Anda di halaman 1dari 15

LTK

“Analisis problem solving pada kasus “Perbuatan Perawat yang


Melakukan Kesalahan dalam Tindakan Medis” dalam perilaku dan
etik dalam profesi keperawatan”

Oleh : Kelompok II
Agus Sutrisno 226170100111010
Amilia Candrasari 226170100111011
Hardiyanti 226170101111012
Yessy Endyka 226170101111014

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
Kata Pengantar

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan “Analisis problem solving pada kasus “Perbuatan Perawat yang
Melakukan Kesalahan dalam Tindakan Medis” dalam perilaku dan etik dalam
profesi keperawatan” tepat waktu. Makalah ini disusun dengan lancar atas bantuan
dari literature berbagai pihak.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan masukan dari pembaca untuk perbaikan makalah ini
kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Malang, 07 September 2022

Penulis
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia sehingga
kaitan ini masuk dalam Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi,
dihormati, dan dijamin pemenuhannya. Hal ini sesuai yang dicantumkan
didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H yang menjelaskan bahwa
setiap orang memiliki hak hidup sejahtera baik secara lahir batin, memiliki
hak untuk bertempat tinggal, serta memiliki hak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Salah satu sarana mendapatkan pelayanan kesehatan
adalah Rumah Sakit. Melihat ketentuan yang telah disebutkan maka Negara
bertanggung jawab untuk menjamin dan memberikan perlindungan agar
tidak sampai terjadinya Malpraktek medis (Affandi, 2019).
Rumah sakit dituntut untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanannya
seiring perkembangan teknologi yang pesat, tuntutan masyarakat atas
pelayanan yang semakin meningkat, dan persaingan yang semakin ketat.
Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan
kesehatan ditentukan oleh kinerja tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan dan pelayanan keperawatan. Profesi perawat di Indonesia memiliki
proporsi yang relative besar yaitu 40% dari jumlah tenaga kesehatan yang
ada di Indonesia, sehingga baik buruk kinerja perawat menjadi salah satu
indikator utama dalam mencapai mutu asuhan keperawatan di berbagai
instansi terutama rumah sakit (Rohayati, 2022).
Perawat merupakan tenaga medis yang berhadapan langsung dengan
pasien, sehingga dalam pelaksanaannya memberikan pelayanan berupa
asuhan keperawatan dan praktik keperawatan diperlukan kode etik dalam
keperawatan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahpahaman dan konflik antara pasien dan perawat. Selain itu tanggung
jawab etik dalam profesi keperawatan juga harus dijunjung tinggi untuk
meningkatkan kinerja keperawatan yang professional. Asas etik ini penting
dikarenakan sebagai dasar dalam membangun hubungan yang baik dengan
seluruh pihak yang memberikan pelayanan (Nasir, 2019).
Beberapa tindakan medis tertentu merupakan tindakan kolaborasi antara
dokter dengan perawat. Hal ini jelas bahwa tindakan medis hanya legal
dilakukan oleh dokter bukan perawat. Apabila dokter tidak dapat melakukan
medis tersebut, dokter bisa meminta bantuan perawat dengan syarat dokter
wajib memberikan pelimpahan kepada perawat secara tertulis. Namun,
kenyataan yang terjadi di berbagai instansi masih terdapat berbagai
penyelewengan tugas antar profesi. Adapun kelalaian yang sering dilakukan
oleh perawat adalah salah memberikan obat atau dosis, salah menangani
pasien dan yang lebih parah adalah salah transfusi darah yang
mengakibatkan keadaan yang fatal (Napitupulu, 2022).
Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh dokter kepada perawat untuk
memantau setiap perkembangan dari pasien terkadang menjadi
permasalahan, apabila dokter belum memberikan instruksi apapun maka saat
itulah perawat melakukan tindakan medis yang bukan kewenangannya.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat tersebut tanpa adanya pendelegasian
dari pihak dokter. Atas tindakan yang dilakukan perawat dan ternyata
mengakibatkan hilangnya nyawa dari pasien, maka tindakan tersebut dapat
dikategerorikan sebagai malpraktek/kelalaian medis (Purnama, 2021).
Dari uraian diatas menunjukkan belum optimalnya penerapan etika dalam
pelayanan keperawatan. Selain itu, data tersebut memperlihatkan terjadi
kesenjangan antara harapan yang diinginkan dengan kenyataan yang pasien
dapatkan. Pelayanan keperawatan sesuai kode etik yang menjadi harapan
masyarakat. Harapan ini tidak terpenuhi maka masyarakat akan menempuh
jalur hukum untuk melawan pemberi pelayanan dan dilema etik akan
menjadi masalah besar dan berdampak pada citra rumah sakit.

