Anda di halaman 1dari 29

DISKUSI SEJARAH KERAJAAN HINDU BUDDHA

DI INDONESIA

Ketua: Hana Nabila Tanjung (13) X MIPA 1


Sekretaris: Raissa Nismara (33)
Anggota:
1. Andini Young Dyda (05)
2. Aura Salsabila C. O. (06)
3. Khalisah Bianka Azlin (15)
4. Marsya Putri Ramandha (17)
5. Muthia Rahmawati (24)
6. Nazma Putri Fadila (28)
7. Septhia Chairunnisa (37)

A. KUTAI

 Letak
Kerajaan Kutai terletak di hulu Sungai Mahakam Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur
diperkirakan berdiri pada abad ke-5 masehi atau sekitar 400 tahun masehi.

 Pendiri
Pendiri Kerajaan Kutai adalah Kudungga yang kemudian dikenal dengan gelar
Maharaja Kudungga Anumerta Dewawarman. Menurut sejarah, Kudungga
merupakan seorang pembesar dari kerajaan Champa yang terletak di Kamboja. Pada
masa pemerintahan Kudungga, belum ada sistem pemerintahan yang teratur dan
sistematis. Selepas pemerintahan Kudungga, pemerintahan Kerajaan Kutai
dilanjutkan oleh anak Kudungga yang bernama Aswawarman.

 Raja
Dinasti kerajaan berawal dari Raja Kudungga. Kudungga adalah semacam pemimpin
komunitas masyarakat di wilayah Kalimantan Timur tersebut. Saat itu belum ada
sistem kerajaan yang baku. Baru kemudian lahir kerajaan Kutai yang lebih maju di
abad ke-5 M.
Inilah nama-nama Raja Kutai mulai masa Kudungga:
1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
2. Maharaja Asmawarman (anak Kundungga)
3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala Parana Tungga Warman
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa Warman
15. Maharaja Guna Parana Dewa Warman
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa Warman
18. Maharaja Mulia Putera Warman
19. Maharaja Nala Pandita Warman
20. Maharaja Indra Paruta Dewa Warman
21. Maharaja Dharma Setia Warman

Raja yang paling terkenal di Kerajaan Kutai adalah Raja Mulawarman. Alasan
mengapa Raja Mulawarman merupakan penguasa Kerajaan Kutai Martadipura yang
paling terkenal dan tersohor adalah karena pada masa pemerintahannya lah Kerajaan
Kuta memasuki masa keemasan.

Menurut keterangan yang dijumpai di Yupa, pada masa pemerintahan Mulawarman,


kekuasaan Kutai sangat luas meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan bagian
Timur. Semua wilayah kekuasaannya pun diketahui makmur dan sejahtera.

Dalam Yupa juga dituliskan bahwa Mulawarman yang paling terkemuka,


berperadaban baik, kuat dan kuasa. Ia mengadakan hajatan dengan emas sangat
banyak. Ia juga diketahui memberi sumbangan 20.000 ekor sapi pada kaum
Brahmana.
Raja Mulawarman

 Bukti Peninggalan

1. Prasasti Yupa

Yupa merupakan tiang batu yang dipakai untuk mengikat kurban hewan ataupun
manusia yang dipersembahkan pada para dewa dan pada tiang batu tersebut
terdapat tulisan yang dipahat. Ada 7 prasasti Yupa yang masih bisa dilihat hingga
kini. Secara garis besar, isi ketujuh prasasti Yupa yang dituliskan dengan huruf
Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Yang diketemukan di Kerajaan Kutai pada
masa pemerintahan Mulawarman adalah:
1) Sebagian besar berisi tentang silsilah raja yang memerintah Kerajaan Kutai.
2) Letak kerajaan Kutai yang berada di hilir sungai Muara Kaman, Kalimantan
Timur. Tetapi tidak dituliskan kapan Kerajaan Kutai berdiri.
3) Pada masa pemerintahan Aswawarman, agama Hindu mulai menyebar di
Kerajaan Kutai. Aswawarman disebut sebagai pendiri dinasti kerajaan Kutai
Martadipura dan memperoleh gelar Wangsakerta
4) Wilayah kerajaan Kutai meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur.
5) Menggambarkan kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai yang aman dan
sejahtera.
6) Tentang kebaikan Raja Mulawarman yang menyumbangkan 20.000 ekor
sapi kepada para Brahmana.

2. Ketopong Sultan

Ketopong merupakan mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas
dengan bobot 1.98 kg yang sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
Mahkota ini pernah dipakai oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman dari tahun
1845 sampai 1899 dan juga dikenakan oleh Sultan Kutai Kartanegara, selain
terbuat dari emas, mahkota ini juga dilengkapi dengan permata. Ketopong
berbentuk mahkota brunjungan dan pada bagian muka berbentuk meru bertingkat
berhias motif spiral dikombinasikan dengan motif sulur. Pada bagian belakang
mahkota terdapat hiasan berbentuk garuda mungkur berhias motif bunga, burung
dan kijang.

