Anda di halaman 1dari 11

LECTURE NOTES

MANAGING INNOVATION
Week ke - 2

Innovation is Core Business Process


LEARNING OUTCOMES

1. Menganalisis dampak strategi inovasi dalam organisasi melalui ketidakpastian tentang


perkembangan teknologi saat ini dan masa depan. (LO 3)
2. Menganalisis dampak strategi inovasi dalam organisasi melalui ketidakpastian tentang
perkembangan sekarang dan masa depan dalam ancaman kompetitif dan tuntutan pasar.
(LO 4)

OUTLINE MATERI :

2.1. Services and Innovation


2.2. Manage Innovation
2.3. Successful Innovation
2.4. Evolving Models of the Process
ISI MATERI
2.1 SERVICES AND INNOVATION

Keadaan yang berbeda menyebabkan banyak solusi berbeda sehingga menjadi tantangan
mengorganisir inovasi. Produsen barang / jasa mungkin lebih peduli dengan pengembangan
dan peluncuran produk yang cepat, seringkali dengan reposisi konsep produk dasar. Inovasi
sangat bervariasi dalam skala, sifat, tingkat novelty dan sebagainya. Misalnya pada saat
mengembangkan produk konsumen baru akan muncul sinyal tentang kebutuhan potensial
dan kemungkinan teknologi baru, mengembangkan konsep strategis, membuat pilihan dan
mengelolanya menjadi produk baru yang dapat diluncurkan ke pasar.

Keunggulan kompetitif dapat berasal dari inovasi dalam layanan. Citibank merupakan
bank pertama yang menawarkan layanan mesin ATM otomatis mengembangkan posisi pasar
yang kuat sebagai pemimpin teknologi di balik proses inovasi ini. Sementara perusahaan
fashion Benneton dan Zara berhasil karena jaringan produksi teknologi informasi (IT) yang
canggih dan mereka dapat berinovasi selama beberapa dekade.

Gerakan open-source di perangkat lunak atau di bidang hiburan dan komunikasi digital
dimana situs komunitas dan jejaring sosial seperti Facebook, Instagram, Whatsapp, dan
Youtube telah berdampak besar sekarang ini. Dalam konteks inovasi layanan, pencarian dan
pengetahuan mengenai permintaan sangat penting, dikarenakan layanan diciptakan dan
dikonsumsi secara bersamaan dan pemahaman serta empati pengguna sangat penting untuk
kesuksesan. Sehingga keseimbangan antar teknologi dalam inovasi layanan dan juga
pengetahuan permintaan.

Tidak semua inovasi adalah tentang menghasilkan keuntungan atau uang. Ada istilah
kewirausahaan sosial dimana tujuan utamanya adalah untuk menciptakan suatu nilai sosial
untuk membuat perbedaan bagi dunia. Salah satu contohnya adalah Muhammad Yunus,
peraih hadiah Nobel merevolusionerkan suatu konsep ekonomi dengan mendirikan Grameen
Bank atau bank desa di Bangladesh pada tahun 1976 yang menawarkan pinjaman skala
mikro untuk membantu orang miskin mencapai swasembada ekonomi melalui wirausaha

Managing Innovation – R2
dan model ini telah direplikasi di 58 negara di dunia. Selain itu Dr. Venkataswamy, pendiri
klinik Aravind, yang memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk mengembalikan
penglihatan kepada orang-orang dengan katarak di Negara asalnya, Tamil Nadu. Kemudian
kliniknya mengarah pada pengembangan sistem perawatan mata yang telah membantu
ribuan orang.

Den Hertog (2000) menyajikan model 4 dimensi inovasi layanan sebagai berikut:
1. Konsep layanan: merupakan layanan baru di pasar
2. Konsep tatap muka (interface clients): cara-cara baru yang melibatkan pelanggan
dalam produksi layanan
3. Layanan sistem pengiriman: cara layanan baru untuk menyampaikan kepada
pelanggan
4. Teknologi: memastikan layanan dapat diberikan secara efisien

Pengelolaan inovasi juga dipengaruhi oleh ukuran organisasi. Biasanya organisasi yang
lebih kecil memiliki sejumlah keunggulan seperti ketangkasan, pengambilan keputusan yang
cepat namun juga memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya. Ini berarti bahwa dalam
mengembangkan manajemen inovasi yang efektif akan tergantung pada penciptaan struktur
dan perilaku yang menjaga tingkat informalitas tinggi untuk dibangun di atas visi bersama
dan pengambilan keputusan yang cepat dan memungkinkan membangun hubungan network
untuk mengatasi keterbatasan sumber daya.