B. Tujuan
1. Mengidentifikasi problem solving dalam tindakan pelanggaran etik
keperawatan.
2. Mengetahui macam-macam perilaku etik dalam keperawatan dan
tanggung jawab etik dalam profesi keperawatan.
3. Mampu menganalisa masalah dalam etik keperawatan berdasarkan
penalaran bersama sesuai dengan evidence-based.

C. Manfaat
1. Menambah wawasan teori dalam ilmu etik keperawatan mengenai nilai-
nilai praktik professional dalam lingkup keperawatan.
2. Sebagai referensi acuan belajar tentang keterkaitan perilaku etik dalam
keperawatan dengan tanggung jawab etik dalam profesi keperawatan.
3. Meningkatkan kuliatas pelayanan dunia keperawatan berlandaskan
perilaku etik dan evidence-based.
Bab II
ISI

Setiap individu dalam kesehariannya selalu dihadapkan pada


ketidaksesuaian antara keinginan dan harapan, maka masalah adalah kesenjangan
antara kenyataan dan keinginan, merupakan tantangan intelektual untuk
menemukan informasi yang belum diketahui, tidak memiliki prosedur untuk
penyelesaian (Alghadari and Kusuma, 2018).

Pada prosesnya seseorang akan beradaptasi terhadap masalah yang


dihadapi, adaptasi yang normal dicirikan respon yang diterima oleh nilai-nilai
yang berlaku dimasyarakat. reaksi orang yang gagal beradaptasi dengan masalah
disebut dengan respon maladaptif yang dicikan perilaku menyimpang dari nilai-
nilai norma pada masyarakat, penyimpangan ini bisa nilai kurang dari nilai-nilai
norma atau perilaku berlebihan dari nilai-nilai norma pada masyarakat (Santri,
2021).

Masalah perilaku etik dalam keperawatan dapat saja terjadi pada


profesional keperawatan dalam pemberian pelayanan keperawatan saat perawat
tidak tertindak sesuai dengan kebijakan diatur dalam kode etik keperawatan
(Risnawati and Amir, 2022).

Bentuk tanggung jawab masalah etik dalam pelayanan keperawatan yang


di lakukan oleh perawat akan diambil tindakan oleh organisasi profesi dan hukum
sesuai dengan jenis kode etik yang dilanggar, bentuk tindakan yang diambil juga
mempertimbangan dampak yang timbulkan oleh penerima pelayanan, lingkungan
dan masyarakat apakah akibat ketidaktahuan, ketidakmampuan atau kelalaian
(Putra, 2022).

Situasi diatas yang sering berulang sehingga memunculkan teori untuk


menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan keperawatan. teori tersebut dikenal
dengan Theory of problem solving atau terori pemecahan masalah. Penyelesaian
masalah dapat digambarkan sebagai keadaan yang dicirikan sebagai penghilangan,
hilangnya atau memudarnya kesulitan, konflik, keresahan, perasaan
ketidakpastian, atau kekhawatiran (Dostál, 2015).

Dua cara untuk mencapai resolusi tersebut :


a. Cara Internal : Kesediaan individu untuk mengahadapi situasi sehingga dia
dapat berkembang dan beradaptasi. cara pertama menciptakan situasi yang
menyenangkan, memberi semangat, mendorong minat, dan memenuhi
kebutuhan yang dihasilkan dari ketidaktahuan.
b. Cara Eksternal : memanfaatkan orang lain dan lingkungan untuk
melakukan tindakan atas masalahnya. cara kedua menerapkan rangsangan
dari luar yang menimbulkan motifasi batin sebagai sumber untuk
memenuhi kebutuhan individu.
Cara penyelesaian masalah pada masalah perilaku etik dapat dilakukan dengan
menghilangkan hambatan komunikasi mengenai delima dan etika, menyatakan
ide, dan mengubah ide-ide menjadi kenyataan, memotivasi tindakan yang kratif
serta melakukan tindak lanjut dan umpan balik atas kontribusi kreatifitas tersebut
(Esguerra et al., 2022).
BAB 3
Pembahasan

