Anda di halaman 1dari 16

Makalah Ilmu Negara dan Konstitusi

HAKIKAT NEGARA DAN TEORI TERBENTUKNYA NEGARA

Kelompok II

Geunta Farabi Yuzka (2101 05001)

Nuriyanti (210105094)

Desi Desma Syahri (210105015)

Fariez Rizqullah (200105084

Dosen Pembimbing: Irwansyah, S.H, M.H

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH

2022 M / 1444 H

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga makalah dengan judul “Hakikat Negara Dan Teori Terbentuknya Negara”
ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya, sebagai salah satu pemenuhan salah satu
tugas mata kuliah Ilmu Negara dan Konstitusi.

Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
baaik dari segi penulisan, susunan kata, maupun isi materi. Dengan ini kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini, serta sebagai jembatan ilmu yang berujung pada intelektualitas. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.

Banda Aceh, September 2022

Penulis
Banda Aceh

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN. ........................................................................................... 3
A. Ragam Pemikiran Tentang Hakikat Negara dan Terbentuknya Negara ........ 3
B. Teori Pembenaran Hukum Suatu Negara ...................................................... 7
C. Teori Pertumbuhan dan Lenyapnya Negara.................................................. 9
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini
telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak
sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan
bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Realitas yang
berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam
setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara
mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi
seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting
dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil
dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah
menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia ke depan.
Hakikat negara Indonesia sebagai negara hukum yang termaktub di dalam Pasal
1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah
didasarkan pada konsep teori Kedaulatan Negara (Soeverignty) yang pada prinsipnya
menyatakan kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum. Maka seluruh alat
perlengkapan negara apa pun namanya, termasuk warga negara harus tunduk dan patuh
serta menjunjung tinggi hukum tanpa terkecuali.1 Pada dasarnya, hakikat negara
merupakan suatu penggambaran tentang sifat negara. Negara sebagai wadah dari suatu
bangsa yang diciptakan oleh negara itu sendiri, juga negara sebagai wadah bangsa untuk
mencapai cita-cita atau tujuan bangsanya.2 Hal tersebut di atas ada korelasi yang erat
antara hakikat ruang lingkup dan fungsi dari intelijen negara dengan hakikat dan tujuan
negara.

1
B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi Manusia,
Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,
2003, Cetakan Pertama), hlm. 12.
2
Soehino, Ilmu Negara, Cetakan Ketiga, (Yogyakarta: Liberty, 2000), hlm. 146.

1
Hukum kini tidak lagi menjadi panglima di negara ini. Hal ini dapat dilihat dari
fenomena sosial yang dinamakan korupsi yang sudah semakin merajalela dan dapat
mengoyahkan stabilitas keuangan negara. Bahayanya lagi kondisi ini tidak hanya
merugikan keuangan negara, tapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan
ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, maka korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan
yang bersifat luar biasa.
Secara hakikat Negara adalah kesatuan sosial yang dibentuk oleh interaksi
dimana manusia itu berada. Interaksi yang dianggap terjadi diantara individu-individu
yang berasal sari satu Negara telah dinyatakan sebagai suatu unsur sosiologis yang
terlepas dari hukum, yang membentuk kesatuan individu dari satu Negara, dan oleh
sebab itu membentuk Negara sebagai satu realitas sosial.3
Oleh karena penjelasan di atas dalam makalah ini akan membahas tentang
hakikat negara dan terbentuknya negara , sebagaimana rumusan masalah sebagai
berikut:
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ragam pemikiran tentang hakikat negara dan terbentuknya negara?
2. Bagaimana teori pembenaran hukum suatu negara (penghalalan hukum suatu
negara) ?
3. Bagaimana teori pertumbuhan dan lenyapnya negara ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui ragam pemikiran tentang hakikat negara dan terbentuknya
negara.
2. Untuk mengetahui teori pembenaran hukum suatu negara (penghalalan hukum
suatu negara).
3. Untuk mengetahui teori pertumbuhan dan lenyapnya negara.

