Anda di halaman 1dari 16

(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

MAKNA SOSIOKULTURAL PARIBASA BALI DALAM


SENI PERTUNJUKAN DRAMA GONG LAKON KALUNG BERLIAN

SOCIOCULTURAL MEANING OF BALINESE PROVERB IN THE ART OF


DRAMA MUSICAL PERFORMANCE DIAMOND NECKLACE STORY

Ida Ayu Putu Aridawati


Balai Bahasa Provinsi Bali
Jl. Trengguli I No.34 Tembau Denpasar
Telp.(0361) 461714, Faks (0361) 463656
Email: idabagusraiputra@yahoo.co.id
HP. 081338439100

Naskah diterima 23 Februari 2012, diterima setelah perbaikan 16 Juni 2014,


disetujui untuk dicetak 20 Juli 2014

ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji makna sosiokultural paribasa Bali dalam seni pertunjukan drama gong di Bali,
lakon Kalung Berlian. Masalah yang dibahas meliputi jenis paribasa Bali dan makna sosiokultural
paribasa Bali bertujuan untuk mendeskripsikan jenis paribasa Bali dan makna sosiokultural. Teori
yang digunakan, yaitu teori sosiolinguistik. Dalam pengumpulan data digunakan metode pengamatan
dan metode wawancara, dibantu dengan teknik catat, teknik rekam, teknik transkripsi, dan terjemahan.
Dalam analisis data digunakan metode deskriptif sinkronis. Untuk penyajian hasil analisis data
digunakan metode formal dan informal, dibantu dengan teknik induktif dan deduktif. Berdasarkan hasil
pembahasan, seni pertunjukan drama gong lakon Kalung Berlian terdapat dua belas jenis paribasa
Bali, yaitu sesonggan, sesenggakan, wewangsalan, sesawangan, bebladbadan, seloka, raos ngempelin,
pepindan, sesimbing, cecangkitan, peparikan, dan sesemon. Jenis-jenis paribasa Bali yang disampaikan
dalam dialog antarpemainnya menyiratkan makna sosiokultural, seperti: perbandingan, perumpamaan,
sindiran, ejekan, pujian, pengharapan, ajakan, merajuk, nasihat, mengecoh lawan bicara, mengolok-
olok lawan bicara, tidak peduli, senda gurau, gundah gulana, rayuan, ketidakpastian, imbauan, dan
pernyataan.

Kata kunci: makna sosiokultural, paribasa Bali, seni pertunjukan drama gong lakon kalung berlian

ABSTRACT
This paper assess the socio-cultural meaning of balinese proverb in the art peformance of drama
musical Diamond Necklace.The problems discussed include what types of balinese proverb found and
the socio-cultural meaning of balinese proverb the aims of this research, namely to describe the types
of balinse proverb and to describe the sociocultural meaning of balinese proverb found in the drama
musical Diamond Necklace.The teory used in in this study is socio-linguistic teory. The observation and
interview method used as the method data collection, supported by notetaking, recording, transcription,
and translation technique. The method of descriptive sinchronized is used in the data analysis. The
formal and informal method is used in presenting the data analysis, supported by inductive and deductive
technique. Based on the result of the discussion, in the art of drama musical peformance Diamond
Necklace found twelve types of balinese proverb namely sesonggan, sesenggakan, wewangsalan,
sesawangan, bebladbadan, seloka, raos ngempelin, pepindan, sesimbing, cecangkitan, peparikan, dan
sesemon.The types of balinese proverb conveyed in the dialog among the character implies a certain
socio-cultural meaning, such as: Comparation, imagery, satire, ridicule, praisal, expectation, invitation,
sulk, counsel, outwit interlocutors, mocks interlocutors, does not matter, joke, despondent, advances,
uncertainity, appeal, and statement.

Keywords: sociocultural meaning, Balinese Proverb, art peformance of drama musical Diamond
Necklace

167
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

A. PENDAHULUAN Paribasa Bali hidup dan berkembang


Bahasa Bali sebagai salah satu bahasa dalam masyarakat Bali, baik dalam bentuk
daerah di kawasan nusantara sejak dahulu bahasa Bali lisan maupun bahasa Bali tulis.
menarik perhatian ilmuwan untuk menelitinya. Paribasa Bali mengandung pengertian yang
Fungsi bahasa Bali dalam kedudukannya lebih luas dibandingkan dengan peribahasa
sebagai bahasa daerah adalah sebagai lambang dalam bahasa Indonesia, dapat pula dikatakan
identitas suku Bali, sebagai penunjang bahwa peribahasa dalam bahasa Indonesia
kebudayaan nasional, sebagai lambang adalah salah satu jenis dari paribasa Bali
kebanggaan masyarakat suku Bali. Hal itu (Bagus, 1980:4). Paribasa Bali merupakan
sejalan dengan aspirasi yang telah dirumuskan salah satu aspek dari kesenian Bali yang
dalam politik bahasa nasional. mengandung nilai-nilai luhur serta berpengaruh
Dalam hubungannya dengan kebudayaan, bagi pandangan masyarakat penuturnya.
bahasa Bali merupakan bahasa daerah yang Pengaruhnya tampak dalam pemakaian bahasa
paling tepat dipakai mempelajari, menyelami, kias, baik dalam seni pertunjukan maupun dalam
menginventarisasi, dan mengungkapkan kehidupan sehari-hari (Budiasa, 1997:298).
kembali nilai-nilai kebudayaan daerah Bali Dalam kehidupan masyarakat Bali, paribasa
yang berguna bagi pembinaan, pemeliharaan, Bali merupakan bahasa kias yang dipakai
dan pengembangan kebudayaan nasional. sebagai alat untuk bersenda gurau di dalam
Dalam bidang kesenian, bahasa Bali memiliki percakapan. Bahasa kias ini juga bisa dipakai
peranan yang penting sebagai penyalur aspirasi sarana untuk mengungkapkan perilaku, isi hati
masyarakat penggemar seni terutama kesenian atau pikiran dengan perbandingan, sindiran
tradisional Bali. Hal ini terbukti dengan mengenai keadaan dan tingkah laku manusia.
pemakaian bahasa Bali di dalam pertunjukan- Yang dipakai membandingkan adalah keadaan
pertunjukan seperti: drama gong, sendratari, benda atau binatang (Simpen, 1989:1). Menurut
wayang kulit, arja, topeng, gambuh, calonarang, Bagus (1980:2) paribasa Bali adalah salah satu
drama klasik dan wayang wong. unsur dari sastra lisan yang dalam fungsinya
Seni pertunjukan tradisional di atas untuk mewarnai pemakaian bahasa. Hampir
merupakan kesenian budaya Bali yang khas semua suku bangsa di Indonesia mengenal
dan memiliki fungsi yang sangat penting pemakaian bentuk bahasa itu. Biasanya
dalam masyarakat. Seni pertunjukan dapat dinyatakan melalui ungkapan-ungkapan yang
dilihat dari dua sisi yaitu, (1) sebagai teater bersifat metafora, berupa pepatah, pantun dan
tradisional dan (2) sebagai sastra lisan. Sebagai lain-lain. Pemakaian bahasa kias tersebut dapat
teater tradisional seni pertunjukan memiliki lebih menyentuh hati seseorang. Sekalipun
unsur-unsur tata panggung, tata rias, lakon dan dalam wujud kalimat pendek dan sederhana.
pelaku, dan lain-lain. Sebagai sastra lisan seni Antara (1981:21) menyatakan paribasa Bali
pertunjukan memiliki unsur-unsur pembangun merupakan gaya berbicara atau suatu gaya
yang sama seperti karya sastra pada umumnya tuturan yang terdapat pada setiap individu,
dan prosa fiksi pada khususnya yang memiliki sehingga pemakaian paribasa Bali lebih bersifat
aspek intrinsik dan aspek ektrinsik. pemakaian bahasa perseorangan. Dengan
Seni pertunjukan tradisional di Bali demikian paribasa Bali adalah aktifitas tuturan
merupakan sebuah “karya sastra” (lisan) yang yang berbentuk parole dan bukan langue.
dalam pementasannya banyak memasukkan Pengertian parole dan langue ini didasarkan
unsur bahasa yang berkaitan dengan aspek pada pengertian yang dibuat oleh Saussure.
kebudayaan Bali, terutama ungkapan tradisi Pemakaian paribasa Bali dalam masyarakat
Bali yang dikenal dengan istilah paribasa Bali. Bali tidak didasarkan pada perjanjian antara

