Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

Pemberian Vitamin C Pada Anak

Disusun oleh:
Neni Nengsi Dadiara
2018-84-067

Pembimbing:
dr. Robby Kalew, Sp. A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK Dr. M. HAULUSSY

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2020
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas rahmat-Nya sehingga referat yang berjudul ”Pemberian Vitamin C
Pada Anak” dapat diselesaikan, dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian tugas ini, terutama kepada dokter pembimbing, dr.
Robby Kalew, Sp. A, yang sangat membantu dalam bimbingan pembuatan referat
ini.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam pembuatan referat ini, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun penulis perlukan untuk
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ambon, Desember 2020


Penulis

Neni Nengsi Dadiara


3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 2

II.1 Vitamin C ............................................................................................................. 2

II.2 Farmakokinetik vitamin C ................................................................................. 2

II.3 Sumber vitamin C ................................................................................................ 3

II.3.1 Alami .................................................................................................................. 3

II.3.2 Buatan ................................................................................................................ 3

II.4 Pemberian vitamin C........................................................................................... 5

II.5 Peranan vitamin C ............................................................................................... 5

II.5.1 Peranan umum.................................................................................................. 5

II.5.2 Peranan pada anak ......................................................................................... 15

II.6 Defisiensi vitamin C ........................................................................................... 20

II.6.1 Penyakit skorbut (Scurvy disease ) ................................................................ 21

II.7 Efek samping dan Kelebihan/Overdosis vitamin C........................................ 28

II.7.1 Efek samping ................................................................................................... 28

II.7.2 Kelebihan/Overdosis ...................................................................................... 28

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 29

III.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... iv


4

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


Vitamin C atau asam askorbat merupakan salah satu mikronutrien yang
dapat larut dalam air. Vitamin C hampir ada di mana-mana dalam makanan
sehari-hari setiap individu. Sekitar 90% senyawa organik ini terkandung dalam
beberapa jenis buah dan sayuran sekitar.1
Kekurangan vitamin C didefinisikan sebagai konsentrasi serum kurang dari
11,4 umol/L, dan prevalensinya bervariasi di seluruh dunia, dengan angka
terendah (7,1%) di Amerika Serikat dan tertinggi (73,9%) di India utara. Faktor
risiko defisiensi meliputi konsumsi alkohol, penggunaan tembakau,
berpenghasilan rendah,, pasien hemodialisis, dan mereka dengan status gizi buruk.
Insiden penyakit ini pada infantil jarang terjadi karena ASI dan formula yang
difortifikasi merupakan sumber yang memadai. Skorbut adalah penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin C secara kronis. Penyakit ini jarang terjadi
dibandingkan dengan kekurangan nutrisi lainnya, sehingga jarang dicurigai dan
hal ini sering menyebabkan penyakit ini terlambat dikenali. Diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat umumnya memberikan hasil yang memuaskan.2
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Vitamin C
Vitamin C pertama kali dimurnikan oleh ahli biokimia Albert Szent-
Gyorgyi yang bekerja di Canbridge, Inggris. Beliau merumuskan suatu komponen
yang disebut asam heksurat, yang akhirnya menjadi asam askorbat (Vitamin C
generasi pertama).3 Vitamin C adalah nutrien yang larut dalam air merupakan
senyawa organik yang harus ada pada diet dalam jumlah tertentu untuk
mempertahankan integritas dan metabolisme tubuh yang normal. Bentuk utama
Vitamin C yaitu asam askorbat dan dehydroascorbic (bentuk teroksidasi asam
askorbat). Pada manusia, kemampuan untuk mensintesis vitamin C hilang karena
mutasi pada gen L-gulonolactone oxidase (GLO), yang bertanggung jawab untuk
mengkatalisis sintesis asam L-askorbat dari L-gulono-1,4-lactone, yang
merupakan langkah terakhir dalam jalur sintesis asam askorbat pada mamalia.3,4

II.2 Farmakokinetik Vitamin C


Vitamin C diabsorpsi melalui saluran cerna, pada usus halus secara difusi
lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Vitamin C terdistribusi luas
dalam jaringan tubuh.3,4
Konsentrasi plasma berfungsi sebagai penanda biologis yang digunakan
untuk status vitamin C. Konsentrasi plasma berhubungan dengan asupan harian.
Namun, beberapa jaringan memang membawa konsentrasi yang lebih tinggi
(misalnya sel darah putih, kelenjar adrenal, kelenjar pituitari). Nilai di bawah
11μmol/L menentukan defisiensi bertepatan dengan gejala klinis dari penyakit
scurvy. Konsentrasi tertinggi yang diamati dalam studi farmakokinetik adalah
antara 70 dan 80μmol/L, jarang lebih dari 100μmol/ L, dan konsentrasi stabil
dalam kisaran itu bahkan selama suplementasi makanan yang sangat tinggi.
Namun, konsentrasi 28μmol/L dianggap memadai sehingga nilai antara 11 dan
28μmol/L menunjukkan defisiensi marginal (sering disebut sebagai
6

hipovitaminosis C), di mana penyakit scurvy tidak ada tetapi risiko penyakit
kronis tinggi.4
Eliminasi atau ekskresi asam askorbat diatur oleh ginjal. Jika jaringan
mengalami saturasi, sebagian besar kelebihan dari dosis besar vitamin C akan
diekskresikan. Jika jaringan mengalami deplesi, hanya sedikit jumlah vitamin C
yang diekskresikan. Asam askorbat dapat diekskresikan atau diubah menjadi
metabolit-metabolit seperti asam oksalat dan asam askorbat sulfat.3,5

II.3 Sumber Vitamin C


ASI lebih kaya vitamin C dibandingkan susu sapi. Banyak makanan bisa
kehilangan kandungan vitamin C-nya karena pemasakan, penyimpanan, atau
oksidasi. Kadar vitamin C bayi baru lahir terkait dengan kadar ibu karena vitamin
tersebut didistribusi melalui transfer plasenta aktif dan selanjutnya dipertahankan
dengan sekresi vitamin C dalam ASI.6 Sumber vitamin C antara lain :
II.3.1 Alami
Tabel 2.1 Contoh sumber vitamin C alami7
Bahan makanan Kandungan Bahan makanan Kandungan
Vitamin C Vitamin C