Tabel 2.1 Keunggulan dan Hambatan Inovasi pada Perusahaan Kecil

Managing Innovation – R2
2.2 MANAGE INNOVATION

Kesuksesan inovasi pada pandangan awal tampak tidak mungkin karena inovasi begitu
kompleks dan tidak pasti. Berbagai masalah dalam mengembangkan, memperbaiki
pengetahuan dasar baru, masalah dalam mengadaptasi dan menerapkannya pada produk baru,
masalah dalam meyakinkan orang lain untuk mendukung dan mengadopsi inovasi, masalah
dalam penerimaan dan penggunaan jangka panjang dan sebagainya. Namun terlepas dari sifat
proses inovasi yang tidak pasti, perlu ditemukan pola keberhasilan yang mendasarinya. Tidak
setiap inovasi akan gagal. Beberapa perusahaan mempelajari cara-cara merespons dan
mengelola inovasi sedemikian rupa walaupun tidak ada jaminan kuat setidaknya terdapat
peluang mendukung inovasi yang sukses dapat ditingkatkan.

Salah satu indikator keberhasilan inovasi berasal dari pengalaman organisasi yang bertahan
selama jangka waktu yang lama. Beberapa organisasi mampu bertahan satu atau sampai
beberapa abad seperti perusahaan 3M, Procter & Gamble, Reuters, Siemens, Philps, dan
Rolls-Royce. Perusahaan ini sebagian besar berumur panjang karena telah mengembangkan
kapasitas untuk berinovasi secara berkelanjutan. Mereka telah belajar bagaimana mengelola
proses inovasi (’berbuat lebih baik’ dan ’melakukan perbedaan’) sehingga mereka dapat
mempertahankan inovasi. Sehingga dapat disimpulkan, keberhasilan dalam inovasi
tergantung pada 2 hal penting ini yaitu sumber daya teknis (SDM, peralatan, pengetahuan,
finansial, dll) dan kemampuan untuk mengelolanya.

Hal ini menjadi rutinitas sehingga terbentuk sebagai bagian dari budaya organisasi. Seiring
waktu polanya menjadi respons otomatis terhadap situasi tertentu dan perilaku ini menjadi
’rutin’. Rutinitas organisasi dalam manajemen proyek melibatkan serangkaian kegiatan
kompleks seperti perencanaan, pemilihan tim, pemantauan, pelaksanaan tugas, perencanaan
ulang, mengatasi permasalahan yang tidak terduga dan sebagainya. Semua ini harus
diintegrasikan agar terhindar dari peluang membuat kesalahan. Manajemen proyek secara
luas diakui sebagai keterampilan organisasi yang telah dikembangkan oleh perusahaan
berpengalaman tinggi.

Managing Innovation – R2
Seiring waktu, rutinitas perilaku organisasi dibuat dan diperkuat oleh struktur formal,
informal, prosedur dan proses yang menggambarkan ’cara kita melakukan hal-hal disekitar
sini’ dan simbol-simbol yang mewakili dan mengkarakterisasi rutinitas yang mendasarinya.
Rutinitas manajemen inovasi yang sukses tidak mudah diperoleh karena hal ini
merepresentasikan apa yang telah dipelajari oleh perusahaan tertentu dari waktu ke waktu,
melalui proses coba-coba dan sangat spesifik bagi perusahaan. Walaupun bisa meniru
perusahaan lain, namun tidak akan berhasil, sehingga setiap perusahaan harus menemukan
caranya sendiri dalam melakukan dan mengembangkan rutinitasnya sendiri. Keterampilan
dasar dalam manajemen inovasi seperti merencanakan dan mengelola proyek, pemahaman
kebutuhan pelanggan perlu diintegrasikan sehingga membentuk kemampuan organisasi
dalam mengelola inovasi.

