Anda di halaman 1dari 4

Permasalahan Gizi di Lingkungan Lahan Basah

Gizi merupakan faktor yang sangat penting. Gizi menjadi salah satu penentu utama
kualitas sumber daya manusia. Gizi dibutuhkan selama siklus kehidupan manusia, terutama pada
masa-masa awal pertumbuhan. Zat gizi memegang peranan yang sangat penting pada masa awal
kehidupan manusia karena akan menentukan kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan
datang, terutama kualitas intelegensianya. Hal ini terkait dengan pertumbuhan otak yang hanya
berlangsung pada usia janin hingga usia balita dan setelah itu pertumbuhan otak hampir tidak
terjadi lagi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh asupan gizi serta adanya penyakit infeksi yang
saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami
kekurangan gizi dan rentan terkena penyakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan
menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah diare, infeksi saluran
pernafasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, dan cacingan. Penyakit-
penyakit ini umum ditemukan di lingkungan lahan basah seperti di Kalimantan Selatan.

Lahan Basah adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan yang bersifat
tetap atau sementara dengan air yang tergenang atau mengalir baik tawar, payau, atau asin;
termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu
surut. Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Fungsi lahan
basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung, seperti sebagai sumber
air minum dan sebagai habitat beraneka ragam mahluk, tapi juga memiliki berbagai fungsi
ekologis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan pengendali
iklim global. Lahan basah diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yaitu: lahan basah
pesisir dan lautan, lahan basah daratan, dan lahan basah buatan. Kalimantan Selatan merupakan
salah satu lingkungan lahan basah dan memiliki potensi pertanian lahan basah yang dapat
menjadi unggulan masa depan pertanian Indonesia. Beberapa sayuran yang tumbuh dilingkungan
lahan basah Kalimantan selatan adalah genjer, kalakai, talipuk, dan keladi yang memiliki
kandungan gizi yang baik.
Kalimantan Selatan menunjukkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang anak balita umur
0-23 bulan sebesar 3,6% dan 12,9% di tahun 2017. Angka ini melebihi angka nasional yaitu gizi
buruk 3,5% dan gizi kurang 11,3%. Untuk balita umur 0-59 bulan prevalensi gizi buruk sebesar
4,6% dan dan gizi kurang sebesar 16,4%. Angka ini juga melebihi angka nasional yaitu gizi
buruk sebesar 3,8% dan gizi kurang 14%. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya penderita
gizi buruk dan gizi kurang di Kalimantan Selatan, salah satunya akibat kurangnya asupan
makanan bergizi baik oleh Ibu maupun balita serta adanya penyakit infeksi akibat lingkungan
terutama lingkungan lahan basah yang ada di Kalimantan Selatan seperti diare, cacingan, infeksi
paru dan lain-lain. Sanitasi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan balita lebih muda
terserang penyakit infeksi, yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anak.

Berbicara tentang gizi berarti menyangkut tentang makanan. Makanan merupakan hasil
alam yang diolah atau dibuat menjadi makanan. Masyarakat di daerah lahan basah tentunya akan
mudah dalam mendapatkan makanan. Karena lahan basah merupakan tempat flora fauna bisa
tumbuh subur. Contohnya adalah sawah, sungai, kolam dan lain-lain. Gizi pada masyarakat lahan
basah harusnya bisa terpenuhi karena lahan basah merupakan tempat tanaman, tumbuhan serta
wilayah air yang tentunya banyak memiliki sumber makanan. Namun dengan adanya alih fungsi
lahan menjadi pemukiman dan pertambangan, maka dapat mengurangi ketersediaan lahan basah
yang dapat diperuntukan untuk mendapatkan makanan, ditambah lagi dengan adanya
pencemaran lingkungan yang membuat semakin sulit untuk memeperoleh pangan yang baik.

Sanitas lingkungan yang buruk dan adanya pencemaran air dapat menyebabkan
lingkungan lahan basah tersebut menjadi salah satu sumber penyakit. Pencemaran air melalui
masuknya zat, unsur, atau komponen lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air
terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau dan warna. Air yang
tersebut terjadi adanya limbah rumah tangga. Ketika air ataupun tumbuhan yang ada di
lingkungan lahan basah tersebut digunakan oleh masyarakat setempat dapat menyebabkan
munculnya penyakit.