Daun singkong 275 mg Jambu monyet 197 mg

Daun katuk 200 mg Gandaria 110 mg

Daun melinjo 150 mg Jambu biji 95 mg

Daun papaya 140 mg Pepaya 78 mg

Sawi 102 mg Mangga muda 65 mg

Kol 50 mg Mangga masak 41 mg

Kembang kol 65 mg Durian 53 mg

Bayam 60 mg Kedondong 50 mg

Kemangi 50 mg Jeruk manis 49 mg


7

Tomat 40 mg Jeruk nipis 27 mg

Kangkung 30 mg Nanas 24 mg

II.3.2 Buatan
Vitamin C buatan terdapat dalam berbagai preparat, baik dalam bentuk
tablet dan cairan yang mengandung 20-1500 mg maupun dalam bentuk larutan.
Penggunaannya dapat digunakan secara oral, topikal, dan injeksi. Untuk suntikan
(injeksi) terdapat vitamin C 100-500 mg. sedangkan dalam bentuk tablet berisi
500 mg dan dalam bentuk cairan berisi 1000 mg.8
a) Vitamin C oral
Asupan harian vitamin C dalam makanan maupun suplemen baik dalam
bentuk tablet atau cairan mengandung 50-1500 mg. Dalam bentuk tablet biasa
berisi 500 mg dan dalam cairan berisi 1000 mg. Pada penggunaan oral, vitamin C
mudah diserap secara aktif atau mungkin secara nonaktif (difusi) pada bagian atas
usus halus masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata penyerapan
adalah 90% untuk konsumsi 20 sampai 120 mg sehari. Konsumsi tinggi sampai 12
gram (sebagai pil) hanya diserap sebayak 16%. Vitamin C kemudian dibawa ke
semua jaringan termasuk kulit, konsentrasi tertinggi ada di dalam jaringan
adrenal, pituitary dan retina.8
b) Vitamin C topikal
Penggunaan vitamin C topikal biasa digunakan untuk mencegah kerusakan
karena radiasi ultraviolet, terapi melasma, strie alba dan eritem post operatif laser.
Beberapa penelitian terhadap tikus memperlihatkan pemakaian vitamin C topikal
dapat menurunkan sel sunburn, eritema dan fotokarsinogenesis. Dari sudut
pandang klinis, penting untuk diketahui bahwa khasiat vitamin C serum sebanding
dengan konsentrasinya tetapi hanya sampai pada konsetrasi 20%. Penggunaan
vitamin yang teratur dengan jumlah yang memadai sangat penting untuk bisa
mendapatkan fotoproteksi yang baik.8
c) Vitamin C injeksi
8

Selain penggunaan oral dan topikal, vitamin C juga tersedia dalam sediaan
injeksi. Tujuan pemberian injeksi pada umumnya untuk mempercepat proses
penyerapan (absorbsi) dan distribusi obat, sehingga diharapkan akan mendapatkan
efek obat yang cepat. Kelebihan dari penggunaan injeksi selain memiliki onset
kerja yang cepat, efek dari obat diramalkan dengan pasti. Selain itu biovailabilitas
sempurna atau hampir sempurna. Kelebihan dari injeksi vitamin C dalam sediaan
Laroscorbine dibanding secara topikal atau oral yaitu penyerapan vitamin C lebih
baik karena langsung mengikuti peredaran darah, namun, ia juga mudah hilang
dalam proses metabolisme tubuh. Proses injeksi dapat dilakukan secara
intradermal, intramuskular, intravena, subkutan, intrakutan, dan lain-lain.8

II.4 Pemberian vitamin C


Vitamin C (asam L-askorbat atau askorbat) merupakan nutrisi penting bagi
manusia dan sangat berperan dalam pemeliharaan jaringan ikat antarsel, osteoid,
dentin dan kolagen. Tunjangan harian vitamin C yang direkomendasikan (RDA)
adalah 15-45 mg untuk usia 1-13 tahun dan 65-75 mg untuk usia 14-18 tahun.
Kebutuhan vitamin C dapat meningkat 300%-500% pada penyakit infeksi,
penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, hipertiroid, kehamilan dan laktasi
maupun sebagai antioksidan.8
Tabel 2.2 Rekomendasi asupan vitamin C berdasarakan RDA4
9

II.5 Peranan Vitamin C


II.5.1 Peranan umum vitamin C
Vitamin C berperan penting sebagai kofaktor enzim, ko-substrat, zat
pereduksi dan antioksidan dalam beberapa reaksi biokimia. Hal ini penting untuk
pembentukan dan stabilisasi kolagen triple helix, konversi asam folat menjadi
asam folinat, sintesis dopamin, norepinefrin, epinefrin dan karnitin serta
metabolisme nukleotida siklik dan prostaglandin pada manusia. Vitamin C
memiliki sifat antioksidan potensial dan menstabilkan sejumlah senyawa lain,
termasuk vitamin E dan asam folat. Vitamin C juga dapat mengatur respons
inflamasi dengan berperan dalam metabolisme prostaglandin, steroid adrenal dan
katekolamin.8,9

Gambar 2.1 Peranan Vitamin C sebagai kofaktor enzim9

a) Pada sistem imun


- Integritas barrier dan penyembuhan luka
Kulit memiliki banyak fungsi penting, yang utamanya adalah bertindak
sebagai barier terhadap patogen. Lapisan epidermis terdiri dari keratinosit,
sedangkan lapisan dermal terdiri dari fibroblas yang menghasilkan serat kolagen
yang adalah komponen utama dari dermis. Kulit mengandung konsentrasi vitamin
C dalam milimolar, dengan kadar yang lebih tinggi ditemukan di epidermis dari
pada di dermis. Penanda peran vitamin C pada kulit dapat ditemukan pada gejala
10

penyakit skorbut akibat defisiensi vitamin C, yang ditandai dengan gusi berdarah,
petekie, dan gangguan penyembuhan luka. Gejala-gejala ini dianggap sebagai
akibat dari peran vitamin C sebagai kofaktor untuk enzim prolyl dan lisil
hidroksilase yang menstabilkan struktur tersier kolagen.9
Penelitian pada hewan menggunakan tikus dengann defisiensi vitamin C
setelah dibuat luka eksisi, terjadi penurunan pembentukan kolagen secara
signifikan pada tikus tersebut. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan pada marmut scorbutik. Dengan demikian, vitamin C tampaknya
menjadi sangat penting selama penyembuhan luka, juga mengurangi ekspresi
mediator pro-inflamasi dan meningkatkan ekspresi berbagai mediator
penyembuhan luka.9
Selain itu, setelah operasi pasien memerlukan asupan vitamin C yang relatif
tinggi untuk menormalkan status vitamin C plasma mereka (misalnya, ≥500
mg/hari), dan pemberian mikronutrien antioksidan, termasuk vitamin C, untuk
pasien dengan gangguan dalam penyembuhan luka dapat mempersingkat waktu
penutupan luka. Leukosit, terutama neutrofil dan makrofag yang diturunkan dari
monosit, adalah pemeran utama penyembuhan luka. Selama tahap inflamasi awal,
neutrofil bermigrasi ke lokasi luka untuk mensterilkannya melalui pelepasan
spesies oksigen reaktif (ROS) dan protein antimikroba. Neutrofil akhirnya
mengalami apoptosis dan dibersihkan oleh makrofag, menghasilkan resolusi
respons inflamasi. Namun, pada luka kronis yang tidak sembuh, seperti yang
diamati pada penderita diabetes, neutrofil bertahan dan malah mengalami nekrotik
yang dapat mengabadikan respons inflamasi dan menghambat penyembuhan
luka.9
Tabel 2.3 Peranan vitamin C pada sistem imun9
11

