Referat - Neni N. Dadiara (201884067)
Referat - Neni N. Dadiara (201884067)
Disusun oleh:
Neni Nengsi Dadiara
2018-84-067
Pembimbing:
dr. Robby Kalew, Sp. A
AMBON
2020
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas rahmat-Nya sehingga referat yang berjudul ”Pemberian Vitamin C
Pada Anak” dapat diselesaikan, dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik
bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian tugas ini, terutama kepada dokter pembimbing, dr.
Robby Kalew, Sp. A, yang sangat membantu dalam bimbingan pembuatan referat
ini.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam pembuatan referat ini, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang membangun penulis perlukan untuk
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Vitamin C
Vitamin C pertama kali dimurnikan oleh ahli biokimia Albert Szent-
Gyorgyi yang bekerja di Canbridge, Inggris. Beliau merumuskan suatu komponen
yang disebut asam heksurat, yang akhirnya menjadi asam askorbat (Vitamin C
generasi pertama).3 Vitamin C adalah nutrien yang larut dalam air merupakan
senyawa organik yang harus ada pada diet dalam jumlah tertentu untuk
mempertahankan integritas dan metabolisme tubuh yang normal. Bentuk utama
Vitamin C yaitu asam askorbat dan dehydroascorbic (bentuk teroksidasi asam
askorbat). Pada manusia, kemampuan untuk mensintesis vitamin C hilang karena
mutasi pada gen L-gulonolactone oxidase (GLO), yang bertanggung jawab untuk
mengkatalisis sintesis asam L-askorbat dari L-gulono-1,4-lactone, yang
merupakan langkah terakhir dalam jalur sintesis asam askorbat pada mamalia.3,4
hipovitaminosis C), di mana penyakit scurvy tidak ada tetapi risiko penyakit
kronis tinggi.4
Eliminasi atau ekskresi asam askorbat diatur oleh ginjal. Jika jaringan
mengalami saturasi, sebagian besar kelebihan dari dosis besar vitamin C akan
diekskresikan. Jika jaringan mengalami deplesi, hanya sedikit jumlah vitamin C
yang diekskresikan. Asam askorbat dapat diekskresikan atau diubah menjadi
metabolit-metabolit seperti asam oksalat dan asam askorbat sulfat.3,5
Bayam 60 mg Kedondong 50 mg
Kangkung 30 mg Nanas 24 mg
II.3.2 Buatan
Vitamin C buatan terdapat dalam berbagai preparat, baik dalam bentuk
tablet dan cairan yang mengandung 20-1500 mg maupun dalam bentuk larutan.
Penggunaannya dapat digunakan secara oral, topikal, dan injeksi. Untuk suntikan
(injeksi) terdapat vitamin C 100-500 mg. sedangkan dalam bentuk tablet berisi
500 mg dan dalam bentuk cairan berisi 1000 mg.8
a) Vitamin C oral
Asupan harian vitamin C dalam makanan maupun suplemen baik dalam
bentuk tablet atau cairan mengandung 50-1500 mg. Dalam bentuk tablet biasa
berisi 500 mg dan dalam cairan berisi 1000 mg. Pada penggunaan oral, vitamin C
mudah diserap secara aktif atau mungkin secara nonaktif (difusi) pada bagian atas
usus halus masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata penyerapan
adalah 90% untuk konsumsi 20 sampai 120 mg sehari. Konsumsi tinggi sampai 12
gram (sebagai pil) hanya diserap sebayak 16%. Vitamin C kemudian dibawa ke
semua jaringan termasuk kulit, konsentrasi tertinggi ada di dalam jaringan
adrenal, pituitary dan retina.8
b) Vitamin C topikal
Penggunaan vitamin C topikal biasa digunakan untuk mencegah kerusakan
karena radiasi ultraviolet, terapi melasma, strie alba dan eritem post operatif laser.