Tabel 2.2 Kemampuan Inti dalam Mengelola Inovasi

Managing Innovation – R2
Pada gambar dibawah ini, kita dapat mengidentifikasi pola dasar perusahaan dalam
kaitannya dengan kemampuan perusahaan tersebut melakukan inovasi. Perusahaan
dikelompokkan berdasarkan kemampuannya berinovasi sebagai berikut:

1. Perusahaan tipe A dikategorikan ’tidak sadar’ atau tidak menyadari tentang perlunya
inovasi. Perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk mengenali kebutuhan akan
perubahan, lingkungan yang tidak menunjang serta teknologi dan pengetahuan pasar
sangat penting untuk bertahan hidup. Perusahaan tidak tahu apa dan mana yang perlu
ditingkatkan, atau bagaimana cara meningkat proses peningkatan teknologi.
2. Perusahaan tipe B disebut ‘Perusahaan Reaktif’ dimana perusahaan menyadari tantangan
perubahan tetapi tidak jelas bagaimana cara menjalankan proses inovasi dengan cara
yang paling efektif dikarenakan sumber daya internal terbatas dan tidak memiliki
keterampilan dan pengalaman.
3. Perusahaan tipe C disebut ‘Perusahaan Strategik’ dimana perusahaan memiliki
kemampuan mengenali perlunya perubahan dan sangat terampil melaksanakan proyek-
proyek bari dan mengambil pendekatan strategis untuk proses inovasi berkelanjutan.
4. Perusahaan tipe D disebut perusahaan ‘kreatif’ – dimana perusahaan mengambil
pendekatan kreatif dan proaktif untuk mengeksploitasi pengetahuan teknologi dan pasar
untuk keunggulan bersaing serta memiliki jaringan yang luas dan beragam.

Gambar 2.1 Pengelompokan Perusahaan berdasarkan Kemampuan Berinovasi

Managing Innovation – R2
2.3 SUCCESFUL INNOVATION

Sebelum membahas manajemen inovasi yang sukses, perlu kita ketahui bagaimana mengukur
kata ‘sukses’ dalam inovasi karena proses inovasi sangat kompleks. Banyak penemuan yang
sukses, gagal menjadi inovasi yang berhasil bahkan ketika direncanakan dengan baik. Inovasi
tidak selalu mengarah pada kesuksesan bisnis. Walaupun ada bukti kuat untuk
menghubungkan inovasi dengan kinerja, kesuksesan tergantung pada faktor-faktor lain juga.

Kita juga perlu mempertimbangkan perspektif waktu karena keberhasilan inovasi bukan
dalam jangka pendek tetapi pertumbuhan berkelanjutan melalui penemuan dan adaptasi yang
berkelanjutan. Kesuksesan berhubungan dengan keseluruhan proses inovasi dan
kemampuannya untuk berkontribusi secara konsisten terhadap pertumbuhan organisasi.

Terlepas dari pengalaman akan keberhasilan dan kegagalan yang dilaporkan oleh organisasi
yang terlibat dalam inovasi, berdasarkan kumpulan hasil penelitian selama lebih dari 80
tahun, banyak studi tentang proses inovasi dan melihat banyak sudut pandangan yang
berbeda. Inovasi yang berbeda, sektor yang berbeda, perusahaan dari berbagai bentuk dan
ukuran yang beroperasi diberbagai negara dan seterusnya.

Berdasarkan pengetahuan penelitian, inovasi sangat bervariasi berdasarkan skala, jenis,


sektor dan sebagainya. Inovasi adalah proses bukan peristiwa tunggal dan perlu dikelola.
Pengaruh pada proses dapat berubah dan mempengaruhi hasil. Perusahaan yang memiliki
kemampuan mengelola bagian dari proses inovasi namun kurang mampu menghubungkan
proses inovasi dengan pasar, pengguna akhir ataupun strategi bisnis.