- Fungsi leukosit
Akumulasi vitamin C dalam leukosit, seperti neutrofil dan monosit sekitar
50 hingga 100 kali lipat lebih tinggi dari pada konsentrasi plasma. Sel-sel ini
mengakumulasi konsentrasi vitamin C maksimal dari asupan makanan 100
mg/hari, meskipun jaringan tubuh lain mungkin memerlukan asupan yang lebih
tinggi. Akumulasi konsentrasi vitamin C yang tinggi menunjukkan fungsi penting
di dalam sel-sel ini. Akumulasi konsentrasi milimolar vitamin C ke dalam
neutrofil, terutama setelah aktivasi oksidatifnya, diperkirakan melindungi sel-sel
ini dari kerusakan oksidatif. Vitamin C adalah antioksidan kuat yang larut dalam
air yang dapat mengikat banyak oksidan reaktif.9
Setelah fagositosis atau aktivasi, vitamin C mengalami deplesi pada
neutrofil dengan cara yang bergantung pada oksidan. Perubahan keseimbangan
antara pembentukan oksidan dan pertahanan antioksidan dapat menyebabkan
perubahan dalam beberapa jalur pensinyalan, dengan aktivasi pro-inflammatory
transcription factor nuclear factor κB (NFκB). Oksidan dapat mengaktifkan
NFkB, yang memicu kaskade pensinyalan yang mengarah ke sintesis lanjutan
spesies oksidatif dan mediator inflamasi lainnya. Vitamin C telah terbukti
12

melemahkan pembentukan oksidan dan aktivasi NFkB dalam sel dendritik in


vitro, dan aktivasi NFkB dalam neutrofil yang diisolasi dari tikus. Modulasi yang
bergantung pada vitamin C dari jalur pensinyalan sel yang bergantung pada tiol
dan jalur ekspresi gen telah dilaporkan dalam sel-T. Vitamin C dapat memodulasi
fungsi kekebalan melalui modulasi jalur pensinyalan sel yang sensitif terhadap
redoks atau dengan langsung melindungi komponen struktural sel yang penting.
Sebagai contoh, paparan neutrofil terhadap oksidan dapat menghambat motilitas
sel, yang diduga disebabkan oleh oksidasi lipid membran dan efek yang
dihasilkan pada perubahan fluiditas membran sel. Neutrofil mengandung asam
lemak tak jenuh ganda tingkat tinggi pada membran plasmanya sehingga
peningkatan motilitas neutrofil yang diamati setelah pemberian vitamin C dapat
dikaitkan dengan pembersihan oksidan serta regenerasi vitamin E.9

- Kemotaksis neutrofil
Infiltrasi neutrofil ke jaringan yang terinfeksi merupakan langkah awal
imunitas bawaan (innate immunity). Dalam merespons sinyal inflamasi patogen
atau yang diturunkan dari host (misalnya, N-formylmethionyl-leucyl-
phenylalanine (fMLP), interleukin (IL) -8, leukotriene B4, dan komplemen C5a),
neutrofil secara harfiah berakumulasi ke tempat infeksi . Migrasi neutrofil sebagai
respons terhadap rangsangan kimia disebut kemotaksis, sedangkan migrasi acak
disebut kemokinesis. Neutrofil mengekspresikan lebih dari 30 reseptor chemokine
dan chemoattractant yang berbeda untuk merespon sinyal kerusakan jaringan.
Studi awal yang dilakukan pada marmot scorbutik menunjukkan gangguan
respons kemotaktik leukosit dibandingkan dengan leukosit yang diisolasi dari
marmot yang dilengkapi dengan vitamin C yang cukup dalam makanan mereka.
Temuan ini menunjukkan bahwa defisiensi vitamin C dapat berdampak pada
kemampuan fagosit untuk bermigrasi ke tempat infeksi. Pasien dengan infeksi
berat menunjukkan gangguan kemampuan kemotaktik neutrofil. Kegagalan
kemotaksis neutrofil ini diyakini sebagian karena peningkatan tingkat mediator
anti-inflamasi dan supresi imun (misalnya, IL-4 dan IL-10) selama respons anti-
13

inflamasi kompensasi yang diamati setelah hiperstimulasi sistem imun atau


mungkin juga deplesi vitamin C, yang lazim selama infeksi berat.9

Gambar 2.2 Peranan vitamin C pada fungsi fagositosis9

- Antioksidan
Peranan vitamin C sebagai anti oksidan saat ini banyak di teliti. Asam
askorbat dikatakan sebagai antioksidan dengan cara menetralisir spesies oksigen
reaktif. Pada kulit manusia, vitamin C akan bergabung dengan suatu kompleks
enizm-enzim dan antioksidan lain untuk melindungi kulit dari Reactive oxygen
Sspecies (ROS). Ketika kulit terpapar sinar UV dari matahari, akan terbentuk ROS
yang terdiri dari ion superoksida, peroksida, dan oksigen single. Senyawa-
senyawa tersebut merupakan radikal bebas uang dapat merusak sel-sel tubuh.
Maka dari itu, vitamin C akan melindungi kulit dari keadaan stress oksidatif yang
14

dihasilkan ROS dengan cara mengirimkan elektrol pada mereka sehingga radikal
bebas tersebut kembali netral. Efek antioksidan vitamin C sangat besar pada
konsentrasi vitamin yang rendah, pada kondisi tersebut reaksi yang predominan
adalah reaksi pemutus.3,9
Pada konsentrasi tinggi, vitamin C menghambat secara signifikan reaksi
rantai yang berlanjut antara asam askorbil dan molekul oksigen. Vitamin C juga
merupakan suatu donor elektron dan agen perduksi. Dikatakan anti oksidan,
karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah senyawa-
senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C sendiri akan
teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam
dehidroaskorbat. Di samping itu vitamin C dapat mengaktifkan antioksidan lain
seperti vitamin E melalu pengaktifan kembali alpha-tokoferoldari radikal lipofilik
secara langsung, asma askorbat dapat bekerja secara sinergis dengan vitamin E
untuk menghancurkan radikal perosil lemak. 3,9

- Peranan Vitamin C pada Infeksi Virus Covid-19


Vitamin C memiliki potensi untuk digunakan pada terapi COVID-19 karena
dapat meningkatkan sistem imun dan berfungsi sebagai antioksidan. Dari
beberapa penelitian juga didapatkan efek positif pemberian vitamin C pada
kondisi kritis dan sepsis, sehingga diharapkan bermanfaat pada pasien COVID-19
dengan kondisi tersebut. Salah satu penelitian awal mengenai penggunaan vitamin
C pada sepsis dilakukan oleh Marik et al. Pada penelitian dengan desain before-
after study tersebut disimpulkan bahwa pemberian vitamin C, bersama dengan
hidrokortison dan tiamin dapat mencegah progresi disfungsi organ dan
mengurangi mortalitas pada pasien sepsis berat dan syok septik. Akan tetapi
terdapat beberapa kelemahan dari penelitian tersebut diantaranya tidak ada
penyamaran, adanya 3 intervensi sekaligus, dan besar sampel relatif kecil
sehingga dapat membatasi generalisasi dari hasil penelitian tersebut.11,12
Saat ini, uji klinik mengenai penggunaan vitamin C intravena pada kasus
COVID-19 sedang berlangsung di Cina. Pada uji klinik tersebut, dosis vitamin C
intravena adalah 12 gram yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari dan
15

dibandingkan dengan plasebo. Uji klinik tersebut diperkirakan selesai pada akhir
September 2020.13
Panduan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
merekomendasikan penggunaan vitamin C untuk terapi pneumonia COVID-19.
Untuk pneumonia COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan diberikan vitamin C
oral dengan dosis 100-200 mg sebanyak 3x/hari. Untuk pneumonia COVID-19
gejala sedang dan berat direkomendasikan pemberian vitamin C intravena.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dalam
webinarnya merekomendasikan penggunaan vitamin C dengan dosis 200-400
mg/8 jam secara intravena untuk pasien COVID-19 gejala sedang dan berat.14

b) Sintesis kolagen
L-asam askorbat penting untuk sintesis kolagen, yang merupakan kofaktor
untuk enzim prolil dan lisis hidrosilase yang berguna untuk kestabilan dan reaksi
silang intermolekuler di samping sebagai regulasi transkripsi kolagen tersebut.3
Berikut adalah proses pembentukan kolagen :
- Pertama, Transkripsi dan translasi dari deoxyribonucleic acid (DNA).
Proses yang berasal dari rantai ganda DNA menjadi rantai tunggal untuk
selanjutnya menjadi kode gen kolagen. Kode gen tersebut selanjutnya
ditranskripsi menjadi RNA dan meninggalkan nucleus sebagai
messenger RNA (mRNA). mRNA ini masuk ke dalam retikulum
endoplasma untuk berubah menjadi prokolagen. Pada langkah pertama
ini polipeptida disintesis di reticulum endoplasma.
- Kedua, prokolagen (polipeptida) akan dihidroksilasi oleh enzim
hidroxilase. Yang di hidroksilasi adalah rantai yang memiliki asam
amino lisin dan Prolin dimana vitamin C dan α helix Ketoglutarat
diperlukan sebagai koenzim untuk langkah selanjutnya.
- Ketiga, produksi dari rantai heliks rangkap tiga (triple helix) prokolagen
di retikulum endoplasama.
16

- Keempat, langkah terakhir di intraseluler terjadi di apparatus golgi,


dimana terjadi ekskresi serat prokolagen dari fibroblast ke ekstraseluler
untuk langkah terakhir.

