Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bantuan hidup dasar merupakan tindakan darurat untuk membebaskan

jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa

menggunakan alat bantu. Yang termasuk tindakan bantuan hidup dasar (BHD)

adalah resusitasi jantung paru (RJP) (sudiharto & sartono, 2011). Pengetahuan

bantuan hidup dasar (BHD) merupakan sebuah pengetahuan dan keterampilan

kerena jika hanya mengetahui teorinya saja tanpa melakukan latihan atau

praktek, maka motivasi untuk menolong kurang dan mental tidak terlatih ketika

benar-benar menghadapi kejadian sebenarnya.

Kegawatdaruratan merupakan kejadian yang tak terduga yang dapat

terjadi secara tiba-tiba yang memerlukan penanganan segera. Salah satu kondisi

kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa dan penanganan segera adalah

henti jantung atau cardiac arrest. Henti jantung atau cardiac arrest adalah

keadaan dimana terjadinya penghentian mendadak sirkulasi normal darah

karena kegagalan jantung berkontraksi secara efektif selama fase sistolik

(Hardisman, 2014).

World Health Organization (WHO) melaporkan kasus kematian bahwa

faktanya 1,25 juta kematian karena kecelakaan lalu lintas di jalan terjadi setiap

tahunnya, 17% nya terjadi di Asia Tenggara, sedangkan 20 – 50 juta orang

mengalami disabilitas akibat kecelakaan lalu lintas di jalan. Kejadian di Indonesia

sendiri menurut WHO mencapai 38.279 dengan rentang estimasi antara 32.079

– 44.479 tahun 2013 (WHO, 2015). Dikutip dari DetikNews (30/12) bahwa

kejadian kecelakaan di Surabaya pada tahun 2017 sendiri mencapai 24.197


dengan korban meninggal mencapai 5.352 orang yang diungkapkan oleh

Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin di sela konferensi pers Polda Jatim dalam

rangka Anev Kamtibmas akhir tahun 2017 di gedung Tri Brata, Polda Jatim,

Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Jumat (29/12/2017). Jumlah ini mencapai sekitar

13% dari estimasi korban meninggal kecelakaan Indonesia terjadi di Surabaya.

Cardiac Arrest berujung pada kematian apabila tidak dilakukan tindakan

segera. AHA merekomendasikan ‘RJP segera’ dan dilakukan orang awam

(Monica E, Erin E, Zachary D, & Robert A, 2015). RJP merupakan intervensi

untuk mempertahankan fungsi vital korban Cardiac Arrest (Hardisman, 2014).

Orang awam yang pertama kali menemukan korban perlu mengetahui RJP agar

bisa menolong sampai petugas mengambil alih (American Heart Association,

2015). Kelangsungan hidup korban OHCA dapat mencapai 75% apabila

dilakukan “RJP segera” setelah empat menit presentase menjadi 50% dan

setelah lima menit 25% (Jamil, 2010). Korban dapat terselamatkan setelah

dilakukan RJP oleh bystander sebesar 40,1 % (Hasselqvist-Ax et al., 2015) dan

sebesar 31,7 % menurut Sudden Cardiac Arrest Foundation (Foundation, 2015).

Kenyataannya, pengetahuan orang awam tentang RJP masih rendah.

Aaberg, Larsen, Rasmussen, Hansen, & Larsen, (2014) menyatakan bahwa

mayoritas pengetahuan siswa SMA tentang RJP rendah sebelum mendapat

pelatihan BHD. Di Indonesia, melakukan RJP belum menjadi sorotan penting

untuk bisa dilaksanakan atau minimal diketahui oleh semua orang termasuk

awam. Masyarakat Jakarta Selatan memiliki tingkat pengetahuan BHD dalam

kategori baik masih 52,8 % (Erawati, 2015).

Manusia sebagai pengguna jalan menjadi faktor dominan terhadap

stabilitas keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan


raya (Danang, 2011). Pasal 531 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

mengatakan bahwa siapa saja yang melihat adanya kecelakaan di jalan,

diwajibkan untuk sesegera mungkin melakukan pertolongan. Pertolongan

pertama dengan sedikit tindakan dengan peralatan sederhana akan banyak

manfaatnya dalam mencegah keparahan, mengurangi penderitaan dan bahkan

menyelamatkan nyawa korban (Dantes, 2017). Kejadian kecelakaan yang

banyak terjadi membuat masyarakat harus mampu melakukan penanganan

pertolongan pertama ketika menemui kejadian kecelakaan di jalan, maka dari itu

dibutuhkan berbagai macam pelatihan mengenai pertolongan pertama pada

kecelakaan. Pelatihan yang diikuti oleh peserta diharapkan dapat meningkatkan

kemampuannya, baik dalam pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap

(Notoatmodjo, 2003).

Tindakan cepat dibutuhkan untuk mencapai target keamanan jalan yang

baru baru ini diadopsi dari Agenda SDGs (Suistainables Development Goals):

Mengurangi hingga setengah jumlah kematian dan cedera dari kecelakaan lalu

lintas pada 2020 (WHO, 2015). Oleh karena itu, penting adanya sosialisasi dan

simulasi mengenai bantuan hidup dasar bagai masyarakat awam untuk

mengubah perilaku masyarakat dalam menemui korban kecelakaan di jalan.

Selain itu, sosialisasi dan simulasi ini juga memberikan akses yang mudah dan

hemat biaya (Korda & Itani, 2013), sehingga mudah dilakukan dimanapun dan

kapan pun saat masyarakat sedang tidak melakukan aktivitas. Maka dari itu,

peningkatan perilaku yang diharapkan dapat segera terjadi kapanpun dimanapun

masyarakat menemukan korban kecelakaan.