168
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

pemakainya, tetapi ditentukan oleh unsur-unsur bahan bacaan paribasa Bali. Mendorong niat
alamiah dan faktor-faktor kultural. para peneliti berikutnya dan memudahkan
Drama gong termasuk salah satu jenis seni mereka untuk mendapatkan bahan bacaan
pertunjukan di Bali yang paling muda usianya sebagai pembanding. Dalam usaha untuk
dibandingkan dengan seni pertunjukan yang memperoleh data yang lengkap, digunakan
lain. Namun demikian, kemunculannya sempat dua sumber data, yaitu sumber data lisan dan
menggebrak dan mengagetkan kehidupan seni sumber data tulis. Sumber data tulis penelitian
pertunjukan di Bali. Dalam waktu yang singkat ini adalah transkripsi seni pertunjukan drama
seni pertunjukan ini telah mampu menguasai gong lakon Kalung Berlian. Sumber data
Pulau Bali (Ranuara, 1979). Drama gong yang lisan penelitian ini adalah para pelaku atau
lahir sekitar tahun 1966 oleh penciptanya pemain yang terlibat dalam seni pertunjukan
Anak Agung Gede Raka Payadnya dari Desa drama gong lakon Kalung Berlian. Pemilihan
Abianbase, Gianyar, disebut sebagai bentuk informan-informan tersebut dilakukan dengan
gabungan antara sendratari, sandiwara, arja, cara purposif sampling yaitu berdasarkan atas
dan prembon. Dengan demikian, bentuk seni ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang
pertunjukan ini jelas merupakan perpaduan mempunyai sangkut paut yang erat dengan
antara seni tradisional Bali dan moderen. Unsur ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah
moderennya terlihat dari tata dekorasinya, diketahui sebelumnya (Hadi, 1983:82).
penggunaan sound effect, acting maupun tata Penelitian mengenai makna sosiokultural
busananya. Oleh penciptanya, semula bentuk paribasa Bali dalam seni pertunjukan drama
ini diberi nama drama klasik. Alasannya, gong lakon Kalung Berlian menggunakan
karena unsur-unsur tradisional yang dijadikan teori sosiolinguistik. Linguistik adalah ilmu
landasan merupakan unsur-unsur klasik. yang mempelajari bahasa atau membicarakan
Namun, beberapa bulan kemudian I Gusti bahasa khususnya unsur-unsur bahasa.
Bagus Nyoman Panji menyarankan agar Jadi sosiolinguistik merupakan studi atau
drama yang baru lahir ini disebut drama gong. pembahasan bahasa sehubungan dengan
Alasannya, karena drama ini menggunakan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat
gong sebagai ilustrasinya. Hasil penelitian ini (Nababan, 1984:2). Di dalam pandangan
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sosiolinguistik, bahasa dapat dipandang
generasi penerus yang akan mewarisi nilai- sebagai sistem abstrak yang tersusun, dipunyai
nilai luhur kebudayaan Bali. oleh semua anggota kelompok penutur yang
Berdasarkan latar belakang di atas, penampilannya dapat diamati sebagai tindak
ditentukan masalah yang dirumuskan meliputi laku individu. Berdasarkan pemakaian bahasa
jenis paribasa Bali yang terdapat dalam seni akan diketahui struktur masyarakat penuturnya,
pertunjukan drama gong lakon Kalung Berlian. norma yang ada serta nilai yang hidup pada
Makna sosiokultural paribasa Bali dalam masyarakat tersebut.
seni pertunjukan drama gong lakon Kalung Bahasa memegang peranan yang penting
Berlian. Tujuan khusus penelitian ini, yaitu dalam kehidupan manusia (masyarakat)
(1) mendeskripsikan jenis paribasa Bali yang karena bahasa merupakan cermin kepribadian
terdapat dalam seni pertunjukan drama gong individu penuturnya. Kegiatan berbahasa ini
lakon Kalung Berlian, dan (2) mendeskripsikan begitu mendasar sehingga jarang disadari
makna sosiokultural paribasa Bali dalam seni oleh penuturnya. Penelitian ini juga mengacu
pertunjukan drama gong lakon Kalung Berlian. pada repertoir verbal (verbal repertoire) yaitu
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk keseluruhan, kesiapan, kemampuan, dan
menambah khazanah penelitian yang pernah keterlibatan seseorang untuk berkomunikasi
dilakukan sebelumnya dan dapat memperkaya dengan orang lain lewat bahasa dan ragam

169
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

bahasa dengan berbagai pihak dalam berbagai yakni metode dan teknik pengumpulan data,
situasi dan topik pembicaraan (Fishman, metode dan teknik analisis data, metode dan
1972:3-4). Komunikasi yang dilakukan teknik penyajian hasil analisis data. Dalam
seseorang harus disiapkan lebih dahulu, pengumpulan data dipergunakan metode pe­
dalam hal ini harus memperhatikan latar, ngamatan (observasi) dan metode wawancara.
topik pembicaraan, dan dengan siapa topik Pengamatan maksudnya mengamati secara
pembicaraan itu dibicarakan. langsung objek yang akan diteliti (Hadi,
Secara umum bahasa dinilai sebagai alat 1983:136), sedangkan yang dimaksud dengan
komunikasi yang paling praktis dan efektif wawancara adalah suatu cara yang digunakan
namun sebenarnya bahasa memiliki fungsi- untuk mendapatkan keterangan secara lisan
fungsi yang lebih penting lagi yaitu fungsi dari informan dengan bercakap-cakap langsung
ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi berhadapan mata (Koentjaraningrat, 1983: 129).
tekstual (Halliday, 1979: 12-13). Halliday Dalam pelaksanaannya kedua metode tersebut
membedakan fungsi-fungsi tersebut secara dibantu dengan teknik pencatatan langsung,
jelas. Bahasa berfungsi ideasional karena teknik rekam, transkripsi, dan terjemahan. Cara
bahasa mencerminkan, mengungkapkan pencatatan langsung dalam suatu wawancara
pikiran-pikiran, cita-cita, pemahaman dan adalah cara tebaik untuk memelihara keabsahan
intelektualitas seseorang. Perasaan seseorang data wawancara (Koenjaraningrat, 1983:151).
dapat diamati melalui tutur bahasanya. Fungsi Analisis data dipergunakan metode deskriptif
interpersonal adalah fungsi yang digunakan sinkronis, yakni menelaah bahasa secara
untuk membuat dan menjaga hubungan sosial objektif (sesuai dengan data yang diperoleh di
dan antarpribadi karena fungsi ini merupakan lapangan), sehingga merupakan bentuk tulisan
pengelolaan interaksi. Melalui bahasa yang bertalian dengan usaha penulis untuk
seseorang dapat mengungkapkan perasaannya melukiskan sebuah rincian dari objek yang
kepada orang lain. Fungsi tekstual adalah sedang dibicarakan atau memberikan data
peranan bahasa yang tertuang dalam satuan secara objektif. Sinkronis adalah penyelidikan
wicara, kosa kata, dan tata bahasa. Fungsi yang memusatkan perhatian kepada masalah-
tersebut berhubungan dengan tata kehidupan masalah bahasa sebagaimana terdapat pada
sosio budaya suatu masyarakat suatu bahasa. suatu saat tertentu. Penelitian ini berusaha
Fungsi tekstual ini akan tergambar dalam memerikan makna sosiokultural paribasa Bali
wacana dalam masyarakat pendukung suatu dalam seni pertunjukan drama gong lakon
bahasa yang memiliki derajat kekayaan Kalung Berlian berdasarkan data masa kini
sosial dan pengetahuan yang tinggi. Adapun tanpa memperhatikan perkembangan bahasa
hubungan ketiga fungsi bahasa tersebut sebelumnya (Keraf, 1982:93). Dalam penyajian
dapat digambarkan bahwa seseorang dapat hasil analisis data dipergunakan metode formal
mengemukakan pikiran atau ide yang ada dalam dan informal dibantu teknik induktif yaitu
dirinya melalui bahasa (fungsi ideasional) lewat beranjak dari fakta-fakta yang khusus, dari
tutur bahasa yang baik dan mudah dipahami data-data yang kongkrit, kemudian menarik
demi terjalinnya hubungan sosial seperti generalisasi-generalisasi yang bersifat umum
yang diharapkan, hubungan antarpribadi akan (Hadi, 1983:42). Di samping itu, dilengkapi
terjaga (fungsi interpersonal). Setelah ide atau pula dengan teknik deduktif yaitu beranjak
pikiran disampaikan, hubungan sosial terjalin dari fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian
maka akan diketahui latar belakang kehidupan menarik generalisasi-generalisasi yang bersifat
seseorang (fungsi tekstual). khusus.
Metode dan teknik dalam penelitian
ini dibedakan menjadi tiga tahapan kerja,

