa
harus dapat memahami penalaran baik induktif, deduktif, maupun intuitif. Ketiga penalaran
tersebut terdapat dalam penalaran adaptif (Nopitasari, 2018).

Menurut (Harel, 2018) menyatakan bahwa penalaran adaptif menuntut siswa untuk berfikir
logis yaitu masuk akal dan menggunakan penalarannya secara benar untuk menyelesaikan
pemasalahan yang didasarkan pada fakta yang diketahui sebelumnya dan benar-benar
memperhatikan prosedur penyelesaiannya apakah sesuai dengan kaidah yang berlaku atau tidak.
Oleh karena itu, berdasarkan teori-teori diatas bisa kita simpulkan bahawa penalaran adaptif
sangat penting untuk dilatih dan dibiasakan agar meningkatnya penalaran tersebut yang
berpengaruh pada kegiatan siswa belajar mata pelajaran matematika khususnya dalam
menyelesaikan masalah dalam pembelajaran matematika tersebut.

Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran adaptif ketika siswa dapat berpikir logis
mengenai masalah yang ada, memperkirakan dan merefleksikan masalah dan menjustifikasi
prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan masalah .Adapun indikator dalam penalaran
adaptif meliputi yaitu:

1) Menyusun dugaan;
2) Memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran suatu pernyataan;
3) Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan;
4) Memeriksa kesahihan suatu argument;
5) Menemukan pola pada gejala matematis (Widjajanti, 2011)
Tentunya hal ini selain memerlukan penalaran adaptif yang baik dan benar juga
memerlukan suatu sikap yang dapat mendukung kemampuan ini yaitu Persistence (Kegigihan)
yaitu sikap pantang menyerah, terus berusaha menemukan solusi jawaban meengevaluasi
penggunaan berbagai strategi untuk terus berusaha melakukan penyelesaian sebuah masalah
(Costa, p. 2012). Persistence diperlukan diberbagai hal baik dalam proses pembelajaran ataupun
pencapaian sesuatu hal di dalam kehidupan. Hal ini juga di dukung oleh (Sunaryo, 2016) yang
mengatakan bahwa konsistensi semangat juang harus selalu terpelihara dalam situasi dan
kondisi apa pun, karena hanya itu yang bisa membangkitkan diri dari setiap keterpurukan yang
dialami selama perjalanan hidup, dalam mencari mimpi, cita-cita, dan harapan. Dengan demikian
kegigihan adalah hal yang perlu menjadi sikap yang harus dimiliki agar dapat membuat orang
untuk terus berusaha dan berkarya agar mencapai impian.
Namun pada kenyataannya kemampuan penalaran adaptif dan persistence siswa masih
rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika yaitu Ibu Suci
Agung Herlinawati, M.Pd mengungkapkan bahwa siswa SMP Innovative School Cianjur
membutuhkan banyak arahan atau petunjuk guna mencari solusi permasalahan yang
berhubungan atau berkaitan dengan penalaran dan persistence karena disekolah tersebut anak
anak masih belum terlalu antusias dan termotivasi untuk belajar dan mengerjakan soal
matematika. Siswa hanya menerima pengetahuan dari seorang guru saja, tanpa memahami
permasalahan yang mereka kerjakan, segala hal yang mesti mereka simpulkan dan segala
informasi yang sudah mereka dapatkan tidak mampu untuk menyelesaikan suatu permasalahan,
siswa hanya menghapal rumus tanpa memahami konsep dari suatu penyelesaian masalah juga
belum terlalu diberikannya pemahaman urgensi pembelajaran matematis ini sehingga
persistence siswa tidak maksimal. Sehingga berakibat pada nilai yang diraih oleh siswa, banyak
siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 75 untuk
mata pelajaran matematika. Terkadang siswa kesulitan dalam menyusun strategi yang harus
digunakan dalam penyelesaian suatu permasalahan matematika, walaupun informasi yang
dicantumkan sudah tertera secara jelas. Hal tersebut sejalan dengan (Margaretha & Agoestanto ,
2019) mengemukakan bahwa siswa masih kebingungan untuk menduga atau mengambil
keputusan secara tepat dalam menyelesaikan masalah, kebingungan dalam menyusun suatu
penyelesaian matematika serta siswa tidak memiliki keinginan untuk memeriksa kembali hasil
jawabannya.
Oleh karena itu, penalaran adaptif dan persistence siswa kelas VII di SMP Innovative
School Cianjur sangat perlu ditingkatkan agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat
tercapai dan membuat pembelajaran matematika lebih bermakna. Kemampuan penalaran adaptif
dan sikap persentence tersebut dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran, salah
satunya model pembelajaran Elicit, Confront, Identify, Reslove, Reinforce (ECIRR).
Sejalan dengan itu, faktor kurangnya kemampuan penalaran adaftif dan persistence siswa