Beberapa penelitian terhadap tikus memperlihatkan pemakaian vitamin C topikal
dapat menurunkan sel sunburn, eritema dan fotokarsinogenesis. Dari sudut
pandang klinis, penting untuk diketahui bahwa khasiat vitamin C serum sebanding
dengan konsentrasinya tetapi hanya sampai pada konsetrasi 20%. Penggunaan
vitamin yang teratur dengan jumlah yang memadai sangat penting untuk bisa
mendapatkan fotoproteksi yang baik.8
c) Vitamin C injeksi
8
Selain penggunaan oral dan topikal, vitamin C juga tersedia dalam sediaan
injeksi. Tujuan pemberian injeksi pada umumnya untuk mempercepat proses
penyerapan (absorbsi) dan distribusi obat, sehingga diharapkan akan mendapatkan
efek obat yang cepat. Kelebihan dari penggunaan injeksi selain memiliki onset
kerja yang cepat, efek dari obat diramalkan dengan pasti. Selain itu biovailabilitas
sempurna atau hampir sempurna. Kelebihan dari injeksi vitamin C dalam sediaan
Laroscorbine dibanding secara topikal atau oral yaitu penyerapan vitamin C lebih
baik karena langsung mengikuti peredaran darah, namun, ia juga mudah hilang
dalam proses metabolisme tubuh. Proses injeksi dapat dilakukan secara
intradermal, intramuskular, intravena, subkutan, intrakutan, dan lain-lain.8
penyakit skorbut akibat defisiensi vitamin C, yang ditandai dengan gusi berdarah,
petekie, dan gangguan penyembuhan luka. Gejala-gejala ini dianggap sebagai
akibat dari peran vitamin C sebagai kofaktor untuk enzim prolyl dan lisil
hidroksilase yang menstabilkan struktur tersier kolagen.9
Penelitian pada hewan menggunakan tikus dengann defisiensi vitamin C
setelah dibuat luka eksisi, terjadi penurunan pembentukan kolagen secara
signifikan pada tikus tersebut. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan pada marmut scorbutik. Dengan demikian, vitamin C tampaknya
menjadi sangat penting selama penyembuhan luka, juga mengurangi ekspresi
mediator pro-inflamasi dan meningkatkan ekspresi berbagai mediator
penyembuhan luka.9
Selain itu, setelah operasi pasien memerlukan asupan vitamin C yang relatif
tinggi untuk menormalkan status vitamin C plasma mereka (misalnya, ≥500
mg/hari), dan pemberian mikronutrien antioksidan, termasuk vitamin C, untuk
pasien dengan gangguan dalam penyembuhan luka dapat mempersingkat waktu
penutupan luka. Leukosit, terutama neutrofil dan makrofag yang diturunkan dari
monosit, adalah pemeran utama penyembuhan luka. Selama tahap inflamasi awal,
neutrofil bermigrasi ke lokasi luka untuk mensterilkannya melalui pelepasan
spesies oksigen reaktif (ROS) dan protein antimikroba. Neutrofil akhirnya
mengalami apoptosis dan dibersihkan oleh makrofag, menghasilkan resolusi
respons inflamasi. Namun, pada luka kronis yang tidak sembuh, seperti yang
diamati pada penderita diabetes, neutrofil bertahan dan malah mengalami nekrotik
yang dapat mengabadikan respons inflamasi dan menghambat penyembuhan
luka.9
Tabel 2.3 Peranan vitamin C pada sistem imun9
11
- Fungsi leukosit
Akumulasi vitamin C dalam leukosit, seperti neutrofil dan monosit sekitar
50 hingga 100 kali lipat lebih tinggi dari pada konsentrasi plasma. Sel-sel ini
mengakumulasi konsentrasi vitamin C maksimal dari asupan makanan 100
mg/hari, meskipun jaringan tubuh lain mungkin memerlukan asupan yang lebih
tinggi. Akumulasi konsentrasi vitamin C yang tinggi menunjukkan fungsi penting
di dalam sel-sel ini. Akumulasi konsentrasi milimolar vitamin C ke dalam
neutrofil, terutama setelah aktivasi oksidatifnya, diperkirakan melindungi sel-sel
ini dari kerusakan oksidatif. Vitamin C adalah antioksidan kuat yang larut dalam
air yang dapat mengikat banyak oksidan reaktif.9
Setelah fagositosis atau aktivasi, vitamin C mengalami deplesi pada
neutrofil dengan cara yang bergantung pada oksidan. Perubahan keseimbangan
antara pembentukan oksidan dan pertahanan antioksidan dapat menyebabkan
perubahan dalam beberapa jalur pensinyalan, dengan aktivasi pro-inflammatory
transcription factor nuclear factor κB (NFκB). Oksidan dapat mengaktifkan
NFkB, yang memicu kaskade pensinyalan yang mengarah ke sintesis lanjutan
spesies oksidatif dan mediator inflamasi lainnya. Vitamin C telah terbukti
12
- Kemotaksis neutrofil
Infiltrasi neutrofil ke jaringan yang terinfeksi merupakan langkah awal
imunitas bawaan (innate immunity). Dalam merespons sinyal inflamasi patogen
atau yang diturunkan dari host (misalnya, N-formylmethionyl-leucyl-
phenylalanine (fMLP), interleukin (IL) -8, leukotriene B4, dan komplemen C5a),
neutrofil secara harfiah berakumulasi ke tempat infeksi . Migrasi neutrofil sebagai
respons terhadap rangsangan kimia disebut kemotaksis, sedangkan migrasi acak
disebut kemokinesis. Neutrofil mengekspresikan lebih dari 30 reseptor chemokine
dan chemoattractant yang berbeda untuk merespon sinyal kerusakan jaringan.