A. Kronologi Kasus
Dugaan malapraktik yang menyebabkan kematian seorang anak di RSU
Cut Nyak Dien Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Oktober 2018, tahun lalu
masih menyimpan duka di hari orang tua. Kronologi kejadian berdasarkan
artikel yang di tulis oleh Amir Nabbilah dan Dian Purnama tahun 2021
kejadian salah suntik ini bermula pada hari Jumat tanggal 19 Oktober 2018
dimana pada hari itu seorang anak bernama Alfa Reza dibawa ke rumah sakit
umum daerah tersebut karena adanya luka akibat tertusuk kayu yang
menimbulkan luka di paha kirinya hingga ke bagian bokong. Satu jam
kemudian, dokter yang bertugas saat itu memutuskan untuk melakukan
operasi dan setelah operasi pasien tersebut dipindahkan ke ruang perawatan
yang khusus untuk anak (Amir, N., Purnama, 2021).
Dokter kemudian memberikan perintah kepada Desri, Erwanty serta
perawat lainnya yang bertugas saat itu untuk memberikan obat kepada pasien
sehingga pada malam harinya Desri membuka catatan rekam medis milik
pasien tersebut untuk melihat obat apa yang harus diberikan kepada Reza.
Ketika dia melihat ketersediaan obat ternyata ditemukan hanya tersisa satu
obat saja dari beberapa obat yang akan disuntikkan sehingga dia mengifokan
kepada Erwanty terkait hal tersebut. Kemudian Erwanty memerintahkan
kepada Desri untuk meresepkan obat yang saat itu tidak tersedia kedalam
Kartu Obat Pasien (KOP) agar dapat digunakan pengambilan obat di depo
obat. Selanjutnya Desri meminta kepada orang tua Reza untuk melakukan
pengambilan obat di depo akhirnya obat diserahkan setelah melihat data dari
pasien tersebut (Amir, N., Purnama, 2021).
Petugas dengan melihat dari data pasien tersebut mengira bahwa pasien
masih berada dalam ruang operasi sehingga memberikan obat yang berbeda
dari Resep obat. Setelah obat diterima oleh kedua perawat maka mereka
menyuntikan kepada Reza. Reza kemudian mendapatkan suntikan beberapa
obat beberapa menit. Lalu esoknya sekitar pukul 00.05 WIB, Desri memanggil
Erwanty untuk mengabarkan kondisi Reza yang mengalami penurunan.
Erwanty mengecek keadaannya dan mendapati bahwa nadi serta pernapasan
melemah sehingga pada akhirnya Reza meninggal dunia. Seorang perawat
memberita tikan obat ke badan Reza sehingga atas tindakannya ini
menyebabkan Reza meninggal dunia (Amir, N., Purnama, 2021).

