Anda di halaman 1dari 4

Nama : Al Ahzuri

NIM : 2184202002

TUGAS BAHASA INDONESIA

Identifikasi penggunaan huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal pada wacana
berikut! Perbaikilah sesuai dengan aturan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia!

PENDAHULUAN
Sastra lisan adalah salah satu jenis karya yang mewadahi ekspresi kesusastraan
warga dalam sebuah kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun secara lisan.
Setiap daerah di Indonesia tentu memiliki sastra lisan sebagai khasanah budaya/ ciri khas
daerah tersebut. Namun, sebagai suatu karya yang dihasilkan dari mulut ke mulut, sastra
lisan sulit untuk dikuasai oleh semua Masyarakat. Padahal setiap budaya daerah (sastra
lisan) dapat menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.
boscom dalam (Danandjaja 1997:19) menjelaskan bahwa budaya daerah
memiliki empat peranan yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi adalah pencerminan angan-
angan suatu kolektif; (2) sebagai pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga
kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device), dan (4) sebagai alat
kontrol agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Meskipun memiliki peran yang cukup penting, sastra lisan dipandang sebelah
mata. Hal ini sesuai pendapat Yosep (2011:50) bahwa kedudukan sastra lisan dipisahkan
dari pembicaraan resmi karena dipandang tidak sesuai dengan ciri formal dan kualitas
yang biasanya diterima dalam pembicaraan sastra indonesia. Hal tersebut menurut
Yosep, dipengaruhi oleh dominasi tata sastra modern, dominasi estetika humanisme
universal, dan hegemoni bahasa Indonesia.
Menilik kondisi tersebut, maka perlu ada upaya untuk menginventarisir
kebudayaan tersebut. Salah satu upaya menginventalisir kebudayaan adalah dengan
menjadikan sastra lisan tersebut menjadi seni pertunjukan. Hal ini dapat dilihat dalam
tulisan Sudewa (2014) dengan judul Transformasi Sastra Lisan Ke Dalam Seni
Pertunjukan di Bali: Perspektif Pendidikan. Selain hal tersebut, menginventalisir juga
bisa dilakukan dengan cara membukukan sastra lisan tersebut; seperti yang dilakukan
oleh Cokorda Istri Sukrawati (1999). Dengan membukukan sastra lisan, maka karya
tersebut akan mudah diperkenal- kan ke masyarakat luas dan menjaga agar karya sastra
tersebut abadi. Selain itu, membukukan sastra lisan dapat memperkaya media
penyebaran bahasa daerah.
Di Sulawesi Selatan terdapat berbagai jenis bahasa daerah. Salah satu bahasa yang
menjadi sorotan Balai Bahasa adalah Bahasa Makassar dialek Konjo. Bahasa Makassar
dialek konjo oleh Pusat bahasa dimasukkan ke dalam kategori hampir punah. Bahasa
Makassar dialek Konjo pada dasarnya adalah bahasa yang digunakan oleh masayarakat
di Kabupaten Bulukumba, khususnya pada kawasan Bulukumba bagian Timur.
Sastra lisan di Bulukumba biasanya digunakan untuk mantra, pemanggil pengantin,
nyanyian pengiring mainan tradisional, kegiatan-kegiatan adat ataupun lagu pengantar
tidur. Di Bulukumba, khususnya pada pengguna bahasa Konjo; sastra lisan ini,
cenderung tidak lagi digunakan. Orang tua lebih suka memutarkan lagu atau musik untuk
menidurkan anak. Ketimbang menyanyikan kelong yang memiliki makna dan nilai-nilai
yang mendalam serta sebagai media pengenalan bahasa daerah kepada anak.
Jawaban :
PENDAHULUAN = PENDAHULUAN
Paragraf 1 :
Masyarakat = masyarakat (huruf kapital)
Paragraf 2 :
boscom = Boscom (huruf kapital)
Paragraf 3 :
Yosep = Yosep (Huruf tebal)
Paragraf 4 :
Transformasi Sastra Lisan Ke Dalam Seni Pertunjukan = Transformasi Sastra Lisan Ke
Dalam Seni Pertunjukan (huruf miring dan huruf tebal)
Perspektif Pendidikan = Perspektif Pendidikan (huruf miring)
Paragraf 5 :
Bahasa Makassar dialek Konjo = Bahasa Makassar dialek Konjo (huruf tebal)
Paragraf 6 :
Konjo = Konjo (huruf miring)