adalah guru yang memberikan pengajaran. Kompetensi guru dalam mengajar masih kurang sehingga
mengakibatkan kemampuan siswa yang belum dapat bersaing. Hal tersebut senada dengan (Abidin,
2017) bahwa berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) pada tahun 2015, guru di Indonesia
hanya mendapatkan rata-rata nasional sebesar 44,5 hal ini berada jauh dibawah nilai standar 75. Juga
ditambah dengan perkembangan zaman yang terus berkembang sehingga banyak Guru yang
kesulitan untuk beradaptasi dan menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan zaman yaitu zaman
digital oleh sebab itu kebutuhan dan cara belajar siswa di zaman ini sangat berbeda dengan
sebelumnya. Untuk itu dibutuhkannya inovasi dan solusi guna memaksimalkan keberhasilan
pembelajaran dikelas khususnya pembelajaran matematika.
Faktor yang tak kalah pentingnya adalah Faktor jenis kelamin siswa (gender) perbedaan
gender tentu menyebabkan perbedaan fisiologi dan memengaruhi perbedaan psikologis dalam
belajar sehingga siswa laki-laki dan perempuan tentu memiliki banyak perbedaan dalam
mempelajari matematika. Menurut Susento perbedaan gender bukan hanya berakibat pada
perbedaan kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika.
Kaitel menyatakan “gender social and cultural dimensions are very powerfull interacting in
conceptialization of mathematics educaion..” berdasarkan pendapat kaitel, bahwa gender, sosial
dan budaya berpengaruh pada pembelajaran matematik. Brandon (Barnas & Ridwan, 2019)
menyatakan bahwa perbedaan gender berpengaruh dalam pembelajaran matematika terjadi
selama usia sekolah dasar. Yoenanto dalam (Nawangsari, 2018) menjelaskan bahwa siswa pria
lebih tertarik dalam pelajaran matematika dibandingkan dengan siswa wanita, sehingga siswa
wanita lebih mudah cemas dalam menghadapi matematika dibandingkan dengan siswa pria. Oleh
karena itu aspek gender perlu menjadi perhatian khusus dalam pembelajaran matematika.
Dengan kata lain perubahan proses pembelajaran matematika yang menyenangkan
memperhatikan aspek perbedaan jenis kelamin sehingga siswa laki-laki dan perempuan tidak lagi
takut atau cemas dalam pelajaran matematika.
Model pembelajaran Elicit, Confront, Identify, Reslove, Reinforce (ECIRR) sebagai salah
satu pilihan model dalam proses kegiatan pembelajaran, sehingga mampu menciptakan
kemampuan penalaran adaptif siswa yang berkembang dan meningkat sesuai dengan keinginan,
karena dalam proses pembelajarannya melibatkan siswa secara aktif untuk menciptakan
pemahaman dari diri sendiri. Pembelajaran Elicit, Confront, Identify, Resolve, ReinforceI
(ECIRR) ini memiliki kelebihan yaitu guru mampu mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki
oleh siswa tersebut sudah benar atau masih ada kekeliruan karena di pembelajaran ini siswa
dapat mengidentifikasi pengetahuannya, guru juga dapat membiasakan siswa untuk berdiskusi
dan menyampaikan pendapat menggunakan bahasa yang jelas dan logis atas jawaban yang
mereka anggap sudah betul sehingga mereka mampu menghargai satu dengan yang lain
(Masruro, 2017).
Model pembelajaran ECIRR adalah salah satu model pembelajaran yang penerapannya
didasarkan pada teori kontruktivisme untuk menciptakan kondisi struktur kognitif siswa karena
sering terjadinya konflik kognitif di awal pembelajaran. Untuk mencapai keseimbangan di dalam
diri siswa, maka perubahan struktur kognitif siswa perlu diatasi terlebih dahulu. Selain itu pada
model pembelajaran ini, penyajian masalah harus sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga
dapat mendorong siswa secara individu maupun secara kelompok agar dapat untuk melakukan
analisis masalah, mengidentifikasi, menghipotesis, dan menyimpulkan apa yang telah diketahui
dan dipelajari.
Menurut pendapat dari (Nurdani A. R., 2016), menyatakan bahwa Edmodo merupakan
sebuah platform social network bagi guru dan siswa agar dapat berbagi ide, file, agenda kegiatan
dan penugasan. Edmodo dirancang agar terciptanya interaksi antara guru dan siswa juga
menekankan pada komunikasi yang cepat, poling, penugasan, berbagi ide, dan banyak lagi.
Sebagai aplikasi yang memudahkan guru atau guru, Edmodo memberikan fitur yang sangat
lengkap diantaranya untuk berbagi file, link, tugas, nilai serta peringatan secara langsung kepada
siswa. Sedangkan untuk siswa, fitur yang diberikan diantaranya mereka dapat berkomunikasi
dengan guru secara langsung, berdiskusi dengan siswa lain, mengirimkan tugas dan juga banyak
lagi.

Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan bisa mengatasi kendala dan
masalah pembalajaran diatas. Alasan peneliti memilih model pembelajaran ini karena model ini
mampu mengidentifikasi pengetahuan siswa, menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang
lebih aktif, melatih kemandirian belajar siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri,
mendorong siswa untuk mengembangkan jawaban, mampu mengasah dan melatih kemampuan
berpikir siswa dan dengan dibantu oleh aplikasi Edmodo yang relevan dengan zaman yaitu
zaman digital dimana pembelajaran kali ini sangat dimudahkan dengan aplikasi dan teknologi
yang membuat model pembelajaran ini menjadi lebih efektif untuk pembelajaran di zaman
sekarang.
Berikut Langkah-langkah Model Pembelajaran ECIRR:

6) Elicit, yakni kegiatan menggali mleihat terlebih dahulu pengetahuan awal siswa dengan cara,
meminta siswa untuk melakukan kegiatan yang bisa merangsang para siswa untuk berpikir
seperti memprediksi, menjelaskan serta mengklarifikasi suatu permasalahan atau pertanyaan
konstektual.
7) Confront, yakni guru mengajukan suatu pertanyaan atau pernyataan singkat dengan tujuan
untuk menyangkal prediksi siswa dan menempatkan mereka dalam situasi di mana siswa
mengalami ketidakseimbangan pada suatu pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa.
8) Identify, yakni guru meminta siswa untuk memaparkan alasan atas kepercayaan pada
jawaban yang telah diutarakan pada tahapan elicit dengan cara membandingkan jawaban dari
kedua tahap tersebut.
9) Resolve, yaitu guru mendorong siswa untuk mengubah konsep yang dirasa masih keliru, dan
dapat menerapkan konsep yang benar, serta membantu siswa untuk mengembangkan
potensi pengetahuannya dengan cara memberikan pertanyaan, demonstrasi atau
menyelesaikan masalah matematika.
10) Reinforce, yakni guru mengulas kembali pengetahuan siswa tentang konsep yang
sebenarnya, dalam berbagai keadaan dengan cara memberikan beberapa pertanyaan tentang
masalah awal di pembelajaran saat itu.
Berdasarka Penelitian yang dilakukan oleh Ayen Arsisari mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung Jl. KH. Ahmad Dahlan KM
4 Pangkalanbaru yang berjudul “Penerapan Pendekatan Problem Centered Learning Untuk
Meningkatkan Persistence (Kegigihan) Matematis Siswa di SMP” berpacu pada pendapat
(Costa L. &., 2019) yang menyatakan bahwa selain kemampuan berfikir hal yang tak kalah
penting dalam kesuksesan belajar adalah sikap dan kegigihan. Hal ini juga didukung oleh
(Sunaryo, 2016) yang mengatakan bahwa konsistensi semangat juang harus selalu terpelihara
dalam situasi dan kondisi apa pun, karena hanya itu yang bisa membangkitkan diri dari setiap
keterpurukan yang dialami selama perjalanan hidup, dalam mencari mimpi, cita-cita, dan
harapan. (Eriel, 2018) menyatakan bahwa ada delapan kunci sukses dalam kehidupan
seseorang salah satunya kegigihan. Kegigihan melibatkan unsur tujuan dan menggambarkan
komitmen usaha dalam waktu yang lama. Lebih jauh, kegigihan dianggap sebagai faktor