3. Kalung Ciwa

Kalung Ciwa merupakan peninggalan yang berhasil ditemukan di masa


pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman pada tahun 1890 oleh salah satu
penduduk sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa sampai saat ini
masih dipergunakan untuk perhiasan kerajaan dan sudah pernah dipakai Sultan
pada masa penobatan Sultan yang baru.
4. Kalung Uncal

Kalung Uncal merupakan kalung yang terbuat dari emas seberat 170 gram
berhiaskan liontin dengan relief cerita Ramayana. Kalung ini digunakan sebagai
atribut Kerajaan Kutai Martadipura dan dipakai oleh Sultan Kutai Kartanegara
sesudah Kutai Martadipura berhasil ditaklukan. Pada kalung ini juga terdapat
ukiran Dewi Sinta serta Sri Rama yang sedang memanah babi. Ada 2 kali Raja
Kutai bisa memakai Kalung Uncal ini yaitu pada saat penobatan dan juga
pernikahan dan tidak ada satu orang pun yang boleh memakai kalung ini selain
Sultan atau Raja.

5. Kura Kura Emas

Benda ini dikatakan merupakan persembahan dari pangeran kerajaan di Cina


untuk putri Raja Kutai yakni Aji Bidah Putih. Pangeran memberikan beberapa
benda unik lainnya untuk kerajaan, sebagai bukti kesungguhannya yang ingin
mempersunting putri. Kura kura emas ini dibuat dari emas 23 karat dengan
bentuk kura kura yang juga digunakan sebagai upacara penobatan Sultan Kutai
Kartanegara. Kura kura ini menjadi simbol penjelmaan Dewa Wisnu.
6. Pedang Sultan Kutai

Pedang Sultan Kutai terbuat dari emas padat dan pada bagian gagang diukir
gambar seekor harimau yang sedang siap untuk menerkam, sedangkan pada ujung
sarung pedang berhiaskan seekor buaya dan kini pedang Sultan Kutai disimpan di
Museum Nasional Jakarta.

7. Tali Juwita

Tali Juwita merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai yang mewakilkan simbol
7 muara serta 3 anak sungai yakni sungai Kelinjau, Belayan dan juga Kedang
Pahu di Sungai Mahakam. Tali Juwita ini dibuat dari 21 hela benang dan
biasanya dipakai pada upacara adat Bepelas.
TARUMANEGARA

 Letak
Kerajaan Tarumanegara berada di lembah Sungai Citarum, Bogor, Jawa Barat.
Namun menurut para ahli arkeolog, letak Kerajaan Tarumanegara berada di Jawa
Barat di tepi Sungai Cisadane, yang saat ini merupakan wilayah Banten. Kerajaan
Tarumanegara berpusat di Sundapura, yang saat ini dikenal sebagai Bekasi.

Kerajaan ini berkembang di daerah aliran sungai Cisadane, Ciliwung, dan Citarum,
pada abad ke 6 dan 7 M di bagian barat pulau Jawa, sekarang masuk wilayah
provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Wilayah kekuasan Kerajaan
Tarumanegara hampir meliputi seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten. Bahkan,
Kerajaan Tarumanegara juga memiliki pengaruh besar pada kerajaan yang ada di
Jawa Tengah dan Jawa Timur.

 Pendiri

Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada 358-


382 Masehi, di tepi Sungai Citarum yang saat ini masuk dalam Kabupaten Lebak,
Banten.

 Raja
Berikut adalah raja raja yang pernah memerintah di Kerajaan Tarumanegara
1) Wisnuwarman (434-455 Masehi)
2) Indrawarman (455-515 Masehi)
3) Candrawarman (515-535 Masehi)
4) Suryawarman (535-561 Masehi)
5) Kertawarman (561-628 Masehi)
6) Sudhawarman (628-639 Masehi)
7) Hariwangsawarman (639-640 Masehi)
8) Nagajayawarman (640-666 Masehi)
9) Linggawarman (666-669 Masehi)

Raja yang paling terkenal di Kerajaan Tarumanegara adalah Raja Purnawarman.


Nama Purnawarman bahkan diabadikan dalam beberapa prasasti. Ia disebutkan
sebagai raja ketiga yang berkuasa antara tahun 395 sampai 434 Masehi. Purnawarman
ini kebesarannya disejajarkan dengan Dewa Wisnu, menurut salah satu prasasti.
Berdasarkan prasasti-prasasti itu pula, dikatakan bahwa Raja Purnawarman
merupakan raja yang berani dan tangkas di medan perang. Selama masa
pemerintahannya, Raja Purnawarman menaklukkan kerajaan-kerajaan yang belum
tunduk kepada Tarumanegara. Raja Purnawarman juga terkenal sebagai raja yang
membangun berbagai sungai untuk kesejahteraan rakyatnya

 Bukti Peninggalan
a. Prasasti
1) Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun merupakan batu peringatan yang berasal dari masa
Kerajaan Tarumanegara sekitar abad V Masehi yang ditandai dengan bentuk
tapak kaki Raja Purnawarman. Prasasti ini ditulis dengan huruf Palawa
berbahasa Sansekerta, dituliskan dalam bentuk puisi India dengan irama
anustubh terdiri dari 4 baris.

Poerbatjaraka prasasti tersebut berbunyi:


vikkranta syavani pateh
srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva padadvayam

Yang artinya sebagai berikut:


"ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia
Sang Purnavarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia"

2) Prasasti Kebon Kopi


Prasasti Kebon Kopi berbentuk batu besar dengan pahatan sepasang telapak
kaki gajah diatasnya, kemudian diatas batu tersebut juga terdapat tulisan
yang merupakan isi dari prasasti Kebon Kopi.
Isi Prasasti Kebon Kopi berupa tulisan huruf palawa dan menggunakan
bahasa sanskerta, kalimatnya yaitu "Jayavisalasyya Tarumendrasya
hastinah...Airwaytabhasya vibatidam - padadyayam". Isi Prasasti Kebon
Kopi tersebut memiliki arti "Ditempat ini / disini kelihatannya terdapat
gambar sepasang telapak kaki..yang mirip dengan Airawata, gajah yang
sangat kuat / penguasa di Taruma atau lebih dikenal Tarumanegara... dan ..
Kejayaan Kerajaan."