Gambar 2.3 Proses sintesis kolagen3

Triple helix yang terbentuk belum sempurna, karena di bagian N-terminal


atau akhir struktur triple helix ini tidak berbentuk spiral helix, tapi dihubungkan
oleh ikatan disulfid dari molekul cistein. Gunanya adalah menstabilkan
prokolagen yang segera diekspor keluar dari sel melewati membran sel. Yang
terjadi di intersellular atau ekstrasellular adalah eliminasi dari terminal -C dan -N.
Kemudian eliminasi gugus N dari rantai molekul lisin secara oxidativ. 3Akibatnya
grup aldehid dari kollagen monomer di satukan menjadi kolagen fibrillar.
Secara singkat:
17

- Di ekstraseluler, serat prokolagen mengalami langkah kelima dimana


rantai terakhir dari gugus telopeptida terpotong oleh hidrolisis, dan
sekarang terbentuklah tropokolagen.
- Pada langkah keenam tropokolagen memulai pembentukan menjadi serat
kolagen, tetapi pada tahap ini kolagen belum matur sampai pada tahap
ketujuh.
Kolagen matur ini terbentuk pada langkah ketujuh yang merupakan tahap
pertukaran. Vitamin C digunakan dalam tahap pertama ini dan pada setiap tahap
dimana hidroksilasi terjadi. Pada proses hidroksilasi (gambar. 2) menggambarkan
oksigen dan vitamin C bekerja pada lisin untuk mengubah gugus carbonyl yaitu
kelompok H-C=O. Vitamin C merupakan bahan esensial untuk inisiasi dari
transkripsi struktur prokolagen dan pertukaran serat kolagen di ekstraeluler.3
c) Peran Vitamin C pada Hiperpigmentasi
Warna kulit manusia dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu hemoglobin,
karoten dan pigmen yang disebut melanin. Ketika kulit terpapar sinar Ultraviolet
(UV) dan polusi, secara alami, kulit akan membentuk melanin (zat warna) yang
berfungsi melindunginya dari efek buruk yang timbul.3
Penyebab terjadinya hiperpigmentasi adalah paparan sinar UV, pengaruh
hormonal, contoh pada sebagian besar ibu-ibu hamil di mana saat kehamilan
plasenta menghasilkan melanocyte-stimulating hormone (MSH) yaitu hormon
yang merangsang pembentukan melanin, menyebabkan kulit berwarna lebih gelap
dan terbentuk flek. Faktor lainnya adalah penggunaan obat kontrasepsi, konsumsi
antibiotik, obat antiepilepsi dan obat antiperadangan dalam waktu lama juga dapat
memicu aktivitas melanogenesis. Vitamin C akan menghambat enzim tirosinase,
yang merupakan unsur penting dalam struktur melanin. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengurangi efek pigmentasi ini sekitar 4-12 minggu. Vitamin C bekerja
dengan lactic acid sebagai pengobatan kombinasi. Magnesium ascorbyl fosfatase,
L-ascorbid acid, ascorbyl glucosamine dan ascorbic acid merupakan bentuk
vitamin C yang stabil dan juga merupakan antioksidan yang efektif bagi kulit.
Diperlukan vitamin C dosis tinggi untuk mereduksi melanosit, lebih dari 10% dari
setiap bentuknya. Secara umum asam askorbat bekerja lebih baik dengan agen
18

lainnya. Kombinasi dari 5% asam mandelic dengan vitamin C 5-10% efektif


digunakan pada pigmentasi kulit.3

d) Kanker kulit.
Asam askorbat dan bentuknya yang telah teroksidasi (asam
dehidroaskorbat) merupakan bentuk aktif, yang bereperan dalam oksidasi-reduksi
dalam transfer ion H. Vitamin C sebagai antioksidan akan memberikan
elektronnya untuk menetralisir radikal bebas yang reaktif. Vitamin C juga
berperan penting dalam metabolisme jaringan ikat dan banyak fungsi penting
lainnya. Dalam masalah kanker vitamin C dapat mencegah konversi nitrit dan
amin sekunder menjadi nitrosomin yang bersifat karsinogenik. Menurut American
Cancer Research Foundation, bila suatu jenis sunscreen tidak dapat memproteksi
kulit dari kerusakan akibat radikal bebas yang bersumber dari UV, penambahan
antioksidan baik vitamin E asetat, vitamin E alkohol, dan Na- askorbil fosfat
(vitamin C yang stabil) dapat menambah daya proteksi sunscreen tersebut. Di
dalam kulit ada enzim alami yang memecah gugus fosfat dan membentuk
reservoir vitamin C.3

II.5.2 Peranan vitamin C pada anak


Peranan vitamin C pada anak antara lain :
a) Pertumbuhan dan Perkembangan
Kesehatan anak bergantung pada interaksi antara potensi genetik dan faktor
eksternal, seperti kecukupan gizi, lingkungan, dan interaksi sosial. Ada semakin
banyak bukti bahwa kekurangan zat gizi mikro, seperti vitamin C, berdampak
buruk pada pertumbuhan fisik dan mental anak. Vitamin C mendukung
pertumbuhan melalui perannya dalam sintesis kolagen yang berperan penting
dalam perkembangan tulang dan jaringan lunak, dan juga secara tidak langsung
dengan meningkatkan penyerapan zat besi non-haem.10
Konsentrasi tertinggi vitamin C dalam tubuh ditemukan secara intraseluler
di neuron otak. Percobaan pada hewan telah menunjukkan bahwa vitamin C
sangat penting untuk perkembangan awal otak. Askorbat tidak hanya berfungsi
19