Studi awal yang dilakukan pada marmot scorbutik menunjukkan gangguan
respons kemotaktik leukosit dibandingkan dengan leukosit yang diisolasi dari
marmot yang dilengkapi dengan vitamin C yang cukup dalam makanan mereka.
Temuan ini menunjukkan bahwa defisiensi vitamin C dapat berdampak pada
kemampuan fagosit untuk bermigrasi ke tempat infeksi. Pasien dengan infeksi
berat menunjukkan gangguan kemampuan kemotaktik neutrofil. Kegagalan
kemotaksis neutrofil ini diyakini sebagian karena peningkatan tingkat mediator
anti-inflamasi dan supresi imun (misalnya, IL-4 dan IL-10) selama respons anti-
13
- Antioksidan
Peranan vitamin C sebagai anti oksidan saat ini banyak di teliti. Asam
askorbat dikatakan sebagai antioksidan dengan cara menetralisir spesies oksigen
reaktif. Pada kulit manusia, vitamin C akan bergabung dengan suatu kompleks
enizm-enzim dan antioksidan lain untuk melindungi kulit dari Reactive oxygen
Sspecies (ROS). Ketika kulit terpapar sinar UV dari matahari, akan terbentuk ROS
yang terdiri dari ion superoksida, peroksida, dan oksigen single. Senyawa-
senyawa tersebut merupakan radikal bebas uang dapat merusak sel-sel tubuh.
Maka dari itu, vitamin C akan melindungi kulit dari keadaan stress oksidatif yang
14
dihasilkan ROS dengan cara mengirimkan elektrol pada mereka sehingga radikal
bebas tersebut kembali netral. Efek antioksidan vitamin C sangat besar pada
konsentrasi vitamin yang rendah, pada kondisi tersebut reaksi yang predominan
adalah reaksi pemutus.3,9
Pada konsentrasi tinggi, vitamin C menghambat secara signifikan reaksi
rantai yang berlanjut antara asam askorbil dan molekul oksigen. Vitamin C juga
merupakan suatu donor elektron dan agen perduksi. Dikatakan anti oksidan,
karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah senyawa-
senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C sendiri akan
teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam
dehidroaskorbat. Di samping itu vitamin C dapat mengaktifkan antioksidan lain
seperti vitamin E melalu pengaktifan kembali alpha-tokoferoldari radikal lipofilik
secara langsung, asma askorbat dapat bekerja secara sinergis dengan vitamin E
untuk menghancurkan radikal perosil lemak. 3,9
dibandingkan dengan plasebo. Uji klinik tersebut diperkirakan selesai pada akhir
September 2020.13
Panduan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
merekomendasikan penggunaan vitamin C untuk terapi pneumonia COVID-19.