3
Hans Kelsen, , General Theory of Law and Satate, New York: Rusesel and Russel, 1971.
Terjemahan Indobesia, Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, (Bandung: Nuansa,
2006), hlm. 264.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam Pemikiran Hakikat Negara dan Terbentuknya Negara
1. Hakikat Negara
Pengertian Negara yang diutarakan para ahli ketatanegaraan sangat aneka ragam,
dengan sudut pandang yang berbeda. Ahli politik sudah tentu mendefiniskan Negara
dari sudut pandang politik, ahli hukum juga menguraikan arti Negara dalam koteks
hukum, begitu juga ahli sosiologi, mendefinisikan Negara dalam kajian-kajian sosiologi.
Namun semua ahli sepakat, bahwa Negara itu harus ada, apa pun bentuknya, karena
adanya masyarakat maka adanya Negara pun diperlukan. Negara sebagai kesatuan
individu-idividu yang terorganisir dan mendiami sebuah wilayah serta berdaulat. Pada
dasarnya keberadaan Negara diperlukan mutlak dalam sebuah kesatuan individu-
individu untuk menjaga dan melindungi keberlangsungan hidup masyarakat. Menurut
Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and Satate, mengungkapkan,
bahwa istilah Negara kadang-kadang digunakan dalam pengertian yang sangat luas
untuk menyebut „masyarakat‟, atau bentuk khusus dari masyarakat. Tetapi istilah itupun
sangat sering digunakan dalam pengertian yang sangat sempit untuk menyebut suatu
organ khusus masyarkat – misalnya pemerintah, atau para subyek pemerintah, „bangsa‟,
atau wilayah yang mereka diami.
Sedangkan pengertian Negara berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia;
Negara adalah; pertama, organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat; dan kedua; kelompok sosial yang menduduki
wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik dan pemerintah
yang efektif, mempuyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan
nasionalnya. Aristoteles pemikir Yunani Kuno, mengartikan bahwa Negara adalah suatu
kekuasaan masyarakat (persekutuan dari pada keluarga, desa/kampung) yang bertujuan
untuk mencapai kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia.4
Ada berbagai macam istilah mengenai negara dalam literatur dengan pengertian
yang sangat berbeda. Namun, secara lambat laun berkembang suatu istilah yang secara
umum dapat diterima sebagai istilah yang tepat untuk menggambarkan pengertian sifat
hakikat negara. Sekarang, istilah yang dipergunakan sudah seragam yakni istilah state