3) Prasasti Jambu
Isi Prasasti Jambu terdiri dari dua baris aksara Pallawa, disusun dalam
bentuk seloka bahasa Sanskerta. Selain itu, dalam prasasti tersebut juga
terdapat pahatan gambar sepasang telapak kaki. Gambar telapak kaki
terdapat di bagian atas tulisan.
Bunyi terjemahan isi Prasasti Jambu:
"Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin
manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali
waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal tidak
dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang
senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran,
tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya."
b. Candi

Kompleks percandian yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan


Tarumanegara itu terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa
Telukbuyung, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang. Di kompleks
tersebut, kurang lebih terdapat 62 situs candi yang terletak di tengah-tengah
sawah dan dekat permukiman penduduk.

c. Arca
1) Arca Wisnu Cibuaya I dan II
 Arca Wisnu Cibuaya I
Dianggap sebagai pelengkap Prasasti Mulawarman. Arca ini diduga
memiliki persamaan dengan langgam seni Pallawa di India Selatan
dari abad ke-7 M sampai abad ke-8 M.
 Arca Wisnu Cibuaya II
Memiliki kesamaan dengan arca-arca yang ada di Kerajaan Pala,
Bangladesh.
2) Arca Rajasi
Diperkirakan ditemukan di wilayah Jakarta. Berdasarkan bentuknya, arca
Rajarsi memperlihatkan sifat-sifat Wisnu-Surya.

d. Irigasi
Irigasi peninggalan Kerajaan Tarumanegara terletak di sekitar Sungai Gomati.
Dari irigasi ini diketahui mata pencaharian rakyat Kerajaan Tarumanegara
adalah bertani, beternak, dan nelayan.

KALINGGA

 Letak
Lokasi Kerajaan Kalingga diperkirakan terletak di Jawa bagian tengah. Meskipun
belum dapat dipastikan, tapi kebanyakan peneliti dan sejarawan menyepakatinya.
Berikut adalah runutan argumennya.

Menurut berita Cina, di sebelah timur Kalingga ada Poli (Bali sekarang), di sebelah
barat Kalingga terdapat To-po-Teng (Sumatra). Dari berita tersebut tampak jelas
bahwa Kalingga terletak di Jawa Tengah.

Kemudian, melanjutkan deskripsi lokasi Kalingga dalam berita Cina, di sebelah utara
Kalingga terdapat Chenla (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudra.
Oleh karena itu, lokasi Kerajaan Kalingga diperkirakan terletak di Kecamatan
Keling, Jepara, Jawa Tengah atau di sebelah utara Gunung Muria.

 Pendiri
Diperkirakan bahwa sebagai raja pertama, Prabu Wasumutri adalah pendiri Kerajaan
Kalingga. Namun, lagi-lagi catatan sejarah mengenai kerajaan ini langka dan tidak
jelas. Belum dapat benar-benar diketahui apakah Wasumutri adalah pendirinya atau
bukan.

Sementara itu, tulisan dalam Prasasti Sojomerto yang menerangkan silsilah keluarga
Kerajaan Kalingga mengungkapkan bahwa Dapunta Sailendra adalah pendiri
Kerajaan Kalingga. Sehingga dapat disimpulkan pula bahwa pendiri Kalingga berasal
dari keturunan Dinasti Sailendra, yang kelak (setelah Kerajaan Kalingga) merupakan
penguasa Kerajaan Mataram Kuno.
Sumber lain mengatakan bahwa menantu Wasumutri, yakni Kirathasinga sebagai
pendirinya. Intinya, pendiri atau awal mula berdirinya Kerajaan Kalingga belum
dapat disimpulkan.

 Raja

1. Prabu Washumurti (594-605)


Prabu Washumurti adalah penguasa pertama Kalingga, memerintah selama
sebelas tahun dan sezaman dengan Kertawarman dari Tarumanagara.

2. Prabu Washugeni (605-632)


Prabu Washugeni adalah salah satu putra dari Washumurti, memerintah selama
27 tahun di Kalingga. Memiliki dua anak yaitu Wasudewa (Kirathasingha) dan
putri Wasumurti (Ratu Shima).

3. Prabu Kirathasingha (632-648)


Prabu Kiratasingha adalah putra dari Prabu Washugeni. Berkuasa selama 16
tahun sebagai raja Kalingga. Pada tahun 648 diperkirakan wafat dan digantikan
oleh Kartikeyashingha yang merupakan menantu Washugeni sekaligus suami
Ratu Shima.

4. Prabu Kartikeyasingha (648-674)


Prabu Kartikeyasingha naik tahta didampingi oleh Ratu Shima, berkuasa sampai
wafat pada tahun 674 diteruskan oleh istrinya.