170
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

B. PEMBAHASAN Pada dialog di atas ditemukan sesonggan


a. Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam kuluk ngongkong tuara nyegut “anjing
Seni Pertunjukan Drama Gong Lakon menggonggong takkan menggigit’. Kata
Kalung Berlian tersebut menyiratkan makna perbandingan, sifat
Dalam seni pertunjukan drama gong seseorang diperbandingkan dengan kebiasaan
lakon Kalung Berlian ditemukan dua belas binatang, yaitu anjing menggonggong takkan
jenis paribasa Bali, yaitu sesonggan, menggigit. Sesonggan di atas bermakna
sasenggakan, wewangsalan, sesawangan, mengaku berani, perwira, pandai, tetapi
bladbadan, seloka, raos ngempelin, papindan, sebenarnya ia adalah seorang pengecut, hanya
sasimbing, cecangkitan, peparikan, dan berani di mulut saja atau kata-katanya saja
sasemon. Pembagian jenis-jenis paribasa Bali besar, namun tidak ada apa-apanya.
ini mengacu pada pendapat (Simpen AB:1989)
atas pertimbangan bahwa jenis-jenis paribasa Dialog 2
Bali yang dikemukakan paling lengkap dan Luh Cablek : Nah kapi ja ia I Bli Bentar selem,
rinci. Paribasa Bali yang terselip dalam dialog kewale nak selem-selem undis kuahne
antarpemain menyiratkan makna sosiokultural bangkit
tertentu. Sosiokultural berkenaan dengan segi- Luh Madu Sari : Beh jek ajumang Mbok pesan
segi sosial dan budaya masyarakat. Jenis-jenis I Bli Bentar, Mbok demen ladne Mbok, nah
paribasa Bali dan makna sosiokultural yang tiang jek setuju dogen suba, apa buin ia nak
terdapat dalam seni pertunjukan drama gong matugelan ajak I Bli Made Tirta
lakon Kalung Berlian dapat diketahui melalui
penjelasan subbab di bawah ini. Pada dialog 2 terdapat sesonggan
selem-selem undis kuahne bangkit ‘hitam-
a) Sesonggan hitam kacang undis air kaldunya lezat’. Data
Sesonggan merupakan pelambang tersebut menyiratkan makna perumpamaan,
kebiasaan, keadaan dan tingkah laku manusia keadaan seseorang yang kulitnya hitam, namun
yang disepadankan dengan kebiasaan, senyumnya manis memikat hati, disamakan
keadaan, dan tingkah laku binatang atau benda. dengan keadaan benda, yaitu undis.
Umumnya sesonggan itu selalu memakai
kata-kata perumpamaan atau perbandingan Dialog 3
yang sesuai keadaannya dengan orang yang Bentir : Beh nyak ba luung kene, luh telu,
ditujukan. Sesonggan yang terdapat dalam muani telu, jani bagi-bagi ba, I Made Tirta
seni pertunjukan drama gong lakon Kalung maan ia Luh Madu Sari, cang nyak ba Luh
Berlian dan makna sosiokultural yang tersirat Jepun, nah ci Tir cocok pasangang cang
disampaikan dalam dialog antarpemain sebagai ajak I Luh Cablek.
berikut. Bentar : Badah aluh gen bena, sada magi-
magi, cara magiang dedaaran dogen.
Dialog 1 Aaa……amun ia nyak ken i raga, luh-luh
Bentir : Arah, cang sing percaya ken ci Tar, cara jani nak kutal-katil ikuh celeng, ramah
munyi dogen gede, tuara tusing bani ngelud, cara anak demen, sakewala konden karuan
kuluk ngongkong, tuara nyegut. nyak yen prade lemesin, keto nyen pang
Bentar : Bah, ci sing percaya ajak i cang Tir, tawang ci.
buktiang munyin cange Tir, sakewale ci
maluan kema, nyanan icang lakar nugtug Kata kutal-kutil ikuh celeng ‘ogah-agih
uli duri. ekor babi’ pada dialog 3, meyiratkan makna
perumpamaan/perbandingan, yaitu seorang

171
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

gadis yang ramah dan pandai bergaul, dengan Dialog 5


pemuda seakan berminat, tetapi ketika didekati Raja Tua Kauripan : Nah pamekas Cening
untuk menjalin hubungan asmara ternyata ajak makejang suud amonto merebat
tidak mau. Sifat ini diperbandingkan dengan magenjongan buka ngarebutin balunge
keadaan ekor babi, jika dikibas-kibaskan tanpa isi, sawireh makejang suba ngresep
seakan mau lepas, tetapi sebenarnya tidak. teken paundukane, nah jani rukun-rukunang
ragane pada masemetonan.
b) Sasenggakan Raja Muda Mataum : Aji, dong ba sangkaning
Sesenggakan adalah gurauan yang titiang mangkin sekadi puniki kawentenane
menyentuh hati orang yang dituju. Sesenggakan Aji, pamekas Bli Purna Wijaya, da nyen Bli
juga merupakan sindiran atas perbuatan/ iwang penampen, asapuniki kawentenane
keadaan manusia yang disampaikan dengan ring puri, sangkaning ida i aji sane
“buka’’ yang terdapat pada awal sesenggakan nganikain mangda titiang rauh mriki,
sedangkan sesonggan tidak menggunakan kata ngentosin minakadi linggih ida, dawning
“buka” mangkin sampun nyekala Bli sane nuenang,
Sesenggakan dan makna sosiokultural cutet titiang ngalungsur mapamit, mawali
yang terdapat dalam seni pertunjukan drama ka jagat mataum, ngenterin panjak-panjak
gong Kalung Berlian dapat diketahui melalui titiang irika, sareng puniki adin titiang
contoh data di bawah ini. saking pajarakan, jagi tunas titiang ring
Bli.
Dialog 4
Patih Anom : Ratu Duagung Lingsir, yen wantah Pada dialog 5 ditemukan data buka
kalinggihan atur pawungu titiang, mangda ngarebutin balunge tanpa isi ‘berebut tulang
nenten kadi atur Ida I Anak Duagung Istri tanpa daging’. Data tersebut menyiratkan
becikan Cokor I Dewa mawacana riin ring makna perumpamaan, diumpamakan
I Anak Duagung Gede. Titiang naler erang seseorang berebut tulang tanpa daging, yaitu
ring manah, mangda nenten salit arsa ida seseorang yang bertengkar atau berkelahi,
anake lingsir ring Pejarakan, kanten Cokor memperebutkan sesuatu yang tiada gunanya,
I Dewa kadi linu ring rauh ida i anak kanten akhirnya mendapat kerugian.
a sasih tangkil ring puri.
Raja Tua Kauripan : Elah-elah to Paman, Dialog 6
baan gelah merasa ngarupaka anake ia Patih Agung : Duagung, sakemaon sekadi atur
I Cening Bagus Purna Wijaya, apa buin titiang sane sampun, Palungguh Cokor I
buka batun buluanne ngalintik padidi Dewa sampunang kadropon, prasida antuk
anggon gelah oka, patut ia tulad, bas aji titiang muputang.
ane nganikain, ia patutnye inget tekening Galuh Pejarakan : Paman, gelah nyidaang
maguru rupaka, ane ngelarang madan sing nanganin yen kekene Paman, meh
putra sesana, yen kangin orahang gelah adanan mawali san kema ke Pejarakan
mirib pianak gelah taka kangin Paman. yen kene tiban-tibanan gelah oyonganga,
mategul sing karoan, nyilem sing karoan
Sasenggakan buka batun buluanne buka gedebong biu duur yehe kekene.
ngalintik padidi ‘seperti biji rambutan, hanya
satu (sendiri)’ pada dialog 4 menyiratkan Sesonggan buka gedebong biu duur
makna perumpamaan, keadaan seseorang yehe “bagaikan batang pisang di atas air” pada
diumpamakan seperti batun buluan ‘biji dialog 6 menyiratkan makna perumpamaan,
rambutan’, yaitu hidup sebagai anak tunggal, diumpamakan bagai batang pisang di atas air,
tidak mempunyai saudara kandung.