4
Diponalo, G.S, 1975, Ilmu Negara, Jilid I, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm.23.

3
atau staats yang pengertiannya menunjuk pada sifat hakikat negara sebagai suatu
organisasi dari suatu paguyuban masyarakat atau sebagai organisasi dari suatu
kelompok anggota masyarakat.
Hakikat negara Perlu penjelasan-penjelasan filosofis untuk menerangkan apa
sesungguhnya hakikat negara. Plato menjelaskan bahwa negara sama halnya dengan
manusia, yang mempunyai perasaan, akal untuk berpikir, serta kehendak untuk berbuat.
Negara juga mempunyai tiga hal tersebut sesuai dengan kriteria masing-masing.
Perasaan negara dapat disamakan dengan golongan profesi seperti petani, nelayan,
pedagang dan lain lain. Golongan ini sesungguhnya yang dapat memenuhi kebutuhan
hajat hidup warganegara. Tanpa profesi-profesi tersebut, negara tidak dapat berjalan
dengan semestinya. Dengan demikian, kondisi tersebut sering disebut sebagai perasaan
negara.5
Akal yang dimiliki negara untuk berpikir dapat diidentikkan dengan pemerintah.
Pemerintah sebagai pemegang otoritas negara wajib memikirkan bagaimana
menjalankan dan mengembangkan suatu negara. Sebagai otak negara, pemerintah harus
dapat berpikir sesuai dengan tujuan negara. Kehendak untuk berbuat dapat
disimulasikan dengan keinginan negara. Keinginan negara akan kehidupan yang tertib
dan adil dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dimiliki negara,
sehingga tercipta ketertiban dan keadilan bagi masyarakat di dalamnya. Hakikat negara
yang seperti ini dalam pandangan Plato merupakan hakikat negara yang idealis. Berbeda
dengan Plato, Aristoteles yang merupakan murid Plato menyatakan bahwa hakikat
negara tidak lain adalah terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi masyarkat
negara tersebut. Pandangan Aristoteles yang demikian menunjukkan hakikat negara
yang realistis.6
Pembahasan mengenai hakikat negara juga tidak lepas dari teori-teori yang
berkembang dalam rangka menemukan hakikat negara. Oleh karena itu, ada baiknya
terlebih dahulu kita mengetahui teori hakikat negara, sebagai konstruksi berpikir untuk
memahami apa sesungguhnya hakikat negara. Berikut ini dijelaskan enam teori tentang
hakikat negara, yang meliputi teori sosiologis, teori organis, teori ikatan golongan, teori

5
Junaidi, Ilmu Negara: Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum, (Malang: Setara Press, 2016),
hlm. 18-19.
6
Ibid, hlm. 19-20.

4
hukum murni, teori dua sisi, dan teori modern).7
2. Ragam Pemikiran Terbentuknya Negara
Ada beberapa teori mengenai terjadinya atau asal mula terjadinya negara baik
menurut pemikir barat maupun dalam pandangan pemikir Islam, teori dalam pandangan
pemikir barat.
a. Teori Terbentuknya Negara Berdasarkan Pemikir Barat, antara lain:
1. Teori Ketuhanan (teori teokrasi).
Teori ini dimulai sejak abad permulaan abad pertengahan, pandangan hidup
sangat dipengaruhi oleh pandangan agama, apalagi setelah agama Kristen menjadai
agama resmi negara. Menurut pandangan teokrasi segala sesuatu yang ada di dunia
ini adanya atas kehendak Tuhan, juga negara itu pada hakekatnya adalah atas
kehendak Tuhan. Pemikir teori teokrasi antara lain: Agustinus Beliau yang hidup
tahun 354-430 dalam bukunya De Civita te Dei, tentang Negara Tuhan, bahwa
terciptanya suatu negara seperti yang dicitacitakan oleh agama yaitu kerajaan Tuhan,
maka negara hanyalah suatu organisasi yang mempunyai tugas memusnahkan
perintang agama dan musuh-musuh geraja. Negara sifatnya sebagai alat gereja untuk
membasmi musuh-musuh gereja. Ada dua bentuk negara yakni 1) Civitas Dei/
Negara Tuhan, negara yang dicita-citakan oleh agama, 2) Civitas Terrena/ Negara
Iblis, negara duniawi . Thomas Aquinas Hidup pada tahun 1225-1274, dalam
bukunya De Regimine Principum, tentang Pemerintahan Raja-raja, bahwa organisasi
negara yang dipimpin oleh raja-raja mempunyai kedudukan yang sama dengan
organisasi gereja yang dipimpin oleh Paus. Hanya saja masing-masing organisasi itu
mempunyai tugas yang berlainan, tugas kekuasaan negara adalah dalam lapanan
keduniaaan, sedangkan tugas kekuasaan geraja adalah lapangan kerohaniaan/
keagamaan.8
Hidup pada tahun 1270-1340. Dalam bukunya Defensor Pacis/ Sang Pembela,
menurut Marsilius terbentuknya negara itu tidaklah semata-mata karena kehendak
Tuhan, atau kodrat Tuhan, melainkan negara itu terjadi karena adanya perjanjian dari
orang-orang yang hidup bersama untuk menyelenggarakan perdamaian. Jadi ajaran
Marsilius tentang terjadinya negara telah terlihat dasar-dasar dari perjanjian

7
Atmadja , Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara, dan Kajian Kenegaraan, (Malang: Setara
Press, 2012), hlm. 41-45.
8
Sri Kusriyah, Ilmu Negara, (Semarang: UNISSULA Press, 2017), hlm. 45.