1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh sosialisasi dan simulasi bantuan hidup dasar bagi

masyarakat awam di desa bandilan kecamatan prajekan kabupaten bondowoso?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh sosialisasi dan simulasi bantuan hidup

dasar bagi masyarakat awam di desa bandilan kecamatan prajekan

kabupaten bondowoso

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan

bantuan hidup dasar sebelum dilakukan sosialisasi bantuan hidup

dasar

2. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan

bantuan hidup dasar setelah dilakukan sosialisasi bantuan hidup

dasar

3. Menganalisis pengaruh sosialisasi dan simulasi bantuan hidup dasar

bagi masyarakat awam di desa bandilan, kecamatan prajekan,

kabupaten bondowoso.

1.4. Manfaat

1.4.1 Teoritis

Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pengembangan ilmu

keperawatan gawat darurat di komunitas tentang upaya bantuan hidup

dasar bagi masyarakat.


1.4.2 Praktis

1. Untuk perawat dapat digunakan sebagai media pendidikan komunitas

untuk meningkatkan tingkat kesehatan dengan menerapkan bantuan

hidup dasar pada korban kecelakaan dengan tepat.

2. Untuk peneliti sebagai opsi pilihan media penerapan peran perawat

sebagai educator.

3. Untuk responden dapat meningkatkan perilaku bantuan hidup dasar

ketika menemui korban kecelakaan


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecelakaan Lalu Lintas

2.1.1 Definisi kecelakaan lalu lintas

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak

menguntungkan, biasanya menyebabkan kerusakan, cedera, maupun

kehilangan (Rivers, 2010). UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan

suatu peristiwa tidak terduga dan tidak sengaja yang melibatkan

kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan

kerugian harta benda maupun manusia. Kecelakaan lalu lintas adalah

kejadian yang mana terjadinya sebuah tabrakan sebuah kendaraan

dengan kendaraan lain, benda, rambu lalu lintas atau pejalan kaki yang

dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, bahkan kematian (Danang,

2011).

2.1.2 Jenis dan bentuk kecelakaan

Kecelakaan diklasifikasikan menjadi; kecelakaan berdasarkan

korban kecelakaan, kecelakaan berdasarkan lokasi kejadian, kecelakaan

berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan, kecelakaan berdasarkan posisi

kecelakaan dan kecelakaan berdasarkan jumlah kendaraan yang terlibat

(Wedasana, 2011).

1. Kecelakaan berdasarkan korban

Berdasarkan korban kecelakaan menitik beratkan pada

manusia itu sendiri, kecelakaan ini dapat berupa luka ringan, luka berat
maupun meninggal dunia. Menurut Pasal 93 dari UU No. 43 Tahun

1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, sebagai peraturan

pelaksanaan dari Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

mengklasifikasikan korban dari kecelakaan sebagai berikut:

1) Kecelakaan luka fatal/meninggal

Korban meninggal atau korban mati adalah korban yang

dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam waktu

paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut.

2) Kecelakaan luka berat

Korban luka berat adalah keadaan korban yang luka-lukanya

menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih

dari 30 hari sejak terjadinya kecelakaan. Dikatakan cacat tetap

adalah ketika sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat

digunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh/pulih untuk selama-

lamanya.

3) Kecelakaan luka ringan

Korban luka ringan adalah keadaan korban yang luka-

lukanya tidak membahayakan jiwa dan/atau tidak memerlukan

pertolongan / perawatan lebih lanjut di Rumah Sakit

2. Kecelakaan berdasarkan lokasi kejadian

Kecelakaan dapat terjadi dimana saja; disepanjang ruas jalan,

baik pada jalan lurus, tikungan jalan, tanjakan dan turunan, di dataran

atau di pegunungan, di dalam kota maupun di luar kota (Wedasana,

2011).

3. Kecelakaan berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan


Kecelakaan berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan dapat

diklasifikasikan menjadi (Wedasana, 2011):

a. Hari

Hari Kerja : Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat.

Hari Libur : Minggu dan Hari-hari Libur Nasional.

Akhir Minggu : Sabtu.

b. Waktu

Dini Hari : jam 00.00 – 06.00

Pagi Hari : jam 06.00 – 12.00

Siang Hari : jam 12.00 – 18.00

Malam Hari : jam 18.00 – 24.00

4. Kecelakaan berdasarkan posisi kecelakaan

Kecelakaan juga dapat terjadi dalam berbagai posisi tabrakan,

diantaranya (Wedasana, 2011):

1) Tabrakan pada saat menyalip (Side Swipe)

2) Tabrakan depan dengan samping (Right Angle)

3) Tabrakan depan dengan belakang (Rear End)

4) Tabrakan depan dengan depan (Head On)

5) Tabrakan dengan pejalan kaki (Pedestrian)

5. Kecelakaan berdasarkan jumlah kendaraan yang terlibat

Kecelakaan dapat juga digolongkan berdasarkan jumlah

kendaraan yang terlibat yakni; kecelakaan tunggal yang dilakukan oleh

satu kendaraan, kecelakaan ganda yang dilakukan oleh dua

kendaraan, maupun kecelakaan beruntun yang dilakukan oleh lebih

dari dua kendaraan (Wedasana, 2011).


2.1.3 Faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas

Faktor -faktor utama penyebab kecelakaan yaitu, Faktor

Pengguna Jalan (Road User), faktor Kendaraan (Vehicle), dan faktor

Lingkungan Jalan (Road Environtment) (Hildiario, 2015);

1. Faktor Pengguna Jalan

Manusia sebagai pengguna jalan, yaitu sebagai pejalan kaki dan

pengendara kendaraan, baik kendaraan bermotor dan kendaraan tidak

bermotor (Danang, 2011). kecelakaan bisa terjadi karena kondisi fisik

(lelah, mabuk, sakitdsb), kemampuan mengemudi, adanya cacat bawaan,

dsb (Hildiario, 2015).