172
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

yaitu suatu keadaan mengambang tanpa ada sahasa mageres, dini lantas jani kal kudiang,
suatu kepastian/tanpa tujuan. I Dewa apang pedas, Bli anak kasujatiane
tuara ada keneh bakal jangkep ka lawan I
Dialog 7 Dewa.
Raja Muda Mataum : Beneh, pang ci nawang, Galuh Pajarakan : Yaih, niki dong pocol tiang
gelah prabu uli Mataum, kewala jani suba meriki ka Kauripan, mapan i aji agung
kaangkat, kadarma putra ditu di Kauripan, nganikain tiang mriki, nikaanga sayuakti
gelah ane nyengcengang jagat Koripane, seneng ring pasikian tiang, dadodsne
teke mai lakar ngopin panak caine nyuksuk, nguluk-nguluk tiang, sangauk a grobag,
saget jeg kaplaibang ajak muani lenan, mauk buin bobab bekenten i aji agung.
turin jek lepas cai, ne Duagung uli Mataum
buka bedake suginin ajak Luh Madu Sari. Pada dialog 8 ditemukan data sengauk
Bapa : Cokor I Dewa Sang Nataratu saking a grobag, mauk buin bobab yang menyatakan
Jagat Mataum, sakewanten mangkin makna sindiran, ejekan tentang seseorang yang
wenten magenah ring Kauripan, mangkin berbuat bohong.
titiang parekane tua niki matur ke Koripan
mangda Cokor I Dewa nedunin nyarengin Dialog 9
pianak titiang nyuksuk. Raja Muda Kauripan : Ci jek prawadan dogen
dadi jeleme, Tar…Tar nang iwasin
Data buka bedake suginin ‘bagaikan orang (Purna Wijaya) : Yen gelah mesanding ajak i
haus bercuci muka (dapat menjulur-julurkan adi, to kenken ne Tar
lidah saja) pada dialog 7 menyiratkan makna Galuh Pejarakan : Cara apa iyang Tar?
seorang pemuda yang menginginkan atau Bentar : Yen Cokor I Dewa masanding sareng
mencintai seorang gadis, namun ditinggalkan I Raka bengong titiang ngiwasin, jek adung
bersama laki-laki lain. pisan, ida rakan Cokor I Dewa ida anak
bagus, Duagung Istri Cokor I Dewa tiing
c) Wewangsalan ampel bukunne liu, jegeg ngontel kutunne
Wewangsalan adalah ejekan atau liu.
sindiran pedas terhadap perbuatan seseorang.
Wewangsalan dibangun oleh dua kalimat. Data tiing ampel bukunne liu, jegeg
Kalimat pertama merupakan sampiran atau ngontel kutunne liu ‘buluh ampel bukunya
isi hati yang mengucapkan, tapi maknanya banyak, cantik lampai kutunya banyak’ pada
masih tersembunyi. Kalimat kedua merupakan dialog 9 menyiratkan makna sindiran, ejekan
arti dari kalimat pertama (yang menjelaskan seseorang yang memiliki wajah sangat cantik,
kalimat pertama). Wewangsalan yang terselip namun mempunyai banyak kutu.
dalam dialog para pemain drama gong Kalung
Berlian menyiratkan satu makna tertentu. Dialog 10
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh data Bentir : Yee….ne ane istri dogen ada kayun
di bawah ini. ane lanang sing, nyak cara wewangsalanne
Tar, uled sutra di Sidemen, biu kayu lebeng
Dialog 8 magoreng, Duagung Putra tusing senang,
Raja Muda Kauripan : Adi, sujatine I Dewa wireh Duagung Ayu jitne koreng.
anak ka uluk-uluk ne, dini suba tuna Bentar : Peh, Duagung Ayu orahanga jitne
pangrasan I Dewane dadi anak bajang, koreng nyanan payu ngeling.
tonden sumeken baon I Dewa nyen ane
lakar ajak I Dewa jangkep I Dewa jek suba

173
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

Wewangsalan uled sutra di sidemen, Dolar: Truk, nang tlektekang amonto orahange
biu kayu lebeng magoreng, Duagung Putra jegeg, rabun ladne penyingakane ida
tusing senang, wireh duagung ayu jitne koreng duagung putra, nah pang ida seneng
‘ulat sutra di Sidemen pisang kayu matang orahang gen ba jegeg Truk.
digoreng, Duagung Putra tidak senang, karena Petruk : Nggih jegeg, kewale kenten preraine
Duagung Ayu pantatnya borok/koreng’ dalam burik kadi umah nyawan.
dialog 10 menyiratkan makna sindiran, ejekan
jika seorang laki-laki tidak menyukai seorang Sesawangan preraine burik kadi umah
perempuan karena pantatnya borok/korengan. nyawan ‘mukanya burik, bopeng bagaikan
sarang lebah’ yang terselip dalam dialog 12
Dialog 11 menyiratkan makna perbandingan, ejekan yaitu
Petruk : Eee…apa ya gaena jelemane ene, memperbandingkan wajah seorang wanita yang
nyak ba cocok delem sangut merdah tualen, burik, bopeng dengan sarang lebah.
medem bangun ngamah dogen.
Dolar : Apa orahang ci to, ne…ne…tepuk Dialog 13
ci, tugas ne…tugas, cang nikaina ngae Made Tirta : Tar...Tir...nang iwasin to, dadi
pengumuman pengerab kambe ring ida ada anak luh tetelu dini di tengahing wana.
duagung lingsir. Bentar : Bah, sajan De, ada anak jegeg-jegeg,
pas ba ajak iraga, tetelu, to ane sitengah
Pada dialog 11 ditemukan data paling lena, pamulunne nyandat gading,
wewangsalan delem sangut merdah tualen, muanne nyampuah buka bulan purnamane,
medem bangun ngamah dogen ‘tidur bangun lan De ajaka makenalan.
makan saja’. Data tersebut menyiratkan makan
sindiran, ejekan terhadap seorang pemalas Sesawangan pamulunne nyandat gading,
yang pekerjaannya hanya tidur, bangun, dan muanne nyampuah buka bulan purnamane
makan saja. ‘tubuhnya kuning langsat, wajahnya bulat
bagaikan, bak bulan purnama’. Pada dialog
d) Sesawangan 13 menyiratkan makna perumpamaan, pujian
Sesawangan dalam bahasa Indonesia yaitu kecantikan seorang wanita yang kulitnya
adalah perumpamaan merupakan kata-kata kuning langsat, wajahnya bulat, putih, bersinar
yang mengumpamakan, membandingkan budi seumpama bulan purnama.
pekerti, gerakan, keadaan anggota badan,
ketampanan, kecantikan atau kejelekan dengan e) Bebladbadan
benda, binatang, dan keadaan alam semesta Bebladbadan adalah suatu kalimat
(menyerupai, bagaikan). Sesawangan biasanya yang dipanjang-panjangkan sehingga dapat
menggunakan kata buka, kadi, waluya. luir, melukiskan apa yang dimaksud oleh si
alah, dan amunan. pembicara, misalnya, “medamar di langit”
Sesawangan yang terselip dalam dialog dengan mendengar “damar di langit”, orang
antar pemain drama gong Kalung Berlian teringat, akan bulan. Kata “bulan” inilah
menyiratkan makna sosiokultural. Perhatian kemudian dipanjangkan menjadi bulan-bulanan.
contoh data berikut ini. Jadi kata bulan hanya dipakai batu loncatan
saja untuk menyampaikan maksudnya, dengan
Dialog 12 jalan memberikan imbuhan atau dengan jalan
Raja Muda Mataum : Lar, tumben gelah mengambil persamaan bunyinya. Bebladbadan
nepukin i adi, jegeg i adi sing medaya, dikatakan mempunyai arti sebenarnya
nawang kene sing uli pidan ba alih mai. (arti sejati) dan arti kias (tak sebenarnya).