Untuk pneumonia COVID-19 tanpa gejala dan gejala ringan diberikan vitamin C
oral dengan dosis 100-200 mg sebanyak 3x/hari. Untuk pneumonia COVID-19
gejala sedang dan berat direkomendasikan pemberian vitamin C intravena.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dalam
webinarnya merekomendasikan penggunaan vitamin C dengan dosis 200-400
mg/8 jam secara intravena untuk pasien COVID-19 gejala sedang dan berat.14
b) Sintesis kolagen
L-asam askorbat penting untuk sintesis kolagen, yang merupakan kofaktor
untuk enzim prolil dan lisis hidrosilase yang berguna untuk kestabilan dan reaksi
silang intermolekuler di samping sebagai regulasi transkripsi kolagen tersebut.3
Berikut adalah proses pembentukan kolagen :
- Pertama, Transkripsi dan translasi dari deoxyribonucleic acid (DNA).
Proses yang berasal dari rantai ganda DNA menjadi rantai tunggal untuk
selanjutnya menjadi kode gen kolagen. Kode gen tersebut selanjutnya
ditranskripsi menjadi RNA dan meninggalkan nucleus sebagai
messenger RNA (mRNA). mRNA ini masuk ke dalam retikulum
endoplasma untuk berubah menjadi prokolagen. Pada langkah pertama
ini polipeptida disintesis di reticulum endoplasma.
- Kedua, prokolagen (polipeptida) akan dihidroksilasi oleh enzim
hidroxilase. Yang di hidroksilasi adalah rantai yang memiliki asam
amino lisin dan Prolin dimana vitamin C dan α helix Ketoglutarat
diperlukan sebagai koenzim untuk langkah selanjutnya.
- Ketiga, produksi dari rantai heliks rangkap tiga (triple helix) prokolagen
di retikulum endoplasama.
16
d) Kanker kulit.
Asam askorbat dan bentuknya yang telah teroksidasi (asam
dehidroaskorbat) merupakan bentuk aktif, yang bereperan dalam oksidasi-reduksi
dalam transfer ion H. Vitamin C sebagai antioksidan akan memberikan
elektronnya untuk menetralisir radikal bebas yang reaktif. Vitamin C juga
berperan penting dalam metabolisme jaringan ikat dan banyak fungsi penting
lainnya. Dalam masalah kanker vitamin C dapat mencegah konversi nitrit dan
amin sekunder menjadi nitrosomin yang bersifat karsinogenik. Menurut American
Cancer Research Foundation, bila suatu jenis sunscreen tidak dapat memproteksi
kulit dari kerusakan akibat radikal bebas yang bersumber dari UV, penambahan
antioksidan baik vitamin E asetat, vitamin E alkohol, dan Na- askorbil fosfat
(vitamin C yang stabil) dapat menambah daya proteksi sunscreen tersebut. Di
dalam kulit ada enzim alami yang memecah gugus fosfat dan membentuk
reservoir vitamin C.3
seperti itu. Selain itu, dosis akut 2 g vitamin C secara signifikan mengurangi
respons bronkial terhadap histamin pada pasien dengan alergi. Sifat antihistamin
yang diamati dapat berkontribusi pada efek profilaksis suplemen vitamin C pada
orang dengan asma dan mengurangi keparahan gejala yang terlihat dengan infeksi
saluran pernapasan.10
Suplementasi vitamin C tidak dibenarkan dalam pengobatan peradangan
akut pada saluran udara bagian atas. Faktanya, asupan vitamin C tidak
mempengaruhi keparahan dan durasi patologi ini (RR 0,97, interval kepercayaan
95% (CI) 0,94-1,00). Meskipun, suplementasinya mungkin direkomendasikan jika
terjadi infeksi saluran pernapasan bagian atas yang berulang dan asupan
kombinasi vitamin C dan probiotik selama 6 bulan mengurangi kejadian dan
durasi infeksi saluran pernapasan ini pada subjek berusia 3-6 tahun. Jadi,
suplementasi vitamin C tidak dapat berguna dalam proses inflamasi akut pada
saluran udara bagian atas, tetapi dapat berperan sebagai pencegahan pada kondisi
kronis yang terjadi pada infeksi berulang. Suplementasi vitamin untuk C
mengurangi durasi dan keparahan pneumonia pada usia anak belum diteliti. Selain
itu, peran vitamin C dalam asma bronkial dan asma akibat olahraga belum
dikonfirmasi.1
f) Penyakit hematologi
Suplementasi vitamin C berguna untuk terapi zat besi dasar pada bayi yang
mengalami anemia defisiensi besi. Faktanya, vitamin C meningkatkan penyerapan
zat besi di usus. Meskipun, penambahan vitamin C pada terapi zat besi tidak
mengubah durasinya (3 bulan). Thalassemia dan seringnya transfusi sel darah
merah mengurangi konsentrasi vitamin C dalam darah, karena pada kondisi ini
23
terjadi peningkatan zat besi dalam plasma, sehingga katabolisme vitamin C juga
meningkat. 1
g) Penyakit onkologis
Seringkali, dalam mendiagnosis penyakit onkologi, terjadi kemungkinan
adanya kekurangan nutrisi dalam darah dan di antaranya ada juga vitamin C.