5. Ratu Shima (674-695)


Ratu Shima adalah pemimpin terakhir Kerajaan Kalingga menggantikan
suaminya yang wafat. Banyak kisah-kisah yang muncul mengenai ketegasan
yang dimiliki oleh Ratu Shima dalam memimpin masyarakat Kalingga. Salah
satunya adalah menghukum putra mahkotanya sendiri akibat mengambil barang
yang bukan miliknya. Pada masa Ratu Shima, Kerajaan Kalingga dan Kerajaan
Galuh memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat. Beberapa keturunan
raja antara kedua kerajaan dinikahkan untuk menguatkan hubungan tersebut.
Salah satu di antaranya membentuk Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra.
Ketika wafat pada 695, Ratu Shima membagi Kalingga menjadi dua bagian di
utara dan selatan.
Penguasa yang paling terkenal di Kerajaan Kalingga adalah seorang raja wanita,
Ratu, atau Maharani Sima yang memerintah sekitar tahun 674. Ratu Shima dikenal
sebagai Ratu yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum ditegakkan seadil-adilnya dan
musuh kerajaan sangat segan terhadapnya.

Dikisahkan bahwa untuk mengetes kejujuran rakyatnya, Ratu Sima meletakkan


pundi-pundi yang berisi emas di tengah jalan (kantung berisi emas). Kemudian
membiarkannya sampai waktu yang lama. Setelah bertahun-tahun ternyata tidak ada
satu pun orang yang menyentuhnya.

Namun, pada tahun ketiga dikatakan bahwa salah satu anggota keluarga istana yang
tengah berjalan-jalan menyentuh kantung berisi emas tersebut. Hal tersebut diketahui
Ratu Sima. Anggota keluarga itu akhirnya hendak diberi hukuman mati.

Namun, berdasarkan persidangan para menteri, hukuman mati itu diperingan dengan
hukuman potongan kaki. Karena, bagian yang menyentuh kantung emas tersebut
adalah kakinya. Tampak bahwa ia tidak membedakan baik rakyat maupun anggota
keluarganya sendiri.

 Bukti Peninggalan

1. Prasasti Tuk Mas (Tukmas)


Prasasti ini ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, di Dusun Dakawu, Desa
Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Prasasti ditulis menggunakan huruf palawa dalam bahasa Sanskerta. Isi prasasti
menjelaskan mengenai mata air yang amat bersih dan jernih. Sungai yang
mengalir dari sumber air tersebut diibaratkan sama dengan Sungai Gangga di
India. Terdapat gambar-gambar lambang Hindu seperti: keong, kendi, trisula,
cakra, bunga teratai dan kapak di dalam prasasti.
2. Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Prasasti menggunakan aksara Kawi dalam bahasa Melayu
Kuno. Diperkirakan prasasti ini telah ada dari sejak abad ke-7 masehi. Prasasti
memuat keluarga dari tokoh utamanya yakni Dapunta Salendra, anak dari
Santanu dan ibunya yang benama Bhadrawati. Sementara istrinya bernama
Sampula. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Sailendra
adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di
Kerajaan Medang. Kedua temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa
dulunya, di kawasan pantai utara Jawa tengah berkembang kerajaan bercorak
Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan adanya hubungan Kalingga dengan
Wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa
bagian Tengah Selatan.

3. Candi Angin
Candi Angin ditemukan di desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah. Karena letaknya yang sangat tinggi (berangin) namun boleh
dikatakan tidak roboh tertiup angin, maka candi ini dinamakan Candi Angin.
Menurut para peneliti, Candi Angin bahkan lebih tua dari Candi Borobudur.
Beberapa Ahli malah berpendapat bahwa Candi ini dibangun oleh manusia purba
karena belum terdapat ornamen-ornamen Hindu-Buddha.
4. Candi Bubrah
Candi Bubrah merupakan salah satu Candi Buddha yang berada dalam kompleks
Candi Prambanan. Tepatnya, di antara Percandian Rara Jonggrang dan Candi
Sewu. Candi ini ditemukan di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.Candi ini diperkirakan
sebetulnya memiliki ukuran 12 m x 12 m terbuat dari batu andesit. Namun, yang
tersisa dari candi ini hanyalah reruntuhan setinggi 2 meter saja. Saat ditemukan
terdapat beberapa arca Buddha, namun wujudnya sudah tidak utuh lagi. Disebut
candi Bubrah karena Candi ini ditemukan dalam keadaan rusak yang dalam
bahasa Jawa adalah “bubrah”. Perkiraan para Ahli, Candi ini dibangun pada abad
ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno yang masih berhubungan dengan
Kerajaan Kalingga.

5. Situs Puncak Sanga Likur Situs ditemukan di Puncak Gunung Muria, yakni
Rahtawu, tidak jauh dari Kecamatan Keling. Di area situs, ditemukan empat arca
batu, yakni:
a. Arca Batara Guru
b. Narada
c. Togog
d. Wisnu
Hingga saat ini belum dapat dipastikan bagaimana keempat arca tersebut dapat
diangkut ke puncak gunung, mengingat medan pendakian yang begitu berat. Selain
keempat arca tersebut, Prasasti Rahtawun juga ditemukan pada tahun 1990 oleh Prof.
Gunadi dan empat staffnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta.

PAJAJARAN

 Letak
Kerajaan Pajajaran atau Kerajaan Sunda merupakan Kerajaan Hindu yang terletak di
Parahyangan Sunda, Pakuan berasal dari kata Pakuwuan yang mengartikan sebuah
kota. Di masa-nya, para masyarakat Asia Tenggara terbiasa untuk menyebut sebuah
kerajaan dengan nama ibukota

 Pendiri
Kerajaan Pajajaran dibangun pada tahun 923 oleh Sri Jayabhupati seperti yang ada
pada sebuah prasasti Sanghyang Tapak [1030 M] berlokasi di Kampung Pangcalikan
dan juga Bantarmuncang, tepi Sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi.