174
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

Kadangkala arti sejati tidak diucapkan karena bisa mapitutur tekening adi-adi, men nyen
dianggap sudah diketahui. orahin bin, pisaga kal welin?
Bladbadan dan makna sosiokultural yang Luh Madu Sari : Mbok Luh dadi sing keto
terdapat dalam seni pertunjukan drama gong langgana teken nak tua, apa buin keto misi
lakon Kalung Berlian dapat diketahui melalui majempong bebek maambul-ambulan.
contoh data di bawah ini.
Kata majempong bebek ‘berjambul itik’
Dialog 14 pada dialog 16 termasuk jenis bladbadan.
Raja Muda Mataum : Saja Adi Ayu, tekan Bli Ucapan jambul hampir sama bunyinya dengan
mai, sing ja ada len Bli nandang jengah, sakit kata ngambul yang bermakna merajuk.
ati Bli... Adi, maketel Bali Bli manyaratang
buka Adi. f) Seloka
Dolar : Sapunika nyen sarat kayunne Ida Seloka juga hampir sama dengan
Duagung Putra, ring Palungguh Cokor I sesonggan. Seloka adalah kiasan kata, yang
Dewa. langsung dibandingkan dengan keadaan benda,
binatang, dan sebagainya, guna menyangkal
Bladbadan maketel Bali, berarti suatu perbuatan atau menasehati seseorang
caratan. Kata caratan diasosiasikan dengan dengan cara halus, tepat, dan jitu sehingga orang
kata nyaratang. Kata nyaratang pada dialog yang dinasehati atau orang yang disangkal itu
14 menyiratkan makna pengharapan, yaitu seketika terlintas kepada maksud dan tujuan isi
seorang laki-laki yang sangat menginginkan, petuah.
menghapkan cinta dari gadis yang dipujanya. Seloka yang terdapat dalam dialog
antarpemain drama gong Kalung Berlian
Dialog 15 memiliki makna sosiokultural sebagai berikut.
Raja Muda Mataum : Sing ja ada len buin ane
sida bakal nyegerang Bli, tuah dini balianne Dialog 17
Adi.Madon jaka ngiring makaronan ajak Bli Luh Cablek : Tiang ba ngresep, ba merasa
dini, Adi. tiang dadi panak paling gedena dini, yen
Petruk : Patut punika Duagung Istri. keneh tiange te pa, bapa pang nawang, yen
pangaptian tiange kenken bet tiange nabnab
Kata madon jaka, makaronan yang terselip adin-adin tiange pang nyak salungslung
dalam dialog 15 termasuk jenis paribasa Bali, sabyaantaka manyama, sakewale to Iluh
yaitu bladbadan. Kata makaronan diambil dari Jepun sing pesan nyak nuutin keneh tiange.
kata ron, yaitu nama daun jaka (enau). Dengan Bapa : Nah, da to sangetanga pesan, ia nak adi
memberi awal ma- dan akhiran -an menjadi paling cenika nak mula keto, nyen paling
makaronan, yang diasosiasikan dengan kata cenika sinah ia paling ngaguna, kanggoang
makurenan ‘bersuami istri’. Data di atas, bena wake gedenan ngalah, tusing ada
menyiratkan makna ajakan seorang pemuda lemete lung, jati nyai Jepun, awak da nyen
kepada gadis pujaannya agar mau menikah sanget iwakanga bene mamunyi, idiang
dengannya. deweke pelih teken mboke

Dialog 16 Pada dialog 17 terdapat seloka tusing


Luh Cablek : Nah tiang ba welang, tiang ba ada lemete lung ‘lentuk tak akan patah’. Data
leklek ajak makejang di atas menyiratkan makna berupa nasihat,
Bapa : Men nyen buin kal glemekin, nyai bahwa hati yang sabar dan mau mengalah akan
Cablek pianak bapa paling kelih, patutne menjadi pribadi yang kuat, ikhlas, tidak mudah
patah hati, sakit hati, atau terpuruk.

175
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

Dialog 18 pelawak didalam pertengkaran akibat salah


Raja Muda Kauripan : Kayun gelah ne jani pengertian atau mengecoh lawan bicara. Raos
bakal ngelong keprabon ngempelin hampir sama dengan cecangkitan.
Bentar : Pacang nyineb wangsa? Raos ngempelin adalah kata bermakna ganda
Raja Muda Kauripan : Beneh, apang sing sedangkan cecangkitan adalah kalimat
ada anak nawang kapin paundukan gelah, bermakna ganda.
prade ada musuh ane pacang nyengkalen Raos ngempelin dan makna sosiokultural
paukudan gelah, sinah keweh baan ia bakal yang terdapat dalam seni pertunjukkan drama
nelebang, prade ada anak nyambatang, gong lakon Kalung Berlian dapat diketahui
prade ada ane nakonang, saget nyen sida melalui data berikut ini.
kacunduk kapining anak len, nah jek
orahang suba gelah myaman caine, gentosin Dialog 20
pesengan gelah, kaukin suba I Made Tirta Petruk : I Dolar jelema pengecut, awakne
Bentir : Beh, Tar, jani duagung putra pacang dogen gede, gede-gede ngonyang boreh
nyineb wangsa anggon nyama, kaukin I Dolar : Tandruh gen I Petruk, cang orahanga
Made Tirta, jek salit asan kenehe, suba ya pengecut, jatine ngengken gen cang bani
keto kayun idane tuutin dogen suba, kewale Petruk : Bani ci tomplok montor mati?
keto, buka nekepin anduse, kasuwen-suwen
sinah suba ketara. Pada dialog 20 terdapat raos ngempelin
tomplok montor mati ‘ditabrak motor mati’.
Pada dialog 18 terselip paribasa Bali Kata tersebut menyiratkan makna pembicaraan
jenis seloka buka nekepin anduse ‘bagaikan yang mengecoh lawan bicara, yaitu (1) ditabrak
menutupi asap’. Data tersebut menyiratkan motor kemudian meninggal dan (2) ditabrak
makna perumpamaan, yaitu bagaimanapun motor mati.
menyembunyikan rahasia lama-kelamanaan
kentara juga, bagaikan menutupi asap. Dialog 21
Luh Jepun : Mbok…Mbok Madu Sari, i bapa
Dialog 19 ia kija ne Mbok, dadi suba sanja tonden
Luh Jepun : Mbok Luh Cablek, tiang ngon masi teka?
teken I Mbok Luh Madu Sari, apa pelajaina Luh Madu Sari : Beh Luh Jepun jeg begbeg
jek enggal bisa, apa anggona jek luung, apa paling nakonang i bapa, i bapa nak ia nu
ganena pasti melah. kangin luh.
Bapa : Saja to luh, yehe kija lakuna membah,
nanging nyai ajak mbok nyaine Luh Cablek Raos ngempelin nu kangin ‘masih di
masijemet anggon bapa pianak. Timur’. Pada dialog 21 menyiratkan dua
Seloka yehe kija lakuna membah makna, dalam mengecoh lawan bicara, yaitu
‘air kemana mengalirnya’ pada dialog 19 (1) bapak sedang melakukan pekerjaan sebagai
menyiratkan makna perbandingan, yakni sifat tukang (menjadi tukang bangunan), dan (2)
manusia diperbandingkan dengan sifat benda, bapak masih di Timur.
yaitu air. Data di atas bermakna bahwa seorang
anak menuruti sifat atau kelakukan orang h) Pepindan
tuanya. Pepindan memiliki kesamaan dengan
sesawangan. Perbedaannya, pepindan tidak
g) Raos Ngempelin menggunakan kata kadi, luir, dan sebagainya.
Raos ngempelin adalah suatu kata Pepindan dan makna sosiokultural yang
mempunyai dua arti, kata-kata ini sering dipakai terdapat dalam seni pertunjukan drama gong
Lakon Kalung Berlian sebagai berikut.