Kekurangan ini berlanjut juga enam bulan setelah diagnosis. Meskipun ada
laporan kasus di mana dosis tinggi Vitamin C pada penyakit neurofibromatosis
tipe 1 menunjukkan efek positif dari pengobatan glioma, dan meta-analisis
menunjukkan penurunan risiko yang signifikan pada neoplasia serviks dengan
asupan Vitamin C, pentingnya suplementasi vitamin C pada pasien pediatri
dengan kanker masih belum diketahui. 1
h) Penyakit nefrologi
Pada pasien anak yang menderita gagal ginjal kronis dan menjalani
hemodialisis, suplementasi vitamin C mendorong penurunan nilai asam urat
dalam darah secara signifikan. Dampak ini menghindari komplikasi yang sebagian
besar disebabkan oleh hiperurisemia yang sering terjadi pada pasien ini. Selain itu,
vitamin C memiliki efek positif pada profil lipid dan kadar asam askorbat dalam
darah pada pasien gagal ginjal kronis.1
Tabel 2.4 Peranan, dosis dan bukti statistic vitamin C dalam pengobatan beberapa
penyakit pada anak1
C di tubuh adalah 1500 mg, dan gambaran klinis defisiensi terjadi jika terjadi
penurunan kadar menjadi kurang dari 350 mg.
b) Patofisiologi
Penyakit skorbut sebagai manifestasi klinis dari defisiensi vitamin C yang
berat disebabkan oleh peran asam askorbat dalam sintesis kolagen. Kolagen tipe
IV adalah penyusun utama dinding pembuluh darah, kulit, dan khususnya, zona
membran dasar yang memisahkan epidermis dari dermis. Vitamin C
memungkinkan hidroksilasi dan ikatan silang pro-kolagen yang dikatalisis oleh
25
c) Manifestasi klinis
Asupan vitamin C yang tidak teratur atau tidak adekuat selama 8-12 minggu
dapat menimbulkan gejala klinis. Manifestasi awal tidak spesifik seperti
iritabilitas, kehilangan nafsu makan, demam ringan, dan kemudian tanda
dermatologis seperti petechiae, ekimosis, hiperkeratosis dan “cork screw hairs”.
Kapiler menjadi rapuh dan ada kecenderungan perdarahan. Baru-baru ini,
berkurangnya agregasi trombosit dan disfungsi trombosit yang disebabkan oleh
penyakit skorbut didalilkan untuk berkontribusi pada diatesis hemoragik.