sebagai antioksidan utama yang mengurangi neurotoksik oksidatif di otak, tetapi


juga mencegah neurotoksisitas tambahan dari neurotransmitter, dopamin dan
glutamat, dengan mengkatalisis konversi dopamin menjadi noradrenalin dan
melalui glutamat-asam askorbat hetero exchange.10
Vitamin C dapat mempengaruhi neurotransmitter sinaptik karena mampu
mencegah pengikatan neurotransmitter ke reseptor, memodulasi pelepasan dan
pengambilan kembali neurotransmitter dan berfungsi sebagai kofaktor dalam
sintesis neurotransmitter. Khususnya pada otak neonatal, vitamin C dibutuhkan
sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan oksidatif pada sel saraf selama
perkembangan awal otak.10
b) Sistem imun
Peran vitamin C dalam meningkatkan kekebalan telah ditinjau sebelumnya.
Vitamin C mengatur sistem kekebalan karena sifat antioksidan dan perannya
dalam sintesis kolagen yang diperlukan untuk stabilisasi barier epitel. Ini berperan
dalam fungsi fagositik dan memiliki efek imunostimulan pada sel limfosit.
Vitamin C sangat terkonsentrasi dalam leukosit dan digunakan dengan cepat
selama infeksi, bahkan telah didefinisikan sebagai stimulan fungsi leukosit,
terutama untuk pergerakan neutrofil dan monosit. Kadar vitamin C yang tinggi
dalam neutrofil diperlukan untuk melawan stres oksidatif tingkat tinggi yang
terpapar setelah produksi spesies oksigen reaktif (ROS). ROS dihasilkan untuk
membunuh patogen dan meningkat dalam respons inflamasi.1
Keseimbangan oksidan-antioksidan merupakan penentu penting dari fungsi
imunitas sel yang sangat sensitif terhadap perubahan keseimbangan ini karena
persentase asam lemak tak jenuh ganda yang lebih tinggi dalam membran plasma.
Kerusakan oksidatif dapat menyebabkan hilangnya integritas membran,
perubahan fluiditas membran, dan mengakibatkan perubahan transmisi sinyal baik
di dalam maupun di antara sel imun yang berbeda. 1
Suplemen vitamin C telah terbukti meningkatkan kemotaksis neutrofil pada
anak-anak sehat, sedangkan tidak ada efek pada produksi antibodi. Vitamin C juga
dapat memainkan peran penting dalam regulasi respon inflamasi. Beberapa bukti
tersedia yang menunjukkan bahwa asam askorbat mungkin memiliki aktivitas
20

antivirus pada manusia. Kekurangan vitamin C dikaitkan dengan penurunan


resistensi terhadap penyakit, sementara asupan suplemen yang tinggi dapat
merangsang aktivitas fagositik dan limfositik T. Pemberian vitamin C
menghasilkan perbaikan pada beberapa komponen respon imun manusia, seperti
aktivitas sel antimikroba dan natural killer (NK), proliferasi limfosit, kemotaksis
dan respon hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV). 1
c) Rhinitis, Infeksi traktus respiratorius dan Asma
Infeksi saluran pernafasan virus, seperti flu biasa dan influenza, adalah salah
satu penyakit yang paling umum pada manusia, dengan konsekuensi kesehatan
dan ekonomi yang signifikan terutama untuk kelompok rentan seperti anak-anak.
Infeksi saluran pernafasan akut telah dilaporkan sebagai salah satu penyebab
utama kematian pada anak usia <5 tahun dan dapat menyebabkan penyakit saluran
pernafasan bawah yang parah, seperti pneumonia, bronkiolitis dan kondisi
lainnya.10
Vitamin C adalah antioksidan utama yang ada di mukosa saluran napas di
paru-paru. Berdasarkan khasiat imunostimulan dan antivirusnya, vitamin C sudah
didalilkan pada tahun 1960 untuk menjadi efektif dalam meredakan gejala infeksi
saluran pernapasan atas, terutama flu biasa. Lebih lanjut, konsentrasi vitamin C
plasma dan leukosit turun dengan cepat dengan permulaan infeksi dan kembali
normal dengan perbaikan gejala, menunjukkan bahwa vitamin C dapat bermanfaat
untuk proses pemulihan.10
Sebuah metaanalisis baru-baru ini dari beberapa penelitian yang dilakukan
menyimpulkan bahwa pemberian vitamin C memberikan manfaat yang signifikan
sehubungan dengan durasi dan keparahan gejala flu biasa dengan dosis yang
digunakan ≥ 200 mg/hari sebagai agen profilaksis. Efek durasi gejala pilek
terbukti lebih kuat pada anak-anak dibandingkan dengan efek pada orang dewasa
(masing-masing 14% dan 8%). Tidak ada efek profilaksis yang konsisten pada
kejadian flu biasa yang dapat dilihat dari analisis yang dikumpulkan. Hiper-
respons terhadap histamin dikaitkan dengan banyak gejala yang terlihat pada
infeksi saluran pernapasan, gangguan alergi, dan asma bronkial. Mengingat efek
antihistaminiknya, vitamin C dosis tinggi mungkin bermanfaat dalam kasus
21

seperti itu. Selain itu, dosis akut 2 g vitamin C secara signifikan mengurangi
respons bronkial terhadap histamin pada pasien dengan alergi. Sifat antihistamin
yang diamati dapat berkontribusi pada efek profilaksis suplemen vitamin C pada
orang dengan asma dan mengurangi keparahan gejala yang terlihat dengan infeksi
saluran pernapasan.10
Suplementasi vitamin C tidak dibenarkan dalam pengobatan peradangan
akut pada saluran udara bagian atas. Faktanya, asupan vitamin C tidak
mempengaruhi keparahan dan durasi patologi ini (RR 0,97, interval kepercayaan
95% (CI) 0,94-1,00). Meskipun, suplementasinya mungkin direkomendasikan jika
terjadi infeksi saluran pernapasan bagian atas yang berulang dan asupan
kombinasi vitamin C dan probiotik selama 6 bulan mengurangi kejadian dan
durasi infeksi saluran pernapasan ini pada subjek berusia 3-6 tahun. Jadi,
suplementasi vitamin C tidak dapat berguna dalam proses inflamasi akut pada
saluran udara bagian atas, tetapi dapat berperan sebagai pencegahan pada kondisi
kronis yang terjadi pada infeksi berulang. Suplementasi vitamin untuk C
mengurangi durasi dan keparahan pneumonia pada usia anak belum diteliti. Selain
itu, peran vitamin C dalam asma bronkial dan asma akibat olahraga belum
dikonfirmasi.1

d) Infeksi Bakteri Helicobacter pylori


Infeksi Helicobacter pylori terjadi secara umum selama masa kanak-kanak
dan lazim pada sekitar 50% populasi dunia, dengan prevalensi yang lebih tinggi di
negara berkembang. H. pylori telah diakui sebagai faktor etiologi utama gastritis
kronis, penyakit tukak lambung dan, mungkin, kanker lambung pada orang
dewasa dan anak-anak. 1
Pada penyakit kronis, seperti infeksi H. pylori, respons inflamasi aktif
diinduksi oleh infiltrasi neutrofil. Neutrofil, makrofag, dan / atau monosit ini,
menghasilkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan DNA yang pada
gilirannya berdampak pada peningkatan risiko kanker.
Vitamin C tidak hanya sebagai antioksidan tetapi juga menunjukkan
aktivitas antimikroba baik in vitro maupun in vivo, dan mampu menghambat
22

pertumbuhan H. pylori in vitro. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa


suplementasi vitamin C mungkin penting dalam pengelolaan infeksi H. pylori
pada orang dewasa dan anak-anak, dan asupan vitamin C telah ditemukan untuk
memodifikasi hubungan yang menguntungkan antara H. pylori dan kanker
lambung.1
Sebuah studi berbasis populasi pada anak-anak Columbia berusia 2-9 tahun
dengan asupan vitamin C makanan harian <40 mg telah meningkatkan
kemungkinan infeksi H. pylori secara signifikan. Karena data yang tersedia secara
kuat menunjukkan efek pencegahan vitamin C terhadap karsinogenesis di
abdomen yang terkait dengan infeksi H. pylori, maka asupan vitamin C yang
memadai diperlukan, terutama selama masa kanak-kanak yang lebih rentan
terhadap infeksi H. pylori. Asupan vitamin C dalam makanan yang tinggi juga
dapat menurunkan risiko infeksi berulang H. pylori.1
e) Gangguan neurologis, psikiatri dan kontrol nyeri
Vitamin C, bila digunakan sebagai pendukung terapi dasar, tampaknya
memiliki efek menguntungkan pada depresi, di mana efek ini terkait dengan
kapasitas antioksidan dan neuroprotektor. Bukti ilmiah berdasarkan studi in vitro,
akibat suplementasi vitamin C memiliki peran potensial dalam menghentikan
perkembangan penyakit neurodegeneratif, memodulasi aktivasi mikroglial.
Penggunaan vitamin C juga sebagai pengontrol nyeri. Diketahui bahwa pemberian
vitamin C pada orang dewasa menunjukkan sifat analgesik pada kondisi klinis
seperti neuralgia herpes akut dan pasca herpes, pada kasus nyeri yang
berhubungan dengan penyakit onkologis, nyeri pasca bedah dan sindrom nyeri
regional kronis.1

f) Penyakit hematologi
Suplementasi vitamin C berguna untuk terapi zat besi dasar pada bayi yang
mengalami anemia defisiensi besi. Faktanya, vitamin C meningkatkan penyerapan
zat besi di usus. Meskipun, penambahan vitamin C pada terapi zat besi tidak
mengubah durasinya (3 bulan). Thalassemia dan seringnya transfusi sel darah
merah mengurangi konsentrasi vitamin C dalam darah, karena pada kondisi ini
23

terjadi peningkatan zat besi dalam plasma, sehingga katabolisme vitamin C juga
meningkat. 1

g) Penyakit onkologis
Seringkali, dalam mendiagnosis penyakit onkologi, terjadi kemungkinan
adanya kekurangan nutrisi dalam darah dan di antaranya ada juga vitamin C.
Kekurangan ini berlanjut juga enam bulan setelah diagnosis. Meskipun ada
laporan kasus di mana dosis tinggi Vitamin C pada penyakit neurofibromatosis
tipe 1 menunjukkan efek positif dari pengobatan glioma, dan meta-analisis
menunjukkan penurunan risiko yang signifikan pada neoplasia serviks dengan
asupan Vitamin C, pentingnya suplementasi vitamin C pada pasien pediatri
dengan kanker masih belum diketahui. 1

h) Penyakit nefrologi
Pada pasien anak yang menderita gagal ginjal kronis dan menjalani
hemodialisis, suplementasi vitamin C mendorong penurunan nilai asam urat
dalam darah secara signifikan. Dampak ini menghindari komplikasi yang sebagian
besar disebabkan oleh hiperurisemia yang sering terjadi pada pasien ini. Selain itu,
vitamin C memiliki efek positif pada profil lipid dan kadar asam askorbat dalam
darah pada pasien gagal ginjal kronis.1
Tabel 2.4 Peranan, dosis dan bukti statistic vitamin C dalam pengobatan beberapa
penyakit pada anak1

II.6 Defisiensi Vitamin C


Kandungan vitamin C dalam tubuh biasanya mengalami deplesi dalam 4-12
minggu jika seseorang menghentikan asupan vitaminnya. Cadangan total vitamin
24

C di tubuh adalah 1500 mg, dan gambaran klinis defisiensi terjadi jika terjadi
penurunan kadar menjadi kurang dari 350 mg.

II.6.1 Penyakit skorbut (Scurvy disease )


a) Definisi dan Faktor risiko
Penyakit skorbut (Scurvy disease) adalah sindrom klinis yang diakibatkan
oleh kekurangan vitamin C.2,5 Kondisi ini pertama kali diketahui orang Mesir
kuno. Para pelaut Inggris tahu bahwa penyakit itu dapat dicegah dengan
mengonsumsi jeruk nipis segar. Namun pada 1753, penyakit ini kemudian dikenal
sebagai penyakit skorbut dan pencegahannya dengan buah jeruk dijelaskan oleh
Sir James Lind, dan asam askorbat pertama kali diisolasi pada tahun 1928.5
Hippocrates secara resmi menyebut penyakit itu "ileos ematitis".2
Penyakit skorbut adalah penyakit langka di era sekarang dan jarang
dilaporkan pada anak jika dibandingkan dengan kelompok dewasa tertentu
(misalnya lansia, pecandu alkohol). Bayi yang berisiko termasuk mereka yang
diberi makan susu evaporasi atau susu yang direbus, pemberian makan daging
eksklusif dan anak-anak dengan pantangan makan karena gangguan neuropsikiatri
atau perkembangan. Beberapa kondisi medis lain juga dapat mengurangi
penyerapan vitamin C dan/atau meningkatkan jumlah yang dibutuhkan oleh
tubuh. Anak-anak dengan sindrom malabsorpsi usus dan beberapa pasien kanker
mungkin berisiko tinggi kekurangan vitamin C. Konsentrasi vitamin C yang
rendah juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang
menjalani hemodialisis kronis atau diet ketogenik yang terkadang
direkomendasikan untuk mengontrol status epileptikus refrakter.

b) Patofisiologi
Penyakit skorbut sebagai manifestasi klinis dari defisiensi vitamin C yang
berat disebabkan oleh peran asam askorbat dalam sintesis kolagen. Kolagen tipe
IV adalah penyusun utama dinding pembuluh darah, kulit, dan khususnya, zona
membran dasar yang memisahkan epidermis dari dermis. Vitamin C
memungkinkan hidroksilasi dan ikatan silang pro-kolagen yang dikatalisis oleh
25

lisil hidroksilase. Kekurangan vitamin C menurunkan transkripsi pro-kolagen.


Selain itu, kekurangan asam askorbat menyebabkan hipermetilasi DNA epigenetik
dan menghambat transkripsi berbagai jenis kolagen yang ditemukan di kulit,
pembuluh darah, dan jaringan.2

c) Manifestasi klinis
Asupan vitamin C yang tidak teratur atau tidak adekuat selama 8-12 minggu
dapat menimbulkan gejala klinis. Manifestasi awal tidak spesifik seperti
iritabilitas, kehilangan nafsu makan, demam ringan, dan kemudian tanda
dermatologis seperti petechiae, ekimosis, hiperkeratosis dan “cork screw hairs”.
Kapiler menjadi rapuh dan ada kecenderungan perdarahan. Baru-baru ini,
berkurangnya agregasi trombosit dan disfungsi trombosit yang disebabkan oleh
penyakit skorbut didalilkan untuk berkontribusi pada diatesis hemoragik.