 Raja
Raja Raja Kerajaan Pajajaran
1) Sri Baduga Maharaja [1482-1521], bertahta di Pakuan
2) Surawisesa [1521-1535], bertahta di Pakuan
3) Ratu Dewata [1535-1543[, bertahta di Pakuan
4) Ratu Sakti [1543-1551], bertahta di Pakuan
5) Ratu Nilakendra [1551-1567], pergi dari Pakuan sebab serangan Maulana
Hasanuddin
6) Raga Mula / Prabu Surya Kencana [1567-1579], bertahta di Pandegelang

Raja yang terkenal di Kerajaan Pajajaran adalah Sri Baduga Maharaja. Di masa
pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran mencapai masa
kejayaannya dan ini menjadi alasan yang sering dikatakan masyarakat Jawa Barat
jika Sri Baduga atau Siliwangi merupakan seorang raja yang tidak pernah purna
dan selalu hidup abadi di hati serta pikiran para masyarakat Jawa Barat. Maharaja
tersebut membangun sebuah karya besar yakni talaga dengan ukuran besar
bernama Maharena Wijaya serta membuat jalan untuk menuju ke Ibukota Pakuan
serta Wanagiri. Ia juga memperkuat pertahanan ibukota serta memberikan Desa
Perdikan untuk semua pendeta beserta pengikutnya sehingga bisa menyemangati
kegiatan beragama dan dijadikan penuntun kehidupan para rakyat.

Sri Baduga Maharaja

 Bukti Peninggalan
a. Prasasti Cikapundung
Prasasti Cikapundung ditemukan oleh warga di sekitar Sungai Cikapundung,
Bandung pada tanggal 8 Oktober 2010. Dalam Batu Prasasti ini memiliki
tulisan Sunda kuno yang menurut perkiraan berasal dari abad ke-14. Tidak
hanya terdapat huruf Sunda kuno, pada prasasti tersebut juga terdapat
beberapa gambar seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan juga 2 baris
huruf Sunda kuno dengan tulisan ”unggal jagat jalmah hendap” dengan arti
semua manusia di dunia ini bisa mengalami sesuatu apapun. Seorang peneliti
utama dari Balai Arkeologi Bandung yakni Lufti Yondri berkata jika prasasti
tersebut adalah Prasasti Cikapundung.

b. Prasasti Huludayeuh
Prasasti Huludayeuh ini ada di bagian tengah sawah di Kampung Huludayeuh,
Desa Cikalahang, Kecamatan Sumber sesudah pemekaran Wilayang menjadi
Kecamatan Dukupuntang, Cirebon. Prasasti ini sudah sejak lama diketahui
oleh masyarakat sekitar akan tetapi untuk para arkeologi dan juga ahli sejarah
baru mengetahui keberadaan prasasti tersebut di bulan September 1991. Isi
dari prasasti tersebut terdiri dari sebelas baris tulisan beraksa serta bahasa
Sunda kuno. Akan tetapi batu prasasti tersebut ditemukan dalam keadaan yang
sudah tidak utuh dan membuat beberapa aksara juga ikut hilang. Permukaan
batu prasasti tersebut juga sudah agak rusak dan beberapa tulisan sudah aus
sehingga beberapa isi dari prasasti tersebut tidak bisa terbaca. Secara garis
besar, prasasti ini menceritakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya
Sang Ratu Dewata yang berhubungan dengan beberapa usaha untuk membuat
makmur negerinya.

c. Prasasti Pasir Datar


Prasasti ini ditemukan pada sebuah perkebunan kopi yang terletak di Pasir
Datar, Cisande, Sukabumi di tahun 1872 dan sekarang sudah disimpan pada
Museum Nasional Jakarta. Prasasti ini terbuat dari material batu alah yang
masih belum ditranskripsikan hingga saat ini sebab isinya sendiri belum bisa
diartikan.
d. Prasasti Perjanjian Sunda Portugis
Prasasti Perjanjian Sunda Portugis merupakan prasasti dengan bentuk tugu
batu yang berhasil ditemukan tahun 1918 di Jakarta. Prasasti ini menjadi tanda
dari perjanjian Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Portugis yang dibuat oleh
utusan dagang Kerajaan Portugis dari Malaka dan di pimpin Enrique Leme
yang membawa beberapa barang untuk diberikan pada Raja Samian
[Sanghyang] yakni Sang Hyang Surawisesa seorang pangeran yang menjadi
pimpinan utusan Raja Sunda.

Prasasti ini dibangun diatas permukaan tanah yang juga ditunjuk sebagai
tempat benteng dan gudang orang Portugis. Prasasti ini ditemukan dengan cara
melakukan penggalian saat membangun sebuah gudang di bagian sudut
Prinsenstraat yang sekarang menjadi jalan cengkeh dan juga Groenestraat
yang sekarang menjadi jalan Kali Besar Timur I dan sudah termasuk ke dalam
wilayah Jakarta Barat. Sedangkan untuk replikanya sudah dipamerkan pada
Museum Sejarah Jakarta.