Gambar 2.4 Gambaran klinis menunjukkan radang gingiva marginal pada penyakit
skorbut5
Gambar 2.5 Gambaran klinis “pithed frog” pada bayi dengan penyakit skorbut5
Anemia adalah ciri lain dari penyakit skorbut. Anemia defisiensi besi sering
terjadi dan mungkin sekunder akibat kombinasi perdarahan, dan penurunan
absorpsi. Manifestasi hemoragik dari penyakit kudis termasuk petekie, purpura
dan ekimosis pada titik-titik tekanan, epistaksis, dan perdarahan perifollicular.5
Proptosis akibat perdarahan orbital juga bisa menjadi salah satu gejala
penyakit kudis. Tanda-tanda klinis langka lain dari penyakit kudis termasuk
degenerasi otot rangka, sindrom nyeri regional kompleks (CRPS), hipertrofi
jantung, hipertensi paru, fungsi adrenal dan sumsum tulang yang berkurang,
perubahan psikologis, penyembuhan luka pasca operasi yang buruk, edema, dan
alopecia. Penyakit kudis yang tidak diobati dapat menyebabkan terganggunya
proses metabolisme dalam tubuh dan dapat berakibat fatal, dengan kematian yang
dilaporkan akibat infeksi, pendarahan otak, atau hemoperikardium.5
d) Gambaran radiologis
Perubahan radiografi yang khas terjadi di ujung distal dari tulang panjang
dan sangat umum terjadi pada lutut dan pergelangan kaki. Temuan radiografi yang
paling umum meskipun tidak spesifik adalah osteopenia. Matriks osteoid yang
kurang dan hilangnya trabekula memproyeksikan penampakan rontgenografi
“ground glass”. Tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur (termasuk Salter-Harris
I-fraktur femur distal), dan sering sembuh dengan pembentukan kalus yang
melimpah.5
28
Korteks tulang tipis dan sangat kontras jika dibandingkan dengan daerah
meduler yang memberikan tampilan garis tepi pensil pada diafisis dan epifisis.
Garis putih yang tidak beraturan tetapi menebal muncul di metafisis (Garis putih
Fraenkel/Fraenkle white line), mewakili zona tulang rawan yang terkalsifikasi
dengan baik. Gambaran radiologis khusus yang lebih pasti tetapi terlambat dari
penyakit kudis adalah zona di bawah Frankelline di metafisis (terbentuk trabekula
sekunder yang buruk) yang dikenal sebagai "zona Trummerfeld". Temuan lain
yang terkait dengan patah tulang penyembuhan di zona Trummerfeld adalah
"beak", juga dikenal sebagai “Pelkan spurs” yang ditemukan di perifer zona
kalsifikasi metafisis. Mereka berhubungan dengan elevasi periosteal dan dapat
dihasilkan oleh pertumbuhan lateral dari zona kalsifikasi. Bayangan melingkar
dan buram di pusat pertumbuhan sering kali dikelilingi oleh garis putih di sekitar
epifisis, yang dikenal sebagai “Wimberger ring sign”. Perdarahan subperiosteal
paraepiphyseal divisualisasikan hanya selama fase penyembuhan penyakit
skorbut. Kolagen yang kurang, tulang yang secara struktural lemah dengan
kapasitas yang berkurang untuk menahan tekanan dari beban dapat menyebabkan
fisiolisis dan pemisahan epifisis.5
e) Diagnosis
Tanda mnemonic untuk penyakit skorbut adalah 4 "H" yaitu hemoragik,
hiperkeratosis, kelainan hematologi, dan hipokondriasis. Dengan presentasi yang
mirip dengan osteomielitis atau abses, aspirasi cairan hemoragik sering dilakukan
jika terjadi kesalahan diagnosis. Perbedaan umum lainnya adalah pertumbuhan
tumor. Riwayat klinis yang menyeluruh dan pemeriksaan yang diikuti dengan
radiografi dapat membantu diagnosis penyakit skorbut. Penyakit skorbut memiliki
spektrum gambaran klinis dan adanya gejala yang terisolasi dapat menyebabkan
kebingungan jika tidak teliti. Kasus dicatat ketika anak dinyatakan sehat
sedangkan terdapat manifestasi penyakit pada mulut. Dengan demikian penyakit
ini dapat dengan mudah salah didiagnosis / terlewatkan.
Kadar vitamin C plasma yang rendah (konsentrasi askorbat plasma <0,2
mg/dl) spesifik pada penyakit skorbut. Namun, kadarnya mungkin normal jika
baru-baru ini ada suplementasi vitamin C dalam bentuk apapun, sehingga
penentuan kadar vitamin C plasma tetap merupakan uji laboratorium yang tidak
sensitif untuk defisiensi vitamin C. Mengukur kadar vitamin C di lapisan buffy
30
dari leukosit adalah perkiraan yang lebih baik untuk cadangan vitamin tubuh.