Kemampuan dalam manajemen inovasi mendapatkan kendala untuk mengembangkan hal


tersebut dari waktu ke waktu. Tidak hanya proses pembelajaran, tidak cukup hanya memiliki
pengalaman, kuncinya terletak pada kemampuan mengevaluasi, merefleksikannya dan
kemudian mengembangkan organisasi sedemikian rupa sehingga di waktu mendatang jika
menghadapi tantangan yang sama, respons organisasi sudah siap. Siklus pembelajaran ini
sering hilang dalam organisasi sehingga sering terjadi pola kesalahan yang berulang dan
kegagalan untuk belajar dari kesalahan orang lain.

Managing Innovation – R2
2.4 EVOLVING MODELS OF THE PROCESS

Inovasi adalah proses dan organisasi perlu mengelola, memperhatikan, mengalokasikan


sumber daya dan mengambil keputusan. Kita perlu memiliki pemahaman yang jelas
bagaimana melibatkan proses itu dan pengoperasiannya. Kemajuan dari setiap inovasi selama
ini tergantung pada berbagai keadaan kontigensi yang berlaku.

Seorang peneliti utama di bidang manajemen inovasi yang bekerja di SPRU (Science Policy
Research Unit) di Universitas Sussex bernama Roy Rothwell, ia menunjukkan bahwa sifat
dari proses inovasi telah berkembang dari model linier sederhana (tahun 1960-an) hingga
model yang semakin interaktif. Konsep ‘inovasi generasi kelima’ melihat inovasi sebagai
proses multi-actor (fokus pada permasalahan) yang membutuhkan integrasi tingkat tinggi di
tingkat intra-firm (artinya : perbandingan 2 atau lebih departemen atau divisi dari unit bisnis
yang sama dengan tujuan analisis untuk meningkatkak efisiensi operasional semua
departemen atau divisi) dan inter-firm (artinya perbandingan 2 atau lebih unit bisnis yang
sama dengan tujuan menemukan posisi kompetitif untuk meningkatkan profitabilitas dan
produktivitas unit bisnis tersebut) yang semakin difasilitasi oleh jaringan berbasis IT.

Pimpinan perusahaan memegang peranan penting dalam mendanai, mengkritik dan


membentuk inovasi. Kriteria kesuksesan inovasi bergeser dari waktu ke waktu sehingga
menjadikan inovasi sebagai proses politik. Inovasi membutuhkan pembelajaran namun
karena banyak hal yang disebabkan oleh peristiwa lain ketika inovasi berkembang, membuat
pembelajaran menjadi sia-sia.

Tabel 2.3 Lima Generasi Model Inovasi menurut Rothwell

Managing Innovation – R2
KESIMPULAN
Inovasi tidak hanya berbentuk suatu produk baru ataupun proses baru. Inovasi dapat
berbentuk layanan inovasi. Beberapa perusahaan jasa menerapkan teknologi dalam
perusahaannya untuk memberikan pelayanan yang lebih efisien dan efektif kepada penggunanya.

Inovasi layanan berbeda dari produk karena tidak memiliki sifat nyata inovasi produk.
Layanan sangat disesuaikan untuk kebutuhan pelanggan. Kewirausahaan sosial timbul karena
niat untuk memberikan nilai sosial dan memberika n sesuatu yang berbeda pada dunia.

Keberhasilan suatu manajemen inovasi sangat kompleks dan tidak dapat ditentukan
dalam jangka pendek. Ada banyak hal yang mesti diperhitungkan sebagai penentu keberhasilan
diantaranya perusahaan mampu menerapkan inovasi secara berkelanjutan dari waktu ke waktu,
menghubungkan proses inovasi dengan kebutuhan atau pasar, pembelajaran berkelanjutan dari
pengalaman dan kesalahan orang lain.

Managing Innovation – R2
DAFTAR PUSTAKA

Joe Tidd and John Bessant. (2018). Managing Innovation: integrating technological, market
and organizational change. 06. Wiley. ISBN: 9781119379454. Chapter 2.

Journal:
Susanne Durst, Anne-Laure Mention, Petro Poutanen. (2015). Service innovation and its
impact: What do we know about? Investigaciones Europeas de Dirección y Economía
de la Empresa 21 (2015) 65–72

Managing Innovation – R2

Anda mungkin juga menyukai