e. Prasasti Ulubelu
Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sunda atau Pajajaran dari abad
ke-15 M yang berhasil ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung,
Kotaagung, Lampung tahun 1936. Walau ditemukan di Lampung, Sumatera
Selatan, akan tetapi para sejarawan menduga jika aksara yang dipergunakan
pada prasasti ini merupakan aksara Sunda kuno yang merupakan peninggalan
dari Kerajaan Pajajaran tersebut. Anggapan ini juga dipekruat dengan wilayah
dari Kerajaan Sunda yang juga meliputi wilayah Lampung. Sesudah kerajaan
Pajajaran runtuh oleh Kesultanan Banten, kekuasaan Sumatera Selatan
tersebut dilanjutkan Kesultanan Banten. Isi dari prasasti ini adalah mantra
tentang permohonan pertolongan yang ditujukan pada para Dewa utama yakni
Batara Guru [Siwa], Wisnu dan juga Brahma serta Dewa penguasa tanah, air
dan juga pohon supaya keselamatan dari segala musuh bisa didapatkan.

f. Situs Karangkamulyan
Situs ini ada di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat yang merupakan
peninggalan dari Kerajaan Galuh Hindu Buddha. Situs Karangkamulyan ini
menceritakan tentang Ciung Wanara berkaitan dengan Kerajaan Galuh. Cerita
ini kental dengan kisah pahlawan hebat yang mempunyai kesaktian serta
keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa dan hanya dimiliki oleh
Ciung Wanara. Dalam area sekitar 25 Ha tersebut tersimpan berbagai benda
mengandung sejarah mengenai Kerajaan Galuh yang kebanyakan berupa batu.
Batu-batu tersebut tersebar dengan berbagai bentuk dan beberapa batu yang
ada di dalam bangunan strukturnya terbuat dari tumpukan batu dengan bentuk
yang serupa dan bangunan mempunyai sebuah pintu yang membuatnya
tampak seperti sebuah kamar. Batu-batu tersebut mempunyai nama dan kisah
yang berbeda-beda. Nama-nama tersebut diberikan oleh masyarakat sekitar
yang diperoleh dengan cara menghubungkan kisah Kerajaan Galuh seperti
pangcalikan atau tempat duduk, tempat melahirkan, peribadatan, cikahuripan
dan juga tempat sabung.
g. Prasasti Kebon Kopi II
Prasasti yang memiliki nama lain Prasasti Pasir Muara merupakan
peninggalan dari Kerajaan Sunda Galuh yang ditemukan tidak jauh dari
Prasasti Kebon Kopi I yang adalah peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara.
Namun prasasti ini hilang karena dicuri pada sekitar tahun 1940-an. Seorang
pakar bernama F.D.K Bosch pernah mempelajari prasasti tersebut dan
menuliskan jika dalam prasasti terdapat tulisan bahasa Melayu kuno yang
menceritakan tentang seorang Raja Sunda menduduki tahtanya kembali dan
menafsirkan angka tahun kejadian bertarikh 932 Masehi. Prasasti ini
ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang,
Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat abad ke-19 saat tengah dilaksanakan
penebangan hutan untuk dibuat lahan kebun.

h. Prasasti Batutulis
Prasasti Batutulis diteliti tahun 1806 yakni dengan pembuatan cetakan tangan
Universitas Leiden di Belanda. Pembacaan pertama dilakukan oleh Friederich
pada tahun 1853 dan hingga tahun 1921 sudah terhitung 4 orang ahli yang
juga meneliti isi dari Prasasti Batutulis tersebut, akan tetapi Cornelis Marinus
Pleyte menjadi satu-satunya orang yang lebih mengulas tentang lokasi dari
Pakuan, sedangkan peneliti lain lebih 21ocus dalam megnartikan isi dari
Prasasti. Penelitian dari Pleyte itu dipublikasikan pada tahun 1911 dan di
dalam tulisannya yakni Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg dan
jika diartikan menjadi angkat tahun pada Batutulis dekat Bogor.
MATARAM HINDU

 Letak
Kerajaan Mataram terletak di Jawa Tengah dengan pusatnya disebut Bumi Mataram.
Daerah nya dikelilingi oleh pegunungan dan gunung- gunung. Di tengah nya
mengalir banyak sungai. Karena itu daerah nya sangat subur yang memudahkan
pertambahan penduduk. Menurut prasasti Sujomerto di Jawa Tengah hanya ada satu
dinasti yaitu Dynasti Syailendra yang semula beragama Hindu Syiwa kemudian
beralih beragama Budha.
 Pendiri
Pendirinya adalah Sri Sanjaya, generasi ketiga dari pemimpin Bhumi Mataram yang
mendeklarasikan Wangsa Sanjaya dan Kerajaan Mataram Kuno. Ia naik tahta pada
tahun 732 dengan sebutan Rakai Mataram.
 Raja
Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang terbagi menjadi dua
bagian. Yaitu periode Jawa Tengah dan periode Jawa Timur. Raja-Raja selama
periode Jawa Tengah antara lain :
1. Sri Sanjaya (732-760)
2. Rakai Panangkaran (760-780)
3. Rakai Panunggalan (780-800)
4. Rakai Warak atau Samaragrawira (800-819)
5. Rakai Garung atau Samaratungga (819-838)
6. Rakai Pikatan (838-850)
7. Rakai Kayuwangi (856-880)
8. Sri Jayakirtivardhana (880-885)
9. Rake Panumwangan (885-887)
10. Rake Gurungwangi (887-890)
11. Rakai Watuhumalang (890-898)
12. Rakai Galuh (898-910)
13. Rakyryan Mahapatih Daksottama (910-919)
14. Rakai Layang (919-924)
15. Rakai Sumba (924-929)
Setelah Rakai Sumba turun tahta, terjadi kekacauan di ibukota Mataram akibat
letusan gunung Merapi. Sehingga penggantinya, Mpu Sindok memindahkan pusat
kekuasaannya ke Jawa Timur dan mendirikan Wangsa Isana menggantikan
Syailendra. Raja-raja periode Jawa Timur adalah :
1. Mpu Sindok atau Sri Maharaja Isana Vikramadharmottunggadeva (924-947)
2. Sri Isana Tunggavijaya (947-985)
3. Sri Makutamsa Vardhana (985-990)
4. Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh (990-1016)

Raja yang terkenal di Kerajaan Mataram Hindu adalah Raja Balitung. Dengan Raja
Balitung, Kerajaan Mataram Kuno mencapai masa kejayaannya. Dia banyak
membangun candi dan prasasti.