B. Pembahasan Kasus
Berdasarkan hasil Putusan Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh Nomor
75/Pid.Sus/2019/PN Mbo Terdakwa Erwanty, Amd. Keb. Binti M Yatim
dan Terdakwa Desri Amelia Zulkifli, Amd. Kep. Binti Zulkifli tersebut diatas
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Yaitu
melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian bagi penerima
pelayanan kesehatan. (PN) Meulaboh menjatuhkan pidana terhadap Erwanty
dan Desri pidana penjara masing-masing selama 2 (dua) Tahun penjara
(Mahkamah Agung, 2020).
Kelalian yang dilakukan oleh kedua perawat tersebut yaitu tidak
memeriksa kembali obat yang akan diberikan kepada pasien apakah sudah
sesuai dengan yang diresepkan atau tidak sehingga ini menyebabkan kematian
bagi pasien. Berdasarkan pemaparan bukti yang tertuang dalam Putusan (PN)
Meulaboh Nomor 75/Pid.Sus/2019/PN perawat destri mengakui jika beliau
salah dalam melihat nama obat yang seharusnya atracurium menjadi
transamin. Obat yang seharusnya diberikan kepada pasien Reza adalah
transamin bukan atracurium. Sebelum menuliskan resep tersebut perawat
destri telah berkonsultasi dengan perawat Ernawaty apakah obat tersebut
sudah benar. Tanpa melihat dengan benar perawat Ernawaty membenarkan
pernyataan tersebut. Kemudian Erwanty memerintahkan kepada Desri untuk
meresepkan obat yang saat itu tidak tersedia kedalam Kartu Obat Pasien
(KOP) agar dapat digunakan pengambilan obat di depo obat. Selanjutnya
Desri meminta kepada orang tua Reza untuk memgambil obat di depo.
Pemberian obat adalah salah satu prosedur rutin yang paling sering
dilakukan oleh perawat. Ketelitian sangatlah penting dalam memberikan obat
untuk mendapatkan efek pengaruh obat yang maksimal. Selain itu, untuk
mencegah terjadinya kesalahan akibat pemberian obat, maka seorang
perawat harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang telah
ditetapkan di rumah sakit tempat berkerja (Feriani, 2020). Dalam menjalankan
perannya, perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan
memperhatikan 7 hal benar dalam pemberian obat, yaitu benar pasien, obat,
dosis, rute pemberian, waktu, dokumentasi dan benar dalam informasi
(Lestari, 2016).
Perawat Ernawaty dan Desri tidak menerapkan prosedur 7 benar saat
memberikan obat kepada Reza. Perawat Desri melakukan kesalahan saat
melihat nama obat. Obat yang seharusnya diberikan kepada pasien Reza
adalah transamin bukan atracurium. Perawat Ernawaty sebagai sorang yang
dinggap lebih senir saat di mintai petunjuk juga tidak melakukan pengecekan
ulang terkait obat yang akan diberikan kepada anak Reza. Prinsip benar obat
tidak diterapkan dengan tepat oleh perawat Desri sehingga terjadi efek yang
merugikan pada Reza.
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama
generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya
atau kandungan obat. Untuk menghindar kesalahan, sebelum memberi obat
kepada pasien, label obat harus dibaca tiga kali yaitu pada saat melihat botol
atau kemasan obat, sebelum menuang/mengisap obat dan setelah
menuang/mengisap obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh
dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi. Perawat harus ingat
bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan
ejaannya mirip. Implikasi keperawatan dalam pripsip benar obat yaitu
pertama, periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah. Jika perintah
tidak lengkap atau tidak sah, beritahu perawat atau dokter yang bertangung
jawab. Kedua, ketahui alasan mengapa pasien mendapat terapi tersebut dan
terakhir lihat label minimal 3 kali. (Lestari, 2016)
Kelalalian yang dilakukan oleh perawat Erwanty dan Desri berupa
melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga
penderitaan pasien bertambah parah bahkan meninggal dan salah memberikan
obat sehingga berakibat fatal bagi pasien. Tindakan yang dilakukan oleh
perawat Erwanty dan Desri termasuk tindakan kelalaian termasuk dalam
kategori kelalaian berat (pelanggaran berat) karena dapat menghilangkan
nyawa manusia (Komite Keperawatan, 2017). Perawat yang melakukan
