Anda di halaman 1dari 36

Gizi Kesehatan

Masyarakat Pesisir

Kelompok
Edwina Permata B 25010116120092
Cahyo Eko prambudi 25010116120094
Naufal Khasanah 25010116120109
Muslimahtun Baadiah 25010116120110
Atha Rifqia Pradana 25010116120119
Muhamad Agam Fadhel K. 25010116140148
Dinda Sinta Rahayu 25010116130170
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah lautan
meliputi hampir dua per tiga bagian dari seluruh luas wilayah
Nusantara yang potensial dengan sumberdaya pesisir dan lautan
berupa sumberdaya perikanan, mangrove, terumbu karang, padang
lamun, sumberdaya mineral minyak bumi dan gas alam termasuk
bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kondisi 60
persen penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah pesisir berpotensi
terancam ketahanan pangan dan kehidupan berkelanjutannya.
Ketahanan pangan merupakan suatu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan baik dari segi jumlah maupun gizi. Mayoritas
masalah terkait pemenuhan pangan di wilayah pesisir adalah kondisi
geografis dan iklim yang akan berdampak pada tingginya harga
pangan. Pengendalian harga pangan diperlukan sebagai langkah
antisipasi untuk menjaga ketahanan pangan terutama di wilayah
pesisir.
HASIL TELAAH
Ketahanan pangan merupakan suatu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan baik dari segi jumlah maupun gizi. Mayoritas
masalah terkait pemenuhan pangan di wilayah pesisir adalah kondisi
geografis dan iklim yang akan berdampak pada tingginya harga
pangan. Pengendalian harga pangan diperlukan sebagai langkah
antisipasi untuk menjaga ketahanan pangan terutama di wilayah
pesisir.
JURNAL 1
Judul Artikel
Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan Masyarakat Pesisir
Penulis
Kurnia Novianti1, Henny Warsilah2, dan Ary Wahyono3
Metode
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan data dan
informasinya menggunakan wawancara mendalam. Ini merupakan teknik utama
yang dipakai untuk memperoleh data-data primer yang diperlukan. Selain itu, tim
peneliti juga melakukan diskusi kelompok secara terfokus (FGD)
Hasil dan Diskusi
Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan fenomena perubahan iklim. Sekitar
60 persen masyarakat Indonesia yang tinggal di kawasan pesisir menjadi rentan
terhadap dampak perubahan iklim. Salah satu hal yang cukup mengancam adalah
terganggunya keberlangsungan pangan masyarakat sehingga ketahanan pangan
menurun.
Model pertama lebih menekankan pada climate change exposure and socio
economic change, Artinya sangat bergantung pada cuaca. Apabila iklim dan cuaca
buruk akan mempengaruhi dari hasil tangkapan. Ketika tangkapan berkurang maka
hasil pendapatan pun berkurang, sehingga kebutuhan nelayan sendiri terhadap
ketahanan pangan pun berkurang
Simpulan
Kebiasaan makan komunitas pesisir Lombok Timur yang sangat mengandalkan hasil
laut jelas terpengaruh oleh perubahan iklim yang mengakibatkan tangkapan nelayan
terus menurun. Kendati terdapat bahan makanan lain yang tidak berasal dari laut,
namun komunitas yang tinggal di sekitar pesisir sangat merasakan “kehilangan”
apabila tidak dapat mengonsumsi ikan.
JURNAL 2
Judul Artikel
Analisis Konsumsi Pangan Produk Peternakan Rumahtangga Pesisir Pantai di
Kabupaten Minahasa Selatan
Penulis
Elly Femi H., Manese Merry A.V., Santa Nansi M., dan Kumenta Ingriet D. R.
Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Minahasa Selatan. Penentuan desa secara
purposive sampling, dengan pertimbangan desa tersebut berada di pesisir pantai.