 Bukti Peninggalan
1. Prasasti Kalasan
Prasasti Kalasan adalah salah satu prasasti peninggalan dari Wangsa Sanjaya di
kerajaan Medang pada tahun 778M. Penulisan dari Prasasti ini menggunakan
huruf Pranagari (India Utara) dan juga bahasa Sansekerta.

2. Prasasti Ratu Boko


Prasasti Ratu Boko adalah salah satu prasasti yang didalamnya berisikan tentang
kekalahan yang dialami oleh Bala putera dewa dalam peperangan yang melawan
saudaranya sendiri yaitu Pramoda wardhani.
3. Candi Prambanan
Candi Prambanan adalah candi hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada
abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama
Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wisnu sebagai dewa pemelihara, dan
Siwa sebagai dewa pemusnah.

4. Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah salah satu nama dari sebuah candi yang terletak di
wilayah Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Borobudur ini merupakan candi
agama Budha yang didirikan pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.

5. Candi Sewu
Sewu merupakan salah satu nama candi yang bercorak agama Budha dan
letaknya berada di kawasan candi Prambanan, atau lebih tepatnya berada di
Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah.
6. Candi Mendut
Candi yang bercorak agama Budha, yaitu candi Mendut. Candi ini letaknya
berada di daerah Jalan Mayor Kusen, Kota Mungkid, Magelang, Jawa Tengah
yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra.

HINDU MELAYU

 Letak
Kerajaan Melayu termasuk dalam kerajaan tertua di Indonesia. Letaknya berada di
Sumatra bagian Selatan, berpusat di daerah Jambi di tepikanan–kiri Sungai
Batanghari. Adapun sumber sejarah dari Kerajaan Melayu berasal dari sumber Cina
karena tidak ditemukan prasasti. Musafir CinaI-Tsing (671-695M) menyatakan
bahwa pada abad ke-7 M, secara politik Kerajaan Melayu dimasukkan kedalam
Kerajaan Sriwijaya.
 Pendiri
Kerajaan Melayu muncul pada tahun 671 hingga 1375 M. Tidak ada yang tau menau
bagaimana Melayu muncul. Hanya bukti berupa prasasti dan juga catatan-catatan
kunjungan utusan Melayu ke Tiongkok dan sebaliknya. Catatan-catatan ini disebut
sebagai sumber berita Tiongkok. Jadi, belum diketahui pasti siapa yang mendirikan
Kerajaan Melayu.
 Raja
1. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa (1183-1285 M)
Raja Trailokyaraja memimpin Melayu pada masa ketika Sriwijaya dan Melayu
telah bersatu dan Sriwijaya mulai mengalami masa-masa kemunduran. Oleh
karenanya, pada masa itu beliau juga dianggap sebagai raja Sriwijaya. Hal ini
diperkuat ketika ditemukannya sebuah prasasti Grahi di selatan Thailand. Pada
prasasti tersebut tertulis bahwa tahun 1183, Melayu memiliki seorang raja
bernama Trailokyaraja. Prasasti lain yang ikut andil dalam memberikan bukti
adanya kepemimpinan adalah pada prasati Pada Roco. Prasasti ini menyebutkan
bahwa tahun 1286 M, ada seorang raja yang memimpin Melayu dimana pada
masa kepemimpinannya, Sriwijaya mulai digantikan kembali oleh kerajaan
Melayu.
2. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa (1286-1316 M)
Raja selanjutnya yang menggantikan Trailokyaraja adalah Tribhuwanaraja.
Tribhuwanaraja memimpin pada tahun 1286 hingga 1316 M, ketika ibukota
pemerintahan masih berada di Dharmasraya. Nama Tribhuwanaraja juga
ditemukan pada prasasti Padang Roco. Dalam masa kepemimpinannya, beliau
mampu memperluas pengaruh kerajaan Melayu hingga ke Jawa. Oleh karena itu,
muncullah Ekspedisi Pamalayu tahun 1286 dengan Arca Amoghapasa sebagai
hadiah kerja sama dari kerajaan Singasari kepada raja Melayu. Melayu pada
akhirnya membalas kebaikan Singasari dengan menjodohkan 2 putri raja
Tribhuwanaraja dengan raja Singasari. Namun sayangnya, pada masa kepulangan
putri-putrinya kembali ke negeri Melayu, Singasari telah runtuh digantikan oleh
kerajaan Majapahit.
3. Akarendrawarman (1316-1347 M)
Setelah Tribhuwanaraja turun, ia digantikan oleh keturunan di bawahnya yakni
Akarendrawarman. Raja Akarendrawarman memimpin Melayu pada tahun 1316
hingga 1347 M dengan ibukota yang masih berada di Dharmasraya. Lalu
selanjutnya ibukota Melayu pindah ke Suruaso. Di Suruaso inilah, ditemukan
sebuah prasasti peninggalan raja setelah Akarendrawarman. Prasasti ini bernama
prasasti Suruaso. Pada prasasti Suruaso tertulis bahwa raja Akarendrawarman
membangun saluran pengairan untuk pertanian di Suruaso dan dilanjutkan oleh
penerus berikutnya yaitu raja Adityawarman.
4. Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali
Warmadewa (1347-1375 M)
Raja Adityawarman merupakan cucu dari raja Tribhuwanaraja dan merupakan
keponakan dari raja Akarendrawarman. Adityawarman merupakan anak dari putri
raja Tribhuwanaraja yang dijodohkan oleh raja Singhasari. Karena itulah, dia
besar di jawa tepatnya di kerajaan Majapahit. Raja Adityawarman memimpin
Melayu pada tahun 1347 hingga 1375 M dimana ibukota ketika itu sudah berada
di Suruaso dan selanjutnya pindah ke Pagaruyung. Pada masa pemerintahannya,
raja Adityawarman sempat diutus ke Tiongkok selama 6 kali dari tahun 1371
hingga 1377 Masehi.
5. Ananggawarman (1375-1417 M)
Raja selanjutnya setelah Adityawarman adalah anaknya yaitu Ananggawarman.
Ananggawarman memimpin pemerintahan Melayu pada tahun 1375 hingga 1417
Masehi. Ketika masa pemerintahannya, kerajaan sudah berpindah ibukota di
Pagaruyung. Pada masa itu, tahun 1409, kerajaan Majapahit berusaha untuk
menjatuhkan Melayu demi memperluas wilayahnya. Sayangnya, pasukan raja
Ananggawarman berhasil mengalahkan Majapahit dalam pertempuran di
Kabupaten Sijunjung. Sepeninggal raja Ananggawarman, pada akhirnya pengaruh
Majapahit mulai berkurang di Melayu. Namun hal ini juga membuat Melayu
mengalami keruntuhan karena tidak adanya penerus raja Ananggawarman.