176
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

Dialog 22 Pada dialog 24 terdapat pepindan bokne


Galuh Pejarakan : Cara apa yang Tar? embotan blayag ‘rambutnya ikal mayang’,
Bentar : Yen Cokor I Dewa masanding sareng alisne madon intaran ‘alisnya bagai daun
ida i raka bengong titiang, adung pisan, ida intaran’, pamulunne nyandat gading ‘kulitnya
rakan Cokor I Dewa ida anak bagus, Cokor kuning langsat’. Data di atas menyiratkan
I Dewa anak jelek, susunne mligo, bonne makna perumpamaan/perbandingan, pujian,
alah ngadut bangken lipi. yaitu seorang perempuan yang mempunyai
Galuh Pejarakan : Peh prawadan gen ci dadi rambut ikal mayang bagaikan embotan blayag
jeleme, nyen orahang ci ngadut bangken (nama jenis ketupat yang jika ditarik bentuknya
lipi, macem-macem gen ci nah, sesai ci bergelombang), mempunyai alis hitam tebal,
keto ngewada-ngewada cang, to….to…misi panjang melingkar menyerupai daun intaran,
nekep cunguh, aengan ken bon cine paling dan mempunyai kulit kuning langsat bagai
miika. bunga kenanga.

Pada dialog 22 terselip pepindan i) Sesimbing


susunne mligo. Mligo berasal dari kata bligo Sesimbing adalah kata-kata sindiran yang
‘nama jenis sayur yang bentuknya seperti digunakan untuk menyindir prilaku seseorang.
mentimun panjang dan besar (labu putih). Sesimbing ini biasanya diucapkan didepan
Susunne mligo pada dialog 22 menyiratkam orang yang akan disindir dengan menggunakan
makna perbandingan, ejekan kepada wanita kata-kata yang sangat tersembunyi maknanya.
yang susunya mengundur menyerupai bligo Sesimbing yang terselip dalam dialog
(memiliki susu besar). antarpemain drama gong lakon kalung berlian
menyiratkan makna sosiokultural. Untuk lebih
Dialog 23 jelasnya perhatian contoh data di bawah ini.
Petruk : Ajak magarapan I Dolar jeg begbeg
nguyuk Dialog 25
Dolar : Apa ibi sanja cang sing maan pules Luh Jepun : Nah Pa, disubane ada pitutur
Truk Bapane keto marep tekening tiang, dadi
Petruk : Kenkenang men gaenne memukal merasa pelih saja parilaksanan tiange ane i
busan, bes langgana tiang tekening nyama
Pada dialog 23 terdapat pepindan gaenna kelihan, uling jani tiang lakar ngidih pelih
memukal ‘pekerjaan seperti kelelawar’. Data malu ajak Mbok Luh Cablek nah Pa, Mbok
itu menyiratkan makna perbandingan, ejekan Luh to ngudiang keto semune nyucuk langit
kepada seseorang yang senang keluar malam teken pedewekan tiang, Mbok nak pedih
(melakukan kegiatan malam hari seperti ladne ken tiang Mbok?
kelelawar). Luh Cablek : Kudiang Mbok mena sing
pedih, yen amonto krentengan Luhe, luihan
Dialog 24 ken kara menyahnyah.
Luh Jepun : Mbok Luh Cablek, kapija iraga
matugelan, angob tiang ngiwasin buat Kata semune nyucuk langit ‘raut
kajegegan Mbok Madu Sari, bokne embotan mukanya seakan menggapai langit’ dalam
blayag, alisne madon intaran, pemulunne dialog 25 termasuk jenis sesimbing. Data
nyandat gading, jek maanehan gobanne tersebut menyiratkan makna sindiran terhadap
ajak iraga. seseorang yang berperilaku angkuh/sombong
Luh Cablek : Tuah saja keto luh, mbok mase atau berwajah judes.
angob, buinna bikasne jemet pesan

177
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

Dialog 26 j) Cecangkitan
Raja Muda Kauripan : Nengil malu Adi, Cecangkitan adalah kalimat bermakna
Bli pang sida matandang wirang kapin ganda, digunakan pada saat bersenda gurau.
jelemane uling Matuum, bes liwat pongah Biasanya digunakan untuk mengolok-olok
cai, sing inget kapin paukudan kelaju san teman sepermainan. Cecangkitan yang terdapat
iba malaksana, kanti mlegandang luh Madu dalam seni pertunjukan drama gong lakon
Sari, kaden iba sing bakal ada ngawirangan kalung berlian adalah sebagai berikut.
paukudan ia I Madu Sari, barak bengeh
muan ibane, merasa negakin gedebong, Dialog 28
merasa teken jit belus iba. Petruk : Asal ida medal, jek saru-saru ajaka
Luh Madu Sari : Uduh Bli Made, prasida puikin
bli ngetut tiang mai ke Puri Kauripan, Raja Muda Mataum : Nak ngujang-ngujangan
mabelapati ngawirangang paukudan tiange, jelemene dini? Truk, Lar, kenken ne, saja-
tan kadi-kadi atur suksman tiang marep saja jelema kal dot puik ne, nah jani nyen
kapening bli. nyak suud puik kal bang pipis.
Petruk : Sing perlu, lamun jani bantas sikut
Kata merasa negakin gedebong, merasa pipis tusing kuangan.
teken jit belus ‘merasa menduduki batang
pisang, merasa dengan pantat basah’ dalam Cecangkitan lamun jani bantas sikut pipis
dialog 26 juga termasuk jenis sesimbing. Kata tusing kuangan ‘sekarang jika hanya pengukur
tersebut menyiratkan makna sindiran terhadap uang tidak kurang’ pada dialog 28 bermakna
seseorang yang merasa telah berbuat salah atau mengecoh atau mengolok-olok lawan bicara
tidak baik/benar. bahwa sesungguhnya dia kekurangan uang,
namun ukuran uang tidak kurang.
Dialog 27
Bentir : Sing ja amat-amat liang kenehe lamun Dialog 29
jani, apa ke ngeranayang keto, sing ja ada Dolar : Truk, tawang ci mawanan kambinge
len sasukat ngiring pemargan Ida Duagung gaenanga bada, apang ia tusing kena ujan
Putra, tabik pakulun, apang raga tusing kena angin, apa buin kambinge tusing bani kena
raja pinulah, ane mapustaka Ida Duagung yeh
Gede Purna Wijaya, ida anak wikon, ida Petruk : Jek tegulang dogen pragat suba, dini
anak widagda, len teken mingsikin ida uli tusing ada ujan angin.
Puri Mataum, ngatibangbung, ngreneb Data dini tusing ada ujan angin ‘disini
sakewala puyung. tidak ada hujan angin’ dalam dialog 29 termasuk
Bentar : Saja to Tir, Duagung Gede di Mataum, jenis cecangkitan. Kata tersebut menyiratkan
yen orahang srendeng-srendeng nak tegteg, makna mengolok-olok atau mengecoh lawan
yeh orahang tegteg nak misi mase bedik. bicara, yaitu disini tidak ada hujan angin, yang
ada hujan air.
Kata ngatibangbung, ngreneb sakewala
puyung ‘berkilau tetapi kosong/tidak berisi’ Dialog 30
dalam dialog 27 termasuk jenis sesimbing. Dolar : Beh bakat bana teken I Petruk, aaa….
Kata tersebut menyiratkan makna sindiran ujan angin mula sing ada, ujan yeh mara
terhadap seseorang yang penampilan luarnya ada, nah jani cang men ngorahin ci, batune
saja berkilau/mentereng, tetapi sesungguhnya culik-culik bisa makeber.
tidak berisi, kosong, tidak berkemampuan. Petruk : Maluan tawang canang layon cine
lar, ci balas dendam ne, sing ada batu bisa
makeber.