Berdasarkan desa terpilih Penelitian ditentukan responden secara simple random
sampling. Jumlah responden sebagai sampel dalam penelitian ini sebanyak 100
rumahtangga. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode survey.
Sumber data penelitian adalah data primer dan sekunder.
Hasil dan diskusi
Konsumsi pangan terdiri dari konsumsi pangan nabati dan pangan hewani. Protein
nabati harganya relatif murah, namun asam amino esensial yang dikandungnya
kurang lengkap. Sementara, protein hewani walaupun relatif mahal, kandungan
asam amino esensialnya lebih lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rumahtangga masyarakat pesisir di Kabupaten Minahasa Selatan mengkonsumsi
produk peternakan salah satunya adalah telur ayam ras. Hal ini disebabkan karena
telur ayam ras tersedia di lokasi penelitian, hanya saja harganya cukup mahal yaitu
sekitar Rp 2000-Rp3000 per butir.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsumsi produk peternakan
di Minahasa Selatan didominasi oleh telur, daging ayam ras dan daging babi.
Konsumsi telur dan ayam ras secara bersama-sama dipengaruhi oleh pendapatan,
umur bapak dan ibu, tingkat pendidikan bapak dan ibu serta jumlah anggota
keluarga
JURNAL 3
Judul Artikel
Kapasitas Adaptasi Komunitas Pesisir pada Kondisi Rawan Pangan Akibat
Perubahan Iklim (Kasus Sebuah Kominutas Nelayan di Jawa Barat)
Penulis
Nurmala K Panjaitan, Galuh Adriana, Ratri Virianita, Nanda Karlita, Renita Intan
Cahyani
Metode
Metode yang digunakan adalah mengumpulkan data dengan pendekatan survei,
wawancara mendalam, focus group discussion, dan observasi.
Hasil dan Diskusi
Masyarakat nelayan hanya menggantungkan diri pada laut, hanya menangkap hasil
laut, membuat ikan asin, dan merajut jaring. Sumber pangan lokal selain ikan tidak
ada karena masyarakat nelayan tidak punya modal untuk bertani atau berternak.
Sementara itu pengetahuan tentang pangan seperti diversifikasi pangan dan cara
mengolah makanan sudah didapatkan melalui sosialisasi dari Puskesmas,
Posyandu, dan kader. Namun sosialisasi ini belum mengubah pola makan
komunitas. Komunitas ini mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok walaupun
harga beras terhitung mahal di daerah ini. Selain beras, komunitas ini juga sering
mengkonsumsi mie instan sebagai pendamping makan nasi. Singkong dan ubi
hanya dianggap makanan selingan yang dijual di warung dalam bentuk gorengan.
Sayuran kurang diminati komunitas ini. Buah-buahan hampir tidak pernah
dikonsumsi karna dianggap mahal.
Simpulan
Dalam menghadapi masalah kerawanan pangan tidak ada aksi yang berarti dalam
komunitas yang disebabkan oleh kemiskinan. Nilai jual dari hasil laut tidak banyak,
karena dikuasai oleh tengkulak. Sehingga pendapatan nelayan pun rendah. Hal ini
tidak sebanding dengan harga bahan pangan yang terhitung mahal. Makanan pokok
masyarakat adalah beras. Tidak ada bahan lokal lain selain ikan, karena masyarakat
tidak mampu bertani dan berternak. Bahan bahan makanan biasa masyarakat
dapatkan di warung-warung dengan harga yang mahal. Saat musim paceklik atau
saat iklim sedang buruk, masyarakat mengurangi porsi makannya.