pelanggaran berat mendapatkan sanksi berupa, harus melakukan permintaan
maaf kepada pihak yang telah dirugikan, membuat surat bermeterai yang
menyatakan bahwa tidak akan mengulangi kesalahannya, dapat dilaporkan
pada pihak berwajib, serta diberhentikan dari dinas secara tidak terhormat
(Lintang, 2021).
Prinsip etik yang dilanggar oleh kedua perawat tersebut adalah prinsip non
malficience (tidak merugikan pasien). Pengertian non maleficence berakar
pada niat moral agen untuk tidak menyakiti atau memaksakan risiko bahaya
atau untuk mencegah cedera pada orang lain. Konsep bahaya itu luas dan
sangat ditentang dalam literatur. Banyaknya definisi bahaya merangkum
pengertian tentang bahaya seperti mengganggu, mempermalukan,
menyinggung, dan atau menyebabkan ketidaknyamanan. Pandangan yang
lebih serius tentang bahaya termasuk mengganggu kebebasan seseorang,
privasi, reputasi, properti, dan sebagainya. Terlepas dari pertentangan ini,
secara umum diterima bahwa kerugian menyiratkan bahwa seseorang telah
dilukai, dilanggar, atau diperlakukan secara tidak benar oleh orang lain
(Moltoba, 2019).
Terkait pelanggaran kode etik keperawatan maka pihak yang
bertanggungjawab dalam me nangani masalah etik adalah Direktur Rumah
Sakit, Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan, Kepala Ruangan, Ketua
Komite Keperawatan melalui Sub Komite Etik Komite Keperawatan (Amir,
N., Purnama, 2021). Mekanisme penyelesaian masalah dalam etik meliputi
Membuat kronologis kejadian, menilai bobot masalah (pelanggaran ringan,
sedang, atau berat dan melakukan penyelesaian masalah secara berjenjang.
Penyelesaian masalah Secara berjenjang dapat dilakukan dimulai dari kepala
ruangan, kepala bidang pelayanan keperawatan, direktur rumah sakit dengan
melibatkan sub komite etik komite keperawatan dan organisasi profesi (PPNI)
(Amir, N., Purnama, 2021)
Berdasarkan hasil penyelidikan yang tertera pada putusan PN Meulaboh
perawat Desri dinyatakan belum memiliki STR saat melakukan dinas malam
dan saat melakukan injeksi kepada pasien (Mahkamah Agung, 2020).
Berdasarkan peraturan yang berlaku seharusnya perawat yang belum memiliki
STR tidak diperbolehkan melakukan injeksi kepada pasien. Pelanggaran yang
dilakukan oleh perawat destri yaitu tidak memiliki STR termasuk dalam jenis
pelanggaran admninistrasi. Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Konsil
Keperawatan adalah dalam bentuk administratif. Seperti seorang perawat
melakukan praktik tanpa memili STR maka dikenakan sanksi administrative
(UU RI no 38, 2014). Berdasarkan Undang-Undang Praktik Keperawatan di
atas, setiap perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang di keluarkan
oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten atau kota tempat
dilakukannya praktik keperawatan yang bersangkutan (Primadita, 2020).
Berdasarkan Undang-undang khusus atau lex spesialis tentang Undang-
undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan seharusnya harusnya
majelis hakim mengambil keputusan harus mempertimbangkan kemampuan
profesional. Pasalnya Desri tidak memiliki Surat Tanda Regestrasi (STR),
sehingga Desri dinilai tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tugas
yang diberikan kepadanya walaupun melakukan tindak pidana. Perkara ini
termasuk dalam jenis perkara lex spesialis, seharusnya majelis hakim
mempertimbangkan kemampuan professional dari Perawat Desri. Perawat
Desril Amelia tidak memiliki STR, maka tidak memiliki kemampuan,
walaupun melakukan tindak pidana tapi pertanggung jawaban secara personil
tidak bisa dipertanggung jawabkan. Seharusnya, dalam perkara tersebut pihak
manajemen rumah sakit memiliki tanggung jawab secara bersama-sama atas
kasus tersebut, pasalnya yang memberikan tanggung jawab tugas tersebut
adalah pihak manajemen. Menurutnya tanggung jawab atas tindak pidana
tersebut jika diurut secara berjenjang mulai dari kepala ruangan, kepala bidan
hingga direktur rumah sakit. Pasalnya penempatan tenaga perawat yang tidak
memiliki STR. Adalah tidakan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku
(Amir, N., Purnama, 2021).
BAB 4
Penutup