2. Faktor Kendaraan

Kendaraan merupakan alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari

kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Menurut pasal 1 dari

Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi, peraturan pelaksana dari Undang-undang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan

oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. Kendaraan

bermotor dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu : sepeda

motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan

khusus. Kendaraan merupakan sarana angkutan yang penting dalam

kehidupan modern, ini karena dapat membantu manusia dalam

melaksanakan kegiatan sehari-hari serta memudahkan manusia dalam

mencapai tujuan dengan cepat, selamat dan hemat sekaligus menunjang

nilai aman dan nyaman. Kecelakaan sendiri bisa terjadi karena kondisi

kendaraan seperti rem, ban, lampu, muatan (overloaded), dsb (Hildiario,


2015).

3. Faktor Lingkungan Jalan

Kecelakaan juga dapat terjadi karena hal hal yang berkaitan dengan

lingkungan jalan seperti kontrol lalu lintas (mark, rambu, lampu lalu lintas),

desain jalan (median, gradient, alinemen, jenis permukaan), lalu lintas

(volume, komposisi kendaraan, dsb), tata guna jalan (perkantoran, pabrik,

perumahan, dsb) (Hildiario, 2015).

2.2 Bantuan Hidup Dasar (BHD)

2.2.1 Definisi Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan

sekumpulan intervensi atau perlakuan yang bertujuan untuk

mengembalikan dan mempertahankan fungsi organ vital pada korban

henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian

kompresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014). Bantuan hidup

dasar juga dapat diartikan sebagai kegiatan memberikan bantuan

eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti jantung atau

henti nafas melalui RJP/ CPR (Krisanty, 2009). CPR (Cardiopulmonary

Resucitation) atau biasa disebut dengan RJP (Resusitasi Jantung Paru)

adalah prosedur darurat yang dilakukan untuk mengembalikan dan

mempertahankan pernapasan dan sirkulasi pada seseorang yang terkena

henti jantung maupun henti napas (Neiger et al., 2012). Perlu juga

diketahui bahwa penolong yang belum terlatih hanya dapat melakukan

kompresi jantung, dengan atau tanpa panduan petugas. Penolong dapat

melakukan dapat melakukan kompresi jantung hingga petugas yang


terlatih datang (American Heart Association, 2015).

Harus dibedakan antara mati klinis dan mati biologis (Hipgabi

Jatim 2018) :

a. Mati klinis

Penderita dinyatakan mati secara klinis apabila henti bernafas

dan henti jantung waktunya 6 – 8 menit setelah berhentinya

pernapasan dan sirkulasi. Kematian klinis masih dapat reversible.

b. Mati biologis

Kerusakan sel otak dimulai 6 – 8 menit setelah berhentinya

pernapasan dan sirkulasi. Setelah 10 menit biasanya sudah mati

biologis.

Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat

dihindari seperti tampak dari tabel dibawah ini :

Keterlambatan Kemungkinan Berhasil


1 Menit 98 dari 100
4 Menit 50 dari 100
10 Menit 1 dari 100

2.2.2 Definisi henti nafas dan henti jantung

Henti nafas adalah apabila pernafasan berhenti (apnea).

Sedangkan henti jantung adalah apabila jantung berhenti berkontraksi

dan memompa darah. Kedua keadaan ini saling kait – mengait. Henti

nafas dapat disebabkan oleh gangguan atau penyakit pada jalan nafas

atau pernafasan (primer), dan henti jantung diakibatkan gangguan atau

penyakit kardiovaskuler (primer). Meskipun demikian banyak penyakit –

penyakit yang secara sekunder akan membahayakan pernafasan dan

jantung yang pada akhirnya mengakibatkan henti nafas dan henti jantung
(Hipgabi Jatim. 2018).

Henti nafas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan nafas.

Sumbatan jalan nafas dapat terjadi total atau sebagian. Sumbatan jalan

nafas total dapat menimbulkan henti jantung. Sumbatan jalan nafas

sebagian dapat menyebabkan apnea sekunder dan kerusakan otak

karena hipoksia. Sebab sumbatan parsial bisa karena darah, muntahan,

benda asing, trauma langsung pada wajah maupun spasme laring

(Hipgabi Jatim. 2018).

Sebab henti jantung dapat primer atau sekunder, yang meliputi :

1. Henti jantung primer adalah apabila penyebab yang langsung terjadi

pada jantung, yaitu :

a. Gagal jantung

b. Tamponade jantung

c. Miokarditis

d. Kardiomiotaptik hipertrofik.

e. Vibrilasi ventrikel : iskemia miokardium, infark miokardium,

sengatan listrik, obat obatan, gangguan elektrolit.

2. Henti jantung sekunder terjadi akibat gangguan yang berasal dari luar

jantung, misalnya :

a. Asfiksia karena sumbatan jalan nafas

b. Anoksia karena tercekik, edema paru

c. Kehilangan darah banyak yang akut

d. Hipoksemia karena anemia

e. Syok septik stadium akhir

Banyak alasan kenapa jantung dapat berhenti berdenyut


diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung, kejang, stroke, reaksi

alergi, diabetes dan penyakit lainnya. Pada bayi, gangguan nafas yang

berat dapat menyebabkan henti nafas dan henti jantung. Semuanya

berahir pada satu hasil yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan

jantung (Hipgabi Jatim. 2018).

2.2.3 Tujuan Bantuan Hidup Dasar

Tujuan dilakukannya Bantuan Hidup Dasar menurut (Krisanty,

2009), adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi dari organ-

organ vital (otak, jantung dan paru).

2. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernapasan.

3. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti

napas melalui (Resusitasi Jantung Paru).

2.2.4 Tahapan resusitasi jantung paru.

RJP merupakan salah satu yang mendasari bantuan hidup dasar,

tetapi hal – hal yang mendasar tidak mengalami perubahan, yaitu

bagaimana melakukan RJP segera dan efektif. Mengingat hal ini terus

menjadi prioritas, pedoman American Heart Association 2015 mengalami

perubahan yaitu dengan mendahulukan sirkulasi sebelum

penatalaksanaan jalan nafas dan pernafasan (Circulation, Airway,

Breathing). Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan

dengan praktik dunia nyata dalam rangka meningkatkan hasil RJP.

Tindakan RJP dilakukan secara berurutan dimulai dengan

penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. Urutan tahapan BHD adalah


sebagai berikut (Hipgabi Jatim. 2018):

1. 3A (Aman diri, lingkungan, pasien)

Selalu memastikan diri dalam kondisi aman, selalu pakai APD

setiap akan memberikan pertolongan pada pasien. Setelah

memastikan diri aman maka lingkungan pun selalu monitor agar tetap

aman selama memberikan pertolongan atau jika memang kondisi

tidak aman, pasien bisa dipindahkan dari tempat kejadian ke tempat

yang aman. Setelah itu yang terahir memastikan pasien dalam

kondisi aman sehingga dalam memberikan pertolongan dapat

optimal.

2. Menilai kesadaran

Kenalilah tanda-tanda henti jantung sambil meyakini bahwa

lingkungan sekitar penderita aman. Periksa pasien dan lihat

responnya dengan menggoyang bahu pasien dengan lembut dan

bertanya cukup keras, “Siapa namamu?”

1) Bila menjawab atau bergerak, biarkan pada posisi ditemukan

kecuali ada bahaya.

2) Jika tidak berespon penolong segera mengaktifkan sistem respon

kegawatdaruratan, sambil melakukan upaya membuka jalan nafas

pada pasien.

3. Mengaktifkan layanan gawat darurat / LGD

Jika tidak sadar dan nafas tidak normal, segera aktifkan

sistem respon kegawatdaruratan, ambil AED. Jika hanya terdapat

satu penolong segera meminta bantuan dengan berteriak atau

menelpon LGD misalnya 118. Untuk meminta AED. Pada waktu


meminta bantuan sebutkan lokasi kejadian, jenis kejadian (misalnya

serangan jantung, trauma, dan kondisi pasien). Kemudian dilanjut

dengan cek nadi dan melakukan RJP jika nadi tidak teraba diawali

dengan kompresi dada. Pada saat melakukan telepon sebelum

melaporkan kondisi pasien diawali dengan memperkenalkan diri anda

dan lanjutkan dengan melaporkan jumlah pasien, kondisi pasien,

lokasi pasien, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Apabila

cardiac arrest terjadi didalam rumah sakit maka aktifkan code blue.

4. Cek nafas dan cek nadi

Setelah mengaktifkan sistem kegawatdaruratan, maka untuk

penolong melanjutakan dengan pemeriksaan cek nafas dan cek nadi

karotis secara simultan dengan waktu 5 – 10 detik. Apabila

ditemukan pasien tidak bernafas dan tidak teraba nadi, maka lakukan

RJP dengan diawali kompresi dada.

Jika nadi tidak teraba segera memulai RJP dengan diawali

kompresi dada. Jika nadi teraba, dan nafas kurang dari normal (<12

x/menit) maka berikan nafas tiap 5 – 6 detik dengan tidal volume

sampai terlihat ada pengembangan dada dan cek kembali setiap 2

menit.

5. Segera RJP dengan penekanan pada kompresi dada


Jika nadi tidak teraba tidak nafas segera memulai RJP dengan

diawali kompresi dada. Kompresi dada terdiri dari kegiatan

penekanan terhadap setengah bagian bawah dari sternum yang

teratur. Penekanan ini menciptakan aliran darah karena adanya

peningkatan intra thorax dan penekanan secara langsung pada

jantung.

Untuk menghasilkan kompresi dada yang efektif, lakukan penekanan

yang keras dan cepat. Kecepatan yang digunakan adalah 100-

120x/menit dengan kedalaman 5-6 cm, dan harus biarkan chest recoil

secara sempurna setelah kompresi dada untuk menghasilkan

pengisian jantung secara lengkap untuk kompresi selanjutnya.

Penolong juga harus meminimalkan interupsiterhadap kompresi dada

yang dilakukan untuk memaksimalkan kompresi yang diberikan.

Langkah-langkah RJP:

1) Dalam keadaan tangan ditumpuk jadi satu dan untuk

menghasilkan kompresi yang efektif, tekan bagian tengah dada

dengan kencang, cepat dan tanpa henti (meminimalkan

interupsi).

2) Letakkan telapak sebelah tangan anda kesetengah bagian bawah

dada korban.

3) Tumpuk tangan yang satu diatas tangan tersebut (tekanan akan

lebih maksimal bila jari-jari kedua tangan saling terkait).

a. Posisi lutut lurus, pindahkan beban tubuh ketangan, dan tekan

kuat dada korban hingga tertekan 5 cm kedalam.

b. Berikan tekanan sebanyak 30 kali tanpa henti dengan


kecepatan 100 – 120 x/menit.

6. Pelaksanaan CPR (kombinasi pijat jantung dan nafas buatan)

1) Rasio kopresi dan ventilasi 30 ; 2. Artinya sesudah melakukan

pijat jantung sebanyak 30 kali, berikan nafas buatan sebanyak 2

kali. Pada saat memberikan ventilasi, tiap bantuan nafas

diberikan selama 1 detik dengan memberikan tidal volume yang

cukup untuk mengembangkan dada. Hindari pemberian ventilasi

yang berlebih lebihan.