JURNAL 4
Judul Artikel
Food Production and Consumption Pattern at Coastal Area of Karampuang Island
Penulis
Sulaiman Teddu, M. Saleh S. Ali, Darmawan Salman
Metode
Metode penelitian dilakukan dengan cara analisis kualitatif melalui studi kasus untuk menilai
dan menggambarkan pola produksi dan konsumsi pangan, pengetahuan, kemudahan akses
dan perilaku, produksi pangan, serta peran institusi konsumsi dan produksi pangan di wilayah
pesisir. Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuesioner, wawancara mendalam, dan FGD
(Focus Group Discussion). Dalam penelitian ini, data primer yang dikumpulkan antara lain jenis
komoditas yang dibudidayakan, penyebab pemilihan komoditas, jenis dan jumlah yang
dikonsumsi, dampak pemilihan komoditas pangan, luas lahan, jenis masyarakat di daerah
penelitian, dan intensitas konsumsi masyarakat. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan
berkaitan dengan institusi, seperti Dinas Ketahanan Pangan Mamuju, Pertanian dan
Peternakan Mamuju, serta semua informasi yang berkaitan dengan dearah penelitian.
Hasil dan Diskusi
Pola konsumsi masyarakat Pulau Karampuang sangat beragam dengan bergantung
pada ketersediaan pangan di wilayah tersebut. Pola konsumsi tersebut dibedakan
menjadi 3, yaitu berdasarkan jenis, jumlah, dan frekuensi. Faktor harga pangan dan
alokasi budget sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di suatu wilayah.
Keterbatasan kualitas lahan, kuantitas lahan, kuantitas hasil laut, dan keterbatasan
transportasi menyebabkan harga pangan di Pulau Karampuang tinggi sehingga
kebutuhan pangan tidak terpenuhi dan menyebabkan masyarakat rawan terhadap
ketahanan pangan.
Simpulan
Pola produksi pangan di Pulau Karampuang dipengaruhi oleh keterbatasan lahan,
baik dalam hal kualitas maupun kuantitas di sektor pertanian dan perikanan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengatasi tingginya harga pangan sehingga kebutuhan
pangan masyarakat Pulau Karampuang dapat terpenuhi.
JURNAL 5
Judul Artikel
Kajian ketahanan pangan rumah tangga nelayan buruh di desa Bajo Sangkuang
Kabupaten Halmahera Selatan.
Penulis
Fajria Dewi Salim dan Darmawaty
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan
pendekatan survei.
Hasil dan Diskusi
Ketahanan pangan bagi rumah tangga nelayan buruh menjadi sulit terjadi, bila
aksesnya terhadap pangan (access to food) bagi nelayan tersebut dalam kondisi
yang rendah, khususnya dari sisi akses ekonomi seperti harga pangan. Bahkan
sangat dimungkinkan, nelayan buruh juga tidak hanya lemah pada akses pangan,
tetapi ketidakpastian dalam kecukupan pangan (food suffiient) dan jaminan pangan
(food security) serta keberlanjutan pangan (food sustainability). Akses pangan hanya
dapat terjadi apabila rumah tangga nelayan buruh memiliki pendapatan yang cukup
atau memiliki daya beli yang menjangkau, namun pendapatan rumah tangga yang
tetap, sementara tingkat harga pangan naik maka daya beli rumah tangga menjadi
berkurang sehingga akses rumah tangga terhadap pangan menurun.
Dengan menurunnya akses rumah tangga terhadap pangan maka akan
menyebabkan permasalahan dalam rumah tangga tersebut yaitu munculnya
kekurangan gizi pada anggota keluarga yang menyebabkan keluarga tidak bisa lagi
bekerja. Oleh karena itu, maka disarankan untuk nelayan khusunya untuk bisa
mencari pekerjaan tambahan misalnya merakit perahu ataupun berwirausaha.
Kesimpulan
Berdasarkan indeks ketahanan pangan menunjukkan bahwa sebanyak 92,78% (90
KK) rumah tangga nelayan buruh (responden) di Desa Bajo Sangkuang termasuk
dalam kategori tidak tahan pangan, dimana akses terhadap pangan tidak kontinue
dalam memenuhi kebutuhan pangan termasuk protein walaupun secara kualitas
asupan protein tergolong baik berasal dari protein hewani. Sebanyak 7,22% (7 KK)
termasuk dalam kategori kurang tahan pangan dan tidak ada rumah tangga nelayan
buruh yang tahan pangan.