nonkognitif yang memprediksi kesuksesan siswa (Sturman, 2017) karena ketahanannya dalam
berusaha, meskipun menghadapi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan dalam waktu
lama, siswa yang gigih akan memperoleh kesuksesan karena berusaha keras menghadapi
tantangan dan mempertahankan usaha guna mencapai tujuannya. Sebaliknya, siswa yang
tidak gigih akan tidak berhasil memperoleh kesuksesan karena berhenti berusaha ketika
menghadapi masalah atau kesulitan (Duckworth, 2016).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Oktaviana, Rahman Haryadi mahasiswa
Program Studi Pendidikan Matematika, IKIP PGRI Pontianak dengan judul “Kemampuan
Penalaran Adaptif Melalui Model Reciprocal Teaching Pada Logika Matematika dan Himpunan”
ditunjang dengan hasil temuan (M. Arifudin, 2016) tentang pentingnya penalaran adaptif dalam
pembelajaran matematika. Juga diperkuat dengan penelitian (M. Firdaus, 2018) bahwa penalaran
adaptif dapat ditingkatkan melalui berbagai model pembelajaran seperti contoh model
Reciprocal Teaching dalam penelitian tersebut.

Sebelumnya dijelaskan tentang kegunaan dan manfaat meningkatnya penalaran adaptif


bagi siswa dalam belajar matematika yaitu Menurut (Magfirah, 2019) berpendapat bahwa siswa
dalam mempelajari matematika memerlukan penalaran untuk mencetuskan ide atau gagasannya
dalam memecahkan masalah, sehingga siswa dapat memahami konsep matematika yang benar.
Dalam memilih model atau metode pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan penalaran
adaptif harus sesuai dengan zaman dan mendorong siswa harus mampu memahami mandiri pada
materi logika matematika, sehingga menuntut mahasiswa untuk selalu aktif dalam pembelajaran
(A. Muin, 2018). Itulah teori yang menunjukan peneliti terdahulu meneliti dan bermaksud
meningkatkan penalaran adaptif siswa dalam belajar matematika.
Beriku hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Oktaviana, Rahman Haryadi :

3. Terdapat peningkatan kemampuan penalaran adaptif mahasiswa melalui model reciprocal


teaching. Selain itu, model reciprocal teaching memberikan pengaruh positif dalam
meningkatkan kemampuan penalaran adaptif mahasiswa pada mata kuliah logika matematika
dan himpunan.
4. Terdapat perbedaan kegigihan (persistence) matematis siswa SMP yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan PCL ditinjau dari kemampuan awal matematis (Tinggi,
Sedang, Rendah)

Perbedaan dua penelitian diatas dan penelitian ini adalah dimana peneliti memakai model
pembelajaran yang berbeda dalam meningkatkan penalaran adaptif dan persistence dimana
penelitian pertama menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan
penalaran adaptif dan penelitian kedua menggunakan model pembelajaran Problem Centered
Learning untuk meningkatkan Persistence siswa SMP, sedangkan penelitian ini menggunakan
model pembelajaran ECIRR untuk meningkatkan keduanya (penalaran adaptif dan persistence
siswa). Peneliti juga berharap dengan dilakukannya penelitian ini, bisa bermanfaat dan juga bisa
melengkapi dan menyempurnakan penelitian yg sudah dilakukan diatas.

Anda mungkin juga menyukai