2) Lakukan pijat jantung dan nafas buatan secara bergantian (30:2

kali) terus menerus tanpa henti hingga ditangani pihak medis.

3) Jika alat jalan nafas definitif sudah terpasang, maka tidak perlu

menghentikan kompresi dada pada saat ventilasi. Kompresi harus

diberikan secara terus menerus dengan frekuensi 100 –

120x/menit tanpa henti dan ventilasi diberikan tiap 6 detik (10

x/menit).

4) Karena cukup menyita tenaga, bila penolong 2 orang atau lebih,

lakukan pergantian setiap 2 menit (5 siklus). Penting untuk terus

melakukan CPR tanpa henti.

5) Hentikan CPR (pijat jantung dan nafas buatan) bila,

a) Penolong kelelahan

b) Penolong atau petugas medis berkompeten mengambil alih

penderita

c) Korban merintih dan mulai bernafas normal

d) Korban sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (lebam

mayat)
e) Setelah 30 menit dilakukan pertolongan tidak menunjukkan

tanda tanda ROSC (Return Of Spontaneus Circulation)

f) Kondisi lingkungan yang tidak aman

g) Kalau pasien berada di Intra Rumah Sakit maka advis dokter

dapat dijadikan keputusan diberhentikannya RJP

6) Bila ada respon namun nafas belum dalam kondisi normal artinya

korban sudah menunjukkan tanda tanda ROSC, maka kemudian

dapat dilakukan pengkajian tentang pernafasan dengan

menggunakan look, listen feel. Jika menilai nafas korban

<12x/menit selama 2 menit. Kemudian kaji nadi karotis dan

pernafasan kembali.

7) Bila ada respon serta nafas dalam kondisi normal.

Posisi tubuh miring

- Baringkan korban dalam posisi miring.

- Dagu bawah mengarah keluar, punggung tangan atas

menopang wajah korban.

- Kemudian tekuk lutut kaki atas kurang lebih 90 derajat, dan

jaga supaya korban tidak jatuh terlentang ke belakang.


Algoritme Resusitasi Jantung Paru Guidelines AHA 2015

Amankan lokasi kejadian

Korban tidak menunjukkan reaksi, teriaklah


untuk mendapatkan pertolongan terdekat,
Aktifkan sistem tanggapan darurat melalui
Berikan napas buatan:
oerangkat bergerak (jika tersedia). Ambil AED
1 napas buatan setiap 5-
dan peralatan gawat darurat (atau minta
6 detik atau sekitar 10-12
seseorang untuk melakukannya)
napas buatan permenit.
Bernapas  Aktifkan sistem
Bernapas tidak tanggapan darurat (jika
normal, ada normal, belum dilakukan)
denyut Perhatikan apakah napas terhenti ada setelah 2 menit.
Pantau hingga tenaga atau tersengal dan periksa denyut denyut  Terus berikan napas
medis terlatih tiba (secara bersamaan) apakah denyut buatan, periksa denyut
benar-benar terasa dalam 10 detik? kurang lebih setiap 2
menit. Jika tidak ada
denyut, mulai CPR
(lanjutkan dengan kotak
CPR)
Napas terhenti /
 Jika kemungkinan
teersengal, tidak
terjadi overdosis oploid
ada denyut
berikan nalokson
sesuai protokol, jika
berlaku.

Pada saat ini, dalam semua sekenario,


sistem tanggapan darurat / cadangan
telah diaktifkan, serta AED dan peralatan
gawat darurat telah tersedia / seseorang
telah menyediakannya

CPR
Mulai siklus 30 kompresi dan 2 napas buatan
Gunakan AED segera setelah tersedia

AED tersedia

Periksa ritme detak jantung


Ritme dapat dikejut?
Ya, Tidak,
Ritme dapat Ritme tdk dapat
dikejut dikejut
Terapkan 1 kejut, segera lanjutkan Segera lanjutkan dengan CPR
dg CPR kurang lebih selama 2 menit kurang lebih selama 2 menit (hingga
(hingga AED memperbolehkan AED memperbolehkan pemeriksaan
pemeriksaan ritme) lanjutkan hingga ritme). Lanjutkan hingga tenaga ALS
tenaga ALS mengambil alih / korban mengambil alih atau korban mulai
mulai bergerak bergerak

BAB 3

ANALISIS LAPANGAN

3.1 Lingkungan

Sosialisasi dan simulasi bantuan hidup dasar ini dilakukan di desa

bandilan kecamatan prajekan kabupaten bondowoso, di desa bandilan terdapat

jalan raya yang menghubungkan antara kecamatan cermee dan kecamatan

prajekan, jalan raya tersebut setiap harinya dilalui pengendara sepeda motor,

mobil,truk,bus dan kendaraan lainnya, sehingga berisiko terjadinya kecelakaan

lalu lintas dan beresiko terjadinya cadiac arrest. Sebelum dilakukan sosialisasi

dan simulasi bantuan hidup dasar ketika terjadi kecelakaan lalu lintas korban

tidak dilakukan pertolongan awal. Masyarakat kebingungan dan menunggu

petugas kesehatan atau menunggu kendaraan yang bisa mengantarkan korban

ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

3.2 Sumber Daya Manusia ( SDM )

Desa bandilan terletak cukup jauh dari puskesmas, SDM tenaga medis

yang dibutuhkan untuk pertolongan pada korban kecelakaan sangat sulit

dijangkau. Peningkatan kualitas SDM khususnya masyarakat awam dalam

penanganan gawat daruat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

menentukan penurunan angka kematian dan kecacatan.