Gusi menjadi bengkak dan berdarah dengan sedikit tekanan. Manifestasi


penyakit gingiva pada anak-anak disebabkan oleh pembentukan dentin yang buruk
sehingga pembentukan gigi buruk. Perubahan tulang biasanya mengikuti
perubahan klinis. Namun, penyakit tulang biasanya menjadi manifestasi yang
lebih sering membawa anak ke perhatian medis. Keterlibatan tulang pada penyakit
skorbut biasanya simetris.
26

Gambar 2.4 Gambaran klinis menunjukkan radang gingiva marginal pada penyakit
skorbut5

Kekurangan vitamin C mengakibatkan pembentukan tulang yang buruk dari


osteoid sehingga terganggunya pembentukan tulang enchondral. Mineralisasi
umumnya tetap tidak terganggu dan oleh karena itu zona sementara dari tulang
rawan yang mengalami kalsifikasi menjadi sangat terkalsifikasi. Namun, karena
osteiodisnya cacat dan tidak sempurna, tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Hal ini menyebabkan manifestasi penyakit skorbut pada tulang. Manifestasi awal
yang disebutkan di atas diikuti dengan pembengkakan kaki (kebanyakan ditandai
di lutut dan pergelangan kaki). Perdarahan yang terjadi di bawah periosteum dan
ke dalam sendi dan patah tulang di sekitar lempeng pertumbuhan menyebabkan
nyeri tulang dan sendi yang ekstrim. Telah dilaporkan adanya slip epifisis di
sekitar sendi utama. Manifestasi “pseudoparalysis” lebih sering pada bayi dan
tampak postur seperti "pithed frog", di mana terjadi semiflexi dari sendi panggul
(hips joint) dan sendi lutut. Anak seringkali mudah marah dan tidak suka
dipegang karena nyeri. Tampak juga "rosario scorbutic" di persimpangan
kostokondral dan depresi sternum yang merupakan manifestasi lain ke tulang.5
27

Gambar 2.5 Gambaran klinis “pithed frog” pada bayi dengan penyakit skorbut5

Anemia adalah ciri lain dari penyakit skorbut. Anemia defisiensi besi sering
terjadi dan mungkin sekunder akibat kombinasi perdarahan, dan penurunan
absorpsi. Manifestasi hemoragik dari penyakit kudis termasuk petekie, purpura
dan ekimosis pada titik-titik tekanan, epistaksis, dan perdarahan perifollicular.5
Proptosis akibat perdarahan orbital juga bisa menjadi salah satu gejala
penyakit kudis. Tanda-tanda klinis langka lain dari penyakit kudis termasuk
degenerasi otot rangka, sindrom nyeri regional kompleks (CRPS), hipertrofi
jantung, hipertensi paru, fungsi adrenal dan sumsum tulang yang berkurang,
perubahan psikologis, penyembuhan luka pasca operasi yang buruk, edema, dan
alopecia. Penyakit kudis yang tidak diobati dapat menyebabkan terganggunya
proses metabolisme dalam tubuh dan dapat berakibat fatal, dengan kematian yang
dilaporkan akibat infeksi, pendarahan otak, atau hemoperikardium.5
d) Gambaran radiologis
Perubahan radiografi yang khas terjadi di ujung distal dari tulang panjang
dan sangat umum terjadi pada lutut dan pergelangan kaki. Temuan radiografi yang
paling umum meskipun tidak spesifik adalah osteopenia. Matriks osteoid yang
kurang dan hilangnya trabekula memproyeksikan penampakan rontgenografi
“ground glass”. Tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur (termasuk Salter-Harris
I-fraktur femur distal), dan sering sembuh dengan pembentukan kalus yang
melimpah.5
28

Korteks tulang tipis dan sangat kontras jika dibandingkan dengan daerah
meduler yang memberikan tampilan garis tepi pensil pada diafisis dan epifisis.
Garis putih yang tidak beraturan tetapi menebal muncul di metafisis (Garis putih
Fraenkel/Fraenkle white line), mewakili zona tulang rawan yang terkalsifikasi
dengan baik. Gambaran radiologis khusus yang lebih pasti tetapi terlambat dari
penyakit kudis adalah zona di bawah Frankelline di metafisis (terbentuk trabekula
sekunder yang buruk) yang dikenal sebagai "zona Trummerfeld". Temuan lain
yang terkait dengan patah tulang penyembuhan di zona Trummerfeld adalah
"beak", juga dikenal sebagai “Pelkan spurs” yang ditemukan di perifer zona
kalsifikasi metafisis. Mereka berhubungan dengan elevasi periosteal dan dapat
dihasilkan oleh pertumbuhan lateral dari zona kalsifikasi. Bayangan melingkar
dan buram di pusat pertumbuhan sering kali dikelilingi oleh garis putih di sekitar
epifisis, yang dikenal sebagai “Wimberger ring sign”. Perdarahan subperiosteal
paraepiphyseal divisualisasikan hanya selama fase penyembuhan penyakit
skorbut. Kolagen yang kurang, tulang yang secara struktural lemah dengan
kapasitas yang berkurang untuk menahan tekanan dari beban dapat menyebabkan
fisiolisis dan pemisahan epifisis.5

Gambar 2.6 Gambaran radiologi penyakit skorbut5


29

Gambar 2.7 Gambaran radiologi (foto polos) penyakit skorbut5

e) Diagnosis
Tanda mnemonic untuk penyakit skorbut adalah 4 "H" yaitu hemoragik,
hiperkeratosis, kelainan hematologi, dan hipokondriasis. Dengan presentasi yang
mirip dengan osteomielitis atau abses, aspirasi cairan hemoragik sering dilakukan
jika terjadi kesalahan diagnosis. Perbedaan umum lainnya adalah pertumbuhan
tumor. Riwayat klinis yang menyeluruh dan pemeriksaan yang diikuti dengan
radiografi dapat membantu diagnosis penyakit skorbut. Penyakit skorbut memiliki
spektrum gambaran klinis dan adanya gejala yang terisolasi dapat menyebabkan
kebingungan jika tidak teliti. Kasus dicatat ketika anak dinyatakan sehat
sedangkan terdapat manifestasi penyakit pada mulut. Dengan demikian penyakit
ini dapat dengan mudah salah didiagnosis / terlewatkan.
Kadar vitamin C plasma yang rendah (konsentrasi askorbat plasma <0,2
mg/dl) spesifik pada penyakit skorbut. Namun, kadarnya mungkin normal jika
baru-baru ini ada suplementasi vitamin C dalam bentuk apapun, sehingga
penentuan kadar vitamin C plasma tetap merupakan uji laboratorium yang tidak
sensitif untuk defisiensi vitamin C. Mengukur kadar vitamin C di lapisan buffy
30

dari leukosit adalah perkiraan yang lebih baik untuk cadangan vitamin tubuh.
Namun, metode ini secara teknis tidak tersedia secara bebas. Konsentrasi leukosit
yang kurang dari atau sama dengan 10 mg/108 leukosit dianggap kurang dan
mengindikasikan penyakit skorbut laten. Indikator lain deteksi cadangan vitamin
C tubuh adalah pemeriksaan ekskresi urin setelah infus asam askorbat parenteral.
Setelah 100 mg dosis vitamin C intravena, 80% harus diekskresikan dalam 5 jam
jika cadangan tubuh tidak mencukupi.
Dalam praktiknya, diagnosis penyakit skorbut didasarkan pada kombinasi
temuan klinis dan radiografi. Penyakit skorbut dapat menjadi diagnosis banding
bila riwayat diet menunjukkan asupan vitamin C yang tidak mencukupi selama
setidaknya 1-3 bulan dan ada tanda dan gejala klinis terkait. Dalam kasus
kecurigaan, uji terapeutik dimana resolusi manifestasi penyakit terjadi setelah
suplementasi vitamin C tetap menjadi bukti terbaik. Trombositopati didapat yang
idiopatik juga harus diselidiki untuk kemungkinan penyakit skorbut. Kekurangan
vitamin C dapat terjadi bersamaan dengan kekurangan nutrisi lain seperti tiamin
(vitamin B1), piridoksin (vitamin B6), cobalamin (vitamin B12), dan vitamin D
dan ini harus diperiksa saat menyelidiki penyakit skorbut.
Gambaran radiologi dengan foto polos seperti yang dijelaskan di atas.
Ultrasonografi dapat menunjukkan iregularitas tulang, bulky subcutaneous plane,
massa intrameduler atau periosteal, hemoragik subperiosteal. MRI biasanya
dilakukan karena curiga keganasan, terutama leukemia. Temuan MRI pada
penyakit skorbut akan mencerminkan patofisiologi yang mendasari, dengan area
perdarahan yang terlihat di dalam tulang di lokasi fraktur dan di periosteum serta
perubahan sumsum tulang belakang yang biasanya terlihat pada keganasan
hematologis seperti leukemia tidak akan ada. Selanjutnya akan ada kelainan sinyal
simetris multifokal yang melibatkan metafisis dengan peningkatan sumsum
terkait.
f) Tatalaksana
Pemberian langsung vitamin C adalah tatalaksana standar, dengan 300 mg
setiap hari untuk anak-anak dan 500 mg hingga 1000 mg setiap hari untuk orang
dewasa. Lama terapi adalah satu bulan atau setelah resolusi gejala sisa klinis.
31