5
masyarakat. Dalam perjanjian itu rakyat menunjuk seseorang yang diserahi untuk
memelihara perdamaian, dan terhadap orang yang ditunjuk mereka saling
menundukan diri. Inilah yang disebut perjanjian penundukan diri atau Factum
Subyectiones. Dengan factum subyectiones orang-orang membentuk suatu
pemerintahan, tetapi orang-orang dapat mengadakan yang demikian itu karena
dorongan atau ilham dari Tuhan.
2. Teori Perjanjian
Dasar pemikiran teori ini bahwa manusia dalam keadaan alamiah (civitas
naturalis), yakni sebelum terjadinya negara, manusia mengadakan perjanjian untuk
mendirikan negara (civitas Civilis). Pemikir dalam teori perjanjian antara lain:
Grotius ( Hugo De Groot), Menurut Grotius bahwa semua penganut aliran hukum
alam mengatakan bahwa terjadinya negara karena diselenggarakannya perjanjian.
Hal ini disebabkan karena orang itu adalah makhluk sosial, karena itu selalu ada
hasrat untuk hidup bermasyarakat, dan yang penting adalah karena manusia memiliki
rasio, jadi bukan adanya dorongan dari Tuhan seperti pendapat Marsilius. Karena itu
Grotius telah memutuskan hubungan antara pemikiran tentang negara dan hukum
dengan pandangan teologis.
Thomas Hobbes, 1588-1679 Thomas Hobbes adalah penganut ajaran teori
kontrak atau teori perjanjian, Ia membedakan manusia dalam dua keadaan yakni : 1)
keadaan manusia sebelum adanya negara disebut status naturalis (alamiah) yakni
manusia hidup bebas tanpa terikat aturan hukum. Yang berlaku adalah hukum rimba
siapa yang fisiknya kuat itulah yang menang, manusia seperti binatang buas atau
serigala yang satu menerkam yang lainnya (homo homini lupus) dan karenanya akan
menimbulkan perang semua melawan semua (bellum omnium contra omnes), 2)
keadaan manusia setelah negara terbentuk.9
3. Teori kekuatan/ Golongan
Dasar pemikiran terori ini adalah golongan yang kuat akan menindas golongan
yang lemah. Karl Marx, mengajarkan bahwa negara adalah hasil pertarungan antara
kekuatan-kekuatan ekonomis, dan negara adalah alat pemeras bagi mereka yang
lebih kuat terhadap yang lemah. Jadi menurut Marx bahwa lahirnya negara untuk
pertama kali adalah bersamaan dengan munculnya hak milik pribadi. Adanya hak