Sosialisasi dan simulasi diikuti oleh peserta yang merupakan masyarakat

awam kesehatan, terutama masyarakat yang tinggal disekitar jalan raya melalui

pelatihan ini peserta sosialisasi dan simulasi akan mampu menjadi penolong

awal penanganan korban gawat darurat pra rumah sakit dan sebagai pemberi

informasi tentang penanganan korban gawat darurat kepada masyarakat sekitar.

3.3 Sarana dan Prasarana

Metode sosialisasi dan simulasi yang dipakai oleh kelompok situbondo 2

dengan menerapkan sistem pembelajaran orang dewasa dengan metode

penyampaian materi, simulasi dan latihan-latihan pertolongan korban pra rumah

sakit.

Sosialisasi dan simulasi bantuan hidup dasar bagi masyarakat awam

dilaksanakan di wilayah desa bandilan kecamatan prajekan kabupaten

bondowoso. Sebanyak satu kali pertemuan pada tanggal 24 juni 2020 yang di

ikuti oleh 28 masyarakat peserta. Di akhir sosialisasi dan simulasi bantuan hidup

dasar bagi masyarakat awam diberikan sertifikat kepada peserta.


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kegiatan

Bab ini akan menyajikan hasil kegiatan dengan judul sosialisasi dan

simulasi bantuan hidup dasar bagi masyarakat awam didesa bandilan kecamatan

prajekan kabupaten bondowoso. Kegiatan ini di lakukan pada tanggal 24 juni

2020. Untuk mendapatkan data kelompok menggunakan lembar persetujuan

sebagai responden kepada peserta sosialisasi dan simulasi, kemudian peserta di

ukur terlebih dahulu pengetahuan tentang bantuan hidup dasar sebelum di

lakukan sosialisasi dan simulasi. Setelah itu peserta di berikan sosialisasi dan

simulasi. Untuk mengetahui pengaruh sosialisasi dan simulasi bantuan hidup

dasar bagi masyarakat awam didesa bandilan kecamatan prajekan kabupaten

bondowoso. Peserta di berikan sosialisasi dan simulasi selama 2 jam. Kemudian

di lakukan pengukuran kembali pengetahuan masyarakat tentang bantuan

bantuan hidup dasar, setelah data terkumpul, maka data di kelompokkan menjadi

2 bagian yaitu data umum dan data khusus. Data umum terdiri dari penampilan

karakteristik responden yang terdiri dari: usia, jenis kelamin, pendidikan, dan

pekerjaan. Data tersebut di tampilkan dalam bentuk tabel observasi. Data khusus

menampilkan hasil pengetahuan dan skil bantuan hidup dasar sebelum dan

sesudah di lakukan sosialisasi dan simulasi.


1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Hasil kegiatan didapatkan data tentang usia peserta sosialisasi dan

simulasi BHD di Desa Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso

sebagai berikut:

Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Peserta Sosialisasi dan
Simulasi BHD di Desa Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

No Usia Frekuensi (F) Prosentase (%)

1 10 – 20 tahun 5 17.9
2 21 - 40 tahun 8 28.6

3 41 – 60 tahun 13 46.4

4 61 – 75 tahun 2 7.1

Jumlah 28 100

Sumber: data primer observasi 2020

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa sebagian besar usia

peserta adalah usia 41-60 tahun sebanyak 13 (46,4%) peserta.

2. Karakteristik Peserta Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil kegiatan sosialisasi dan simulaai didapatkan data tentang

jenis kelamin peserta di Desa Bandilan Kecamatan Prakjekan Kabupaten

Bondowoso sebagai berikut:

Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi peserta Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa


Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

No Jenis kelamin Frekuensi (F) Prosentase (%)

1 Laki – laki 11 39.3

2 Perempuan 17 60.7

Jumlah 28 100

Sumber: data primer, observasi 2020


Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan jenis kelamin peserta sebagian

besar perempuan sebanyak 17 (60,7%) peserta.

3. Karakteristik Peserta Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Hasil sosialisasi dan simulasi didapatkan data tentang tingkat

pendidikan peserta di Desa Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten

Bondowoso sebagai berikut:

Tabel 4.3 :Distribusi Frekuensi peserta Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa


Bandilan Kecamatan prajekan Kabupaten Bondowoso.

N Tingkat pendidikan Frekuensi (F) Prosentase (%)

1 SD 6 21.4

2 SMP 2 7.1

3 SMA 4 14.3

4 S1 2 7.1

5 Tidak sekolah 14 50.0

Jumlah 28 100
Sumber: data primer, observasi 2020

Berdasarkan table 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar tingkat

pendidikan peserta tidak pernah sekolah sebanyak 14 (50%) peserta.

4. Karakteristik Peserta Berdasarkan Pekerjaan

Hasil penelitian didapatkan data tentang pekerjaan peserta di Desa

Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso sebagai berikut:

Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Karakteristik peserta Berdasarkan Pekerjaan di Desa


Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

N Pekerjaan Frekuensi (F) Prosentase (%)

1 Pelajar 4 14.3

2 Petani 8 18.6

3 pedagang 1 3.6

4 Ibu rumah tangga 15 53.6

Jumlah 28 100
Sumber: data primer, observasi 2020
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan sebagian besar pekerjaan peserta

petani sebanyak 15 (53,6%) peserta.

5.1.2 Data Khusus

1. Pengetahuan Peserta tentang BHD Sebelum Dilakukan sosialisasi


dan simulasi.
Hasil kegiatan didapatkan data tentang pengetahuan peserta

sebelum di berikan sosialisasi dan simulasi tentang BHD bagi

masyarakat awam di Desa Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten

Bondowoso sebagai berikut:

Table 4.5 : Distribusi pengetahuan peserta Sebelum di berikan sosialisasi dan


simulasi Di Desa Bandilan Kecamatan prajekan Kabupaten Bondowoso.
N Pengetahuan Frekuensi (F) Prosentase (%)
sebelum sosialisasi
dan simulasi
1 Kurang 25 89.3

2 Cukup 3 10.1

3 Baik 0 0

Jumlah 28 100

Sumber: data primer, observasi 2020

Berdasarkan tabel 4.5, didapatkan pengetahuan peserta sebelum

dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD bagi orang awam sebagian

besar memiliki pengetahua yang kurang tentang BHD sebanyak 25

(89,3%) peserta.