Raja yang terkenal di Kerajaan Melayu adalah Raja Adityawarman. Kerajaan Melayu
ketika itu mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh raja Adityawarman.
Adityawarman merupakan sosok yang gagah berani yang membantu kerajaan
Majapahit dalam penaklukan berbagai wilayah. Selanjutnya Adityawarman pulang ke
Melayu dan memimpin kerajaan tersebut. Ketika itulah pusat kerajaan dipindah ke
pedalaman Minangkabau. Meski terjadi perpindahan ibukota, namun hubungan
dengan negeri di luar Melayu tetap berjalan dalam hal perdagangan. Hal ini terbukti
dengan adanya sumber berita Tiongkok, dimana ketika itu raja Adityawarman
mengirim utusannya hingga 6 kali ke Tiongkok. Beliau juga mengontrol pusat
tambang emas yang ada di Swarnabhumi, serta melanjutkan beberapa pembangunan
dari raja-raja sebelumnya. Contohnya seperti melanjutkan pembangunan saluran
irigasi untuk memperkuat ekonomi rakyat Melayu di bidang pertanian. Tak hanya itu,
beliau juga membangun vihara di Swarnabhumi karena ketaatannya akan agama. Raja
Adityawarman juga meninggalkan banyak prasasti-prasasti selama masa
pemerintahannya. Namun prasasti-prasasti tersebut belum semuanya diterjemahkan.

 Bukti Peninggalan
1. Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan sebuah prasasti yang dipahat pada bagian belakang
dari arca Manjusri pada tahun 1343 M dan mulanya prasasti ini disimpan di
dalam Candi Jago yang saat ini sudah disimpan pada Museum Nasional. Dalam
prasasti arca Manjusri ini menyebutkan bahwa Adityawarman di kalahkan oleh
Gajah Mada Bali pada tahun 1343 M.

2. Prasasti Amoghapasa
Berdasarkan dengan isi dari prasasti Amoghapasa, yang di keluarkan oleh Raja
Kertanegara sekitar tahun 1286 Matau 1208 Saka. Bahwa Kerajaan Melayu
terletak d iwilayah Dharmasraya(Jambi) yang mana pusat dari kekuasaan
Kerajaan Melayu berada dikawasan Dharmasraya sekitar abad ke-13 M.

3. Prasasti Kedukan Bukit


Dalam Prasasti ini bercerita tentang penyerahan Kerajaan Sriwijaya atas Kerajaan
Melayu. Dipertengahan abad 11 M, saat Sriwijaya mulai mengalami kemunduran
karena adanya tutupan Colamandala yang menyeramkan, kemudian tanah Melayu
segera merebut kesempatan untuk bangkit. Prasasti yang ditemukan di Sri Lanka
menunjukkan bahwa Pangeran Suryanarayana tinggal di Malayapura(Sumatra)
pada masa pemerintahan Vijaya Bahudi Sri Lanka pada tahun 1055 hingga 1100.

4. Prasasti Padang Roco


Padang Roco merupakan sebuah prasasti yang dijumpai didalam komplek stermal
Padang Roco, Nagari Siguntur, Dharmas raya, Sitiung, Sumatera Barat. Sekitar
tahun 1911 M, ditemukan sebuah patung yang bernama Amoghapasa kawasan
Padang Roco, yang ditulis pada keempat sisinya.

Anda mungkin juga menyukai