JURNAL 6
Judul Artikel
Simulasi Perubahan Sosio-Ekonomi serta Strategi Rumah Tangga Nelayan Skala
Kecil dalam Mempertahankan Ekonomi dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di
Pedesaan Pantai Jawa Timur
Penulis
Pudji Purwanti
Metode
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 80 rumah tangga nelayan
skala kecil dengan metode survei
Hasil dan Diskusi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sosio-ekonomi rumah tangga nelayan berubah
seiring dengan keempat variable dalam pendekatan ekonomi rumah tangga.
keempat variabel tersebut adalah produksi, curahan kerja, konsumsi, dan kenaikan
harga bahan pokok.
Dalam hal curahan kerja dan produksi, musim mempengaruhi variable tersebut.
Dalam hal konsumsi, pengeluaran dipengaruhi oleh pendapatan, jumlah anggota
keluarga, dan status nelayan sebagai penerima kredit Dan dalam hal kenaikan harga
pangan, dapat, menjadikan kondisi rumah tangga nelayan menjadi kurang tahan
pangan.
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa harga pangan adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi kehidupan sosio-ekonomi nelayan. Hal ini dapat terjadi karena
naik turunnya harga pangan dapat berdampak pada kemampuan nelayan untuk
mempertahankan ekonomi rumah tangganya dan juga ketahanan pangan rumah
tangganya. Harga pangan yang tinggi menyebabkan rumah tangga nelayan mudah
mengalami kerawanan pangan sehingga rawan terhadap masalah-masalah gizi.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa ketahanan gizi dari kehidupan rumah tangga nelayan
dapat berubah tergantung perubahan sosio-ekonomi yang terjadi di suatu wilayah,
atau bahkan negara. Salah satu perubahan sosio-ekonomi yang dirasakan nelayan
adalah kenaikan bahan pangan yang mengharuskan setiap rumah tangga nelayan
untuk membuat strategi untuk dapat terus mempertahankan ketahanan pangan
keluarganya. Harga pangan yang meningkat, membuat setiap rumah tangga nelayan
untuk melakukan usaha non melaut seperti menggarap lahan perhutani, membuat
ikan pindang, membuka toko kelontong, dan lain sebagainya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerawanan pangan yang terjadi pada masyarakat pesisir dipengaruhi oleh harga
pangan yang tinggi. Harga pangan yang tinggi tersebut tidak sesuai dengan
pendapatan masyarakat nelayan yang rendah. Hal tersebut dikarenakan perkerjaan
nelayan yang hanya bergantung pada hasil laut. Selain itu, harga pangan yang tinggi
juga bisa disebabkan karena jumlah pangan non hasil laut yang terbatas
pendistribusiannya ke wilayah pesisir dibandingkan wilayah lain. Hal ini juga
dibuktikan berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Cholida Aulia, Oktia Woro K.H., dan
Irwan Budiono yang menyatakan bahwa keluarga nelayan memiliki tingkat
ketersediaan pangan yang masih kurang dan bahkan defisit.
KESIMPULAN
Harga pangan mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat pesisir. Harga pangan
dipengaruhi olh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dilihat
dari kondisi geografis, iklim, dan lingkungan di mana masyarakat tinggal. Faktor
internal dilihat dari sudut pandang nelayan atau masyarakat pesisir itu sendiri. Dari
segi ketahanan pangan seorang nelayan dikatakan mmeiliki ketahanan pangan
yang tinggi apabila pendapatan nelayan dapat melebihi harga pangan. Harga
pangan yang dimaksud adalah harga dari makanan non hasil laut, seperti beras,
sayur, buah, dan lainnya. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan nelayan dijual atau
ditukar dengan bahan makanan lain.