PENDAHULUAN
Sastra lisan adalah salah satu jenis karya yang mewadahi ekspresi kesusastraan
warga dalam sebuah kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun secara lisan.
Setiap daerah di Indonesia tentu memiliki sastra lisan sebagai khasanah budaya/ ciri khas
daerah tersebut. Namun, sebagai suatu karya yang dihasilkan dari mulut ke mulut, sastra
lisan sulit untuk dikuasai oleh semua masyarakat. Padahal setiap budaya daerah (sastra
lisan) dapat menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.
Boscom dalam (Danandjaja 1997:19) menjelaskan bahwa budaya daerah memiliki
empat peranan yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi adalah pencerminan angan-angan suatu
kolektif; (2) sebagai pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3)
sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device), dan (4) sebagai alat kontrol agar
norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Meskipun memiliki peran yang cukup penting, sastra lisan dipandang sebelah
mata. Hal ini sesuai pendapat Yosep (2011:50) bahwa kedudukan sastra lisan dipisahkan
dari pembicaraan resmi karena dipandang tidak sesuai dengan ciri formal dan kualitas
yang biasanya diterima dalam pembicaraan sastra indonesia. Hal tersebut menurut
Yosep, dipengaruhi oleh dominasi tata sastra modern, dominasi estetika humanisme
universal, dan hegemoni bahasa Indonesia.
Menilik kondisi tersebut, maka perlu ada upaya untuk menginventarisir
kebudayaan tersebut. Salah satu upaya menginventalisir kebudayaan adalah dengan
menjadikan sastra lisan tersebut menjadi seni pertunjukan. Hal ini dapat dilihat dalam
tulisan Sudewa (2014) dengan judul Transformasi Sastra Lisan Ke Dalam Seni
Pertunjukan di Bali: Perspektif Pendidikan. Selain hal tersebut, menginventalisir juga
bisa dilakukan dengan cara membukukan sastra lisan tersebut; seperti yang dilakukan
oleh Cokorda Istri Sukrawati (1999). Dengan membukukan sastra lisan, maka karya
tersebut akan mudah diperkenal- kan ke masyarakat luas dan menjaga agar karya sastra
tersebut abadi. Selain itu, membukukan sastra lisan dapat memperkaya media
penyebaran bahasa daerah.
Di Sulawesi Selatan terdapat berbagai jenis bahasa daerah. Salah satu bahasa yang
menjadi sorotan Balai Bahasa adalah Bahasa Makassar dialek Konjo. Bahasa
Makassar dialek konjo oleh Pusat bahasa dimasukkan ke dalam kategori hampir punah.
Bahasa Makassar dialek Konjo pada dasarnya adalah bahasa yang digunakan oleh
masayarakat di Kabupaten Bulukumba, khususnya pada kawasan Bulukumba bagian
Timur.
Sastra lisan di Bulukumba biasanya digunakan untuk mantra pemanggil pengantin,
nyanyian pengiring mainan tradisional, kegiatan-kegiatan adat ataupun lagu pengantar
tidur. Di Bulukumba, khususnya pada pengguna bahasa Konjo; sastra lisan ini,
cenderung tidak lagi digunakan. Orang tua lebih suka memutarkan lagu atau musik untuk
menidurkan anak. Ketimbang menyanyikan kelong yang memiliki makna dan nilai-nilai
yang mendalam serta sebagai media pengenalan bahasa daerah kepada anak.

Anda mungkin juga menyukai