178
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

Pada dialog 38 terselip data cecangkitan Dialog 33


batune culik-culik bisa makeber ‘batu di kutik- Bentar : De, keto ba luh gek ajak telu to, yen
kutik dapat terbang’. Culik-culik artinya (1) goh ia ngengkrek-ngengkrekin, yen suba
dikutik-kutik, (2) nama jenis burung. Jadi, data paek mai anggurin ia ngelen-ngelen, kala
diatas, menyiratkan dua makna dalam mengecoh keto pang melahanga ngaba padewekan
atau mengolok-olok lawan bicaranya, yaitu wireh cara janine makejang anake luh
(1) batu di kutik-kutik tidak bisa terbang, (2) beling malu.
burung culik-culik sudah tentu bisa terbang. Luh Cablek : We bli Bentar apa orahang bli,
makejang anake luh beling malu keto, da
Dialog 31 ngawag-ngawag mamunyi nah.
Petruk : Megending kroncong gen demenne I Luh Madu Sari : We mbok Cablek da bes
Dolar, matembang Bali anake kapah-kapah bangras mamunyi, lek atine, mbok sing
Dolar : Cang tunden ci matembang Bali? bisa ngresepang munyi, nak beneh cara
Tembang Bali apa sing tawang cang? munyinne Bli Bentar, sing ada nak beling
kuri, sing ada nak beling di tundun, anak
Raos ngempelin tembang Bali apa sing mula di malu anake beling, di basange.
tawang cang? pada dialog 31 menyiratkan dua
makna, dalam mengecoh lawan bicara, yaitu Pada dialog 33 terselip cecangkitan cara
(1) tembang Bali apa yang saya tidak ketahui? janine makejang anake luh beling malu ‘jaman
atau dapat juga bermakna tembang Bali apapun sekarang semua perempuan hamil duluan’. Kata
saya tahu, dan (2) saya tidak tahu tembang malu dalam cecangkitan di atas dapat berarti
Bali apapun. (1) duluan, (2) di depan. Cecangkitan dalam
dialog 40 menyiratkan dua makna (1) jaman
Dialog 32 sekarang semua perempuan hamil duluan, dan
Bentir : Yen Bapa pet nyen keweh da nyen Bapa (2) semua perempuan hamil di depan (di perut)
makebangan, apa ja keperluan Bapane, bukan di belakang (di punggung).
seadan di pondok tiange, tiang mula
ngemaang Bapa, yen Bapa mirib kuangan k) Peparikan
biu, jek kema dogen ke pondok tianga, Peparikan sama seperti pantun dalam
jek bahang ragane Pa, yen saget masan bahasa Indonesia. Peparikan juga merupakan
rerainan asal ada gae menek, jek tiang sindiran terhadap tingkah laku manusia.
orahin, kewale yen tunden Bapa ngemaang Peparikan dibangun oleh empat kalimat
ngamah sampi, tiang tusing masanggup (satu bait) dan bersajak. Dua buah kalimat
kerana dini padange tusing dadi arit. pertama merupakan sampiran dan dua buah
Made Tirta : Pragat pesan I Bentir, ngecetcet kalimat berikutnya merupakan isi (penjelasan).
kanti meroe-roe bibihne ngomong, anak Peparikan yang terdapat dalam seni pertunjukan
tua bakat bana ngendahang, yen kuangan drama gong kalung berlian sebagai berikut.
biu bahang ragane, dong I Bapa tunden cai
bah? Dong padang sing dadi arit, ngelah Dialog 34
dogen rerikrikan. Galuh Pajarakan : Kapi cacad ci gelah, gelah
nak sing kenken, yang penting I Beli Agung
Cecangkitan padange tusing dadi arit ba ngorahang gelah jegeg, nah jani kal
‘rumput tidak menjadi sabit’ dalam dialog 32 bales gelah gendingan cai to, sok wek
menyiratkan makna mengolok-olok, mengecoh, pedemin cicing, lelawahe kena tapis, nyaka
yaitu rumput sudah tentu bisa disabit, tetapi jelek nyaka tusing ngulaha maan pipis.
rumput tidak bisa dijadikan sabit. Dolar : Pih, mata duitan masi duagung istri.

179
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

Pada dialog 34 ditemukan data peparikan makna rayuan dan senda gurau, yakni rayuan
sok wek pedemin cicing, lelawahe kena tapis, seorang pria kepada pujaan hati dengan iming-
nyaka jelek nyaka tusing ngulaha maan pipis iming sebuah honda.
‘bakul robek ditiduri anjing, kelelawar kena
jaring, ‘biar jelek biar tidak, asalkan dapat Dialog 37
uang’. Data tersebut menyiratkan makna Made Tirta : Anak ngudiang ne royo ajak
tidak peduli dan senda gurau, yaitu seorang amone.
perempuan yang tidak peduli dikatakan jelek Bentar : I Made Tirta gen sing maan ngerayu
yang penting mendapat uang (disampaikan Luh Madu Sari, nah jani tulungina men
sambil bersenda gurau). ngerayu
Bentar dan Bentir : Taluh-taluh lindung be
Dialog 35 sudang aji duang keteng, tuyuh-tuyuh
Bentar : Nasi anget mewadah piring, basa nganggur buin pidan lakar nganten
liu mawadah ingka, bilang inget mekita
ngeling, masa iluh nyagjag teka Kata-kata taluh-taluh lindung be sudang
Luh Cablek : Aduh….pedalem tiang Bli Bentar, aji duang keteng, tuyuh-tuyuh nganggur, buin
sujatine nyen ingetang Bli kanti mekita pidan lakar nganten’ telor-telor belut ikan
ngeling Bli? sudang seharga dua keteng, lelah bertandang
Bentar : Anu Luh….tusing ja ade len tuwah kapan akan menikah’ dalam dialog 37 termasuk
Iluh ane merawat-rawat di mata. jenis peparikan. Data di atas bermakna rayuan
dan ketidakpastian, yaitu pernyataan seorang
Pada dialog 35 ditemukan data peparikan pemuda bahwa dia telah lelah bertandang
nasi anget mawadah piring, basa liu mawadah tanpa kepastian dari pujaan hati kapan akan
ingka, bilang inget mekita ngeling, masa iluh menikah.
nyagjag teka ‘nasi hangat beralaskan piring,
bumbu banyak beralaskan ingka, setiap ingat l) Sesemon
ingin menangis, terasa iluh datang mendekat’. Sesemon hampir sama dengan sesimbing,
Data tersebut menyiratkan makna hati yang tetapi sesemon lebih halus dan menghanyutkan.
gundah gulana, jika terkenang terasa sedih Sesemon ada yang berbentuk gancaran dan ada
ingin menangis, seakan gadis pujaan hati yang berbentuk tembang.
datang mendekat. Sesemon yang terselip dalam dialog
antarpemain seni pertunjukan drama gong lakon
Dialog 36 Kalung Berlian memiliki makna sosiokultural,
Bentir : Mara I Bentar ngerayu I luh Cablek, Perhatikan contoh data berikut ini.
jani cang kal ngerayu I Luh Jepun, balang
minyak kena tali, meli timbul carang gonda, Dialog 38
lamun enyak teken Bli, Bli sanggup meliang Patih Agung : Sapunapi Ratu Duagung
onda. sampun prasida antuk. Pengaptian titiange
Luh Jepun : Kal kudiang negakin onda kene di taler ajung Palungguh Cokor I Dewa irika
alase ring jagat Pajarakan Cokor I dewa polih
nyengcengang jagat Kauripane.
Pada dialog 36 terdapat data balang Galuh Pajarakan : Sampune ento nak sampun
minyak kena tali, meli timbul carang gonda, ngudiang. Jek elah dogen keneh pamane. To
lamun enyak teken bli, bli sanggup meliang mawinan mawali-wali kedek pamane, apa
onda. ‘ jika mau dengan kakak, kakak sanggup to kakedekang sanget pesan.
membelikan honda’ data tersebut menyiratkan Patih Agung : Palungguh Cokor I Dewa nenten
ja eling. Punapi patapan ipun isang lelipi,