2. Pengetahuan Sesudah Dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD


Hasil kegiatan didapatkan data tentang pengetahuan peserta

sesudah di berikan sosialisasi dan simulasi di Desa Bandilan


Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso sebagai berikut.

Table 4.6 : Distribusi Pengetahuan Sesudah Di Berikan sosialisasi dan simulasi BHD

Di Desa Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

N Pengetahuan Frekuensi (F) Prosentase (%)


sesudah sosialisasi
dan simulasi
1 Kurang 0 0

2 Cukup 5 17.9

3 Baik 23 82.1

Jumlah 28 100
Sumber: data primer, observasi 2020

Berdasarkan tabel 4.6, didapatkan pengetahuan peserta setelah

dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD bagi orang awam sebagian

besar memiliki pengetahuan yang baik tentang BHD sebanyak 23

(82,1%) peserta.

3. Keterampilan Peserta Sesudah Dilakukan sosialisasi dan simulasi


BHD
Hasil kegiatan didapatkan data tentang keterampilan peserta

sesudah di berikan sosialisasi dan simulasi di Desa Bandilan

Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso sebagai berikut.

Table 4.6 : Distribusi Pengetahuan Sesudah Di Berikan sosialisasi dan simulasi

BHD Di Desa Bandilan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

N Keterampilan Frekuensi (F) Prosentase (%)


sosialisasi dan
simulasi
1 Kurang 0 0

2 Cukup 0 0

3 Baik 7 100%

Jumlah 7 100%
Sumber: data primer, observasi 2020

Berdasarkan tabel 4.7, didapatkan pengetahuan peserta setelah

dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD bagi orang awam sebagian


besar memiliki keterampilan yang baik tentang BHD sebanyak 7 (100%)

peserta.

4.2 Interpretasi dan Diskusi Hasil

4.2.1 Pengetahuan Peserta Sebelum Dilakukan Sosialisasi dan Simulasi

Bantuan Hidup Dasar Bagi Masyarakat Awam Didesa Bandilan

Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

Berdasarkan hasil kegiatan didapatkan data tentang pengetahuan

masyarakat awam sebelum dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD

sebagai berikut. Peserta yang dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD

yang memiliki pengetahuan kurang adalah sebanyak 25 (89,3%) peserta.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), Green mengemukakan

bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, seperti

jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, pengalaman pribadi,

dan umur. Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar

seperti informasi dari media elektronik dan media cetak atau dapat juga

melalui pendidikan kesehatan (Notoatmodjo 2010).

Peserta sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup 3

peserta sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena ada beberapa

faktor seperti faktor luar sesuai teori yang telah disebutkan diatas bahwa

responden telah mendapatkan informasi tentang pertolongan pertama

melalui sumber lain seperti televisi, surat kabar teman, atau yang lainnya

diluar penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

4.2.2 Pengetahuan Peserta Setelah Dilakukan Sosialisasi dan Simulasi


Bantuan Hidup Dasar Bagi Masyarakat Awam Didesa Bandilan

Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

Berdasarkan hasil kegiatan didapatkan data tentang pengetahuan

masyarakat awam setelah dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD

sebagai berikut. Peserta yang dilakukan sosialisasi dan simulasi BHD

yang memiliki pengetahuan baik adalah sebanyak 23 (82,1%) peserta.

Menurut Sarwono (1992) dalam Nursalam (2001), pendidikan

merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu. Jadi

dapat dikatakan pendidikan menentukan manusia untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Peningkatan pengetahuan peserta juga dipengaruhi metode

kegiatan yang diberikan yaitu melalui sosialisasi dan demonstrasi dan

tanya jawab. Menurut Nasrul (1998) keberhasilan pendidikan kesehatan

dipengaruhi oleh alat bantu yang dapat mempermudah pemahaman

sasaran. Demonstrasi tindakan BHD akan membantu responden dalam

mengingat kembali materi yang telah diberikan.

4.2.3 Keterampilan Peserta Setelah Dilakukan Sosialisasi dan Simulasi

Bantuan Hidup Dasar Bagi Masyarakat Awam Didesa Bandilan

Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso.

Setelah diberikan pelatihan BHD terdapat perubahan keterampilan

responden yaitu sebanyak 7 responden (100%) mempunyai keterampilan

yang baik dalam melakukan bantuan hidup dasar, menunjukkan ada


perbedaan bermakna tingkat keterampilan peserta sebelum dan sesudah

diberikan sosialisasi dan simulasi bantuan hidup dasar.

Sosialisasi dan simulasi bantuan hidup dasar (BHD) yang

diberikan kepada peserta (masyarakat awam) merupakan suatu stimuli

yang menghadirkan informasi yang bersifat persuasive dengan tujuan

mengubah sikap masyarakat menjadi lebih baik. Adanya perubahan sikap

menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima. Azwar

(1998) menyebutkan bahwa efek komunikasi tertentu berupa perubahan

sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan,

dipahami dan diterima.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk persuasif dalam

usaha melakukan perubahan sikap dengan memasukkan ide, fikiran atau

fakta – fakta lewat pesan komunikatif. Pesan tersebut disampaikan secara

sengaja dengan maksud untuk menimbulkan kontradiksi dan inkonsistensi

diantara komponen sikap sehingga mengganggu kestabilan sikap dan

membuka peluang terjadinya perubahan yang diinginkan.