9
Ibid, hlm .48.

6
milik pribadi maka masyarakat terpecah menjadi dua yakni kelas pemilik alat
produksi dan kelas bukan pemilik alat produksi.
4. Teori Garis Keturunan
Teori ini menerangkan bahwa negara dapat terbentuk dari perkembangan suatu
keuarga yang menjadi besar kemudian bersatu membentuk negara. Adakalanya garis
keturunan berdasarkan ayah/ patriarkhal, dan ada kalanya berdasarkan garis
ibu/matriarkhal. Teori ini juga disebut teori perkembangan suku, orang-orang yang
mempunyai hubungan darah berkembang menjadi suatu suku/ tribe.
b. Teori asal mula negara dalam pandangan pemikir Islam, antara lain:
1. Ibnu Abi Rabi‟, bahwa manusia tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhan
alaminya sendiri tanpa bantuan yang lain, sehingga saling memerlukan, hal itu
mendorong mereka saling membantu dan berkumpul serta menetap di satu tempat,
dari proses ini maka tumbuh kota-kota
2. Al-Farabi, manusia adalah mahluk sosial, yang mempunyai kecenderungan alami
untuk bermasyarakat, karena tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
bantuan pihak lain, sedangkan tujuan bermasyarakat adalah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3. Al Mawardi, antara rakyat dan imam atau kepala negara terdapat suatu kontrak
atau perjanjian secara suka rela yang melahirkan adanya hak dan kewajiban.
Imam selain berhak untuk ditaati dan menuntut loyalitas, ia juga mempunyai
kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rakyatnya. Teori kontrak ini
dikemukakan pada abad ke XI. Di Eropa baru pada abad ke XVI.
4. Imam Ghazali, bahwa manusia adalah mahluk social, yang tidak dapat hidup
sendirian, yang disebabkan oleh dua factor: pertama, kebutuhan keturunan untuk
kelangsungan hidup; kedua, saling membantu dalam penyediaan kebutuhan
pokok.10
B. Teori Pembenaran Hukum Suatu Negara (Penghalalan Hukum Suatu Negara)
Teori pembenaran hukum Negara atau teori penghalalan tindakan-tindakan
penguasa atau Rechtsvaardinging Theorieen membahas tentang dasar-dasar yang
dijadikan alas an-alasan sehingga tindakan penguasa Negara dapat dibenarkan. Secara
nyata Negara itu memiliki kekuasaan. Bagaimana legitimasinya kekuasaan itu. Utuk

10
Ibid, hlm. 50.

7
mengetahui hal legitimasi kekuasaan itu dapat dikemukan 4 macam teori:11
1. Pembenaran negara dari sudut ke tuhanan (theo cratische theorieen): Teori ini
beranggapan tindakan penguasa/Negara itu selalu benar, sebab didasarkan Negara itu
diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan Negara ada secara langsung da nada
tidak secara langsung. Ciri Tuhan menciptakan Negara secara langsung yaitu
penguasa itu berkuasa karena menerima wahyu dari Tuhan. Sedangkan ciri Tuhan
menciptakan Negara tidak langsung yaitupenguasa itu diberi kuasa karena Kodarat
Tuhan. Ini tergambar dari ungkapan dalam buku “De Civitate Dei” Negara Tuhan.
2. Pembenaran negara dari sudut kekuatan: Siapa yang berkemampuan memiliki
kekuatan maka mereka akan mendapat kekuasaan dan memegang tampuk
pemerintahan. Kekuatan itu meliputi kekuasaan jasmani (phssic), kekuatan jasmani
(psychis) atau kekuatan materi (kebendaan) maupun kekuatan politik.
3. Pembenaran negara dari sudut hukum: Dalam teori ini bahwa tindakan pemerintah
itu dibenarkan karena didasarkan kepada hukum. Teori merinci lagi tentang hokum-
hukum yaitu : Hukum Keluarga (Patriarchal), Hukum Kebendaan (Patrimonial) dan
Hukum Perjanjian. Penjelasan diantaranya adalah :
a. Teori Patriarchal : Zaman dahulu masyarakat sangat sederhana dan masih bersifat
keluarga. Maka dalam keluarga itu yang diangkat menjadi kepala keluarga adalah
orang yang kuat, berjasa dan bijaksana dalam sikap keluarganya, istilahnya
adalah Primus Interparis.
b. Teori Patrimonial: Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang artinya
adalah hak milik. Oleh karena raja mempunyai hak milik terhadap daerahnya.
Maka semua penduduk didaerahnya harus tunduk kepadanya.
c. Teori Perjanjian: Teori-teori perjanjian dikemukan oleh tiga tokoh yang
terkemuka tentang dasar hokum bagi kekuasaan Negara yaitu : Thomas Hobbes,
John Locke dan Jean Jacques Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan
kekuasaan raja pada waktu pemindahan manusia-manusia yang hidup dalam status
naturalis kepada status civilis melalui suatu perjanjian masyarakatnya.
4. Pembenaran Negara Dari Sudut Lain-Lain:
a. Theori Ethis/Teori Etika: Menurut teori ini maka Negara itu ada karena suatu
keharusan susila. Plato mengatakan manusia tidak akan ada bila manusia itu

11
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumu Askara), hlm. 30.