180
(Ida Ayu Putu Aridawati) Makna Sosiokultural Paribasa Bali dalam Seni Pertunjukan Drama Gong...

ritatkala ipun jagi ngelesang lumungsungan nerawang tur tusing seleg ngudiang, nak
ipun, wenten ring sastra maosang ana kenken ne Luh?
puwa sire wenang ning alaken kroda maka Luh Madu Sari : Bapa, jek kene dogen bane
sedananing kesama maka kramaning narka sebeng tiange, kaden biasa ibi puan
lumungsungan ipun, kaden asapunika… amoncen dogen sebeng tiange Pa.
ha… ha….ha. Bapak : Nah kapi ja Bapa tua, raya kene kaden
sing kena ban Bapa nyidra, nah kewala kene
Sesemon dalam dialog 38 diatas, yen Bapa nak sing nombaang nyen Cening
mengandung makna sindiran, imbauan, dan bakal ngalih gegelan, care mededagangane
nasihat, bahwa untuk menutupi maksud mula Bapa ngelah dagangan pang nyak
yang tidak baik, seseorang diharapkan payu, riwekas, kewala pang nyak manut
melepaskan tabiatnya yang asli, mengubahnya aji, nah kewala yen suba nyen sangkaning
menjadi prilaku yang baik, rendah hati, rahayu keneh Cening pada luung, nak ne
mudah memaafkan, tidak mudah marah agar mula kal saratang Bapa, kewala suba madan
mendapatkan simpati di tempat yang baru. asin yen suba madan asah, yen suba nyen
Cening madan asin ngalapang nak muani,
Dialog 39 riwekas pang ada petarin Cening tapening
Patih Anom : Yen ketoang Bli sing mabalik bapa pang keles dogen uling telapakan
dadi wicarane, napi mawinan, Bli mula liman Bapa, nak ne mula buatang Bapa
kasub buat kaduegan Bline, yen titiang Ning, apin ja Bapa tua belog anggon Cening
enu belogan sanget teken ukudan Beline, rerama, ajinin nyen kabelogan Bapane.
sawireh Bli dini di jagate anggen titiang
suluh Bli anggen titiang titi, anggen titiang Sasemon yang terdapat pada dialog 40
sundih ritatkala titiang kapetengan. menyiratkan makna sindiran, imbauan, dan
Patih Agung : Nang eda ketoange, percuma harapan seorang ayah yang menyadari anaknya
lakar titine yen suba bubukan, suba royod sedang jatuh cinta, tentu saja hal itu membuat
ring tengah Adi majalan, elung titine ayahnya bahagia dan bangga karena memang
mapuara ulung kapangkunge, katukade, itulah tujuannya, agar anaknya menemukan
yen lakar anggon sundih, lengisne enyat, jodoh yang cocok dan serasi. Jika nanti
sedeng iteh majalan di petenge, lakar mati benar-benar berjodoh beritahukan ayah untuk
ulian telah lengisne. memberi doa restu melepasmu kepelaminan.
Walau tua dan bodoh hargai ayah sebagai orang
Sesemon dalam dialog 39 mengandung tua.
makna sindiran, pernyataan seorang adik
kepada kakaknya, bahwa kakaknya adalah C. PENUTUP
seorang yang tersohor kepandainnya, penuntun, Paribasa Bali adalah bahasa kias yang
penerang di saat kegelapan. Kakaknya dipakai sebagai sarana untuk mengeluarkan
menyangkal, bahwa dia tidak seperti dulu lagi, isi hati atau pikiran yang dikaitkan dengan
segala kemampuannya dirasa sudah rapuh, norma-norma yang hidup dan berkembang
semakin menghilang karena termakan usia. dalam masyarakat Bali dengan perbandingan,
perumpamaan, sindiran, mengenai keadaan
Dialog 40 (alam, benda, binatang), dengan tingkah
Bapak : Luh Madu Sari, kena baan Bapa laku manusia. Paribasa Bali dalam seni
ngarga uli semita uli sebeng luhe, mekad I pertunjukan drama gong di Bali diselipkan
Made Tirta rasa jelek san sebeng luhe care dalam dialog antarpemain melalui guyonan,
bungan pucuke kucek, layu dudus nerawang- senda gurau,ejekan, celaan, hardikan, cumbuan,

181
Jnana Budaya Volume 19, Nomor 2, Agustus 2014 (167 - 182)

hukuman, saran, nasehat, imbauan, harapan, DAFTAR PUSTAKA


cambukan, teguran, pertengkaran, tertawaan, Antara, I Gusti Putu. 1981. Perumpamaan
percintaan, dan lain sebagainya. Paribasa Bali dalam Bahasa Bali (Laporan Penelitian:
ini berfungsi untuk menghidupkan suasana Fak. Keguruan UNUD.
pentas melalui dialog antarpemain. Bagus, I Gusti Ngurah. 1978. Penterjemahan
Berdasarkan data yang ada dalam Karya Sastra Traditional. Jakarta:
seni pertunjukan drama gong lakon Kalung Himpunan Penterjemah Indonesia.
Berlian terdapat dua belas jenis paribasa Bagus, I Gusti Ngurah, 1980. Paribasa dalam
Bali, yaitu sesonggan, sesenggakan, Bahasa Bali. (Laporan Penelitian).
wewangsalan, sesawangan, bladbadan, Singaraja: Fak. Keguruan UNUD.
seloka, raos ngempelin, pepindan, sesimbing, Budiasa, I Made. 1997. Penelusuran Ungkapan
cecangkitan, peparikan, dan sesemon. dalam Pementasan Topeng Tugek
Jenis-jenis paribasa Bali yang disampaikan Carangsari. (Dalam Majalah Aksara
dalam dialog antarpemainnya menyiratkan 1997). Denpasar: Balai pendidikan
makna sosiokultural tertentu. Data sesonggan Bahasa.
menyiratkan makna: perbandingan, Fisman, J. A. 1972. Sosiolinguistik; Suatu
perumpamaan; data sesenggakan menyiratkan Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
makna perumpamaan; data wewangsalan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
menyiratkan makna sindiran, ejekan; (Terjemahan Barhaya Ali).
data sesawangan menyiratkan makna: Hadi, Sutrisno. 1983. Metodelogi Research 1.
perbandingan, ejekan dan perumpamaan, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
pujian; data bebladbadan menyiratkan makna: Psikologi UGM.
pengharapan, ajakan, dan merajuk; data seloka Halliday, M. A K. 1979. Exploration in die
menyiratkan makna: nasihat, perumpamaan, dan Functions of Language. London: Edward
perbandingan; data raos ngempelin menyiratkan Arnold.
makna: mengecoh lawan bicara; data pepindan Keraf, Gorys. 1982. Eksposisi dan Deskripti:
menyiratkan makna: perbandingan, ejekan Komposisi Lanjutan 11. Ende Flores:
dan perumpamaan/perbandingan, pujian; data Nusa Indah.
sesimbing menyiratkan makna: sindiran; data Koentjaraningrat 1983. Metode-metode
cecangkitan menyiratkan makna: mengecoh Penelitian Masyarakat. Jakarta:
atau mengolok-olok lawan bicara; data Gramedia
peparikan menyiratkan makna: tidak peduli Nababan, P. W. J. 1984. Sosiolinguistik Suatu
dan senda gurau, gundah gulana, rayuan dan Pengantar. Jakarta: Gramedia.
senda gurau, serta rayuan dan ketidakpastian; Ranuara, Anom. DKK. 1979. Perkembangan
data sesemon menyiratkan makna: sindiran, Teater di Bali sejak Perang Dunia Kedua
imbauan, dan nasihat, sindiran dan pernyataan, sampai sekarang. Denpasar: Proyek
serta sindiran, imbauan, dan harapan. Pengembangan Kesenian Bali.
Penelitian ini merupakan penelitian bahasa Simpen AB, I Wayan. 1989. Basita Parihasa.
yang berkaitan dengan masalah kebudayaan. Denpasar: Upada Sastra.
Penelitian semacam ini terus dilakukan,
sehingga pemahaman terhadap masalah sastra,
sosial budaya, dan bahasa Bali menjadi lebih
lengkap dan mendalam.

182

Anda mungkin juga menyukai