Perubahan sikap peserta ke arah yang positif setelah mendapat

sosialisasi dan simulasi BHD diharapkan agar responden siap menolong

dan bersedia menolong ketika ada korban kecelakaan dengan henti

napas atau jantung. Berbekal pengetahuan yang baik tentang BHD,

masyarakat awam dapat melakukaan pertolongan BHD pada korban

yang dijumpai di jalan raya atau di mana saja sehingga pertolongan tidak

terlambat dan kematian dapat dicegah.


BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian di atas dapat di

simpulkan sebagai berikut:

5.1.1 Pengetahuan peserta sebelum dilakukan sosialisasi dan simulasi

banntuan hidup dasar bagi masyarakat awam didesa bandilan

kecamatan prajekan kabupaten bondowoso terbanyak adalah kurang

sebanyak 25 (89,3%) peserta.

5.1.2 Pengetahuan peserta setelah dilakukan sosialisasi dan simulasi

banntuan hidup dasar bagi masyarakat awam didesa bandilan

kecamatan prajekan kabupaten bondowoso terbanyak adalah baik

sebanyak 23 (82,1%) peserta.

5.1.3 Keterampilan peserta setelah dilakukan sosialisasi dan simulasi

banntuan hidup dasar bagi masyarakat awam didesa bandilan

kecamatan prajekan kabupaten bondowoso terbanyak adalah baik

sebanyak 7 (100%) peserta.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan bagi institusi pendidikan laporan ini sebagai referensi

dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang sosialisasi dan simulasi bagi

masyarakat awam.

5.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai masukan bermakna demi pengembangan profesi

keperawatan bahwasanya kegiatan sosialisasi dan simulasi BHD bagi

masyarakat awam disini selain dapat diterapkan di akademik juga dapat

diterapkan di lahan kerja kesehatan.

5.2.3 Bagi Peserta

Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan secara komprehensif dan berkesinambungan dalam

meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam

melakukan bantuan hidup dasar pada korban yang mengalami henti

jantung dan henti nafas baik di jalan raya maupun di tempat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-mohammadi, N. (2017). Effectiveness of Using Infographics as an Approach


for Teaching Programming Fundamentals on Developing Analytical
Thinking Skills for High School Students in the City of Makkah in Saudi
Arabia, 3(1). https://doi.org/10.5296/gjes.v3i1.10854

Alshehri, M. A., & Ebaid, M. (2016). The Effectiveness of Using Interactive


Infographic At Teaching Mathematics in elementary school. British Journal
of Education, 4(3), 1–8.

American Heart Association. (2015). Fokus Utama Pembaruan Pedoman AHA


2015 untuk CPR dan ECC. Circulation, 132(5), 293.
https://doi.org/10.1016/S0210-5691(06)74511-9

Apley, A. G. (1995). Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem (7th ed.). Jakarta:
Widya Medika.

Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

Astuti, R. D., & Iftadi, I. (2016). Analisis dan Perancangan Sistem Kerja. Sleman:
Deepublish,.

Azwar, S. (2003). Sikap Manudia Teori dan Pengukuran. (EGC, Ed.) (2nd ed.).
Jakarta.

Danang. (2011). Budaya Tertib Lalu Lintas. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Dantes, K. (2017). Analisis Penggunaan Alat Pelindung Diri di Metric


Manufacturing. S1 Thesis.Retrieved from e-
journal.uajy.ac.id/11827/3/Tl070552.pdf

Efendi, F., & Makhfudli. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:


Salemba Medika.

Hardisman. (2014). Gawat Darurat Medis Praktik. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Hazinski, M., Shuster, M., Donnino, M., Travers, A., Samson, R., Schexnayder,
S., … Atkins, D. (2015). Highlights of the 2015 American Heart Association
- Guidelines Update for CPR and ECG. American Heart Association, 1–36.

Hildiario, B. (2015). Ibu Babe Lalu Lintas (Ini Buku Bacaan Edukasi Lalu Lintas)
Volume 1 Pos Theatre Keselamatan Mobile. Kudus: Satlantas Polres
Kudus.

Sterne, J. (2010). Social Media Metrics: How to Measure and Optimize Your

Marketing Investment. USA: Library of Congress Cataloging in Publication

Data.

Susilowati, R. (2015). Jurus Rahasia Menguasai P3K: Pertolongan Pertama

Pada Kecelakaan. Jakarta: Lembar Langit Indonesia. Retrieved from

https://books.google.co.id/books/about/Jurus_Rahasia_Menguasai_P3K.ht

ml?id=ShQwCwAAQBAJ&redir_esc=y

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Thygerson, A., Gulli, B & Krohmer, J. . (2011). First Aid Pertolongan Pertama

(5th ed.). Jakarta: Erlangga.

Wedasana, A. S. (2011). ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN DAN.

PENYUSUNAN DATABASE BERBASIS SISTEM. INFORMASI

GEOGRAFIS (STUDI KASUS KOTA. DENPASAR). Thesis Pasca Sarjana.

Retrieved from http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud- 314-

345621820-agus surya(0792561052).pdf

WHO. (2015). Global Status Report on Road Safety 2015.


Widyastuti. (2005). Epidemiologi Suatu Pengantar (2nd ed.). Jakarta: EGC.

Yulius, Y. (2016). Peranan Desain Komunikasi Visual Sebagai Pendukung

Media Promosi Kesehatan. Jurnal Seni, Desain Dan Budaya, 1(2).

Retrieved from

http://ejournal.uigm.ac.id/index.php/Besaung/article/view/132/127

Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia Provinsi Jatim.

(2018). Modul Pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support. Hal.169 –

178.

Anda mungkin juga menyukai