8
belum bernegara. Emanual Kant berpendapat tanpa adanya Negara manusia itu
tidak dapat tunduk pada hokum-hukum yang dikeluarkan. Sedangkan pendapat
WOLF keharusan membentuk Negara merupakan keharusan moral yang tinggi.
b. Teori Absolut Dari Hegel: Menurut Hegel maka manusia itu tujuannya untuk
kembali pada cita-cita yang absolut dan penjelmaan dari pada cita-cita yang
absolut dari manusia itu adalah Negara. Tindakan dari Negara itu dibenarkan
karena Negara yang dicita-citakan oleh manusia-manusia itu tadi.
c. Theori Psychologis: Teori ini mengatakan bahwa alas an pembenaran Negara itu
adalah berdasarkan pada unsur psychologis manusia. Misalnya dikarenakan rasa
takut, rasa kasih saying dan lain-lainnya, dengan demikian tindakan Negara itu
dibenarkan.12
C. Teori Pertumbuhan Dan Lenyapnya Negara
1. Pertumbuhan Negara
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang asal mula suatu negara, yaitu teori
teokrasi, teori hukum alam, teori perjanjian masyarakat, teori kekuatan atau kekuasaan,
teori positivisme, teori organis, teori garis kekeluargaan, dan teori modern). Selain
delapan teori tentang asal mula suatu negara yang telah disebutkan, ada dua teori lagi
yang menjelaskan tentang asal mula atau terjadinya suatu negara. Terjadinya suatu
negara dapat dilakukan secara primer dan secara sekunder.
a. Teori Hukum Alam: Teori hukum alam menekankan pada hukum alam sebagai asal
mula dari negara. Hukum alam ada yang sifatnya irrasional dan rasional. Hukum
Alam yang irrasional dapat ditemukan dengan menggunakan metode induktif
(logika induktif: khusus-umum). Contoh hukum alam yang irrasional seperti hukum
yang lahir dari Tuhan atau Firman Tuhan, hal-hal yang bersifat mistis, dan
sejenisnya. Adapun hukum alam yang rasional adalah hukum alam yang ditemukan
melalui metode deduktif (logika deduktif: umum-khusus), yang merupakan metode
yang didapat melalui observasi.
b. Teori Kekuatan: Teori kekuatan juga dapat disebut sebagai teori kekuasaan. Teori
kekuatan sendiri dapat dibagi menjadi dua: teori kekuatan fisik dan teori kekuatan
ekonomi. Teori kekuatan fisik menyatakan bahwa kekuasaan adalah bentukan
orang-orang yang paling kuat, berani, dan berkemauan teguh untuk memaksakan
kemauannya kepada pihak yang lemah.
12
Ibid, hlm. 35.