Kenyataannya, masyarakat pesisir memiliki kerawanan pangan yang tinggi karena
pendapatan yang mereka peroleh tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Hal itu
dikarenakan harga pangan yang ada di daerah pesisir tergolong tinggi. Dengan tidak
terpenuhinya kebutuhan pangan menjadi rawan gizi.
SARAN
Saran untuk masyarakat
•Masyarakat pesisir disarankan untuk tidak hanya bergantung pada hasil laut saja.
Akan tetapi harus bisa menciptakan sumber pendapatan lain, seperti bertani,
berternak, atau berwirausaha. Hal tersebut dikarenakan melaut dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti iklim dan pasang surut air laut yang mempengaruhi kuantitas
hasil tangkapan.
•Masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan disarankan untuk tidak menjual
seluruh hasil tangkapannya sebagai langkah untuk meringankan bebas masyarakat
pesisir dalam menghadapi harga pangan yang tinggi serta untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani.
Saran bagi pemerintah
Diperlukan suatu kebijakan untuk meratakan harga pangan di wilayah pesisir
sehingga masyarakat pesisir dapat memenuhi kebutuhan pangan.
Saran untuk masyarakat
•Masyarakat pesisir disarankan untuk tidak hanya bergantung pada hasil laut saja.
Akan tetapi harus bisa menciptakan sumber pendapatan lain, seperti bertani,
berternak, atau berwirausaha. Hal tersebut dikarenakan melaut dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti iklim dan pasang surut air laut yang mempengaruhi kuantitas
hasil tangkapan.
•Masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan disarankan untuk tidak menjual
seluruh hasil tangkapannya sebagai langkah untuk meringankan bebas masyarakat
pesisir dalam menghadapi harga pangan yang tinggi serta untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani.
Saran bagi pemerintah
Diperlukan suatu kebijakan untuk meratakan harga pangan di wilayah pesisir
sehingga masyarakat pesisir dapat memenuhi kebutuhan pangan.
REFERENSI
Aulia, C., dkk.. 2015. Profil Status Gizi Balita Ditinjau dari Topografi Wilayah Tempat Tinggal (Studi di Wilayah
Pantai dan Wilayah Punggung Bukit Kabupaten Jepara). Semarang: Unnes
Femi H. Elly, Merry A.V. Manese, Nansi M. Santa, dan Ingriet D.R. Lumenta. 2014. Analisis Konsumsi
Pangan Produk Peternakan Rumahtangga Pesisir Pantai di Kabupaten Minahasa Selatan. In: Semnas
Novianti, K.,& Warsilah, H..2016. Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan Masyarakat Pesisir. Jurnal
Penelitian Kesejahteraan Sosial 15(3):203-208
Pandjaitan, N. K., Adriana, G., Virianita, R., & Karlita, N. Cahyani RI. 2016. Kapasitas Adaptasi Komunitas
Pesisir Pada Kondisi Rawan Pangan Akibat Perubahan Iklim (Kasus Sebuah Komunitas Nelayan di
Jawa Barat). Jurnal Sosiologi Pedesaan 281-290
Purwanti, Pudji. 2010. Simulasi Perubahan Sosio-Ekonomi serta Strategi Rumah Tangga Nelayan Skala Kecil
dalam Mempertahankan Ekonomi dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Pedesaan Pantai Jawa
Timur. E-Journal Balitbang KKP 5(2): 183-198
Salim, F. D., & Darmawaty, D. 2016. KAJIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA NELAYAN BURUH
DI DESA BAJO SANGKUANG KABUPATEN HALMAHERA SELATAN. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan
dan Perikanan, 11(1):21-132.
Teddu, Sulaiman, dkk. 2018. Food Production and Consumption Pattern at Coastal Area of Karampuang
Island. Journal of Asian Rural Studies 2(2): 196-204

Anda mungkin juga menyukai