Keanekaragaman konsumsi pangan, yaitu jumlah kelompok pangan yang dikonsumsi,


berhubungan dengan kecukupan zat gizi mikro yang lebih baik serta penurunan risiko stunting.
Meskipun Indonesia memiliki keragaman yang begitu tinggi dalam sistem produksi pertanian,
Indonesia saat ini cenderung hanya terfokus pada segelintir komoditas bernilai tinggi dan hanya
beberapa varietas tanaman produktif. Akibatnya, variasi pangan yang tersedia di pasar menjadi
terbatas dan sebaliknya membuat ratusan spesies tanaman pangan bergizi menjadi terabaikan.
Pada lingkungan lahan basah tertentu masyarakat cenderung mengkonsumsi jenis makanan yang
sama yang terdapat di wilayah mereka terutama bila akses jual beli pangan tergolong sulit
disana. Semakin tidak beragamnya jenis makanan maka zat gizi yang seimbang akan lebih sulit
terpenuhi karena masyarakat cenderung memakan makanan yang sama setiap harinya yang tentu
memiliki kandungan yang sama. Pada lingkungan lahan basah tertentu masyarakat cenderung
mengkonsumsi jenis makanan yang sama yang terdapat di wilayah mereka terutama bila akses
jual beli pangan tergolong sulit disana. Seperti yang juga terjadi di beberapa daerah di
Kalimantan Selatan.

Terjadi perbedaan keragaman konsumsi pangan ini antara musim penghujan dan musim
kemarau. Pada musim hujan, konsumsi pangan masyarakat jauh lebih beragam dibandingkan
dengan musim kemarau. Pada saat musim hujan, tersedia cukup banyak bahan makanan yang
dapat dimanfaatkan untuk lauk pauk, seperti: daun singkong, daun/buah/bunga pepaya, pucuk
labu, buah labu, kacang tunggak, kacang tanah, dll. tergantung dari jenis tanaman yang
dibudidayakan di ladang. Seiring dengan berakhirnya musim hujan, maka keragamaan jenis
makanan juga semakin berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan lauk-pauk pada masa ini, bahkan
seringkali mereka menggunakan irisan-irisan singkong sebagai bahan untuk sayur tumis.
Konsumsi makanan sumber protein sangat terbatas dan jenis pangan sumber protein yang
umumnya dikonsumsi adalah kacang-kacangan yang diperoleh dari hasil usaha tani sendiri.
Konsumsi pangan sumber protein hewani sangat jarang, karena umumnya diperoleh dengan jalan
membeli di pasar, yang dapat terkendala transportasi dan faktor kemiskinan, ini terjadi pada
masyarakat yang tinggal di daerah pelosok. Pemenuhan konsumsi protein dari hasil usaha ternak
sendiri sangat jarang dilakukan karena pemeliharaan ternak lebih banyak diarahkan sebagai
tabungan hidup yang dapat diuangkan sewaktu-waktu pada saat rumah tangga membutuhkan
uang.

Untuk mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan dan beranekaragam, sistem pangan
harus mencapai ketahanan pangan dan pemenuhan gizi untuk semua, dengan cara yang tidak
membahayakan serta sesuai dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dapat dilakukan
pertukaran sumber daya alam berupa pangan lokal sesama daerah di lingkungan lahan basah
sehingga dapat memenuhi kriteria pangan yang beranekaragam untuk memenuhi asupan gizi.
Dapat memvariasikan bentuk dan cara pengolahan makanan atau pangan lokal yang bersumber
dari lahan basah ini agar tidak monoton, beberapa potensi pangan lokal di Kalimantan Selatan
misalnya keladi, kalakai, dan genjer. Pengolahan sayuran ini dapat dimasak berkuah, tumis
sayur, digoreng bahkan dapat pula diolah sebagai keripik.

Menjaga kebersihan sanitasi lingkungan lahan basah sangatlah penting dilakukan, dengan
tidak membuang limbah rumah tangga sembarangan. Pembuatan wadah limbah khusus di setiap
rumah tangga dan di setiap RT. Adanya penyuluhan mengenai potensi pangan lokal di
lingkungan lahan basah sebagai sumber makanan sehingga dapat masyarakat diharapkan dapat
memanfaatkan bahan pangan yang ada di lingkungan mereka. Harus ditanamkan bahwa pada
prinsipnya makanan bergizi itu tidak harus mahal dan sulit dijangkau, makanan bergizi pun dapat
dijangkau dengan mudah dengan memanfaatkan potensi pangan lokal disekitar lingkungan
rumah. Selain itu Pemerintah juga harus membuat peraturan tegas mengenai restorasi lahan
basah akibat maraknya pengalihfungsian lahan basah sehingga masyarakat tidak kekurangan
sumber bahan pangan, seperti yang terjadi di lahan gambut di Kalimantan Selatan.

Anda mungkin juga menyukai