9
c. Teori Positivisme: Teori positivisme juga turut menjelaskan tentang asal mula
negara. Hans Kelsen, salah satu tokoh positivisme hukum, sering mengaitkan antara
teori hukum, negara, dan hukum internasional.
d. Teori Organis: Teori organis dalam kaitan dengan asal mula negara lebih
mensimulasikan negara seperti anatomi manusia. Negara dianggap sama dengan
makhluk hidup yang mempunyai struktur seperti kepala, badan, kaki, tangan, otak
dan lain-lain.
e. Teori Modern: Teori selanjutnya yang bisa menjelaskan tentang asal mula negara
yaitu teori modern. Kranenburg menjelaskan bahwa negara lahir karena adanya
komunitas manusia yang disebut sebagai bangsa. Negara akan lahir apabila terdapat
suatu bangsa. Oleh karena itu, bangsa menjadi fondasi bagi terciptanya negara.
Pendapat Kranenberg ini menyimpulkan bahwa tidak akan mungkin ada negara jika
tidak ada komunitas yang disebut bangsa.
f. Teori Terjadinya Negara secara Primer: Menurut teori ini, terjadinya negara secara
primer dapat digolongkan menjadi empat fase, yaitu fase genootshap
(genossenchaft), fase reich (rijk), fase staat, dan fase (democratische natie dan
dictatuur atau dictatum)
g. Teori Terjadinya Negara secara Sekunder : Teori terjadinya negara secara sekunder
fokus pada terjadinya negara pada claim atau pengakuan terhadap suatu negara
Adanya pengakuan tersebut menunjukkan bahwa suatu negara dianggap ada karena
dua hal. Pertama, sudah ada negara-negara lain yang kemudian mengakui terjadinya
negara yang lainnya. Kedua, adanya pengakuan dari manusia atau bangsa yang
belum memiliki atau menciptakan negara, dalam hal ini belum ada negara tercipta
di dunia .
2. Lenyapnya Negara
Tidak ada yang bisa menjamin bahwa sebuah negara akan terus hidup dan
berdiri kokoh di atas bumi. Suatu negara bisa saja lenyap atau hancur kapan pun. Bagian
ini kita akan mempelajari teori mengenai lenyapnya negara. Mac Iver mengemukakan
bahwa suatu negara dapat lenyap dengan dua cara, yaitu cara revolusi dan cara evolusi.
Cara revolusi terjadi manakala di negara tersebut terjadi hal yang cepat dan besar,
seperti peperangan dan pemberontakan, yang dapat mengakibatkan hancurnya sebuah
negara. Cara evolusi terjadi manakala proses hancurnya negara terjadi secara perlahan.

10
Misalnya melalui adanya konflik internal yang berlarut-larut dan berkepanjangan di
tubuh negara tersebut, sehingga menyebabkan sendi-sendi kenegaraan melemah dan
pada akhirnya runtuh.13 .
Diponolo menjelaskan lenyapnya negara dalam tiga teori, yaitu teori organis,
teori anarkis, dan teori marxis. Teori organis mengasumsikan negara layaknya
organisme hidup, yang akan lenyap manakala organisme tersebut sudah tidak berfungsi
lagi, atau organisme itu sendiri hancur. Teori organisme mengasumsikan negara seperti
makhluk hidup, yang bisa lahir, muda, tua, dan akhirnya mati. Teori anarkis
mendasarkan pada dampak dari anarkisme. Terjadinya anarkisme dapat membuat
negara hancur, yang berarti lenyapnya negara terjadi karena munculnya anarkisme
dalam tubuh negara. Teori Marx menjelaskan bahwa negara bisa hancur dan lenyap
karena adanya pertentangan kelas di dalam negara. Dalam konteks ini, negara bisa
hancur atau lenyap karena adanya kemenangan suatu kelas dalam masyarakat atas kelas
lainnya.14
Selain penjelasan dari teori-teori tersebut, negara bisa juga lenyap karena adanya
kolonialisme, kemiskinan, kudeta atau terjadi peperangan, pemisahan diri dari wilayah
yang merupakan bagian dari suatu negara. Kemudian juga negara dapat mati karena
adanya bencana alam, hilangnya penduduk, musnahnya pemerintahan, dan
semacamnya.15. Dari berbagai sebab ini, dapat disimpulkan bahwa negara bisa lenyap
karena dua alasan. Alasan pertama, negara bisa lenyap karena kondisi alam. Kondisi
alam yang tidak bersahabat dapat membuat negara hancur. Contoh dari hilangnya
negara karena kondisi alam yang tidak bersahabat adalah terjadinya gunung meletus
yang menghancurkan wilayah, banjir yang menghanyutkan wilayah, dan tsunami yang
menghancurkan manusia atau wilayah. Alasan kedua, karena kondisi sosial yang
menyebabkan lenyapnya negara. Contoh negara yang hilang karena faktor sosial
misalnya adanya kemiskinan yang menghilangkan penduduk, penjajahan, kudeta yang
mengganti negara, perjanjian, dan penggabungan atau pemisahan (atau perpecahan)
wilayah dalam suatu negara.16