Namun, metode ini secara teknis tidak tersedia secara bebas. Konsentrasi leukosit
yang kurang dari atau sama dengan 10 mg/108 leukosit dianggap kurang dan
mengindikasikan penyakit skorbut laten. Indikator lain deteksi cadangan vitamin
C tubuh adalah pemeriksaan ekskresi urin setelah infus asam askorbat parenteral.
Setelah 100 mg dosis vitamin C intravena, 80% harus diekskresikan dalam 5 jam
jika cadangan tubuh tidak mencukupi.
Dalam praktiknya, diagnosis penyakit skorbut didasarkan pada kombinasi
temuan klinis dan radiografi. Penyakit skorbut dapat menjadi diagnosis banding
bila riwayat diet menunjukkan asupan vitamin C yang tidak mencukupi selama
setidaknya 1-3 bulan dan ada tanda dan gejala klinis terkait. Dalam kasus
kecurigaan, uji terapeutik dimana resolusi manifestasi penyakit terjadi setelah
suplementasi vitamin C tetap menjadi bukti terbaik. Trombositopati didapat yang
idiopatik juga harus diselidiki untuk kemungkinan penyakit skorbut. Kekurangan
vitamin C dapat terjadi bersamaan dengan kekurangan nutrisi lain seperti tiamin
(vitamin B1), piridoksin (vitamin B6), cobalamin (vitamin B12), dan vitamin D
dan ini harus diperiksa saat menyelidiki penyakit skorbut.
Gambaran radiologi dengan foto polos seperti yang dijelaskan di atas.
Ultrasonografi dapat menunjukkan iregularitas tulang, bulky subcutaneous plane,
massa intrameduler atau periosteal, hemoragik subperiosteal. MRI biasanya
dilakukan karena curiga keganasan, terutama leukemia. Temuan MRI pada
penyakit skorbut akan mencerminkan patofisiologi yang mendasari, dengan area
perdarahan yang terlihat di dalam tulang di lokasi fraktur dan di periosteum serta
perubahan sumsum tulang belakang yang biasanya terlihat pada keganasan
hematologis seperti leukemia tidak akan ada. Selanjutnya akan ada kelainan sinyal
simetris multifokal yang melibatkan metafisis dengan peningkatan sumsum
terkait.
f) Tatalaksana
Pemberian langsung vitamin C adalah tatalaksana standar, dengan 300 mg
setiap hari untuk anak-anak dan 500 mg hingga 1000 mg setiap hari untuk orang
dewasa. Lama terapi adalah satu bulan atau setelah resolusi gejala sisa klinis.
31
Selain suplementasi segera, ajarkan pasien tentang modifikasi gaya hidup untuk
memastikan asupan yang memadai. Jika tidak ada defisiensi, kebutuhan harian
hingga 45 mg per hari untuk anak-anak.2
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Vitamin C adalah nutrien yang larut dalam air merupakan senyawa organik
yang harus ada pada diet dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan integritas
dan metabolisme tubuh yang normal. Bentuk utama Vitamin C yaitu asam
askorbat dan dehydroascorbic (bentuk teroksidasi asam askorbat). Sumber vitamin
C terbagi atas 2 yaitu alami (beberapa sayuran dan buah) dan buatan (sediaan oral,
injeksi, topikal). ASI lebih kaya vitamin C dibandingkan susu sapi. Vitamin C
berperan penting sebagai kofaktor, pelengkap enzim, ko-substrat, zat pereduksi
dan antioksidan dalam beberapa reaksi biokimia.
Tunjangan harian vitamin C yang direkomendasikan (RDA) adalah 15-45
mg untuk usia 1-13 tahun dan 65-75 mg untuk usia 14-18 tahun. Kebutuhan
vitamin C dapat meningkat 300%-500% pada penyakit infeksi, penyakit
neoplasma, pasca bedah atau trauma, hipertiroid, kehamilan dan laktasi maupun
sebagai antioksidan. Penyakit skorbut (Scurvy disease) adalah sindrom klinis yang
diakibatkan oleh kekurangan vitamin C. Overdosis vitamin C (>1000 mg/hari)
dapat menimbulkan efek toksik yang serius, yaitu batu ginjal, hiperoksaluria, diare
yang berlangsung terus menerus (severe diarrhea), iritas mukosa saluran cerna.
33
DAFTAR PUSTAKA