Selain suplementasi segera, ajarkan pasien tentang modifikasi gaya hidup untuk
memastikan asupan yang memadai. Jika tidak ada defisiensi, kebutuhan harian
hingga 45 mg per hari untuk anak-anak.2

II.7 Efek samping dan Kelebihan/Overdosis vitamin C


II.7.1 Efek samping
Efek samping penggunaan vitamin C sebelum makan adalah rasa nyeri pada
epigastrium. Tanda dan gejala pada dewasa adalah mual, muntah, diare, muka
memerah, pusing, lemah, dan gangguan tidur. Reaksi toksik yang utama pada bayi
baru lahir (Infant) adalah ruam kulit. Keracunan besi juga termasuk efek samping
dari penggunaan vitamin C. Karena vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi
seperti pada orang dengan penyakit gangguan kelebihan besi. Pada penderita
defisiensi glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD), dapat menyebakan keadaan
anemia hemolitik setelah mengkonsumsi zat pengoksidasi tertentu. Selama puluha
tahun, vitamin C dosis tinggi dapat menstimulasi pembentukan oxalate dan
meningkatkan absorbs konsumsi oxalate, yang memungkinkan mengakibatkan
batu ginjal. Selama kehamilan bulan pertama, vitamin C dosis tinggi dapat
meningkatkan produksi progesterone dari corpus luteum. Karena dapat memblok
fungsi tersebut, vitamin C dosis tinggi secara teori dapat mengakibatkan
keguguran.8

II.7.2 Kelebihan/Overdosis vitamin C


Overdosis vitamin C (>1000 mg/hari) dapat menimbulkan efek toksik yang
serius, yaitu batu ginjal, hiperoksaluria, diare yang berlangsung terus menerus
(severe diarrhea), iritas mukosa saluran cerna. Untuk mengatasinya, penderitanya
cukup meminum air yang banyak agar vitamin C yang dikonsumsinya segera
dilarutkan oleh air dan diekskresikan melalui urine, keringat, dan feses. Dosis
toksis vitamin C baru tercapai bila diberikan 100-200 kali lipat dari dosis yang
disarankan. Karenanya vitamin C ini memiliki profil keamanan yang sangat
tinggi. FAO/WHO menyatakan bahwa kelebihan vitamin C dapat berefek pada
sistem saluran kemih, akan tetapi mekanisme yang mendasari hal ini belum
dipahami dengan baik.4
32

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Vitamin C adalah nutrien yang larut dalam air merupakan senyawa organik
yang harus ada pada diet dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan integritas
dan metabolisme tubuh yang normal. Bentuk utama Vitamin C yaitu asam
askorbat dan dehydroascorbic (bentuk teroksidasi asam askorbat). Sumber vitamin
C terbagi atas 2 yaitu alami (beberapa sayuran dan buah) dan buatan (sediaan oral,
injeksi, topikal). ASI lebih kaya vitamin C dibandingkan susu sapi. Vitamin C
berperan penting sebagai kofaktor, pelengkap enzim, ko-substrat, zat pereduksi
dan antioksidan dalam beberapa reaksi biokimia.
Tunjangan harian vitamin C yang direkomendasikan (RDA) adalah 15-45
mg untuk usia 1-13 tahun dan 65-75 mg untuk usia 14-18 tahun. Kebutuhan
vitamin C dapat meningkat 300%-500% pada penyakit infeksi, penyakit
neoplasma, pasca bedah atau trauma, hipertiroid, kehamilan dan laktasi maupun
sebagai antioksidan. Penyakit skorbut (Scurvy disease) adalah sindrom klinis yang
diakibatkan oleh kekurangan vitamin C. Overdosis vitamin C (>1000 mg/hari)
dapat menimbulkan efek toksik yang serius, yaitu batu ginjal, hiperoksaluria, diare
yang berlangsung terus menerus (severe diarrhea), iritas mukosa saluran cerna.
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Pecoraroa L , Martinia L, Antoniazzia F, Piacentinia G, Pietrobellia A.


Vitamin C: should daily administration keep the paediatrician away?.
International Journal of Food Sciences and Nutrition. 2018. Available from :
https://doi.org/10.1080/09637486.2018.1540557.
2. Maxfield L, Crane JS. Vitamin C Deficiency. StatPearls Publishing, NCBI.
2002.
3. Pakaya D. Peranan Vitamin C Pada Kulit. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah
Kedokteran, Vol.1 No.2. 2014.
4. Granger M, Eck P. Dietary Vitamin C in Human Health. Advances in Food
and Nutrition Research, Volume 83. 2018. Available from :
https://doi.org/10.1016/bs.afnr.2017.11.006.
5. Agarwal A, Shaharyar A, Kumar A, Bhat MS, Mishra M. Scurvy in
pediatric age group e A disease often forgotten?. journal of clinical
orthopaedics and trauma. 2015.
6. Martini L, Pecoraro L , Salvottini C, Piacentini G, Atkinson R, Pietrobelli A
Appropriate and inappropriate vitamin supplementation in children. Journal
Of Nutritional Science. 2020, vol. 9. doi:10.1017/jns.2020.12
7. FKUI. Daftar Analisis Bahan Makanan, dalam: Almatsier, S. Prinsip Dasar
Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2006.
8. Marcus R, Coulston AM. Vitamin Larut Air : Vitamin B Kompleks dan
Asam Askorbat. In : Goodman and Gilman. The Pharmacological Basis Of
Therapeutics, 10th Edition. Joel. 2012. Hardmann, Lee Limbird, dan Alfred
Gilman, editors. New York : McGraw-Hill.
9. Carr AC, Maggini S. Vitamin C and Immune Function. Nutrients. 2017, 9,
1211. Available from : doi:10.3390/nu9111211.
10. Maggini S, Wenzlaff S, Hornig D. Essential Role of Vitamin C and Zinc in
Child Immunity and Health. The Journal of International Medical Research.
2014; 38: 386 – 414.
34

11. Nabzdyk C, Bittner E. Vitamin C in the critically ill – indication and


controversies. World J Crit Care Med. 2018 October 16; 7(5): 52-61.
12. Marik P, Khangoora V, Rivera R, Hooper M, Catravas J. Hydrocortisone,
Vitamin C, and Thiamine for the Treatment of Severe Sepsis and Septic
Shock. CHEST 2017; 151(6):1229-1238.
13. Vitamin C Infusion for the Treatment of Severe 2019-nCoV Infected
Pneumonia. Clinical Trials.gov. 2020. Available from:
https://clinicaltrials.gov/ct2/show/NCT04264533.
14. Tatalaksana Pasien COVID-19. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. April
2020.

Anda mungkin juga menyukai