13
Atmadja , Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara, dan Kajian Kenegaraan, (Malang: Setara
Press, 2012), hlm .75-76.
14
Ibid, hlm. 76-77.
15
Syafiie, , Ilmu Negara: Kajian Ilmiah dan Kajian Keagamaan, (Bandung: Penerbit Pustaka
Reka Cipta, 2013), hlm. 39-40.
16
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 47-48.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat negara Perlu penjelasan-penjelasan filosofis untuk menerangkan apa
sesungguhnya hakikat negara. Plato menjelaskan bahwa negara sama halnya dengan
manusia, yang mempunyai perasaan, akal untuk berpikir, serta kehendak untuk berbuat
Teori pembenaran hukum Negara atau teori penghalalan tindakan-tindakan penguasa
atau Rechtsvaardinging Theorieen membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alas
an-alasan sehingga tindakan penguasa Negara dapat dibenarkan. Secara nyata Negara
itu memiliki kekuasaan.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang asal mula suatu negara, yaitu teori
teokrasi, teori hukum alam, teori perjanjian masyarakat, teori kekuatan atau kekuasaan,
teori positivisme, teori organis, teori garis kekeluargaan, dan teori modern). Selain
delapan teori tentang asal mula suatu negara yang telah disebutkan, ada dua teori lagi
yang menjelaskan tentang asal mula atau terjadinya suatu negara. lenyapnya negara
dalam tiga teori, yaitu teori organis, teori anarkis, dan teori marxis. Teori organis
mengasumsikan negara layaknya organisme hidup, yang akan lenyap manakala
organisme tersebut sudah tidak berfungsi lagi, atau organisme itu sendiri hancur. Teori
organisme mengasumsikan negara seperti makhluk hidup, yang bisa lahir, muda, tua,
dan akhirnya mati. Teori anarkis mendasarkan pada dampak dari anarkisme. Terjadinya
anarkisme dapat membuat negara hancur, yang berarti lenyapnya negara terjadi karena
munculnya anarkisme dalam tubuh negara. Teori Marx menjelaskan bahwa negara bisa
hancur dan lenyap karena adanya pertentangan kelas di dalam negara. Dalam konteks
ini, negara bisa hancur atau lenyap karena adanya kemenangan suatu kelas dalam
masyarakat atas kelas lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi
Manusia, Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi di Indonesia,
(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2003, Cetakan Pertama).
Soehino, Ilmu Negara, Cetakan Ketiga, (Yogyakarta: Liberty, 2000).
Hans Kelsen, , General Theory of Law and Satate, New York: Rusesel and Russel, 1971.
Terjemahan Indobesia, Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara,
(Bandung: Nuansa, 2006).
Diponalo, G.S, 1975, Ilmu Negara, Jilid I, (Jakarta: Balai Pustaka).
Junaidi, Ilmu Negara: Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum, (Malang: Setara Press,
2016).
Atmadja , Ilmu Negara: Sejarah, Konsep Negara, dan Kajian Kenegaraan, (Malang:
Setara Press, 2012).
Sri Kusriyah, Ilmu Negara, (Semarang: UNISSULA Press, 2017).
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumu Askara, 2009).
Syafiie, , Ilmu Negara: Kajian Ilmiah dan Kajian Keagamaan, (Bandung: Penerbit
Pustaka Reka Cipta, 2013).

13

Anda mungkin juga menyukai