Dari Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perawat dan dokter


dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit harus saling berkolaborasi.
Selain dari ketentuan yang berlaku mengenai wewenang pelaksanaan Tindakan
medis adalah dokter bukan perawat. Namun jika dokter memberikan pelimpahan
kepada perawat baru hal tersebut bisa dilaksanakan.Mengingat, agar tidak terjadi
kesalahan dalam pemberian tindakan medis. Banyak kasus yang terjadi di rumah
sakit akibat kelalaian dalam pemberian Tindakan medis. Perawat seharusnya
dalam menjalankan tugasnya secara professional dan penuh kehati-hatian.
Kelalaian yang terjadi dalam kasus diatas akibat perawat tidak melakukan
Tindakan sesuai SOP yang berlaku dan akhirnya merugikan pasien. Selain itu
menimbulkan pelanggaran etik yang sesuai dengan apa yang diperbuat. Di dalam
peraturan perundang undangan praktik keperawatan perawat yang bertatap muka
langsung dengan pasien dan melakukan Tindakan baik itu medis ataupun asuhan
keperawatan wajib memiliki STR. Apabila hal tersebut dilanggar maka perawat
akan mendapatkan sanksi administrative dan apabila juga melakukan kelalaian
saat memberikan tindakan medis sampai pasien meninggal maka perawat akan
mendapatkan sanksi pidana dan perdata.
Daftar Pustaka

Affandi, H. (2019). Implementasi Hak atas Kesehatan Menurut Undang-Undang


Dasar 1945: antara Pengaturan dan Realisasi Tanggung Jawab Negara.
Jurnal Hukum

Alghadari, F., Kusuma, A.P., 2018. Pendekatan Analogi untuk Memahami


Konsep dan Definisi dari Pemecahan Masalah 10.

Amir, N., Purnama, D. (2021) ‘Perbuatan Perawat yang Melakukan Kesalahan


dalam Tindakan Medis’, Kertha Wicaksana, 15(2), pp. 26–36. doi:
10.22225/kw.14.2.1863.77-86.

Dostál, J., 2015. Theory of Problem Solving 8.

Esguerra, G.A., Jáuregui, K., Espinosa, J.C., 2022. Ethical Leadership And
Organizational Support For Creativity At Work. Creativity Studies 15,
526–541. https://doi.org/10.3846/cs.2022.14089

Feriani, P. (2020) ‘Ketepatan Pemberian Obat Oleh Perawat Dipengaruhi


Lingkungan Kerja Di Ruang Rawat Inap Rsud Kanujoso Balikpapan’,
JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi), 4(1), pp. 34–40.
doi:10.46749/jiko.v4i1.38.

Komite Keperawatan (2017) ‘Buku Standar Kode Etik Keperawatan Tahun 2017
2020’, Buku Standar Kode Etik Keperawatan, (0751), pp. 1–23. Available
at: https://ppnijateng.org/2014/10/kode-etik-keperawatan/.

Lestari, S. (2016) Farmakologi Dalam Keperawatan. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Lintang, K. (2021) ‘Tanggung jawab hukum perawat praktik mandiri terhadap


kerugian pasien’, Jurnal Suara Hukum, 3(2), pp. 300–326. Available at:
https://journal.unesa.ac.id/index.php/suarahukum/article/view/13120.

Mahkamah Agung (2020) Putusan (PN) Meulaboh Nomor 75/Pid.Sus/2019/PN


Mbo. indonesia.

Moltoba, P. (2019) ‘Non-maleficence – a disremembered moral obligation’, South


African Dental Journal, 74(1), pp. 40–42.

Nitupulu, (2022). Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Penerapan


Prinsip Etik Keperawatan Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan. Jurnal
Keperawatan Silampari

Putra, G.S., 2022. Implikasi Tanggungjawab Hukum Atas Tindakan Malpraktik


yang Dilakukan Oleh Tenaga Medis Di Indonesia. Muhammadiyah Law
Review, 4(2), pp.120-131.

Primadita, A. (2020) ‘Tanggung Jawab Hukum Perawat Terhadap Hak-Hak Klien


Dalam Upaya Pelayanan Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit’, Juristic,
1(1), pp. 67–80.

Risnawati, R., Amir, H., 2022. Analisis Penerapan Perilaku Penjabaran Kode Etik
Keperawatan pada Perawat di Rumah Sakit Pendidikan Makassar. Jurnal
Keperawatan Jiwa 10, 57. https://doi.org/10.26714/jkj.10.1.2022.57-68

Rohayati, (2022). Hubungan Penilaian Kode Etik Keperawatan dengan Kinerja


Perawat Klinik III di RSUD Majalengka tahun 2021. Jurnal Kesehatann

Anda mungkin juga menyukai